Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PRAKTIKUM NOISE DOSIMETER

Laporan Ini Dibuat Sebagai Syarat


Dalam Mata Kuliah Bahaya Fisik Dan Psikososial
Program Studi kesehatan Masyarakat

OLEH :
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok : 2 (Dua)
Dosen : Poppy Fujianti, S.KM., M.Sc
Asisten : Ahmad Abu Dzar

LABORATURIUM KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SEIWIJAYA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1. Definisi kebisingan ................................................................................... 3
2.2 Sumber-Sumber Kebisingan..................................................................... 3
2.3 Jenis-Jenis Kebisingan ............................................................................. 4
2.4 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan .................................................. 4
2.5 Dampak Kebisingan ................................................................................. 5
2.6 Faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan ....................................... 6
2.7 Alat Noise Dosimeter ............................................................................... 7
BAB III METODOLOGI PENELIATIAN ........................................................ 8
3.1 Alat dan Bahan .............................................................................................. 8
3.1.1 Alat .................................................................................................... 8
3.1.2 Bahan................................................................................................. 8
3.2 Prosedur Kerja ............................................................................................... 8
3.2.1 Kalibrasi Alat .................................................................................... 8
3.2.2 Cara Kerja ......................................................................................... 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 10
4.1 Hasil Praktikum ...................................................................................... 10
4.1.1 Waktu dan Lokasi ........................................................................... 10
4.1.2 Hasil Pengukuran ............................................................................ 10
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 11
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 14
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Alat Noise Dosimeter.......................................................................8
Gambar 3.1 Flowchart Cara Kalibrasi.................................................................8
Gambar 3.3. Flowchart Cara Kerja......................................................................9
Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Kebisingan.........................................................10

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan..........................................................5
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kebisingan.............................................................10

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lingkungan kerja fisik merupakan segala sesuatu yang ada disekitaran
pekerja baik secara langsung maupun tidak langsung yang dapat mempengaruhi
kondisi karyawan di tempat kerja. Sebagaimana kita ketahui tempat kerja
merupakan tempat dimana pekerja melakukan aktivitas produksi dan juga area
yang sering kali banyak dijumpai berbagai bahaya yang dapat mengancam
keselamatan dan kesehatan pekerja. Namun tidak semua lingkungan menjadi
potensi bahaya yang dapat mengancam kesalamatan dan kesehatan karyawan
tergantung baik buruknya bagaimana cara pengelolaan lingkungan itu sendiri
terhadap kesalamatan dan kesehatan karyawan.

Pada keadaan lingkungan kerja yang nyaman, aman serta sehat,ialah


keadaan dimana kemampuan bahaya-bahaya ditangani secara wajar serta benar,
pekerja bisa diharapkan buat bekerja wajar baik raga ataupun mental, sehingga
industri hendak lebih gampang melakukan bermacam rencana kenaikan
produktivitas kerja, kebalikannya pada tingkatan pengelolaan kualitas area rendah
tau asal- asalan, kesempatan tercapainya target-target dalam perencanaan
produktivitas kerja secara otomatis akan menciptakan hasil yang lebih kecil dalam
artian kurang optimal.

Seiring berjalannya waktu terjadi perkembangan dan kemajuan yang


sangat pesat terutama di bidang teknologi yang menghasilkan beragam inovasi
teknologi di berbagai bidang. Inovasi tersebut menghasilkan berbagai mesin yang
digunakan untuk memudahkan berbagai kegiatan manusia. Namun, dibalik
kemudahan tersebut terdapat banyak gangguan yang dihasilkan, salah satunya
adalah kebisingan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tak pernah terlepas dari suara atau
bunyi. Dari terbangun hingga tertidur lagi bunyi dan suara selalu ada di sekitar
kita. Kicauan burung yang kita dengar di pagi hari atau suara televisi yang kita
tonton sampai tertidur tanpa sengaja suara atau bunyi yang kita dengarkan dengan

1
ambang batas tertentu tidak akan merusak sistem pendengaran kita. Namun,
dalam sebuah kenormalan pasti ada hal yang berbeda. Ada juga suara yang
melebihi tingkat normal manusia untuk dapat mendengarkan yang jika terlalu
lama terpapar dengan frekuensi tertentu akan menyebabkan masalah kesehatan
pada indra pendengaran. Hal tersebut dapat dikenal dengan nama kebisingan.

Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul-molekul


udara di sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran
Sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam
Medium udara menurut pola rambatan longitudinal. Kebisingan yang melebihi
nilai ambang batas dapat menyebabkan gangguan kesehatan, khususnya pada
sistem pendengaran. Kebisingan yang melebihi nilai ambang batas dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, khususnya pada sistem pendengaran.

Oleh karena itu, diperlukannya pengukuran nilai kebisingan untuk


mengetahui apakah tingkat kebisingan suatu tempat dapat membahayakan
kesehatan atau tidak. Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga
kerja seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komuikasi dan
ketulian atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan
pendengaran seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan,
menurunnya performa kerja, kelelahan dan stress. Bunyi yang menimbulkan
kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini
mengganggu keseimbangan molekul-molekul udara di sekitarnya sehingga
molekul-molekul udara ikut bergetar.

Kebisingan secara keseluruhan dapat menimbulkan gangguan pada


lingkungan termasuk semua makhluk hidup lainnya. Maka dari itu ditetapkanlah
sebuah nilai ambang batas berdasarkan satuan atau durasi waktu terpapar
instensitas kebisingan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11
Tahun 1996 dan dituliskan kembali pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Nomor 5 Tahun 2018. Peraturan yang dibuat tersebut untuk melindungi manusia
khususnya pekerja pada sektor yang banyak menimbulkan kebisingan. (RI, 2018)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi kebisingan


Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2018, kebisingan ialah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Kebisingan adalah bunyi
yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu dan
tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan. Bising adalah bunyi yang tidak disukai, suara yang
mengganggu(Andriani, 2017). Sedangkan, menurut Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No 48 Tahun 1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak
diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyaman lingkungan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebisingan merupakan
suara ataupun bunyi dalam intensitas dan frekuensi tertentu yang bersumber dari
alat-alat produksi maupun alat-alat kerja lainnya yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan dan makhluk hidup lainnya.

2.2 Sumber-Sumber Kebisingan


Sumber kebisingan merupakan sumber suara atau bising yang
menyebabkan kebisingan tersebut terjadi. Sumber kebisingan biasa berasal dari
alat-alat produksi atau alat-alat kerja. Berikut sumber kebisingan yang ada
berdasarkan macamnya yaitu:
1. Mesin : Kebisingan yang ditimbulkan akibat aktivitas yang dilakukan oleh
mesin-mesin yang ada.
2. Vibrasi : Kebisingan yang disebabkan oleh vibrasi atau getaran dapat berupa
gesekan, benturan, dan ketidakseimbangan.
3. Pergerakan udara, gas, dan cairan : Kebisingan yang disebabkan dari
pergerakaan udara, gas, dan cairan dalam sebuah proses industri yang terjadi.

3
2.3 Jenis-Jenis Kebisingan
Kebisingan yang ada biasanya berasal dari berbagai frekuensi yang
berbeda dengan besaran desibel (dBA) yang berbeda-beda. Berdasarkan hal
tersebut, kebisingan dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Kebisingan kotinyu : Kebisingan kotinyu adalah kebisingan spektrum
frekuensi yang luas fluktuasi intensitas kebisingan tidak lebih dari 6 dBA.
2. Kebisingan terputus-putus : Kebisingan terputus-putus adalah bunyi mengeras
dan melemah secara perlahan-lahan.
3. Kebisingan impulsif : Kebisingan impulsif adalah waktu untuk dibutuhkan
sampai puncak atau maksimalnya kurang dari 65 m/s dan waktu yang
dibutuhkan untuk kehilangan pendengaran karena terjadinya tingkat
kenyaringan yang tinggi.
4. Kebisingan implusif berulang : bising yang sama dengan bising influsif hanya
saja bising ini terjadi secara beruluang.

2.4 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan


Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor bahaya di tempat kerja
sebagai kadar atau intesitas rata-rata tertimbang waktu yang dapat diterima tenaga
kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam
pekerjaannya sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu.
Nilai ambang batas yang aman bagi pekerja untuk bekerja selama 8
jam/hari ialah dengan intensitas kebisingan sebesar 95 dB, dan untuk rentan waktu
bekerja selama 30 menit ialah dengan intensitas kebisingan sebesar 97 dB, serta
untuk waktu 0,11 detik/hari besar Nilai Ambang Batas (NAB) yang
diperbolehkan yaitu dengan intensitas kebisingan sebesar 139 dB (‘Permenaker
No. 5 tahun 2018’, no date).

