Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PRAKTIKUM

GETARAN

KELOMPOK 2
PUTRI YANTI
K11113520

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karunia-Nya, praktikan dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Praktikan
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan yang
telah memberikan inspirasi, khususnya kepada dosen mata kuliah Praktikum
Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta para asisten Laboratorium dalam
menyusun laporan ini sehingga dapat terselesaikan. Laporan tentang Getaran ini
di buat agar dapat melengkapi nilai mata kuliah Praktikum Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta dapat memberikan informasi kepada para pembaca dan
teman-teman mengenai getaran.
Praktikan sangat menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan yang tidak disadari untuk itu,
praktikan mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun agar lebih baik lagi di kemudian hari. Akhir kata, praktikan
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mambantu dalam
pembuatan laporan praktikum ini.

Makassar, April 2016

Praktikan

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan Praktikum ..................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Getaran ................................................................................... 8
B. Jenis Getaran ........................................................................................... 11
C. Sumber Getaran ....................................................................................... 14
D. Nilai Ambang Batas (NAB) Getaran ...................................................... 16
E. Dampak Getaran terhadap Kesehatan ..................................................... 19
F. Pengendalian Bahaya Getaran................................................................. 24
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Lokasi dan Waktu Percobaan .................................................................. 29
B. Alat .......................................................................................................... 29
C. Prinsip Kerja ........................................................................................... 31
D. Prosedur Kerja ......................................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ........................................................................................................ 34
B. Pembahasan ............................................................................................. 36
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 40
B. Saran ........................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses industriliasisasi dan modernisasi kehidupan disertai semakin

meluasnya aplikasi teknologi maju yang antara lain jelas nampak dari kian

bertambahnya dengan cepat penggunaan beraneka ragam mesin dan

peralatan kerja mekanis yang dijalankan oleh motor penggerak. Sebagian

dari kekuatan mekanis mesin atau peralatan kerja disalurkan kepada tubuh

tenaga kerja dalam bentuk getaran mekanis. Berbeda dengan getaran udara

yang pengaruhnya adalah akustik, getaran mekanis menyebabkan

resonansi organ dan jaringan tubuh, sehingga pengaruhnya kepada tenaga

kerja yang terpapar kepada getaran mekanis bersifat mekanis. Getaran

yang dihasilkan oleh mesin yang melebihi NAB bila terpapar oleh manusia

atau pekerja dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Suma’mur, 2009).

Getaran dapat diartikan sebagai gerakan dari suatu sistim bolak-balik,

gerakan tersebut dapat berupa gerakan yang harmonis, sederhana, dapat

pula sangat kompleks. Sifatnya dapat priodik atau random, kontinyu atau

intermitten (Wahyu, 2003). Getaran yang terjadi di lingkungan dapat

berdampak pada kehidupan manusia. Dalam surat keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996 ditetapkan tingkat baku getaran

berdasar tingkat kenyamanan dan kesehatan dalam kategori menganggu,

tidak nyaman dan menyakitkan.

1
Getaran banyak dipakai sebagai alat untuk melakukan analisis terhadap

mesin-mesin baik dengan gerak maupun translasi. Pengetahuan akan

getaran dan data-data yang dihasilkan sangat penting untuk perawatan

maupun troubleshooting. Kemampuan ini bisa membantu perusahaan

mereduksi terjadinya down time dan dapat meningkatkan keuntungan baik

dari segi produksi maupun dari umur mesin yang lebih panjang. Getaran

yang timbul akibat gaya melalui elemen-elemen mesin yang ada, dimana

elemen-elemen tersebut saling beraksi satu sama lain dan energi melalui

struktur dalam bentuk getaran (Martianis, 2012).

Data dari Internasional Labour Organization (2013) menunjukkan

setiap tahun ada lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja dan lebih

dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja. Terlebih

lagi 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat

kerja. Kecelakaan di tempat kerja memakan lebih banyak korban jika

dibandingkan dengan perang dunia. Riset yang dilakukan badan dunia ILO

(International Labour Organization) menghasilkan kesimpulan bahwa

setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara dengan satu orang

setiap 15 detik atau 2,2 juta orang pertahun akibat sakit atau kecelakaan

kerja yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.

Berdasarkan data di negara Swedia sekitar 374 wanita terdiagnosis

mengalami gejala yang disebabkan oleh getaran pada tangan dan lengan

pada tenaga kerja teknisi gigi. Di Eropa, Kanada, Amerika misalnya

diperkirakan bahwa sampai tujuh persen dari seluruh pekerja secara rutin

2
terpapar dengan whole body vibration, sedangkan di Inggrissekitar

sembilan juta orang terkena beberapa bentuk dari whole body vibration

setiap minggunya (Widowati, 2011).

Pada publikasi National for Occupational Safety and Health(NIOSH)

di Amerika Serikat dilaporkan bahwa 1.245.000 tenaga kerja terpajan

getaran legan tangan pada industri-industri berikut konstruksi, pertanian,

industri logam, kayu, kehutanan, pakaian, industri meubel, pertambangan,

truk dan pabrik mobil. Pada penelitian Wekayama di Jepang terhadap

pekerja industri kehutanan swasta menyatakan 4.652 dari 9.952 total

pekerja terkena sindrom getaran lengan tangan (Rusdi, 2012). Di tahun

2010, Global Burden of Disease Study memperkirakan bahwa nyeri

punggung bawah akibat terpapar intensitas getaran termasuk dalam 10

penyakit dan cidera yang menyebabkan kejadian kecacatan tertinggi setiap

tahun di seluruh dunia (Duthey, 2013).

Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara umum di

Indonesia masih sering terabaikan. Berdasarkan laporan yang disampaikan

Dirjen Pembinaan Pengawas Ketenagakerjaan Kemenakertrans Muji

Handaya seusai menyampaikan hasil Pertemuan Asia-Europe Meeting

(ASEM) Workshop on National Occupational Safety and Health (OSH)

bahwa angka kecelakaan kerja di Indonesia tergolong tinggi dibanding

sejumlah negara di Asia dan Eropa, pada tahun 2010 kecelakaan kerja di

Indonesia tercatat sebanyak 98.711 kasus. 1.200 kasus di antaranya

mengakibatkan pekerja meninggal dunia dan menurut Muji Handaya

3
bahwa dengan angka kecelakan kerja tersebut, rata-rata ada tujuh pekerja

yang meninggal dunia setiap hari (Djumena, 2011 dalam Saragih, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Hidayat (2012)

Responden yang berumur 20-30 tahun sebanyak 13 orang (92.9%)

mengalami keluhan subyektif Hand Arm Vibration Syndrome. Responden

dari kelompok lama kerja 40-50 jam sebanyak 13 orang (92.2%)

mengalami keluhan Hand Arm Vibration Syndrome. Responden dari

kelompok masa kerja ≤5 tahun sebanyak 6 orang (100%) mengalami

keluhan Hand Arm Vibration Syndrome dan kelompok masa kerja >5

tahun sebanyak 7 orang (58.3%) mengalami keluhan Hand Arm Vibration

Syndrome. Penelitian ini sejalan dengan Secaria (2014) juga menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara getaran mesin gerinda

dengan keluhan hand arm vibration syndrome. Getaran yang disebabkan

oleh mesin gerinda menimbulkan dampak negatif yaitu mengganggu

kenyamanan, mempercepat timbulnya kelelahan dan menimbulkan

gangguan kesehatan, salah satunya adalah hand arm vibration syndrome.

Keluhan lain yang dapat timbul akibat getaran adalah MSDs.

