Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

RHEUMATOID ATHRITIS

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal
Sistem musculoskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot dan struktur
pendukung lainnya (tendon, ligament, fasia dan bursae). Pertumbuhan dan
perkembangan struktur ini terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja (Apley,
2010).

Gambar 1. Anatomi sistem muskuloskeletal tubuh manusia


(Dikutip dari Moore & Dalley, 2013)
a. Tulang
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan
dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesahatan dan fungsi sistem
musculoskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh lain. Struktur tulang
memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung dan paru-
paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga
struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh
bergerak.Jenis tulang, yaitu:
1) Tulang Panjang
Tulang panjang (missal: femur, humerus) bentuknya silindris dan
berukuran panjang seperti batang (diafisis) tersusun atas tulang kompakta,
dengan kedua ujungnya berbentuk bulat (epifisis) tersusun atas tulang
kanselus. Tulang diafisis memiliki lapisan luar berupa tulang kompakta
yang melindungi sebuah rongga tengah yang disebut kanal medulla yang
mengandung sumsum kuning. Sumsum kuning terdiri dari lemak dan
pembuluh darah, tetapi suplai darah atau eritrositnya tidak banyak. Tulang
epifisis terdiri dari tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah
yang isinya sama seperti sumsum kuning dan dibungkus oleh selapis tipis
tulang kompakta. Bagian luar tulang panjang dilapisi jaringan fibrosa kuat
yang disebut periosteum. Lapisan ini kaya dengan pembuluh darah yang
menembus tulang.
Periostenum memberi nutrisi tulang dibawahnya melalui pembuluh
darah. Jika periostenum robek, tulang di bawahnya akan mati. Periostenum
berperan untuk pertambahan kekebalan tulang melalui kerja osteoblas.
Periostenum berfungsi protektif dan merupakan tempat pelekatan
tendon.Periostenum tidak ditemukan pada permukaan sendi.
2) Tulang Pendek
Tulang pendek (misal: ruas-ruas tulang belakang, tulang pergelangan
tangan, tulang pergelangan kaki) bentuknya hampir sama dengan tulang
panjang, tetapi bagian distal lebih kecil dari pada bagian proksimal, serta
berukuran pendek dan kecil. Berfungsi sebagai tempat pembentukan sel
darah merah dan sel darah putih.
3) Tulang Pipih
Tulang pipih (misal: sternum, kepala, scapula, panggul, tulang dada,
tulang belikat) bentuknya gepeng, berisi sel-sel pembentuk darah merah
dan putih, dan melindungi organ vital dan lunak dibawahnya. Tulang pipih
terdiri dari 2 lapis tulang kompakta dan di bagian tengahnya terdapat
lapisan spongiosa. Tulang ini juga dilapisi oleh periostenum yang dilewati
oleh dua kelompok pembuluh darah menembus tulang untuk menyuplai
tulang kompakta dan tulang spongiosa.
4) Tulang Tidak Beraturan
Tulang tidak beraturan (misal: vertebra, telinga tengah) mempunyai
bentuk yang unik sesuai fungsinya. Tulang tidak beraturan terdiri dari
tulang spongiosa yang dibungkus oleh selapis tipis tulang kompakta.
Tulang ini diselubungi periostenum kecuali pada permukaan sendinya
seperti tulang pipih. Periostenum ini memberi dua kelompok pembuluh
darah untuk menyuplai tulang kompakta dan spongiosa.
5) Tulang Sesamoid
Tulang sesamoid (misal: patella) merupakan tulang kecil yang terletak
disekitar tulang yang berdekatan dengan persendian, berkembang bersama
tendon dan jaringan fasia.
6) Tulang Pipa
Tulang pipa bentuknya bulat, panjang, dan tengahnya berongga. Contoh
tulang pipa yaitu: tulang paha, tulang lengan atas, tulang jari tangan. Fungsi
tulang ini adalah sebai tempat pembentukan sel darah merah.

b. Struktur Tulang
Tersusun oleh jaringan tulang kompakta (kortikal) dan kanselus (trabekular
atau spongiosa). Tulang kompakta terlihat padat. Akan tetapi jika diperiksa
dengan makroskop terdiri dari system havers. System havers terdiri dari kanal
havers. Sebuah kanal havers mengandung pembuluh darah, saraf, dan
pembuluh limfe, lamela (lempengan tulang yang mengelilingi kanal sentral),
kaluna (ruang diantara lamella yang mengandung sel-sel tulang atau osteosit
dan saluran limfe), dan kanalikuli (saluran kecil yang menghubungkan lacuna
dan kanal sentral). Saluran ini mengandung pembuluh limfe yang membawa
nutrient dan oksigen ke osteosit. Sel – sel penyusun tulang terdiri dari:
1) Osteoblas berfungsi menghasilkan jarinagan osteosid dan menyekresi
sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam pengendapan
kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang.
2) Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3) Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorbsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik
yang memecah matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam darah.

c. Sendi
Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka tulang tidak
ada. Kelenturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Sendi adalah suatu
ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling berdekatan. Fungsi utama
sendi adalah memberikan pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh. Bentuk
persendian ditetapkan berdasarkan jumlah dan tipe pergerakannya, sedangkan
klasifikasi sendi berdasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan. Menurut
klasifikasinya, sendi terdiri dari:
1) Sendi sinartrosis (sendi yang tidak bergerak sama sekali). Contohnya
satura tulang tengkorak.
2) Sendi amfriartosis (sendi bergerak terbatas) contohnya pelvik, simfisis,
dan tibia.
3) Sendi diartrosis/sinoval (sendi bergerak bebas). Contohnya siku, lutut, dan
pergelangan tangan.