4
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu Pemaparan Per
Intensitas Kebisingan Dalam dBA
Hari
8 Jam 85
4 88
2 91
1 94

30 Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112

28,12 Detik 115


14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Sumber : Permenaker RI No 5 Tahun 2018

2.5 Dampak Kebisingan


Dampak kesehatan yang ditimbulkan dapat beragam dari mulai fisiologis
hingga gangguan psikologis. Berikut dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh
kebisingan:
1. Fisiologis : Gangguan fisiologis yang didapatkan sebagai dampak
kesehatan dari kebisingan yaitu dapat berupa menurunkan kinerja otot,
gangguan sensoris, peningkatan denyut nadi hingga tekanan darah. Selain
itu juga berupa gangguan pada sistem pendengaran yaitu: Penurunan
fungsi pendengaran, penurunan fungsi pendengaran tidak seperti biasanya
dan Kerusakan pendengaran, dapat berupa ketulian sementara atau
permanen.

5
2. Komunikasi : Gangguan komunikasi yaitu gangguan yang menyebabkan
komunikasi antar pekerja tidak berjalan semestinya akibat suara atau bunyi
yang tinggi.
3. Keseimbangan : Gangguan keseimbangan diakibatkan terpapar suara atau
bunyi dengan intensitas tinggi seakan-akan pekerja merasakan berjalan di
45 ruang angkasa.
4. Psikologis : Untuk gangguan psikologis berupa gangguan yang menyerang
psikis sepeti gangguan tidur, perasaan terganggu, stress, dan gangguan
psikis.

Terpapar tingkat kebisingan menempatkan mereka pada risiko gangguan


pendengaran. Beberapa pekerja mungkin dapat beresiko karena ototoxic. Terpapar
bahan kimia. Gangguan pendengaran dapat menghalangi komunikasi,
berkontribusi terhadap keselamatan di tempat kerja dan merugikan aspek lain
kehidupan pekerja. NIHL merupakan penyakit akibat kerja yang telah dikenal
pada abad dl mana Bemardo Ramazz ini menggambarkan suatu ketulian di
Venetran Coppersmith yang timbul dari suara pukulan bunyian palu yang terus
menerus. Tingkat ambang kebisingan 85 dB atau lebih besar mungkin berada
dalam bahaya pendengaran (Herawati, 2017).

2.6 Faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan


1. Intensitas
Intensitas bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia berbanding
langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan oleh
getaran dalam rentang yang masih dapat di dengar. Jadi, tingkat tekanan
bunyi di ukur dengan logaritma dalam desibel (dB).
2. Frekuensi
Frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara 16-
20000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250- 4000 Hertz.
3. Durasi
Efek bising yang mengganggu dan merugikan manusia sebanding dengan
lamanya terpapar bising dan berhubungan dengan jumlah total energi yang
mencapai telinga dalam.

6
2.7 Alat Noise Dosimeter
Pengukuran kebisingan adalah memperoleh data tentang frekuensi dan
intensitas kebisingan di perusahaan atau dimana saja serta menggunakan data
hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut,
sehingga tidak menimbulkan gangguan. Noise Dosimeter merupakan alat yang
dipakai untuk mengukur tingkat kebisingan yang dialami pekerja . Alat ini dapat
mengukur selama 8, 10, 12 jam atau berapa pun lamanya. Meter tingkat suara
akan memberikan hasil berupa angka yang dapat dibandingkan dengan aturan
batas maksimum (85 dBA untuk shift selama 8 jam, 40 jam per minggu, batasnya
akan lebih rendah untuk waktu kerja yang lebih lama).

7
BAB III
METODOLOGI PENELIATIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Gambar 3.1 Alat Noise Dosimeter

3.1.2 Bahan
-

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Kalibrasi Alat

Set respon time Masukkan


Set alat pada
pada slow sensor SLM
mode SLM
mode pada alat
kalibrasi

Kalibrasi sebaiknya Nyalakan kalibrator


dilakukan saat alat pada 94 Db, lalu stel
akan dilakukan crew kalibrasi hingga
penunjukkan di 94 dB

