Anda di halaman 1dari 35

dermatitis

Definisi
Dermatitis adalah epidermo yang berupa gejala subyektif pruritus dan obyektif tampak imflamasi eritema
( arief masjoer.1998.Kapita Selekta.Edisi 3.Jakarta:EGC)

Dermatitis adalah peradangan pada kulit ( umlamasi pada kulit ) yang disertai dengan pengelupasan kulit ari
( Brunner dan Suddart dan pembentukkan sisik 2000 )

Dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal


( www.blogdokter,net2007)

B. Etiologi
Penyebab Dermatitisbelum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen
misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis ( Arief
Mansjoer.1998.”Kapita selekta” ). Dermatitis juga ada klasifikasinya (1.) Dermatutus kontak yang disebabkan oleh
kontak dengan zat pewarna,zat detergen (2.) dermatitis atopik yang disebabkan sensitif terhadap serum . obat-
obatan, reaksi abnormal karena perubahan suh
C. Patofisiologis
Histamin dianggap sebagian zat penting yang memberikan reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin
menghambat kemotoksis dan menekan produksi sel,sehingga sel mempunyai kemampuan untuk melepaskan
histamin. Sementara histamin itu sendiri tidak dapat menyebabkan lesi pada kulit tapi zat tersebut dapat
menyebabkan pruritus dan eritema , mungkin karena garukan akibat gatal menimbulkan lesi pada kulit
D. Manifestasi klinis
Adanya tanda-tanda radang akut terutama pruritus ( gatal ), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema misalnya
pada muka ( terutama palpebra dan bibis ) dan gangguan fungsi kulit.

Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi, yang dapat timbul secara serentak atau
berturut-turut. Pada permulaan timbul secara serentak atau berturut-turut. Pada permulaan timbul eritema dan
edema. Edema sangat jeas pada kulit yang longgar misalnya muka ( terutama palpebra dan bibir. Dan genetalia
eksterna. Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.

Dermatitis madidans ( basah ) berarti terdapat eksudasi. Disana-sini terdapat sumber dermatitis artinya terdapat
vesikel-vesikel pungtiformis yang berkelompok dan kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula
atau pustul jika disertai infeksi.
Dermatitis sika ( kering ) berarti tidak madidas. Bila gelembung-gelembung mengering maka akan terlihat erosi
atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut dermatitis sika. Pada stadium
tersebut terjadi deskuamasi artinya timbul sisik-sisik. Bila proses menjadi kronis tampak likenifikasi dan sebagian

sekuele terlihat hiperpigmrntas atau hipopigmentasi.

E. Komplikasi
- Infeksi saluran nafas atas
- Bronkitis
- Infeksi kulit

F. Penatalaksanaan medis
1. Pemeriksaan penunjang :
a. Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000).
b. Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi.

2. Terapi
a. Terapi sitemik
Pada dermatitis ringan diberi antihistamin atau kombinasi antihistamin, antiserotonin, antigraditinin, arit – SRS –
A dan pada kasus berat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid.
b. Terapi tropikal
Dermatitis akut diberi kompres bila sub akut cukup diberi bedak kocok bila kronik diber saleb
c. Diet
Tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP )
Contoh : daging, susu, ikan, kacang-kacangan, jeruk, pisang, dan lain-lain.
ASKEP KLIEN Dermatitis Alergi

A.Definisi
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan
eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis
kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang
diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan meka nisme
imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel
epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah
tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah
bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi.
Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan
pada membran lipid keratisonit.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat
(tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit.
Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi
tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.

B.Etiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi
selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan
iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak,
kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel,
demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan
kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8
tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin
(insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau
sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya
alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang
tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki
berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan Benezra
membagi jenis -jenis hapten berdasarkan fungsinya
yaitu:
1.Asam, misalnya asam maleat.
2.Aldehida, misalnya formaldehida.
3.Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin
4.Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.

