OLEH
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Dosen : Dr. Suheryanto, M. Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani
OLEH
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Dosen : Dr. Suheryanto, M.Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani
DAFTAR ISI............................................................................................................ 1
DAFTAR TABEL.........................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
A. Alat ....................................................................................................... 11
B. Bahan .................................................................................................... 11
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................ 19
4.1 Kesimpulan.................................................................................................. 19
1
DAFTAR TABEL
2
DAFTAR GAMBAR
3
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
5
7 kadmium Mg/L 0,005
8 kesedanan Mg/L 500
9 Klorida Mg/L 250
10 Kronium, valensi 6 Mg/L 0,05
11 Mangan Mg/L 0,1
12 Natrium Mg/L 200
13 Nitrat, sebagai N Mg/L 10
14 Nitrit sebagai N Mg/L 1,0
15 Perak Mg/L 0,05
16 Salenium Mg/L 0,01
17 Seng Mg/L 5,0
18 Sianida Mg/L 0,1
19 Sulfat Mg/L 400
20 Sulfida (sebagai H2S) Mg/L 0,05
21 Tembaga Mg/L 1,0
22 timbal Mg/L 0,05
b. Kimia organik
1 Aldrin dan dieldrin Mg/L 0,0007
2 Benzene Mg/L 0,01
3 Benzo (a) pyrene Mg/L 0,00001
4 Chloroform (total isomer) Mg/L 0,0003
5 Chlorooform Mg/L 0,03
6 2.4-D Mg/L 0,10
7 DDT Mg/L 0,03
8 Detergen Mg/L 0,05
9 1,2-D dichloroethene Mg/L 0,01
10 1,1-D dichloroethene Mg/L 0,0003
Heptachlor dan heptaclor
11 Mg/L 0,003
epoxide
12 Hexachlorobenzene Mg/L 0,00001
13 Gamma-HCH (Lindane) Mg/L 0,004
14 Methoxychlor Mg/L 0,03
15 Pentachloropenol Mg/L 0,01
16 Pestisida total Mg/L 0,10
17 2,4,6-trichorophenol Mg/L 0,01
18 Zat organik (Kmn04) Mg/L 10
c. Mikrobiologik
Jumlah per
1 Koliform tinja 0
100 ml
95% dari sampel
yang diperiksa
Jumlah per selama setahun,
2 Total koliform 0
100 ml kadang – kadang
boleh ada 3 per 100
ml sampel air,
6
tetapi tidak berturut
- turut
d. Radio aktivitas
Aktivitas alpha (gross
1 Bg/L 0,1
alpha activity)
Aktivitas beta (gross beta
2 Bg/L 1,0
activity)
7
mengukur konduktivitas digunakan konduktivitimeter (Goa, Marasabessy, and
Pristianto 2016).
Nilai konduktivitas merupakan ukuran terhadap konsentrasi total elektrolit
didalam air. Kandungan elektrolit yang pada prinsipnya merupakan garam-garam
yang terlarut dalam air, berkaitan dengan kemampuan air didalam menghantarkan
arus listrik. Semakin banyak garam-garam yang terlarut semakin baik daya hantar
listrik air tersebut. Air suling yang tidak mengandung garam- garam terlarut dengan
demikian bukan merupakan penghantar listrik yang baik. Selain dipengaruhi oleh
jumlah garam-garam terlarut, konduktivitas juga dipengaruhi oleh nilai temperatur
(Zullazar Zurkarnain,2015).