Penelitian yang dilakukan Enrico (2016), menggunakan kuesioner Nordic

Body Map (NBM) didapatkan hasil jika sebagian besar responden

mengalami tingkat resiko sedang yaitu sebanyak 50 responden (66.7%)

dan tingkat resiko rendah sebanyak 25 orang (33.3%) dengan hasil

sebanyak 41 responden (64.1%) mengalami keluhan sakit pada pinggang,

sakit pada lengan atas kanan sebanyak 38 responden (59.4%) dan sakit

4
pada betis kiri dan kanan 31 responden (48.4%). Berdasarkan hasil yang

diperoleh, terdapat hubungan antara getaran dengan keluhan

muskuloskeletal pada supir bus trayek Bitung-Manado di terminal

Tangkoko Bitung. Semakin besar getaran maka keluhan muskuloskeletal

juga semakin meningkat.

Penelitian yang dilakukan Enrico berbanding terbalik dengan

penelitian Cindiyastira (2014) keluhan MSDs dalam penelitian ini diukur

menggunakan Nordic Body Map Questionare dengan metode wawancara

langsung kepada responden untuk mengetahui adanya keluhan

muskuloskeletal pada pekerja paving block. Hasil wawancara penelitian

menemukan dari 40 responden terdapat 25 pekerja yang merasakan

keluhan MSDs dan hanya 14 pekerja yang tidak merasakan keluhan

MSDs. Data Nordic Body Map (NBM), dari 26 responden yang merasakan

keluhan MSDs, jumlah keluhan yang dirasakan sebanyak 105 dengan

tingkat kesakitan C (sakit). Dari hasil yang diperoleh mengenai hubungan

intensitas getaran dengan keluhan MSDs menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara intensitas getaran dengan keluhan MSDs pada pekerja

paving block.

Penelitian lain juga dilakukan Wahyudi (2011) yang menganalisis

hubungan antara lama paparan getaran dengan kejadian Carpal Tunnel

Syndrom (CTS) memperlihatkan dari pekerja yang mengalami CTS negatif

yaitu kebanyakan yang mendapatkan lama paparan kurang dari sama

dengan 4 tahun yaitu 11 responden (35.5%) sedang yang mendapatkan

5
lama paparan getaran lebih dari 4 tahun hanya 10 responden (32.3%).

Begitupun pada golongan pekerja yang mengalami CTS positif dengan

mendapatkan lama paparan getaran kurang dari sama dengan 4 tahun

sebanyak 1 orang (3.2%) sedangkan yang mendapat lama paparan getaran

lebih dari 4 tahun sebanyak 9 orang (29%). Berdasarkan hasil yang

diperoleh, terdapat ada hubungan antara lama paparan getaran dengan

kejadian Carpal Tunnel Syndrom (CTS) pada pekerja tikar mendong

dibagian penjahitan Kelurahan Purabaratu Kecamatan Cibeureum Kota

Tasikmalaya.

Berbagai potensi bahaya di tempat kerja senantiasa dijumpai, oleh

karena itu pemerintah berkepentingan dalam melindungi pekerja dari

bahaya kerja yang tertera di dalam UU No. 1 tahun 1970 tentang

keselamatan kerja pasal 3 ayat 1 yang mensyaratkan bahwa manajemen

perusahaan harus melaksanakan syarat-syarat keselamatan kerja. Dalam

UU NO. 14 Tahun 1969 tentang ketentuan pokok mengenai tenaga kerja

pasal 9 dan 10 dinyatakan pula bahwa pekerja berhak mendapatkan

pembinaan perlindungan kerja.

Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian di atas menggambarkan

betapa pentingnya memperhatikan faktor lingkungan yang ada di tempat

kerja khususnya getaran. Dengan melihat kondisi tersebut, maka dari itu

perlu dilakukan pengukuran dan perhitungan data kuantitatif tentang

getaran pada suatu alat kerja dengan menggunakan alat yaitu segmental

vibration meter dan whole body vibration meter.

6
B. Tujuan Praktikum

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang, adapun

yang menjadi tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara penggunaan alat ukur getaran yaitu segmental

vibration dan whole body vibration.

2. Mengetahui besarnya intensitas getaran pada alat-alat seperti vacuum

cleaner dan angkutan umum.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Getaran

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.13

tahun 2011, getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media

dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya. Menurut

Harrington (2011), getaran ialah gerakan ossilasi di sekitar sebuah titik.

Vibrasi terjadi bila energi mekanis yang berasal dari getaran suatu

benda di transmisikan pada suatu objek yang tetap. Dalam keadaan diam,

tiap-tiap jaringan tubuh manusia berada dalam posisi istirahat. Bila tubuh

kontak dengan suatu sumber vibrasi, maka jaringan tubuh melepaskan diri

dari posisi istirahatnya. Tiap jaringan tubuh memiliki frekuensi alami

sendiri, bila terpajan sumber vibrasi akan timbul resonansi vibrasi.

Jaringan tubuh yang lebih kecil cenderung untuk bersonansi dengan

frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan tubuh yan lebih

besar (Harrianto, 2009).

Getaran timbul akibat transfer gaya siklik melalui elemen-elemen

mesin yang ada, dimana elemen-elemen tersebut saling beraksi satu sama

lain dan energi didesipasi melalui struktur dalam bentuk getaran.

Kerusakan atau keausan serta deformasi akan merubah karakteristik

dinamik sistem dan cenderung meningkatkan energi getaran sedangkan,

gaya yang menyebabkan getaran ini dapat ditimbulkan oleh beberapa

sumber kontak/benturan antara komponen yang bergerak/berputar, putaran

8
dari massa yang tidak seimbang (unballance mass), missalignment dan

juga karena kerusakan bantalan (bearing fault) (Priatmoko, 2012).

Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating), memantul

ke atas dan ke bawah atau ke belakang dan ke depan. Gerakan tersebut

terjadi secara teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari

kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap semua

atau sebagian dari tubuh (ILO, 2013). Getaran (vibrasi) adalah suatu faktor

fisik tenaga mekanik yang berasal dari sumber-sumber goyangan

(osciliation) yang bekerja pada manusia dengan jalan penyebaran

(transmition). Dalam konteks yang paling sederhana, getaran dapat di

anggap sebagai gerakan berulang dari objek disekitar suatu posisi

kesetimbang, posisi kesetimbangan adalah dari suatu objek dimana jumlah

gaya yang dikenakan pada objek tesebut adalah sama dengan nol. Tipe

getaran ini disebut whole body motion, yang berarti bahwa semua bagian

dari objek tersebut bergerak bersamaan pada arah yang bersamaan

disemua titik pada waktunya (Husein, 2015).

Menurut Husein (2015), apabila mengamati suatu objek yang bergetar

di dalam gerak lambat, dapat dilihat pergerakan dengan arah yang berbeda.

Seberapa jauh dan seberapa cepat objek tersebut bergerak dalam

menentukan karakteristik getarannya. Istilah lama menjelaskan pergerakan

seperti ini frekuensi, amplitudo dan akselerasi:

9
Gambar 1. Frekuensi, Amplitudo dan Akselerasi

1. Frekuensi

Frekuensi adalah suatu objek bergetar bergerak mundur dan maju

dari posisi normalnya satu siklus getaran yang lengkap terjadi ketika

objek tersebut berpisah dari nilai x posisi ekstrim ke posisi ekstrim

lainnya dan kembali lagi ke posisi awal. Banyaknya siklus yang dapat

dilalui objek yang bergetar dalam satu detik disebut frekuensi. Satuan

frekuensi adalah Hertz (Hz). Satu Hertz atau sama dengan satu siklus

per detik.