5.Ester, misalnya Benzokain


6.Eter, misalnya benzil eter
7.Epoksida, misalnya epoksi resin
8.Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.
9.Quinon, misalnya primin, hidroquinon.
10.Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.
11.Komponen tak larut, misalnya terpentin.

C.Patofisiologi
1.Patogenesis
Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam
beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran
untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya
membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik
akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh
darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik
neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin,
prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan
perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada
dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga
perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak
iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada
mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan
tersebut.
Dermatitis Kontak Alergi
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan
timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a.Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi
terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak
atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten
diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk
mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek
hapten protein.
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR
(Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan
terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan
molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans,
sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan
pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja.
Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi
pengenalan antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan
merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel
T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh
meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen
yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam
pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko
untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
b.Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan
sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan
mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan
merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan
limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan
makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang
meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula
yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses
skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit
serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF
gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan
keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak
degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8
(+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap
antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.

2.Toleransi Imunologis
Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi
sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua mekanisme yang
berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas spesifik
(pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi
oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar
ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara
epikutan maka dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen
menghindari sel Langerhans epidermal.
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang
sejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen terhadap
dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan dapat menjadi
tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening (pengerasan). Namun proses hardening tidak
timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan kontak
alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis
dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada
sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif terhadap uji tempel
akan meningkat. Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai. Hiposensitisasi
merupakan keseimbangan antara sel efektor dan supresor. Keadaan toleransi ini dapat dirusak
oleh siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik
dapat dilakukan induksi secara intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang
diberikan. Menurut Adam hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk sel T
supresor dan menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara teoritik dapat timbul keadaan
quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga kombinasi dari
bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu berkurangnya ekspresi atau
induksi sensitivitas.

3.Gambaran Histopatologis
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut
perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau
bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel
mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan
kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis,
parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi
perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara
umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak
alergik dan dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti
dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel
langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans.
Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel
langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan
jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening
setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi,
imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi
alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.

D.Manifestasi Klinik
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Dermatitis
kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang
bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit
yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.
1.Fase akut.
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan
penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat.
Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang berat selain
eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi
erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif
berupa gatal.
2.Fase Sub Akut
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka proses akut akan
menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta
dan pembentukan papul-papul.
3.Fase Kronis
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut yang hilang timbul
karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit
berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi,
krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis
ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak
dikenal.

Dermatitis Kontak Alergi


Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka
dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis
kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut. Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena
kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya
sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia
yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat,
sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau
lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam
hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya
terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

(Dermatitis kontak iritan dengan bahan iritan air liur pada balita)
Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan
iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro,
kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah,
bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai
faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan,
tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari,
berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan
kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis
kontak iritan yang paling sering ditemukan.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan
likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak
seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus
menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa
eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru
mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya
dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja
bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.

(Dermatitis kontak iritan akibat detergen)

Dermatitis Kontak Alergi


Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak alergi juga
dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan
penyebabnya.
1.Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya pada ibu
rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan.
Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen,
antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida.

(Dermatitis kontak alergi karena nikel pada jam tangan)

2.Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan
karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum.
3.Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang ada
di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun disebabkan oleh
lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat
kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.
4.Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat topikal, tangkai kaca
mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran.
5.Leher dan Kepala
Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),
parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala relative tahan terhadap alergen
kontak, namun dapat juga terkena oleh cat rambut, semprotan rambut, sampo atau larutan
pengeriting rambut.
6.Badan
Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa ), plastik dan
deterjen.
7.Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan alergen yang
berada di tangan.
8.Paha dan tungkai bawah
Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi
lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu.