Berdasarkan nilai DHLnya, air dapat dibedakan melalui nilai DHL dalam dalam
μmho/cm pada suhu 250C sebagai berikut:
Tabel 2.2 Jenis Air Berdasarkan Nilai Daya Hantar Listrik (DHL)
No. DHL (μmho/cm, 250C) Klarifikasi
1 0,0055 Air murni
2 0,5-5 Air suling
3 5-30 Air hujan
4 30-200 Air tanah
5 45000-55000 Air laut
Sumber : Davis dan Wiest, 1996
Berdasarkan batas konduktivitas air lautnya, jenis intrusi air laut dapat dibedakan
sebagai berikut :
Tabel 2.3 Jenis Intrusi Air Laut Berdasarkan Konduktivitas Listrik
No. Batas Konduktivitas (μmho/cm, Klarifikasi intrusi
250C)
1 < 200,00 Tidak terintrusi
2 200,02 – 229, 24 Terintrusi sedikit
3 229, 25 – 38, 43 Terintrusi sedang
4 387, 44 – 534, 67 Terintrusi agak sedang
5 > 534, 68 Terintrusi tinggi
Sumber : Davis dan Wiest, 1996
8
3 >1500 Air asin
Sumber : Simoun (2000;23)
Tabel 2.6 Persyaratan TDS untuk kualitas air minum dan air bersih Berdasrkan
Permenkes RI No 416/MENKES/PER/IX/1990
Parameter Syarat Air Minum Air Bersih
Jumlah zat padat terlarut 1.000 mg/L 1.5000 mg/L
9
(TDS)
Tabel 2.7 Klasifikasi mutu air berdasarkan nilai TDS berdasarkan PP No. 82
tahun 2001
Parameter syarat Kelas 1 Kelas II Kelas III Kelas IV (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Bahan
Larutan Buffer
Aquabides
Sampel air gallon
Sampel air keran
Sampel air mineral
11
3.2 Prosedur Kerja
Selesai
12
3.2.2 Cara Kerja
Mulai 2
3
Setiap perhitungan, alat
disiram dengan Aquades Tekan tombol mode pengukuran
Salinitas
Setiap perhitungan, alat
Air Keran
dibersihkan
Pada pH, larutan buffer = 7 Masukkan probe ke Air Galon
dalam sampel selama 3
Alat dikalibrasi Pada conductivity, larutan buffer = Le mineral
14,13
menggunakan larutan Pada Salinitas dan TDS tidak perlu
dikalibrasi 4
1
Tekan tombol mode
Tekan tombol mode pengukuran
pengukuran pH TDS
14
BAB IV
4.1 Hasil
4.1.1 Tempat dan Waktu Pengukuran
a. Tempat : Ruang Laboraturium Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya
b. Waktu : Jumat, 16 April 2021 Pukul 09.30 WIB
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kualitas air yang dilakukan oleh kakak asisten dosen di laboratorium
Fakkultas Kesehatan Masyarakat UNSRI digunakan 3 sampel air yaitu air keran, air galon,
dan air le mineral. Alat yang digunakan pada praktikum kualitas air ini ialah Water Quality
16
Tester Multi Parameter. Praktikum ini dilakukan untuk menentukan nilai derajat keasaman
(pH), konduktivitas, salinitas dan TDS.
Hasil dari pengukuran air tersebut menunjukan bahwa :
1. Berdasarkan kadar kandungan derajat keasaman (pH) dari air keran sesuai dengan
persyaratan dari Pemenkes No 416 Tahun 1990 kualitas air bersih berada diantara 6,5-
9,0, yaitu sebesar 8,19, yang artinya nilai tersebut menunjukkan bahwa air tersebut
aman sehingga diperbolehkan untuk dikonsumsi. Sedangkan untuk kadar kandungan
derajat keasaman (pH) dari air galon sesuai dengan persyaratan dari Pemenkes No
416 Tahun 1990 kualitas air bersih berada diantara 6,5-8,5, yaitu sebesar 7,88, yang
artinya nilai tersebut menunjukkan bahwa air tersebut layak untuk diminun. Dan
untuk untuk kadar kandungan derajat keasaman (pH) dari air Le mineral sesuai
dengan persyaratan dari Pemenkes No 416 Tahun 1990 kualitas air bersih berada
diantara 6,5-9,0, yaitu sebesar 8,01, yang artinya nilai tersebut menunjukkan bahwa
air tersebut layak untuk diminun yang artinya nilai tersebut menunjukkan bahwa air
tersebut aman sehingga diperbolehkan untuk dikonsumsi serta layak untuk diminum.
2. Berdasarkan hasil pengukuran konduktivitasnya dari air keran termasuk kedalam
NAB antara 50-800 µS/cm yaitu 131,5 µS/cm, yang artinya jika dilihat dari kriteria
penilaian DHL air sumur/air tanah ialah termasuk klarifikasi air payau, sedangkan
untuk hasil pengukuran konduktivitasnya dari air galon termasuk kedalam nilai
konduktivitas antara 42-500 µS/cm yaitu 236 µS/cm, yang artinya jika dilihat dari
kriteria penilaian DHL air sumur/air tanah ialah termasuk klarifikasi air tawar. Dan
untuk hasil pengukuran konduktivitasnya dari air Le Minireal termasuk ke dalam nilai
konduktivitas antara 42-500 µS/cm yaitu 305 µS/cm, yang artinya jika dilihat dari
kriteria penilaian DHL air sumur/air tanah ialah termasuk klarifikasi air tawar.
3. Berdasarkan hasil penguran salinitasnya dari air keran didapatkan 32,1 o/oo dimana
untuk nilai salinitas Tidak dapat dibandingkan dengan standar mutu yang ada.
