Anda di halaman 1dari 131

LAPORAN

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN

Laporan ini dibuat sebagai syarat


Dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

OLEH

Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Dosen : Dr. Suheryanto, M. Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LAPORAN
PRAKTIKUM KUALITAS AIR (WATER TESTER)

Laporan Ini Dibuat Sebagai Syarat


Dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakt

OLEH
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Dosen : Dr. Suheryanto, M.Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani

LABORATURIUM KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................ 1

DAFTAR TABEL.........................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5

2.1 pH (Derajat Keasaman) ................................................................................. 5

2.2 Suhu Dalam Air ............................................................................................ 7

2.3 Konduktivitas (Daya Tahan Listrik/DHL) ..................................................... 7

2.4 Salinitas dan TDS ......................................................................................... 9

2.5 Klasifikasi Mutu Air ................................................................................... 10

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ............................................................ 11

3.1 Alat dan Bahan ........................................................................................... 11

A. Alat ....................................................................................................... 11

B. Bahan .................................................................................................... 11

3.2 Prosedur Kerja ............................................................................................ 12

3.2.1 Kalibrasi Alat ......................................................................................... 12

3.2.3 Cara Mengganti Baterai ......................................................................... 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 15

4.1 Hasil ........................................................................................................... 15

4.2 Pembahasan ................................................................................................ 16

BAB IV KESIMPULAN........................................................................................ 19

4.1 Kesimpulan.................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21

1
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Persyaratan Kualitas Air Minum........................................................5


Tabel 2.2 Jenis Air Berdasarkan Nilai Daya Hantar Listrik (DHL)..............................8
Tabel 2.3 Jenis Intrusi Air Laut Berdasarkan Konduktivitas Listrik.............................8
Tabel 2.4 Kriteria Penilaian DHL Air Sumur/Air Tanah...............................................8
Tabel 2.5 Kriteria Penilaian TDS...................................................................................9
Tabel 2.6 Persyaratan TDS untuk kualitas air minum dan air bersih.............................9
Tabel 2.7 Klasifikasi mutu air berdasarkan nilai TDS.................................................10
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Derajat Keasaman (pH)..................................................15
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Konduktivitas.................................................................15
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Salinitas..........................................................................16
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran TDS................................................................................16

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Water Quality Tester Multi Parameter.....................................................11


Gambar 3.2 Flowchart Kalibrasi Alat.........................................................................12
Gambar 3.3 Flowchard Cara Kerja.............................................................................13
Gambar 3.4 Flowchart Cara Mengganti Alat..............................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari,
khususnya penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam
Menkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat - syarat serta
pengawasan kualitas air, kadar besi yang terkandung dalam air bersih yang
dipergunakan adalah 1,0 mg/L. Air sendiri mempunyai fungsi penting bagi tubuh
tubuh manusia antara lain sebagai pembentuk sel dan cairan tubuh, pengatur suhu
tubuh, pelarut, pelumas, media transportasi, media eliminasi toksin dan produk
sisa metabolisme. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan
air dalam tubuh bisa mencegah timbulnya penyakit dan dapat menciptkan hidup
menjadi lebih sehat, produktif dan nyaman.
Kandungan bahan kimia yang terdapat dalam air berpengaruh terhadap
kesesuain penggunaan air. Secara umumnya karakteristik kimia air diantaranya
pH, alkalinitas, kation dan anion terlarut, serta kesadahan (Suripin 2001). Derajat
keasaman air yang lebih kecil dari 6,5 / pH asam meningkatkan korosifitas pada
benda logam, bisa menimbulkan rasa tidak enak dan dapat juga menyebabkan
beberapa bahan kimia menjadi racun yang dapat menggangu kesehatan (Sutrisno
2006). menurut Kusneadi, persyaratan fisik meliputi tidak berbau, tidak
berwarna, temperatur normal, serta rasanya tawar(Kusnaedi 2010). untuk
mengetahui tingkat kejernehian suatu air bisa pengujian air terhadap tingkat
kekeruhan. Semakin keruh air yang digunakan maka semakin banyak zat terlarut
yang terdapat dalam air. Diantaranya salah satu zat yang bisa menyebabkan
kekeruhan pada air yaitu terdapat kandungan besi (Fe) pada air.
Keberadaan besi dalam air yang digunakan untuk dikonsumsi maupun di pakai
untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya seperti mencuci merupakan salah satu
permasalahan yang terkait dengan kualitas kimia yang bisa menurunkan kualitas
air. pH air netral antara 6,8 - 7,0. jika pH suatu air berada dibawah pH 7 maka air
bedara dalam kondisi asam. Informasinya air yang mengandung derajat keasaman
yang tinggi bisa menyebabkan kerusukan pada wadah penampungan air, pipa,
bahkan juga dapat merusak pakaian jika air tersebut digunakan untuk kegiatan
mencuci pakaia
4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 pH (Derajat Keasaman)


pH (Power of Hydrogen) merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH
didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien
aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya
didasarkan pada perhitungan teoretis.
Pada umumnya derajat keasaman pada air disebabkan oleh gas oksida yang
larut dalam air terutama karbondioksida. Pengaruh yang berkaitan dengan aspek
kesehatan dari pada penyimpangan kualitas air minum dalam hal pH yang lebih kecil
6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan tetapi juga dapat menyebabkan beberapa senyawa
kimia berubah menjadi racun sehingga yang sangat dapat menggangu kesehatan (Goa,
Marasabessy, and Pristianto 2016). Adapun dampak akibat penurunan pH air terhadap
kesehatan ialah bisa menyebabkan kerusakan pada rambut dan kulit, sedangkan
dampak dari peningkatan pH air ialah bisa menyebabkan dermatitis atopik, dermatitis
kontak, iktiosis, jerawat, kulit kering dan keriput (Proksch 2018).
Berdasarkan Permenkes RI No 416/MENKES/PER/IX/1990 persyaratan
kualitas air minum harus memnuhi nilai dan standar dibawah ini :
Tabel 2.1 Daftar Persyaratan Kualitas Air Minum
Kadar maksimum
No. parameter satuan keterangan
yang diperoleh
A. FISIKA
1 Bau - - Tidak berbau
Jumlah zat padat terlarut
2 Mg/L 1000 -
(TDS)
3 Kekeruhan Skala NTU 5 -
4 Rasa - - Tidak berasa
o
5 Suhu 0C Suhu udara + 3oC -
6 Warna Skala TCU 15 -
B. KIMIA
a. Kimia anorganik
1 Air raksa Mg/L 0,001
2 Aluminium Mg/L 0,2
3 Arsan Mg/L 0,05
4 Besi Mg/L 1,0
5 Flourida Mg/L 0,3
6 Kadmium Mg/L 1,5

5
7 kadmium Mg/L 0,005
8 kesedanan Mg/L 500
9 Klorida Mg/L 250
10 Kronium, valensi 6 Mg/L 0,05
11 Mangan Mg/L 0,1
12 Natrium Mg/L 200
13 Nitrat, sebagai N Mg/L 10
14 Nitrit sebagai N Mg/L 1,0
15 Perak Mg/L 0,05
16 Salenium Mg/L 0,01
17 Seng Mg/L 5,0
18 Sianida Mg/L 0,1
19 Sulfat Mg/L 400
20 Sulfida (sebagai H2S) Mg/L 0,05
21 Tembaga Mg/L 1,0
22 timbal Mg/L 0,05
b. Kimia organik
1 Aldrin dan dieldrin Mg/L 0,0007
2 Benzene Mg/L 0,01
3 Benzo (a) pyrene Mg/L 0,00001
4 Chloroform (total isomer) Mg/L 0,0003
5 Chlorooform Mg/L 0,03
6 2.4-D Mg/L 0,10
7 DDT Mg/L 0,03
8 Detergen Mg/L 0,05
9 1,2-D dichloroethene Mg/L 0,01
10 1,1-D dichloroethene Mg/L 0,0003
Heptachlor dan heptaclor
11 Mg/L 0,003
epoxide
12 Hexachlorobenzene Mg/L 0,00001
13 Gamma-HCH (Lindane) Mg/L 0,004
14 Methoxychlor Mg/L 0,03
15 Pentachloropenol Mg/L 0,01
16 Pestisida total Mg/L 0,10
17 2,4,6-trichorophenol Mg/L 0,01
18 Zat organik (Kmn04) Mg/L 10
c. Mikrobiologik
Jumlah per
1 Koliform tinja 0
100 ml
95% dari sampel
yang diperiksa
Jumlah per selama setahun,
2 Total koliform 0
100 ml kadang – kadang
boleh ada 3 per 100
ml sampel air,

6
tetapi tidak berturut
- turut
d. Radio aktivitas
Aktivitas alpha (gross
1 Bg/L 0,1
alpha activity)
Aktivitas beta (gross beta
2 Bg/L 1,0
activity)

2.2 Suhu Dalam Air


Suhu air sangat berpengaruh terhadap aktivitas biologi yang ada dalam air,
karena kenaikan suhu perairan dapat menaikkan aktivitas biologi sehingga dapat
menghasilkan O2 yang lebih banyak lagi. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 bahwa temperatur maksimum
yang diperbolehkan adalah 30oC.
Umumnya, terjadi kenaikan suhu perairan akan berdampak pada kenaikan
aktifitas biologi sehingga akan membentuk gas o 2 (oksigen) menjadi lebih banyak
lagi. Secara alamiah, biasanya terjadinya kenaikan suhu perairan disebabkan oleh
adanya aktifitas penenbangan vegetasi disekitar sumber air tersebut. Sehingga
mengakibatkan banyaknya cahaya matahari yang masuk tersebut mempengaruhi
akuifer yang ada secara langsung maupung tidak langsung (Goa, Marasabessy, and
Pristianto 2016). Untuk pengaruh perubahan suhu sendiri terhadap kesehatan ialah
tidak berdampak langsung, namun bisa diakibatkan oleh berbagai faktor lain yang
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan suhu air (Effendi 2003).

2.3 Konduktivitas (Daya Tahan Listrik/DHL)


Konduktivitas merupakan salah satunya bisa dianalisis parameter yang bisa
dianalisis untuk mengetahui daya hantar listrik (DHL). Satuan konduktivitas sangat
kecil, oleh karena itu digunakan satuan mikrosiemen (μS/cm) atau mikromhos
(μmhos/cm). Daya hantar listrik diukur dengan suhu standar yaitu 25 0C.
Konduktivitas pada air bergantung pada jumlah ion terlarut per volumenya dan
mobilitas ion tersebut. Satuannya yaitu μmho/cm, 250C. Bertambahnya salinitas juga
mempengaruhi bertambahnya konduktivitas dengan jumlah yang sama. Umumnya,
faktor yang mempengaruhi perubahan konduktitas air yaitu temperatur. Dalam

7
mengukur konduktivitas digunakan konduktivitimeter (Goa, Marasabessy, and
Pristianto 2016).
Nilai konduktivitas merupakan ukuran terhadap konsentrasi total elektrolit
didalam air. Kandungan elektrolit yang pada prinsipnya merupakan garam-garam
yang terlarut dalam air, berkaitan dengan kemampuan air didalam menghantarkan
arus listrik. Semakin banyak garam-garam yang terlarut semakin baik daya hantar
listrik air tersebut. Air suling yang tidak mengandung garam- garam terlarut dengan
demikian bukan merupakan penghantar listrik yang baik. Selain dipengaruhi oleh
jumlah garam-garam terlarut, konduktivitas juga dipengaruhi oleh nilai temperatur
(Zullazar Zurkarnain,2015).

Berdasarkan nilai DHLnya, air dapat dibedakan melalui nilai DHL dalam dalam
μmho/cm pada suhu 250C sebagai berikut:
Tabel 2.2 Jenis Air Berdasarkan Nilai Daya Hantar Listrik (DHL)
No. DHL (μmho/cm, 250C) Klarifikasi
1 0,0055 Air murni
2 0,5-5 Air suling
3 5-30 Air hujan
4 30-200 Air tanah
5 45000-55000 Air laut
Sumber : Davis dan Wiest, 1996

Berdasarkan batas konduktivitas air lautnya, jenis intrusi air laut dapat dibedakan
sebagai berikut :
Tabel 2.3 Jenis Intrusi Air Laut Berdasarkan Konduktivitas Listrik
No. Batas Konduktivitas (μmho/cm, Klarifikasi intrusi
250C)
1 < 200,00 Tidak terintrusi
2 200,02 – 229, 24 Terintrusi sedikit
3 229, 25 – 38, 43 Terintrusi sedang
4 387, 44 – 534, 67 Terintrusi agak sedang
5 > 534, 68 Terintrusi tinggi
Sumber : Davis dan Wiest, 1996

Tabel 2.4 Kriteria Penilaian DHL Air Sumur/Air Tanah


No. DHL (μmhos/cm) klasifikasi
1 <650 Air tawar
2 650-1500 Air payau

8
3 >1500 Air asin
Sumber : Simoun (2000;23)

2.4 Salinitas dan TDS


Salinitas merupakan salah satu parameter yang dapat dianalisis, parameter ini
untuk menentukan jumlah garam terlarut. Sedangkan TDS (Total Dissolve Solid)
adalah indikator dari jumlah partiket atau zat, baik itu senyawa organik maupun
non – organik. Tingkat salinitas juga dapat diketahui melalui nilai TDS. Air
merupakan komponen penting yang berperan untuk menjaga kesehatan tubuh,
karena di dalam tubuh kita terdiri dari 80% air.
Umumnya diantara kita banyak masyarakat hanya mengetahui bahwa air yang
layak dan aman untuk dikonsumsi adalah air yang terbebas dari bakteri dan virus,
padahal kualitas air yang layak konsumsi ialah lebih dari satu. Diantaranya salah
satu faktor penting yang menentukan bahwa air tersebut layak dikonsumsi ialah
kandungan TDS (Total Disslved Solid) atau total zat padat terlarut. Berdasarkan
DEPKES RI melalui Permenkes No: 492/Menkes/Per/IV/2010 standar TDS
maksimum yang diperbolehkan 500 mg/l (Goa, Marasabessy, and Pristianto
2016).

Tabel 2.5 Kriteria Penilaian TDS


No. Nilai TDS (Mg/l) Tingkat salinitas
1 0 – 1.000 Air tawar
2 1.001 – 3.000 Agak asin / payau (slightly saline)
3 3.000 – 10.000 Sedang / payau (moderately saline)
4 10.001 – 100.000 Asin (saline)
5 >100.000 Sangat asin (brine)
Sumber : Me Neely et al, dalam Effendi (2003:69)

Tabel 2.6 Persyaratan TDS untuk kualitas air minum dan air bersih Berdasrkan
Permenkes RI No 416/MENKES/PER/IX/1990
Parameter Syarat Air Minum Air Bersih
Jumlah zat padat terlarut 1.000 mg/L 1.5000 mg/L

9
(TDS)

Tabel 2.7 Klasifikasi mutu air berdasarkan nilai TDS berdasarkan PP No. 82
tahun 2001
Parameter syarat Kelas 1 Kelas II Kelas III Kelas IV (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)

Jumlah zat padat terlarut 1.000 1.000 1.000 2.000


(TDS)/residu terlarut

2.5 Klasifikasi Mutu Air


Berdasarkan PP no 82 Tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001 yang disebutkan
dalam pasal 8 ayat 1 bahwa Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat)
kelas sebagai berikut :
1. Kelas I : air yang tersedia ada bisa dipakai untuk air baku, air minum dan atau
untuk hal lainnya dalam memenuhi kehidupan yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut
2. Kelas II : air yang tersedia ada bisa digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi
air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,
dan atau untuk hal lainnya dalam memenuhi kehidupan yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
3. Kelas III : air yang tersedia ada bisa digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau untuk hal lainnya
dalam memenuhi kehidupan yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut
4. Kelas IV : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau untuk hal lainnya dalam memenuhi kehidupan yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

10
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


A. Alat

Gambar 3.1 Water Quality Tester Multi Parameter

B. Bahan
 Larutan Buffer
 Aquabides
 Sampel air gallon
 Sampel air keran
 Sampel air mineral

11
3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Kalibrasi Alat

Aktifkan mode pengukuran yang


diinginkan (pH atau
Konduktivitas)

Basuh probe menggunakan


Aquades

Lap menggunakan Tissue

Masukkan Larutan Buffer ke


dalam gelas beker

Celupkan probe ke dalam gelas


beker yang berisi larutan buffer

Tekan dan tahan tombol “Cal”


sampai display menunjukkan (pH
= 7 atau Konduktivitas = 14,13
Basuh probe menggunakan
Aquades

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart Kalibrasi Alat


3.2.2 C3.a Ke

12
3.2.2 Cara Kerja

Mulai 2

Tekan tombol mode pengukuran


Persiapa conductivity
n Air Keran

Masukkan probe ke Air Galon


Mengaktifkan alat dengan
dalam sampel selama 3 Le mineral
menekan tombol mode

3
Setiap perhitungan, alat
disiram dengan Aquades Tekan tombol mode pengukuran
Salinitas
Setiap perhitungan, alat
Air Keran
dibersihkan
Pada pH, larutan buffer = 7 Masukkan probe ke Air Galon
dalam sampel selama 3
Alat dikalibrasi Pada conductivity, larutan buffer = Le mineral
14,13
menggunakan larutan Pada Salinitas dan TDS tidak perlu
dikalibrasi 4

