Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM II

KEBISINGAN DAN
PENCAHAYAAN
PRAKTIKUM KESEHATAN MASYARAKAT

Kelompok : V (Lima)
Kelas : C8

Siti Munawarah SR 14120200013


Arsystry Firdani 14120200022
Putri 14120200110
Mohammad Fahri 14120200115
Muh. Fikri Barham 14120200140

PRAKTIKUM KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN
MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

atas berkah, rahmat dan karunia-Nyalah sehingga laporan hasil praktikum II

kesehatan masyarakat mengenai “Kebisingan dan Pencahayaan” dapat kami

selesaikan. Tidak lupa pula penulis kirimkan shalawat dan taslim atas junjungan

Nabiyullah Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi Uswatun Hasanah dan

Rahmatan Lil Alamin dalam menegakkan Dinul Islam.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada dosen praktikum kesehatan

masyarakat dan teman-teman sekalian yang telah membimbing dan membantu

dalam proses praktikum dan menyelesaikan laporan ini.

Demikian laporan ini penulis susun sebagai bahan masukan perbaikan dan

peningkatan derajat kesehatan. Saran dan kritik sangatlah penulis harapkan dari

semua pihak yang bersifat membangun.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 2 Maret 2023

Praktikan

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................4

C. Tujuan............................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................5

A. Tinjauan Umum tentang Kebisingan..........................................5

1. Pengertian Kebisingan..........................................................................5

2. Sifat-Sifat Kebisingan..........................................................................5

3. Jenis-Jenis Kebisingan..........................................................................6

4. Alat Ukur Kebisingan...........................................................................8

5. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan..............................................9

6. Zona Kebisingan.................................................................................10

7. Dampak Kebisingan...........................................................................10

B. Tinjauan Umum tentang Pencahayaan.....................................11

1. Pengertian Pencahayaan.....................................................................11

2. Sumber-Sumber Pencahayaan............................................................12

3. Sistem Pencahayaan...........................................................................14

4. Pengendalian Pencahayaan.................................................................15

5. Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan..........................................16

6. Alat Ukur Pencahayaan......................................................................16


iii
7. Dampak Pencahayaan.........................................................................17

BAB III METODE PRAKTIKUM................................................................18

A. Waktu dan Tempat......................................................................18

B. Alat dan Bahan............................................................................18

C. Cara Penggunaan.......................................................................18

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................20

A. Hasil..............................................................................................20

1. Hasil Pengukuran Kebisingan............................................................20

2. Hasil Pengukuran Pencahayaan..........................................................24

B. Pembahasan................................................................................25

1. Pembahasan Kebisingan.....................................................................25

2. Pembahasan Pencahayaan..................................................................27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................30

A. Kesimpulan..................................................................................30

B. Saran............................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................32

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tempat kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti suhu,

pencahayaan, kelembaban, dan suara. Jika tindakan kontrol, misalnya kontrol

suara, tidak dilakukan , hal ini dapat menimbulkan paparan suara yang tidak

dinginkan yaitu kebisingan. Industri seperti pabrik tekstil, pabrik

penggilingan, industri besi dan baja, bengkel pemeliharaan pesawat dan

lainnya paling umum terpapar kebisingan. Paparan kebisingan kronis dapat

mengganggu fungsi pendengaran seperti kehilangan pendengaran dan tinitus.

Perusakan pendengaran telah mempengaruhi 275 juta orang dan 80%

diantaranya dari negara berpendapatan kecil dan menengah. Sekitar 30 juta

orang di Amerika Serikat terpapar kebisingan berbahaya dari pekerjaannya

setiap tahun (Kenwa et al., 2019).

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan

dalam tingkat dan waktu dan tertentu yang dapat menimbulkan gangguan

kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (H. Hamzah et al., 2020).

WHO (World Health Organization) yang menetapkan 3 tingkatan

kebisingan berdasarkan dB yakni 1) Aman, untuk rentang 0-75 dB, 2)

Ambang Batas Bahaya, untuk rentang 75-85 dB, dan 3) Bahaya, untuk rentang

lebih dari 85 dB. Standar ini ditetapkan berdasarkan pengaruh

1
2

tingkat kebisingan tertentu terhadap kesehatan manusia, dimana kebisingan

yang lebih dari 85 dB merupakan kebisingan yang paling berbahaya, dan

dapat menyebabkan cedera ringan hingga berat (H. Hamzah et al., 2020).

Risiko kerusakan pendengaran (Damage Risk on Hearing) pada

karyawan dapat disebabkan oleh paparan bising karena tingkat bising yang

tinggi atau waktu kumulatif paparan yang berlebihan. Menurut Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun

2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat

Kerja, ditetapkan sebesar kurang dari 85 dBA (Hendrawan, 2020).

Pencahayaan adalah jumlah penyinaran yang berada di suatu

lingkun,gan kerja yang diperlukan untuk melaksanakan perkerjan dengan

baik. Pencahayaan merupakan salah satu faktor yang penting untuk

menunjang aktivitas kerja seseorang. Pencahayaan menjadi salah satu faktor

yang utama pada suatu perancangan ruang. Suatu ruangan yang sudah

dirancang akan dapat berfungsi secara baik jika tersedianya jalur masuk

pencahayaan (Extrada et al., 2021).

