Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

DERMATITIS KONTAK IRITAN (DKI)

Disusun Oleh :

Wieke Dwi Putri

22710271

Pembimbing :

dr. Made Kusuma Dewi Maharani, M.Biomed., Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KEDIRI (RSKK)

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya, saya dapat

menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Dermatitis Kontak Iritan”. Makalah ini disusun

dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Wijaya Kusuma Surabaya di RSUD Kabupaten

Kediri.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar di SMF Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin, khususnya dr. Made Kusuma Dewi Maharani, M.Biomed., Sp.KK,

atas bimbingannya selama berlangsungnya Pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

ini sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan kemampuan maksimal saya.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saya mengharapkan

kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini dan untuk melatih kemampuan

menulis makalah untuk berikutnya.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh Pendidikan.

Kediri, 22 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................................................... v

DAFTAR TABEL..........................................................................................................................vi

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................................................................................. 1

BAB II ............................................................................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 2

1. Definisi ............................................................................................................................................. 2

2. Epidemiologi .................................................................................................................................... 2

3. Etiologi ............................................................................................................................................. 3

4. Patofisiologi, Biomekanik ................................................................................................................ 3

5. Penegakan Diagnosis Klinis ............................................................................................................. 3

6. Diagnosis Banding............................................................................................................................ 4

7. Pemeriksaan-Pemeriksaan Penunjang .............................................................................................. 4

8. Klasifikasi Patologi .......................................................................................................................... 5

9. Terapi ................................................................................................................................................ 5

10. Komplikasi ................................................................................................................................... 6

11. Edukasi ......................................................................................................................................... 6

12. Prognosis ...................................................................................................................................... 6

BAB III ......................................................................................................................................... 11

iii
KESIMPULAN ............................................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 12

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar II. 1Dermatitis Kontak Iritan karena paparan sabun dan detergen .................................... 2
Gambar II. 2 BAGAN ALUR .......................................................................................................... 7

v
DAFTAR TABEL

Tabel II. 1 Gambaran klinis subtipe dermatitis kontak iritan ......................................................... 8

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa
(oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Dermatitis kontak iritan
(DKI) adalah reaksi peradangan kulit non- imunologik. Kerusakan kulit terjadi secara
langsung tanpa didahului oleh proses sensitisasi. DKI dapat dialami oleh semua orang tanpa
memandang usia, jenis kelamin, dan ras. Penyebab munculnya dermatitis jenis ini adalah
bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali,
dan serbuk kayu yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan. (Wijaya, 2016)

Kategori dermatitis kontak iritan dibagi berdasarkan faktor eksogen dan endogen
menjadi sepuluh kelompok jenis DKI yaitu raksi kimia, DKI akut, DKI akutterhambat, DKI
kronik (kumulatif), Iritan subyektif (sensorik), iritan suberitemataous (noneritematous),
dermatitis frictional, trauma DKI, pustular atau acneiform DKI dan asteatotic eksim iritan
(eksikasi eksimatid). (Alfariz, 2020)

Pada tulisan ini akan dibahas beberapa hal tentang Dermatitis Kontak Iritan, diantaranya
adalah definisi, gejala klinis dan terapi apa yang seharusnya diberikan. Diharapkan, pembaca
bisa memahami sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menatalaksana penyakit ini.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Dermatitis kontak iritan (DKI) dimulai dengan kerusakan keratinosit, yang kemudian
melepaskan sinyal bahaya yang mendorong perekrutan sel inflamasi. Dalam kasus yang parah,
keratinosit nekrotik terlihat jelas. Disebabkan oleh kerusakan fisik pada epidermis dan secara
temporer lebih cepat terjadi setelah provokasi daripada respons hipersensitivitas tertunda yang
menyebabkan dermatitis kontak alergi. Banyak variabel yang mempengaruhi ekspresi
dermatitis iritan termasuk iklim dan musim, oklusi, frekuensi pajanan terhadap iritan, dan
konsentrasi iritan. (Harlim A, 2016)

Gambar II. 1Dermatitis Kontak Iritan karena paparan sabun dan detergen

2. Epidemiologi
Pada studi epidemiologi penyakit kulit pada pekerja di Singapura memperlihatkan
bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, di mana 66,3 % diantaranya adalah DKI
dan 33,7% adalah DKA. Sebagai penyakit yang sering dihubungkan dengan kerja dengan
kecenderungan pajanan terhadap bahan-bahan iritan berulang, maka dermatitis kontak iritan
sering insidennya pada profesi cleaning service, hospital care, tukang masak, dan pegawai
salon. Insiden di Jerman 4,5 pasien per 10.000 tukang masak. Pegawai salon mempunyai
insiden dermatitis kontak iritan tertinggi yaitu 46,9 kasus per 10.000 perkerja per tahun nya.
(Gede Wirata, 2017)