1
Tekan tombol mode
Tekan tombol mode pengukuran
pengukuran pH TDS

Air Keran Air Keran


Masukkan probe ke Masukkan probe ke dalam
Air Galon Air Galon
dalam sampel selama 10 13 sampel selama 10 detik
Le mineral Le mineral
Selesai

Gambar 3.3 Flowchard Cara Kerja


3.2.3 Cara Mengganti Baterai

Buka bagian Angkat Masukkan Masukkan


penghubung penutup baterai baterai
antara baterai dengan sisi dengan sisi
elektroda untuk kutub yang kutub yang
bawah membuka benar benar
dengan tempat
bagian atas baterai
Gambar 3.4 Flowchart Cara Mengganti Alat
alat

14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Tempat dan Waktu Pengukuran
a. Tempat : Ruang Laboraturium Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya
b. Waktu : Jumat, 16 April 2021 Pukul 09.30 WIB

4.1.2 Tabel Hasil Pengukuran

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Derajat Keasaman (pH)


No Jenis Air Derajat Keterangan
Keasaman (pH)
1 Nilai pungukuran derajat keasaman (pH)
Air Keran 8,19 sesuai dengan persyaratan dari
Pemenkes No 416 Tahun 1990 kualitas
air bersih yaitu berada diantara 6,5-9,0
2 Nilai pungukuran derajat keasaman (pH)
Air Galon 7,88 sesuai dengan persyaratan dari
Pemenkes No 416 Tahun 1990 kualitas
air bersih yaitu berada diantara 6,5-8,5
3 Nilai pungukuran derajat keasaman (pH)
Air Le Mineral 8,01 sesuai dengan persyaratan dari
Pemenkes No 416 Tahun 1990 kualitas
air bersih yaitu berada diantara 6,5-9,0
*Suhu Permukaan =25,1oC

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Konduktivitas


No Jenis Air Konduktivitas Keterangan
(µS/cm)
Nilai pungukuran Konduktivitas air
1 Air Galon 131,5 keran termasuk kedalam NAB yaitu 50-
800 µS/cm
236 Nilai pungukuran konduktivitas air
2 Air Keran gallon termasuk ke dalam nilai
15
konduktivitas yaitu antara 42-500 µS/cm
Nilai pungukuran konduktivitas air
3 Air Le Mineral 305 gallon termasuk ke dalam nilai
konduktivitas yaitu antara 42-500 µS/cm

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Salinitas


No Jenis Air Salinitas (o/oo) Keterangan
1 Air Keran 32,1 Tidak dapat dibandingkan dengan standar
mutu yang ada.
2 Air Galon 61,4 Tidak dapat dibandingkan dengan standar
mutu yang ada.
3 Air Le Mineral 121 Tidak dapat dibandingkan dengan standar
mutu yang ada.

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran TDS


No Jenis Air TDS (ppm) Keterangan
Sesuai dengan kadar maksimum yang
1 Air Keran 41,5 diperbolehkan dalam persyaratan dari
Pemenkes No 416 Tahun 1990 kadar
TDS air keran > 1500 mg/L
Sesuai dengan kadar maksimum yang
2 Air Galon 81,9 diperbolehkan dalam persyaratan dari
Pemenkes No 416 Tahun 1990 kadar
TDS air galon > 1000 mg/L
Sesuai dengan kadar maksimum yang
3 Air Le Mineral 163 diperbolehkan dalam persyaratan dari
Pemenkes No 416 Tahun 1990 kadar
TDS air Le Mineral > 1000 mg/L

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kualitas air yang dilakukan oleh kakak asisten dosen di laboratorium
Fakkultas Kesehatan Masyarakat UNSRI digunakan 3 sampel air yaitu air keran, air galon,
dan air le mineral. Alat yang digunakan pada praktikum kualitas air ini ialah Water Quality
16
Tester Multi Parameter. Praktikum ini dilakukan untuk menentukan nilai derajat keasaman
(pH), konduktivitas, salinitas dan TDS.
Hasil dari pengukuran air tersebut menunjukan bahwa :
1. Berdasarkan kadar kandungan derajat keasaman (pH) dari air keran sesuai dengan
persyaratan dari Pemenkes No 416 Tahun 1990 kualitas air bersih berada diantara 6,5-
9,0, yaitu sebesar 8,19, yang artinya nilai tersebut menunjukkan bahwa air tersebut
aman sehingga diperbolehkan untuk dikonsumsi. Sedangkan untuk kadar kandungan
derajat keasaman (pH) dari air galon sesuai dengan persyaratan dari Pemenkes No
416 Tahun 1990 kualitas air bersih berada diantara 6,5-8,5, yaitu sebesar 7,88, yang
artinya nilai tersebut menunjukkan bahwa air tersebut layak untuk diminun. Dan
untuk untuk kadar kandungan derajat keasaman (pH) dari air Le mineral sesuai
dengan persyaratan dari Pemenkes No 416 Tahun 1990 kualitas air bersih berada
diantara 6,5-9,0, yaitu sebesar 8,01, yang artinya nilai tersebut menunjukkan bahwa
air tersebut layak untuk diminun yang artinya nilai tersebut menunjukkan bahwa air
tersebut aman sehingga diperbolehkan untuk dikonsumsi serta layak untuk diminum.
2. Berdasarkan hasil pengukuran konduktivitasnya dari air keran termasuk kedalam
NAB antara 50-800 µS/cm yaitu 131,5 µS/cm, yang artinya jika dilihat dari kriteria
penilaian DHL air sumur/air tanah ialah termasuk klarifikasi air payau, sedangkan
untuk hasil pengukuran konduktivitasnya dari air galon termasuk kedalam nilai
konduktivitas antara 42-500 µS/cm yaitu 236 µS/cm, yang artinya jika dilihat dari
kriteria penilaian DHL air sumur/air tanah ialah termasuk klarifikasi air tawar. Dan
untuk hasil pengukuran konduktivitasnya dari air Le Minireal termasuk ke dalam nilai
konduktivitas antara 42-500 µS/cm yaitu 305 µS/cm, yang artinya jika dilihat dari
kriteria penilaian DHL air sumur/air tanah ialah termasuk klarifikasi air tawar.
3. Berdasarkan hasil penguran salinitasnya dari air keran didapatkan 32,1 o/oo dimana
untuk nilai salinitas Tidak dapat dibandingkan dengan standar mutu yang ada.
Sedangkan untuk hasil penguran salinitasnya dari air galon didapatkan 61,4 o/oo
dimana untuk nilai salinitas Tidak dapat dibandingkan dengan standar mutu yang ada.
Dan untuk hasil penguran salinitasnya dari air le mineral didapatkan 121 o/oo dimana
untuk nilai salinitas Tidak dapat dibandingkan dengan standar mutu yang ada
4. Berdasarkan kadar kandungan TDS dari air keran Sesuai dengan kadar maksimum
yang diperbolehkan dalam persyaratan dari Pemenkes No 416 Tahun 1990 kadar TDS
air keran > 1500 mg/L, yaitu sebesar 41,5 ppm, yang artinya nilai tersebut
menunjukkan bahwa air tersebut aman dan diperbolehkan untuk digunakan.
17
Sedangkan kadar kandungan TDS dari air galon Sesuai dengan kadar maksimum
yang diperbolehkan dalam persyaratan dari Pemenkes No 416 Tahun 1990 kadar TDS
air galon > 1000 mg/L, yaitu sebesar 81,9 ppm, yang artinya nilai tersebut
menunjukkan bahwa air tersebut aman dan di perbolehkn untuk digunakan. Dan adar
kandungan TDS dari air Le mineral Sesuai dengan kadar maksimum yang
diperbolehkan dalam persyaratan dari Pemenkes No 416 Tahun 1990 kadar TDS air
galon > 1000 mg/L, yaitu sebesar 163 ppm, yang artinya nilai tersebut menunjukkan
bahwa air tersebut aman dan di perbolehkn untuk digunakan.

18
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah :
1. Kualitas air meliputi tiga karakteristik adalah fisika, kimia, serta biologi Untuk
mengetahui kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu
terhadap suatu air tersebut, guna untuk mengetahui kondisi air agar dapat menjamin
keamanan dan kelestariaan penggunaannya. Biasanya pengujian yang dilakukan pada
air yaitu uji kimia, fisik, biologi, serta uji kenampakan (bau dan warna).
2. Berdasarkan DEPKES RI melalui Permenkes No: 492/Menkes/Per/IV/2010 standar
TDS maksimum yang diperbolehkan 500 mg/l, dan Berdasarkan Permenkes RI No
416/MENKES/PER/IX/1990 menyebutkan bahwa pH derajat keasaman untuk air
minum 6,5 8,5 serta air bersis 6,5 - 9,0 sedangkan Daya hantar listrik diukur dengan
suhu standar yaitu 250C. Konduktivitas pada air bergantung pada jumlah ion terlarut
per volumenya dan mobilitas ion tersebut. Satuannya yaitu μmho/cm, 250C.
3. Hasil dari pengukuran tingkat konduktivitas, derajat keasaman (pH), salinitas, TDS,
dan suhu dalam air dari 3 sampel yaitu :
a) Derajat keasaman (pH)
Air keran = 8,19 pH
Air galon = 7,888 pH
Air Le Mineral = 8,01 Ph
b) Konduktivitas
Air keran 131, 5 µS/cm
Air galon = 236 µS/cm
Air Le Mineral = 305 µS/cm
c) TDS
Air keran = 41,5 ppm
Air galon = 81,9 ppm
Air Le Mineral =163 ppm
d) Salinitas
Air keran = 32,1 o/oo
Air galon = 61,4 o/oo
Air Le Mineral = 121 o/oo
19
4. Hasil dari pengukuran yang telah dilakukan dinyatakan bahwa dari 3 sampel air
tersebut yaitu air keran, air galon, dan air Le Mineral aman sehingga diperbolehkan
untuk layak digunakan dan dikonsumsi serta layak untuk diminum kerena sudah
Berdasarkan Permenkes RI No 416/MENKES/PER/IX/1990 mengenai kualitas air
bersih dan air minum.

20
DAFTAR PUSTAKA

Chapman. D. (2000). Water Quality Assesment- A Guide to Use of Biota, Sediments and
Water in Environmental Monitoring-Second Edition. : Cambridge University Press :
Inggris.
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumber Daya Dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Goa, Yusnita La, Umar Rusli Marasabessy, and Hendrik Pristianto. 2016. “Modul Praktikum
Pengelolaan Kualitas Air.”
Kusnaedi. (2010). Mengelolah Air Kotor Untuk Air Minum. Penebar Swadaya: Jakarta.
Proksch, E. (2018). “PH in Nature, Humans and Skin.” The Journal of Dermatology, 45:
1538–46. diakses 19 april 2021, https://www.researchgate.net.
Suriawiria, Unus. (2005). Air Dalam Kehidupan Dan Lingkungan Yang Sehat. Penerbit PT.
Alumni: Bandung.
Suripin. (2001). Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Sutrisno, T. (2006). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta: Jakarta.

21
LAPORAN
PRAKTIKUM KEBISINGAN (SOUND LEVEL METER)

Laporan Ini Dibuat Sebagai Syarat


Dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakt

OLEH
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Dosen : Dr. Suheryanto, M.Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani

LABORATURIUM KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SEIWIJAYA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................1


DAFTAR TABEL................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................5

1.1 Latar Belakang...........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................6

2.1 Pengertian..................................................................................................6

2.2 Jenis Kebisingan........................................................................................6

2.3 Sumber Kebisingan...................................................................................8

2.4 Faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan.......................................10

2.5 Nilai ambang batas kebisingan.................................................................10

2.6 Pengukuran kebisingan.............................................................................11

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM........................................................12

3.1 Alat dan Bahan.........................................................................................12

3.1.1 Alat ................................................................................................12


3.1.2 Bahan..............................................................................................12
3.2 Prosedur Kerja..........................................................................................12

3.2.1 Kalibrasi alat ...................................................................................12


3.2.1 cara kerja .........................................................................................13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................14

4.1 Hasil..........................................................................................................14

4.1.1 Tempat dan Waktu Pengukuran.......................................................14

4.1.2 Table Hasil Pengukuran...................................................................14

4.2 Pembahasan.............................................................................................14

BAB V PENUTUP..............................................................................................14

1
5.1 Kesimpulan................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................16

2
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan............................................... 14

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Flowchart Alat Sound Level Meter...................................................12


Gambar 3.2 Flowchart Kalibrasi Alat...................................................................12
Gambar 3.3 Flowchart Cara Kerja.........................................................................12

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemampuan untuk mendengar merupakan karunia Tuhan yang tiada tara
nilainya. Tanpa pendengaran sangatlah sulit untuk menjalani berbagai aktivitas
kehidupan (soeripto, 2008). Seiring berkembangnya zaman juga mempengaruhi
kemajuan teknologi. Sampai saat ini kini kemajuan teknologi sudah memasuki
hampit seluruh sendi – sendi kehidupan manusia, namun adanya perkembangan
teknologi akan membawa sebuah perubahan yang tentunya akan memberikan
dampak baik positif maupun negatif (Wahyu, 2003)
Bunyi merupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat dan diraba, namun hanya
bisa kita dengarkan. Di dalam kehidupan sehari – hari bunyi tidak bisa kita hindari,
termasuk juga di tempat kerja. Bunyi yang kita tangkap juga melalui telinga
merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi mesin cetak, bunyi bell, dan
sebagainya. Namun, di sisi lain sering juga bunyi tersebut meskipun merupakan
bagian dari kerja, tetapi juga tidak kita inginkan, misalnya bunyi teriakan orang
lain, bunyi mesin yang melebihi nilai ambang batas dan sebagainya. Bunyi yang
tidak dinginkan atau yang tidak dikehendaki inilah yang sering disebut dengan
bising atau kebisingan. (Notoatmodjo, 2011)
Bising ataupun kebisingan merupakan salah satu bahaya fisik yang sering kita
ditemui ditempat kerja. Terpajan oleh kebisingan yang melebihi nilai ambang
batas bisa merusak kemampuan mendengar bahkan bisa menyababkan ketulian
dan juga bisa mempengaruhi gangguan kessehatan anggota tubuh lainnya
termasuk jantung(Soeripto, 2008)
Dari hasil peneletian menunjukkan bukti bahwa intensitas bunyi yang
tergolong bising serta yang dapat mempengaruhi gannguan kesehatan pendegaran
ialah diatas 60 dB. . Oleh karena itu diwajibkan bagi orang - orang yang bekerja
di pabrik ataupun ditempat lainnya dengan intesitas bunyi diatas 60 dB,
diharuskan untuk memakai alat pelindung telinga guna untuk mencegah terjadinya
gangguan kesehatan pendengaran (Notoatmodjo, 2011)

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Kebisingan merupakan bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau
kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Kepmen LH No 48. tahun
1996). Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
718/Menkes/Per/XI/1987, kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak
diinginkan sehingga dapat menganggu dan membahayakan kesehatan.
Menurut World Health Organization (WHO), kebisingan juga bisa
didefinisikan sebagai suara apa saja yang sudah tidak diperlukan dan memiliki
dampak yang buruk bagi kualitas kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan.
Pengertian kebisingan di artikan oleh himpunan K3 yaitu bunyi atau suara yang
timbul yang tidak di inginkan, yang memiliki sifat mengganngu dan
menurunkan daya dengar seseorang (WHS, 1993).
Kebisingan merupakan salah satu faktor fisik berupa bunyi yang bisa
mendatangkan dampak buruk untuk kesehatan dan keselamatan kerja.
Sedangkan dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, bising
adalah semua suara yang tidak diinginkan yang sumbernya dari alat-alat
produksi atau alat- alat kerja yang mana pada kebisingan tingkat tertentu dapat
mengakibatkan gangguan pendengaran. Dari definisi di atas bisa disimpulkan
bahwa kebisingan merupakan bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang
dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan (Anizar, 2009).