2. Amplitudo

Amplitudo adalah satu objek yang bergetar bergerak ke suatu gerak

maksimum pada tiap dari keadaan diam. Amplitudo adalah jarak dari

posisi diam ke posisi ekstrim dimana sisi dan diukur dalam meter (m).

Intensitasnya getaran tergantung pada amplitudo.

3. Akselerasi

Suatu ukuran seberapa cepat kecepatan berubah terhadap waktu

dan oleh karena itu, akselerasi dinyatakan dalam satuan meter per detik

atau per detik kuadrat (m/s2). Besar akselerasi berubah dari nol ke

10
maksimum selama masing-masing siklus getaran dan meningkat

seperti pergerakan objek yang bergetar lebih lanjut dari posisinya.

B. Jenis Getaran

Pada umumnya getaran dibagi ke dalam dua kelompok, getaran bebas

dan getaran paksa (Retyawan, 2016):

1. Getaran Bebas

Getaran bebas terjadi jika sistem berosilasi karena bekerjanya gaya

yang ada dalam sistem itu sendiri dan jika ada gaya luar yang bekerja.

Semua sistem yang memiliki massa dan elastisitas dapat mengalami

getaran bebas atau getaran yang terjadi tanpa rangsangan dari luar.

2. Getaran Paksa

Getaran paksa adalah getaran yang terjadi karena rangsangan gaya

luar, jika rangsangan tersebut berosilasi maka sistem dipaksa untuk

bergetar pada frekuensi rangsangan.

Suma’mur (2009) membedakan getaran ke dalam dua bagian

berdasarkan aspek fisik yang terpapar getaran, yaitu:

1. Getaran Seluruh Tubuh (Whole Body Vibration)

Getaran seluruh tubuh terutama terjadi pada alat angkutan. Getaran

seluruh tubuh terutama di tempat kerja dihasilkan pada truk atau alat

angkut yang digunakan dalam kegiatann industri, traktor pertanian dan

perlengkapannya untuk mengerjakan tanah. Selain seluruh badan

bergetar oleh alat angkut tersebut, seluruh badan ikut bergetar oleh

beroperasinya alat-alat berat yang memindahkan getaran mekanis dari

11
alat berat keseluruh tubuh pekerja melalui getaran lantai sebagai tempat

berpijaknya kaki.

Getaran seluruh badan sebenarnya hanya dihasilkan pada tempat

duduk dan lantai tempat berpijaknya kaki yang perlu diperhatikan untuk

menilai efek getaran pada pekerja karena getaran mekanis dari lokasi

tersebut diteruskan ke tubuh pekerja. Kekuatan getaran mekanis sangat

bergantung pada bantalan duduk atau injakan kaki sebagai peredam

yang menurunkan kekuatan getaran mekanis atau ikut beresonansi

sehingga menambah kekuatan getaran.

Material yang dapat mengurangi getaran tersebut dapat berupa busa

atau kapuk yang dapat dipasang pada busa tempat duduk atau injakan

kaki sedangkan, material yang dapat menambah kekuatan getaran

berupa logam atau benda pada lainnya yang frekuensinya sama atau

serupa dengan sumber getaran. Bila pemasangan peredam getaran

kurang baik atau justru sama sekali tidak dipasang, biasanya terjadi

resonansi yang mungkin beberapa kali menambah besarnya getaran

mekanis.

Tubuh manusia merupakan suatu susunan elastis yang kompleks

dengan tulang sebagai penopang otot dan urat serta merupakan landasan

bagi kekuatan otot bekerja. kerangka, organ tubuh, urat dan otot secara

bersama-sama menentukan elastisitas tubuh dan kelambanan sebagai

reaksi menahan gaya mekanis bekerja padanya. Sifat susunan tubuh

12
dapat menjadi massa peredam getaran mekanis, namun sebaliknya

dapat pula menjadi penghantar getaran mekanis.

2. Getaran Sebagian Tubuh (Segmental Vibration)

Alat manual yang pada waktu operasinya bergetar dan

mengakibatkan getaran mekanis pada tangan dan lengan banyak

terdapat dan digunakan di perusahaan. Selama pekerjaan dengan alat

manual demikian sifatnya hanya sekali atau kadang-kadang saja atau

jarang sedangkan, getarannya tidak seberapa, peralatan seperti itu boleh

dikatakan tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan ataupun

kecelakaan tetapi berbagai pekerjaan dalam industri manufaktur,

perkebunan, kehutanan, konstruksi dan pertambangan secara terus-

menerus menggunakan mesin ataupun peralatan bergetar.

Pada beberapa sektor perindustrian, mesin-mesin yang digunakan

menghasilkan getaran mekanis yang terpapar pada bagian tangan dan

lengan. Sektor pertambangan menggunakan alat pengebor, pabrik baja

dan pengecoran logam menggunakan mesin gerinda dan pada pekerjaan

kehutanan digunakan mesin chain saw atau gergaji mesin dalam proses

pemotongan kayu.

3. Getaran di Tempat Kerja

Getaran di tempat kerja yang dihasilkan oleh mesin penggerak akan

beresonansi ke tubuh pekerja. Getaran mekanis meningkatkan tonus

otot dengan frekuensi di bawah 20 Hz menjadi penyebab kelelahan.

Sebaliknya, frekuensi getaran mekanis di atas 20 Hz menyebabkan

13
mengendurnya tonus otot. Getaran mekanis yang terdiri atas campuran

aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus secara

serta merta. Kedua efek yang berlawanan inilah yang menyebabkan

kelelahan. Maka peredam getaran mekanis sangat diperlukan untuk

melindungi tenaga kerja dari proses kelelahan dengan media peredam

yang jauh lebih rendah di bawah frekuensi media getaran. Oleh karena

itu, frekuensi peredam getaran harus sekitar 1 Hz. Peredam getaran ini

dipasang di tempat duduk untuk posisi duduk dan alas kaki bagi posisi

berdiri. Kemampuan meredam bergantung pada material yang

digunakan, bentuk dan ketebalannya sangat mempengaruhi kualitas

fungsi perlindungannya terhadap getaran.

Phenomena Raynaud sebagai efek dari paparan getaran mekanis

pada lengan dan tangan dihasilkan pada frekuensi 30-40 Hz. Frekuensi

diatas 160 Hz mengakibatkan gejala iritasi saraf dengan amplitudo

kurang dari 100 µm. Alat-alat manual yang dioperasikan memiliki

frekuensi getaran 25-150 Hz dengan amplitudo 100 µm. Getaran

mekanis dengan frekuensi dan amplitudo besar mengakibatkan

kerusakan tulang tangan dan persendiannya.

C. Sumber Getaran

Beberapa aktifitas yang menimbulkan getaran terlihat pada daftar

sumber getaran. Data-data tersebut didapat dari laporan negara industri

seperti Austria, Cekoslowakia, Prancis, Finalandia, Jerman, Inggris, Itali,

Belanda, Rusia dan lain-lain (Wahyu, 2003).

