RHEUMATOID ATHRITIS
b. Struktur Tulang
Tersusun oleh jaringan tulang kompakta (kortikal) dan kanselus (trabekular
atau spongiosa). Tulang kompakta terlihat padat. Akan tetapi jika diperiksa
dengan makroskop terdiri dari system havers. System havers terdiri dari kanal
havers. Sebuah kanal havers mengandung pembuluh darah, saraf, dan
pembuluh limfe, lamela (lempengan tulang yang mengelilingi kanal sentral),
kaluna (ruang diantara lamella yang mengandung sel-sel tulang atau osteosit
dan saluran limfe), dan kanalikuli (saluran kecil yang menghubungkan lacuna
dan kanal sentral). Saluran ini mengandung pembuluh limfe yang membawa
nutrient dan oksigen ke osteosit. Sel – sel penyusun tulang terdiri dari:
1) Osteoblas berfungsi menghasilkan jarinagan osteosid dan menyekresi
sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam pengendapan
kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang.
2) Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3) Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorbsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik
yang memecah matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam darah.
c. Sendi
Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka tulang tidak
ada. Kelenturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Sendi adalah suatu
ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling berdekatan. Fungsi utama
sendi adalah memberikan pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh. Bentuk
persendian ditetapkan berdasarkan jumlah dan tipe pergerakannya, sedangkan
klasifikasi sendi berdasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan. Menurut
klasifikasinya, sendi terdiri dari:
1) Sendi sinartrosis (sendi yang tidak bergerak sama sekali). Contohnya
satura tulang tengkorak.
2) Sendi amfriartosis (sendi bergerak terbatas) contohnya pelvik, simfisis,
dan tibia.
3) Sendi diartrosis/sinoval (sendi bergerak bebas). Contohnya siku, lutut, dan
pergelangan tangan.
C. Epidemiologi
Prevalensi RA relatif konstan yaitu berkisar antara 0,5-1% di seluruh dunia
(Suarjana, 2009). Dalam ilmu penyakit dalam Harrison edisi 18, insidensi dan
prevalensi RA bervariasi berdasarkan lokasi geografis dan diantara berbagai grup
etnik dalam suatu negara. Misalnya, masyarakat asli Ameika, Yakima, Pima, dan
suku-suku Chippewa di Amerika Utara dilaporkan memiliki rasio prevalensi dari
berbagai studi sebesar 7%. Prevalensi ini merupakan prevalensi tertinggi di dunia.
Beda halnya, dengan studi pada populasi di Afrika dan Asia yang
menunjukkan prevalensi lebihrendah sekitar 0,2%-0,4% (Longo, 2012).
Prevalensi RA di India dan di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%
(Suarjana, 2009).
Di Cina, Indonesia dan Filipina prevalensinya kurang dari 0,4% baik
didaerah urban ataupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah
mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah
urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk berusai
diatas 40 tahun mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,5% didaerah kotamadya
dan 0,6% didaerah kabupaten. Di poliklinik reumatologi RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta, kasus baru RAmerupakan 4,1% dari seluruh kasus
baru pada tahun 2000 dan pada periode januari s/d juni 2007 didapatkan sebanyak
203 kasus RA dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 12.346 orang (15,1%).
Prevalensi RA lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur,
dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan kelima
(Suarjana, 2009).
Prevalensi RA yang hanya sebesar 1 sampai 2 % diseluruh dunia, pada
wanita di atas 50 tahun prevalensinya meningkat hampir 5%. Puncak kejadian RA
terjadi pada usia 20-45 tahun. Berdasarkan penelitian para ahli dari universitas
Alabama, AS, wanita yang memderita RA mempunyai kemungkintan 60% lebih
besar untuk meninggal dibanding yang tidak menderita penyakit tersebut
(Afriyanti,2011).
Dari data presurvey di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung didapatkan
bahwa penyakit RA menjadi salah satu dari 10 penyakit terbesar sejak tahun 2011.
Pada presurvey ini dilakukan pengamatan data sejak tahun 2007 sampai dengan
2012. RA muncul pada tahun 2011 menempati urutan kedelapan dengan angka
diagnosa sebanyak 17.671 kasus (5,24%) dan naik ke urutan keempat pada tahun
2012 dengan 50.671 kasus (7,85%) (Dinkes, 2011).