2
Kejadian dermatitis kontak iritan lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada wanita
faktor lingkungan lebih berperan dibanding faktor genetik yang lebih berperan pada pria.
Kejadian dermatitis kontak iritan lebih sering pada umur > 50 tahun karena keadaan kulit yang
lebih kering dan tipis. (Gede Wirata, 2017)

3. Etiologi
Bahan-bahan iritan yang dapat digolongkan sebagai penyebab DKI antara lain bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak,
larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah, dan bahan kimia higroskopik. (Gede
Wirata, 2017)

4. Patofisiologi, Biomekanik
DKI merupakan dermatitis dengan mekanisme non alergi. Patogenesis DKI dapat
dijelaskan sebagai berikut :

Penetrasi bahan iritan kerusakan membran lipid keratinosit dalam beberapa

menit-jam difusi bahan iritan melalui membrane akan merusak lisosom, mitokondria, dan

komponen inti sel pengaktifan fosfolipase menghasilkan asam arakidonik asam

arakidonik membebaskan prostaglandin dan leukotrin pembuluh darah dan transudasi


faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem kinin.

Ada 3 bentuk perubahan patofisiologi, yaitu kerusakan barrier kulit, kerusakan seluler
epidermis, dan pengeluaran sitokin. Dengan keluarnya sitokin pro inflamasi dari sel-sel kulit,
terutama keratinosit, menyebabkan inflamasi sebagai respon terhadap pajanan bahan-bahan
iritan. (Gede Wirata, 2017)

5. Penegakan Diagnosis Klinis


Adapun penegakan diagnosis klinis, adalah : (PERDOSKI, 2017)

a) Terdapat riwayat pajanan dan hubungan temporal dengan bahan iritan.


b) Tangan adalah lokasi tersering, diikuti wajah, dan kaki.

3
c) Gejala subyektif berupa rasa gatal, terbakar/nyeri.
d) Sajian klinis bergantung pada jenis iritan dan pola pajanan. (Lihat tabel II. 1)
e) Biasanya disertai kulit kering atau gangguan sawar kulit.
f) Bila pajanan dihentikan maka lesi membaik.
g) Seringkali berhubungan dengan pekerjaan/lingkungan pekerjaan

6. Diagnosis Banding
Diagnosis Banding dari Dermatitis Kontak Iritan, diantaranya adalah : (PERDOSKI,
2017)

1. Dermatitis kontak alergi

2. Dermatitis numularis
3. Dermatitis seboroik (bila di kepala)
4. Dermatitis statis

Harus disingkirkan:

Lokalisata:

1. DKA
2. Penyakit Bowen

Diseminata:
1. DKA luas
2. Cutaneus T Cell Lymphoma

7. Pemeriksaan-Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang untuk menegakkan diagnosis dari DKI, yang dapat dilakukan ialah :
(PERDOSKI, 2017)
1. Uji tempel bila tidak dapat dibedakan dengan dermatitis kontak alergi
2. Open test

4
8. Klasifikasi Patologi
1. Subjective irritancy
2. Irritant reaction
3. Suberythematous irritation
4. DKI akut
5. Delayed acute irritancy
6. DKI kronik (kumulatif)
7. Frictional dermatitis
8. Traumatic reactions
9. Pustular / acneiform reactions
10. Asteatotic irritant eczema
(PERDOSKI, 2017)

9. Terapi
Berdasarkan PERDOSKI 2017, adapun terapi yang diberikan untuk Dermatitis Kontak
Iritan, yaitu :
- Non medikamentosa
1. Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan iritan tersangka.
2. Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung tangan apron,
sepatu bot. Pada beberapa kondisi oklusif akibat penggunaan sarung tangan terlalu
lama dapat memperberat gangguan sawar kulit.
3. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan penyakit
yang akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan pekerjaan,
perawatan kulit.
- Medikamentosa:
1. Sistemik : simtomatis, sesuai gejala dan sajian klinis
Derajat sakit berat : dapat ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20
mg/hari dalam jangka pendek (3 hari).

