Anda di halaman 1dari 25

Tugas Makalah Kelompok

Mata Kuliah : Manajemen Risiko Penyakit Akibat Kerja


Dosen : Dr.dr.Hj.Syamsiar S.Russeng, M.S

“MANAJEMEN RISIKO PENYAKIT DERMATITIS”

KELOMPOK 1

Sri Mulya (K012181101)


Asna Ampang Allo (K012181039)
Putri Yanti (K012181105)
Nurgazali (K012181111)

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat rahmat
dan karunia-Nya, praktikan dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dan yang telah memberikan inspirasi, khususnya kepada
dosen mata kuliah Manajemen Risiko Penyakit Akibat Kerja dalam
menyusun makalah ini sehingga dapat terselesaikan. Makalah tentang
Manajemen Risiko Penyakit Dermatitis ini di buat agar dapat
melengkapi nilai mata kuliah Manajemen Risiko Penyakit Akibat Kerja
serta dapat memberikan informasi kepada para pembaca dan teman-
teman mengenai Manajemen Risiko Penyakit Dermatitis.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kekurangan yang tidak disadari. Untuk itu,
kami mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan
saran yang membangun agar lebih baik lagi di kemudian hari. Akhir kata,
kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
mambantu dalam pembuatan makalah ini.

Makassar, September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan .............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 4
A. Pengertian Dermatitis ....................................................................... 4
B. Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) ........................................... 4
C. Rute Pajanan ................................................................................... 7
D. Macam-Macam Dermatitis Kontak Akibat Kerja ............................... 9
E. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak
14
F. Program Pencegahan Dermatitis ................................................... 19
BAB III PENUTUP.................................................................................... 21
A. Kesimpulan .................................................................................... 21
B. Saran ............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) merupakan penyakit
dermatitis kontak yang didapatkan dari pekerjaan akibat interaksi yang
terjadi antara kulit dengan substansi yang digunakan di lingkungan
kerja. Substansi tersebut mengiritasi kulit, menjadikannya rusak dan
merangsang reaksi peradangan sehingga iritasi kulit merupakan
penyebab tersering dermatitis kontak (Koh D, 2009).
Dermatitis kontak bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan,
dermatitis kontak dapat terjadi pada hampir semua pekerjaan.
Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang sering
berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik,
misalnya ibu rumah tangga, petani, dan pekerja yang berhubungan
dengan bahan kimia dan lain-lain (Orton, 2014). Berdasarkan data
International Labour Organization (ILO) tahun 2013 , satu pekerja di
dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160
pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO
mencatat angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun (ILO dalam
Daulay 2016).
Di dunia, prevalensi DKAK sekitar 68,2% (Bock et al., 2003).
Insiden dari penyakit kulit akibat kerja di beberapa negara adalah
sama yaitu 50-70 kasus per 100.000 pekerja pertahun (Anshar et al.,
2016). Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80%
penyakit kulit akibat kerja adalah dermatitis kontak. Di antara
dermatitis kontak, dermatitis kontak iritan menduduki urutan pertama
dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki urutan kedua
dengan 14-20% (Tylor et al, 2008). Di Amerika Serikat, 90% klaim
kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja yang diakibatkan oleh
dermatitis kontak dengan 2% dari populasi merupakan dermatitis