D. Etiologi
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan
dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan (Suarjana,
2009)
1. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki
angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
2. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta.
Dan stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan
menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan
sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan penyakit ini (Suarjana,2009).
3. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul
timbulnya penyakit RA (Suarjana,2009).
4. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon
terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino
homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel
T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa
menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga
mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009).
5. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok (Longo, 2012).
E. Patofisiologi
RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi.Reaksi
autoimun terjadi dalam jaringan sinovial.Kerusakan sendi mulai terjadi dari
proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial.Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi
neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh
bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya
pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi.
Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang Respon
imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor
pertumbuhan.Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik
(Surjana, 2009).
Sel T dan sel B merupakan respon imunologi spesifik.Sel T merupakan
bagian dari sistem immunologi spesifik selular berupa Th1, Th2, Th17, Treg,
Tdth, CTL/Tc, NKT. Sitokin dan sel B merupakan respon imunologi spesifik
humoral, sel B berupa IgG, IgA, IgM, IgE, IgD (Baratwidjaja, 2012).
Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan
share epitop dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan
peptida pada antigen-presenting cell (APC) pada sinovium atau sistemik. Dan
peran sel B dalam imunopatologis RA belum diketahi secara pasti
(Suarjana,2009).
F. Pathway
Gangguan mobilitas
fisik
G. Manifestasi Klinis
RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling
sering di tangan. RA juga dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan
lutut.Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti
oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat,2010).
Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA yaitu
(Nasution, 2011):
1. Stadiumsinovitis.
Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis, yaitu inflamasi pada
membran sinovial yang membungkus sendi.Sendi yang terlibat umumnya
simetris, meski pada awal bisa jadi tidak simetris. Sinovitis ini menyebabkan
erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi
(Nasution, 2011). Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, termasuk
sendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal (Suarjana,2009).
2. Stadiumdestruksi
Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
(Nasution,2011).
3. Stadiumdeformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap (Nasution, 2011)
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi
artikular dan manifestasi ekstraartikular (Suarjana,2009).Manfestasi artikular RA
terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan sarung tendo yang dapat
menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta hidrops ringan
(Sjamsuhidajat, 2010).Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak, kemerahan
dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama kekambuhan, namun
kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik (Surjana,
2009).Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi klinis
tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala asimptomatik setelah
bertahun-tahun dari onset terjadinya (Longo,2012).
Distribusi sendi yang terlibat dalam RA cukup bervariasi.Tidak semua
sendi proporsinya sama, beberapa sendi lebih dominan untuk mengalami
inflamasi, misalnya sendi sendi kecil pada tangan (Suarjana,2009).Manifestasi
ekstraartikular jarang ditemukan pada RA (Syamsyuhidajat, 2010). Secara umum,
manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagiantubuh. Manifestasi ekstraartikular
pada RA, meliputi (Longo,2012):
a. Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda dan
H. Komplikasi
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
4. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan
oleh adanya darah yang membeku.
5. Terjadi splenomegali.
6. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar
kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan
trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan
meningkat. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis
dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease
modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab
morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan
leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan
lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan
awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
3. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
4. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi
5. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-
produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan
viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
6. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan
panas.
7. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan
kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta
menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan
diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang
ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan
factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini
negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C-
reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil
yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh,
berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi,
seperti leukosit dan komplemen. Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk
membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto
rongen akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga
sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit tersebut.
J. Penatalaksanaan
RA harus ditangani dengan sempurna. Penderita harus diberi penjelasan
bahwa penyakit ini tidak dapat disembuhkan (Sjamsuhidajat, 2010). Terapi RA
harus dimulai sedini mungkin agar menurunkan angka perburukan
penyakit.Penderita harus dirujuk dalam 3 bulan sejak muncul gejala untuk
mengonfirmasi diganosis dan inisiasi terapi DMARD (Disease Modifying Anti-
Rheumatic Drugs) (surjana,2009). Terapi RA bertujuan untuk mengurangi rasa
yeri yang dialami, mempertahakan status fungsionalnya, mengurangi inflamasi,
engendalikan keterlibatan sistemik, proteksi sendi dan struktur ekstra artikular,
mengendalikan progresivitas penyakit, menghindari komplikasi yang berhubungan
dengan terapi.