Berdasarkan strukturnya, sendi dibedakan atas:


1) Fibrosa
Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu
dengan yang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung pibrosa.
Contohnya, sutura tulang tengkorak perlekatan tulang tibia dan fibula
bagian distal.
2) Kartilago
Sendi yang ujung-ujung tulungnya terbungkus oleh tulang rawan
hialin, disokong oleh ligament dan hanya dapat sedikit bergerak. Sendi ini
terbagi menjadi 2, yaitu:
a) Sinkondrosissendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh
tulang rawan hialin. Contohnya, sendi-sendi kostokondral.
b) Simfisissendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan
fibrokartilago dan selapis tipis tulang rawan hialin yang menyelimuti
permukaan sendi. Contohnya, simfisis pubis dan sendi tulang
punggung.
3) Sendi synovial
Sendi tubuh yang dapat digerakan serta memiliki rongga sendi dan
permukaan sendi yang dilapisi tulang rawan hialin. Sendi ini adalah jenis
sendi yang paling umum dalam tubuh dan berasal dari kata sinovium yang
merupakan membran yang menyekresi cairan synovial untuk lumbrikasi
dan absorpsi syok.
Kondrosit merupakan satu-satunya sel hidup di dalam tulang rawan
sendi. Kondrosit ini dipengaruhi oleh faktor anabolik dan faktor katabolik
dalam mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor
katabolik utama diperankan oleh sitoksin interkeukin 1 beta, dan tumor
nekrosis faktor alfa. Sedangkan faktor anabolik diperankan oleh
transforming growth factor (TGF beta) dan insulin-like growth factor 1
(IGF 1). Dalam menjaga keseimbangan atau homeostasis apabila terjadi
osteoarthritis kondrosit akan meningkatkan aktivitas sitokinin yang
menyebabkan dikeluarkannya mediator inflamasi dan matriks
metalloproteinase (MMP).
d. Otot
Otot skeletal secara volunter dikendalikan oleh system syaraf pusat dan
perifer. Penghubung antara saraf motorik perifer dan sel-sel otot dikenal
sebagai motor end-plate. Otot dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1) Otot rangka (lurik)
Diliputi oleh kapsul jaringan ikat. Lapisan jaringan ikat yang
membungkus otot disebut fasia otot atau episium. Otot ini terdiri dari
berkas-berkas sel otot kecil yang dibungkus lapisan jaringan ikat yang
disebut perimisium. Sel otot ini dilapisi jaringan ikat yang disebut
endomisium.
2) Otot visceral (polos)
Terdapat pada saluran pencernaan, saluran perkemihan, dan
pembuluh darah. Otot ini dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan
kontraksinya tidak dibawah kontrol keinginan.
3) Otot jantung
Ditemukan hanya pada jantung dan kontraksinya diluar kontrol atau
diluar keinginan. Otot berkontraksi jika ada rangsangan dari adenosine
trifosfat (ATP) dan kalsium.

Fungsi Otot Skeletal


Fungsi otot skeletal adalah mengontrol pergerakan, mempertahankan postur
tubuh dan menghasilkan panas.
1) Eksitabilitas adalah kesanggupan sel untuk menerima dan merespons
stimulus. Stimulus biasanya dihantarkan oleh nuerotransmiter yang
dikeluarkan oleh neuron dan respons yang distransmisikan dan dihasilkan
oleh potensial aksi pada membran plasma dari sel otot.
2) Kontraktibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespons stimulus dengan
memendek secara paksa.
3) Ekstensibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespons stimulus dengan
memperpanjang dan memperpendek serat otot saat relaksasi ketika
berkontraksi dan memanjang jika rileks. Elastisitas adalah kesanggupan sel
untuk menghasilkan waktu istirahat yang lama setelah memendek dan
memanjang (Moore & Dalley, 2013).
B. Definisi
RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang etiologinya belum
diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis (Helmick,
2008).
Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai
dengan keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008).
Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan
inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi
(poliartritis) (Pradana, 2012).
Jadi kesimpulan dari beberapa definisi diatas RA merupakan penyakit
autoimun yang etiologinya belum diketahuisecara pasti yang dapat menyebabkan
inflamasi sendi yang ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetri. Yang
mengenai lebih dari lima sendi.

C. Epidemiologi
Prevalensi RA relatif konstan yaitu berkisar antara 0,5-1% di seluruh dunia
(Suarjana, 2009). Dalam ilmu penyakit dalam Harrison edisi 18, insidensi dan
prevalensi RA bervariasi berdasarkan lokasi geografis dan diantara berbagai grup
etnik dalam suatu negara. Misalnya, masyarakat asli Ameika, Yakima, Pima, dan
suku-suku Chippewa di Amerika Utara dilaporkan memiliki rasio prevalensi dari
berbagai studi sebesar 7%. Prevalensi ini merupakan prevalensi tertinggi di dunia.
Beda halnya, dengan studi pada populasi di Afrika dan Asia yang
menunjukkan prevalensi lebihrendah sekitar 0,2%-0,4% (Longo, 2012).
Prevalensi RA di India dan di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%
(Suarjana, 2009).
Di Cina, Indonesia dan Filipina prevalensinya kurang dari 0,4% baik
didaerah urban ataupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah
mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah
urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk berusai
diatas 40 tahun mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,5% didaerah kotamadya
dan 0,6% didaerah kabupaten. Di poliklinik reumatologi RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta, kasus baru RAmerupakan 4,1% dari seluruh kasus
baru pada tahun 2000 dan pada periode januari s/d juni 2007 didapatkan sebanyak
203 kasus RA dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 12.346 orang (15,1%).
Prevalensi RA lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur,
dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan kelima
(Suarjana, 2009).
Prevalensi RA yang hanya sebesar 1 sampai 2 % diseluruh dunia, pada
wanita di atas 50 tahun prevalensinya meningkat hampir 5%. Puncak kejadian RA
terjadi pada usia 20-45 tahun. Berdasarkan penelitian para ahli dari universitas
Alabama, AS, wanita yang memderita RA mempunyai kemungkintan 60% lebih
besar untuk meninggal dibanding yang tidak menderita penyakit tersebut
(Afriyanti,2011).
Dari data presurvey di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung didapatkan
bahwa penyakit RA menjadi salah satu dari 10 penyakit terbesar sejak tahun 2011.
Pada presurvey ini dilakukan pengamatan data sejak tahun 2007 sampai dengan
2012. RA muncul pada tahun 2011 menempati urutan kedelapan dengan angka
diagnosa sebanyak 17.671 kasus (5,24%) dan naik ke urutan keempat pada tahun
2012 dengan 50.671 kasus (7,85%) (Dinkes, 2011).

D. Etiologi
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan
dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan (Suarjana,
2009)
1. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki
angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
2. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta.
Dan stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan
menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan
sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan penyakit ini (Suarjana,2009).
3. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul
timbulnya penyakit RA (Suarjana,2009).
4. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon
terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino
homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel
T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa
menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga
mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009).
5. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok (Longo, 2012).