Sedangkan untuk hasil penguran salinitasnya dari air galon didapatkan 61,4 o/oo
dimana untuk nilai salinitas Tidak dapat dibandingkan dengan standar mutu yang ada.
Dan untuk hasil penguran salinitasnya dari air le mineral didapatkan 121 o/oo dimana
untuk nilai salinitas Tidak dapat dibandingkan dengan standar mutu yang ada
4. Berdasarkan kadar kandungan TDS dari air keran Sesuai dengan kadar maksimum
yang diperbolehkan dalam persyaratan dari Pemenkes No 416 Tahun 1990 kadar TDS
air keran > 1500 mg/L, yaitu sebesar 41,5 ppm, yang artinya nilai tersebut
menunjukkan bahwa air tersebut aman dan diperbolehkan untuk digunakan.
17
Sedangkan kadar kandungan TDS dari air galon Sesuai dengan kadar maksimum
yang diperbolehkan dalam persyaratan dari Pemenkes No 416 Tahun 1990 kadar TDS
air galon > 1000 mg/L, yaitu sebesar 81,9 ppm, yang artinya nilai tersebut
menunjukkan bahwa air tersebut aman dan di perbolehkn untuk digunakan. Dan adar
kandungan TDS dari air Le mineral Sesuai dengan kadar maksimum yang
diperbolehkan dalam persyaratan dari Pemenkes No 416 Tahun 1990 kadar TDS air
galon > 1000 mg/L, yaitu sebesar 163 ppm, yang artinya nilai tersebut menunjukkan
bahwa air tersebut aman dan di perbolehkn untuk digunakan.
18
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah :
1. Kualitas air meliputi tiga karakteristik adalah fisika, kimia, serta biologi Untuk
mengetahui kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu
terhadap suatu air tersebut, guna untuk mengetahui kondisi air agar dapat menjamin
keamanan dan kelestariaan penggunaannya. Biasanya pengujian yang dilakukan pada
air yaitu uji kimia, fisik, biologi, serta uji kenampakan (bau dan warna).
2. Berdasarkan DEPKES RI melalui Permenkes No: 492/Menkes/Per/IV/2010 standar
TDS maksimum yang diperbolehkan 500 mg/l, dan Berdasarkan Permenkes RI No
416/MENKES/PER/IX/1990 menyebutkan bahwa pH derajat keasaman untuk air
minum 6,5 8,5 serta air bersis 6,5 - 9,0 sedangkan Daya hantar listrik diukur dengan
suhu standar yaitu 250C. Konduktivitas pada air bergantung pada jumlah ion terlarut
per volumenya dan mobilitas ion tersebut. Satuannya yaitu μmho/cm, 250C.
3. Hasil dari pengukuran tingkat konduktivitas, derajat keasaman (pH), salinitas, TDS,
dan suhu dalam air dari 3 sampel yaitu :
a) Derajat keasaman (pH)
Air keran = 8,19 pH
Air galon = 7,888 pH
Air Le Mineral = 8,01 Ph
b) Konduktivitas
Air keran 131, 5 µS/cm
Air galon = 236 µS/cm
Air Le Mineral = 305 µS/cm
c) TDS
Air keran = 41,5 ppm
Air galon = 81,9 ppm
Air Le Mineral =163 ppm
d) Salinitas
Air keran = 32,1 o/oo
Air galon = 61,4 o/oo
Air Le Mineral = 121 o/oo
19
4. Hasil dari pengukuran yang telah dilakukan dinyatakan bahwa dari 3 sampel air
tersebut yaitu air keran, air galon, dan air Le Mineral aman sehingga diperbolehkan
untuk layak digunakan dan dikonsumsi serta layak untuk diminum kerena sudah
Berdasarkan Permenkes RI No 416/MENKES/PER/IX/1990 mengenai kualitas air
bersih dan air minum.
20
DAFTAR PUSTAKA
Chapman. D. (2000). Water Quality Assesment- A Guide to Use of Biota, Sediments and
Water in Environmental Monitoring-Second Edition. : Cambridge University Press :
Inggris.
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumber Daya Dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Goa, Yusnita La, Umar Rusli Marasabessy, and Hendrik Pristianto. 2016. “Modul Praktikum
Pengelolaan Kualitas Air.”
Kusnaedi. (2010). Mengelolah Air Kotor Untuk Air Minum. Penebar Swadaya: Jakarta.
Proksch, E. (2018). “PH in Nature, Humans and Skin.” The Journal of Dermatology, 45:
1538–46. diakses 19 april 2021, https://www.researchgate.net.