1. Terapi Farmakologi
Dalam jurnal “The Global Burden Of Rheumatoid Arthritis In The Year
2000”, Obat-obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima kelompok, yaitu
(Sjamsuhidajat, 2010):
a. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa
nyeri dan kekakuan sendi.
b. Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan
Sulphasalazine. Obat-obatan ini merupakan golongan DMARD.
Kelompok obat ini akan berfungsi untuk menurunkan proses penyakit
dan mengurangi respon fase akut. Obat-obat ini memiliki efek samping
dan harus di monitor dengan hati-hati.
c. Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala
simptomatis dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki
konsekuensi jangka panjang yang serius.
d. Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil
untuk pasien dengan penyakit sistemik.
e. Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin
inflamasi. Belum ada aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam
terapi RA.
2. Terapi non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi melingkupi terapi modalitas dan terapi
komplementer. Terapi modalitas berupa diet makanan (salah satunya dengan
suplementasiminyakikancod), kompres panas dan dingin serta massase untuk
mengurangi rasa nyeri, olahraga dan istirahat, dan penyinaran menggunakan
sinar inframerah. Terapi komplementer berupa obat-obatan herbal,
accupressure, dan relaxasi progressive (Afriyanti, 2009).
Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat dengan
kerusakan sendi yang ekstensif, keterbatasan gerak yang bermakna, dan terjadi
ruptur tendo.Metode bedah yang digunakan berupa sinevektomi bila destruksi
sendi tidak luas, bila luas dilakukan artrodesis atu artroplasti. Pemakaian alat
bantu ortopedis digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari
(Sjamsuhidajat, 2010).
K. Prognosis
Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung pada
ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50 – 70% pasien
artritis reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini
umumya meninggi 10 – 15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa arthritis
rheumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal
pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki
keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan,
dengan manifestasi ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan yang rendah.
Factor berhubungan :
a. Ketidaan orang terdekat
b. Perubhan konsep diri
c. Perubhan system saraf pusat
d. Defek anatomis(mis, celah
palatum,perubahan neuromuscular pada
sisitem pengelihatan, pendengaran,dan
apparatus fonatori)
e. Tumor otak
f. Harga diri rendah kronik
g. Perubahan harga diri
h. Perbedaan budaya
i. Penurunan sirkulasi ke otak
j. Perbedaan yang berhubungan dengan usia
perkembangan
k. Gangguan emosi
l. Kendala lingkungan
m. Kurang informasi
n. Hambatan fisik (mis,psikologis, kurang
stimulus)
o. Harga diri rendah situasional
p. Stress
q. Gaya hidup monoton
r. Gangguan sensori perseptual
3 Gangguan citra tubuh NOC NIC :
Definisi:Konfusi dalam gambaran mental Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis : Intervensi Keperawatan yang Disarankan
tentang diri-fisik individu a. Citra tubuh untuk Menyelesaikan Masalah:
Batasan karakteristik : a. Mendengar aktif
a. Perilaku mengenali tubuh individu Outcome yang berhubungan dengan Faktor risiko : b. Pengurangan kecemasan