E.Pemeriksaan Penunjang
Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat dilakukan
dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu :
1.Tes Tempel Terbuka
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah
tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji
tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
2.Tes Tempel Tertutup
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada
bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai
ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya
dievaluasi.
3.Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-
bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan
bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo.
Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah
satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya.
Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi
dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut.
Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang
penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel
merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi
dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel
sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat
antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh
International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah
dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari
penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan
penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya
positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan
menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh
ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh
seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu.
Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk
pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum
standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

F.Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah
mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual
yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1.Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung
tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang
panjang, penggunaan deterjen.
2.Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
c.Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin
akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut
diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah
berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering
di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Jenis-jenisnya adalah :
1)Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel
penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul
CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji
antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses
dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah
hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan,
dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu
diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2)Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun.
Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans
(CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-
psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis
dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans
di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat
diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB
juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3)Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut
percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh
kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4)Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan
Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5)Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981.
Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin
seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan
mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik.
SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang
tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-
propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%,
namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti
peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama
efektifnya dengan pemakaian secara oral.
d.Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-
kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1)Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin,
SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena.
Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki
kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan
hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan
perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi
limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan
IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3)Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit,
makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4)Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit
dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
5)FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R,
INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin
dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6)Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7)Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan
mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8)SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan
secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin

G.Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis kontak, kapan terapi
mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor pencetusnya, terjadinya kontak ulang
dan adanya faktor individual seperti atopi. Dengan adanya uji tempel maka prognosis dermatitis
kontak alergik lebih baik daripada dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut lebih baik
daripada DKI kronis yang bersifat kumulatif dan susah disembuhkan. Dermatitis kontak alergik
terhadap bahan-bahan kimia industri yang penggunaannya pada tempat-tempat tertentu dan tidak
terdapat dalam lingkungan di luar ja m kerja atau pada barang-barang milik pribadi, mempunyai
prognosis yang buruk, karena bahan-bahan tersebut terdapat sangat banyak dipakai dalam
kehidupan kita sehari-hari.

H.Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah
disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:
Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat
menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak
dengan bahan pembersih.
Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak
dengan bahan alergen atau iritan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang
teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena
hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan.
Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada
anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat
kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek
personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam
tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan
vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul
pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena
beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka
predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali
tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan
tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada
tempat kontak.
4.Rasa gatal
5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah :
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu seperti
lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis
atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4
yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan
eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen
kontak menurun.
2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran
sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan dan
telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit bersifat
polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka
terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang
6.telinga.
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau sensitisasi.
Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.

B.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti
dermatitis kontak adalah sebagai berikut :
1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi

C.Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan,
ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat
pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan
area kulit yang telah rusak
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah
diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab
selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi
busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak
membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Diagnosa :
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen
Intervensi
Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen
Hindari binatang peliharaan.
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi
keberadaan binatang di sekitar area rumah
Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di
lingkungan.

Diagnosa :
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan,
klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa
nyaman
Intervensi
Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip
terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta
penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain
serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau
komponen pelembut pakaian.
Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang
tertinggal.
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas

Diagnosa :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1.Mencapai tidur yang nyenyak.
2.Melaporkan gatal mereda.
3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4.Menghindari konsumsi kafein.
5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang
baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan
relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat
disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional:   memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

Diagnosa :
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan
penampilan
Intervensi :
1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi
klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional:   klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4.Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu 
terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Diagnosa :
Kurang pengetahuan tentang program terapi
Tujuan :
Terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien
merasakan manfaat.
3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali

D.Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

BAB IV
PENUTUP

A.Simpulan
Tolong disambung yang seiprit inilah

B.Saran
Perawat sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit,
Ne tambahi jua lah...seikit ja...

Imbahtu itihi halaman berapa daftar pustakanya....nyar diandaki di daftar isi....di daftar isi tu
balum benomor halaman daftar pustakanya...pehem ja loo??