1
pada tangan (Harrianto, 2009). Penelitian pada pabrik manufaktur
pakaian di Beijing Cina 529 pekerja diperoleh prevalensi dermatitis
kontak sebanyak 28,5% dari seluruh sampel. Kejadian dermatitis
kontak pada pekerja manufaktur pakaian berhubungan dengan lama
kontak pekerja dengan bahan kimia. Gejala yang ditimbulkan gatal-
gatal, kulit kering dan iritasi (Chen yu, et al, 2017).
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia (Perdoksi)
pada tahun 2009, sebesar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan
dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Prevalensi penyakit
dermatitis di Indonesia sebesar 6,78%. Penelitian yang dilakukan oleh
Pradaningrum, dkk (2018) pada pengrajin tahu mrican semarang
menunjukkan pekerja yang mengalami positif dermatitis kontak iritan
sebesar 69,7%, dan bagian tubuh yang paling sering dijumpai adalah
telapak tangan sebesar 60,6%. Selain itu penelitian mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada nelayan juga
dilakukan oleh Retnoningsih (2017) dengan hasil bahwa sebanyak
61,1% nelayan yang berusia tua menderita dermatitis kontak.
Sebanyak 58% nelayan yang memiliki masa kerja yang lebih lama
mengalami dermatitis kontak akibat kerja.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan dermatitis kontak akibat kerja?
2. Bagaimana rute pajanan zat masuk kedalam kulit?
3. Sebutkan dan jelaskan macam-macam dermatitis kontak akibat
kerja?
4. Apa faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak
akibat kerja?
5. Bagaimana program pencegahan dermatitis kontak?

2
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dermatitis kontak akibat kerja
2. Untuk mengetahui rute pajanan zat masuk kedalam kulit
3. Untuk mengetahui macam-macam dermatitis kontak akibat kerja
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
dermatitis kontak akibat kerja
5. Untuk mengetahui program pencegahan dermatitis kontak

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Dermatitis
Menurut Suria Djuanda dan Sri Adi S (2002: 126), dermatitis adalah
peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi,) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik).
Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfi (eritema,
edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal (Citra
Sucipta, 2008).
Dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal,
dapat berupa penebalan atau bintil kemerahan, multipel
mengelompok atau tersebar, kadang bersisik, berair dan lainnya.
Akibat permukaan kulit terkena bahan atau unsur-unsur yang ada di
lingkungannya (faktor eksogen). Namun demikian, untuk terjadinya
suatu jenis dermatosis atau beratnya gejala dermatosis, kadang-
kadang dipengaruhi pula oleh faktor kerentanan kulit seseorang
(faktor endogen) (Cinta Lestari, 2008).
B. Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK)
Dermatitis yang terjadi pada pekerja merupakan dermatitis kontak
akibat kerja. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai
penyakit kulit yang didapatkan dari pekerjaan karena adanya interaksi
pada kulit dengan substansi atau bahan yang digunakan di lingkungan
kerja, dan pajanan yang berada di tempat kerja merupakan faktor
penyebab yang utama (Streit & Braathen, 2001).
Pekerjaan yang berisiko terpapar iritan (Johansen et al, 2011):

4
No Pekerjaan Iritan
1 Pekerja pertanian Pestisida, pupuk buatan, bensin,
minyak solar, tanaman, sekresi hewan
2 Pekerja seni (artists) Pelarut (solvent), sabun dan detergen,
penghapus cat (paint remover)
3 Pembuat kue Sabun dan detergen, pembersih oven,
jus buah, asam cuka, asam laktat dan
asam askorbat, ragi.
4 Pekerja bar(bartender) Lingkungan basah (wet work), sabun
dan detergen, jus buah, alkohol.
5 Cleaning Service Lingkungan basah, sabun dan
detergen, klorin.
6 Penjilid Buku Lem, solvent
7 Pekerja Bangunan Semen, kapur, asam hidroklorik dan
asam hidroflorik, pelindung kayu (wood
representative), lem
8 Tukang Daging Sabun dan detergen, lingkungan
basah, bumbu, daging.
9 Industri makanan dan Sabun dan detergen, lngkungan basah,
Pengalengan air garam (brine), sirup, sayuran, buah,
ikan, daging.
10 Tukang kayu Pelitur, solvent, lem, pembersih.
11 Pekerja Farmasi Sabun dan detergen, lingkungan
basah, solvent, zatzat kimia.
12 Pertambangan Minyak, pelumas, semen, batu
gamping.
13 Pekerja Catering Sabun dan detergen, lingkunganbasah,
sayuran, buah, bumbu, ikan, daging,
cuka.
14 Dokter gigi dan teknisinya Sabun dan detergen, lingkungan
basah, soldering, bahan perekat,
acrylic monomers, pelarut.
15 Dyers (pencelup warna) Pelarut, agen pengoksidasi dan agen
pereduksi, hipoklorit
16 Industri elektronik Soldering flux, pembersih logam, epoxy
resin hardener
17 Nelayan Lingkungan basah, minyak, bensin,
ikan.
18 Tukang kebun Pupuk, pestisida, tanaman yang dapat
iritan
19 Pekerja pengecoran Pembersih, minyak, phenol-
Logam formaldehyde dan resinlainnya.
20 Penata/pencukur rambut Sabun, lingkungan basah, sampo, zat
pemutih (bleaching).
21 Pekerja rumah sakit Sabun dan detergen, lingkungan