5
2. Topikal : Pelembap setelah bekerja/after work cream. Disarankan pelembap yang
kaya kandungan lipid, petrolatum.
Sesuai dengan sajian klinis
• Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan
NaCl 0,9%.
• Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang, misalnya flusinolon asetoid.
• Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan mometason fuorate intermiten.
3. Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons dengan steroid bisa diberikan
inhibitor kalsineurin atau fototerapi dengan BB/NB UVB (B,2) atau obat sistemik
misalnya azatioprin atau siklosporin. Bila ada superinfeksi oleh bakteri: antibiotika
topikal/sistemik.

10. Komplikasi
Infeksi sekunder (terapi infeksi sekunder sesuai dengan klinis dan pemilihan jenis
antibiotik sesuai dengan kebijakan masing-masing rumah sakit). (PERDOSKI, 2017)

11. Edukasi

a. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan penyakit yang
akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan pekerjaan, perawatan
kulit.
b. Edukasi mengenai penggunaan alat pelindung diri yang sesuai dengan jenis pekerjaan, bila
dermatitis berhubungan dengan kerja.
c. Edukasi mengenai perawatan kulit sehari-hari dan penghindaran terhadap iritan yang
dicurigai. (PERDOSKI, 2017)

12. Prognosis
Pada kasus dermatitis kontak ringan, prognosis sangat bergantung pada kemampuan
menghindari bahan iritan penyebab. Pada kasus dermatitis kontak yang berat diakibatkan
pekerjaan, keluhan dapat bertahan hingga 2 tahun walaupun sudah berganti pekerjaan.
(PERDOSKI, 2017)

6
Gambar II. 2 BAGAN ALUR

Riwayat kontak dengan bahan iritan dan terdapat hubungan temporal

Iritan Lemah : Iritan Kuat :


Sabun, detergen, surfaktan, pelarut organic, minyak Bahan kimia kaustik (asam dan basa)

Berhari-hari, berbulan-
bulan, bertahun-tahun Segera setelah kontak
setelah kontak.

• Gatal, nyeri • Rasa terbakar, gatal, nyeri seperti tersengat


• Bercak-bercak eritem, hyperkeratosis, fisura. • Eritema, edema, batas tegas sesuai bahan
penyebab, vesikulasi, eksudasi, bula, nekrosis
jaringan

DKI Kronik kumulatif DKA DKI Akut

Tes Tempel

Topikal : Topikal :
• Kortikosteroid potensi • Lesi basah : kompres terbuka
sesuai derajat inflamasi • Lesi kering : Kortikosteroid potensi
• Emolien (petrolatum sesuai derajat inflamasi
based) • Identifikasi & • Emolien
• Inhibitor kalsineurin eliminasi bahan- Sistemik :
• Fototerapi BB/NB bahan iritan • Kortikosteroid setara prednisone 20
UVB • proteksi mg/hari 3 hari
Sistemik : • Antihistamin
• Antihistamin Bila ada infeksi sekunder oleh bakteri :
• Azathioprin Antibiotika sistemik/topical.

• Cyclosporine

7
Tabel II. 1 Gambaran klinis subtipe dermatitis kontak iritan

Subtipe Dermatitis Kontak Predileksi Manifestasi Klinis Jenis Pajanan Iritan


Subjective irritancy Wajah , leher, kepala Kelainan subyektif berupa Kosmetik, tabir surya, asam
gatal, panas, rasa terbakar, rasa laktat, propilen glikol, garam
tajam, setelah beberapa menit alumonium, dan pakaia terbuat
kontak dengan bahan iritan, dari wol.
tetapi tidak terlihat kelainan
pada kulit.
Irritant reaction Biasanya pada dorsum dan jari Reaksi akut dengan gambaran Wet work; air, detergen, sabun
tangan klinis monomorf berupa eritem
ringan, vesikel atau erosi,
skuama. Bila pajanan berlanjut
dapat propresif menjadi DKI
kronik kumulatif.
Suberythematous irritation Tangan Secara klinis reaksi iritasi tidak Surfaktan
terlalu terlihat jelas, tetapi
pemeriksaan histopatologis
mendukung dermatitis.
Subyektif : gatal, rasa panas,
tersengat.