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi2 (terjemahan). PT
EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology.
Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.
Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincott’s Pocket Manual of
Nursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica
Ester. Cetakan 1.Jakarta: EGC. 200
Polaski, Arlene L. Luckmann’s core principles and practice of medical-surgical.
Ed.1. Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996
Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner
Suddarth’s Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung
Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC 2002
Herpes zoster
adalah peradangan akut pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus varicella zoster.

ETIOLOGI
Herpes zoster terjadi karena reaktivasi dari virus varicella (cacar air).

Frekuensi meningkat pada pasien dengan imunitas yang lemah dan menderita malignitas;seperti
leukemia dan limfoma.

Cara penularan :
Kontak langsung dengan lesi aktif
Sekresi pernafasan.

Umur:
Dewasa lebih sering dibanding anak-anak.

Jenis kelamin : pria = wanita

Musim/iklim : tidak tergantung musim.


PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIK
Gejala prodromal (80%) : nyeri, demam.
Kelainan kulit:
Lesi : Eritema papula dan vesikula bula.
Isi lesi : jernih keruh dapat bercampur darah.
Lokasi : bisa di semua tempat, paling sering unilateral pada servikal IV dan lumbal II.

MANIFESTASI KLINIK
Bila menyerang wajah, yang dipersarafi N.V disebut herpes zoster frontalis.
Bila menyerang cabang optalmikus disebut herpes zoster oftalmik.
Bila menyerang saraf interkostal disebut herpes zoster torakalis.
Bila menyerang daerah lumbal disebut herpes zoster lumbalis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tzanck’s smear dan punch biopsy: adanya sel raksasa berinti banyak dan sel epitel mangandung badan
inklusi eosinofilik, yang tidak terdapat pada lesi yang lain, kecuali virus herpes simpleks.
Isolasi virus: cairan vesikel, darah, cairan serebrospinalis, jaringan terinfeksi, antigen VVZ.
KOMPLIKASI
Sikatriks
Neuralgia pascaherpetik
PENATALAKSANAAN MEDIK
☺ Istirahat
☺ Analgetik
☺ Asiklovir, famsiklovir, valasiklovir:
5 x 800 mg/hari selama 7 hari, paling
lambat 72 jam setelah lesi muncul.
Kriteria:
- umur > 60 thn.
- umur < 60 thn, lesi luas dan akut.
- segala umur, lesi oftalmikus.
- aktif menyerang leher, alat gerak
dan perineum (lumbal-sakral).
Nursing Intervention
Berikan dan kaji keefektifan obat yang
diberikan.
Kompres dingin, gunakan antipruritus
dingin.
Jaga agar vesikel tidak pecah,
dengan bedak salisil 2%.
Ajarkan pasien dan keluarga tentang
cara penularan dan pencegahan.
Ajarkan tentang pencegahan infeksi sekunder
Berikan suport emosional tentang intervensi yang berkelanjutan.
Pemeriksaan Mata
• Vision acuity test
• Slit lamp
• Ophthalmoscope
• Tonometry
Ada 3 jenis utama katarak berdasarkan lokasi yang terkena.
– Cortical
– Nuclear
– Posterior subcapsular
Cortical cataract
 Paliing sering, berhubungan dengan usia.

 Tdd dari 4 tahap:

Incipient stage
• Perubahan korteks pada bagian perifer.
• Pola kekeruhan radical.

Intumescent stage
Lensa menyerap air, menjadi bengkak
Anterior chamber menjadi dangkal

Mature stage
• Cairan keluar dan lensa mengkerut.
• Seluruh protein lensa menjadi keruh
Hypermature Stage
• Suatu katarak yang sangat matur bisa menyebabkan pencairan pada korteks lensa. Cairan ini bisa
keluar dari kapsul yang utuh, sehingga lensa dan kapsul mengkerut.
Nuclear cataract
• Terjadi saat dini (setelah middle age)
• Gejala paling awal adalah rabun jauh
• Gejala lain adalah sukar membedakan warna atau monocular diplopia.