2.2 Jenis Kebisingan


Jenis bising berdasarkan sprektrum frekuensi dan sifat sumber bunyi bising
dapat dibagi atas :
1. Bising terus- menerus (Continuous/ Steady Noise)
Bising terus menerus merupakan bising yang dihasilkan oleh mesin yang
beroperasi tanpa henti, misalnya blower, pompa, kipas angin, gergaji
sirkuler, dapur pijar dan peralatan pemprosesan. Bising terus-menerus

6
adalah bising yang dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6
dB dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi menjadi dua yaitu :
a. Wide Spectrum, merupakan bising dengan tingkat spektrum
frekuensi yang luas. Bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5
dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti suara yang
dikeluarkan oleh kipas angin, dan suara mesin tenun.
b. Norrow Spectrum, merupakan bising dengan relatif tetap, namun
hanya memiliki frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000)
seperti suara gergaji sirkuler dan katup gas.
2. Bising yang terputus-putus
Bising yang terputus-putus merupakan kebisingan saat mengalami tingkat
bising naik dan turun dengan cepat, seperti suara di jalan lalu lintas dan
suara kapal terbang di lapangan udara. Jenis bising yang terpitis-pitus ini
sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung
secara tidak terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya
lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, dan kereta api.
3. Bising yang mendadak (Impulsif Noise)
Bising mendadak adalah kebisingan yang terjadi dengan tiba-tiba dan
dalam waktu yg singkat. Dengan dampak awal mengakibatkan gangguan
pada manusia yang lebih besar, seperti akibat ledakan, mesin pemancang,
pukulan, tembakan meriam, dan suara tembakan senjata api. Jenis bising
mendadak ini memiliki perubahan intensitas suara yang melebihi 40 dB
dalam kurun waktu yang sangat cepat dan biasanya mengejutkan
pendengarnya. Bising berpola (tones in noise) adalah bising yang
diakibatkan oleh ketidakseimbangan atau pengulangan yang
ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Gangguan biasnya
disebabkan oleh putaran bagian mesin seperti motor, kipas dan pompa.
Pola dapat diidentifikasi secara subjektif dengan mendengarkan atau
secara objektif dengan analisis frekuensi.
4. Bising frekuensi rendah (low frequency noise)
Bising frekuensi Bising ini memiliki energi akustik yang penting dalam
range frekuensi 8-100 Hz. Jenis bising ini biasanya dihasilkan oleh suara

7
mesin diesel besar di kereta api, kapal dan pabrik. Bising jenis ini sulit
ditutupi dan menyebar dengan mudah ke segala arah juga dapat didengar
sejauh bermil-mil.
5. Bising implusif berulang
Bising implusif berulang dibedakan berdasarkan pengaruhnya pada
manusia yaitu :
a. Bising yang mengganggu (Irritating noise)
Bising yang mengganggu adalah bising yang mempunyai intensitas
kebisingan yang tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
b. Bising yang menutupi (Masking Noise)
Bising yang menutupi adalah suatu bunyi yang menutupi pendengaran
yang jelas, dapat dikatakan secara tidak langsung bunyi ini akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena
teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber
lain.
c. Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise)
Bising yang merusak adalah suatu bunyi yang intensitasnya melampaui
nilai ambang batas. Bunyi atau bising jenis ini dapat merusak atau
menurunkan fungsi pendengaran manusia.

2.3 Sumber Kebisingan


Menurut Suroto (2010) sumber kebisingan pada dasarnya dibagi menjadi tiga
macam yaitu sumber titik, sumber bidang, dan sumber garis. Sumber-sumber
kebisingan menurut Prasetio dapat bersumber dari:
1. Bising interior (dalam)
Bising Interior atau bising dalam adalah bising yang bersumber dari
manusia, alat-alat rumah tangga, atau mesing-mesin gedung.
2. Bising Outdoor (luar)
Bising Outdoor atau bising luar adalah bising yang bersumber dari
aktivitas lalu lintas, transportasi, industri, alat-alat mekanis yang terlihat
dalam gedung, tempat-tempat pembangunan gedung, perbaikan jalan,
kegiatan olahraga dan lain-lain diluar ruangan atau gedung.

8
Sedangkan menurut World Health Organization (1980), sumber kebisingan
dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Lalu lintas jalan
Kebisingan lalu lintas di jalan raya ditimbulkan oleh suara dari kendaraan
bermotor dimana suara tersebut bersumber dari mesin kendaraan, bunyi
pembuangan kendaraan, serta bunyi dari interaksi antara roda dengan
jalan. Dari beberapa sumber kebisingan yang berasal dari aktivitas lalu
lintas alat transportasi, kebisingan yang bersumber dari lalu lintas jalan
raya ini memberikan proposi frekuensi kebisingan yang paling
mengganggu.
2. Industri
Kebisingan industri bersumber dari suara mesin yang digunakan dalam
proses produksi. Intensitas kebisingan pada industri akan meningkat
sejalan dengan kekuatan mesin dan jumlah produksi dari industri.
3. Pesawat terbang
Kebisingan yang bersumber dari pesawat terbang terjadi saat pesawat akan
lepas landas ataupun mendarat di bandara. Kebisingan akibat pesawat pada
umumnya berpengaruh pada awak pesawat, penumpang, petugas lapangan,
dan masyarakat yang bekerja atau tinggal di sekitar bandara.
4. Kereta api
Pada umumnya sumber kebisingan pada kereta api berasal dari aktivitas
pengoperasian kereta api, lokomotif, bunyi sinyal di pelintasan kereta api,
stasiun, dan penjagaan serta pemeliharaan konstruksi rel. Namun, sumber
utama kebisingan kereta api sebenarnya berasal dari gesekan antara roda
dan rel serta proses pembakaran pada kereta api tersebut. Kebisingan yang
ditimbulkan oleh kereta api ini berdampak pada masinis, awak kereta api,
penumpang, dan juga masyarakat yang tinggal di sekitar pinggiran rel
kereta api.

9
5. Kebisingan kontruksi bangunan
Berbagai suara timbul dari kegiatan konstruksi bangunan mulai dari
peralatan dan pengoperasian alat, seperti memalu, penggilingan semen,
dan sebagainya.
6. Kebisingan dalam ruangan
Berbagai suara timbul dari kegiatan konstruksi bangunan mulai dari
peralatan dan pengoperasian alat, seperti memalu, penggilingan semen,
dan sebagainya.

2.4 Faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan


1. Intensitas
Intensitas bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia berbanding
langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan oleh
getaran dalam rentang yang masih dapat di dengar. Jadi, tingkat tekanan
bunyi di ukur dengan logaritma dalam desibel (dB).
2. Frekuensi
Frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara 16-
20000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250- 4000 Hertz.
3. Durasi
Efek bising yang mengganggu dan merugikan manusia sebanding dengan
lamanya terpapar bising dan berhubungan dengan jumlah total energi
yang mencapai telinga dalam.

2.5 Nilai ambang batas kebisingan


Nilai ambang batas kebisingan adalah nilai yang mengatur tentang tekanan
rata-rata atau tingkat kebisingan berdasarkan durasi terpapar bising yang
mewakili kondisi dimana hampir semua pekerja terpapar bising secara berulang
tanpa menimbulkan gangguan pendengaran.
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang diperkenankan menurut
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 adalah sebesar 85 dB
dengan waktu maksimum 8 jam perhari. Apabila pemaparan bising secara terus

10
menerus di tempat kerja dengan intensitas 85 dB, maka akan menimbulkan
berbagai gangguan kesehatan dan pendengaran pada manusia.

2.6 Pengukuran kebisingan


Sound Level Meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
kebisingan, suara yang tak dikehendaki yang bisa menimbulkan rasa sakit pada
organ pendengaran. Sound level meter biasanya digunakan di lingkungan kerja
seperti, industri penerbangan dan sebagainya. Selain itu, Sound Level Meter
juga dapat digunakan untuk memverifikasi persis berapa banyak tingkat suara
yang telah berubah.
Sound Level meter (SLM) ini sendiri adalah alat ukur dengan basis sistem
pengukuran elektronik. Meskipun pengukuran yang dilakukan bisa dibuat
secara langsung dengan cara mekanis, sistem pengukuran elektronik
memberikan banyak kemudahan dan keuntungan dalam beberapa pengukuran,
antara lain kecepatan sistem mengambil, mengirim, mengolah, dan menyimpan
data (Buchla dan Mclachan (1992).
Sound Level meter (SLM) biasanya dipakai untuk mengukur tingkat
kebisingan pada saat kondisi tertentu. Biasanya alat ini digunakan untuk
mengidentifikasi tempat-tempat yang intensitas kebisingannya lebih tinggi dari
nilai ambang batas maksimum yakni 85 dBA.

11
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat

Gambar 3.1 Alat Sound Level Meter


3.1.2 Bahan
-

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Kalibrasi Alat

Kalibrasi
Sound Level Meter
(SLM)

pelaku Dilakukan oleh lembaga


Internal Eksternal atau instansi yang
memiliki sertifikasi

Hidupkan kalibrator
dan SLM
Dilakukan dengan
pilihan pertahun atau
Putar tombol penyetel perjumlah penggunaan
dan atur tingkat tekanan alat
suara

Pastikan kalibrator
berada pada SLM yang
benar

Sesuaikan SLM untuk


memperoleh hasil yang
benar

Gambar 3.2 Flowchart Kalibrasi Alat


12
3.2.2 Cara Kerja

Mulai

Tombol on / off

Tombol A untuk pengukuran pada mahasiswa =


Tombol A / C orang / pekerja)

Tombol Low untuk pengukuran pada mahasiswa


Tombol hight / low
= 30 - 100 dB

Tombol fash / slow Slow (pada mahasiswa = kebisingan kontinyu /


intensitas rendah

Posisikan alat
Pada mahasiswa (posisi belakang telinga)
vertikal / horizontal

Ukur selama 1
Pada mahasiswa = 44.0 dB
menit

Hasil pengukuran

Selesai

Gambar 3.3 Flowchart Kalibrasi Alat

13
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Tempat dan Waktu
a. Tempat : Ruang Kelas Fakultas Kesehatan Masyarakat

b. Waktu : Jumat, 16 April 2021 Pukul 10.30 WIB

4.1.2 Table Hasil Pengukuran

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan


No Tempat Titik Intensitas Satuan Keterangan
Pengukuran Pengukuran Kebisinga
n
1 Ruang Kelas Di bagian depan 44.0 dBA dBA Tidak
Fakultas Ruang Kelas (Pengukura Melebihi
Kesehatan Fakultas n untuk NAB
Masyarakat Kesehatan orang) Kebisingan
Masyarakat

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kebisingan pengukuran menggunakan alat sound level
meter yang telah dilakukan, dimana dalam praktikum ini melakukan uji
kebisingan pada mahasiswa yang menerima intensitas kebisingan di ruang
kelas. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kebisingan pada
seorang mahasiswa yang terpapar bising di ruang kelas.
Dari pengukuran yang telah dilakukan menghasilkan nilai kebisingan
sebesar 44.0 dB, yang artinya tingkat kebisingan tersebut kurang dari atau
berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan menurut
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 yaitu 85 dB dengan
waktu maksimum 8 jam perhari. Artinya mahasiswa tersebut akan berada di
kondisi yang aman bila terpapar kebisingan ( < 85 dB - 85 dB ) dan karena
tidak melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan. Kondisi tersebut
tidak akan menimbulkan resiko gangguan kesehatan pada organ pendengaran
juga gangguan kesehatan non auditori.

14
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah :
1. Kebisingan merupakan bunyi yang tidak diinginkan yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
2. Menurut Keputusan Menteri Tenaga kerja No.13 Tahun 2013 bahwa nilai
ambang batas kebisingan maksimum 85 dB dengan waktu 8 jam perhari.
3. Hasil dari pengukuran tingkat kebisingan pada mahasiswa yang menerima
kebisingan di ruang kelas didapatkan intersitas kebisingan sebesar 44.0
dB.
4. Hasil dari pengukuran yang telah dilakukan dinyatakan bahwa mahasiswa
tersebut aman dari kondisi kebisingan yang mengganggu karena intensitas
kebisingannya berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) atau tidak
melebihi NAB yang telah ditetapkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

F. R, Delvi Kusuma, Haekal Shofwanul Qirom. (2015). “Makalah Presentasi


Sound Leve l Meter”.
Kenwa, Made Me Lina., I Made Wiranadha and Agus Rudi Asthuta. (2019).
“Hubungan Intensitas Kebisingan Dengan Tingkat Stres Pada Pekerja
Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar”. Sinta, 8 (5) : pp.
Notoatmodjo. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineke Cipta.
Nugroho, Dedi Wahyu. (2009). “Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap
Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Di PT. Antam Tbk. Upbe
Pongkor, Bogor, Jawa Barat”. Skripsi : pp. 1-58.
Oktorina, Serita., Bella Sri A., and Ikhfani Anjarsari. “Analisis Intensitas
Kebisingan Lingkungan Kerja Pada Pembangunan Twin Tower
Uin Sunan Ampel Surabaya”. Jurnal Tehnik Lingkungan, 2 (2) : pp.
62-67.
Soeripto, M. 2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wahyu. 2003. Higiene Perusahaan. FKM UNHAS.

16
LAPORAN

PRAKTIKUM KADAR DEBU TOTAL (EPAM 5000)

Laporan Ini Dibuat Sebagai Syarat

Dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

OLEH

Nama : Ratmawati

NIM : 10011381924145

Kelompok :4

Dosen : Dr. Suheryanto, M.Si

Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani

LABORATURIUM KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................1


DAFTAR TABEL .................................................................................................... 3

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 5

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 6

2.1 Udara .......................................................................................................... 6

2.2 Debu ........................................................................................................... 6

2.3 Sifat-Sifat Debu........................................................................................... 7

2.4 Jenis-Jenis Debu .......................................................................................... 8

2.5 Pengukuran............................................................................................... 10

2.6 Pengaruh Debu Terhadap Kesehatan ......................................................... 11

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ............................................................ 13

3.1 Alat dan Bahan .......................................................................................... 13

3.1.1 Alat .................................................................................................... 13

3.1.2 Bahan ................................................................................................. 13

3.2 Prosedur Kerja .......................................................................................... 13

3.2.1 Kalibrasi alat ...................................................................................... 13

3.2.2 Cara kerja ........................................................................................... 14

3.2.3 Memilih Sampling Rate...................................................................... 14

3.2.4 Melihat Data Yang Sudah Disimpan................................................... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 16

1
4.1 Hasil ......................................................................................................... 16

4.2 Pembahasan.............................................................................................. 16

BAB V PENUTUP ................................................................................................. 18

5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 19

2
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Debu Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Kesehatan Manusia.... 10

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Haz Dust EPAM 5000...................................................17

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Alat Haz Dust EPAM 5000.................................................................14

Gambar 3.2 Flowchart Kalibrasi Alat.....................................................................14

Gambar 3.3 Flowchart Cara Kerja..........................................................................15

Gambar 3.4 Flowchart Memilih Sampling Rate....................................................15

Gambar 3.5 Flowchart Cara Melihat Data Yang di Simpan..................................16

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara merupakan salah satu komponen kehidupan yang sangat penting
bagi kehidupan manusia, sehingga perlu dipelihara dan
ditingkatkan kualitasnya. Perwujudan kualitas udara yang bersih dan sehat,
merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. bidang. Akan tetapi, seiring
dengan perkembangan zaman yang diikuti oleh beragamnya aktifitas manusia,
kualitas udara cenderung mengalami penurunan, hal ini terjadi karena adanya
sumbangan dari sumber pencemar yang tidak bergerak seperti halnya
lingkungan kerja perkantoran dan industri, serta pencemaran yang berasal dari
sumber yang bergerak seperti kendaraan bermotor (Rahmadani and Tualeka,
2016).
Debu menjadi salah satu parameter yang harus diamati karena kadar debu
yang melebihi batas yang diperbolehkan akan mengganggu kesehatan manusia
itu sendiri. Gangguan kesehatan yang muncul biasanya berupa gangguan pada
system pernafasan. Gangguan kesehatan ini tentunya akan
mengganggu produktivitas manusia yang berada di dalam maupun luar
ruangan tersebut.
Kondisi lingkungan dan perilaku pekerja yang tidak baik adalah hal
terbesar yang menjadi penyebab masalah kesehatan terjadi terutama pada
manusia. Perkembangan industri dan penggunaan teknologi yang semakin
maju mempunyai dampak yang serius terhadap terjadinya penurunan kualitas
lingkungan seperti timbulnya pencemaran udara yang terjadi di dalam ruang
(indoor) maupun di luar ruang (outdoor). Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1407/MENKES/SK/XI/2002,
penurunan kualitas lingkungan tersebut dapat memengaruhi kesehatan
manusia hingga berpotensi menyebabkan penularan penyakit pada masyarakat
sekitar lingkungan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udara

Udara merupakan campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi.


Udara tidak tampak oleh mata, tidak memiliki bau maupun rasa. Kandungan
udara terdiri dari 3 unsur utama, yaitu udara kering, uap air, dan aerosol.
Kandungan udara kering adalah 78,09% nitrogen, 20,95% oksigen, 0,93%
argon, 0,04% karbon dioksida, dan gas-gas lain yang terdiri dari neon, helium,
metana, kripton, hidrogen, xenon, ozon, radon. Uap air yang ada pada udara
berasal dari penguapan pada laut, danau, sungai, dan tempat berair lainnya.
Aerosol merupakan benda berukuran kecil, seperti karbon, garam, sulfat,
nitrat, kalsium, kalium dan partikel lain dari gunung berapi.

Pencemaran udara adalah terkontaminasinya atmosper dengan jumlah atau


waktu tertentu sehingga dapat berpengaruh buruk kepada manusia, hewan,
tumbuhan atau material lainnya, dan juga dapat mengganggu kesehatan,
kenyamanan serta kesejahteraan hidup manusia.

2.2 Debu

Debu merupakan partikel padat yang memiliki ukuran sangat kecil yang
dibawa oleh udara. Partikel-partikel kecil ini dibentuk oleh suatu proses
disintegrasi atau fraktur seperti penghancuran, penggilingan atau pemukulan
terhadap benda padat. Menurut Mine Safety and Health Administration (MSHA)
debu adalah padatan halus yang tersuspensi diudara (airbone) yang tidak
mengalami perubahan secara kimia ataupun fisika dari bahan padatan aslinya.

Debu adalah salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang
melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 -
500 mikron. Dalam kasus pencemaran udara (Indoor and Out Door Pollution)
debu merupakan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk

6
menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja.

2.3 Sifat-Sifat Debu

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1994 yang dikutip oleh Sihombing


(2006), sifat-sifat debu adalah sebagai berikut :

1. Sifat Pengendapan
Debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Debu
yang mengendap dapat mengandung propporsi partikel yang lebih besar
dari debu yang terdapat di udara.
2. Permukaan Cenderung Selalu Bersih
Permukaan debu yang cenderung selalu bersih disebabkan karena
permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini
menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.
3. Sifat Penggumpalan
Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah maka
debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk
gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbelensi
di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.
4. Debu Listrik Statik
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang
berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat
terjadinya penggumpalan.
5. Sifat Opsis
Opsis merupakan partikel yang basah atau lembab lainnya dapat
memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap.