5
basah, disinfektan, senyawa quaternary
ammonium.
22 Ibu rumah tangga Sabun dan detergen, lingkungan
basah, pembersih, semir, makanan.
23 Pembuat perhiasan Asam dan basa pada pembersih
logam, polishes, soldering flux,
penghilang karat, adhesives
24 Pekerja laundry Detergen, lingkungan basah, pemutih,
pelarut.
25 Mekanik Detergen, pelumas, oli, bensin, minyak
solar, cairan sistem pendingin (cooling
system fluid), soldering flux
26 Tukang cat Pelarut, emulsi cat, penghapus cat,
pembersih tangan
27 Potografer Basa, asam, pelarut, agen
pengoksidasi dan agen pereduksi
28 Pekerja di industry plastic Pelarut, asam, agen pengoksidasi,
styrene, diisocyanates, acrylic
monomers, phenol, formaldehyde,
diallyl phthalate, komposisi dalam
sistem epoxy resin.
29 Pekerja ledeng/pipa Lingkungan basah, pembersih tangan,
(plumbers) minyak, soldering flux.
30 Pekerja industri karet Talc, zink stearate, pelarut
31 Pembuat sepatu Pelarut, semir, adhesives, kulit sapi
yang kasar
32 Penyamak kulit (tanners) Lingkungan basah, asam, basah, agen
pengoksidasi dan agen pereduksi,
pelarut, enzim proteolitik.
33 Pekerja tekstil Pelarut, agen pemutih (bleaching),
detergen
34 Dokter hewan Sabun dan detergen, hypochlorite,
cresol, sekresi hewan
35 Tukang Las Minyak, pembersih logam

6
C. Rute Pajanan
Jalur masuk zat iritan kedalam kulit adalah melalui absorbsi.
Terdapat tiga mekanisme difusi zat iritan ke dalam kulit, antara lain:
1. Jalur interselular lipid (intercellular lipid pathway)
Stratum korneum (lapisan terluar kulit) terdiri dari sel-sel yang
disebut sebagai korneosit (corneocytes). Celah antar sel korneosit
diisi oleh zat seperti lemak, minyak, atau zat lilin yang disebut
sebagai lipid. Beberapa bahan kimia dapat menembus lapisan kulit
melalui celah ini.

Gambar : Ilustrasi difusi melalui jalur intreseluler lipid

7
2. Permeasi Transelular (Transcellular Permation)
Jalur lain masuknya zat kimia adalah melalui penyerapan
langsung zat kimia ke dalam kulit dimana molekul-molekul zat
kimia menyebar langsung ke dalam sel-sel korneosit.

Gambar: Ilustrasi difusi melalui jalur permeasi transelular

3. Melalui folikel rambut dan kelenjar (through the appendages)


Jalur ketiga difusi zat kimia adalah melalui folikel rambut dan
kelenjar. Jalur ini biasanya tidak signifikan karena luas
permukaannya yang sangat kecil jika dibandingkan dengan luas
kulit.