Disamping beberapa etiologi yang telah disebutkan tadi, ada beberapa


faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya RA. Faktor resiko dalam
peningkatan terjadinya RA antara lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat
keluarga yang menderita RA, umur lebih tua, paparan salisilat dan merokok.
Resiko juga mungkin terjadi akibat konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari,
khusunya kopi decaffeinated (Suarjana, 2009). Obesitas juga merupakan faktor
resiko terjadinya RA (Longo, 2012).

E. Patofisiologi
RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi.Reaksi
autoimun terjadi dalam jaringan sinovial.Kerusakan sendi mulai terjadi dari
proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial.Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi
neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh
bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya
pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi.
Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang Respon
imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor
pertumbuhan.Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik
(Surjana, 2009).
Sel T dan sel B merupakan respon imunologi spesifik.Sel T merupakan
bagian dari sistem immunologi spesifik selular berupa Th1, Th2, Th17, Treg,
Tdth, CTL/Tc, NKT. Sitokin dan sel B merupakan respon imunologi spesifik
humoral, sel B berupa IgG, IgA, IgM, IgE, IgD (Baratwidjaja, 2012).
Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan
share epitop dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan
peptida pada antigen-presenting cell (APC) pada sinovium atau sistemik. Dan
peran sel B dalam imunopatologis RA belum diketahi secara pasti
(Suarjana,2009).
F. Pathway

Reaksi faktor R dengan Antibodi, faktor metabolik, infeksi


dengan kecenderungan virus

Kurangnya infomasi Reaksi peradangan Nyeri akut


tentang proses
penyakit
Sinovial menebal
Defisiensi
pengetahuan Gangguan citra
Pannus Nodul Deformitas
sendi tubuh
Infiltrasi ke dalam os. Subcondria

Hambatan nutrisi pada kartilago artikularis

Kerusakan kartilago & tulang Kartilago nekrosis

Tendon & ligament melemah


Erosi kartilago

Adhesi pada permukaan sendi


Hilangnya kekuatan otot Mudah luksasi &
subluksasi
Ankilosis fibrosa Ankilosis tulang
Resiko jatuh

Kekuatan otot menurun

Terbatasnya gerak sendi

Gangguan mobilitas
fisik
G. Manifestasi Klinis
RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling
sering di tangan. RA juga dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan
lutut.Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti
oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat,2010).
Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA yaitu
(Nasution, 2011):
1. Stadiumsinovitis.
Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis, yaitu inflamasi pada
membran sinovial yang membungkus sendi.Sendi yang terlibat umumnya
simetris, meski pada awal bisa jadi tidak simetris. Sinovitis ini menyebabkan
erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi
(Nasution, 2011). Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, termasuk
sendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal (Suarjana,2009).
2. Stadiumdestruksi
Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
(Nasution,2011).
3. Stadiumdeformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap (Nasution, 2011)
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi
artikular dan manifestasi ekstraartikular (Suarjana,2009).Manfestasi artikular RA
terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan sarung tendo yang dapat
menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta hidrops ringan
(Sjamsuhidajat, 2010).Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak, kemerahan
dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama kekambuhan, namun
kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik (Surjana,
2009).Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi klinis
tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala asimptomatik setelah
bertahun-tahun dari onset terjadinya (Longo,2012).
Distribusi sendi yang terlibat dalam RA cukup bervariasi.Tidak semua
sendi proporsinya sama, beberapa sendi lebih dominan untuk mengalami
inflamasi, misalnya sendi sendi kecil pada tangan (Suarjana,2009).Manifestasi
ekstraartikular jarang ditemukan pada RA (Syamsyuhidajat, 2010). Secara umum,
manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagiantubuh. Manifestasi ekstraartikular
pada RA, meliputi (Longo,2012):
a. Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda dan

gejalanya berupa penurunan berat badan, demam >38,3oc , kelelahan


(fatigue), malaise, depresi dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang
secara umum merefleksi derajat inflamasi dan kadang mendahului terjadinya
gelaja awal pada kerusakan sendi (Longo,2012).
b. Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level
tertinggi aktivitas penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak
lembut, dan dekat periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat
di paru-paru, pleura, pericardium, dan peritonuem. Nodul bisanya benign
(jinak), dan diasosiasikan dengan infeksi, ulserasi dan gangren
(Longo,2012).
c. Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondary sjogren’s
syndrome. Sjogren’s syndrome ditandai dengan keratoconjutivitis sicca (dry
eyes) atau xerostomia (Longo,2012).
d. Paru (pulmonary) contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti
dengan penyakit paru interstitial (Longo,2012).
e. Jantung (cardiac) pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada jantung
yang disebabkan oleh RA adalah perikarditis, kardiomiopati, miokarditis,
penyakti arteri koreoner atau disfungsi diastol (Longo, 2012).
f. Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita dengan
penyakit RA yang sudah kronis (Longo,2012).
g. Hematologi berupa anemia normositik, immmune mediated trombocytopenia
dan keadaan dengan trias berupa neutropenia, splenomegaly,dan nodular RA
sering disebut dengan felty syndrome. Sindrom ini terjadi pada penderita RA
tahap akhir (Longo,2012).
h. Limfoma, resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2-4 kali lebih besar
dibanding populasi umum. Hal ini dikarenakan penyebaran B-cell lymphoma
sercara luas (Longo,2012).

Beberapa keadaan yang diasosiakan dengan mordibitas dan mortalitas pada


pasien RA adalah penyakti kardiovaskuler, osteoporosis dan hipoandrogenisme
(Longo,2012).
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi
pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari,
bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan
kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba
akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak
tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.

H. Komplikasi
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
4. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan
oleh adanya darah yang membeku.
5. Terjadi splenomegali.
6. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar
kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan
trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan
meningkat. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis
dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease
modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab
morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan
leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan
lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan
awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
3. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
4. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi
5. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-
produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan
viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
6. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan
panas.
7. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan
kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta
menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan
diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang
ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan
factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini
negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C-
reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil
yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh,
berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi,
seperti leukosit dan komplemen. Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk
membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto
rongen akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga
sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit tersebut.