Posterior subcapsular cataract


• Lokasi pada korteks, dekat dengan kapsul posterior bagian tengah.
• Gejala yang paling sering adalah silau dan penurunan penglihatan pada kondisi cahaya terang.
Congenital Cataract
 Sudah terjadi pada saat lahir atau beberapa waktu setelah lahir.
Etiology
• Intra-uterine
 Infeksi virus
 Maternal ingestion of Thalidomide, steroids.

• Hereditary
 autosomal dominant
 recessive X-linked

Pengobatan Cataract
• Surgery merupakan jalan satu-satunya untuk mengatasi katarak. Akan tetapi, bila gejala katarak
ringan, bisa dibantu dengan menggunakan kacamata..

• Pembedahan dilakukan bila katarak sudah menyebabkan gangguan penglihatan dalam melakukan
akivitas sehari-hari.
Definisi

Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai


akibat kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict),
zat kimia (chemycal), atau radiasi (radiation) .

Insiden

Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang
mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar
telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai
disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya.

Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya
untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit
dengan injuri yang berat.

Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok
umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada
orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th).

Etiologi

Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :

Luka Bakar Termal

Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan
panas atau objek-objek panas lainnya.

Luka Bakar Kimia

Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa
kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan
luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak
dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai
zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk
zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.

Luka Bakar Elektrik

Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya
voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.

Luka Bakar Radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali
berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang
terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

Faktor Resiko

Data yang berhasil dikumpulkan oleh Natinal Burn Information Exchange menyatakan 75 %
semua kasus injuri luka bakar, terjadi didalam lingkungan rumah. Klien dengan usia lebih dari 70
tahun beresiko tinggi untuk terjadinya luka bakar.

Efek Patofisiologi Luka Bakar

1. Pada Kulit

Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung
pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon tubuh
bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar
yang lebih luas misalnya 25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body surface area)
atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan
luasnya injuri. Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi semua sistem utama dari
tubuh, seperti :

2. Sistem kardiovaskuler

Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine, histamin,
serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalmi injuri. Substansi-
substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes (to
seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh akan
lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung mengenai memberan sel
menyebabkan sodium masuk dan potassium keluar dari sel. Secara keseluruhan akan
menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular
dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan
intravaskuler. Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang
mengalami luka maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan
sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap
pelepasan catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya kardiac
output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan
intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali
lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan
suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml. (lihat tabel 1)

Tabel 1 : Rata-rata output cairan perhari untuk orang dewasa

Rute Jumlah (ml) pada suhu normal


Urin 1400

Insensible losses: 350

 Paru 350

 Kulit 100

Keringat 100

Feces
Total : 2300

Sumber : Adapted form A.C. Guyton, Textbook of medical physiology, 7th ed. (Philadelphia: WB. Saunder Co., 1986) p.
383

Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang
intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan
ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi.

Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi
tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac outuput
kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh
kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar
volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan
hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka
bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri.
Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu
berikutnya.

3. Sistem Renal dan Gastrointestinal

Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya
GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga
berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestia pada
klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
4. Sistem Imun

Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu
penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang
mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya
infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.

5. Sistem Respiratori

Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar


oksigen arteri dan “lung compliance”.

a. Smoke Inhalation.

Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali berhubungan


dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30 %
untuk injuri yang diakibatkan oleh api.

Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang
mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx, rambut
hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, tachipnoe, kemerahan pada selaput hidung,
stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan batuk.
Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.

Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat
dan tipe asap atau gas yang dihirup.

b. Keracunan Carbon Monoxide.

CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik terbakar.
Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat
hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan terhirupnya CO, maka molekul
oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan hemoglobin sehingga
membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan
secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat
dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah. Manifestasi dari keracunan CO adalah
sbb (lihat tabel 2) :

Tabel 2 : Manifestasi klinik keracunan CO (Carbon Monoxida)

Kadar CO (%) Manifestasi Klinik


5 – 10 Gangguan tajam penglihatan

11 – 20 Nyeri kepala
21 – 30 Mual, gangguan ketangkasan

31 – 40 Muntah, dizines, sincope

41 – 50 Tachypnea, tachicardia

> 50 Coma, mati

Diambil dari Cioffi W.G., Rue L.W. (1991). Diagnosis and treatment of inhalation injuries. Critical Care Clinics of North
America, 3(2), 195.