Gambar: Ilustrasi difusi melalui folikel rambut dan kelenjar (CDC, 2012)

8
D. Macam-Macam Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Terdapat 2 jenis dermatitis kontak akibat kerja, yaitu dermatitis
kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA). Keduanya
dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis kontak iritan merupakan
reaksi peradangan kulit non- imunologik, yaitu kerusakan kulit terjadi
langsung tanpa didahului proses pengenalan/sensitisasi. Sebaliknya,
dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah
mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan penyebab/alergen.
1. Dermatitis Kontak Iritan
a. Definisi
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan suatu reaksi
peradangan pada kulit yang bersifat non-imunologik, dengan
perjalanan penyakit yang kompleks dan kerusakan kulit terjadi
secara langsung tanpa adanya proses sensitisasi (Nanto,
2015). Dermatitis kontak iritasi merupakan peradangan kulit
akibat kontak langsung dengan bahan yang menyebabkan
iritasi. Dermatitis kontak akibat iritasi merupakan jenis yang
paling umum diantara penyakit kulit akibat kerja. Dermatitis
kontak iritasi akan dapat terjadi saat paparan pertama dengan
bahan- bahan iritan (Djuanda, 2010). Misalnya bahan pelarut,
deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang ditimbulkan dapat ditentukan dengan
ukuran molekul, daya larut, kosentrasi bahan tersebut dan
vehikulum.
2. Gejala Klinis
Efek dari dermatitis kontak sangat bervariasi, mulai dari
kemerahan yang ringan dan hanya berlangsung sekejap
sampai kepada pembengkakan hebat dan lepuhan kulit. Ruang
sering kali terdiri dari lepuhan kecil yang terasa gatal (vasikel).
Pada awalnya ruam hanya terbatas pada daerah yang kontak

9
langsung dengan bahan kimia, tetapi selanjutnya ruam bias
menyebar (Susanto dan Ari, 2013).
a. Dermatitis Kontak Iritasi Akut
Dermatitis iritan akut terjadi setelah satu atau beberapa
kali olesan bahan-bahan iritan kuat, sehingga terjadi
kerusakan epidermis yang berakibat peradangan. Biasanya
dermatitis iritan akut terjadi karena kecelakaan kerja.
Bahan-bahan iritan ini dapat merusak kulit karena
terkurasnya lapisan tanduk, denaturasi keratin, dan
pembengkakakan sel. Tipe reaksinya tergantung pada
bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan
lama berkontak, reaksi dapat berupa kulit menjadi merah
atau coklat.Terjadi edema dan rasa panas atau ada papula,
vesikula, puntula, kadang-kadang berbentuk bula yang
perulen dengan kulit disekitarnya normal. Contoh bahan
kontak yang menyebabkan dermatitis iritasi akut adalah
asam dan basa keras yang sering digunakan pada industry
(Harahap, 2000).
Bentuk DKI akut sering kali menyerupai luka bakar akibat
bahan kimia, bulla besar atau lepuhan.

Gambar DKI akut akibat penggunaan pelarut industry


b. Dermatitis Kontak Iritasi Kronik
Dermatitis ini terjadi karena kulit berkontak dengan
bahan-bahan iritan yang tidak terlalu kuat, seperti sabun,
deterjen, dan larutan antiseptik. Gejala klasik berupa kulit

10
kering, eritema, dan skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, difusi. Bila kontak terus
menerus akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur),
misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami
kontak terus menerus dengan detergen. Keluhan pada
penderita pada umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit
retak. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau
skuama tanpa eriteme, sehingga diabaikan oleh penderita,
setelah mengganggu baru mendapat perhatian (Harahap,
2000).

Gambar DKI Kronis akibat efek korosif dari semen

DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan.


Oleh karena itu lebih banyak ditemukan pada tangan
dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya (contoh : tukang
cuci, kuli bangunan, montir, bengkel, juru masak, tukang
kebun, dan penata rambut (Sularsito dan Djuanda, 2008).
3. Dermatitis Kontak Alergi
a. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah reaksi hipersensitifitas
tipe IV akibat pajanan kulit dengan bahan-bahan yang
bersifat sensitizer (alergen), reaksi imunologi tipe IV ini
merupakan reaksi hipersensitifitas tipe lambat (Djuanda et
al., 2010). Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana

11
dengan berat molekul rendah (<1000 dalton), disebut
sebagai hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat
menembus stratum korneum sehingga mencapai sel
epidermis bagian dalam yang hidup. Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi kejadian DKA, misalnya potensi
sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang
terkena, lama pajanan, oklusi, suhu, dan kelembaban
lingkungan, vehikulum dan pH (Menaldi et al., 2015)
Alergen yang sering menimbulkan Alergi
Alergen Uji Patch Postifif Sumber Antigen
Bezokain 2 Penggunaan
anastetik tipe-kain,
baik pada
penggunaan topikal
maupun oral
Garam 2.8 Plat elektronik kalium
dikromat, semen,
detergen, pewarna
Kromium
Lanolin 3.3 Lation, pelembam,
kosmetik, sabun
Latex 7.3 Sarung tangan karet,
vial, syringes
Bacitracin 8.7 Pengobatan topikal
maupun injeksi

Kobal Klorida 9 Semen, plat logam,


pewarna cat
Formaldehid 9.3 Germisida, palstik,
pakaian, perekat
Pewangi 11.7 Sinamat, graniol

Balsam Peru 11.9 Pengobatan, salep,


kosmetik
Neomisin 13.1 Aminoglikosida
Sulfat 14.2 Perabotan rumah
tangga, koin spesies
toxicodendron
Nikel Sulfat
Tanaman Tidak ditemukann

12
b. Manifestasi Klinik
Secara umum tingkat keparahan dermatitis kontak alergi
dibagi menjadi tiga (agung S, 2008) :
1) Dermatitis Ringan
Dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh
adanya daerah gatal dan eritema yang terlokasi,
kemudian diikuti terbuktinya vesikel dan bulla yang
biasanya letaknya membentuk pola linier. Bengkak
pada kelopak mata juga sering terjadi, namun tidak
berhubungan dengan bengkak didaerah terpapar,
melainkan akibat terkena tangan yang terkontaminasi
urosiol. Secara klinis, penderita mengalami reaksi
didaerah bawah tubuh dan lengan yang kurang
terlindungi.
2) Dermatitis Sedang
Selain rasa gatal, rotema, papula dan vesikel pada
dermatitis ringan, gejala dan tanda dermatitis sedang
juga meliputi bulla dan bengkak eritematous dari bagian
tubuh.
3) Dermatitis Berat
Dermatitis berat ditandai dengan adanya respon yang
meluas ke daerah tubuh dan edema pada ekstremitas
dan wajah. Rasa gatal dan iritasi yang berlebihan,
pembentukan vesikel, blister dan bulla juga dapat
terjadi. Selain itu, aktivitas harian penderita dapat
tergangu, sehingga kadangkala membutuhkan terapi
yang segera, khususnya dermatitis yang telah
mempengaruhi sebagian besar wajah, mata ataupun
genital. Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat
terjadi ialah eosinofilia, serima, multiform, sindrom

13
pernapasan akut, gangguan akut, gangguan ginjal,
dishidrosis dan uretritis.
E. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis
Kontak
1. Lama Kontak
Lama kontak adalah jangka waktu pekerja berkontak dengan
bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Setiap pekerja memiliki lama
kontak yang berbeda-beda sesuai dengan proses kerjanya. Lama
kontak dengan bahan kimia yang berasal dari kosmetika akan
meningkatkan terjadinya dermatitis kontak. Semakin lama kontak
dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat
terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Nuraga, et al., 2006).
Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan
kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin lama berkontak dengan
bahan kimia maka akan semakin merusak sel kulit lapisan yang
lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya dermatitis. Kontak
kulit dengan bahan kimia yang bersifat iritan atau alergen secara
terus menerus dengan durasi yang lama akan menJAyebabkan
kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap
berat (Hudyono, 2002).
2. Frekuensi Kontak
Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai
sifat sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak
jenis alergi, yang mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan
menyebabkan dermatitis yang berlebih baik luasnya maupun
beratnya tidak proporsional. Oleh karena itu upaya menurunkan
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja adalah dengan
menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia (Cohen, 1999).
3. Bahan Kimia
Bahan kimia dalam kosmetik yang dapat menyebabkan
dermatitis kontak diantaranya paraben, formaldehid, quarternium,