7
2.4 Jenis-Jenis Debu
Debu atau disebut pula dengan partuculate secara fisik dikategorikan sebagai
pencemaran aerosol. Debu yang terdiri dari partikel-partikel padat dibedakan
menjadi 3 macam yaitu :
1. Dust
Debu jenis ini terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik
sampai besar. Yang berbahaya adalah ukuran yan dapat terhisap oleh
sistem pernafasan yang umumnya berukuran 100 mikron bisa terhisap ke
dalam tubuh.
2. Fumes
Fumes adalah partikel padat yang terbentuk dari proses evaporasi atau
kondensasi. Pemanasan logam misalnya, menghasilkan uap logam yang
kemudian berkondensasi menjadi partikel-partikel metal fumes, misalnya
logam (Cd) dan timbal (Pb).
3. Smoke atau asap
Smoke atau sering disebut dengan asap merupakan produk dari
pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan mempunyai ukuran
berkisar 0,5 mikron. Sementara itu, partikel cair biasanya disebut mist atau
fog (awan) yang dihasilkan melalui proses kondensasi atau atomizing.
Contoh sederhananya adalah hair spray atau obat nyamuk semprot.

Debu industri yang terdapat di dalam udara terbagi menjadi 2 yaitu Deposit
Particulate Matter dan Suspended Particulate Matter.

a. Deposit Particulate Matter


Deposit particulate matter merupakan partikel debu yang hanya
sementara di udara. Partikel ini akan segera mengendap karena daya tarik
bumi.
b. Particulate Matter.

8
Suspended particulatematter yaitu debu yang tetap berada di udara dan
tidak mudah mengendap

Tabel 2.1 Jenis debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia

No Jenis Debu Contoh (Jenis Debu)


1 Organik
a. Alamiah
1. Fosil Batu bara, karbon hitam, arang
granit

2. Bakteri TBC, antraks, enzim, bacillus,


substilis.

3. Jamur Koksidiomikosis, Histoplasmosis,


Actinomycosis, Kriptokokus,
Thermophilic.
4. Virus Cacar air, Q fever, psikatosis

5. Sayuran Kompos jamur, ampas tebu, tepung


padi, gabus, serat nanas, atap
alang-alang, katun, rami.
6. Binatang Kotoran buurng, kesturi, ayam.

b. Sintesis
1. Plastik Politetrafluoretilen, Toluene
diisosianat

2. Reagen Minyak isopropyl, pelarut organic


2 Anorganik
a. Silika bebas
1. Crystaline Quarz, trymite cristobalite
2. Amorphous Diatomaceous earth, silica gel

b. Silika

9
1. Fibrosis Asbestosis, silinamite, talk
2. Lainnya Mika, kaolin, debu semen
c. Metal
1. Inert Besi, barium, titanium, aluminium.
2. Lainnya Aluminium
3. Bersifat keganasan Berilium, arsen, kobal, nikel
hematite, uranium, khrom.

(Sumber : Suma’mur.P.K 2009)

2.5 Pengukuran
Pengukuran debu di udara biasanya menggunakan alat ukur yang disebut
Haz Dust EPAM 5000. Haz Dust EPAM 5000 ini merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur konsentrasi partikel debu di udara ambien secara
diret/langsung. Alat ini digunakan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi
partikulat debu, PM1, PM2,5, PM10 dan TSP (debu total ) di udara. Pada alat
Haz Dust EPAM 5000 ini dapat menampilkan secara langsung hasil
pengukuran secara real time ukuran partikel yang dapat diukur mulai dari <10
mm (PM10) ; <2,5 mm (PM 2,5) ; , 1 mm (PM1) dan total debu (TSP).

Pengukuran kadar debu di udara memiliki tujuan untuk mengetahui kadar


debu di udara pada suatu lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi
lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pegawai atau pekerja. Dimana
kondisi udara di lingkungan tempat kerja kadar debu yang dimiliki berada
pada kondisi kurang dari Nilai Ambang Batas atau melebihi Nilai Ambang
Batas. Hal ini dilakukan dengan pengukuran yang menjadi pedoman untuk
mengetahui ruang lingkup kerja para karyawan yang sehat, aman dan juga
untuk menekan terjadinya peningkatan tingkat prevalensi penyakit akibat
kerja.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

10
Kerja Perkantoran dan Industri standart kandungan debu maksimal didalam
udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8 jam adalah debu total sebesar
0,15 mg/m. Sedangkan Nilai Ambang Batas (NAB) di udara berdasarkan
Permenakertrans RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas
Bahan Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, bahwa kadar debu di udara tidak
boleh melebihi 3.0 mg/m3.

2.6 Pengaruh Debu Terhadap Kesehatan


Debu yang berada di udara jika kadarnya berlebihan sampai melampaui batas
dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan dan kenyaman bagi
manusia khususnya lingkungan kerja. Beberapa gangguan tersebut yaitu :

a. Keracunan local
Gangguan keracunan lokal disebabkan oleh debu yang dapat dibagi
menjadi 4 bagian yaitu :
1. Debu penyebab fibrosis
Debu penyebab fibrosis merupakan debu yang sifatnya tidak mudah
larut, kemudian masuk kedalam nafas bersama-sama udara pernafasan,
diendapkan paru-paru dan dapat menyebabkan pengerasan jaringan.
Contoh kristal silika bebas, kapas dan asbes.
2. Debu inert
Debu inert adalah debu yang tidak berbahaya bagi manusia tetapi dapat
mengganggu kenyamanan kerja, contohnya tanah.
3. Debu allergen
Debu alergen merupakan debu yang menjadi penyebab alergi, contoh
debu organik.
4. Debu intan
Debu intan merupakan debu yang dapat mengakibatkan luka secara
lokal, contoh flour.
b. Infeksi saluran pernapasan

11
Infeksi saluran pernapasan adalah suatu penyakit yang ada hubungan erat
dengan pencemaran yang diakibatkan oleh debu kapas. Contohnya
influensa.

12
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat

3.1 Gambar Alat Haz Dust EPAM 5000

3.1.2 Bahan
-

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Kalibrasi alat

Dari menu utama, pilih Pilih System Pilih Extended


Special Function Option Option

Pilih Pilih
Pilih
Manual-Zero Calibration
Manual-Zero
sekali lagi

Tunggu kira - Setelah proses selesai, layar


kira 99 detik akan kembali ke menu
pengukuran

3.2 Gambar Flowchart Kalibrasi Alat

13
3.2.2 Cara kerja

Tekan tombol Power ON

Dari menu utama, pilih Special Function

Pilih System Option

Pilih Extended Option

Pilih Size Select

Tentukan ukuran 1.0 µm - E, 2.5 µm - E, PM 10, atau TSP

Masukkan/pasang sampling inlet (Impactor jet sesuai ukuran)


untuk pengukuran debu TSP tanpa menggunakan impactor jet

Lakukan prosedur ‘Zero’ dari menu utama : Pilih Special


Function=> System Option => Extended Options =>
Calibration Options => Auto Zero/Manual Zero

Setelah selesai pengukuran, untuk menghentikan pengukuran tekan


tombol Enter

Pengukuran selesai

3.3 Gambar Flowchart Cara Kerja

3.2.3 Memilih Sampling Rate

Dari menu utama, Pilih System Pilih


pilih Special Option Sampling
Function Rate

3.4 Gambar Flowchart Memilih Sampling Rate

14
3.2.4 Melihat Data Yang Sudah Disimpan

Pilih lokasi data dengan


menggunakan
Pilih Review Pilih tombol↑↓untuk
Data Statistics mengubah digit, dan
konfirmasi dengan
menggunakan Enter

3.5.Gambar Flowchart Cara Melihat Data Yang di Simpan

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Tempat dan Waktu

a. Tempat : Ruang Laboraturium Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Sriwijaya
b. Waktu : Jumat, 23 April 2021 Pukul 10.57

4.1.2 Table Hasil Pengukuran

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Haz Dust EPAM 5000

No. Lokasi dan Nillai Nilai Rata-rat Standar Menurut KMK RI


Kondisi Minimum Maksimum a Nomor
Pengukuran 1405/MENKES/SK/XI/2002

1. - Halaman 0,018 0,018 4,525 Debu total dalam ruangan


depan mg/m3 mg/m3 mg/m3 selama 8 jam = 0,15 mg/m
dekanat

- 1 menit

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kadar debu total pengukuran menggunakan alat Haz Dust
EPAM 5000 yang telah dilakukan, dimana dalam praktikum ini melakukan
pengukuran pada lingkungan kerja yang lokasinya tepat di depan gedung
dekanat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya. Praktikum ini
dilakukan untuk mengetahui kadar debu yang ada pada lingkungan kerja
tersebut, hasilnya kurang atau malah melebihi dari nilai ambang batas
maksimum yang telah ditetapkan.

Dari pengukuran yang telah dilakukan menghasilkan nilai maksimum


kadar debu sebesar 0.018 mg/m3, yang artinya kadar debu di lingkungan kerja
16
depan gedung dekanat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
tersebut kurang dari atau berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) yang
ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran Dan Industri standart kandungan debu maksimal didalam
udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8 jam debu total sebesar 0,15
mg/m. Artinya lingkungan kerja tersebut berada di kondisi yang aman dari
gangguan kesehatan dan sehat bagi pekerja karena tidak melebihi nilai ambang
batas yang telah ditetapkan.

17
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari laporan ini adalah :

1. Debu merupakan partikel padat dan suatu bahan yang sering disebut
sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter /
SPM) dengan ukuran 1 - 500 mikron.

2. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri standart kandungan debu
maksimal didalam udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8 jam
adalah debu total sebesar 0,15 mg/m3.

3. Hasil dari pengukuran kadar debu total menggunakan alat Haz Dust
EPAM 5000 di lingkungan kerja depan gedung dekanat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya, didapatkan kadar debu
total sebesar 0.018 mg/m3.

4. Hasil dari pengukuran yang telah dilakukan dinyatakan bahwa


lingkungan kerja depan gedung dekanat Fakuktas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya tersebut aman dari gangguan kesehatan dan sehat
bagi pekerja karena tidak melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang
telah ditetapkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Oktaviani, Devi Anggar, Corie Indria Prasasti. 2015. “Kualitas Fisik dan Kimia
Udara, Karakteristik Pekerja, Serta Keluhan Pernapasan Pada Pekerja
Percetakan Di Surabaya”. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Surabaya :
Universitas Airlangga.

Badan Standardisasi Nasional. 2004. “Pengukuran Kadar Debu Total Di Udara


Tempat Kerja”. Standar Nasional Indonesia.

Isfiya, Aghisni. dkk. “Analisis Pengukuran PartikulatKualitas Udara Outdoor Di


Kampus PSDKU Universitas Airlangga Di Banyuwangi”. Journal Of
Community

Aini, Silvi Qiro’atul. 2015. “Hubungan Paparan Debu dengan Kapasitas Vital
Paru Pekerja Batu Bara”. J Agromed Unila. Lampung : Univeraitas
Lampung.

Mental Health And Public Policy. Banyuwangi : Universitas Airlangga.

Wikipedia. “Debu”. Available at : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Debu

19
LAPORAN
PRAKTIKUM HYGROTHERMOMETER

Laporan Ini Dibuat Sebagai Syarat


Dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

OLEH
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Dosen : Dr. Suheryanto, M.Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani

LABORATURIUM KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SEIWIJAYA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 1

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... 3

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 6

2.1 Pengertian ..................................................................................................... 6

2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi suhu dan kelembaban udara ............ 6

1.1 Nilai ambang batas suhu dan kelembaban udara ....................................... 8

1.2 Jenis – jenis kelembaban udara ................................................................... 8

1.3 Dampak negative dari kelembaban dan suhu ruang yang buruk............... 9

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ........................................................... 10

3.1 Alat dan Bahan ........................................................................................... 10

3.1.1 Alat ...................................................................................................... 10

3.1.2 Bahan ................................................................................................... 10

3.2 Prosedur kerja ............................................................................................. 10

3.2.1 Cara kerja ............................................................................................ 10

3.2.2 Cara Mengganti Baterai ..................................................................... 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 13

4.1 Hasil ............................................................................................................ 13

4.1.1 Tempat dan Waktu pengukuran ......................................................... 13

4.1.2 Tabel hasil pengukuran ...................................................................... 13

1
4.2 Pembahasan ................................................................................................ 14

BAB V PENUTUP ................................................................................................... 16

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 17

2
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1 Hasil Pengukuran Suhu......................................................................13


Tabel 4.1.2 Hasil Pengukuran kelembaban...........................................................14

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Alat Hygrothermometer.....................................................................10


Gambar 3.2 Flowchart Mengukur Kelembaban dan Suhu Ambien......................10
Gambar 3.3 Flowchart Mengukur Kelembaban Absolut......................................11
Gambar 3.4 Flowchart Mengukur Dew Ponit (Titik Embun) dan Wet Bulb........11
Gambar 3.5 Flowchart Mengukur Suhu................................................................12
Gambar 3.6 Flowchart Cara Mengganti Baterai....................................................12

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suhu merupakan sesuatu yang tidak asing lagi dalam kehidupan
sehari-hari. Setiap hari dimanapun kita berada pasti kita akan merasakan
suhu, baik suhu panas maupun suhu dingin. Suhu dapat menentukan
tingkat kelembaban. Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi kelembaban
menjadi rendah, sedangkan suhu yang rendah dapat mengakibatkan
kelembaban menjadi tinggi. Keadaan suhu pada suatu benda dapat kita
ketahui menggunakan alat thermometer, sedangkan untuk mengetahui
kelembaban paad suatu tempat dapat kita ketahui dengan menggunakan
alat hygrometer.
Kelembaban udara ialah banyaknya uap air yang terdapat dalam
udara/atmosfer. Besarannya dipengaruhi oleh banyaknya uap air yang
masuk kedalam atmosfer karena adanya penguapan dari perairan. Definisi
kelembaban relatif sendiri ialah sebagai nilai perbandingan antara tekanan
uap air pada saat pengukuran dengan nilai tekanan uap air jenuh pada suhu
yang sama. Sedangkan pengertian dari suhu sendiri yaitu banyaknya panas
yang terkandung dalam udara atau energi – energi yang terdapat dari
pergerakan molekul – moleku pada suatu benda. Suhu pada suatu benda
merupakan suatu kondisi dimana benda tersebut mempunyai potensi untuk
memindahkan energi ke benda lain atau menerima energi dari benda lain.
Dalam dunia modern saat ini, banyak sekali alat teknologi yang
bermunculan di berbagai bidang dalam penggunaannya. Salah satu
contohnya dari kemajuan teknologi ialah alat untuk mengukur suhu dan
kelembaban. Alat ini adalah penggabungan antara alat untuk mengukur
suhu dan kelembaban udara yang dinamakan thermohygrometer.
Thermohygrometer merupakan alat yang mempunyai dua fungsi sekaligus
yaitu bisa digunakan untuk mengukur suhu udara dan kelembaban baik
diruang terbuka maupun diruang tertutup.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Suhu ialah kemampuan ada pada benda dalam hal membuang,
menerima dan mengubah panas (Anonymous, 2011). Biasanya suhu
didefinisikan sebagai derajat panas dinginya suatu benda. Suhu adalah
besaran yang menyatakan derajat panas dan dingin suatu benda dan tempat
(Aris Kurniawan, 2021). Alat yang biasanya digunakan dalam pengukuran
suhu adalah thermometer.
Sedangkan kelembaban udara ialah banyaknya kandungan air yang
terdapat di atmosfer. Udara atmosfer merupakan gabungan dari uap panas
serta udara kering (Anonymous, 2011). Kelembaban udara sendiri
menggambarkan kandungan uap air yang terdapat di udara yang dinyatakan
sebagai kelembaban mutlak. Kelembaban mutlak merupakan kandungan
uap air yang dinyatakan sebagai massa uap air/tekanannya per satuan
volume. Alat yang biasanya digunakan dalam pengukuran kelembaban
udara (relative humudity) ialah higrometer.
Dalam dunia modern sekarang ini, banyak sekali alat teknologi yang
bermunculan di berbagai bidang didalam penggunaannya. Salah satu
contohnya dari kemajuan teknologi itu ialah alat untuk mengukur suhu dan
kelembaban, adalah penggabungan antara alat untuk mengukur suhu dan
kelembaban udara yaitu dinamakan thermohygrometer.