Klasifikasi Beratnya Luka Bakar

1. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar

Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya injuri luka bakar antara lain
kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme
injuri dan usia

Berikut ini akan dijelaskan sekilas tentang faktor-faktor tersebut di atas:

a. Kedalaman luka bakar

Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3) yang
didasarkan pada elemen kulit yang rusak.

Tabel 3 : Kedalaman Luka Bakar

1. Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sbb:

 Hanya mengenai lapisan epidermis.

 Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).

 Kulit memucat bila ditekan.

 Edema minimal.

 Tidak ada blister.

 Kulit hangat/kering.

 Nyeri / hyperethetic

 Nyeri berkurang dengan pendinginan.


 Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.

 Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.

2. Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:

 Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan


deep partial thickness.

 Mengenai epidermis dan dermis.

 Luka tampak merah sampai pink

 Terbentuk blister

 Edema

 Nyeri

 Sensitif terhadap udara dingin

 Penyembuhan luka :

 Superficial partial thickness : 14 - 21 hari

 Deep partial thickness : 21 - 28 hari

(Namun demikian penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya
infeksi).

3. Full thickness (derajat III)

 Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan
otot, dan persarafan dan pembuluh darah.

 Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.

 Tanpa ada blister.

 Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.

 Edema.

 Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.


 Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.

 Memerlukan skin graft.

 Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif.

4. Fourth degree (derajat IV)

 Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.

b. Luas luka bakar

Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi (1) rule of
nine, (2) Lund and Browder, dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan
menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan dengan
prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan
bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan
luas luka bakar.

Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari
metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap
bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 % (lihat gambar 1).

Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian
tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka
bakar (lihat gambar 2 atau tabel 2).

Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu
mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau persentasi
luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari
permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.
Gangren atau pemakan luka didefinisikan sebagaii jaringan nekrosis atau jaringan mati yang
disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai
darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang; perlukaan (digigit
serangga, kecelakaan kerja atau terbakar); proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan
metabolik diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999). Ganggren diabetik adalah nekrosis
jaringan pada bagian tubuh perifer akibat penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut
terjadi pada daerah tungkai. Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya
vesikula atau bula yang hemoragik kuman yang biasa menginfeksi pada gangren diabetik adalah
streptococcus (Soeatmaji, 1999). Faktor resiko terjadinya gangren diabetik Berbagai faktor
resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren diabetik adalah neuropati, iskemia, dan
infeksi. (Sutjahyo A, 1998 ) Iskemia disebabkan karena adanya penurunan aliran darah ke
tungkai akibat makroangiopati ( aterosklerosis ) dari pembuluh darah besar di tungkai terutama
pembuluh darah di daerah betis. Angka kejadian gangguan pembuluh darah perifer lebih besar
pada diabetes millitus dibandingkan dengan yang bukan diabetes millitus. Menurut Ari Sutjahjo
(1998 ) hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Resiko lebih banyak dijumpai pada diabetes
mellitus sehingga memperburuk fungsi endotel yang berperan terhadap terjadinya proses
atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang agregasi platelet dan timbul trombosis,
selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah dan timbul hipoksia. Ischemia atau
gangren pada kaki diabetik dapat terjadi akibat dari atherosklerosis yang disertai trombosis,
pembentukan mikro trombin akibat infeksi, kolesterol emboli yang bersal dari plak atheromatous
dan obat-obat vasopressor. Gambaran klinik yang tampak adalah penderita mengeluh nyeri
tungkai bawah waktu istirahat, kesemutan, cepat lelah, pada perabaan terasa dingin, pulsasi
pembuluh darah kurang kuat dan didapatkan ulkus atau gangren. Adanya neurophaty perifer
akan menyebabkan gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan
hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga penderita akan mengalami trauma
tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya atropi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu
yang mengakibatkan pula terjadinya ulkus pada kaki. Ulkus yang terjadi pada kaki diabetik
umumnya diakibatkan karena trauma ringan, ulkus ini timbul didaerah-daerah yang sering
mendapat tekanan atau trauma pada telapak kaki, hal ini paling sering terjadi, didaerah sendi
metatarsofalangeal satu dan lima didaerah ibu jari kaki dan didaerah tumit. Mula-mula inti
penebalan hiper keratotik dikulit telapak kaki, kemudian penebalan tersebut mengalami trauma
disertai dengan infeksi sekunder. Ulkus terjadi makin lama makin dalam mencapai daerah
subkutis dan tampak sebagaii sinus atau kerucut bahkan sampai ketulang. Infeksi sendiri jarang
merupakan faktor tunggal untuk terjadinya gangren. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi
yang menyertai gangren akibat ischemia dan neuropathy. Ulkus berbentuk bullae, biasanya
berdiameter lebih dari satu sentimeter dan terisi masa, sisa-sisa jaringan tanduk, lemak pus dan
krusta diatas dasar granulomatous. Ulkus berjalan progresif secara kronik, tidak terasa nyeri
tetapi kadang-kadang ada rasa sakit yang berasal dari struktur jaringan yang lebih dalam atau
lebih luar dari luka. Bila krusta dan produk-produk ulkus dibersihkan maka tampak ulkus yang
dalam seperti kerucut, ulkus ini dapat lebih progresif bila tidak diobati dan dapat terjadi
periostitis atau osteomyelitis oleh infeksi sekunder akibatnya timbul osteoporosis, osteolisis dan
destruktif tulang. Gejala Umum Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan
yang timbul adalah berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri
pada waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma atau
luka kecil hal tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita
tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung-gelembung pada telapak kaki. Kadang
menjalar sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya
mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan menjalar dengan cepat (Sutjahyo A,
1998 ). Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh, bahkan bertambah luas baru penderita
menyadari dan mencari pengobatan. Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang
makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak
serta adanya bau yang makin tajam. Pengobatan dan perawatan Pengobatan dari gangren diabetik
sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus
dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya
debridement yang akan dilakukan. Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa
tujuan yang ingin dicapai, antara lain : •Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
•Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab •Dukungan kondisi klien atau host
(nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyerta) •Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
Perawatan luka diabetik Mencuci luka Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan
terjaadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan
luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan
luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses
penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite solution
dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis /
slough dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine
sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan imunitas,
yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline. (Gitarja, 1999 ). Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka. Debridement
dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu
berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri
akan menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan
infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis
atau slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis). Autolysis adalah peristiwa pecahnya
atau rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan sistem
autolysis dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara teraman dilakukan pada klien
dengan luka diabetik. Terutama untuk menghindari resiko infeksi. (Gitarja W, 1999; hal. 16).
Terapi Antibiotika Pemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat
kuman gram positip dan gram negatip. Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut,
maka terapi antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman.
(Sutjahyo A, 1998 ). Nutrisi Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan
dalam penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik biasanya diberikan diet B1 dengan
nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori protein. (Tjokroprawiro,
A, 1998 ). Pemilihan jenis balutan Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan
yang dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat
proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi eksudat / cairan luka yanag keluar berlebihan,
membuang jaringan nekrosis / slough (support autolysis ), kontrol terhadap infeksi / terhindar
dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan
menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost effektive). Jenis balutan: absorbent
dressing, hydroactive gel, hydrocoloid. (Gitarja, 1999 ). Selain pengobatan dan perawatan diatas,
perlu juga pemeriksaan Hb dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan
hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb lebih 12
g/dl dan albumin darah dipertahankan lebih 3,5 g/dl. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa
darah secara ketat, Karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan,
ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar sembuh.
Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan kerja sama antara dokter, perawat dan
penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta terapi yang rasional bisa
dilaksanakan dengan harapan biaya yang besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan
serendah-rendahnya. Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dimana
masing-masing profesi mempunyai peranan yang saling menunjang. Dalam memberikan
penyuluhan pada penderita ada beberapa petunjuk perawatan kaki diabetik (Sutjahyo A, 1998 ):
•Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan jangan bertelanjang
kaki bila berjalan •Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan
perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki •Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat
kalus, tonjolan kaki atau jamur pada kuku kaki •Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki
antara 29,5 – 30 derajat celsius dan diukur dulu dengan termometer •Janganlah menggunakan
alat pemanas atau botol diisi air panas •Langkah-langkah yang membantu meningkatkan
sirkulasi pada ekstremitas bawah yang harus dilakukan, yaitu : - Hindari kebiasaan merokok -
Hindari bertumpang kaki duduk - Lindungi kaki dari kedinginan - Hindari merendam kaki dalam
air dingin •Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai atau
daerah tertentu •Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan
atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan tindakan awal •Jika kulit kaki kering
gunakan pelembab atau cream