8
DKI akut Dapat terjadi pada semua area Dapat terjadi lesi eritem, Biasanya pada pajanan tunggal
tubuh bergantung pola pajanan eksudasi dengan vesikel bahan iritan kuat atau kaustik
Bibir, pada irritant cheilitis hingga bula, hingga nekrosis yang bersifat asam/alkalis
Area inguinal dan perianal, jaringan. kuat. Seringnya akibat
pada diaper dermatitis akibat kecelakaan saat kerja. Dapat
pajanan lama dengan urin dan juga kontak aerogen, misalnya
feses. bubuk semen, kalsium silikat,
dan debu gergaji pohon.
Delayed acute irritancy Dapat terjadi pada semua area Merupakan proses akut, tetapi Tretinoin, gel diklofenak,
tubuh bergantung pola tidak ada tanda peradangan kalsipotriol, benzoyl peroxide,
pajanan. hingga 8-24 jam setelah propilen glikol, podofilin,
Bibir, pada irritant cheilitis. kontak. Sajian klinis dan benzalkonium klorida, antralin,
perjalanan penyakit sama akrilat, sodium lauril sulfat.
dengan DKI akut. Seringkali
sulit dibedakan dengan DKA.
DKI Kronik (Kumulatif) Tangan, wajah, tungkai Eritem, penebalan kulit, Iritan lemah dengan pajanan
kering, kasar, likenifikasi, sering berulang, misalnya
dan/atau fisura. Lesi dapat sabun, deterjen, surfaktan,
timbul beberapa hari, bulan, minyak, pelarut, kosmetik.
hingga tahun setelah pajanan.
Sering sulit dibedakan dengan
DKA.

9
Frictional dermatitis Putting payudara (nipple Keluhan Subyektif : gatal, Duri tanaman, plester
dermatitis), tungkai nyeri, iritasi mekanik menjadi adhesive, kertas kasar, kaca,
(penggunaan prostetik), akibat microtrauma dan friksi serat wol yang kasar.
tangan. berulang. Kulit biasanya
kering, erosi, menebal.
Traumatic reactions Tangan Terjadi akibat trauma pada Benda tajam, tumpul, panas.
kulit, misalnya luka bakar dan
laserasi. Tampak eritem, papul,
vesikel, dan bersisik. Biasanya
menetap sampai 6 minggu atau
lebih. Kadang menyerupai
dermatitis numularis.
Pustular/acneiform reactions Wajah Lesi transien berupa pustule Minyak, tar, logam berat,
steril setelah pajanan beberapa halogen, dan beberapa jenis
hari. Sering menyertai pasien kosmetik.
dermatitis atopic atau
dermatitis seboroik.
Asteatotic irritant eczema Tungkai bawah, lengan bawah. Sering dialami kelompok usia Air yang merupakan elemen
(exsiccation eczematid) lanjut yang mandi sering tanpa hipotonik, kekerasan curah air,
menggunakan pelembab. Rasa sabun antiseptic, quartenary
sangat gatal pada kulit yang ammonium.
kering, iktiosiformis.

10
BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis kontak iritan adalah peradangan pada kulit sebagai respon terhadap bahan iritan
yang terpajan pada kulit. Bahan-bahan iritan yang dapat digolongkan sebagai penyebab DKI
antara lain bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif,
enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah, dan bahan kimia
higroskopik.

Langkah-langkah penegakan diagnosis untuk penyakit dermatitis kontak iritan antara lain :
Anamnesis, Pemeriksaan klinis (menentukan lokasi dan efloresensi dengan jelas), Pemeriksaan
penunjang (Karena tes diagnostik untuk DKI tidak ada, maka untuk pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan patch test untuk mengeksklusi dermatitis kontak alergi dan dapat dilakukan pemeriksaan
KOH untuk mengeksklusi penyakit jamur).

Untuk penatalaksanaan yang diberikan berupa medikamentosa seperti, emollient,


menghindari iritasi, dan krim yang mengandung dimethicone adalah terapi yang digunakan
sebagai mainstay, Pengobatan sistemik dapat diberikan antihistamin sebagai efek anti pruritus,
Topikal kortikosteroid digunakan sebagai antiinflamasi, supresi aktivitas mitotik, dan
vasokonstriksi. Efek steroid juga dapat mensupresi pengeluaran histamine, sehingga bisa juga
sebagai antipruritus dan KIE.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alfariz, M. E. (2020). DKI. Penatalaksanaan Holistik Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja
Bangunan.
Dokter Spesialis, B. (2017). PANDUAN PRAKTIK KLINIS.
Gede Wirata, dr. (n.d.). DERMATITIS KONTAK ALERGI.
Harlim, A. (n.d.). BukuPenyakitAlergi.
Wijaya, I. P. G. I. (2016). DKI. EDUKASI DAN PENATALAKSANAAN DERMATITIS KONTAK
IRITAN KRONIS DI RSUP SANGLAH DENPASAR BALI TAHUN 2014/2015.

12

Anda mungkin juga menyukai