2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi suhu dan kelembaban udara pada


suatu benda ataupun daerah
a. Faktor – faktor yang mempengaruhi suhu udara
Temperatur udara merupakan derajat panas dari molekul – molekul
dalam astmosfer yang dinyatakan dalam bentuk skala celcius,
fahrenheit, dan skala reamur. Penting sekali untuk diketahui bahwa
suhu antara daerah yang dengan daerah yang lain memiliki suhu udara
yang berbeda. Hal ini dipengerahui oleh beberapa hal sebagai berikut :

6
1. Tinggi rendahnya suatu tempat
2. Lama tidaknya penyinaran
3. Angin dan arus laut
4. keberadaan awan
5. Sudut datangya atau arah keberadaannya sinar matahari

b. Faktor – faktor yang mempengaruhi kelembaban udara


Terdapat beberapa fakor yang dapat mempengaruhi kelembaban udara
yaitu :
1. angin
2. kerapatan keberadaan vegetasi karena semakin rapatnya jarak
antara vegetasi maka kelembaban makin tinggi dan suhu akan
menjadi rendah
3. suhu
keterkaitan antara suhu dan kelembaban sangatlah erat, karena
perubahan pada kelembaban udara juga akan mempengaruhi
perubahan suhu juga. Saat musim hujan suhu udara akan
menjadi rendah sehingga pada kelembaban akan menjadi tinggi,
hal ini memungkinkan tumbuhnya jamur di kertas atau kertas
menjadi bergelombang karena akibat dari naik turunya suhu
udara. Kelembaban udara berbanding terbalik terhadap suhu
udara. Jika suhu udara semakin tinggi, maka kelembaban udara
akan semakin kecil/rendah. Hal ini dikarenakan pada ssat
tingginya suhu uadar akan terjadi pengembunan molekul air
yang ada di udara sehingga muatan air dalam udara akan
menurun (Lakitan, 2002)
4. radiasi matahari
5. ketinggian tempat
6. ketersedian air disuatu tempat (umar, 2010)
semakin banyaknya jumlah kandungan uap air baik di udara
maupun di tanah, maka kelembaban akan makin tinggi (Lakitan,
2002)

7
1.1 Nilai ambang batas suhu dan kelembaban udara
Menurut PERMENKES tahun 2010, batasan suhu udara yang
dianggap normal di Indonesia ialah 18 oC – 30oC, sedangkan untuk batasan
normal kelembaban ialah 40% - 60%. Alat yang digunakan dalam
pengukuran suhu dan kelembaban adalah Thermo Hygrometer.

1.2 Jenis – jenis kelembaban udara


Kelembaban udara menjelaskan mengenai banyaknya kandungan
uap air di udara yang dapat dinyatakan dengan kelembaban mutlak,
kelembaban nisbi (relatif), dan defisit tekanan uap air (Handoko, 1994)
yaitu sebagai berikut :
1. Kelembaban mutlak ialah banyaknya kandungan uap air yang dapat
dinyatakan sebagai massa uap air ataupun tekanannya. Artinya massa
uap air yang dalam satu satuan udara dinyatakan dalam bentuk
gram/m3
2. Kelembaban nisbi (relatif) ialah perbandingan antara kandungan atau
tekanan uap air aktual dengan kondisi jenuhnya ataupun kapasitas
udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung
uap air dalam keadaan jenuh ditentukan oleh suhu udara.
Kelembaban spesifik adalah membandingkan banyaknya kandungan
uap air dengan satuan massa udara yang dinyatakan dengan gram/kg
3. Defisit tekanan uap air ialah perbandingan selisih antara tekanan uap
jenuh dan tekanan uap aktual. Kelembaban relatif yaitu
membandingkan banyaknya uap air yang ada di udara dengan
banyaknya maksimum uap air yang dikandung panas atapun
temperatur tertentu yang dinyatakan dalam bentuk % (Gunarsih,
2001).
Kelembaban merupakan jumlah uap air di udara meskipun uap
airnya hanya sebagian kecil saja dari atmosfer, rata - rata kurang lebih 2%
massa keseluruhan. Kelembaban absolut (absolute humidity) merupakan

8
total massa uap air per satuan volume udara yang dinyatakan dalam bentuk
satuan kg/m3 (Hanum, 2013)

1.3 Dampak negative dari kelembaban dan suhu ruang yang buruk
Kelembaban udara yang tinggi akan mengakibatkan risiko infeksi
pernapasan menjadi lebih tinggi. Jika kelembaban udara rendah bisa
mengakibatkan iritasi pernapasan karena kurangnya produksi lendir dalam
saluran pernapasan terutama hidung dalam menangkap debu, virus dan
mikro organisme lainnya. Sementara bagi makhluk hidup lain, kelembaban
udara yang tinggi dapat membantu pertumbuhan organisme di lingkungan
sekitar. Sedangkan bagi aspek rumah, apabila rumah kita kurangnya
terpapar sinar matahari dapat membantu pertumbuhan jamur. Jamur –
jamur ini akan menghasilkan spora yang selanjutnya akan terbang bebas di
udara karena jamur suka di tempat yang lembab, dan apabila jamur
tersebut terhirup dari kita maka dapat menyebabkan infeksi saluran
pernapasan. Selain itu dampak buruk lainnya seperti bibir menjadi lebih
kering dan pecah – pecah, kulit menjadi lebih kering, dan mukosa hidung
bisa kering sehingga hidung sering tersumbat serta hidung juga mudah
berdarah atau mimisan.

9
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat

3.1 Gambar Alat Hygrothermometer

3.1.2 Bahan
-

3.2 Prosedur kerja


3.2.1 Cara kerja

Mengukur Kelembaban dan Suhu Ambien

Mulai Nyalakan alat dengan Tempatkan alat di area


menekan tombol on/off yang akan di ukur

Tekan tombol o C/o F untuk Tekan tombol MODE


mengganti satuan Tunggu beberapa saat
untuk mengganti satuan
pengukuran suhu hingga stabil
pengukuran kelembaban
pengukuran kelembaban
T
ol MODE untuk
ol MODE untuk mengganti mengganti satuan
satuanSelesai
pengukuran
3.2 Gambarpengukuran kelembaban
Flowchart Mengukur Kelembaban dan Suhu Ambien
kelembaban

10
Mengukur Kelembabab Absolut

Nyalakan alat dengan Tempatkan alat di area


Mulai
menekan tombol on/off yang akan di ukur

Tekan dan tahan tombol MODE


Nilai kelembaban absolute hingga “g/m” atau “gr/ft” dan
Selesai
ditampilkan “abs” muncul di layar

3.3 Gambar Flowchart Mengukur Kelembaban Absolut

Mengukur Dew Ponit (Titik Embun) dan Wet Bulb

Mulai Nyalakan alat dengan Tempatkan alat di area


menekan tombol on/off yang akan di ukur

Tekan tombol DP (℃/℉)


Nilai dew ponit dan wet hingga ℃/℉ muncul
Selesai
bulb ditampilkan dibagian bawah layar

3.4 Gambar Flowchart Mengukur Dew Ponit (Titik Embun) dan Wet Bulb

11
Mengukur Suhu

Nyalakan alat dengan Tempatkan alat di area


Mulai
menekan tombol on/off yang akan di ukur

Tekan tombol ℃/℉


Selesai Nilai Suhu ditampilkan hingga ℃/℉muncul
dibagian bawah layar

3.5 Gambar Flowchart Mengukur Suhu

3.2.2 Cara Mengganti Baterai

Mulai

Kendurkan/putar bagian
leher alat, pisahkan
probenya

Angkat penutup baterai,


untuk membuka tempat
baterai

Masukkan baterai dengan


sisi kutub yang benar

Tutup kembali

Selesai

3.6 Gambar Flowchart Cara Mengganti Baterai

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tempat dan Waktu pengukuran
a. Tempat Pengukuran : Ruang Laboratorium Fakultas Kesehatan
Masyarakat
b. Waktu Pengukuran : Jumat, 23 April 2021 Pukul 10.30 WIB

4.1.2 Tabel hasil pengukuran

Tabel 4.1.1 Hasil Pengukuran Suhu

Tempat Titik
No Suhu Satuan Keterangan
Pengukuran Pengukuran
Nilai
Di bagian Ruang
Ruang pengukuran
laboratorim
laboratorium suhu termasuk
Fakultas o
1 Fakultas 24.6 C normal yaitu
Kesehatan
Kesehatan berada
T Masyarakat
Masyarakat diantara 18oC
– 30oC

13
Tabel 4.1.2 Hasil Pengukuran kelembaban

Tempat Titik
No kelembaban Satuan Keterangan
Pengukuran Pengukuran
Nilai
Di bagian
pengukuran
Ruang Ruang
kelembaban
laboratorium laboratorim
termasuk
1 Fakultas 63.4 %
Fakultas
tidak normal
Kesehatan Kesehatan
yaitu
Masyarakat Masyarakat melebihi
60%

4.2 Pembahasan
Pada praktikum pengukuran suhu dan kelembaban menggunakan alat
hygrothermometer yang telah dilakukan ditempat ruang laboratorium
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya, dimana dalam
praktikum ini melakukan uji suhu dan kelembaban suhu pada ruang
tersebut. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui nilai tingkat atau
pengukuran suhu dan kelembaban di ruang laboratorium fakultas
kesehatan masyarakat.
Dari pengukuran yang telah dilakukan menghasilkan nilai suhu
sebesar 24.6 oC, yang artinya tingkat suhu tersebut berada di Nilai
Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan Menurut PERMENKES tahun
2010, batasan suhu udara yang dianggap normal di Indonesia ialah 18oC –
30oC, sedangkan untuk batasan normal kelembaban ialah 40% - 60%.
Artinya ruang laboratorium tersebut berada di kondisi suhu yang normal.
Sedangkan Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan menghasilkan nilai
kelembaban sebesar 63.4 %, yang artinya tingkat kelembaban tersebut
berada di atas Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan Menurut
PERMENKES tahun 2010, batasan suhu udara yang dianggap normal di
Indonesia ialah 18oC – 30oC, sedangkan untuk batasan normal kelembaban

14
ialah 40% - 60%. Artinya ruang laboratorium tersebut berada di kondisi
kelembaban yang tidak normal.
Bila Kelembaban udara yang tinggi akan mengakibatkan risiko
infeksi pernapasan menjadi lebih tinggi, Selain itu dampak buruk lainnya
juga seperti bibir menjadi lebih kering dan pecah – pecah, kulit menjadi
lebih kering, dan mukosa hidung bisa kering sehingga hidung sering
tersumbat serta hidung juga mudah berdarah atau mimisan. Sementara bagi
makhluk hidup lain, kelembaban udara yang tinggi dapat membantu
pertumbuhan organisme di lingkungan sekitar.

15
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah
1. Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dan dingin suatu
benda dan tempat, Sedangkan kelembaban udara ialah banyaknya
kandungan air yang terdapat di atmosfer.
2. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban udara adalah
hygrothermometer
3. Menurut PERMENKES tahun 2010, batasan suhu udara yang dianggap
normal di Indonesia ialah 18 oC – 30oC, sedangkan untuk batasan normal
kelembaban ialah 40% - 60%.
4. Hasil dari pengukuran tingkat suhu dan kelembaban udara di ruang
laboratorium fakultas kesehatan masyarakat ialah didapatkan nilai suhu
sebesar 24.6 oC dan nilai kelembaban sebesar 63.4 %.
5. Hasil dari pengukuran yang telah dilakukan dinyatakan bahwa kondisi
ruang laboratorium tersebut pada tingkat suhunya aman karena berada di
nilai yang normal yaitu berada di Nilai Ambang Batas (NAB), namun
pada tingkat kelembabannya tidak normal kerena berada di atas Nilai
Ambang Batas (NAB) sehingga dengan kondisi kelembaban yang tidak
normal ini dapat menimbulkan risiko kesehatan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2011. “Transmission Electron Microscope (TEM).” Accessed March


12, 2011 (unl.edu.com).
Aris Kurniawan. 2021. “Pengertian Suhu Beserta Alat Ukurnya.”
Gurupendidikan.Co.Id. Accessed March 3, 2021
(https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-suhu/).
Gunarsih. 2001. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah Dan Tanaman.
Bina Aksara. Jakarta.
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.
Hanum, C. 2013. Klimatologi Pertanian. USU Press. Medan.
Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

17
LAPORAN
PRAKTIKUM SOIL PH METER

Laporan ini dibuat sebagai syarat


Dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

OLEH :

Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Kelas : IKM B
Dosen : Dr. Suheryanto, M.Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 1


DAFTAR TABEL .............................................................................................. 2
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1 Pengertian Tanah ................................................................................... 6
2.2 Jenis Tanah ............................................................................................ 6
2.3 Keasaman Tanah.................................................................................... 6
2.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Keasaman Tanah ............................. 7
2.5 Hubungan Keasaman Tanah dengan Kesuburan Tanah .......................... 8
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ......................................................... 9
3.1 Alat dan Bahan ...................................................................................... 9
3.1.1 Alat ................................................................................................ 9
3.1.2 Bahan ............................................................................................. 9
3.2. Prosedur Kerja ..................................................................................... 10
3.2.1. Kalibrasi Alat ................................................................................ 10
3.2.2. Cara Kerja ..................................................................................... 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 12
4.1 Hasil .................................................................................................... 12
4.1.1 Tempat dan Waktu .......................................................................... 12
4.1.2 Tabel Hasil Pengukuran ................................................................ 12
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 12
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 14
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16

1
DAFTAR TABEL

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran...............................................................................12

2
DAFTAR GAMBAR

3.1 Gambar Alat Soil Ph Meter................................................................................9

3.2 Gambar Flowchart Kalibrasi Alat....................................................................10

3.3 Gambar Flowchart Cara Kerja.........................................................................11

4.1 Gambar Hasil Pengukuran Soil pH Meter.......................................................12

3
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sari tanah merupakan sumber utama zat hara untuk tanaman dan
tempat sejumlah perubahan penting dalam siklus pertumbuhan tanaman.
Cepat lambatnya suatu tanaman dalam bertumbuh bergantung pada pH
tanah terpat tanaman itu tumbuh. Dalam ilmu pertanian pengaruh pH pada
tanah sangat memiliki peranan yang sangat penting guna untuk
menentukan kesulitan penyerapan zat hara oleh tanaman tersebut. Pada
umumnya unsur hara mudah diserap oleh tanaman apabila pH tanah
berada pada rentang angka 6-7. Hal ini dikarenakan pada pH tersebut
Sebagian besar unsur hara akan mudah larut dalam air (Karamina,
Fikrinda and Murti, 2018).
Penurunan kualitas tanah diperkirakan akan terus terjadi sehingga akan
memberikan dampak negative pada keberlanjutan produktivitas pertanian
dalam jangka Panjang. Berkurang atau menurunnya produktivitas tanah,
khususnya hasil/produk pertanian sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah
(fisik, kimia dan biologi). Namun, parameter sifat tanah apa dan berapa
nilai parameter sifat tanah tersebut dapat mencapai produktivitas yang
optimal belum diketahui. Konsep klasifikasi kesesuaian lahan dengan
parameter-parameter sifat tanah sebagai kriteria dapat digunakan sebagai
dasar untuk mengetahui produktivitas lahan (Produksi and Hasil, 2004)

Kemasaman tanah adalah sifat tanah yang perlu diketahui, karena


menunjukkan adanya hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara dan
juga hubungna antara pH dengan sifat-sifat tanah. Kemasaman dikenal ada
dua yaitu kemasaman aktif dan kemasaman potensial. Kemasaman aktif
disebabkan oleh H+ dalam larutan, sedangkan kemasaman potensial
disebabkan oleh ion H+ dan Al yang terjerap pada permukaan kompleks
jerapan. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu melakukan percobaan
reaksi tanah (pH) untuk mengetahui jenis reaksi dan nilai pH tanah pada
berbagai lapisan tanah.

4
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
optimal dari tanaman adalah pH tanah. Reaksi tanah yang dinyatakan
dengan pH menunjukkan sifat kemasaman atau konsentrasi ion H+ dan ion
OH- dalam tanah. pH yang dibutuhkan oleh tanaman adalah pH yang
sesuai dengan keadaan anatomi dan fisiologis daripada tanaman tersebut,
oleh sebab itu pH perlu diubah agar sesuai kebutuhan tanaman. Namun
usaha ini tidak mudah sebab ada penghambat yang disebut Buffer
(sanggahan), yang merupakan suatu sifat umum dari campuran asam-basa
dan garamnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pH tanah adalah Sistem tanah


yang dirajai oleh ion-ion H+ akan bersuasana asam.Penyebab keasaman
tanah adalah ion H+ dan Al3+ yang berada dalam larutan tanah unsur-
unsur yang terkandung dalam tanah, konsentrasi ion H+ dan ion OH-,
mineral tanah, air hujan dan bahan induk. Bahwa bahan induk tanah
mempunyai pH yang bervariasi sesuai dengan mineral penyusunnya dan
asam nitrit yang secara alami merupakan komponen renik dari air hujan
juga merupakan faktor yang mempengaruhi pH tanah, selain itu bahan
organik dan tekstur. Bahan organik mempengaruhi besar kecilnya daya
serap tanah akan air. Semakin banyak air dalam tanah maka semakin
banyak reaksi pelepasan ion H+ sehingga tanah menjadi masam.

Pentingnya pH adalah untuk menentukan mudah tidaknya unsur-


unsur hara diserap tanaman. Pada tanaman yang sekitar pH netral,
disebakan karena pH tersebut kebanyakan unsur hara larut dalam air.
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang
dinyatakan dengan pH menunjukkan bahwa banyaknya konsentrasi ion
hidrogen (H+) didalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah
maka semakin masam tanah tersebut sedangkan jika didalam tanah
ditemukan ion OH- yang jumlahnya berbanding terbalik dengan
banyaknya H+ maka tanah tersebut tergolong alkalis. Umumnya unsur
hara mudah diserap oleh akar tanaman pada keadaan pH netral karena
pada pH tersebut kebanyakan unsur hara dapat larut dalam air.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tanah
Tanah merupakan material bahan bangunan yang berasal dari alam,
material tanah ini terdiri dari butir – butir tanah padat, air dan juga udara.
Perbandingan kandungan air dan udara dalam tanah mempengaruhi pada
jenis atau kondisi tanah tersebut, apabila tanah tersebut bersifat jenuh
maka dapat dipastikan bila keadaan pori tanah tersebut didominasi oleh air
dibandingkan dengan udara yang ada didalam tanah tersebut, begitu pula
dengan sebaliknya bila kondisi tanah tersebeut bersifat kering maka dapat
dipastikan bila keadaan pori tanah tersebut lebih didominasi angin
dibandingkan oleh air atau sama sekali tidak mengandung air.