b. Perilaku menghindari tubuh individu a. Adaptasi terhadap disabilitas fisik c. Peningkatan citra tubuh
c. Perilaku memantau tubuh individu b. Menahan diri dari kemarahan d. Peningkatan koping
d. Respon nonverbal terhadap perubahan c. Tingkat rasa takut e. Konseling
actual pada tubuh (mis; penampilan, d. Tingkat rasa takut : anak f. Peningkatan perkembangan : remaja
struktur, fungsi) e. Rekasi terhadap sisi yang terkena dampak g. Peningkatan perkembangan : anak
e. Respon nonverbal terhadap persepsi f. Identitas h. Dukungan emosional
perubahan pada tubuh (mis; penampilan, g. Keseimbangan gaya hidup i. Fasilitasi proses berduka
struktur, fungsi) h. Kesadaran diri j. Manajemen nyeri
f. Mengungkapkan perasaan yang i. Harga diri k. Pendidikan orang tua : keluarga yang
mencerminkan perubahan pandangan j. Tingkat kecemasan sosial membesarkan anak
tentang tubuh individu (mis; penampilan, l. Menghadirkan diri
struktur, fungsi) Outcome yang berkaitan dengan faktror yang berhubungan m. Peningkatan kesadaran diri
g. Mengungkapkan persepsi yang atau outcome menengah n. Bantuan perawatan diri
mencerminkan perubahan individu dalam a. Pemulihan terhadap kekerasan : emosi o. Peningkatan harga diri
penampilan b. Pemulihan terhadap kekerasan fisik p. Peningkatan sosialisasi
c. Pemulihan terhadap kekerasan seksual q. Dukungan kelompok
Objektif d. Pemulihan luka bakar r. Peningkatan sistem dukungan
a. Perubahan actual pada fungsi e. Status kenyamanan : psikospirituak s. Terapi kelompok
b. Perubahan actual pada struktur f. Koping t. Klarifikasi nilai
c. Perilaku mengenali tubuh individu g. Kontrol diri terhadap distorsi pemikiran u. Manajemen berat badan
d. Perilaku memantau tubuh individu h. Keparahan kesepian v. Perawtan luka
e. Perubahan dalam kemampuan i. Perawatan ostomi sendiri w. Perawatan luka : luka bakar
memperkirakan hubungan special tubuh j. Keparahan cidera fisik
terhadap lingkungan k. Pengaturan psikososial : perubahan kehidupan Pilihan intervensi tambahan :
f. Perubahan dalam keterlibatan social l. Fungsi seksual a. Perawatan amputasi
g. Perluasan batasan tubuh untuk m. Identitas seksual b. Bimbingan antisipatif
menggabungkan objek lingkungan n. Pemulihan pembedahan : penyembuhan c. Perawatan inkontinensia saluran cerna :
h. Secara sengaja menyembunyikan bagian o. Berat badan : massa tubuh encopresis
tubuh p. Perilaku menambah berat badan d. Teknik menenangkan
i. Secara sengaja menonjolkan bagian tubuh q. Perilaku mengurangi berat badan e. Persiapan melahirkan
j. Kehilangan bagian tubuh f. Restrukturisasi kognitif
k. Tidak melihat bagian tubuh g. Dukungan pengambilan keputusan
l. Tidak menyentuh bagian tubuh h. Koneling laktasi
m. Trauma pada bagian yang tidak berfungsi i. Pengaturan tujuan saling menguntungkan
n. Secara tidak sengaja menonjolkan bagian j. Perawatan ostomi
tubuh k. Bantuan pasien untuk mengontrol pemberian
analgesik
Subjektif l. Perawatan prenatal
a. Depersonalisasi kehilangan melalui kata m. Pencegahan bunuh diri
ganti yang netral n. Pengajaran : seksualitas
b. Depersonalisasi bagian melalui kata ganti o. Menyampaikan kebenaran
yang netral p. Manajemen pengabaian unilateral
c. Penekanan pada kekuatan yang tersisa q. Perawatan inkontinensia urin : enuresis
d. Ketakutan terhadap reaksi orang lain
e. Focus pada penampilan masa lalu
f. Perasaan negatif tentang sesuatu
g. Personalisasi kehilangan dengan
menyebutkannya
h. Fokus pada perubahan
i. Fokus pada kehilangan