14
imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol, demethyloldimethyl
hydantion, methylisothianzolinone (MCI/MI), Iodopropylnyl buthyl
carbamant (IPBC), methyl dibromoglutaronitrile/phenoxyethanol, p-
phenylenediamine (PPD), p- toluenediamine, petrolatum, paraffin,
cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol, sodium hydroxine
dan sodium lauryl ether sulfate (Suryani, 2011). Dermatitis kontak
karena cat rambut banyak dijumpai pada penata rambut atau
pemakainya. Penyebab tersering adalah parafenilendiamin (PFD).
Reaksi alergi terhadap cat rambut yang mengandung PFD yang
paling lazim terjadi adalah dermatitis kontak alergi. Dermatitis
kontak alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat
terhadap alergen. Beberapa laporan menunjukkan kecenderungan
meningkatnya frekuensi reaksi alergi terhadap PFD. Penelitian
secara epidemiologi terhadap populasi umum menunjukkan
sensitisasi terhadap PFD antara 0,1% dan 1% (Novia, 2012).
4. Umur
Umur salah satu faktor host atau karakteristik individu yang
dapat mempengaruhi status kesehatan karena ada
kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu. Usia balita dan
usia lanjut rentan terhadap penyakit karena usia balita sistem
pertahanan belum stabil dan usia lanjut sistem pertahanan
tubuhnya sudah menurun (Maryani , L dalam Daulay 2016). Usia
lanjut yang dimaksud adalah usia >60 tahun. Semakin bertambah
umur manusia, maka semakin berkurang imunitas kulit terhadap
penyakit, seperti dermatitis kontak yang dipengaruhi factor
eksternal atau environmental aging yang terjadi akibat pajanan
setiap hari dengan berbagai bahan/substansi (Legiawati,
2009).Kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya
usia, sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan
menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan
bahan kimia menginfeksikulit, sehingga kulit mudah terkena

15
penyakit (Djuanda, 2010). Undang-undang nomor 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, usia pekerja mulai dari pekerja anak
yaitu 15 tahun dengan pekerjaan ringan dan usia pensiun 65
tahun. Dalam penelitian ini usia pekerja dikelompokkan pada usia
≥50 tahun dan <50 tahun, sesuai dengan teori dan batas usia
pekerja yang ada.
5. Masa Kerja
Masa kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Masa kerja penting
diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan
berbagai sumber penyakit yang dapat mengakibatkan kejadian
dermatitis. Adanya perbedaan masa kerja berhubungan dengan
pajanan terhadap bahan kimia yang menyebabkan kejadian
dermatitis kontak (Djuanda, 2010).Menurut Suma’mur (2013)
semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia
telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerjanya.
6. Riwayat Penyakit Kulit
Pekerja yang sebelumnya atau yang sedang sakit kulit non
occupational cenderung lebih mudah mendapat occupational
dermatoses, seperti pekerja- pekerja dengan acne yang bekerja
terpapar dengan cutting oil dan ter, sering menderita dermatosis.
Pekerja dengan riwayat otopic dermatitis bila bekerja di lingkungan
panas atau terpapar debu kimia dan pengaruh faktor psikis, akan
kambuh dalam stadium yang lebih berat. Karyawan dengan
dermatitis kronik akan menjadi lebih berat bila tempat lesi dikenal
bahan kimia atau terjadi penekanan (Emasari dalam Daulay,
2016).
7. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Ketentuan mengenai alat pelindung diri diatur oleh pelaksanaan
UU No. 1 tahun 1970 yaitu instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins.
2/M/ BW/ BK/ 1984 tentang pengesahan Alat Pelindung Diri. Jenis