2.2 Jenis Tanah


Berdasarkan jenisnya, tanah dapat dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu :

1. Tanah Kohesif
Tanah kohesif merupakan tanah berbutir halus dan memiliki rekatan
antara butir-butirnya contoh : Lempung (Clay), lanau (Silt).
2. Tanah non-Kohesif
Tanah non-kohesif merupakan tanah berbutir kasar dan tidak memiliki
rekatan antar butir-butirnya contoh : Krikil (Gravel), Pasir (Sand).
3. Tanah Campuran
Tanah campuran merupakan campuran dari tanah kohesif dan juga
tanah non-kohesif, contoh : Pasir Kelempungan (Pasir > Lempung),
Lempung Kepasiran (Lempung > Pasir).

2.3 Keasaman Tanah


Keasaman tanah ditentukan oleh dinamika ion di dalam tanah, ion
yang terdapat dalam suspensi tanah berada keseimbangan dengan ion yang
terjerap. Akibat dari proses itu, maka dikenal 2 jenis keasaman yaitu
keasaman aktif dan keasaman potensial. Keasaman aktif disebabkan oleh
ion di dalam larutan tanah, sedangkan keasaman potensial disebabkan oleh

6
ion dan Al yang terjerap pada permukaan kompleks jerapan. Keasaman
tanah merupakan salah satu sifat yang penting. Sebab terdapat hubungan
pH dengan ketersediaan unsur hara, juga terdapat beberapa hubungan
antara pH dan semua pembentukan serta sifat-sifat tanah.

Pada umumnya pH tanah ditentukan oleh :

1. Pencampuran satu bagian tanah dengan dua bagian air suling (bahan
lain yang sesuai seperti larutan garam netral),
2. Campurkanlah mereka untuk mendapatkan tanah dan air sampai
mendekati kesetimbangan, dan kemudian,
3. Ukurlah pH suspensi air tanah. Tedapat beberapa komponen dalam
tanah yang mempengaruhi konsentrasi larutan tanah. Keadaan
dipersukar oleh bahan-bahan tanah besar perubahannya diantaranya
interaksi. Bagian ini dimulai dengan suatu pH tertentu dan faktor –
faktor yang mengendalikan pH pada sebagian besar tanah, yang
umumnya berkisar 4 – 10, pH kurang dari 4, biasanya dikaitkan
dengan hadirnya asam kuat seperti asam sulfat.

2.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Keasaman Tanah


Faktor-faktor yang mempengaruhi pH tanah yaitu unsur-unsur
yang terkandung dalam tanah, konsentrasi ion dan ion mineral tanah, air
hujan dan bahan induk, bahwa bahan induk tanah mempunyai pH yang
bervariasi sesuai dengan mineral penyusunnya dan asam nitrit yang secara
alami merupakan komponen renik dari air hujan juga merupakan faktor
yang mempengaruhi pH tanah, selain itu bahan organik dan tekstur. Bahan
organik mempengaruhi besar kecilnya daya serap tanah akan air. Semakin
banyak air dalam tanah maka semakin banyak reaksi pelepasan ion H+
sehingga tanah menjadi masam.
Tekstur tanah liat mempunyai koloid tanah yang dapat yang dapat
melakukan kapasitas tukar kation yang tinggi, tanah yang banyak
mengandung kation dapat berdisiosiasi menimbulkan reaksi masam. Selain
faktor lain yang angat berpengaruh adalah kejenuhan basa, sifat misel,
bahan organik tanah, bahan induk tanah (Asmaud, 2008).

7
Faktor-faktor lain yang kadangkala mempengaruhi pH tanah
terutama didaerah industri adalah, antara lain adalah sulfur yang
merupakan hasil sampingan dari industri gas, yang jika bereaksi dengan
air akan menghasilkan asam sulfur, dan asam nitrit yang secara alami
merupakan komponen renik dari air hujan. Hujan asam juga terjadi
sebagai akibat meningkatnya sebuah penggunaan dan pembakaran fosil-
fosil padat yang menimbulkan gas-gas sulfur dan nitrogen, yang kemudian
akan bereaksi dengan air hujan (Hanafiah, 2014).

2.5 Hubungan Keasaman Tanah dengan Kesuburan Tanah


Pentingnya pH tanah adalah dapat menentukan mudah tidaknya
unsur-unsur hara diserap tanaman, selain itu dapat menunjukkan
kemungkinan adanya unsur-unsur beracun, dan mempengaruhi
perkembangan mikroorganisme. Tanah yang terlalu asam dapat dinaikkan
pH-nya dengan menambahkan zat kapur ke dalam tanah, sedangkan tanah
tanah yang terlalu alkalis dapat diturunkan pH-nya dengan penambahan
sebuah belerang (Hardjowigeno, 2010).
Komponen kimia tanah sangat berperan dalam menentukan sifat
dan ciri tanah pada umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya.
Uraian kimia tanah banyak menjelaskan tentang reaksi-reaksi kimia yang
menyangkut masalah-masalah ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Hal-
hal yang banyak berkaitan dengan masalah tersebut di atas adalah
penyerapan dan pertukaran kation, sifat dari tanah, reaksi tanah,
pengelolaannya (Sudirjo, 2009).
Reaksi tanah atau pH tanah dapat memberikan petunjuk beberapa
sifat tanah. Makin tinggi pH makin banyak basa-basa terdapat dalam
sebuah tanah. Tanah-tanah yang terus menerus tercuci oleh air hujan
cenderung mempunyai pH yang lebih rendah dan miskin basa-basa. Pada
tanah masam, aktivitas (kelarutan) Al mungkin tinggi dan dapat meracuni
sebuah tanaman, sedangkan pada tanah-tanah yang mempunyai pH terlalu
tinggi unsur-unsur tertentu mungkin kurang tersedia untuk tanaman karena
mengendap (Harjowigeno,2010).

8
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
 SOIL pH Meter

3.1 Gambar Alat Soil Ph Meter


 Tissue
 Sikat khusus sensor
 Beker gelas

3.1.2 Bahan
 Larutan Buffer dengan pH 4 dan pH 7
 Aquabides
 Sample Tanah

9
3.2. Prosedur Kerja
3.2.1. Kalibrasi Alat

Tekan tombol power (± 3 detik)

Pilih menu calibrate

Pilih kalibrasi yang 2 poin

Pilih pH 7 dan pH 4

Pilih pengukuran selama 4 detik

Tekan enter pada alat, jika sudah tertulis ok tekan enter lagi
lalu celupkan probe ke pH 7, jangan sampai menyentuh dasar
gelas beker

Jika sudah bersihkan probe dengan


akuabidest dan lap dengan tissue

Lakukan langkah yang sama untuk


pH 4

Jika sudah bersihkan lagi alat dengan


akuabidest dan tissue

Jika hasil slope sudah berada pada rentang 105-90%, alat dapat
digunakan

3.2 Gambar Flowchart Kalibrasi Alat

10
3.2.2. Cara Kerja

Siapkan tanah (20-30 ml)

Bisa langsung memasukkan probe pada tanah


yang mau diukur atau ke mode pencatatan

Pilih options

Sample, enter

Take sample, enter

Masukkan probe ke tanah yang hendak diukur pHnya

Jika tertulis sample berarti pengukuran sudah


tercatat, sample bisa dilihat pada sample overview

Bersihkan tanah yang menempel pada probe dengan


tissue lalu jika masih ada tanah yang tertinggal bersihkan
dengan sikat gigi yang khusus untuk alat tersebut. Lalu
bilas lagi dengan akuabidest sampai probe bersih dan
dapat digunakan untuk pengukuran berikutnya

Matikan alat dengan menekan


tombol on/off selama 3 detik

3.3 Gambar Flowchart Cara Kerja

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1 Gambar Hasil pengukuran Soil pH Meter

4.1.1 Tempat dan Waktu


a. Tempat : Ruang Laboratorium Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya
b. Waktu : Jumat,23 April 2021 Pukul 09:20

4.1.2 Tabel Hasil Pengukuran

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Soil pH Meter


No. Nama Jenis Sampel Suhu pH Keterangan
Sampel (Co)
1. Sampel Tanah mengandung pH < 4,5 (Sangat Masam)
24,9 4,31
001 Humus

4.2 Pembahasan
Pada praktikum pH tanah pengukuran menggunakan alat Soil pH
Meter yang telah dilakukan, dimana dalam praktikum ini melakukan
pengukuran pada sample tanah yang digunakan untuk menanam tanaman

12
di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
Dimana sampel yang diukur hanya sekitar 30 gr tanah yang telah
dimasukkan kedalam gelas beker. Praktikum ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat keasaman atau pH tanah yang digunakan untuk
menanam tanaman di lingkungan tersebut, hasilnya kurang atau malah
melebihi dari nilai ambang batas maksimum yang telah ditetapkan.

Dari pengukuran yang telah dilakukan menghasilkan kalibrasi


pertama dengan menggunakan larutan pH 7 dan pH 4 adalah sebesar 98%.
Berdasarkan nilai standar kalibrasi yaitu 105% - 90%, hasil ini telah
memenuhi nilai standar kalibrasi yang hasur dilakukan, maka dilanjutkan
dengan pengujian sample tanah untuk mengukur angkat derajat keasaman
(pH) dan temperature/suhu dari sample tanah tersebut. Pengukuran
dilakukan dalam waktu beberapa detik dan didapatkan hasil dari
pengukuran tersebut. pH sample tanah adalah 4,31 dan suhu/temperature
sample tanah tersebut adalah 24.9˚C.

Berdasarkan pembagian kategori yang telah dituliskan pada


tinjauan pustaka diatas, nilai pH sebesar 4,31 termasuk dalam kategori
tanah yang bersifat sangat asam yang asamnya sampai pada tingkat yang
ekstrim. Namun untuk suhu dari sample tanah ini dapat dikatakan berada
dalam status normal atau suhu ruang (20-30˚C) (Hasrianti and Nurasia,
2016). Artinya tanah tersebut berpengaruh terhadap perkembangan
tumbuhan, dimana tanaman yang di tanam pada tanah tersebut tidak dapat
memanfaatkan nitrogen, pospor, kalium, dan zat hara lainnya. Oleh karena
itu kemungkinan besar tanaman akan teracuni oleh logam berat yang pada
akhirnya dapat membuat tanaman mati.

13
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :

1. Kemasaman tanah adalah sifat tanah yang perlu diketahui, karena


menunjukkan adanya hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara
dan juga hubungna antara pH dengan sifat-sifat tanah. Kemasaman
dikenal ada dua yaitu kemasaman aktif dan kemasaman potensial.
Kemasaman aktif disebabkan oleh H+ dalam larutan, sedangkan
kemasaman potensial disebabkan oleh ion H+ dan Al yang terjerap
pada permukaan kompleks jerapan. Oleh karena itu, diperlukan
percobaan reaksi tanah (pH) untuk mengetahui jenis reaksi dan nilai
pH tanah pada berbagai lapisan tanah.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pH tanah yaitu unsur-unsur yang
terkandung dalam tanah, konsentrasi ion dan ion mineral tanah, air
hujan dan bahan induk, bahan organik dan tekstur
3. Alat yang digunakan dalam pengukuran keasaman tanah adalah SOIL
pH Meter.
4. pH normal tanah berada di kisaran 6 - 8 atau kondisi terbaik memiliki
pH 6,5 sampai 7,5.
5. Hasil dari pengukuran tingkat keasaman pada tanah yang dilaksanakan
di ruang b1.02 didapatkan sebesar pH sample tanah adalah 4,31 dan
suhu/temperature sample tanah tersebut adalah 24.9˚C.
6. Hasil dari pengukuran yang telah dilakukan dinyatakan pH sebesar
4,31 termasuk dalam kategori tanah yang bersifat sangat asam yang
asamnya sampai pada tingkat yang ekstrim. Namun untuk suhu dari
sample tanah ini dapat dikatakan berada dalam status normal atau suhu
ruang (20-30˚C).
7. Artinya tanah yang digunakan untuk menanam tanaman di lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya tersebut
berpengaruh terhadap perkembangan tumbuhan, dimana tanaman yang
di tanam pada tanah tersebut tidak dapat memanfaatkan nitrogen,

14
pospor, kalium, dan zat hara lainnya. Oleh karena itu kemungkinan
besar tanaman akan teracuni oleh logam berat yang pada akhirnya
dapat membuat tanaman mati.

15
DAFTAR PUSTAKA
Produksi, O. and Hasil, K. (2004) ‘Gangguan logam berat terhadap baku mutu
tanah dan optimalisasi produksi kualitas hasil pertanian’, (12), pp. 30–37.

Tan H. K 1990. Dasar – Dasar Kimia Tanah. Gaja Mada Universitas press
Yogyakarta, Indonesia.

Hasrianti and Nurasia (2016) ‘ANALISIS WARNA, SUHU, pH DAN


SALINITAS AIR SUMUR BOR DI KOTA PALOPO’, Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia, 02(1), pp. 747–753.

Soepardi G, 1979. Sifat Dan Ciri Tanah, The Nature and Properties of soild, by
Brandy, 1975.

Pairunan A, dkk, 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Makassar: Badan kerjasama


Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur.

Asmaud, K.A. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Hanafiah, Kemas Ali. 2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.

Hardjowigeno, Sarwono. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.

L. K. Masayarakat. 2021. Penuntun Praktikum Analisis Kualitas Lingkungan.


Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sriwijaya.

Karamina, H., Fikrinda, W. and Murti, A. T. (2018) ‘Kompleksitas pengaruh


temperatur dan kelembaban tanah terhadap nilai pH tanah di perkebunan
jambu biji varietas kristal (Psidium guajava l.) Bumiaji, Kota Batu’,
Kultivasi, 16(3), pp. 430–434. doi: 10.24198/kultivasi.v16i3.1322

16
LAPORAN

PRAKTIKUM KADAR LOGAM Fe DALAM AIR

Laporan ini dibuat sebagai syarat


Dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

OLEH

Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Dosen : Dr. Suheryanto, M. Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 1


DAFTAR TABEL .............................................................................................. 2
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2. 1 Pengertian Air Bersih ............................................................................. 5
2.3 Logam Fe Dalam Air ............................................................................. 6
2.4 Ciri-ciri air yang mengandung Fe ........................................................... 6
2. 6 Nilai Ambang Batas ............................................................................... 8
2.7 Dampak Fe Terhadap Kesehatan ............................................................ 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 9
3.1 Alat dan Bahan ...................................................................................... 9
3.1.1 Alat ................................................................................................. 9
3.1.2 Bahan .............................................................................................. 9
3.1 Prosedur Kerja ..................................................................................... 10
3.1.1 Kalibrasi Alat ................................................................................ 10
3.1.2 Cara Kerja ..................................................................................... 11
BAB IV HASIL PEMBAHASAN .................................................................... 12
4.1 Hasil .................................................................................................... 12
4.1.1 Tempat dan Waktu ........................................................................ 12
4.1.2 Tabel Hasil Pengukuran ................................................................ 12
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 13
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 15
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16

1
DAFTAR TABEL

Table 4.1 Hasil Pengukuran Kadar Fe Pada Air....................................................12

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Alat Photometer Sanitarian Kit............................................................9

Gambar 3.2 Flowchart Kalibrasi Alat....................................................................10

Gambar 3.3 Flowchart Cara Kerja.........................................................................11

Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Kadar Fe Dalam Air Galon...................................12

Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Kadar Fe Dalam Air Keran...................................12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumber daya air diperlukan untuk semua kebutuhan makhluk hidup. Oleh
karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan
baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai
kepentingan harus dilakukan secara bijaksana. Aspek penghematan dan
pelestarian sumber daya air harus ditambahkan pada segenap pengguna air.
Menurut Robert air kebutuhan untuk semua aktifitas manusia mulai dari air
minum, pertanian, energi, pengembangan industri sampai pada virtual water
(pemanfaatan tak langsunga) untuk kepentingan manusia dan kepentingan
komersial lainnya, ketersediaan air dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak
diperlukan (Dreamy, 2017)
Menurut Departemen kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak
memiliki rasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat.
Air yang langsung berasal dari alam dapat langsung dimakan, namun pada
kenyataannya terdapat banyak risiko bahwa air tersebut tercemar oleh bakteri,
misalnya Escherchia coli atau zat-zat berbahaya yang tidak dapat dibunuh
walaupun dengan memasak air tersebut, seperti zat logam contohnya Logam Besi
dan Mangan. Pada pH 6,5-7 adalah merupakan pH yang ideal. Unsur-unsur hara
akan relative banyak tersedia pada pH tersebut. Sedangkan pada pH rendah unsur-
unsur seperti Al, Mn & Fe akan bersifat racun. Kadar besi (Fe) > 1 mg/L dianggap
membahayakan kehidupan organisme akuatik (Fentz, 1962)
Logam Fe merupakan logam essensial yang keberadaannya dalam jumlah
tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebih
dapat menimbulkan efek racun. Tingginya kandungan logam Fe akan berdampak
bagi kesehatan manusia (Fentz, 1962). Logam pada dasarnya bersifat toksik
karena logam tersebut terikat dengan lingan dari struktur biologi. Sebagian besar
logam menduduki ikatan tersebut dalam beberapa jenis enzim dalam tubuh.
Logam besi dan Mangan banyak dijumpai di kulit bumi. Kandungan Logam Besi
dan Mangan di dalam air secara berlebihan dapat menimbulkan efek negatife

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pengertian Air Bersih


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 Syarat-syarat yang ditentukan sesuai dengan
persyaratan kualitas air secara fisika, kimia, dan biologi. Standar kualitas air
bersih, air bersih merupakan air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminimum apabila dimasak terlebih
dahulu. Air merupakan faktor penting dalam pemenuhan kebutuhan vital bagi
makhluk hidup, diantaranya sebagai air minum atau keperluan rumah tangga
lainnya (Febrina and Astrid, 2014).