Gambar 3.2 Flowchart Cara Kalibrasi

8
3.2.2 Cara Kerja

Hidupkan alat dengan menekan tombol power

Tekan tombol mode %Dose, muncul di display alat

Tekan event untuk memilih penyimpanan

Letakkan sensor pada kerah di bawah telinga pekerja

Lakukan pengukuran dengan menekan run, sampai logo


jam timbul di display

Selesai pengukuran, tekan tombo run sampai logo jam


hilang

Sambungkan alat dengan komputer yang telah terinstal


software

Tekan even pada layar komputer sebanyak 2x maka hasil


pengukuran akan muncul

Gambar 3.2 Flowchart Cara Kerja

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

4.1.1 Waktu dan Lokasi


Hari/tanggal : Rabu / 23 Maret 2022
Waktu : 09.00 WIB
Lokasi : Ruang Kelas B1.02 Lantai 1, Gedung Perkuliahan
Fakuktas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

4.1.2 Hasil Pengukuran

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kebisingan

No Kebisingan Intensitas NAB Keterangan


Kebisingan

1 Sumber 47,8 91 dBA Sesuai NAB


Kebisingan

Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Kebisingan

10
4.2 Pembahasan

Dari pengukuran intensitas kebisingan terhadap sumber suara dari rel


kereta api yang di lakukan di ruang kelas Fakultas kesehatan Masyarakat UNSRI.
didapatkan hasil bahwa intensitas kebisingan pada rel kereta api yaitu sebesar 47,8
dBA. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur kebisingan yang
di sebut noise dosimeter, pengukuran ini termasuk ke jenis kebisingan low slow
karena suara yang di timbulkan bersifat continue/berlanjut dan putus-putus.
Pengukuran dilakukan dalam 1 kali dengan waktu 2 menit. Sehingga di dapat
hasil dari pengukuran sebesar 47,8 dBA yang menjadi nilai intensitas kebisingan
pada lingkungan rel kereta api tersebut. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan
berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
Tentang keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja, yaitu 91 dBA selama
2 jam per hari .
Berdasarkan syarat nilai ambang batas kebisingan dengan nilai
pengukuran yang didapat yaitu 47,8 dBA, dapat dilihat intensitas pencahayaan
tersebut memenuhi syarat nilai ambang batas yang berlaku. Hal ini dikarenakan
hasil pengukuran intensitas kebisingan pada sumber suara rel kereta api sebesar
47,8 dBA lebih kecil dari pada nilai ambang batas kebisingan selama 2 jam yaitu
91 dBA. Artinya nilai intensitas kebisingan pada sumber suara rek kereta api
memenuhi nilai ambang batas yang sudah ditetapkan. Sehingga, kebisingan pada
sumber suara rel kereta api tidak membahayakan kesehatan. Melainkan
kebisingan pada rel kereta api memiliki intensitas yang baik. (Fithri, P, dan
Annisa, I, 2015).
Pengukuran intensitas kebisingan ini sangat penting dilakukan karena
kebisingan yang berlebihan dapat menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan
dan yang paling utama yang dapat dirasakan yaitu dapat mengganggu
kenyamanan dalam beraktivitas. Kebisingan menyebabkan berbagai gangguan
terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan
komunikasi, dan ketulian. Banyaknya dampak negatif yang dapat disebabkan oleh
kebisingan yang buruk, maka dari itu perlunya pengendalian dan pemeriksaan
kebisingan secara berkala guna meminimalisir dampak negatif yang mengkin
timbul.

11
Berikut ini beberapa cara untuk menjaga dari terpapar kebisingan yang baik :
1. Pengurangan kebisingan pada sumbernya.
2. Penambatan penghalang pada jalan transmisi.
3. Pemakaian tutup telinga.
4. Mengurangi jam kerja atau peraturan diarea kerja.