J. Penatalaksanaan
RA harus ditangani dengan sempurna. Penderita harus diberi penjelasan
bahwa penyakit ini tidak dapat disembuhkan (Sjamsuhidajat, 2010). Terapi RA
harus dimulai sedini mungkin agar menurunkan angka perburukan
penyakit.Penderita harus dirujuk dalam 3 bulan sejak muncul gejala untuk
mengonfirmasi diganosis dan inisiasi terapi DMARD (Disease Modifying Anti-
Rheumatic Drugs) (surjana,2009). Terapi RA bertujuan untuk mengurangi rasa
yeri yang dialami, mempertahakan status fungsionalnya, mengurangi inflamasi,
engendalikan keterlibatan sistemik, proteksi sendi dan struktur ekstra artikular,
mengendalikan progresivitas penyakit, menghindari komplikasi yang berhubungan
dengan terapi.
1. Terapi Farmakologi
Dalam jurnal “The Global Burden Of Rheumatoid Arthritis In The Year
2000”, Obat-obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima kelompok, yaitu
(Sjamsuhidajat, 2010):
a. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa
nyeri dan kekakuan sendi.
b. Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan
Sulphasalazine. Obat-obatan ini merupakan golongan DMARD.
Kelompok obat ini akan berfungsi untuk menurunkan proses penyakit
dan mengurangi respon fase akut. Obat-obat ini memiliki efek samping
dan harus di monitor dengan hati-hati.
c. Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala
simptomatis dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki
konsekuensi jangka panjang yang serius.
d. Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil
untuk pasien dengan penyakit sistemik.
e. Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin
inflamasi. Belum ada aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam
terapi RA.

Terapi yang dikelompokan diatas merupakan terapi piramida terbalik,


dimana pemberian DMARD dilakukan sedini mungkin. Hal ini didapat dari
beberapa penelitian yaitu, kerusakan sendi sudah terjadi sejak awal penyakit,
DMARD terbukti memberikan manfaat yang bermakna bila diberi sedini
mungkin, manfaat penggunaan DMARD akan bertambah bila diberi secara
kombinasi, dan DMARD baru yang sudah tersedia terbukti memberikan efek
yang menguntungkan bagi pasien. Sebelumnya, terapi yang digunakan berupa
terapi piramida saja dimana terapi awal yang diberikan adalah terapi untuk
mengurangi gejala saat diganosis sudah mulai ditegakkan dan perubahan
terapi dilakukan bila kedaaan sudah semakin memburuk (Suarjana, 2009).
DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs), pemilihan jenisnya
pada pasien harus mempertimbangkan kepatuhan, berat penyakit, pengalaman
dokter, dan penyakit penyerta. DMARD yang paling sering digunakan adalah
MTX (Metrothexate), hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin,
leflunomide, infliximab dan etarnecept (Suarjana, 2009).

2. Terapi non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi melingkupi terapi modalitas dan terapi
komplementer. Terapi modalitas berupa diet makanan (salah satunya dengan
suplementasiminyakikancod), kompres panas dan dingin serta massase untuk
mengurangi rasa nyeri, olahraga dan istirahat, dan penyinaran menggunakan
sinar inframerah. Terapi komplementer berupa obat-obatan herbal,
accupressure, dan relaxasi progressive (Afriyanti, 2009).
Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat dengan
kerusakan sendi yang ekstensif, keterbatasan gerak yang bermakna, dan terjadi
ruptur tendo.Metode bedah yang digunakan berupa sinevektomi bila destruksi
sendi tidak luas, bila luas dilakukan artrodesis atu artroplasti. Pemakaian alat
bantu ortopedis digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari
(Sjamsuhidajat, 2010).

K. Prognosis
Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung pada
ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50 – 70% pasien
artritis reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini
umumya meninggi 10 – 15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa arthritis
rheumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal
pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki
keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan,
dengan manifestasi ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan yang rendah.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien adalah nyeri pada sendi-
sendinya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati
warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
1) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
2) Catat bila ada krepitasi
3) Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
c. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
1) Catat bila ada atrofi, tonus yang berkurang
2) Ukur kekuatan otot (Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya, Kaji
aktivitas/kegiatan sehari-hari : biasanya klien mengalami hambatan
dalam melakukan kegiatan harian).
4. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup
tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean
ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan
kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian
terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ),
tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama
bentuk-bentuk arthritis lainnya. Berikut ini masalah-masalah yang mungkin
dihadapi klien dengan RA :
a. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
Klien jarang melakukan olahraga rutin, pada klien jarang juga melakukan
pemeriksaan kesehatan.
b. Pola Nutrisi Metabolik
RA tidak banyak mengganggu pola nutrisi (makan-minum) penderitanya.
Namun harus diwaspadi makan klien, karena RA dapat menimbulkan gout
jika pola makan tidak baik, terlebih lagi konsumsi purin meningkat.
c. Pola Eliminasi
RA tidak banyak berpengaruh pada pola eliminasi
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas, terganggu dalam aktivitas
dan bahkan tidak mampu melakukan aktifitas berat
e. Pola Istirahat dan Tidur
Dapat terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
f. Pola Persepsi Kognitif
Ada persepsi nyeri yang dirasakan oleh klien
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dapat terjadi perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi), pasien
merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
h. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
Ada perubahan peran pada klien karena klien tidak mampu menjlankan
aktivitasnya seperti biasa.
i. Pola Reproduksi Seksualitas
Pada lansia, lebih berkaitan pada penurunan kemampuan akibat proses
penuaan.
j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
Adanya perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita terutama pada
lansia
k. Pola Sistem Kepercayaan
Gangguan beribadah karena ketidakmampuan untuk bergerak dan aktivitas
leluasa.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ARTRITIS REUMATOID


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
penurunan, kekuatan otot.
3. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat,
kesalahan interpretasi informasi.
6. Risiko Jatuh berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot.