Standar pencahayaan ruangan berdasarkan Occupational Safety and

Health Administration (OSHA), adalah 250 Lux dan berdasarkan National

Environmental Quality Standards NEQS adalah 300 Lux. Iluminasi yang

tidak memenuhi standar SNI dapat dikatakan sebagai pencahayaan yang buruk

(Tawaddud, 2020).
3

Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja,

Pasal 17 ayat 2 menyatakan “Tempat kerja menggunakan pencahayaan alami,

disain gedung harus menjamin intensitas cahaya sesuai standar” dan pada ayat

4 “pencahayaan buatan tidak boleh menyebabkan panas yang berlebihan atau

mengganggu KUDR” (Fatmayanti et al., 2022).

Untuk tingkat pencahayaan, nilai ambang batas (NAB) yang disarankan

yaitu 100 lux – 2000 lux berdasarkan jenis area, pekerjaan atau aktivitas

tertentu. Persyaratan pencahayaan lingkungan kerja dikelompokan menjadi;

persyaratan pencahayaan di dalam gedung industri dan di luar gedung industri.

Untuk nilai ambang batas (NAB) pada bagian menjahit (sewing) tingkat

pencahayaan yang disarankan yaitu 750 lux (Fatmayanti et al., 2022).

Cahaya yang kurang atau terlalu terang dapat merusak mata. Sering

atau terus-menerus bekerja di bawah cahaya yang redup (insufisiensi) dalam

jangka pendek menimbulkan ketidak nyamanan pada mata (eye strain), berupa

nyeri atau kelelahan mata, sakit kepala, mengantuk dan fartigue, dalam jangka

panjang dapat menimbulkan rabun dekat (myopia) atau mempercepat

terjadinya rabun jauh pada usia yang lebih muda (presbyopia). Selain itu

cahaya yang menyilaukan juga dapat menimbulkan eye strain dan kelainan

virus (Fatmayanti et al., 2022).


4

B. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan kebisingan?

b. Bagaimana cara menghitung kebisingan pada suatu ruangan dengan

menggunakan alat Sound Level Meter?

c. Apa yang dimaksud dengan pencahayaan?

d. Bagaimana cara mengukur intensitas cahaya suatu ruangan dengan

menggunakan alat Lux Meter?

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kebisingan.

b. Untuk dapat menggunakan alat Sound Level Meter.

c. Untuk mengetahui cara menghitung kebisingan pada suatu

ruangan dengan menggunakan alat Sound Level Meter.

d. Untuk mengetahui definisi dari pencahayaan.

e. Untuk dapat menggunakan alat Lux Meter.

f. Untuk mengetahui pengukuran intensitas cahaya menggunakan alat

Lux Meter.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Kebisingan

1. Pengertian Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan

dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan

ketulian. Kebisingan merupakan suatu permasalahan yang cukup penting

terutama dalam kaitannya dengan kenyamanan. Tingkat kebisingan yang

berlebihan dapat memberikan dampak negative yang sangat

berbahayadalam banyak hal, yaitu dampak dari segi kesehatan dan juga

dari segi psikologis serta teknis (Hendrawan, 2020).

Kebisingan merupakan masalah kesehatan masyarakat penting

yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran, gangguan tidur,

kardiovaskular penyakit, cacat sosial, produktivitas berkurang, perilaku

sosial negatif, reaksi gangguan, ketidakhadiran dan kecelakaan. Sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh bahwa tingat kebisingan yang

berlebih dapat menyebabkan masalah pendengaran berat (H. Hamzah et

al., 2020).

2. Sifat-Sifat Kebisingan

Menurut Goembira dalam jurnal (Pristianto, 2019), sifat dari

kebisingan antara lain :

5
6

1. Kadarnya berbeda.

2. Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan

bertambah pula.

3. Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu.

3. Jenis-Jenis Kebisingan

Menurut Yesmi Rahmadani Ramli (2017), jenis-jenis kebisingan

berdasarkan sifat dan spectrum bunyi dapat dibagi sebagai berikut

(Wahyuny, 2021) :

1. Bising yang Kontinyu

Bising dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB

dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Wide Spectrum adalah bising dengan spectrum frekuensi yang

luas. Bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk

periode 0,5 detik berturut-turut, seperti suara kipas angin.

b. Norrow Spectrum adalah bising yang juga relatif tetap, akan

tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500,

1000, 4000), misalnya gergaji sirkuler.

2. Bising Terputus-Putus

Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu

bising yang berlangsung secara tidak terus menerus, melainkan


7

ada periode relatif tenang. Misalnya lalu lintas, kendaraan dan kapal

terbang.

3. Bising Impulsif

Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40

dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan

pendengarnya, seperti suara tembakan, suara ledakan mercon.

4. Bising Impulsif Berulang

Sama dengan bising impulsif, hanya saja bising ini terjadi

berulangulang, misalnya mesin tempa. Berdasarkan pengaruhnya

terhadap aktivitas dan kesehatan manusia, kebisingan dapat dibagi

atas:

a. Kebisingan yang mengganggu, yaitu kebisingan yang

intensitasnya tidak terlalu keras tetapi terasa cukup mengganggu

kenyamanan manusia. Kebisingan ini biasa terjadi di dalam

ruangan, seperti mendengkur.

b. Kebisingan yang menutupi, yaitu bunyi yang menutupi

pendengaran yang jelas. Kebisingan ini biasanya terjadi di pabrik

yang mana kebisingan berasal dari suara mesin yang ada di pabrik.

Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan

dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda

bahaya tidak terdengar karena tenggelam dalam kebisingan dari

sumber lain.
8

c. Kebisingan yang merusak, merupakan bunyi yang intensitasnya

telah melalui ambang batas normal dan menurukan fungsi

pendengaran.

4. Alat Ukur Kebisingan

Sound Level Meter merupakan alat yang digunakan untuk

mengukur seberapa besar suara bising mempengaruhi pekerja dalam

melaksanakan tugasnya ditempat kerja. Alat ini digunakan untuk

mengukur intensitas kebisingan antara 30-130 dBA dan dari frekuensi 20

Hz - 20.000 Hz. Suatu sistem kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri

(Wafiq, 2022).

Sebagai alat kalibrasi dapat pengeras suara yang kekuatan suaranya

diatur olch amlifer. Kalibrator dengan intensitas tinggi (125 dB) lebih

cocok digunakan untuk mengukur kebisingan intesitasnya tinggi (Wafiq,

2022).

Adapun fungsi dan aplikasi Sound Level Meter adalah sebagai

berikut (Wafiq, 2022) :

1. Fungsi Sound Level Meter digunakan untuk mengukur kebisingan

antara 30- 130 dB dalam satuan dB(A) dari frekuensi antara 20-

20.000 Hz.

2. Aplikasi Aplikasi Sound Level Meter biasanya dipakai dipabrik,

untuk menganalisis kebisingan peralatan dipabrik tersebut misalnya

pada pabrik pupuk, alat yang berpotensi menimbulkan


9

kebisingan seperti turbin, compressor, condenser, pompa drum dan lain-

lain.

5. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Nilai batas ambang kebisingan adalah 85 dB yang dianggap aman

untuk sebagaian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40

jam/minggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan ditempat kerja adalah

intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih dapat diterima

tenega kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap

untuk waktu teus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam

seminggunya (Hendrawan & Hendrawan, 2020). Setelah pengukuran

kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis

apakah kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini

standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak

berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/

Men/ Kes/ Per/ XI/ 1987, tentang kebisingan yang berhubungan dengan

kesehatan (Hendrawan & Hendrawan, 2020).

1. 85 dBA : 8 jam per hari

2. 88 dBA : 4 jam per hari

3. 91 dBA : 2 jam per hari

4. 94 dBA : 1 jam per hari

5. 97 dBA : 30 menit per hari

6. 100 dBA : 15 menit per hari


1

6. Zona Kebisingan

Pembagian zona tingkat kebisingan terbagi menjadi 4 (empat) zona

berbeda, yaitu (Amnur, 2020) :

1) Zona A (Intensitas 35 - 45 dB)

Zona A merupakan zona yang diperuntukkan bagi tempat

penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan/sosial dan

sejenisnya.

2) Zona B (Intensitas 45 – 55 dB)

Zona B merupakan zona yang diperuntukkan bagi perumahan,

tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya.

3) Zona C (Intensitas 50 – 60 dB)

Zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, perdagangan,

pertokoan, pasar dan sejenisnya.

4) Zona D (Intensitas 60 – 70 dB)

Zona yang diperuntukkan bagi industri , pabrik, stasiun kereta

api, terminal bis dan sejenisnya

7. Dampak Kebisingan

Intensitas kebisingan yang berlebihan dapat memberikan dampak

negatif pada pekerja. Efek kebisingan berlebihan yaitu kerusakan pada

bagian pendengaran, menghalangi komunikasi, susah tidur, dan

menimbulkan respon gangguan. Jika pekerja bekerja di lingkungan yang

cukup bising, maka mengakibatkan


1

pekerja bekerja tidak optimal akan menjadi malas dan cepat lelah sehingga

dapat menurunkan kinerja pekerja menjadi rendah.

Kebisingan yang bersumber dari alat kerja merupakan salah satu

faktor yang bisa membahayakan kesehatan tenaga kerja yang sangat

mempengaruhi gangguan pendengaran manusia. Tingkat kebisingan yang

mampu didengar oleh manusia dipengaruhi oleh berapa lama kebisingan

tersebut diterima. Efek kebisingan dalam lingkungan kerja dapat membuat

gangguan pada pendengaran, komunikasi, dan kesehatan pekerja.

Kekerasan bunyi menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan

pendengaran, apabila terjadi dengan waktu yang lama, kekerasan bunyi

antara 31 – 64 dB akan menyebabkan gangguan pada selaput telinga dan

menyebabkan tidak nyaman, 64 – 89 dB akan merusak lapisan vegetatif

manusia, apabila mencapai 89 – 130 dB akan merusak telinga (Prayekno,

2018).

B. Tinjauan Umum tentang Pencahayaan

1. Pengertian Pencahayaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pencahayaan adalah

proses, cara, perbuatan memberi cahaya. Cahaya adalah prasyarat untuk

penglihatan manusia terutama dalam mengenali lingkungan dan

menjalankan aktifitasnya (Nisya, 2021).

Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002, pencahayaan

merupakan keseluruhan dari penyinaran pada sebuah objek kerja


1

yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan efektif.

Satuan pencahayaan adalah lux (lm/m3 ). Sedangkan menurut Nuryani

(2018) pencahayaan merupakan jumlah dari penyinaran di lingkungan

kerja yang digunakan untuk melakukan pekerjaan dengan baik.

Pencahayaan menjadi faktor utama dalam sebuah perancangan ruangan

kerja. Suatu ruangan kerja yang dapat berfungsi dengan baik apabila

adanya jalur masuk pencahayaan tersebut (Wafiq, 2022).

2. Sumber-Sumber Pencahayaan

1) Pencahayaan alami

Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal

dari sinar matahari. Pencahayaan alami mempunyai banyak

keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh

kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang

diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-

kurangnya 1/6 daripada luas lantai.

Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif

dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena

intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas

terutama saat siang hari.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar

alami mendapat keuntungan, yaitu: Variasi intensitas cahaya matahari,

Distribusi dari terangnya cahaya, Efek dari


1

lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan, Letak

geografis dan kegunaan bangunan gedung (Manggali, 2019).

2) Pencahayaan buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh

sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat

diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami

atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi.

Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara

tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami

adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat

secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara

mudah dan tepat.

2. Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan

aman.

3. Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada

tempat kerja.

4. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar

secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak

menimbulkan bayangbayang.

5. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan

prestasi (Manggali, 2019).


1

3. Sistem Pencahayaan

Sistem pencahayaan dapat dikelompokkan menjadi (B. M. I. Hamzah,

2022) :

1. Sistem Pencahayaan Merata

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di

seluruh ruangan, digunakan jika tugas visual yang dilakukan di seluruh

tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama.

Tingkat pencahayaan yang merata diperoleh dengan memasang

armatur secara merata langsung maupun tidak langsung di seluruh

langit-langit.

2. Sistem Pencahayaan Setempat

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja

yang tidak merata di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas

visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan

cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini

diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada

langit-langit di atas tempat tersebut.

3. Sistem Pencahayaan Gabungan Merata dan Setempat

Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah

sistem pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata dengan

armatur yang dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan

gabungan dianjurkan digunakan untuk :


1

a. tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang

tinggi,

b. memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan

cahaya datang dari arah tertentu,

c. pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada

tempat yang terhalang tersebut,

d. tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua

atau yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang.

4. Pengendalian Pencahayaan

Adapun Tindakan yang dilakukan untuk menghindari terjadinya

dampak negative pada mental akibat usaha mata yang bekerja

berlebihan dapat dilakukan dengan cara berikut (Wafiq, 2022) :

a. Perbaikan Kontras: cara paling sederhana, dan dapat dilaksanakan

dengan cara memilih latar penglihatan yang terbaik.

b. Meninggikan penerangan: Pecahayaan bisanya harus paling sedikit

yaitu dua kali dibesarkan dari pencahyaaan awal.

c. Pemindahan tenaga kerja dengan visual yang paling tinggi.

Waktu pekerjaan pada malam hari dilakukan oleh tenaga kerja

yang lebih muda, kemudian jika usia pekerja bertambah maka

dapat dipindahkan dengan pekerjaan yang ringan.


1

5. Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan

Standar pencahayaan ruangan berdasarkan

Occupational Safety and Health Administration (OSHA), adalah

250 Lux dan berdasarkan National Environmental Quality

Standards (NEQS) adalah 300 Lux. Adapun berdasarkan Kepmenkes

RI, Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan

Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, tingkat

pencahayaan minimal 300 lux. Menurut Standar Nasional Indonesia

03-6575-2001, kuat pencahayaan buatan untuk ruangan belajar siswa

adalah 250 lux. Sistem pencahayaan yang sudah memenuhi standard

juga akan mempengaruhi pada tingkat produktivitas manusia dalam

ruangan tersebut (Tawaddud, 2020).

6. Alat Ukur Pencahayaan

Pengukuran intensitas pencahayaan dapat dilakukan dengan

menggunakan alat lux meter yang dapat dibaca langsung. Alat ini

mengubah energi vahaya menjadi energi listrik, kemudian energi

listrik dalam bentuk arus listrik diubah menjadi angka yang dapat

dibaca pada layar monitor. Penentuan titik pengukuran pencahayaan

terdapat 2 cara, yaitu pencahayaan setempat dan pencahayaan umum.

Pada pencahayaan setempat atau lokal, bila merupakan meja kerja,

pengukuran dapat dilakukan di atas meja kerja yang ada. Sedangkan

pada
1

pencahayaan umum, titik potong garis horizontal panjang dan lebar

ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai

(Royhan, 2019).

7. Dampak Pencahayaan

Pencahayaan yang direncanakan tidak memenuhi syarat maka

akan menimbulkan pengaruh negatif atau gangguan penglihatan

selama bekerja. Kurangnya pencahayaan akan mengakibatkan

kelelahan pada mata, berkurangnya efisiensi kerja, sakit kepala hingga

menyebabkan rusaknya indra penglihatan. Kemudian kelelahan pada

indra penglihatan akan menurunkan kualitas pekerja (Abidin dan

Widagdo, 2009). Kelelahan pada mata menjadi salah satu penyebab

kelelahan mental para pekerja. Hal ini berpengaruh terhadap

Kesehatan manusia, yang gejalanya seperti sakit kepala, konsentrasi

yang berkurang, dan tidak fokus dalam bekerja (Wafiq, 2022).


BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 24 Februari 2023 pukul

10.30-12.10 WITA yang bertempat di Laboratorium Terpadu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia.

B. Alat dan Bahan

1. Sound level meter

2. Lux meter

3. Kalkulator ilmiah

4. Kamera (dokumentasi)

5. Stopwatch

6. Alat Tulis

C. Cara Penggunaan

1. Kebisingan

a. Persiapkan alat pengukuran sound level meter.

b. Tentukan titik sampling yang baik dengan jarak yang sesuai.

18
19

c. Pegang sound level meter dengan tinggi dari lantai antara 120- 150

cm.

d. Arahkan mikrofon ke sumber suara.

e. Hidupkan sound level meter dengan menggeser switch on/off.

f. Pilih selector pada posisi fast (untuk jenis kebisingan kontinyu) dan

slow (untuk jenis kebisingan impulsif,terputus-putus).

g. Pilih selector range intesitas kebisingan

h. Lakukan pengamatan selama 15 menit setiap 5 detik dengan kurang

lebih 180 kali pembacaan. Hasil pengukuran adalah angka yang

ditujukan pada moinitor (angka stabil).

i. Catat hasil pengkuruan dan hitung rata-rata kebisingan.

2. Pencahayaan

a. Persiapkan alat untuk mengidentifikasi pencahayaan berupa Lux

Meter.

b. Menentukan 5 titik didalam ruangan untuk mengukur

pencahayaan ruangan.

c. Genggam sensor cahaya setinggi 85 cm diatas permukaan lantai.

d. Arahkan Lux Meter pada sumber cahaya.

e. Hidupkan Lux Meter dengan menekan tombol power.

f. Catat angka yang muncul pada display, angka yang

menunjukkan besarnya pencahayaan pada ruangan tersebut.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil Pengukuran Kebisingan

Adapun hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan pada Laboratorium

Terpadu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Muslim Indonesia, sebagai berikut:

Tabel 4.1
Pengukuran Intensitas Kebisingan di Laboratorium Terpadu
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muslim Indonesia
Makassar Tahun 2023
49,8 69,6 50,9 50,7 52,1 51,3 58,1 57,9 52,6 53,9
52,6 51,1 49,5 55,0 50,4 65,0 59,7 63,4 61,4 69,8
64,2 54,8 58,1 55,1 58,8 61,3 61,2 59,1 52,4 65,4
57,3 56,9 57,6 71,4 57,0 58,1 60,1 56,1 54,5 53,0
59,8 59,6 57,8 59,1 57,0 60,3 62,9 55,8 59,1 59,0
55,7 62,3 55,9 57,7 66,8 56,6 70,2 57,0 58,9 56,7
56,9 54,6 53,0 52,1 57,1 56,6 52,3 50,5 50,9 52,2
51,2 51,2 53,7 55,7 56,0 66,7 71,7 53,3 62,0 65,9
58,4 65,8 52,9 58,3 63,7 60,5 6,48 55,6 59,0 76,1
56,5 57,6 54,3 58,0 75,1 58,7 53,4 58,7 53,7 54,7
54,0 53,3 55,6 61,6 63,3 66,8 60,1 55,5 51,7 52,1
54,8 52,2 62,6 54,2 59,0 63,0 64,9 53,6 64,7 59,8
54,0 56,8 54,5 59,9 57,1 64,3 57,1 60,1 56,6 59,0
56,2 53,2 55,6 53,0 52,7 60,6 66,5 59,8 65,0 59,6
54,3 58,3 56,5 54,6 56,1 64,5 60,8 62,1 63,5 60,5
59,4 57,5 53,9 58,4 62,4 57,2 57,9 52,8 52,9 55,8
57,6 67,5 65,5 58,0 62,8 59,0 59,1 56,9 62,4 57,9
59,9 54,9 56,7 53,7 59,0 61,1 51,2 62,9 66,1 62,8

Sumber: data primer 2023


Diketahui:

Nilai Terendah : 49,5

Nilai Tertinggi : 76,1

20
2

Jumlah Data 180

Range = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah

= 76,1 – 49,5

= 26,6

Jumlah Kelas = 1 + 3,3 Jumlah Data (N)

= 1 + 3,3 log 180

= 8,4
Range
Interval Kelas =
Jumlah kelas

26,6
= 8,4

= 3,2

Interval Sampel % Sampel


Sampel %
No. Range/Jumlah Kumulatif Kumulatif
(n) Sampel
Kelas (SK) (SK)