Jika terjadi kebisingan secara terus-menerus, maka akan menimbulkan


ketulian secara perlahan, dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Dengan
kondisi seperti ini jarang disadari oleh penderita sehingga ketika penderita baru
menyadari menderita ketulian stadium akhir sudah tidak bisa disembuhkan lagi.
Maka akan mempengaruhi produktivitas dalam bekerja. disamping itu, ketulian
juga akan mengganggu komunikasi.Untuk menghindari kebisingan yang melebihi
ambang batas, dapat dilakukan pengendalian dengan cara melakukan eliminasi
kebisingan apabila kebisingan tersebut berada di tempat kerja maka dilakukan
penggunaan tempat kerja baru dengan konstruksi bangunan yang dapat meredam
kebisingan serendah mungkin, menghindari sumber suara yang keras, serta
memakai alat pelindung telinga (ear muff dan ear plug).
Sebagaimana disebutkan bahwa kebisingan pada intensitas yang lama
dan dalam tingkat tertentu dapat membahayakan psikologi belajar dan kesehatan
siswa yang terpapar oleh sumber kebisingan (Hidayati, 2007). Nilai ambang batas
kebisingan merupakan dosis efektif pajanan kebisingan dalam satuan dBA yang
diterima oleh telinga (organ pendengaran) dalam periode waktu tertentu yang
tidak boleh dilewati oleh pekerja Jika kebisingan melebihi nilai ambang bata maka
efek kebisingan dapat berupa efek pendengaran, seperti gangguan pendengaran.
Jenis kedua adalah efek non auditorik seperti gangguan komunikasi, kebingungan,
stres dan berkurangnya kepekaan terhadap masalah keselamatan kerja.Penelitian
ini mencoba menjelaskan efek dari kebisingan tersebut.
Selain dapat menyebabkan gangguan konsentrasi belajar, kebisingan juga
dapat menyebabkan gangguan komunikasi sebagaimana dijelaskan oleh (Zikri,
2015) disebutkan bahwa kebisingan di area sekolah tersebut melebihi ambang
batas kebisingan sehingga para murid berbicara dengan suara lantang sehingga
tingkat kebisingan yang terukur sangat tinggi (Zuhra, 2019).

12
Kebisingan mempunyai pengaruh utama yaitu kerusakan atau gangguan
pada indera pendengaran. Pengaruh tersebut dapat \menimbulkan beberapa
gangguan seperti berikut :

1. Gangguan Fisiologis
pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-
putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan
darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, serta dapat menyebabkan pucat dan
gangguan sensoris. Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan
pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor
vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo.
Perasaan mual, susah tidur dan sesak nafas disebabkan oleh rangsangan bising
terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah,
sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.

2. Gangguan Psikologis
Gangguan Psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan
lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi
pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan
terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena
tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak
langsung membahayakan keselamatan seseorang.

4. Gangguan Keseimbangan
Gangguan Keseimbangan, bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan
berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan
fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual (Prabu, 2009).

13
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di gedung kelas Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya mengenai pengukuran besarnya
intensitas kebisingan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. kebisingan merupakan suara ataupun bunyi dalam intensitas dan frekuensi
tertentu yang bersumber dari alat-alat produksi maupun alat-alat kerja
lainnya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan
lingkungan dan makhluk hidup lainnya.
2. Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah noise
dosimeter.
3. Hasil yang di dapat dari pengukuran intensitas kebisingan pada sumber
suara rel kereta api yaitu sebesar 47,8 dBA.
4. Berdasarkan Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang keselamatan dan
kesehatan kerja lingkungan kerja hasil pengukuran intensitas kebisingan
pada sumber suara rel kereta api memenuhi nilai ambang batas dimana
hasil pengukuran 47,8 dBA < 85 dBA nilai ambang batas.
5. Dampak negatif dari kebisingan bagi kesehatan yaitu dapat menimbulkan
efek pendengaran seperti gangguan pendengaran dan efek non auditorik
seperti gangguan komunikasi, kebingungan, stres dan berkurangnya
kepekaan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, K. . (2017) ‘Hubungan Umur, Kebisingan dan Temperatur Udara


dengan Kelelahan Subjektif Individu di PT. X Jakarta.’, The Indonesian
Journal of Occupational Safety and Health., Vol. 5, No, pp. 112–120.
Fithri, P, dan Annisa, I, Q. (2015) ‘Analisis Intensitas Kebisingan Lingkungan
Kerja pada Area Utilities Unit PLTD dan Boiler di PT.Pertamina RU II
Dumai.’, Jurnal Sains, Teknologi, dan Industri, VOL 12(2).
Herawati, P. (2017) ‘Dampak Kebisingan Dari Aktifitas Bandara Sultan Thaha
Jambi Terhadap Pemukiman Sekitar Bandara. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari JambiNo Title’, pp. 104–108.
‘Permenaker No. 5 tahun 2018’ (no date).
RI, K. (2018) ‘Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan
Hidup’.
Zuhra, F. (2019) ‘Pengaruh Kebisingan Terhadap Status Pendengaran Pekerja Di
Pt. Kia Keramik Mas Plant Gresik’, Universitas Airlangga.

15

Anda mungkin juga menyukai