Suriawiria, Unus. (2005). Air Dalam Kehidupan Dan Lingkungan Yang Sehat. Penerbit PT.
Alumni: Bandung.
Suripin. (2001). Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Sutrisno, T. (2006). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta: Jakarta.
21
LAPORAN
PRAKTIKUM KEBISINGAN (SOUND LEVEL METER)
OLEH
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Dosen : Dr. Suheryanto, M.Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani
2.1 Pengertian..................................................................................................6
4.1 Hasil..........................................................................................................14
4.2 Pembahasan.............................................................................................14
BAB V PENUTUP..............................................................................................14
1
5.1 Kesimpulan................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................16
2
DAFTAR TABEL
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Kebisingan merupakan bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau
kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Kepmen LH No 48. tahun
1996). Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
718/Menkes/Per/XI/1987, kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak
diinginkan sehingga dapat menganggu dan membahayakan kesehatan.
Menurut World Health Organization (WHO), kebisingan juga bisa
didefinisikan sebagai suara apa saja yang sudah tidak diperlukan dan memiliki
dampak yang buruk bagi kualitas kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan.
Pengertian kebisingan di artikan oleh himpunan K3 yaitu bunyi atau suara yang
timbul yang tidak di inginkan, yang memiliki sifat mengganngu dan
menurunkan daya dengar seseorang (WHS, 1993).
Kebisingan merupakan salah satu faktor fisik berupa bunyi yang bisa
mendatangkan dampak buruk untuk kesehatan dan keselamatan kerja.
Sedangkan dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, bising
adalah semua suara yang tidak diinginkan yang sumbernya dari alat-alat
produksi atau alat- alat kerja yang mana pada kebisingan tingkat tertentu dapat
mengakibatkan gangguan pendengaran. Dari definisi di atas bisa disimpulkan
bahwa kebisingan merupakan bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang
dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan (Anizar, 2009).
6
adalah bising yang dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6
dB dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi menjadi dua yaitu :
a. Wide Spectrum, merupakan bising dengan tingkat spektrum
frekuensi yang luas. Bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5
dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti suara yang
dikeluarkan oleh kipas angin, dan suara mesin tenun.
b. Norrow Spectrum, merupakan bising dengan relatif tetap, namun
hanya memiliki frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000)
seperti suara gergaji sirkuler dan katup gas.
2. Bising yang terputus-putus
Bising yang terputus-putus merupakan kebisingan saat mengalami tingkat
bising naik dan turun dengan cepat, seperti suara di jalan lalu lintas dan
suara kapal terbang di lapangan udara. Jenis bising yang terpitis-pitus ini
sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung
secara tidak terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya
lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, dan kereta api.
3. Bising yang mendadak (Impulsif Noise)
Bising mendadak adalah kebisingan yang terjadi dengan tiba-tiba dan
dalam waktu yg singkat. Dengan dampak awal mengakibatkan gangguan
pada manusia yang lebih besar, seperti akibat ledakan, mesin pemancang,
pukulan, tembakan meriam, dan suara tembakan senjata api. Jenis bising
mendadak ini memiliki perubahan intensitas suara yang melebihi 40 dB
dalam kurun waktu yang sangat cepat dan biasanya mengejutkan
pendengarnya. Bising berpola (tones in noise) adalah bising yang
diakibatkan oleh ketidakseimbangan atau pengulangan yang
ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Gangguan biasnya
disebabkan oleh putaran bagian mesin seperti motor, kipas dan pompa.
Pola dapat diidentifikasi secara subjektif dengan mendengarkan atau
secara objektif dengan analisis frekuensi.
4. Bising frekuensi rendah (low frequency noise)
Bising frekuensi Bising ini memiliki energi akustik yang penting dalam
range frekuensi 8-100 Hz. Jenis bising ini biasanya dihasilkan oleh suara
7
mesin diesel besar di kereta api, kapal dan pabrik. Bising jenis ini sulit
ditutupi dan menyebar dengan mudah ke segala arah juga dapat didengar
sejauh bermil-mil.
5. Bising implusif berulang
Bising implusif berulang dibedakan berdasarkan pengaruhnya pada
manusia yaitu :
a. Bising yang mengganggu (Irritating noise)
Bising yang mengganggu adalah bising yang mempunyai intensitas
kebisingan yang tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
b. Bising yang menutupi (Masking Noise)
Bising yang menutupi adalah suatu bunyi yang menutupi pendengaran
yang jelas, dapat dikatakan secara tidak langsung bunyi ini akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena
teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber
lain.
c. Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise)
Bising yang merusak adalah suatu bunyi yang intensitasnya melampaui
nilai ambang batas. Bunyi atau bising jenis ini dapat merusak atau
menurunkan fungsi pendengaran manusia.