16
alat pelindung diri menurut ketentuan tentang pengesahan,
pengawasan, dan penggunaan meliputi alat pelindung kepala, alat
pelindung telinga, alat pelindung muka dan mata, alat pelindung
pernafasan, pakaian kerja, sarung tangan, alat pelindung kaki,
sabuk pengaman, dan lain-lain (Suma’mur, 2014).
Menurut Ridley (2008) APD yang efektif harus sesuai dengan
bahaya yang dihadapi, terbuat dari material yang akan tahan
terhadap bahaya tersebut, cocok bagi orang yang akab
menggunakannya, memiliki konstruksi yang sangat kuat, tidak
meningkatkan risiko terhadap pemakaiannya, disediakan secara
gratis, diberikan satu per orang, harus dibersihkan setelah dipakai,
hanya digunakan sesuai peruntukannya, diperbaiki atau diganti
jika mengalami kerusakan, dan disimpan ditempat yang sesuai
ketika tidak digunakan.Penggunaan APD merupakan salah satu
cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak. Alat Pelindung
Diri Menurut Faktor Bahaya dan Bagian Tubuh yang Perlu
Dilindungi pada Dermatosis atau radang kulit adalah:
a. Kepala : topi plastic, karet, pici (kap) kapas atau wol
b. Muka : barrier cream, pelindung plastic
c. Jari, tangan lengan : barrier cream, sarung tangan karet,
plastic
d. Tubuh : penutup karet, plastic, baju lengan Panjang
e. Betis, tungkai, mata kaki, kaki: sepatu karet, sol kayu, sandal
kayu (bakiak) (suma’mur, 2014).
8. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki
dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingka laku. Dalam hal
penyakit kulit perempuan dikatakan lebih beresiko mendapat
penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Berdasarkn aesthentic
surgery journal terdapat perbedaan antara kulit pria dengan
wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut,

17
kelenjar sebaeceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria
mempunyai hormon yang dominan yaitu endogen yang dapat
menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi
lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis dari pada kulit
pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Dibandingkan
dengan pria, kulit wanita memperoduksi lebih sedikit minyak untuk
melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga kulit
wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk
menderita dermatitis (Daulay, 2016).
9. Suhu dan Kelembaban
Pada lingkungan kerja terdapat beberapa potensi bahaya yang
perlu diperhatikan seperti suhu udara dan kelembaban udara.
Suhu udara dan kelembaban udara yang tidak stabil dapat
mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan No.1405/MenKes/SK/XI/2002
Tentang Nilai Ambang Batas Kesehatan Lingkungan Kerja, suhu
udara yang dianjurkan adalah 18˚C– 28˚C dan Kelembaban udara
yang dianjurkan adalah 40 % - 60 % (Novia, 2012).
10. Personal Hygiene
Personal hygiene merupakan salah satu faktor yang dapat
mencegah terjadinya penyakit dermatis khususnya dermatitis
kontak. Salah satu hal yang menjadi penilain adalah masalah
mencuci tangan. Karena tangan merupakan anggota tubuh yang
paling sering kontak dengan bahan kimia. Dengan mencuci tangan
setelah melakukan proses pekerjaan dapat menghilangkan dan
menetralkan PH dari zat-zat kimia yang menempel pada kulit
ketika selesai melakuka pekerjaan yang berkontak dengan zat
kimia (Cohen dalam Suryani, 2011).
Selain mencuci tangan, membersihkan bagian tubuh lain yang
terkontak dengan bahan kimia juga berhubungan dengan
pencegahan terjadinya penyakit dermatitis kontak. Beberapa

18
penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara personal
hygiene dengan gejala dermatitis kontak, salah satunya
penelitianyang dilakukan oleh Suryani pada pekerja di pabrik
cosmetik di Tanggerang Selatan, 81.8% pekerja dengan personal
hygiene tidak baik menderita dermatitis kontak, sedangkan hanya
38,5% pekerja dengan personal hygiene baik menderita dermatitis
kontak. (suryani, 2011).
F. Program Pencegahan Dermatitis
1. Eliminasi atau Subtitusi, jika dimungkinkan, zat yang dapat
menyebabkan iritasi dieliminasi atau disubtitusi dengan bahan lain
yang tidak toksik atau kurang toksik dibandingkan dengan bahan
sebelumnya. Misalnya, mengganti cat berbasis solvent dengan cat
berbasis air pada industri sablon.
2. Engineering control dengan cara otomatisasi proses kerja bila
dimungkinkan.
3. Administrative control: housekeeping yang baik, penyimpanan
bahan kimia pada tempat yang sesuai dengan karakteristik zatnya,
serta pelabelan bahan kimia.
4. Alat Pelindung Diri, Alat pelindung diri yang biasa digunakan
adalah sarung tangan. Penggunaan sarung tangan harus tepat
sesuai dengan karakteristik zat yang ditanganinya. Selain sarung
tangan, alat pelindung lainnya dapat berupa pakaian pelindung
kerja yang tepat, sepatu kerja, topi, dan lain-lain. Alat pelindung
diri harus selalu diperiksa secara berkala agar dapat diketahui
kondisinya, apakah terdapat lubang atau terjadi degradasi pada
bahan alat pelindung diri tersebut.

19
5. Personal Hygiene, kebersihan diri juga ukuran yang penting dalam
pencegahan dermatitis. Fasilitas cuci tangan yang memadai harus
disediakan untuk pekerja. Pembersih kulit yang digunakan harus
dapat menghilangkan lemak, minyak, dan benda asing lainnya
tanpa merusak kulit .

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:
1. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit
yang didapatkan dari pekerjaan karena adanya interaksi pada kulit
dengan substansi atau bahan yang digunakan di lingkungan kerja,
dan pajanan yang berada di tempat kerja merupakan faktor
penyebab yang utama
2. Terdapat tiga mekanisme difusi zat iritan ke dalam kulit, antara
lain: jalur interselular lipid (intercellular lipid pathway), permeasi
transelular (transcellular permation), melalui folikel rambut dan
kelenjar (through the appendages)
3. Terdapat 2 jenis dermatitis kontak akibat kerja, yaitu dermatitis
kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA).
4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala dermatitis kontak
yaitu, lama kontak, frekuensi kontak, bahan kimia, umur , masa
kerja, riwayat penyakit kulit, penggunaan alat pelindung diri (apd),
jenis kelamin, suhu dan kelembaban, personal hygiene
5. Program pencegahan dermatitis: eliminasi atau subtitusi,
engineering control, administrative control, alat pelindung diri,
personal hygiene.
B. Saran
Adapun saran yang untuk mengurangi kejadian dermatitis adalah :
1. Pekerja menggunakan APD dengan lengkap selama
melaksanakan proses kerja, terutama sarung tangan, baju kerja
dan sepatu kerja sehingga dapat mencegah terjadinya kontak
langsunng dengan bahan kimia.
2. Pekerja memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan dirinya
selama bekerja dan menerapkann personal hygiene yang baik
seperti mencuci tangan dengan benar.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://pdfs.semanticscholar.org/4b9c/2faa5b9c4d83204b24487eca
9770b8c8659a.pdf

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:-
KcSEk964QYJ:digilib.unila.ac.id/23753/3/SKRIPSI%2520TANPA%
2520BAB%2520PEBAHASAN.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk&gl=id

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:-
KcSEk964QYJ:digilib.unila.ac.id/23753/3/SKRIPSI%2520TANPA%
2520BAB%2520PEBAHASAN.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk&gl=id

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:bGHY0K
5qdO8J:digilib.unila.ac.id/30965/10/SKRIPSI%2520TANPA%2520P
EMBAHASAN.pdf+&cd=3&hl=en&ct=clnk&gl=id

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:vyIiJyfHh
RIJ:lib.unnes.ac.id/2681/1/7131.pdf+&cd=4&hl=en&ct=clnk&gl=id

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:7EZdPCl
BBmQJ:repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/4485/1410
00232.pdf%3Fsequence%3D1%26isAllowed%3Dy+&cd=7&hl=en&
ct=clnk&gl=id

https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:JHH3yIv
_Xt4J:https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/download/2
1442/19925+&cd=1&hl=en&ct=clnk&gl=id

Anda mungkin juga menyukai