1. 49,5 – 52,7 23 12,8 23 12,8

2. 52,7 – 55,9 40 22,2 63 35

3. 55,9 – 59,1 55 30,6 118 65,6

4. 59,1 – 62,3 25 13,9 143 79,5

5. 62,3 – 65,5 22 12,2 165 91,7

6. 65,5 – 68,7 8 4,4 173 96,1

7. 68,7 – 71,9 5 2,8 178 98,9

8. 71,9 – 75,1 2 1,1 180 100


2

Nilai Tertinggi + Nilai Terendah


Rumus L =
2

49,5+52,7
L1 =
2

= 51,1

52,7+55,9
L2 =
2

= 54,3

55,9+59,1
L3 =
2

= 57,5

59,1+62,3
L4 =
2

= 60,7

62,3+65,5
L5 =
2

= 63,9

65,5+68,7
L6 =
2

= 67,1

68,7+71,9
L7 = 2

= 70,3

71,9+75,1
L8 =
2

= 73,5
2

1
Leg = 10 Log (∑1×10𝐿1) + (∑2×10 𝐿2) + (∑3×10 𝐿3) +
n 10 10 10

(∑4×10 𝐿4) + (∑5×10 𝐿5) + (∑6×10 𝐿6) +


10 10 10

(∑7×10 𝐿7) + (∑8×10 𝐿8)


10 10

1
Leg = 10 Log
(∑1×1051,1) + (∑2×1054,3) + (∑3×1057,5) +
180 10 10 10

(∑4×1060,7) + (∑5×1063,9) + (∑6×1067,1) +


10 10 10

(∑7×1070,3) + (∑8×1073,5)
10 10

1
Leg = 10 Log (23×105,11) + (40×105,43) + (55×105,75) +
18
0
(25×106,07) + (22×106,39) + (8×106,71) +

(5×107,03) + (2×107,35)

Leg = 10 Log 0,005 (23 × 128.824,9552) + (40 ×

269.153,4804) + (55 × 562.341,3252) +

(25 × 1.174.897,5549) + (22 ×

2.454.708,9157) + (8 × 5.128.613,8399)

+ (5 × 10.715.193,0524) + (2 ×

22.387.211,3857)

Leg = 10 Log 0,005 (2.962.973,9696) + (10.766.139,216) +

(30.928.772,886) + (29.372.438,8725) +

(54.003.596,1454) + (41.028.910,7192)

+ (53.575.965,262) + (44.774.422,7714)
2

Leg = 10 Log 0,005 (267.413.219,8421)

Leg = 10 Log (1.337.066,0992105)

Leg = 10 (6,1261528776)

Leg = 61 dB

2. Hasil Pengukuran Pencahayaan

Adapun hasil pengukuran Intensitas Pencahayaan pada

Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muslim Indonesia, sebagai berikut :

Tabel 4.2
Pengukuran Intensitas Pencahayaan di Laboratorium
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muslim Indonesia
Makassar Tahun 2023
Lokasi Dalam Ruangan Keterangan Data
Titik 1 44
Titik 2 42
Titik 3 46
Titik 4 44
Titik 5 46
Sumber: Data Primer 2023

Diketahui:

Jumlah intensitas pencahayaan : 222

Jumlah seluruh ruangan 5

Adapun Rumus yang digunakan untuk mengukur intensitas

pencahayaan dalam ruangan yaitu:


2

Rumus:

Jumlah Intensitas Pencahayaan (𝐿𝑢𝑥 𝑀𝑒𝑡𝑒𝑟)


Jumlah Titik Seluruh Ruangan

222 𝐿𝑢𝑥
=
5

= 44,4 𝐿𝑢𝑥

Jadi, besar intensitas pencahayaan di ruangan Laboratorium

Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim

Indonesia adalah 44,4 Lux.

B. Pembahasan

1. Pembahasan Kebisingan

Percobaan praktikum intensitas kebisingan dilakukan di

Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muslim Indonesia dengan menggunakan alat yang

disebut Sound Level Meter. Sound Level Meter merupakan alat yang

digunakan untuk mengukur seberapa besar suara bising yang dihasilkan

oleh pekerja ataupun suatu tempat yang diharuskan untuk dilakukan

pengukuran kebisingannya. Alat ini digunakan untuk mengukur intensitas

kebisingan antara 30-130 dBA dan dari frekuensi 20 Hz20.000Hz

(Prayekno, 2018).

Laboratorium disebut juga dengan tempat penelitian, tempat

penelitian sendiri dalam Permenkes No.17 Tahun 1987 termasuk ke dalam

zona A dengan nilai ambang batas adalah 35-45 dB. Namun pada hasil

pengukuran menunjukkan jika intensitas kebisingan di


2

Laboratorium adalah 61 dB, hal ini tentu tidak sesuai dengan standar yang

telah ditentukan menurut zona tempat penelitian.

Kebisingan adalah suara yang berlebihan yang tidak diinginkan dan

sering disebut sebagai polusi tidak terlihat yang menyebabkan efek fisik

dan fisiologis pada manusia. Menurut American Academy of

Ophtalologis and Otolaryngology. Bunyi dengan intensitas berkisar

antara 50-55 dB(A) disebut sebagai bunyi keributan yang dapat

mengakibatkan gangguan pada tidur sehingga ketika bangun badan

menjadi Lelah dan letih, sedangkan bunyi dengan intensitas 90 dB(A)

dapat mengganggu system saraf otonom. Bising dengan intensitas 140

dB(A) dapat menyebabkan getaran-getaran di dalam kepala, rasa sakit

yang hebat pada telinga, gangguan keseimbangan dan muntah-muntah.