LAPORAN PENDAHULUAN ARTRITIS REUMATOID


C. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Nyeri Akut Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis 1. Pemberian analgetik
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional 1. Kontrol nyeri a. Mengetahui lokasi, karekteristik, kualitas
tidak menyenangkan yang muncul akibat a. Secara terus menerus menunjukkan tindakan mengambil dari nyeri
kerusakan jaringan aktual atau potensial atau langkah pencegahan dapat dipertahankan atau ditingkatkan b. Mengecek riwayat alergi obat dari klien
yang digambarkan sebagai kerusakan pada skala 5 c. Kolaborasi pemberian analgesic atau
(International Association for the Study of b. Secara terus menerus menunjukkan monitoring gejala dari kombinasi analgesic yang cocok
Pain) : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari nyeri (skala 5) digunakan pada klien
intensitas ringan hingga berat dengan akhir c. Secara terus menerus ditunjukkan pada skala 5 terhadap d. Memonitor TTV sebelum dan sesudah
yang dapat diantisipasi atau diprediksi. pemakaian analgesic yang direkomendasikan pemberian analgesic pada jam pertama
d. Secara terus menerus ditunjukkan pada skala 5 melaporkan pemberian obat
Batasan Karakteristik : bahwa nyerinya terkontrol
a. Bukti nyeri dengan menggunakan standar 2. Manajemen nyeri
daftar periksa nyeri untuk pasien yang 2. Tingkat nyeri a. Mengobservasi ekspresi nonverbal dari
tidak dapat mengungkapkannya a. Melaporkan nyeri dapat dipertahankan atau ditingkatkan klien
b. Diaforesis pada skala 5 (tidak ada) b. Mengeksplorasi pengetahuan dan
c. Dilatasi pupil b. Ekspresi wajah saat nyeri dapat dipertahankan atau kepercayaan klien terhadap nyeri
d. Ekspresi wajah nyeri ditingkatkan pada skala 5 (tidak ada) c. Mendampingi klien dan keluarga untuk
e. Fokus menyempit c. Kegelisahan tidak ada pada skala 5 mendapatkan support
f. Fokus pada diri sendiri d. RR tidak menyimpang dari normal berada pada skala 5 d. Menyediakan informasi tentang nyeri
g. Keluhan tentang intensitas menggunakan e. Tekanan darah tidak menyimpang dari normal berada pada dan mengantisipasi ketidaknyamanan
standar skala nyeri skala 5 dari prosedur
h. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri e. Mengajarkan klien tentang manejemen
i. Perubahan selera makan 3. Tanda-tanda vital nyeri
j. Putus asa a. Denyut jantung apikal dapat dipertahankan atau ditingkatkan
k. Sikap melindungi area nyeri pada skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
b. Irama jantung dapat dipertahankan atau ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
c. Denyut nadi radial dapat dipertahankan atau ditingkatkan
pada skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
d. Tingkat pernafasan dapat dipertahankan atau ditingkatkan
pada skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
e. Irama pernafasan dapat dipertahankan atau ditingkatkan
pada skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
f. Tekanan darah sistolik dapat dipertahankan atau
ditingkatkan pada skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal)
g. Tekanan darah diastolic dapat dipertahankan atau
ditingkatkan pada skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal)
h. Tekanan nadi dapat dipertahankan atau ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
2 Hambatan mobilitas fisik Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis 1. Manajemen Sistem Neurologi
Definisi : keterbatasan pada pergerakan fisik 1. Joint movement a. Memonitoring Glascow Coma Scale
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara a. Tidak ada penyimpangan dari normal pada leher (pada (GCS)
mandiri dan terarah. skala 5) b. Memonitoring TTV
Batasan karakteristik : b. Tidak ada penyimpangan dari normal pada spinal (pada 2. Relaksasi Otot
a. Penurunan waktu reaksi skala 5) a. Instruksikan klien untuk memakai
b. Kesulitan membolak-balik posisi c. Tidak ada penyimpangan dari normal pada jari kanan dan pakaian yang nyaman
c. Melalukan aktivitas lain sebagai kiri (pada skala 5) 3. Pergerakan
pengganti pergerakan (mis,meningkatkan d. Tidak ada penyimpangan dari normal pada kedua a. Memproteksi klien dari trauma sebelum
perhatian pada aktivitas orang pergelangan tangan (pada skala 5) melakukan latihan
lain,mengendalikan perilaku,focus pada e. Tidak ada penyimpangan dari normal pada kedua siku b. Membantu klien untuk memposisikan
ketunadayaan/ aktivitas sebelum sakit) (pada skala 5) tubuh secara optimal baik sendi yang
d. Dispnea setelah beraktivitas f. Tidak ada penyimpangan dari normal pada kedua bahu aktif maupun pasif
e. Perubahan cara berjalan (pada skala 5) c. Membantu klien untuk ROM
f. Gerakan bergetar g. Tidak ada penyimpangan dari normal pada kedua lutut d. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk
g. Keterbatasan kemampuan melakukan (pada skala 5) perkembangan latihan klien
keterampilan motorik kasar
h. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
i. Tremor akibat pergerakan
j. Ketidakstabilan postur
k. Pergerakan lambat
l. Pergerakan tidak terkoordinasi

Factor yang berhubungan:


a. Defisit visual parsial
b. Pelo
c. Sulit berbicara
d. Gagap
e. Deficit penglihatan total
f. Bicara dengan kesulitan
g. Menolak berbicara