2. 2 Sumber-sumber Air Bersih


Sumber-sumber air bersih yang di manfaatkan manusia pada dsarnya
digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu :
1. Air Hujan Air hujan merupakan penyubliman awan atau uap air murni
yang ketika turun dan melalui udara akan melarutkan benda-benda di
udara seperti gas O2, CO2, N2, jasad renik, dan debu (Sumantri, 2010).
2. Air Tanah Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah
pada daerah akifer. Air tanah berdasarkan kedalamannya dibagi menjadi
dua, yaitu:
a) Air Tanah Dangkal Air tanah dangkal terjadi karena daya proses
peresapan air dari permukaan tanah. Air tanah dangkal terdapat
pada kedalaman 15 meter, ditinjau dari segi kualitasnya air tanah
dangkal 11 dikaterigorikan agak baik dan dari segi kuantitas
kurang baik, tergantung pada musim.
b) Air Tanah Dalam Pengambilan air tanah dalam harus
menggunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sampai
kedalaman 100-300 m. Jika tekanan air tanah besar, maka air dapat
menyembur keluar, sumur ini disebut sumur artesis.

5
3. Air Permukaan Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan
tanah, misalnya air sungai, air rawa, dan danau (K, Agustina, H Santjoko,
2019).

2.3 Logam Fe Dalam Air


Kandungan besi dalam air dapat berasal dari larutan batu-batuan yang
mengandung senyawa Fe seperti Pyrit. Dalam buangan limbah industri kandungan
besi berasal dari korosi pipa-pipa air mineral logam sebagai hasil elektro kimia
yang terjadi pada perubahan air yang mengandung padatan larut mempunyai sifat
menghantarkan listrik dan ini mempercepat terjadinya korosi. Logam Fe
merupakan logam essensial yang keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat
dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebih dapat
menimbulkan efek racun.

2.4 Ciri-ciri air yang mengandung Fe


Air yang berasal dari permukaan jarang ditemukan kadar Fe yang melebihi
1 mg/L, tetapi di dalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe
yang tinggi dapat dirasakan dan dapat menodai kain serta perkakas dapur. Pada air
yang tidak mengandung oksigen seperti air tanah, besi berada sebagai Fe +2 yang
cukup tinggi, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe +2
teroksidasi menjadi Fe(OH)3, dimana Fe(OH)3 sulit larut dalam pH 6 sampai 8.
Sedangkan besi Fe+2 dapat sangat mudah larut dalam air. Adanya kandungan ion
Fe+2 yang terlarut dalam air dapat menunjukan ciri sebagai berikut :
1. Rasa dan bau logam yang amis pada air, disebabkan oleh bakteri
yang mengalami degradasi;
2. Besi dalam konsentrasi yang lebih besar dari 25 mg/L akan
memberikan suatu rasa pada air yang menggambarkan rasa metalik,
astrinogent atau obat;
3. Mengakibatkan pertumbuhan bakteri besi (Crenothrix dan
Gallionella) yang berbentuk filamen;
4. Menimbulkan warna kecoklatan pada pakaian putih;
5. Meninggalkan noda pada bak-bak kamar mandi dan peralatan
lainnya;
6. Dapat menyebabkan penyempitan atau penyumbatan pada pipa;

6
7. Endapan logam ini juga dapat memberikan masalah pada sistem
penyediaan air secara individu (sumur) (Asmaningrum and Pasaribu,
2016).

2.5 Persyaratan Kualitas Air Bersih


Menurut Asmadi (2011), kualitas air yang baik dapat dibedakan menjadi 3,
yaitu secara fisik, kimia dan biologi. Persyaratan ini dapat dijabarkan menjadi
sebagai berikut:
1. Persyaratan Fisik
Persyaratan fisik adalah peryaratan air yang dapat dilihat langsung
oleh indera, baik dengan indera penglihatan, penciuman maupun
indera perasa meliputi:
a. Air harur jernih, bersih dan tidak berwrna;
b. Tidak berbau dan tidak berasa
c. Suhu air berbeda ± 3˚C dari suhu disekitarnya, sehingga air
bersih tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas.
2. Persyaratan Kimia
Kualitas air tergolong baik bila persyaratan kimia sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 Tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang,
Solus Per Aqua dan Pemandian Umum.
A. Kimia Anorganik
a. Kandungan kesadahan (CaCO3) tidak melebihi 500
mg/L;
b. Kandungan Mangan (Mn) tidak melebihi 0,5 mg/L;
c. Kandungan Besi (Fe) tidak melebihi 1 mg/L;
d. Kandungan Chlor tidak melebihi 600 mg/L;
e. Kandungan Timbal (Pb) tidak melebihi 0,05 mg/L.
B. Kimia Organik
a. Kandungan DDT tidak melebihi 0,03 mg/L;
b. Kandungan Detergen tidak melebihi 0,5 mg/L;

7
c. Kandungan Pestisida total tidak melebihi 0,10 mg/L.
3. Persyaratan Biologi
a. Tidak mengandung bakteri pathogen, misalnya bakteri
golongan colli, salmonella typi, vibrio cholera dan lain-lain.
Kuman-kuman ini sangat mudah tersebar melalui air.
b. Tidak mengandung bakteri non phatogen, seperti
actonomycete, phytoplankton, coliform, cladocera dan lain-
lain.

2. 6 Nilai Ambang Batas


Pengelolaan terhadap air yang digunakan oleh manusia sebagai air minum
berpedoman pada standar kualitas air terutama dalam penilaian terhadap produk
air minum yang dihasilkannya, maupun dalam merencanakan sistem dan proses
yang akan dilakukan terhadap sumber daya air. Air dapat dikatakan bersih apabila
memenuhi presyaratan kualitas air bersih yang sesuai dengan Permenkes Nomor
32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang,
Solus Per Aqua dan Pemandian Umum batas maksimal kadar Fe sebsesar 1 mg/l
untuk air bersih dan 0,3 mg/l untuk air minum (K, Agustina, H Santjoko, 2019).

2.7 Dampak Fe Terhadap Kesehatan


Gangguan Kesehatan Air yang mengandung besi dikonsumsi dengan
jumlah banyak dapat merusak dinding usus. Kematian seringkali disebabkan oleh
rusaknya dinding usus ini, kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l akan menyebabkan
terjadimya iritasi pada mata dan kulit. Tingginya kandungan logam Fe juga akan
berdampak terhadap kesehatan manusia diantaranya bisa menyebabkan keracunan
(muntah), kerusakan usus, penuaan dini hingga kematian mendadak, radang sendi,
cacat lahir, gusi berdarah, kanker, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing,
mudah lelah, hepatitis, hipertensi, insomnia.. Pada Hemokromotasis primer besi
yang diserap dan disimpan dalam jumlah yang berlebihan. Feritin berada dalam
keadaan jenuh akan besi sehingga kelebihan mineral ini akan disimpan dalam 18
bentuk kompleks dengan mineral lain yaitu hemosiderin. Akibatnya terjadilah
sirosis hati dan kerusakan pankreas sehingga menimbulkan diabetes.

8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
 Photometer Sanitarian Kit

Gambar 3.1 Alat Photometer Sanitarian Kit

 Tabung vial

3.1.2 Bahan
 Reagen Iron
 Sample air (air galon dan air keran)

9
3.1 Prosedur Kerja
3.1.1 Kalibrasi Alat

Hidupkan alat dan pilih salah satu parameter yang


ingin diukur

Siapkan tabung Vial yang sudah diisi aquabidest


sebanyak 10 ml

Masukkan tabung vial kedalah alat lalu ditutup

Tekan tombol OK

Tunggu beberapa detik dan kemuadian alat sudah


selesai dikalibrasi

Gambar 3.2 Flowchart Kalibrasi Alat

10
3.1.2 Cara Kerja

Hidupkan photometer sanitarian kit dengan menekan


tombol power on/off

Terlihat beberapa menu pilihan


parameter yang ingin diukur

Isikan aquabides ke dalam tabung vial untuk blanko sebanyak 10 ml


dan tabung vial harus terbebas dari sidik jari, agar tidak mempengaruhi
hasil pengukuran

Masukan blanko ke dalam alat dan tutup selanjutnya tekan tombol ok


pada alat dan tunggu beberapa detik, Ketika selesai maka display akan
muncul perintah untuk memasukan sampel

Sebelum memasukan sampel, persiapkan terlebih dahulu reagen,


dikarenakan reagen berbentuk pil maka kita haluskan terlebih dahulu
dengan menggunakan mortar

Setelah reagen dihaluskan maka masukan ke tabung vial yang berisikan


sampel yang ingin diukur, dan kocok, lalu tunggu sampai 1 menit agar
reagen tercampur ke sampel

Setelah reagen didiamkan selama 1 menit masukan reagen ke alat dan


tutup, selanjutnya tunggu beberapa detik sampai pada display muncul
hasil pengukuran

Ketika hasil pengukuran sudah muncul pada display maka catat


dan bandingkan dengan baku mutu lingkungan yang berlaku

Setelah selesai pengukuran maka matikan alat dan bersihkan


peralatan yang telah digunakan

Gambar 3.3 Flowchart Cara Kerja

11
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Kadar Fe Dalam Air Galon

Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Kadar Fe Dalam Air Keran

4.1.1 Tempat dan Waktu


a. Tempat : Ruang Kelas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya
b. Waktu : Jumat, 30 April 2021 pukul 08.30

4.1.2 Tabel Hasil Pengukuran

Table 4.1 Hasil Pengukuran Kadar Fe Pada Air


No Sampel Hasil Keterangan
1 Air galon 0,80 mg/l Melebihi NAB
air minum dan
kurang dari NAB
air bersih

12
2 Air keran 1,20 mg/l Melebihi NAB
air minum dan
melebihi NAB
air bersih

4.2 Pembahasan
Pada praktikum pengukuran kadar logam Fe dalam air ini dilakukan dengan
menggunakan alat bernama photometer sanitarian kit. Alat ini mengukur kadar Fe
dengan cara memasukkan tabung vial kedalam alat. Saat tabung vial dimasukkan
ke dalam sensor alat, tabung vial harus bebas dari debu dan sidik jari, karena jika
ada kotoran ataupun sidik jari yang menempel pada tabung vial akan membuat
hasil menjadi bias atau salah.
Sebelum pengukuran dilakukan, dilakukan kalibrasi dengan menggunakan
larutan aquabidest. Fungsi dari kalibrasi adalah untuk mengecek/ melihat
keakuratan alat. Pengujian larutan yang hendak diuji dilakukan dengan
mencampurkan 1 tablet reagen yang telah digerus menggunakan mortar kedalam
larutan yang hendak di ukur tersebut. 1 tablet reagen digunakan untuk 1 sample
larutan.larutan yang telah dicampurkan dengan reagen sebelum dimasukkan
kedalam alat untuk diuji harus didiamkan terlebih dahulu selama ± 1 menit.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990,
air dapat dikatakan sebagai air bersih harus bebas dari logan Fe (besi) atau
maksimal kadar Fe yang terkandung dalam air tersebut adalah sebesar 1,0 mg/L.
Dan bagi air yang kegunaannya untuk konsumsi sehari-hari, air tersebut maksimal
mengandung Fe sebesar 0,3 mg/L. Berdasarkan pada hasil pengukuran yang
dilakukan didapatkan bahwa, pada air galon, kadar Fe yang terkandung
didalamnya adalah sebesar 0,80 mg/L. Sedangkan pada air keran, kadar Fe yang
terkandung sebesar 1,20 mg/L logam Fe (Kemenkes RI, 1990)
Sehingga pada praktikum ini dapat dikatakan bahwa, sample air galon yang
digunakan tidak baik untuk dikonsumsi karena kadar besinya berada diatas nilai
ambang batas air minum yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Namun air galon ini dapat dikategorikan sebagai air bersih karena
nilainya berada dibawah angka 1,0 mg/L. Pada sample air keran yang diambil dari

13
Kampus Fakultas Kesehatan Masyarakat ini dapat dikategorikan sebagai air yang
tidak aman untuk dikonsumsi serta bukan juga air bersih karena kadar Fe yang
terkandung pada air ini melebihi nilai ambang batas dari keduanya.

14
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah :
1. Air bersih merupakan air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan air bersih sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminimum
apabila dimasak terlebih dahulu.
2. Kandungan besi dalam air dapat berasal dari larutan batu-batuan yang
mengandung senyawa Fe seperti Pyrit
3. Nilai ambang batas Logam Fe yang terkandung dalam air yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 adalah sebagai berikut:
a) Air konsumsi/minum : 0,3 mg/L;
b) Air bersih : 1,0 mg/L.
4. Hasil pengukuran pada sample air galon adalah sebesar 0,80 mg/L.
Sample air galon yang digunakan pada praktikum ini tidak baik untuk
dikonsumsi, namun dapat dikatakan sebagai air bersih. Hasil
pengukuran pada sample air keran adalah sebesar 1,20 mg/L. Sample
air keran yang digunakan pada pengukuran ini tidak dapat dikonsumsi
dan tidak masuk dalam kategori air bersih.
5. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap dua sampel menunjukan
bahwa air gallon dan keran tidak dapat dikonsumsi karena kandungan
logam pada air tersebut tidak melebihi nilai ambang batas yang telah
ditentukan. Apabila air tersebut dikonsumsi maka beriko mengalami
gangguan kesehatan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Asmaningrum, H. P. and Pasaribu, Y. P. (2016) ‘Penentuan Kadar Besi (Fe) dan


Kesadahan pada Air Minum Isi Ulang di Distrik Merauke’,
Magistra, 3(2), pp. 95–104.
Dreamy, O. (2017) Penetapan Kadar Logan Besi ( Fe ) dan Mangan ( Mn ) dalam
Air Sumber Tanah Bor dan Air dalam Tangki DMI ( De Manganese
Iron ) dengan Metode Spektrofotometri di PT . Tirta Sukses.
Febrina, A. and Astrid, A. (2014) ‘Studi Penurunan Kadar Besi (Fe) Dan Mangan
(Mn) Dalam Air Tanah Menggunakan Saringan Keramik’, Jurnal
Teknologi, 7(1), pp. 36–44. Available at:
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/jurtek/article/download/369/341.
Fentz, V. (1962) ‘Hypertensive Encephalopathy in a Child’, Acta Neurologica
Scandinavica, 38(4), pp. 307–312. doi: 10.1111/j.1600-
0404.1962.tb01105.x.
K, Agustina, H Santjoko, T. B. (2019) ‘Pasir Kuarsa Dan Arang Aktif Sebagai
Media Filtrasi Untuk Menurunkan Kandungan Besi (Fe) Pada Air
Sumur Gali Di Dusun Tempursari’, Kesehatan Lingkungan, pp. 9–
31. Available at: http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/882/4/4 Chapter
2.pdf.
Kemenkes RI (1990) ‘Permenkes No. 416 Tahun 1990 Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air’, Hukum Online, (416), pp. 1–16.
Available at: www.ptsmi.co.id.