j. Menolak memverifikasi perubahan actual
k. Mengungkapkan perubahan gaya hidup
Faktoryang berhubungan :
a. Biofisik, Kognitif
b. Budaya, Tahap perkembangan
c. Penyakit, Cedera
d. Perseptual, Psikososial, Spiritual
e. Pembedahan, TraumaTerapi penyakit
4 Defisit Perawatan Diri : Mandi Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis 1. Memandikan
Definisi : Hambatan kemampuan untuk a. Perawatan diri: mandi a. Bantu [memandikan pasien] dengan
melakukan atau menyelesaikan aktivitas a. Masuk dan keluar kamar mandi tidak terganggu (skala 5) menggunakan kursi untuk mandi, bak
mandi secara mandiri b. Mengambil alat/ bahan mandi tidak terganggu (skala 5) tempat mandi, mandi dengan berdiri,
c. Mendapat air mandi tidak terganggu (skala 5) dengan menggunakan cara yang tepat atau
Batasan Karakteristik : d. Menyalakan keran tidak terganggu (skala 5) sesuai dengan keinginan [pasien]
a. Ketidakmampuan membasuh tubuh e. Mengatur air tidak terganggu (skala 5) b. Cuci rambut sesuai dengan kebutuhan
b. Ketidakmampuan mengakses kamar f. Mengatur aliran air tidak terganggu (skala 5) atau keinginan
mandi g. Mandi di bak cuci tidak terganggu (skala 5) c. Mandi dengan air yang mempunyai suhu
c. Ketidakmampuan mengambil h. Mandi di bak mandi tidak terganggu (skala 5) yang nyaman
perlengkapan mandi i. Mandi dengan bersiram tidak terganggu (skala 5) d. Gunakan teknik mandi yang
d. Ketidakmampuan mengatur air mandi j. Mencuci wajah tidak terganggu (skala 5) menyenangkan pada anak
e. Ketidakmampuan mengeringkan tubuh k. Mencuci badan bagian atas tidak terganggu (skala 5) e. Bantu dalam hal perawatan perineal jika
f. Ketidakmampuan menjangkau sumber air l. Mencuci badan bagian bawah tidak terganggu (skala 5) memang diperlukan
m. Membersihkan area perineum tidak terganggu (skala 5) f. Bantu dalam hal kebersihan (isalnya
Faktor yang Berhubungan : n. Mengeringkan badan dodoran)
a. Ansietas tidak terganggu (skala 5) g. Berikan fasilitas merendam kaki, sesuai
b. Gangguan fungsi kognitif kebutuhan
c. Gangguan musculoskeletal b. Perawatan diri : kebersihan h. Cukur pasien sesuai indikasi
d. Gangguan neuromuskular a. Mencuci tangan tidak terganggu (skala 5) i. Berikan lubrikan dan krim pada area kulit
e. Gangguan persepsi b. Membersihkan are perineum tidak terganggu (skala 5) yang kering
f. Kelemahan c. Menggunakan pembalut tidak terganggu (skala 5) j. Tawarkan mencuci tangan setelah
g. Kendala lingkungan d. Membersihkan telinga tidak terganggu (skala 5) eliminasi dan sebelum makan
h. Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh e. Menjaga hidung untuk kemudahan bernapas dan bersih k. Berikan bedak kering pada lipatan kulit
i. Ketidakmampuan merasakan hubungan tidak terganggu (skala 5) yang dalam
spasial f. Mempertahankan kebersihan mulut tidak terganggu (skala l. Monitro kondisi kulit saat mandi
j. Nyeri’penurunan motivasi 5) m. Monitor fungsi kemampuan saat mandi
g. Mengeramas rambut tidak terganggu (skala 5)
h. Menyisir rambut tidak terganggu (skala 5) 2. Perawatan lensa kontak
i. Mencukur rambut tidak terganggu (skala 5) 3. Manajemen dimensia : memandikan
j. Menggunakan rias wajah tidak terganggu (skala 5) 4. Perawatan telinga
k. Memperhatikan kuku jari tangan tidak terganggu (skala 5) 5. Perawatan mata
l. Memperhatikan kuku kaki tidak terganggu (skala 5) 6. Perawatan kaki
m. Menggunakan kaca rias tidak terganggu (skala 5) 7. Perawatan rambut dan kulit kepala