1 comments:
Anonim mengatakan...

thank infonya (doni )


URAIAN UMUM

Luka kotor adalah luka yang terinfeksi

Gangren adalah luka yang terinfeksi disertai dengan adanya jaringan yang mati. Oleh karena itu
perlu diganti balutan secara khusus

Gunanya untuk

- Mencegah meluasnya infeksi

- Memberi rasa nyaman pada klien

Operasional dilakukan pada :

- Luka terbuka / kotor

- Luka gangren

PERSIAPAN

Persiapan Alat

a. Alat Seteril ( bak instrument bersisi ) :

- 2 Pinset anatomi

- 2 pinset chirurgis
- 1 klem arteri

- 1 gunting jaringan

- 1 klem kocher

- Kassa dan deppers seteril

a. Alat Tidak Seteril

- Bethadine

- Larutan NaCl 0,9 %

- Handscone

- Kom kecil

- Verban dan plester

- Perlak

- Tempat cuci tangan

- Bengkok berisi larutan desinfektan ( Lysol )

- Sampiran jika perlu

- Masker jika perlu

- Schort bila perlu

- Obat-obatan sesuai program medis

Persiapan Pasien

Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan dan klien disiapkan
pada posisi yang nyaman

PELAKSANAAN
1. Seperangkat instrument didekatkan pada pasien

2. Pasien diberitahu tentang tindakan yang akan dilakukan

3. Perawat cuci tangan dan pasang sampiran

4. Memasang perlak dibaeah daerah yang akan diganti balutanya

5. Memakai hansscone

6. Membuka balutan dan membuang balutan lama ke tempat sampah yang telah disediakan

7. Membersihkan luka demaksud dengan kassa seteril yang telah di basahi dengan NaCl dan
bethadine kemudian membuang bagian-bagian yang kotor atau jaringan nekrotik

8. Membersihkan dengan arah kedalam dan keluar

9. Mengompres luka dengan bethadine atau dengan obat yang ditentukan oleh dokter,
sampai tertutup semuanya

10. menutup luka dengan kassa seteril kering

11. Membalut luka dengan verban

12. Meletakan alat-alat yang telah selesai dipergunakan kedalam bengkok yang berisi
dengan laritan desinfektan

13. Alat –alat dibereskan dan dikembalikan ketempatnya semula

1. Perawat cuci tangan

EVALUASI

Mencatat hasil tindakan perawatan luka darin pada dokumen keperawatan :

Perhatian :

- Perhatikan teknik asepthik dan antiseptik

- Jaga privasi klien


- Perhatikan jika ada pus / jaringan nekrotik

No related posts.

Related posts brought to you by Yet Another Related Posts Plugin.

Anda mungkin juga menyukai