Selain berdampak pada faktor kesehatan, kebisingan juga memberikan

dampak secara psikologis bagi individu yang terpapar. Dampak yang

ditimbulkan antara lain berupa gangguan emosional seperti kejengkelan

dan kebingungan, kehilangan konsentrasi bekerja dan sebgainya (Balirante

et al., 2020).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.718/ Men/ Kes/ Per/ XI/ 1987, tentang kebisingan yang berhubungan

dengan kesehatan adalah hasil pengukuran tersebut masih memenuhi

standar NAB yang ditetapkan. Waktu untuk


2

pemakaian Laboratorium adalah 4 jam sehari dengan NAB sebesar 88 dB.

Sehingga hasil pengukuran masih memenuhi syarat.

2. Pembahasan Pencahayaan

Percobaan praktikum ini dilakukan di Laboratorium Terpadu

Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia dengan

menggunakan alat Lux Meter. Lux Meter adalah alat yang digunakan

untuk mengukur besarnya intensitas cahaya di ruang tertentu. Untuk

mengetahui besarnya intensitas cahaya, intensitas cahaya yang di

tunjukkan oleh lux meter semakin tinggi jika sensor semakin dekat dengan

sumber cahaya (Wijaya & Sutrimo, 2021).

Pencahayaan merupakan suatu aspek yang sangat berharga dan

penting ketika akan mendesain sebuah ruangan supaya bisa berperan

dengan baik. Tetapi, apabila pencahayaannya tidak cocok dan tidak

memenuhi standar yang sudah ditetapkan semacam pencahayaan yang

tidak terang (redup) ataupun sangat terang, sehingga bisa menggangu

penglihatan untuk setiap pengguna ruangan. Oleh sebab itu tingkat

pencahayaannya perlu direncakan sesuai dengan luas maupun fungsi

ruangan yang akan digunakan supaya aman dalam beraktivitas serta

nyaman untuk penglihatan (Pahlevi & Muliadi, 2022).

Salah satu dampak negatif dari intensitas cahaya yang kurang atau

berlebih adalah kelelahan mata. Menurut Kelelahan mata adalah

ketegangan pada mata dan disebabkan oleh penggunaan


2

indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan kemampuan untuk

melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya disertai dengan

kondisi pandangan yang tidak nyaman. Kelelahan mata tersebut tentunya

memiliki tanda-tanda serta karakteristik antara lain mata berair, kelopak

mata berwarna merah, penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata

merosot, dan kekuatan konvergensi serta akomodasi menurun (Rahmayanti

& A.L, 2020).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelelahan mata terbagi atas

faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata),

faktor karakteristik pekerjaan (durasi kerja), dan faktor perangkat kerja

(jarak monitor). Selain itu faktor yang mempengaruhi kinerja visual antara

lain kemampuan individual itu sendiri, jarak penglihatan ke objek,

pencahayaan, durasi ukuran objek, kesilauan, dan kekontrasan

(Rahmayanti & A.L, 2020).

Berdasarkan percobaan yang kelompok kami lakukan yaitu dengan

menggunakan alat Lux Meter pada lima titik berbeda di dalam ruangan,

kami mendapatkan hasil yang berbeda dan sama. Percobaan pada titik

pertama mendapatkan hasil sebesar 44 Lux, percobaan pada titik kedua

mendapatkan hasil sebesar 42 Lux, percobaan pada titik ketiga

mendapatkan hasil sebesar 46 Lux, percobaan pada titik keempat

mendapatkan hasil sebesar 44 Lux, dan percobaan pada titik kelima

mendapatkan hasil sebesar 46 Lux.


2

Berdasarkan data yang dijelaskan diatas, hasil intensitas cahaya

yang didapatkan pada titik pertama dan keempat kami mendapatkan hasil

yang sama begitu juga dengan titik ketiga dan kelima. Berdasarkan hasil

pengamatan kami, jarak antara sumber cahaya ke sensor dapat

mempengaruhi nilai yang ditujukan pada Lux Meter.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat

mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian.

Kebisingan merupakan suatu permasalahan yang cukup penting terutama

dalam kaitannya dengan kenyamanan.

2. Kami sudah mampu mengukur intensitas suara pada suatu ruangan dengan

Sound Level Meter dengan nilai rata-rata intensitas suara adalah

3. Hasil pengukuran intensitas suara pada Laboratorium Terpadu Fakultas

Kesehatan Masyarakat adalah 61 dB maka jika dibandingkan dengan nilai

ambang batas kebisingan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.718/ Men/ Kes/ Per/ XI/ 1987, tentang kebisingan yang

berhubungan dengan kesehatan, hasil pengukuran tersebut masih

memenuhi standar Nilai Ambang Batas yang ditetapkan, yang berarti

masih aman dengan tingkat kebisingan tersebut.

4. Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002, pencahayaan merupakan

keseluruhan dari penyinaran pada sebuah objek kerja yang digunakan

untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan efektif.

30
31

5. Kami sudah mampu mengukur intensitas pencahayaan pada suatu ruangan

dengan alat Lux Meter. Hasil pengukuran intensitas pencahayaan pada

Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat adalah 44,4 Lux.

B. Saran

1. Sebaiknya pengukuran kebisingan dilakukan dilokasi yang tepat dengan

jenis lokasi dan waktu paparan yang tepat.

2. Penggunaan pencahayaan sebaiknya lebih diperhatikan dalam kehidupan

sehari-hari.

3. Diharapkan agar perusahaan dapat memberikan penyuluhan dan arahan

mengenai dampak kebisingan dan pencahayaan.


DAFTAR PUSTAKA

Amnur, M. H. D. A. (2020). Pengukuran dan Analisis Intensitas Kebisingan


di Area Produksi PT. Sinar Sanata Electonic Industry Medan.

Balirante, M., Lefrandt, L. I. R., & Kumaat, M. (2020). Analisa Tingkat


Kebisingan Lalu Lintas di Jalan Raya Ditinjau Dari Tingkat Baku Mutu
Kebisingan yang Diizinkan. 8(2), 249–256.

Extrada, E., Efendi, A. S., Edigan, F., Hang, S., & Pekanbaru, T. (2021). Media
Kesmas ( Public Health Media ) Farmasi dengan Keluhan Kelelahan
Mata Pada Pekerja di Rumah Sakit Mesra Kabupaten Kampar Tahun
2020. 01, 59–71.

Fatmayanti, D., Fathimah, A., Asnifatima, A., & Mata, K. (2022). Hubungan
Intensitas Pencahayaan Terhadap Keluhan Kelelahan Mata Pada
Pekerja Bagian Menjahit ( Sewing ) Garmen PT . Sawargi Karya
Utama di Kota Bogor Tahun 2020. 5(5), 380–384.
https://doi.org/10.32832/pro

Hamzah, B. M. I. (2022). Analisa Pencahayaan Buatan Ruang Penumpang


Kapal Ferry RO-RO 500 GT Lintas Kepulauan Selayar Saat
Beroperasi.

Hamzah, H., Agriawan, M. N., & Abubakar, M. Z. (2020). Analisis Tingkat


Kebisingan Menggunakan Sound Level Meter berbasis Arduino Uno
di Kabupaten Majene. 3, 25–32.

Hendrawan, A. (2020). Analisa Tingkat Kebisingan Kamar Mesin Pada


Kapal. 10–15.

Hendrawan, A., & Hendrawan, A. K. (2020). Analisa Kebisingan di Bengkel


Kerja Akademi Maritim Nusantara. 5(1), 1–5.

Kenwa, M. M. L., Wiranadha, I. M., & Asthuta, A. R. (2019). Hubungan


Intensitas Kebisingan dengan Tingkat Stres Kerja Pada Pekerja
Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar. 8(5).

Manggali, R. R. (2019). Analisis kuat penerangan pada laboratorium di smk


negeri 1 karangdadap Kabupaten Pekalongan.

Nisya, N. A. (2021). Hubungan Kualitas Pencahayaan dengan Keluhan


Subyektif Pada Guru di Pesantren Darul Aman dan Pesantren Sultan
Hasanuddin Sulawesi Selatan.

32
33

Pahlevi, M. R., & Muliadi. (2022). Analisis dan Desain Tingkat Pencahayaan
Pada Ruang Perpustakaan Universitas Iskandar Muda. Jambura Journal of
Electrical and Electronics Engineering, 4.

Prayekno, A. (2018). Evaluasi Kebisingan Kendaraan Pada Jalan Arteri


Primer Medan (JL. A.H Nasuion, JL. Sisingamangaraja, JL. Gatot
Subroto, JL. Ringroad).

Pristianto, H. (2019). Analisa Kebisingan Akibat Aktivitas Transportasi di


Jalan Ahmad Yani Kota Sorong. 48.

Rahmayanti, D., & A.L, A. A. (2020). Analisis Bahaya Fisik : Hubungan


Tingkat Pencahayaan dan Keluhan Mata Pekerja Pada Area
Perkantoran Health, Safety, and Environmental (HSE) PT. Pertamina
RU VI Balongan. 71–98.

Royhan, M. (2019). Hubungan Intensitas Pencahayaan dengan Keluhan


Subjektif Kelelahan Mata Pada Pekerja di Rumah Sakit X Tahun
2019.

Tawaddud, B. I. (2020). Kajian Illuminati pada Laboratorium Teknik Grafika


Polimedia Jakarta terhadap Standar Kesehatan Kerja Industri (K3). JURNAL
NASIONAL ILMU KESEHATAN (JNIK), 2.

Wafiq, M. (2022). Analisis Tingkat Kebisingan, Pencahayaan, dan Iklim


Kerja Panas Bengkel Motor Resmi (Studi Kasu : UD. Utama Motor
Sleman).

Wahyuny, F. (2021). Studi Tingkat Kebisingan Pada Kawasan di Sekitar


Jalur Jalan (Frontage) Tol Makassar.

Wijaya, N. H., & Sutrimo. (2021). Lux Meter Sebagai Alat Ukur Intensitas
Cahaya Lampu Operasi Berbasis Arduino Uno R3. 8(1), 1–8.
L

N
Gambar 2 Mengukur
Gambar 1
dan Mencatat hasil
Mengukur Kebisingan dengan Alat
pengkuran setiap 5 detik selama 15
Sound Level Meter
menit

Gambar 3 Gambar 4 Perhitungan


Pengambil data intensitas cahaya di 5 hasil kebisingan dan
titik pencahayaan dengan rumus

Anda mungkin juga menyukai