n. Memperhatikan penampilan yang rapi tidak terganggu 8. Perawatan bayi
(skala 5) 9. Perawatan kuku
o. Mempertahankan kebersihan tubuh tidak terganggu (skala 10. Pemeliharaan kesehatan mulut
5) 11. Perawatan perineum
12. Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan
Outcome tambahan untuk batasan karakteristik 13. Fasilitas tanggung jawab diri
1. Ambulasi 14. Pengajaran : individu
2. Ambulasi : kursi roda
3. Penampilan mekanik tubuh Pilihan intervensi tambahan :
4. Pergerakan 1. Pengurangan kecemasan
2. Manajemen perilaku
Outcome yang berkaitan dengan faktor yang berhubungan atau 3. Modifikasi perilaku
outcome menengah 4. Peningkatan citra tubuh
1. Adaptasi terhadap disabilitas fisik 5. Dukungan pengambilan keputusan
2. Tingkat kecemasan 6. Perencanaan pulang
3. Kepuasan klien: lingkungan fisik 7. Dukungan emosional
4. Kognisi 8. Manajemen energi
5. Status kenyamanan: lingkungan 9. Peningkatan latihan
6. Tingkat delirium 10. Peningkatan latihan peregangan
7. Tingkat dimensia 11. Terapi latihan : ambulasi
8. Tingkat ketidaknyamanan 12. Terapi latihan : keseimbangan
9. Daya tahan 13. Terapi latihan pergerakan sendi
10. Tingkat kelelahan 14. Terapi latihan kontrol otot
11. Reaksi terhadap sisi yang terkena dampak 15. Pencegahan jatuh
12. Pengetahuan : mekanik tubuh 16. Pengaturan tujuan saling menguntungkan
13. Motivasi 17. Manajemen nyeri
14. Status neurologi: perifer 18. Bantuan pasien untuk mengontrol pemberian
15. Status neurologi : sensori tulang punggung/fungsi motorik analgetik
16. Tingkat nyeri 19. Pengaturan posisi
17. Energi psikomotor 20. Bantuan perawatan diri
18. Keamanan lingkup rumah 21. Bantuan perawatan diri IADL
19. Fungsi sensori : propriosepsi 22. Peningkatan harga diri
20. Fungsi sensori : pandangan
21. Fungsi rangka
5 Defisiensi Pengetahuan NOC NIC :
Definisi: Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis : Intervensi Keperawatan yang Disarankan
Ketiadaan atau defisisensi informasi kognitif a. Pengetahuan manajemen penyakit akut untuk Menyelesaikan Masalah:
yang berkaitan dengan topic tertentu b. Pengetahuan : manajemen terapi antikoalgulan a. Bimbingan antisipatif
Batasan Karakteristik : c. Pengetahuan : manajemen artritis b. Persiapan melahirkan
a. Perilaku Hiperbola d. Pengetahuan : manajemen asma c. keluarga berencana kontrasepsi
b. Ketidakakuratan mengikuti perintah e. Pengetahuan : mekanik tubuh d. Pendidikan kesehatan
c. Ketidakakuratan melakukan tes f. Pengetahuan : pemberian makan dengan menggunakan botol e. Peningkatan kesadaran kesehatan
d. Perilaku tidak tepat (hysteria, g. Pengetahuan menyusui f. Panduan sistem pelayanan kesehatan
bermusuhan, agitasi, apatis,) h. Pengetahuan : manajemen kanker g. Konseling Laktat
e. Pengungkapan masalah i. Pengetahuan : penurunan ancaman kanker h. Fasilitasi Pembelajaran
j. Pengetahuan : manajemen penyakit jantung i. Peningkatan kesiapan pembelajaran
Factor yang berhubungan k. Pengetahuan : kemanan fisik anak j. Pendidikan orangtua : remaja
a. Keterbatasan kognitif l. Pengetahuan : manajemen penyakit kronik k. Pendidikan orangtua : keluarga yang
b. Salah interpretasi informasi m. Pengetahuan : manajemen penyakit paru obstruksi kronik membesarkan anak
c. Kurang pajanan n. Pengetahuan : pencegahan konsepsi l. Pendidikan orangtua : bayi
d. Kurang minat dalam belajar o. Pengetahuan : manajemen penyakit arteri koroner m. Perlindungan terhadap hak pasien
e. Kurang dapat mengingat p. Pengetahuan : pemberian makan menggunakan cangkir n. Konseling prakonsepsi
f. Tidak familier dengan informasi q. Pengetahuan : manajemen demensia o. Persiapann informasi sensorik
r. Pengetahuan : manajemen depresi p. Pencegahan penggunaan zat terlarang
s. Pengetahuan : manjaemen diabetes
t. Pengetahuan : manajemen disritmia Pilihan intervensi tambahan
u. Pengetahuan : proses penyakit a. Perawatan awal rawat inap
v. Pengetahuan : manajemen kelainan makanan b. Manajemen alergi
w. Pengetahuan : konservasi energi c. Pengurangan kecemasan
x. Pengetahuan : pencegahan jatuh d. Manajemen asma
y. Pengetahuan : peningkatan kesuburan e. Modifikasi perilaku
z. Pengetahuan : perilaku kesehatan f. Modifikasi perilaku : keterampilan sosial
aa. Pengetahuan : promosi kesehatan g. Peningkatan mekanika tubuh]manajemen
bb. Pengetahuan : Sumber-sumber kesehatan risiko jantung
cc. Pengetahuan : diet sehat h. Perawatan sirkulasi : insufiensi vena
dd. Pengetahuan : Gaya hidup sehat i. Konseling
ee. Pengetahuan : Manajemen gagl jantung j. Dukungan pengambilan keputusan
ff. Pengetahuan : manajemen hipertensi k. Peningkatan perkembangan : anak
gg. Pengetahuan : perawatan bayi l. Perencanaan pulang
hh. Pengetahuan : Manajemen infeksi m. Manajemen energi
ii. Pengetahuan : Manajemen penyakit peradangan usus n. Manajemen lingkungan : keselamatan
jj. Pengetahuan : manajemen penyakit ginjal o. Bantuan pemeriksaan
kk. Pengetahuan : melahirkan p. Pencegahan jatuh
ll. Pengetahuan : manajemen gangguan lipid q. Manajemen nyeri
mm. Pengetahuan : Pengobatan r. Dukungan kelompok
nn. Pengetahuan : Manajemen Multiple Sklerosis
oo. Pengetahuan : Manajemen Osteoporosis
pp. Pengetahuan : Perawatan ostomi
qq. Pengetahuan : Manajemen nyeri
rr. Pengetahuan : Pengasuhan
ss. Pengetahuan : Manajemen Penyakit arteri perifer
tt. Pengetahuan : keamanan pribadi
uu. Pengetahuan : manajemen pneumonia
vv. Pengetahuan : kesehatan ibu post partum
ww. Pengetahuan : kesehatan ibu prakonsepsi
xx. Pengetahuan : kehamilan
yy. Pengetahuan : kehamilan & postpartum fungsi seksual
zz. Pengetahuan : aktifitas yang disarankan
aaa. Pengetahuan : diet yang disarankan
bbb. Pengetahuan : perawatan bayi belum cukup bulan
ccc. Pengetahuan : fungsi seksual
ddd. Pengetahuan : manajamen stres
eee. Pengetahuan : manajemen stroke
fff. Pengetahuan : kontrol penyalahgunaan zat
ggg. Pengetahuan : pencegahan thrombus
hhh. Pengetahuan : manajemen waktu
iii. Pengetahuan : prosedur perawatan
jjj. Pengetahuan : regimen perawatan
kkk. Pengetahuan : manajemen berat badan
Outcome yang berhubungan dengan Faktor risiko :
a. Perilaku patuh
b. Perilaku patuh : diet yang sehat
c. Tingkat agitasi
d. Perilaku patuh : aktifitas yang disarankan
e. Perilaku patuh : diet yang disarankan
f. Perilaku patuh : pengobatan yang disarankan
g. Perilaku pencarian kesehatan
h. Motivasi
i. Partisipasi dalam keputusan perawatan kesehatan
2.Internal
a. Disfungsi biokimia
b. Disfungsi efektor
c. Disfungsi imun
d. Gangguan mekanisme pertahanan
primer
e. Gangguan orintasi
f. Gangguan sensasi
g. Hipoksia jaringan
h. Malnutrisi
i. Profil darah yang abnormal
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuha dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursalam, 2011). Implementasi
dilaksanakan sesuai intervensi yang telah dibuat.
E. Evaluasi
Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai
dengan tujuan tercapai.
2. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan
SOAP.