16
LAPORAN

PRAKTIKUM KEKERUHAN AIR

Laporan Ini Dibuat Sebagai Syarat

Dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

OLEH

Nama : Ratmawati

NIM : 10011381924145

Kelompok : 4

Dosen : Dr. Suheryanto, M.Si

Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani

LABORATURIUM KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 1


DAFTAR TABEL .............................................................................................. 2
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1 Pengertian .............................................................................................. 5
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kekeruhan Air .......................................... 5
2.3 Nilai Ambang Batas (NAB) ................................................................... 8
2.4 Dampak Kekeruhan Air Bagi Kesehatan ................................................ 8
BAB III METOLOGI PRAKTIKUM ............................................................. 11
3.1 Alat dan Bahan .................................................................................... 11
3.1.1 Alat .............................................................................................. 11
3.1.2 Bahan ........................................................................................... 11
3.2 Prosedur Kerja ..................................................................................... 12
3.2.1 Kalibrasi Alat ............................................................................... 12
3.2.2 Cara Kerja .................................................................................... 13
BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 14
4.1 Hasil .................................................................................................... 14
4.1.1 Tempat dan waktu ........................................................................ 14
4.1.2 Tabel Hasil Pengukuran ................................................................ 14
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 15
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 17
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 18

1
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.2 Hasil Pengukuran Kekeruhan Air.......................................................14

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Alat Turbidimeter...............................................................................11


Gambar 3.2 Flowchart Kalibrasi Alat...................................................................12
Gambar 3.3 Flowchart Cara Kerja.........................................................................13
Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Turbidimeter Pada Air..........................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air adalah sumber daya alam yang memiliki peran penting dalam
kehidupan manusia, hewan, juga tumbuhan. Dalam tubuh manusia
sebagian besar terdiri atas unsur air. Di kehidupan sehari-hari kita banyak
menggunakan air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti untuk
air minum, mencuci, memasak, dan sebagainya. Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 492 tahun 2010, air minum
merupakan air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Menurut Permenkes RI No.416/PER/MENKES/IX/1990 tentang syarat
dan pengawasan kualitas, air bersih merupakan air yang memiliki kualitas
memenuhi syarat kesehatan yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
dan dapat diminum apabila telah melalui proses dimasak. Saat ini masih
banyak masyarakat yang menggunakan air dengan kualitas tidak baik yang
dapat membahayakan kesehatan masyarakat itu sendiri.
Dalam memenuhi kebutuhan air untuk manusia diperlukan standar dan
kualitas yang baik. Kualitas air baik dapat kita lihat dari beberapa segi
yaitu segi kimia, fisika, biologi dan estetika. Salah satu dari segi estetika
kualitas air dapat dilihat dari tingkat kekeruhan air tersebut. Kekeruhan air
tersebut disebabkan air mengandung banyak partikel bahan yang
tersuspensi sehingga menjadi warna maupun rupa yang keruh dan kotor.
Selain itu keruhnya air disebabkan juga oleh adanya zat-zat kolloid yaitu
zat yang terapung serta terurai secara halus. Untuk mengtahui tingkat
kekeruhan air biasanya dapat kita ukur menggunakan alat turbidimeter.
Turbidimeter merupakan salah satu alat yang biasa digunakan untuk
keperluan analisa kekeruhan air atau larutan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang
diketahui sampai saat ini di Bumi. Air merupakan substansi kimia dengan
rumus kimia H2O dengan uraian yang terdiri atas atom oksigen yang
terikat pada dua atom hidrogen (Krisnandi, 2009). Air adalah kebutuhan
yang sangat penting bagi kebutuhan manusia. Karena jika kebutuhan air
tidak tercukupi dan dengan kualitas yang tidak baik, as maka akan
menimbulkan dampak pada kerawanan kesehatan maupun sosial dalam
kehidupan manusia.

Saat ini permasalahan yang sering timbul dalam kehidupan


bermasyarakat yaitu kualitas air yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air minum yang
sehat dan bahkan tidak layak untuk di konsumsi. Air yang layak untuk
dikonsumsi menuhi syarat yang telah ditentukan yaitu peryarakat fisik,
kimia, biologis maupun estetika. Salah satu dari syarat estetika kualitas air
dapat dilihat dari kekeruhan air tersebut. Jika saja ada parameter yang tidak
memenuhi syarat maka air tersebut tidak layak untuk di minum. Dimana
jika penggunaan air yang kualitasnya buruk atau tidak layak untuk di
konsumsi akan dapat menimbulkan gangguan kesehatan, dampak yang
ditimbulkan baik secara langsung dan waktu yang cepat maupun tidak
langsung dengan waktu yg lama atau perlahan.

Kekeruhan merupakan jumlah dari butir-butir zat yang tergenang dalam


air. Kekeruhan adalah sifat optis dari suatu larutan yakni hamburan dan
absorpsi cahaya yang melaluinya. Kekeruhan pada air disebabkan oleh
adanya materi suspensi, seperti tanah liat/lempung, endapan lumpur,
partikel organik yang koloid, plankton, dan organisme mikroskopis lainnya
(Barus, 2020).

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kekeruhan Air

5
Air mempunyai karakteristik yang terdiri dari fisika, kimia dan biologis
yang sangat mempengaruhi kualitas air tersebut. Oleh karena itu, pengolahan
air mengacu pada beberapa parameter guna memperoleh air yang layak untuk
keperluan domestik terutama pada industri minuman. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kakeruhan air tersebut terdiri atas :

1. Faktor Fisika
Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi kualitas air yang dapat terlihat
langsung melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih
jauh pada air tersebut. Faktor-faktor fisika pada air meliputi:
a. Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik
dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang
dihasilkanoleh buangan industri.
b. Temperatur
Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen
terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan
bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic ynag mungkin saja
terjadi.
c. Warna
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan
tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik
serta tumbuh-tumbuhan.
d. Solid (Zat Padat)
Kandungan zat padat menimbulkan bau, juga dapat meyebabkan
turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi
sinar matahari kedalam air.
e. Bau dan Rasa
Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti
alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi
anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu.

2. Faktor Kimia

6
Karakteristik kimia air menyatakan banyaknya senyawa kimia yang
terdapat di dalam air, sebagian di antaranya berasal dari alam secara
alamiah dan sebagian lagi sebagai kontribusi aktivitas makhluk hidup.
Beberapa senyawa kimia yang terdapat didalam air dapat dianalisa dengan
beberapa parameter kualitas air. Parameter kualitas air tersebut dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. pH
Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas
air dan efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih
toksid dalam bentuk molekuler, dimana disosiasi senyawa-senyawa
tersebut dipengaruhi oleh pH.
b. DO (Dissolved Oxygent)
DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO
maka kualitas air semakin baik.
c. BOD (Biological Oxygent Demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat
pencerna) yang terdapat di dalam air secara bioologi.
d. COD (Chemical Oxygent Demend)
adalah banyaknya oksigen yang di butuhkan untuk mengoksidasi
bahan-bahan organik secara kimia.
e. Kesadahan
Kesadahan air yang tinggi akan mempengaruhi efektifitas pemakaian
sabun, namun sebaliknya dapat memberikan rasa yang segar. Di dalam
pemakaian untuk industri (air ketel, air pendingin, atau pemanas)
adanya kesadahan dalam air tidaklah dikehendaki. Kesadahan yang
tinggi bisa disebabkan oleh adanya kadar residu terlarut yang tinggi
dalam air.
f. Senyawa-senyawa kimia yang beracun
Kehadiran unsur arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan
racun terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (±

7
0,05 mg/l). Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan menyebabkan
timbulnya rasa dan bau ligan, menimbulkan warna koloid merah (karat)
akibat oksidasi oleh oksigen terlarut yang dapat menjadi racun bagi
manusia (Farida, 2002).
3. Faktor Biologi
Organisme mikro biasa terdapat dalam air permukaan, tetapi pada
umumnya tidak terdapat pada kebanyakan air tanah karena penyaringan
oleh aquifer. Organisme yang paling dikenal adalah bakteri. Adapun
pembagian mokroorganisme didalam air dapat di bagi sebagai berikut :
a. Bakteri
Dengan ukuran yang berbeda-beda dari 1-4 mikron, bakteri tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Bakteri yang menimbulkan penyakit
disebut disebut bakteri patogen.
b. Organisme Coliform
Organisme colliform merupakan organisme yang tidak berbahaya dari
kelompok colliform yang akan hidup lebih lama didalam air daripada
organisme patogen. Akan tetapi secara umum untuk air yang dianggap
aman untuk dikonsumsi, tidak boleh lebih dari 1 didalam 100ml air.

2.3 Nilai Ambang Batas (NAB)


Tingkat kekeruhan atau turbiditas ini ditunjukkan dengan satuan
pengukuran yaitu Nephelometric Turbidity Units (NTU). Nilai ambang
batas yang diperbolehkan Berdasarkan ketentuan dari Badan Kesehatan
Dunia (WHO), batas maksimum tingkat kekeruhan air minum yang
memenuhi syarat adalah 5 NTU.

2.4 Dampak Kekeruhan Air Bagi Kesehatan


Air merupakan unsur yang paling penting dalam kehidupan manusia.
Dengan air manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti
digunakan untuk mandi, mencuci, memasak dan sebagainya. Namun saat
ini banyak orang menggunakan air dengan kualitas yang kurang baik. Pada
saat ini juga, pencemaran terjadi dimana-mana danbeban pencemaran

8
dalam lingkungan air sudah semakin menyebar dengan masuknya limbah
industri dari berbagai bahan kimia, dimana dapat berbahaya dan beracun
meskipun dalam konsentrasi yang masih rendah. Bahan kimia berikut
seperti bahan pencemar logam-logam berat : Hg, Pb, Cd, As dan
sebagainya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas air yaitu
kekeruhan. Apabila kekeruhan air dalam potensi yang tinggi maka akan
berdampak bagi kesehatan manusia dan dapat menimbulkan berbagai
penyakit. Penyakit akibat mengkonsumsi air dengan tingkat kekeruhan
tinggi seperti :
1. Kolera
Kolera adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio
cholerae. Bakteri ini biasanya muncul dalam air atau makanan yang
terkontaminasi oleh feses orang yang menderita penyakit ini dan
sesorang dapat menderita kolera jika mencuci makanan menggunakan
air yang terkontaminasi. Gejala penyakit kolera yang dapat dirasakan
penderitanya yaitu berupa diare, kram perut, muntah dan sakit kepala.
2. Disentri
Disentri adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Dysentery
Baccelius yang masuk ke mulut melalui prantara air atau makanan yang
tercemar. Gejala penyakit disentri yang doaat dirasakan antara lain
demam, muntah, sakit perut, dan diare parah.
3. Diare
Diare adalah salah satu penyakit disebabkan oleh bakteri dan parasit
yang ada di air yang tercemar. Gejala diare biasanya dapat berupa feses
yang encer dan buang air besar terus-terusan.
4. Hepatitis A
Hepatitis A adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis
A dan penyakit yang menyerang hati. Hepatitis A ini biasanya
menyebar melalui air atau makanan yang terkontaminasi feses, atau
melalui kontak langsung dengan feses dari orang yang mengidap
hepatitis A.
5. Keracunan Timbal

9
Timbal adalah salah satu polutan yang biasa ditemukan di air yang
tercemar. Jika orang yang terpapar timbal dalam dosis berlebih dapat
menyebabkan penyakit serius, seperti kerusakan organ, gangguan
sistem saraf dan penyakit ginjal.
6. Polio
Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh poliovirus.
Penyakit ini ditularkan dan menyebar melalui feses dari penderita polio.
7. Trachoma
Trachoma adalah suatu penyakit yang disebabkan Infeksi bakteri yang
mempengaruhi mata karena menggunakan air yang tercemar. Penyakit
ini merupakan penyakit yang sangat menular dan penyebab utama
kebutaan di seluruh dunia yang dapat dicegah.

10
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
 Turbidimeter

Gambar 3.1 Alat Turbidimeter


 Tabung Vial 10 mL
 Tissue / Lap

3.1.2 Bahan
 Larutan kalibrasi (0,00 NTU dan 100 NTU)
 Sampel air (air galon, air cucian/sabun, dan air keran)

11
3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Kalibrasi Alat

Siapkan tabung vial yang berisi


larutan kalibrasi (0 NTU)

Usap tabung vial menggunakan tissue/lap agar


tidak ada sidik jari menempel pada tabung

Masukan tabung vial kedalam alat


Turbidimeter

Tekan tombol CAL tunggu sampai hasil kalibrasi


muncul pada alat

Gambar 3.2 Flowchart Kalibrasi Alat

12
3.2.2 Cara Kerja

Periksa kelengkapan batrai

Siapkan sampel di botol vial

Siapkan blangko berisi aquabidest


dibotol vial

Tekan tombol power 1 kali

Buka penutup tabung

Masukkan blanko dan tutup

\
Tekan dan tahan 3 detik tombol test/cal
hingga muncul tulisan cal, pastikan nilai
yang tampil adalah nol

Masukkan sampel, tekan tombol


test/cal 1 kali hingga muncul tulisan
test
Nilai kekeruhan akan tampil dilayar
alat

Pastikan tempat tabung kosong dan


matikan alat dengan menekan tombol
power
Gambar 3.3 Flowchart Cara Kerja

13
BAB 1V

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Turbidimeter Pada Air

4.1.1 Tempat dan waktu


a. Tempat : Ruang Laboratorium Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya
b. Waktu : Jumat, 28 April Pukul 08.30 WIB

4.1.2 Tabel Hasil Pengukuran

Tabel 4.1.2 Hasil Pengukuran Kekeruhan Air

Kekeruha Satua
No Jenis air Keterangan
n n
Berdasarkan ketentuan
dari Badan Kesehatan
Dunia
(WHO), batas maksimu
m tingkat kekeruhan air
1 Air Galon 0,00 NTU minum yang memenuhi
syarat adalah 5 NTU,
artinya air galon tersebut
aman digunakan karena
berada di bawah batas
NAB ditentukan
Air Berdasarkan ketentuan
2 cucian/sab 267 NTU dari Badan Kesehatan
un Dunia

14
(WHO), batas maksimu
m tingkat kekeruhan air
minum yang memenuhi
syarat adalah 5 NTU,
artinya air cucian/sabun
tersebut tidak aman
digunakan karena berada
di bawah atas NAB
ditentukan
Berdasarkan ketentuan
dari Badan Kesehatan
Dunia
(WHO), batas maksimu
m tingkat kekeruhan air
3 Air Keran 0,00 NTU minum yang memenuhi
syarat adalah 5 NTU,
artinya air keran tersebut
aman digunakan karena
berada di bawah batas
NAB ditentukan

4.2 Pembahasan
Pada praktikum pengukuran kekeruhan air dengan menggunakan alat
tuebidimeter yang dilaksanakan di laboratorium fakultas kesehatan
masyarakat universitas sriwijaya, dimana dalam praktikum ini melakukan
uji kekeruhan pada ketiga jenis air yaitu air galon, air keran dan air
sabun/cucian. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui nilai kekeruhan
pada ketiga jenis air tersebut.
Dari pengukuran yang telah dilakukan mengahasilkan nilai kekurahan
jenis air galon dan air keran sebesae 0,00 NTU, yang artinya tingkat
kekeruhan pada kedua jenis air tersebut berada di Nilai Ambang Batas
(NAB) yang di perkenankan Nilai ambang batas yang diperbolehkan
Berdasarkan ketentuan dari Badan Kesehatan Dunia
(WHO), batas maksimum tingkat kekeruhan air minum yang memenuhi
syarat adalah 5 NTU, artinya jenis air galon dan air keran tersebut berada di
kondisi yang normal. Berbeda dengan hasil pengukuran air cucian/sabun
yang dilakukan menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 267 NTU yang
artinya tingkat kekeruhan air tersebut berada diatas Nilai Ambang Batas

15
yang di perkenankan Berdasarkan ketentuan dari Badan Kesehatan Dunia
(WHO), batas maksimum tingkat kekeruhan air minum yang memenuhi
syarat adalah 5 NTU, artinya jenis air sabun/cucian ini berada dikondisi
yang tidak normal.
Apabila kekeruhan air dalam potensi yang tinggi maka akan
berdampak bagi kesehatan manusia dan dapat menimbulkan berbagai
penyakit, bahkan bisa menyebabkan keracunan.

16
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah :
1. Kekeruhan merupakan jumlah dari butir-butir zat yang tergenang
dalam air. Kekeruhan adalah sifat optis dari suatu larutan yakni
hamburan dan absorpsi cahaya yang melaluinya. Kekeruhan pada air
disebabkan oleh adanya materi suspensi, seperti tanah liat/lempung,
endapan lumpur, partikel organik yang koloid, plankton, dan
organisme mikroskopis lainnya .
2. Alat yang digunakan untuk mengukur kekeruhan air adalah
turbidimeter
3. Tingkat kekeruhan atau turbiditas ini ditunjukkan dengan satuan
pengukuran yaitu Nephelometric Turbidity Units (NTU). Nilai
ambang batas yang diperbolehkan Berdasarkan ketentuan dari Badan
Kesehatan Dunia (WHO), batas maksimum tingkat kekeruhan air
minum yang memenuhi syarat adalah 5 NTU.
4. Hasil dari pengukuran tingkat kekeruhan air pada ketiga jenis air di
fakultas kesehatan masyarakat yaitu air galon dan air keran didapatkan
sebesar 0,00 NTU dan kekeruhan air untuk jenis air sabun/cucian
didapatkan sebesar 267 NTU
5. Hasil dari pengukuran yang telah dilakukan dinyatakan bahwa kondisi
air galon dan air keran tersebut berada pada tingkat kekeruhan yang
aman karena berada di nilai yang normal yaitu berada di bawah Nilai
Ambang Batas (NAB), namun pada tingkat kekeruhan air
cucian/sabun berada pada kekeruhan yang tidak normal kerena berada
di atas Nilai Ambang Batas (NAB) sehingga dengan kondisi
kekeruhan yang tidak normal ini dapat menimbulkan risiko kesehatan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Rachmansyah, Fajri et al. 2014. “ Perancangan dan Penerapan Alat Ukur


Kekeruhan Air Menggunakan Metode Nefelometrik Pada Instalasi
Pengolahan Air Dengan Multi Media Card (MMC) Sebagai Media
Penyimpanan (Studi Kasus di PDAM Jember)”. 2(1) : Universitas Jember

Wikipedia. Kekeruhan. Available at : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Air

Mc Tester. Faktor Yang Mempengaruhi Kekeruhan Air. Available at : https://mc-


tester.com/faktor-yang-mempengaruhi-kekeruhan-air/

Yuniarti, Bernadeta. 2007. Pengukuran Tingkat Kekeruhan Air Menggunakan


Turbidimeter Berdasarkan Prinsip Hamburan Cahaya. Skripsi : Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai