Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Agustus, 2020

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

DERMATITIS KONTAK IRITAN

Oleh :

ROLLY RIKSANTO B

105505403919

Pembimbing :

Dr. dr. Hj. SITTI MUSAFIRAH, Sp. KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Rolly Riksanto B

NIM : 105505403919

Judul Laporan Kasus : Dermatitis Kontak Iritan

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, Agustus 2020

Pembimbing

(DR. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp.KK)

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW.
Laporan Kasus berjudul “Dermatitis Kontak Iritan” ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam
kepada DR. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp.KK selaku pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan
arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna
adanya dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
kepada semua orang.

Makassar, Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................i

KATA PENGANTAR ..........................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................4

A. RESUME................................................................................................4

B. PEMERIKSAAN

KLINIS……………………………………………......4

C. STATUS DERMATOLOGI...................................................................4

D. DIAGNOSIS BANDING ......................................................................5

E. DIAGNOSIS KERJA ............................................................................5

F. PENATALAKSANAAN ......................................................................5

G. PROGNOSIS .........................................................................................6

BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................7

BAB IV KESIMPULAN ......................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................19

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai


respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menyebabkan
kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik(eritema,edema,papul,vesikel,skuama, likenifikasi)dan keluhan gatal1.
Salah satu jenis dermatitis adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak adalah
dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit.
Peradangan akibat pajanan terhadap allergen disebut dermatitis kontak alergi,
Sedangkan pajanan terhadap bahan iritan disebut dermatitis kontak iritan.1

Dermatitis kontak iritan adalah inflamasi pada kulit,akibat respon terhadap


pajanan bahan iritan, fisik, atau biologis yang kontak pada kulit, tanpa dimediasi
respon imunologis. Dermatitis kontak iritan dapat digolongkan sebagai penyakit
kulit akibat kerja karena berkaitan dengan oleh pajanan berulang substansi di area
kerja, seperti, bahan pembersih, deterjen, dan pelarut. Dermatitis kontak iritan
merupakan inflamasi kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan
pecah-pecah.2

Dalam kehidupan sehari-hari, iritan yang menyebabkan DKI meliputi air,


deterjen, berbagai pelarut, asam, basa, bahan adhesi, cairan bercampur logam,
kosmetik, minyak oles, dan substansi topikal lainnya. Sering bahan-bahan ini
bekerja bersama untuk merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara
memindahkan minyak dan pelembab dari lapisan terluar, membiarkan iritan
masuk lebih dalam, dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut dengan cara memicu
proses inflamasi.3

Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat digolongkan sebagai penyakit kulit


akibat kerja karena berkaitan dengan oleh pajanan berulang substansi di area
kerja, seperti bahan pembersih, deterjen, dan pelarut. Penggunaan zat-zat tertentu
pada area kulit yang sensitif juga menyebabkan timbulnya gejala klinis penyakit

1
ini. DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan
jenis kelamin.3

Adapun Prevalensi dermatitis di Indonesia sebesar 6,78% Di Indonesia


prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Sekitar 90% penyakit kulit akibat
kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit
akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4%
karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi
epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah
dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan
33,7% adalah dermatitis kontak alergi.

Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389


kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis
kontak iritan (DKI) dan 33,7% adalah Dermatitis kontak alergi (DKA). Insiden
dermatitis kontak akibat kerja diperkirakan sebanyak 0,5 sampai 0,7 kasus per
1000 pekerja per tahun. Penyakit kulit diperkirakan menempati 9% sampai 34%
dari penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Dermatitis kontak akibat kerja
biasanya terjadi di tangan dan angka insiden untuk dermatitis bervariasi antara 2%
sampai 10%. Diperkirakan sebanyak 5% sampai 7% penderita dermatitis akan
berkembang menjadi kronik dan 2% sampai 4% di antaranya sulit untuk
disembuhkan dengan pengobatan topikal.4

Dermatitis kontak iritan masih belum banyak diketahui bila dibandingkan


dengan dermatitis kontak alergi. Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak
cenderung membahas dermatitis kontak alergi. Tidak ada uji diagnostik untuk
dermatitis kontak iritan, sehingga diagnosis bersandar pada eksklusi penyakit
dermatitis lainnya. Tangan merupakan tempat predileksi tersering penyakit ini.
Terkadang penampakan klinis dermatitis kontak iritan kronik mirip dengan
dermatitis kronik alergi. Dermatitis kontak iritan kronik pada telapak tangan dan
telapak kaki sulit dibedakan dengan Dermatitis kontak alergi. Dalam
penatalaksanaan dermatitis kontak iritan, penting bagi penderita dan dokter untuk

2
mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut sehingga dapat
diberikan terapi yang lebih efisien dan efektif. Laporan kasus ini membahas
penderita DKI pada kedua telapak tangan dengan riwayat kontak dengan bahan-
bahan minyak telon/kayu putih.3,5

3
BAB II

LAPORAN KASUS

A. RESUME

Seorang Perempuan, 26 tahun, ibu rumah tangga, datang dengan


keluhan gatal dan perih pada kedua telapak tangan yang dirasakan sejak 2
pekan lalu, dan memberat 4 hari yang lalu. Ibu ini memiliki bayi usia 6
bulan, yang tiap hari dioleskan minyak telon/kayu putih. Ibu mengeluh
setiap habis mengoleskan minyak telon rasanya makin gatal, perih dan
panas.

B. PEMERIKSAAN KLINIS

Keadaan Umum : Sakit (ringan, sedang, berat)

Kesadaran : (composmentis/uncomposmentis)

C. STATUS DERMATOLOGIS

Lokasi : Kedua Telapak tangan

Efloresensi : Tampak Kulit Makula Eritema, edema,papule,vesikel,erosi

4
Gambar : Tampak Kulit Makula Eritema, edema,papule,vesikel,erosi
D. DIAGNOSA BANDING
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis Numularis
Dermatitis Seboroik
Dermatitis Statis

E. DIAGNOSA KERJA

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien di diagnosa dengan


Dermatitis kontak iritan.

F. PENATALAKSANAAN

· UMUM :

- Menghindari kontak dengan sabun cuci piring dengan


menggunakan sarung tangan saat mencuci piring.
- Tidak menggaruk bercak/lesi

5
- Kontrol ulang saat obat habis

· KHUSUS :

SISTEMIK : Metilprednisolone 2 x 4 mg/ hari selama 7 hari

Cetirizine hcl 1 x 10mg /hari selama 5 hari

TOPIKAL : fluocinolone acetonide cream 0.25 mg

· TINDAKAN :Tidak dilakukan

G. Prognosis

1. Quo ad vitam : bonam

2. Quo ad function : bonam

3. Quo ad sanationam : bonam

6
BAB III

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh timbul gatal, perih dan panas
pada kedua telapak tangannya sejak 2 pekan lalu dan memberat 4 hari yang lalu
setelah kontak dengan bahan-bahan iritan dalam hal ini minyak telon/kayu putih.
Pasien merupakan ibu rumah tangga yang memiliki bayi usia 6 bulan yang tiap
hari dioleskan minyak telon. Timbulnya keluhan setelah kontak dengan bahan
tersebut mengarahkan kecurigaan bahwa bahan minyak telon/kayu putih sebagai
pemicu atau iritan terjadinya dermatitis kontak pada pasien ini. Perjalanan yang
lama hingga menimbulkan gejala sesuai dengan gambaran dermatitis kontak iritan
kumulatif. hal ini sesuai dengan DKI yang memang pemicunya adalah kontak
dengan iritan primer.

Lokasi effloresensi di kedua telapak tangan sesuai dengan lokasi predileksi


dermatitis kontak iritan yaitu pada tangan dan lengan. Selain itu juga dapat timbul
di daerah kulit yang sensitif apabila terpajan bahan iritan dengan konsentrasi dan
durasi tertentu. Efloresensi berupa Makula Eritema, edema,papule,vesikel,erosi
sesuai dengan gambaran dermatitis kontak iritan pada umumnya.

Pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnostik DKI tidak ada, KOH dan tes
tempel hanya untuk mengeksklusi penyakit jamur dan DKA. Dalam kasus ini,
riwayat kontak dengan iritan serta gambaran effloresensi khas untuk DKI,
sehingga tidak diindikasikan untuk melakukan pemeriksaan penunjang.

Penatalaksanaan pasien ini antara lain penghentian kontak dengan bahan-bahan


iritan yaitu minyak telon kayu putih yang merupakan bahan iritan pemicu. Hal ini
sesuai dengan prinsip terapi DKI, yaitu segera hentikan pemakaian atau pajanan
substansi pemicu. terapi medikamentosa yang diberikan adalah berupa obat
sistemik, yaitu Cetrizine yang merupakan obat golongan antihistamin. Obat ini
mempunyai efek antihistamin, sehingga bisa mengurangi gejala pruritus. Untuk
pengobatan topikal diberikan kortikosteroid topikal dalam hal ini fluocinolone

7
acetonide 0,25% (kortikosteroid topical potensi medium) dan dapat diberikan
tambahan obat kortikosteroid oral jika derajat sakit berat dalam hal ini dapat
dibetikan metilprednisolon (kortikosteroid oral).

Prognosis kasus bila bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis tersebut tidak
dapat disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan
ini sering terjadi pada DKI Kronis dengan penyebab multifaktor dan juga pada
pasien atopik.

Diagnosis Banding :

1. Dermatitis Kontak Alergi


2. Dermatitis Numularis
3. Dermatitis Seboroik
4. Dermatitis Statis

Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis Numularis


Penyebab DKA ialah bahan kimia Penyebab dermatitis numularis
Etiologi sederhana dengan berat molekul belum diketahui secara pasti, namun
rendah (< 1000 dalton), disebut banyak faktor yang ikut berperan
sebagai hapten, bersifat lipofilik, dalam timbulnya penyakit ini, diduga
sangat reaktif, dan dapat stafilococcus dan micrococcusikut
menembus stratum komeum berperan didalamnya, mengingat
sehingga mencapai sel epidermis jumlah koloninya meningkat
bagian dalam yang hidup. walaupun tanda infeksisecara klinis
Berbagai faktor berpengaruh tidak tampak, mungkin juga lewat
terrhadap kejadian DKA, misalnya mekanisme hipersensitivitas.
potensi sensitisasi alergen, dosis Eksaserbasiterjadi bila koloni bakteri
per unit area, luas daerah yang meningkat di atas 10 juta
terkena, lama pajanan, oklusi, kuman/cm2. Dermatitis kontak
suhu dan kelembaban lingkungan, mungkin ikut memegang peranan
vehikulum dan pH. Juga faktor pada berbagai kasus dermatitis
individu, misalnya keadaan kulit numularis, misalnyaalergi terhadap
pada lokasi kontak (keadaan nikel, krom, kobal, demikian pula

8
stratum komeum, ketebalan iritasi dengan wol dan sabun.
epidermis), status imun (misalnya Traumafisis dan kimiawi mungkin
sedang mengalami sakit, atau juga berperan, terutama bila terjadi di
terpajan sinar matahari secara tangan, dapat pula pada bekas cedera
intens).6 lama atau jaringan parut. Pada
sejumlah kasus, stress emosional
danminuman yang mengandung
alkohol dapat menyebabkan
timbulnya eksaserbasi.Lingkungan
dengan kelembaban rendah dapat
pula memicu kekambuhan.7

- Bila dibandingkan dengan DKI, -lebih sering ditemukan pada orang


jumlah pasien DKA lebih sedikit, dewasa, laki>perempuan
karena hanya mengenai orang - jarang ditemukan pada anak-anak,
dengan keadaan kulit sangat peka kalaupun ditemukan usia puncak
(hipersensitif). awitan anak-anak adalah 5 tahun.7
Insidensi -Diperkirakan jumlah DKA
maupun DKI makin bertambah
seiring dengan bertambahnya
jumlah produk yang mengandung
bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat. Namun, informasi
mengenai prevalensi dan insidens
DKA di masyarakat sangat sedikit,
sehingga angka yang mendekati
kebenaran belum didapat.
-Dahulu diperkirakan bahwa
kejadian DKI akibat kerja
sebanyak 80% dan DKA 20%,
tetapi data baru dari lnggris dan

9
Amerika Serikat menunjukkan
bahwa dermatitis kontak alergik
akibat kerja karena temyata cukup
tinggi yaitu berkisar antara 50 dan
60 persen. Sedangkan, dari satu
penelitian ditemukan frekuensi
DKA bukan akibat kerja tiga kali
lebih sering dibandingkan dengan
OKA akibat kerja.6
Pasien umumnya mengeluh gatal. Penderita dermatitis numularis
Kelainan kulit bergantung pada umumnya mengeluh sangat gatal.
Gejala tingkat keparahan dan lokasi Lesi akut berupavesikel dan
Klinis dermatitisnya. Pada stadium akut papulovesikel (0.3-0.1 cm),
dimulai dengan bercak kemudian membesar dengan cara
eritgematosa berbatas tegas berkonfluensiatau meluas ke
kemudian diikuti edema, samping, membentuk satu lesi
papulovesikel, vesikel atau bula. karakteristik seperti uang logam
Vesikel atau bula dapat pecah (coin),eritematosa, sedikit
menyebabkan erosi dan eksudasi edematosa, dan berbatas tegas.
(basah). DKA akut di tempat Lambat laun vesikel pecah
tertentu, misalnya kelopak mata, terjadieksudasi. Kemudian
penis, skrotum, lebih didominasi mengering menjadi kusta
oleh eritema dan edema. Pada kekuningan. Ukuran garis tengah lesi
DKA kronis terlihat kulit kering, dapatmencapai 5 cm, jarang sampai
berskuama, papul, likenifikasi dan 10 cm. penyembuhan dimulai dari
mungkin juga fisur, berbatas tidak tengah sehingga terkesanmenyerupai
tegas. Kelainan ini sulit dibedakan lesi dermatomikosis. Lesi lama
dengan dermatitis kontak iritan berupa likenifikasi dan skuama.
kronis; dengan kemungkinan Jumlah lesi dapat hanya satu, dapat
penyebab campuran. DKA dapat pula banyak dan tersebar, bilateral
meluas ke tempat lain, misalnya atausimetris, dengan ukuran yang

10
dengan cara autosensitisasi. bervariasi, mulai dari miliar sampai
Skalp,telapak tangan dan kaki nummular, bahkan plakat. Tempat
relatif resisten terhadap DKA.6 predileksi di tungkai bawah, badan,
lengan termasuk punggung tangan.
Dermatitis numularis cenderung
hilang-timbul, ada pula yang terus
menerus, kecualikekambuhan
umumnya timbul pada tempat
semula. Lesi dapat pula terjadi pada
tempatyang mengalami trauma
(fenomena kobner)
gejala yang umum pada dermatitis
numularis, antara lain:
1. Timbul rasa gatal
2. Luka kulit yang antara lain
makula, papul, vesikel, atau
tambahan :
- Bentuk numular (seperti koin).
- Terutama pada tangan dan kaki.
- Umumnya menyebar.
- Lembab dengan permukaan yang
keras
- Kulit bersisik atau ekskoriasi.
-kulit kemerahan atau inflamasi.7

Dermatitis seboroik Dermatitis statis


Peranan kelenjarsebasea dalam Terdapat beberapa teori yang
Etiologi patogenesis dermatitis seboroik dikemukakan para ahli dalam
masih diperdebatkan, sebab pada menjelaskan patogenesis dermatitis
remaja dengan kulit berminyak stasis, di antaranya adalah teori
yang mengalami dermatitis hipoksia dan teori selubung fibrin.

11
seboroik, menunjukkan sekresi Teori hipoksia atau disebut juga teori
sebum yang normal pada laki-laki stasis menjelaskan bahwa
dan menurun pada perempuan. insufisiensi vena akan menyebabkan
Dengan demikian penyakit ini aliran balik (backflow) darah dari
lebih tepat disebut sebagai vena profunda ke vena superfisial
dermatitis di daerah sebasea. pada tungkai bawah, sehingga terjadi
Namun demikian, patogenesis pengumpulan (pooling) darah dalam
dermatitis seboroik dapat vena superfisial. Terkumpulnya
diuraikan sebagai berikut: darah dalam vena superfisial akan
Dermatitis seboroik dapat menyebabkan aliran darah di
merupakan tanda awal infeksi dalamnya melambat dan tekanan
HIV. Dermatitis seboroik sering oksigen di dalamnya menurun
ditemukan pada pasien sehingga pasokan oksigen untuk kulit
HIV/AIDS, transplantasi organ, di atas sistem vena tersebut menurun
malignansi, pankreatitis alkoholik dan terjadi hipoksia. Namun
kronik,hepatitis C juga pasien hipotesis tersebut telah terbantahkan
parkinson. Terapi levodopa dengan ditemukannya bukti yang
kadang kala memperbaiki bertolak belakang, yaitu
dermatitis ini. Kelainan ini sering pengumpulan darah pada vena
juga dijumpai pada pasien dengan superfisial justru menyebabkan
gangguan paralisis saraf. peningkatan aliran darah dan kadar
Meningkatnya lapisan sebum pada oksigen di dalamnya. Dengan
kulit,kualitas sebum, respons penemuan tersebut, pada awalnya
imunologis terhadap para ahli memikirkan adanya pintas
Pityrosporum, degradasi sebum arteri-vena (arterio-venous shunt)
dapat mengiritasi kulit sehingga sebagai penyebab peningkatan aliran
terjadi mekanisme eksema. darah, namun hingga saat ini tidak
Jumlah ragi genus Malassezia pemah ditemukan bukti adanya
meningkat di dalam epidermis pintas arteri-vena pada kasus
yang terkelupas pada ketombe insufisiensi vena, sehingga teori
ataupun dermatitis seboroik. hipoksia kemudian ditinggalkan.

12
Diduga hal ini terjadi akibat Teori selubung fibrin (fibrin cuff)
lingkungan yang mendukung. mengemukakan endapan fibrin
Telah banyak bukti yang perikapiler sebagai penyebab
mengaitkan dermatitis seboroik kerusakan jaringan pada dermatitis
dengan Malassezia. Pasien dengan stasis. Menurut teori ini, peningkatan
ketombe menunjukkan tekanan vena yang terjadi pada
peningkatan titer antibodi terhadap insufisiesi vena akan menyebabkan
Malassezia, serta mengalami peningkatan tekanan hidrostatis
perubahan imunitas selular. dalam mikrosirkulasi dermis.
Kelenjar sebasea aktif pada saat Peningkatan tekanan hidrostatis akan
bayi dilahirkan, namun dengan menyebabkan permeabilitas
menurunnya androgen ibu, pembuluh darah kapiler dalam
kelenjar ini menjadi tidak aktif dermis meningkat, sehingga
selama 9-12 tahun.8 memungkinkan ekstravasasi
rnakromolekul,termasuk fibrinogen.
Polimerisasi fibrinogen yang keluar
dan terkumpul di sekitar pembuluh
darah menghasilkan selubung fibrin
perikapiler, yang menghalangi
pasokan oksigen clan nutrisi ke
dalam dermis, sehingga terjadi
hipoksia dan kerusakan jaringan
kulit. Faktor lain yang
mempermudah terbentuknya fibrin
perikapiler adalah penurunan
aktivitas fibrinolisis. Lekosit akan
terperangkap pada pembuluh darah
yang diselubungi endapan fibrin,
kemudian teraktivasi dan
mengeluarkan berbagai mediator
inflamasi dan growth factor, yang

13
memicu proses peradangan dan
fibrosis pada dermis.9
- Prevalensi dermatitis seboroik - umumnya terjadi pada usia 50
secara umum berkisar 3-5% pada tahun dan jarang mengenai individu
populasi umum berusia kurang dari 40 tahun, kecuali
- lesi ditemui pada kelompok pada kondisi insufisiensi vena yang
remaja, dengan ketombe sebagai disebabkan trauma, tindakan
Insidensi bentuk yang lebih sering di jumpai pembedahan, atau trombosis
-pada kelompok HIV, angka - dermatitis statis lebih sering
kejadian dermatitis seboroik lebih dialami perempuan>laki-laki, hal ini
tinggi, sebanyak 36% pasien berhubungan dengan peningkatan
mengalami dermatitis seboroik tekanan vena pada tungkai bawah
-diawali usia pubertas dan puncak yang dialami perempuan selama
umur pada 40 tahun kehamilan.9
-laki-laki>perempuan.8
Lokasi yang terkena seringkali di Akibat tekanan vena yang meningkat
daerah kulit kepala berambut; pada tungkai bawah, akan terjadi
Gejala wajah: alis, lipatnasolabial, side pelebaran vena atau varises, dan
Klinis bum; telinga dan liang telinga; edema. Lambat laun kulit berwama
bagian atas-tengah dada dan merah kehitaman dan timbul purpura
punggung, lipat gluteus, inguinal, (karena ekstravasasi sel darah merah
genital, ketiak. Sangat jarang ke clalam dermis), dan
menjadi luas. Dapat ditemukan hemosiderosis. Edema dan varises
skuama kuning berminyak, mudah terlihat bila penderita lama
eksematosa ringan, kadang kala berdiri. Kelainan ini dimulai dari
disertai rasa gatal dan menyengat. permukaan tungkai bawah bagian
Ketombe merupakan tanda awal medial atau lateral di atas maleolus.
manifestasi dermatitis seboroik. Kemudia secara bertahap akan
Dapat dijumpai kemerahan meluas ke atas sampai di bawah
perifolikular yang pada tahap lutut, dan ke bawah sampai di
lanjut menjadi plak eritematosa punggung kaki. Dalam perjalanan

14
berkonfluensi, bahkan dapat selanjutnya terjadi perubahan
membentuk rangkaian plak di ekzematosa berupa eritema, skuama,
sepanjang batas rambut frontal kadang eksudasi, dan gatal. Bila
dan disebut sebagai korona telah berlangsung lama kulit akan
seboroika. menjadi tebal dan fibrotik, meliputi
Pada fase kronis dapat dijumpai sepertiga tungkai bawah, sehingga
kerontokan rambut. Lesi dapat tampak seperti botol yang terbalik.
juga dijumpai pada daerah Keadaan ini disebut
retroaurikular. Bila terjadi di liang lipodermatosklerosis. Dermatitis
telinga, lesi berupa otitis ekstema stasis dapat mengalami komplikasi
atau di kelopak mata sebagai berupa ulkus di atas maleolus disebut
blefaritis. Bentuk varian di tubuh ulkus venosum atau ulkus
yang dapat dijumpai pitiriasifrom varikosum; dapat pula mengalami
(mirip pitiriasis rosea) atau anular. infeksi sekunder, misalnya selulitis.
Pada keadaan parah dermatitis Dermatitis stasis dapat diperberat
seboroik dapat berkembang karena mudah teriritasi oleh bahan
menjadi eritroderma.8 kontaktan, atau mengalami
autosensitisasi.9
Penatalaksanaan

Menghindari pajanan bahan iritan yang menjadi penyebab, baik yang bersifat
mekanik, fisis maupun kimiawi , serta menyingkirkan faktor yang memperberat.
Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi,
maka DKI tersebut akan sembuh tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup
dengan pemberian pelembab untuk memperbaiki sawar kulit.

Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid


topikal, misalnya fluocinolon acetonide, atau untuk kelainan yang kronis dapat
diawali dengan kortikosteroid dengan potensi kuat. Pemakaian alat pelindung diri
yang adekuat diperlukan bagi yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu
upaya pencegahan.

1. Terapi Non Bedah

15
a. Topikal

Pengobatan topikal sudah sesuai teori. Pada penatalaksanaan pasien


diberikan kortikosteroid topical atas pertimbangan berdasarkan dari hasil
pemeriksaan fisik tampak dermatitis kontak iritan.

b. Oral

Pengobatan oral sudah sesuai teori. Pada penatalaksanaan pasien diberikan


anti histamin cetirizine 10 mg tab 1x1 atas pertimbangan pasien mengalami
keluhan gatal di kedua telapak tangan. Diberikan juga kortikosteroid oral jika
gejala memberat

2. Terapi Bedah

Tidak dilakukan

Prognosis

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan
sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI
kronis dengan penyebab multifaktor dan jg pada pasien atopi.

Edukasi

1. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan


penyakit yang akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan
pekerjaan, perawatan kulit.

2. Edukasi mengenai perawatan kulit sehari-hari dan penghindaran terhadap iritan


yang dicurigai.2

16
BAB IV

KESIMPULAN

Dermatitis kontak iritan adalah peradangan pada kulit sebagai respon terhadap
bahan iritan yang terpajan pada kulit. Dalam kasus ini bahan iritan pemicunya
adalah minyak telon/kayu putih. Lokasi penyakit ini biasanya di lengan, tangan,
dan di daerah berkulit sensitif, seperti kasus ini yaitu pada kedua telapak tangan.
Timbul kelainan berupa makula eritema, disertai vesikel merupakan gambaran
klinis DKI. Tidak ada penunjang diagnostik untuk DKI, biasanya diagnosis dapat
ditegakkan dengan riwayat terpajan kontak iritan dan gambaran efloresensi yang

17
sesuai dengan DKI. Prinsip terapi DKI adalah penghentian pajanan bahan pemicu,
terapi simtomatis berupa antihistamin sebagai antipruritus, krim campuran steroid
sebagai antiinflamasi dan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi sekunder pada
daerah yang erosi. pasien dengan penghentian bahan iritan sangat penting untuk
mencegah timbulnya pajanan berulang dan komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito AS., Soebaryo RW. Dermatitis. dalam: Menaldi SLSW,Bramono

K, Indriatmi W (editors). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke 7 .

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. Hal : 156-167

2. Widaty S., Soebono H., Nilasari H dkk. Panduan Praktis Klinis Bagi

Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin Di Indonesia. PERDOSKI;2017

Hal:207-212

18
3. Sucipta C. Dermatitis Kontak Iritan. Citra Journey; 2008. Available at:

http://citrajourney.blogspot.com/2008/08/laporan-kasus-dermatitis-kontak-

iritan.html.

4. Tombeng, M., Darmada, I. & Darmaputra, I. 2013.Occupational Contact

Dermatitis In Farmers. E- Jurnal Medika Udayana, 2, 200-217.

5. Hogan DJ. Contact Dermatitis, Irritant. eMedicine; 2009. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/762139.

6. .Sularsito AS., Soebaryo RW. Dermatitis Kontak. dalam: Menaldi

SLSW,Bramono K, Indriatmi W (editors). Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin, edisi ke 7 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2016. Hal : 161-164

7. Rahmayunitha G., Sularsito AS. Dermatitis Numularis. dalam: Menaldi

SLSW,Bramono K, Indriatmi W (editors). Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin, edisi ke 7 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2016. Hal : 185-187

8. Jacoeb Alam NT . Dermatitis Seboroik. dalam: Menaldi SLSW,Bramono

K, Indriatmi W (editors). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke 7 .

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. Hal : 232-233

9. Yusharyahya NS., Sularsito AS. Dermatitis Statis. dalam: Menaldi

SLSW,Bramono K, Indriatmi W (editors). Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin, edisi ke 7 . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2016. Hal : 188-189

19

Anda mungkin juga menyukai