Factor berhubungan :
a. Ketidaan orang terdekat
b. Perubhan konsep diri
c. Perubhan system saraf pusat
d. Defek anatomis(mis, celah
palatum,perubahan neuromuscular pada
sisitem pengelihatan, pendengaran,dan
apparatus fonatori)
e. Tumor otak
f. Harga diri rendah kronik
g. Perubahan harga diri
h. Perbedaan budaya
i. Penurunan sirkulasi ke otak
j. Perbedaan yang berhubungan dengan usia
perkembangan
k. Gangguan emosi
l. Kendala lingkungan
m. Kurang informasi
n. Hambatan fisik (mis,psikologis, kurang
stimulus)
o. Harga diri rendah situasional
p. Stress
q. Gaya hidup monoton
r. Gangguan sensori perseptual
3 Gangguan citra tubuh NOC NIC :
Definisi:Konfusi dalam gambaran mental Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis : Intervensi Keperawatan yang Disarankan
tentang diri-fisik individu a. Citra tubuh untuk Menyelesaikan Masalah:
Batasan karakteristik : a. Mendengar aktif
a. Perilaku mengenali tubuh individu Outcome yang berhubungan dengan Faktor risiko : b. Pengurangan kecemasan
b. Perilaku menghindari tubuh individu a. Adaptasi terhadap disabilitas fisik c. Peningkatan citra tubuh
c. Perilaku memantau tubuh individu b. Menahan diri dari kemarahan d. Peningkatan koping
d. Respon nonverbal terhadap perubahan c. Tingkat rasa takut e. Konseling
actual pada tubuh (mis; penampilan, d. Tingkat rasa takut : anak f. Peningkatan perkembangan : remaja
struktur, fungsi) e. Rekasi terhadap sisi yang terkena dampak g. Peningkatan perkembangan : anak
e. Respon nonverbal terhadap persepsi f. Identitas h. Dukungan emosional
perubahan pada tubuh (mis; penampilan, g. Keseimbangan gaya hidup i. Fasilitasi proses berduka
struktur, fungsi) h. Kesadaran diri j. Manajemen nyeri
f. Mengungkapkan perasaan yang i. Harga diri k. Pendidikan orang tua : keluarga yang
mencerminkan perubahan pandangan j. Tingkat kecemasan sosial membesarkan anak
tentang tubuh individu (mis; penampilan, l. Menghadirkan diri
struktur, fungsi) Outcome yang berkaitan dengan faktror yang berhubungan m. Peningkatan kesadaran diri
g. Mengungkapkan persepsi yang atau outcome menengah n. Bantuan perawatan diri
mencerminkan perubahan individu dalam a. Pemulihan terhadap kekerasan : emosi o. Peningkatan harga diri
penampilan b. Pemulihan terhadap kekerasan fisik p. Peningkatan sosialisasi
c. Pemulihan terhadap kekerasan seksual q. Dukungan kelompok
Objektif d. Pemulihan luka bakar r. Peningkatan sistem dukungan
a. Perubahan actual pada fungsi e. Status kenyamanan : psikospirituak s. Terapi kelompok
b. Perubahan actual pada struktur f. Koping t. Klarifikasi nilai
c. Perilaku mengenali tubuh individu g. Kontrol diri terhadap distorsi pemikiran u. Manajemen berat badan
d. Perilaku memantau tubuh individu h. Keparahan kesepian v. Perawtan luka
e. Perubahan dalam kemampuan i. Perawatan ostomi sendiri w. Perawatan luka : luka bakar
memperkirakan hubungan special tubuh j. Keparahan cidera fisik
terhadap lingkungan k. Pengaturan psikososial : perubahan kehidupan Pilihan intervensi tambahan :
f. Perubahan dalam keterlibatan social l. Fungsi seksual a. Perawatan amputasi
g. Perluasan batasan tubuh untuk m. Identitas seksual b. Bimbingan antisipatif
menggabungkan objek lingkungan n. Pemulihan pembedahan : penyembuhan c. Perawatan inkontinensia saluran cerna :
h. Secara sengaja menyembunyikan bagian o. Berat badan : massa tubuh encopresis
tubuh p. Perilaku menambah berat badan d. Teknik menenangkan
i. Secara sengaja menonjolkan bagian tubuh q. Perilaku mengurangi berat badan e. Persiapan melahirkan
j. Kehilangan bagian tubuh f. Restrukturisasi kognitif
k. Tidak melihat bagian tubuh g. Dukungan pengambilan keputusan
l. Tidak menyentuh bagian tubuh h. Koneling laktasi
m. Trauma pada bagian yang tidak berfungsi i. Pengaturan tujuan saling menguntungkan
n. Secara tidak sengaja menonjolkan bagian j. Perawatan ostomi
tubuh k. Bantuan pasien untuk mengontrol pemberian
analgesik
Subjektif l. Perawatan prenatal
a. Depersonalisasi kehilangan melalui kata m. Pencegahan bunuh diri
ganti yang netral n. Pengajaran : seksualitas
b. Depersonalisasi bagian melalui kata ganti o. Menyampaikan kebenaran
yang netral p. Manajemen pengabaian unilateral
c. Penekanan pada kekuatan yang tersisa q. Perawatan inkontinensia urin : enuresis
d. Ketakutan terhadap reaksi orang lain
e. Focus pada penampilan masa lalu
f. Perasaan negatif tentang sesuatu
g. Personalisasi kehilangan dengan
menyebutkannya
h. Fokus pada perubahan
i. Fokus pada kehilangan
j. Menolak memverifikasi perubahan actual
k. Mengungkapkan perubahan gaya hidup