14
Tabel 1
Daftar Gangguan Sumber Gangguan Getaran European Industrial In
Which Clinical Evidence Of Over Exposure Of Workes To
Vibration Has Been Reported

Common vibration
Industri Type Vibration
source
Agriculture Whole body Tractor operation
Boller making
Segmental Pneumatic tools
contruction
Heavy equipment
Whole body vehicles.
Diamond cutting
Segmental Pneumatic drills,
jackhamens, etc
Forestry Segmental Vibrating handtool
Foundries Segmental Tractor operation
Fumiture manufacture Segmental Vibrating cleavers
Iron & steel Segmental Pneumatic chisels
Lumber Segmental Vibrating hand tool
Machine tools Segmental Chain saws
Mining Whole body Brating hand tools
Vehicie operators
Riveting Segmental
rock drills
Rubber Segmental Hand tool
Pneumatic stripping
Sheet metal Segmental
hand tools
Pneumatic hand
Shipyards Segmental
tools
Sewing machines
Textile Segmental
looms
Transportation
(operators & Whole body Vehicle operation
passengers)
Sumber: Wahyu, 2003

Menurut Subaris (2008) beberapa sumber getaran adalah sebagai

berikut:

1. Alam

Alam merupakan fenomena geologi yang mengakibatkan

gelombang (gerakan bumi) sehingga menimbulkan masalah

15
pencemaran getaran yang bersumber dari getaran tektonik dan getaran

vulkanik.

2. Aktivitas Manusia

Getaran berasal dari gerakan/gesekan mesin dan alat-alat kerja lain

yang menimbulkan getaran. Contoh sumbernya adalah mesin-mesin

produksi, mesin bor, pneumatic, pahat, gerinda, gergaji serta aktivitas

mesin yang menimbulkan gesekan dan getaran.

D. Nilai Ambang Batas (NAB) Getaran

Nilai Ambang batas getaran adalah batas maksimal tingkat getaran

yang diperbolehkan dari usaha atau kegiatan pada media padat

sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan

kesehatan serta keutuhan bangunan. Penetapan baku tingkat getaran ini

telah diatur dalam suatu Surat Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 49 Tahun 1996 sebagai berikut:

16
Tabel 2
Nilai Ambang Batas Getaran untuk Kenyamanan dan Kesehatan

Nilai Tingkat Getaran (10-6 meter) dalam micron


Frekuensi
(Hz) Tidak Tidak
Mengganggu Menyakitkan
Mengganggu Nyaman
4 < 100 100-500 > 500-1000 > 1000
5 < 80 80-350 > 350-1000 > 1000
6,3 < 70 70-275 > 275-1000 > 1000
8 < 50 50-160 > 160-500 > 500
10 < 37 37-120 >120-300 > 300
12,5 < 32 32-90 > 90-220 > 220
16 < 25 25-60 > 60-120 > 120
20 < 20 20-40 > 40-85 > 85
25 <7 17-30 > 30-50 > 50
31,5 <2 12-20 > 20-30 > 30
40 <9 9-15 > 15-20 > 20
50 <8 8-12 >12-15 > 15
63 <6 6-9 >9-12 > 12
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1996

Pajanan vibrasi pada seluruh tubuh, khususnya pada peralatan

transportasi, sesuai dengan kebutuhannya dikenal beberapa kriteria nilai

ambang batas (Harrianto, 2009):

1. Nilai ambang batas rasa nyaman digunakan untuk menjamin rasa

nyaman penumpang di layanan transportasi publik (kereta api bus dan

lain-lain)

2. Nilai ambang batas rasa lelah digunakan untuk menjamin

terpeliharanya efisiensi kerja operator, misalnya tetap dapat

menggerakkan tuas pengendali atau membaca ukuran dengan akurat.

3. Nilai ambang batas pajanan digunakan untuk menjamin kesehatan dan

keselamatan pekerja, bebas dari gangguan kesehatan akibat pajanan,

seperti nyeri pinggang, cedera pada organ dalam dan lain-lain.

17
Usaha-usaha untuk membuat standar pemajanan terhadap getaran telah

dikembangkan. Salah satunya diusulkan oleh Organisasi Standar

Internasional (ISO), kriteria ini berlaku untuk getaran-getaran yang

dihantarkan ke bagian paha/kaki orang yang sedang berdiri atau duduk dan

dapat digunakan sebagai petunjuk untuk getaran seluruh tubuh.

Tabel 3
Besar intensitas Getaran dan Lamanya waktu
Pemajanan yang Diperbolehkan

Lamanya Waktu Pemajanan yang


Intensitas Getar (dB)
Diperbolehkan
132-135 1-6 menit
128-132 6-30 menit
118-128 ½-2 jam
111-118 2-5 jam
111-112 5-10 jam
110-112 10-16 jam
108-110 16-24 jam
>108 >24 jam
Sumber: Internasional For Standarization (ISO 2531 – 1983)

Cara untuk mengetahui nilai ambang batas dilakukan dengan

mengukur getaran yang ada kemudian dibandingkan dengan NAB yang

diijinkan. Berikut ini NAB getaran berdasarkan Keputusan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011.

18
Tabel 4
Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan

Nilai Percepatan Pada Frekuensi Dominan


Jumlah Waktu
Pemajanan per Hari m/det2 Gravitasi (1 grav = 9,81
Kerja m/s2)
4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,4
2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61
1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81
Kurang dari 1 jam 12 1,22
Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011

Berdaskan data tersebut, menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011, bahwa Nilai Ambang Batas (NAB)

getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada

lengan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 m/s2.

E. Dampak Getaran terhadap Kesehatan

Paparan vibrasi pada seluruh tubuh merupakan faktor risiko yang dapat

berkontribusi untuk menyebabkan cidera khususnya di tulang belakang

dan leher serta punggung bagian bawah. Paparan getaran dengan jangka

panjang akan menyebabkan keluhan muskuloskeletal dan terjadi

penurunan rasa dan ketangkasan tangan (Fajri, 2015).

Menurut Wahyu (2003) penyakit akibat getaran mekanik sesuai

pajanan dibedakan menjadi penyakit akibat getaran mekanik seluruh badan

dan penyakit akibat getaran setempat.

19
1. Penyakit Akibat Getaran Mekanik pada Seluruh Badan

Tenaga kerja yang terkena adalah mereka yang bekerja pada suatu

pelataran (platform) yang bergetar seperti tenaga kerja pada stasiun

hidroelektrik, pilot helikopter, pengemudi lori, pengemudi traktor dan

sebagainya. Gangguan pada pembuluh darah koroner dan otak timbul

sebagai tanda kelainan pembuluh darah yang menyeluruh. Pada wanita

hamil mungkin terjadi keguguran. Dalam jangka panjang getaran

seluruh badan antara lain menimbulkan low back pain, kelainan discus

invertebralis dan kelainan degeneratif tulang belakang tersering daerah

lumbal. Pada kaki dapat terjadi kelainan degeneratif tulang kaki,

karena pajanan getaran antara 40-50 Hz, namun dari data yang belum

dapat ditentukan hubungan dosis dan efek getaran (Griffin, 1998 dalam

Wahyu, 2003).

2. Penyakit Akibat Gerakan Mekanik Karena Getaran Setempat (Pada

Bagian Badan)

Penyakit karena getaran setempat disebabkan oleh getaran

frekuensi antara 50-100 Hz, menurut beberapa peneliti sampai 20 Hz.

Gangguan meliputi gangguan pembuluh darah perifer, gangguan

sistem syaraf perifer, gangguan sistem tulang dan sendi serta gangguan

jaringan otot.

20
a. Gangguan Pembuluh Darah Perifer

Penyakit ini dikenal sebagai raynoud’s phhenomen yaitu

gangguan pembuluh darah perifer dengan manifestasi serangan

vasospatik yang datang secara spontan karena pemaparan hawa

dingin atau air dingin. Mekanisme serangan ini adalah disebabkan

oleh meningkatnya tonus pusat-pusat sub kortikal serta pusat-pusat

simpatik pada berbagai tingkat susunan syaraf.

b. Gangguan pada Syaraf Perifer

Penyakit ini biasanya bersama-sama dengan gangguan lain,

yang tersering ditemukan adalah neuritis, polyneuritis, radikulitis

dan pleksitis. Gangguan syaraf tidak sesuai dengan berat gangguan

vosospatik (Lukas, 1970 dalam Wahyu, 2003) melakukan

penelitian terhadap 108 orang tenaga kerja yang mendapat

gangguan neurologic oleh karena getaran mekanik dengan

pemeriksaan EMG dan rontgemologik. Ia menyimpulkan bahwa

tenaga dan lengan akan mengalami gangguan pada neuron perifer.

c. Gangguan pada Tulang dan Sendi

Getaran frekuensi rendah memberikan efek yang khas terhadap

sistem tulang dan sendi ini. Gangguan jenis ini timbul relatif sering

di lingkungan tenaga kerja yang meliputi 20-40% tenaga kerja.

Keadaan timbul karena perubahan degenaratif yang disebabkan

oleh penciutan pembuluh darah sehingga timbul kerusakan tulang

rawan sendi, permukaan persendian, bahkan kadang-kadang

21
mengenai tulang-tulang, sebagai tambahan timbul suatu reaksi

osteoperiosteal. Kelelahan karena fisik (statis) memperberat kerja

perkembangan penyakit dan pemeriksaan rontgen foto didapatkan

perubahan pada permukaan persendian, terjadi ossifikasi kapsul

dan ligamen, arthritis dan styloiditis dari radius dan cubitus. Pada

tulang ditemukan penebalan atau penipisan jaringan tulang,

timbulan kista pada tulang kecil metacarpus, kadang-kadang

disertai pusat penebalan tulang atau kista nekoosis aseptic, terlihat

adanya eksostosis, enostosis dan sebagainya. Kelainan yang

tersering menurut urutan presentase timbulnya adalah pada sendi

siku, persendian pada telapak tangan dan bahu.

d. Gangguan Jaringan Otot

Gangguan sementara berupa mitosis dan tendinitis yang

ditandai oleh bertambahnya koloid dalam serat otot disertai

pemaparan getaran yang berlangsung lama, mengenai kelompok

kecil otot seperti pada telapak tangan dan bahu. Pada akhir

perjalanan penyakit timbul atrofi atau kontraktur, kadang-kadang

ditemukan penurunan tonus otot serta kekuatannya berkurang.

e. Kelainan patologi anatomi

Dampak klinis akibat over exposure terhadap getaran selama

mempergunakan peralatan tangan dapat dibagi dalam 2 kategori

sebagai berikut:

22
1) Raynaud’s Syndrome

Raynaud’s syndrome dikenal juga sebagai deaf fingers atau

white fingers. Syndrome ini umumnya terjadi pada jari-jari

pekerja yang mempergunakan peralatan yang menimbulkan

getaran (vibrator). Getaran yang ditimbulkan oleh vibrator

mengakibatkan sirkulasi pada jari-jari menjadi tidak baik dan

apabila terapapar temperatur/suhu rendah jari–jari tangan

berubah menjadi pucat/putih, kebal dan agak kaku. Kondisi ini

biasanya berubah normal kembali bila jari–jari tersebut

dihangatkan untuk beberapa saat lamanya, tetapi untuk pekerja

yang telah lama bertahun–tahun terpapar cacat ini menjadi

permanen. Terjadinya syndrome ini akibat absorbs energi

getaran secara komulatif yang sangat dipengaruhi oleh faktor

usia pekerja. Kasus ini banyak dilaporkan terjadi pada pekerja

yang terpapar getaran dengan frekuensi 40-125 Hz, setelah

mengalami pemaparan beberapa bulan lamanya.

2) Neuritis dan Degenaratif

Neuritis dan degeneratif terjadi pada syaraf ulnar dan

axillar yang mengakibatkan hilangnya sensasi sentuhan dan

sensasi terhadap panas sebagaimana juga melemahnya otot-otot

bahkan dapat terjadi paralysis dan keabnormalan dari sistem

syaraf pusat.

23
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang

mengenai tubuh (Sucipto, 2014):

1. 3-9 Hz: akan timbul resonansi pada dada dan perut.

2. 6-10 Hz: dengan intensitas 0.6 gram tekanan darah,denyut jantung

pemakaian O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas

1.2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.

3. 10 Hz: leher, kepala, pinggul kesatuan otot dan tulang akan

beresonansi.

4. 13-15 Hz: tenggorokan akan mengalami resonansi

5. > 20 Hz: tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot

menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.

F. Pengendalian Bahaya Getaran

Menurut (Wahyu, 2003), tindakan untuk mencegah penyakit akibat

getaran mekanik mencakup tindakan pada:

1. Jarak Pemaparan

Semakin jauh jarak seseorang dari sumber getaran akan semakin

kecil intensitas yang diterima orang tersebut, tetapi berbeda dengan

faktor-faktor fisik lainnya dimana jarak pemaparan ini bisa diperbesar,

pada getaran mekanik sulit dipraktekkan karena pada umumnya selalu

ada kontak antara sumber getaran dengan bagian tubuh dalam

mengoperasikan alat kerja tersebut, kecuali bila alat-alat tangan seperti

gerinda, chain saw tersebut, kontak ini dapat dihindarkan. Hal ini

mungkin pada alat-alat yang besar seperti alat pemancang untuk

24
fondasi bangunan, tetapi tidak mungkin alat-alat pegangan yang mudah

dibawa.

2. Intensitas Getaran Alat

Intensitas getar alat untuk mengurangi akibat yang timbul akibat

getaran mekanik ini perlu dipilih alat kerja yang menghasilkan

intensitas pemaparan yang tidak terlalu tinggi. Cara substitusi mulai

digunakan untuk mengurangi pemaparan ini. Pada getaran yang

bersifat steady state dapat diusahakan mengurangi intensitasnya

dengan menetralisis gaya atau kopel counter balance untuk gaya atau

kopel tersebut dalam keadaan dinamik. Selain itu dapat diusahakan

mengisolir getaran dari badan ke bagian tangan atau bagian-bagian

yang akan berhubungan dengan bagian tubuh lainya seperti tempat

duduk, tempat berpijak atau sandaran punggung kepala. Dalam hal

mengisolir getaran ini dapat digunakan bermacam-macam bahan

seperti:

a. Karet alam/sintesis

b. Pegas metal

c. Bahan lain seperti gabus, karet busa atau gumpalan wool.

Fungsi isolator adalah untuk mengurangi gaya yang dihantarkan

atau amplitudo getaran yang besarnya tergantung dari transmissibility,

yaitu ratio antara gaya sumber getaran dengan gaya yang diteruskan

atau ratio amplitudo sumber getaran dengan amplitude yang

diteruskan.

25
3. Waktu Pemaparan

Energi yang dipindahkan oleh suatu getaran tergantung pada lama

pemaparan. Semakin panjang waktu pemaparan akan semakin banyak

energi yang dipindahkan. Dalam hal mengurangi kemungkinan

terjadinya penyakit akibat getaran mekanik menganjurkan waktu

pemaparan terhadap getaran mekanik ini tidak lebih dari 2 jam sehari.

Hal yang sama juga diajukan oleh (ILO, 1976 dalam Wahyu, 2003).

Tahun 1979 kurang lebih menerbitkan rancangan yang memuat

pedoman waktu pemaparan untuk getaran yang dihantarkan ke tangan.

4. Alat Pelindung Perorangan

Pelindung dapat mengurangi energi getaran yang dihantarkan

bagian tubuh manusia. Peredam umumnya digunakan bahan-bahan

yang kenyal seperti karet, karet busa, plastik busa, wool dan

sebagainya. Evektivitas peredam tergantung dari kekenyalan bahan,

yang terbaik adalah dengan kekenyalan sedang.

5. Pengendalian Lingkungan

Faktor lingkungan terutama iklim kerja, banyak mempengaruhi

timbulnya pajanan penyakit akibat getaran yang mengenai pembuluh

darah perifer karena itu pada tempat kerja yang beriklim dingin perlu

diambil langkah-langkah perlindungan seperlunya.

Lasmaria (2011) menuliskan, pengendalian getaran di tempat kerja

sangat dibutuhkan untuk mengurangi dampak yang dapat merugikan bagi

pekerja itu sendiri maupun perusahaan tempat ia bekerja. Pengendalian

26
dimulai dari pekerjaan yang memiliki risiko tinggi, sedang dan kemudian

risiko rendah. Pengendalian yang dapat dilakukan mengacu pada hirarki

pengendalian, yaitu:

1. Eliminasi.

Hirarki teratas yaitu eliminasi atau menghilangkan bahaya getaran

dilakukan pada saat desain. Tujuannya adalah untuk menghilangkan

kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu sistem

karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya getaran

merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya

mengandalkan perilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun

demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu

praktis.

2. Subtitusi

Penggantian alat-alat yang sudah berumur yang dapat menghasilkan

getaran tinggi dengan alat-alat yang baru yang mengahasilkan getaran

yang rendah. Dapat juga dengan mengganti metode kerja yang selama

ini digunakan.

3. Engginering control

Memasang peredam getaran di ruangan yang menggunakan mesin

ataupun alat-alat yang dapat menghasilkan getaran yang tinggi guna

mereduksi getaran yang ditimbulkan oleh mesin dan alat-alat tersebut.

27
4. Administrative control

Pengaturan jam kerja atau menerapkan shift kerja bagi pekerja di

ruangan mesin yang mengahsilkan getaran yang tinggi untuk

mengurangi paparan terhadap pekerja tersebut.

5. Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan alat pelindung diri bergantung pada jenis getaran yang

dihasilkan oleh mesin atau alat-alat kerja. Getaran seluruh tubuh

disarankan untuk menggunakan full body protector yang terbuat dari

karet ataupun kulit yang dapat meredam getaran yang ditimbulkan oleh

sumber getaran tersebut. Selain untuk meredam getaran, pelindung

tersebut juga berfungsi untuk menjaga suhu tubuh tetap hangat untuk

mengurangi resiko vibration white finger sedangkan alat pelindung

untuk getaran setempat atau hand arm vibration disarankan untuk

menggunakan sarung tangan yang berbahan baku karet maupun kulit.

6. Pemeriksaan kesehatan

Pemeriksaan kesehatan perlu diadakan agar kita mengetahui

kemungkinan terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh paparan vibrasi

yang terlalu sering ataupun terlalu tinggi.

28
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Lokasi dan Waktu Percobaan

Praktikum dilaksanakan pada hari Selasa, 05 April 2016 pukul 09.00

WITA sampai selesai. Untuk pengukuran segmental vibration

dilaksanakan di Laboratorium Terpadu FKM Unhas dan untuk pengukuran

whole body vibration dilaksanakan di 5 titik. 4 titik berada di Universitas

Hasanuddin (di depan Fakultas Kedokteran Gigi Unhas, pembelokan pintu

1 Unhas, depan tugu (bundaran Unhas) dan depan Pascasarjana Unhas)

dan 1 titik di depan Universitas Cokroaminoto. Segmental vibration

digunakan untuk mengukur getaran sebagian tubuh dan whole body

vibration digunakan untuk mengukur getaran seluruh tubuh.

B. Alat

1. Segmental Vibration Meter Type VB-8210

Gambar 2. Segmental vibration meter


Sumber: Data Primer, 2016

29
2. Whole Body Vibration Meter Type VB-3233

Gambar 3. Whole body vibration meter


Sumber: Data Primer, 2016

3. Stopwatch

Gambar 4. Stopwatch
Sumber: Data Primer, 2016

30
4. Vacuum Cleaner

Gambar 5. Vacuum Cleaner


Sumber: Data Primer, 2016

5. Angkutan Umum

Gambar 6. Angkutan umum


Sumber: Data Primer, 2016

C. Prinsip Kerja

Vibration meter adalah alat untuk mengukur getaran yang digunakan

pada alat/mesin yang mempunyai getaran pada penggunanya. Alat ini

memiliki beberapa komponen, diantaranya monitor display, sensor

magnet, tombol power, tombol hold dll. Pengukuran dengan menggunakan

segmental vibration, dilakukan dengan cara tombol hold dinyalakan, alat

digenggam bersamaan dengan benda, hubungkan kedua ujung/kabel

31
penghubung antara vibration meter dengan benda. Setelah benda tersebut

dioperasikan oleh pengguna maka akan ada perubahan energi yaitu energi

mekanik menjadi energi listrik selanjutnya pada monitor display

menunjukkan nilai getaran yang dihasilkan oleh benda tersebut.

Pengukuran dengan menggunakan whole body vibration, dilakukan

dengan meletakkan pick up vibration di bawah kaki pengemudi angkutan

umum, kemudian besar getaran dapat dilihat pada monitor display.

D. Prosedur Kerja

1. Segmental Vibration Meter VB-8210

a. Vacuum Cleaner

1) Segmental Vibration meter dan vacuum cleaner disiapkan.

2) Tombol power pada vibration meter ditekan lalu tombol

acceleration (acc) ditekan.

3) Vacuum cleaner dinyalakan lalu dengan detector vibration

meter ditempelkan pada pegangan vacuum cleaner dengan

digenggam.

4) Stopwatch dinyalakan dan kemudian hitung setiap 20 detik.

5) Setelah 20 detik tombol “hold” pada vibration meter ditekan.

6) Hasil pengukuran (dalam m/s2) yang tertera pada display

vibration meter dicatat, setelah itu tombol ”hold” ditekan

kembali lalu lanjutkan pengukuran.

7) Kegiatan diulang sampai 4 kali pengukuran.

32
2. Whole Body Vibration Meter type VB-3233

a. Angkutan Umum

1) Vibration meter disiapkan terlebih dahulu.

2) Vibration pick up diletakkan di dekat kaki supir angkutan

umum.

3) Tombol on pada whole body vibration meter ditekan dan

stopwatch dinyalakan saat angkutan umum mulai berjalan.

4) Setelah 3 menit, tekan tombol Hold dan nilai yang muncul pada

display vibration meter dicatat.

5) Kegiatan ini diulangi sebanyak 5 kali setiap 3 menit dan pada 5

titik yang telah ditentukan sebelumnya.

Keterangan 5 titik:

a) Titik 1, di depan Fakultas Kedokteran Gigi

b) Titik 2, pembelokan pintu 1 Unhas

c) Titik 3, di depan Universitas Cokroaminoto

d) Titik 4, depan tugu (bundaran unhas)

e) Titik 5, depan Pascasarjana Unhas.

33
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Adapun hasil pengukuran getaran pada alat vacuum cleaner yang

dilakukan di Laboratorium Terpadu FKM Unhas dan juga pada angkutan

umum di sekitar Universitas Hasanuddin dan di depan Universitas

Cokroaminoto yaitu:

1. Pengukuran Intensitas Getaran Vacuum Cleaner

Pengukuran intensitas getaran vacuum cleaner diukur dengan

menggunakan segmental vibration meter selama 20 detik dengan 4 kali

pengukuran, hasil pengukuran getaran vacuum cleaner adalah sebagai

berikut:

Tabel 5
Hasil Pengukuran Intensitas Getaran Vacuum Cleaner
Menggunakan Alat Segmental Vibration Meter
di Laboratorium Terpadu FKM Unhas
Tahun 2016

Percobaan 1
20 Detik
I II III IV Rata-rata
0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Sumber: Data Primer, 2016

0.2+0.2+0.2+0.2+0.2
Rata-rata= = 0.2 m/s2
4

Berdasarkan hasil pengukuran tabel 5 di atas, getaran pada vacuum

cleaner diperoleh hasil pada percobaan I, II, III dan IV adalah sama,

34
yaitu sebesar 0.2 m/s2. Rata-rata hasil yang diperoleh dari keempat

pengukuran tiap 20 detik adalah 0.2 m/s2.

2. Pengukuran Intensitas Getaran Mobil Angkutan Umum

Hasil pengukuran getaran pada kendaraan umum dengan

melakukan dua pengukuran yaitu di 5 titik yang telah ditetapkan dan

setiap 3 menit, didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut:

Tabel 6
Hasil Pengukuran Intensitas Getaran Angkutan Umum
Menggunakan Alat Whole Body Vibration Meter
di Sekitar Kampus Universitas Hasanuddin
Tahun 2016

Percobaan I
3 Menit
Rata-
I II III IV V
rata
41.9 43.5 41.4 40.9 42.7 42.08
Sumber: Data Primer, 2016

41.9+43.5+41.4+40.9+42.7
Rata-rata= = 42.08 dB
5

Berdasarkan tabel 6 di atas didapatkan hasil pengukuran getaran

pada mobil angkutan umum dengan pengukuran per tiga menit

diperoleh hasil tertinggi pada pengukuran ke II yaitu 43.5 dB dan hasil

terendah pada pengukuran IV yaitu 40.9 dB. Rata-rata hasil yang

diperoleh dari kelima pengukuran tiap 3 menit adalah 42.08 dB.

35
Tabel 7
Hasil Pengukuran Intensitas Getaran Angkutan Umum
Menggunakan Alat Whole Body Vibration Meter
di Sekitar Kampus Universitas Hasanuddin
Tahun 2016

Pengukuran pada Nilai (dB)


Depan Fakultas Kedokteran Gigi Unhas 45.2
Pembelokan Pintu 1 Unhas 42.2
Depan Universitas Cokroaminoto 43.0
Tugu Mandiri (Bundaran Unhas) 41.2
Pascasarjana Unhas 42.3
Jumlah 213.9
Rata-rata 42.78
Sumber: Data Primer, 2016

45.2+42.2+43.0+41.2+42.3
Rata-rata= = 42.78 dB
5

Berdasarkan tabel 7 di atas didapatkan hasil pengukuran getaran

pada mobil angkutan umum dengan pengukuran pada beberapa titik

tertentu diperoleh hasil tertinggi di depan Fakultas Kedokteran Gigi

Unhas yaitu 45.2 dB dan hasil terendah pada pengukuran di Tugu

Mandiri (Bundaran Unhas) yaitu 41.2 dB. Rata-rata hasil yang

diperoleh dari pengukuran tersebut yaitu 42.78 dB.

B. Pembahasan

1. Vacuum Cleaner

Vacuum cleaner adalah alat untuk membersihkan debu. Cara kerja

dari vacuum cleaner yaitu dengan cara memanfaatkan perbedaan

tekanan. Fan (kipas) akan mengurangi tekanan di dalam vacuum

cleaner sehingga tekanan atmosfir akan mendorong udara luar masuk

36
ke dalam vacuum cleaner sehingga debu akan ikut masuk ke dalam

kantong debu di dalam vacuum cleaner.

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas getaran pada vacuum

cleaner diperoleh hasil pada percobaan I, II, III dan IV adalah sama,

yaitu sebesar 0.2 m/s2. Rata-rata hasil yang diperoleh dari kelima

pengukuran tiap 20 detik adalah 0.2 m/s2.

Hasil pengukuran ini menandakan bahwa getaran yang ada pada

vacuum cleaner berada dalam intensitas getaran yang relatif aman.

Sebagaimana sesuai dengan standar intensitas getaran yang tercantum

dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13

Tahun 2011 menyatakan bahwa Nilai Ambang Batas (NAB) getaran

pada alat kerja dengan pekerjaan yang dilakukan selama 4 jam dan

kurang dari 8 jam adalah sebesar 4 m/s2.

Cara pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir

dampak dari getaran yang timbul adalah menggunakan alat pelindung,

seperti sarung tangan untuk mengurangi paparan getaran serta dapat

memodifikasi kerja untuk mengurangi paparan getaran dilakukan

dengan mendesain ulang alat-alat yang bergetar untuk

meminimalisasikan pajanan pada tangan dan lengan pekerja.

2. Mobil Angkutan Umum

Angkutan umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan

dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan

umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus dan

37
sebagainya), kereta api, angkutan air dan angkutan udara (Warpani,

1990 dalam Krishnawan, 2010). Jenis getaran yang ditimbulkan oleh

angkutan umum yaitu whole body vibration.

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas getaran pada angkutan

umum (07) yang beroperasi di sekitar Universitas Hasanuddin,

diperoleh hasil tertinggi dengan pengukuran per tiga menit yaitu pada

pengukuran ke II yaitu 43.5 dan hasil terendah pada pengukuran IV

yaitu 40.9 dB. Rata-rata hasil yang diperoleh dari kelima pengukuran

tiap 3 menit adalah 42.08 dB.

Hasil pengukuran ini menandakan bahwa getaran yang ada pada

angkutan umum sekitar kampus masih relatif aman, sebagaimana yang

tercantum dalam standar ISO 2531-1983 bahwa pekerja yang bekerja

selama 5-10 jam diperbolehkan terpapar getaran 111-112 dB. Untuk

hasil pengukuran intensitas getaran angkutan umum pada 5 (lima) titik

yang telah ditentukan di sekitar kampus Universitas Hasanuddin

menurut tempat atau jalur yang dilalui didapatkan hasil pengkuran

tertinggi di depan Fakultas Kedokteran Gigi Unhas yaitu 45.2 dB dan

hasil terendah pada pengukuran di Tugu Mandiri (bundaran unhas)

yaitu 41.2 dB. Rata-rata hasil yang diperoleh dari pengukuran tersebut

yaitu 42.78 dB.

Berdasarkan hasil pengamatan selama di atas angkutan umum,

intensitas getaran semakin besar ketika kondisi permukaan jalan tidak

rata atau berbatu-batu dan ketika angkutan tersebut meningkatkan

38
kecepatannya. Bagian tubuh dari pekerja yang terpapar getaran

meliputi seluruh badan dan pada bagian lengan dan tangan. Pengaruh

getaran pada seluruh badan akan mengakibatkan penglihatan kabur,

sakit kepala, otot berkontraksi spontan, sehingga tidak dapat

mengerjakan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian (Harrianto,

2009).

39
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan maka praktikan

dapat menarik kesimpulan, sebagai berikut:

1. Mengukur nilai intensitas paparan getaran digunakan alat vibration

meter type VB-8210 untuk mengukur getaran setempat (segmental

vibration). Alat tersebut digunakan dengan cara dinyalakan kemudian

ujung detektor ditempelkan pada tempat dimana bagian tubuh terpajan

dari getaran yang dihasilkan oleh mesin tersebut. Kemudian untuk

mengukur getaran seluruh badan atau whole body vibration dapat

diukur menggunakan vibration level meter type 3233 dimana bagian

alatnya yaitu vibration pick up diletakkan di bawah kursi pengemudi

(supir).

2. Hasil pengukuran segmental vibration pada alat vacuum cleaner

diperoleh nilai rata-rata sebesar 0.2 m/s2. Hasil pengukuran ini

menandakan bahwa getaran yang ada pada vacuum cleaner berada

dalam intensitas getaran yang relatif aman. Hal ini sesuai dengan

standar intensitas getaran yang tercantum dalam Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011 menyatakan

bahwa Nilai Ambang Batas (NAB) getaran pada alat kerja dengan

pekerjaan yang dilakukan selama 4 jam dan kurang dari 8 jam adalah

sebesar 4 m/s2. Pada pengukuran whole body vibration, nilai rata-rata

40
yang dihasilkan pada pengukuran 3 menit adalah 42.08 dB dan 42.78

dB pada pengkuran di beberapa titik yang ditentukan. Hasil

pengukuran ini menandakan bahwa getaran yang ada pada angkutan

umum sekitar kampus yang diukur menurut tempat masih dalam

intensitas getaran yang relatif aman, sebagaimana yang tercantum

dalam standar ISO 2531-1983 bahwa pekerja yang bekerja selama 5-10

jam diperbolehkan terpapar getaran kurang dari 111-112 dB. Nilai

tertinggi di dapatkan pada saat angkutan berada di depan Fakultas

Kedokteran Gigi Unhas yaitu sebesar 45.2 dB dan terendah di dekat

tugu Mandiri (bundaran) yaitu 41.2 dB.

B. Saran

Setelah melakukan praktikum ini, beberapa hal yang dapat dijadikan

saran dari penulis terhadap pengaplikasian K3 mengenai efek getaran pada

pekerja adalah sebagai berikut:

1. Menggunakan Alat pelindung diri (APD), yaitu bisa berupa peredam

atau sarung tangan dari karet/kulit untuk mengurangi intensitas getaran

dan keterpaparan langsung getaran ke tangan pekerja.

2. Pengaturan waktu kerja serta istirahat untuk mengurangi waktu

pemaparan getaran terhadap pekerja.

3. Untuk supir angkutan umum hendaknya memberikan busa yang lebih

tebal pada jok tempat duduknya untuk meredam getaran.

41
DAFTAR PUSTAKA

Cindyastira, Dimi. 2014. Hubungan Intensitas Getaran dengan Keluhan


Muskuloskeletal Disorders (Msds) pada Tenaga Kerja Unit Produksi
Paving Block CV. Sumber Galian Makassar. Jurnal. Makassar: Universitas
Hasanuddin.
Duthey, Béatrice. 2013. Priority Medicines for Europe and the World A Public
Health Approach to Innovation" – Low Back Pain.
Enrico, Marthin, dkk. 2016. Hubungan antara Umur, Lama Kerja dan Getaran
dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Supir Bus Bus Trayek Bitung-
Manado di Terminal Tangkoko Bitung Tahun 2016. Tesis. Manado:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
Fajri, Puput N. 2015. Faktor-Faktor Sekunder yang Berhubungan dengan
Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Laundry di Kelurahan Muktiharjo
Kidul Semarang Tahun 2015. Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan
Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
Harrianto, Ridwan. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Kedokteran EGC.
Harrington, J M. 2011. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta: Kedokteran EGC.
Hidayat, Muhammad S. 2012. Paparan Getaran Mesin Gerinda dan Keluhan
Subyektif (Hand Arm Vibration Syndrome) pada Tenaga Kerja di Abadi
Dental Laboratorium Gigi Surabaya. Jurnal. Surabaya: Universitas
Airlangga.
Husein, Saddam. 2015. Pengaruh Sudut Potong terhadap Getaran Pahat dan
Kekasaran Permukaan pada Proses Bubut Mild Steel St 42. Skripsi.
Program Studi Strata Satu Teknik Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Jember.
Internasional Labour Organization. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Tempat Kerja. Modul lima. Jakarta: Internasional Labour Office.
ISO, 1983. Internasional For Standaization (ISO 2531 – 1983)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1996. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996 Tentang: Baku Tingkat Getaran.
Krishnawan. 2010. Angkutan Umum. http://e-journal.uajy.ac.id (Diakses tanggal
11 April, 2016).
Lasmaria, N. 2011. Jenis-jenis Getaran. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Martianis, Erwin, dkk. 2012. Analis Getaran pada Pompa Sentrifugal Sistem
Penyambungan Kopling Sabuk untuk Monitoring Kondisi. Jurnal dinamis,
Volume II, no 10 januari 2012.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2011. Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisikadan Faktor Kimia di
Tempat Kerja.
Priatmoko, Dhani. 2012. Analisa Getaran dan Sistem Perporosan pada Reduction
Gear KM.Kumala. Jurnal. Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi
Kelautan ITS.
Purnama, Angga W. 2015. Hubungan Paparan Getaran Mekanis dengan
Kelelahan Kerja dan Gangguan Kesehatan pada Tenaga Kerja Bagian
Produksi PT. Putri Indah Pertiwi Desa Pule, Gedong, Pracimantoro,
Wonogiri. Tesis. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Retyawan, Okky N. 2016. Pengaruh Jenis Proses Pemotongan pada Mesin
Milling terhadap getaran dan Kekasaran Permukaan dengan Material
Aluminium 6061. Skripsi. Surakarta: Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret.
Rusdi, Yusuf. 2012. Hubungan Antara Getaran Mesin pada Pekerja Bagian
Produksi dengan Carpal Tunnel Syndrome Industri Pengolahan Brumbung
Perum Perhutani Unit Jawa Tengah Tahun 2007.Skripsi. Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
Saragih, EC. 2014. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Kecelakaan
Kerja Pembangunan PLTA pada Karyawan PT Global di Desa Simanabun
Kecamatan Silau Kahean Kabupaten Simalungun Tahun 2013. Skripsi.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Secaria, Bhirawa P S. 2014. Hubungan Paparan Getaran Mesin Gerinda dengan
Terjadinya Keluhan Hand Arm Vibration Syndrome pada Pekerja Mebel
Informal. Skripsi. Bagian Kesehatan Lingkungan Dan Kesehatan
Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Subaris, Heru, dkk.2008. Higiene Lingkungan Kerja. Jakarta: Mitra Cendikia
Sucipto, Cecep D. 2014. Keselamatan dan kesehatan Kerja. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Jakarta: Sagung Seto.
Wahyu, Atjo. 2003. Higiene Perusahaan. Makassar: FKM Unhas.
Wahyudi, Wawan. 2011. Hubungan Lama Paparan Getaran dengan Kejadian
CTS pada Pekerja Bagian Penjahitan Tikar Mendong Kelurahan
Purbaratu Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan
Komunitas Indonesia, Volume 7 No 1 Maret 2011.
Widowati, Evi.2011. Getaran Benang Lusi Terhadap Kelelahan Mata.Jurnal
Kesehatan Masyarakat Vol. 7.Semarang: Universitas Negeri Semarang.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PRAKTIKUM GETARAN

Gambar 7. Pengukuran intensitas getaran vacuum cleaner


Sumber: Data Primer, 2016

Gambar 8. Pencatatan dan pengukuran intensitas getaran vacuum cleaner


Sumber: Data Primer, 2016
Gambar 9. Pengukuran intensitas getaran angkutan umum
dengan whole body vibration
Sumber: Data Primer, 2016

Gambar 10. Pencatatan intensitas getaran angkutan umum


Sumber: Data Primer, 2016

Anda mungkin juga menyukai