Faktoryang berhubungan :
a. Biofisik, Kognitif
b. Budaya, Tahap perkembangan
c. Penyakit, Cedera
d. Perseptual, Psikososial, Spiritual
e. Pembedahan, TraumaTerapi penyakit
4 Defisit Perawatan Diri : Mandi Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis 1. Memandikan
Definisi : Hambatan kemampuan untuk a. Perawatan diri: mandi a. Bantu [memandikan pasien] dengan
melakukan atau menyelesaikan aktivitas a. Masuk dan keluar kamar mandi tidak terganggu (skala 5) menggunakan kursi untuk mandi, bak
mandi secara mandiri b. Mengambil alat/ bahan mandi tidak terganggu (skala 5) tempat mandi, mandi dengan berdiri,
c. Mendapat air mandi tidak terganggu (skala 5) dengan menggunakan cara yang tepat atau
Batasan Karakteristik : d. Menyalakan keran tidak terganggu (skala 5) sesuai dengan keinginan [pasien]
a. Ketidakmampuan membasuh tubuh e. Mengatur air tidak terganggu (skala 5) b. Cuci rambut sesuai dengan kebutuhan
b. Ketidakmampuan mengakses kamar f. Mengatur aliran air tidak terganggu (skala 5) atau keinginan
mandi g. Mandi di bak cuci tidak terganggu (skala 5) c. Mandi dengan air yang mempunyai suhu
c. Ketidakmampuan mengambil h. Mandi di bak mandi tidak terganggu (skala 5) yang nyaman
perlengkapan mandi i. Mandi dengan bersiram tidak terganggu (skala 5) d. Gunakan teknik mandi yang
d. Ketidakmampuan mengatur air mandi j. Mencuci wajah tidak terganggu (skala 5) menyenangkan pada anak
e. Ketidakmampuan mengeringkan tubuh k. Mencuci badan bagian atas tidak terganggu (skala 5) e. Bantu dalam hal perawatan perineal jika
f. Ketidakmampuan menjangkau sumber air l. Mencuci badan bagian bawah tidak terganggu (skala 5) memang diperlukan
m. Membersihkan area perineum tidak terganggu (skala 5) f. Bantu dalam hal kebersihan (isalnya
Faktor yang Berhubungan : n. Mengeringkan badan dodoran)
a. Ansietas tidak terganggu (skala 5) g. Berikan fasilitas merendam kaki, sesuai
b. Gangguan fungsi kognitif kebutuhan
c. Gangguan musculoskeletal b. Perawatan diri : kebersihan h. Cukur pasien sesuai indikasi
d. Gangguan neuromuskular a. Mencuci tangan tidak terganggu (skala 5) i. Berikan lubrikan dan krim pada area kulit
e. Gangguan persepsi b. Membersihkan are perineum tidak terganggu (skala 5) yang kering
f. Kelemahan c. Menggunakan pembalut tidak terganggu (skala 5) j. Tawarkan mencuci tangan setelah
g. Kendala lingkungan d. Membersihkan telinga tidak terganggu (skala 5) eliminasi dan sebelum makan
h. Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh e. Menjaga hidung untuk kemudahan bernapas dan bersih k. Berikan bedak kering pada lipatan kulit
i. Ketidakmampuan merasakan hubungan tidak terganggu (skala 5) yang dalam
spasial f. Mempertahankan kebersihan mulut tidak terganggu (skala l. Monitro kondisi kulit saat mandi
j. Nyeri’penurunan motivasi 5) m. Monitor fungsi kemampuan saat mandi
g. Mengeramas rambut tidak terganggu (skala 5)
h. Menyisir rambut tidak terganggu (skala 5) 2. Perawatan lensa kontak
i. Mencukur rambut tidak terganggu (skala 5) 3. Manajemen dimensia : memandikan
j. Menggunakan rias wajah tidak terganggu (skala 5) 4. Perawatan telinga
k. Memperhatikan kuku jari tangan tidak terganggu (skala 5) 5. Perawatan mata
l. Memperhatikan kuku kaki tidak terganggu (skala 5) 6. Perawatan kaki
m. Menggunakan kaca rias tidak terganggu (skala 5) 7. Perawatan rambut dan kulit kepala
n. Memperhatikan penampilan yang rapi tidak terganggu 8. Perawatan bayi
(skala 5) 9. Perawatan kuku
o. Mempertahankan kebersihan tubuh tidak terganggu (skala 10. Pemeliharaan kesehatan mulut
5) 11. Perawatan perineum
12. Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan
Outcome tambahan untuk batasan karakteristik 13. Fasilitas tanggung jawab diri
1. Ambulasi 14. Pengajaran : individu
2. Ambulasi : kursi roda
3. Penampilan mekanik tubuh Pilihan intervensi tambahan :
4. Pergerakan 1. Pengurangan kecemasan
2. Manajemen perilaku
Outcome yang berkaitan dengan faktor yang berhubungan atau 3. Modifikasi perilaku
outcome menengah 4. Peningkatan citra tubuh
1. Adaptasi terhadap disabilitas fisik 5. Dukungan pengambilan keputusan
2. Tingkat kecemasan 6. Perencanaan pulang
3. Kepuasan klien: lingkungan fisik 7. Dukungan emosional
4. Kognisi 8. Manajemen energi
5. Status kenyamanan: lingkungan 9. Peningkatan latihan
6. Tingkat delirium 10. Peningkatan latihan peregangan
7. Tingkat dimensia 11. Terapi latihan : ambulasi
8. Tingkat ketidaknyamanan 12. Terapi latihan : keseimbangan
9. Daya tahan 13. Terapi latihan pergerakan sendi
10. Tingkat kelelahan 14. Terapi latihan kontrol otot
11. Reaksi terhadap sisi yang terkena dampak 15. Pencegahan jatuh
12. Pengetahuan : mekanik tubuh 16. Pengaturan tujuan saling menguntungkan
13. Motivasi 17. Manajemen nyeri
14. Status neurologi: perifer 18. Bantuan pasien untuk mengontrol pemberian
15. Status neurologi : sensori tulang punggung/fungsi motorik analgetik
16. Tingkat nyeri 19. Pengaturan posisi
17. Energi psikomotor 20. Bantuan perawatan diri
18. Keamanan lingkup rumah 21. Bantuan perawatan diri IADL
19. Fungsi sensori : propriosepsi 22. Peningkatan harga diri
20. Fungsi sensori : pandangan
21. Fungsi rangka
5 Defisiensi Pengetahuan NOC NIC :
Definisi: Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis : Intervensi Keperawatan yang Disarankan
Ketiadaan atau defisisensi informasi kognitif a. Pengetahuan manajemen penyakit akut untuk Menyelesaikan Masalah:
yang berkaitan dengan topic tertentu b. Pengetahuan : manajemen terapi antikoalgulan a. Bimbingan antisipatif
Batasan Karakteristik : c. Pengetahuan : manajemen artritis b. Persiapan melahirkan
a. Perilaku Hiperbola d. Pengetahuan : manajemen asma c. keluarga berencana kontrasepsi
b. Ketidakakuratan mengikuti perintah e. Pengetahuan : mekanik tubuh d. Pendidikan kesehatan
c. Ketidakakuratan melakukan tes f. Pengetahuan : pemberian makan dengan menggunakan botol e. Peningkatan kesadaran kesehatan
d. Perilaku tidak tepat (hysteria, g. Pengetahuan menyusui f. Panduan sistem pelayanan kesehatan
bermusuhan, agitasi, apatis,) h. Pengetahuan : manajemen kanker g. Konseling Laktat
e. Pengungkapan masalah i. Pengetahuan : penurunan ancaman kanker h. Fasilitasi Pembelajaran
j. Pengetahuan : manajemen penyakit jantung i. Peningkatan kesiapan pembelajaran
Factor yang berhubungan k. Pengetahuan : kemanan fisik anak j. Pendidikan orangtua : remaja
a. Keterbatasan kognitif l. Pengetahuan : manajemen penyakit kronik k. Pendidikan orangtua : keluarga yang
b. Salah interpretasi informasi m. Pengetahuan : manajemen penyakit paru obstruksi kronik membesarkan anak
c. Kurang pajanan n. Pengetahuan : pencegahan konsepsi l. Pendidikan orangtua : bayi
d. Kurang minat dalam belajar o. Pengetahuan : manajemen penyakit arteri koroner m. Perlindungan terhadap hak pasien
e. Kurang dapat mengingat p. Pengetahuan : pemberian makan menggunakan cangkir n. Konseling prakonsepsi
f. Tidak familier dengan informasi q. Pengetahuan : manajemen demensia o. Persiapann informasi sensorik
r. Pengetahuan : manajemen depresi p. Pencegahan penggunaan zat terlarang
s. Pengetahuan : manjaemen diabetes
t. Pengetahuan : manajemen disritmia Pilihan intervensi tambahan
u. Pengetahuan : proses penyakit a. Perawatan awal rawat inap
v. Pengetahuan : manajemen kelainan makanan b. Manajemen alergi
w. Pengetahuan : konservasi energi c. Pengurangan kecemasan
x. Pengetahuan : pencegahan jatuh d. Manajemen asma
y. Pengetahuan : peningkatan kesuburan e. Modifikasi perilaku
z. Pengetahuan : perilaku kesehatan f. Modifikasi perilaku : keterampilan sosial
aa. Pengetahuan : promosi kesehatan g. Peningkatan mekanika tubuh]manajemen
bb. Pengetahuan : Sumber-sumber kesehatan risiko jantung
cc. Pengetahuan : diet sehat h. Perawatan sirkulasi : insufiensi vena
dd. Pengetahuan : Gaya hidup sehat i. Konseling
ee. Pengetahuan : Manajemen gagl jantung j. Dukungan pengambilan keputusan
ff. Pengetahuan : manajemen hipertensi k. Peningkatan perkembangan : anak
gg. Pengetahuan : perawatan bayi l. Perencanaan pulang
hh. Pengetahuan : Manajemen infeksi m. Manajemen energi
ii. Pengetahuan : Manajemen penyakit peradangan usus n. Manajemen lingkungan : keselamatan
jj. Pengetahuan : manajemen penyakit ginjal o. Bantuan pemeriksaan
kk. Pengetahuan : melahirkan p. Pencegahan jatuh
ll. Pengetahuan : manajemen gangguan lipid q. Manajemen nyeri
mm. Pengetahuan : Pengobatan r. Dukungan kelompok
nn. Pengetahuan : Manajemen Multiple Sklerosis
oo. Pengetahuan : Manajemen Osteoporosis
pp. Pengetahuan : Perawatan ostomi
qq. Pengetahuan : Manajemen nyeri
rr. Pengetahuan : Pengasuhan
ss. Pengetahuan : Manajemen Penyakit arteri perifer
tt. Pengetahuan : keamanan pribadi
uu. Pengetahuan : manajemen pneumonia
vv. Pengetahuan : kesehatan ibu post partum
ww. Pengetahuan : kesehatan ibu prakonsepsi
xx. Pengetahuan : kehamilan
yy. Pengetahuan : kehamilan & postpartum fungsi seksual
zz. Pengetahuan : aktifitas yang disarankan
aaa. Pengetahuan : diet yang disarankan
bbb. Pengetahuan : perawatan bayi belum cukup bulan
ccc. Pengetahuan : fungsi seksual
ddd. Pengetahuan : manajamen stres
eee. Pengetahuan : manajemen stroke
fff. Pengetahuan : kontrol penyalahgunaan zat
ggg. Pengetahuan : pencegahan thrombus
hhh. Pengetahuan : manajemen waktu
iii. Pengetahuan : prosedur perawatan
jjj. Pengetahuan : regimen perawatan
kkk. Pengetahuan : manajemen berat badan
Outcome yang berhubungan dengan Faktor risiko :
a. Perilaku patuh
b. Perilaku patuh : diet yang sehat
c. Tingkat agitasi
d. Perilaku patuh : aktifitas yang disarankan
e. Perilaku patuh : diet yang disarankan
f. Perilaku patuh : pengobatan yang disarankan
g. Perilaku pencarian kesehatan
h. Motivasi
i. Partisipasi dalam keputusan perawatan kesehatan

Outcome yang berkaitan dengan faktror yang berhubungan


atau outcome menengah
a. Pemikiran abstrak
b. Kepuasan klien : pengajaran
c. Kognisi
d. Komunikasi penerimaan
e. Konsentrasi
f. Tingkat delirium
g. Tingkat demensia
h. Memproses informasi
i. Memori
j. Motivasi
5 Risiko Jatuh NOC NIC
Definisi : Rentan mengalami cedera fisik 1. Keparahan cedera fisik: 1.Pencegahan jatuh :
akibat kondisi lingkungan yang nerinteraksi a. Lecet pada kulit dengan skala 5 (tidak ada) a. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau
dengan sumber adaptif dan sumber defesif b. Memar dengan skala 5 (tidak ada) fisik pasien yang mungkin meningkatkan
individu, yang dapat mengganggu kesehatan. c. Luka gores dengan skala 5 (tidak ada) potensi jatuh pada lingkungan tertentu
d. Fraktur ekstremitas dengan skala 5 (tidak ada) b. Identifikasi perilaku dan faktor yang
Faktor risiko: e. Perdarahan dengan skala 5 (tidak ada) mempengaruhi risiko jatuh
1. Eksternal: f. Penurunan tingkat kesadaran dengan skala 5 (tidak ada) c. Kaji ulang riwayat jatuh bersama dengan
a. Agens nosokomial pasien dan keluarga
b. Gangguan fungsi kognitif d. Identifikasi karakteristik lingkungan
c. Gangguan fungsi psikomitor e. Monitor gaya berjalan
d. Hambatan fisik f. Sarankan perubahan pada gaya berjalan
e. Hambatan sumber nutrisi g. Dukung pasien untuk menggunakan
f. Moda transportasi tidak aman tongkat
g. Pajanan pada kimia toksik h. Letakkan benda-benda dalam jangkauan
h. Pajanan pada patogen yang mudah bagi pasien.
i. Tingkat imunisaso di komunitas

2.Internal
a. Disfungsi biokimia
b. Disfungsi efektor
c. Disfungsi imun
d. Gangguan mekanisme pertahanan
primer
e. Gangguan orintasi
f. Gangguan sensasi
g. Hipoksia jaringan
h. Malnutrisi
i. Profil darah yang abnormal
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuha dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursalam, 2011). Implementasi
dilaksanakan sesuai intervensi yang telah dibuat.

E. Evaluasi
Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai
dengan tujuan tercapai.
2. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan
SOAP.

Adapun kriteria evaluasi pada klien dengan RA adalah :


Dx. 1. Nyeri akut
Kreteria Evaluasi :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal

Dx. 2. Hambatan Mobilitas Fisik


Kreteria Evaluasi:
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat
5. Bantu untuk mobilisasi (walker)

Dx. 3. Gangguan Citra Tubuh


Kreteria Evaluasi:
1. Body image positif
2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
3. Mendiskripasikan secara factual perubahan fungsi tubuh
4. Mempertahankan interaksi social

Dx. 4. Defisit Perawatan diri


Kreteria Evaluasi:
1. Klien terbebas dari bau badan
2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
3. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

Dx. 5. Defisiensi Pengetahuan


Kreteria Evaluasi:
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya

Dx. 6. Risiko Jatuh


Kreteria Evaluasi :
1. Klien terbebas dari jatuh
2. Klien mampu menjelaskan cara/ metode untuk mencengah injury/ cedera
3. Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan /perilaku personal
4. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencengah injury
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan

Anda mungkin juga menyukai