8
Sedangkan menurut World Health Organization (1980), sumber kebisingan
dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Lalu lintas jalan
Kebisingan lalu lintas di jalan raya ditimbulkan oleh suara dari kendaraan
bermotor dimana suara tersebut bersumber dari mesin kendaraan, bunyi
pembuangan kendaraan, serta bunyi dari interaksi antara roda dengan
jalan. Dari beberapa sumber kebisingan yang berasal dari aktivitas lalu
lintas alat transportasi, kebisingan yang bersumber dari lalu lintas jalan
raya ini memberikan proposi frekuensi kebisingan yang paling
mengganggu.
2. Industri
Kebisingan industri bersumber dari suara mesin yang digunakan dalam
proses produksi. Intensitas kebisingan pada industri akan meningkat
sejalan dengan kekuatan mesin dan jumlah produksi dari industri.
3. Pesawat terbang
Kebisingan yang bersumber dari pesawat terbang terjadi saat pesawat akan
lepas landas ataupun mendarat di bandara. Kebisingan akibat pesawat pada
umumnya berpengaruh pada awak pesawat, penumpang, petugas lapangan,
dan masyarakat yang bekerja atau tinggal di sekitar bandara.
4. Kereta api
Pada umumnya sumber kebisingan pada kereta api berasal dari aktivitas
pengoperasian kereta api, lokomotif, bunyi sinyal di pelintasan kereta api,
stasiun, dan penjagaan serta pemeliharaan konstruksi rel. Namun, sumber
utama kebisingan kereta api sebenarnya berasal dari gesekan antara roda
dan rel serta proses pembakaran pada kereta api tersebut. Kebisingan yang
ditimbulkan oleh kereta api ini berdampak pada masinis, awak kereta api,
penumpang, dan juga masyarakat yang tinggal di sekitar pinggiran rel
kereta api.
9
5. Kebisingan kontruksi bangunan
Berbagai suara timbul dari kegiatan konstruksi bangunan mulai dari
peralatan dan pengoperasian alat, seperti memalu, penggilingan semen,
dan sebagainya.
6. Kebisingan dalam ruangan
Berbagai suara timbul dari kegiatan konstruksi bangunan mulai dari
peralatan dan pengoperasian alat, seperti memalu, penggilingan semen,
dan sebagainya.
10
menerus di tempat kerja dengan intensitas 85 dB, maka akan menimbulkan
berbagai gangguan kesehatan dan pendengaran pada manusia.
11
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Kalibrasi
Sound Level Meter
(SLM)
Hidupkan kalibrator
dan SLM
Dilakukan dengan
pilihan pertahun atau
Putar tombol penyetel perjumlah penggunaan
dan atur tingkat tekanan alat
suara
Pastikan kalibrator
berada pada SLM yang
benar
Mulai
Tombol on / off
Posisikan alat
Pada mahasiswa (posisi belakang telinga)
vertikal / horizontal
Ukur selama 1
Pada mahasiswa = 44.0 dB
menit
Hasil pengukuran
Selesai
13
BAB IV
4.1 Hasil
4.1.1 Tempat dan Waktu
a. Tempat : Ruang Kelas Fakultas Kesehatan Masyarakat
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kebisingan pengukuran menggunakan alat sound level
meter yang telah dilakukan, dimana dalam praktikum ini melakukan uji
kebisingan pada mahasiswa yang menerima intensitas kebisingan di ruang
kelas. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kebisingan pada
seorang mahasiswa yang terpapar bising di ruang kelas.
Dari pengukuran yang telah dilakukan menghasilkan nilai kebisingan
sebesar 44.0 dB, yang artinya tingkat kebisingan tersebut kurang dari atau
berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan menurut
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 yaitu 85 dB dengan
waktu maksimum 8 jam perhari. Artinya mahasiswa tersebut akan berada di
kondisi yang aman bila terpapar kebisingan ( < 85 dB - 85 dB ) dan karena
tidak melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan. Kondisi tersebut
tidak akan menimbulkan resiko gangguan kesehatan pada organ pendengaran
juga gangguan kesehatan non auditori.
14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah :
1. Kebisingan merupakan bunyi yang tidak diinginkan yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
2. Menurut Keputusan Menteri Tenaga kerja No.13 Tahun 2013 bahwa nilai
ambang batas kebisingan maksimum 85 dB dengan waktu 8 jam perhari.
3. Hasil dari pengukuran tingkat kebisingan pada mahasiswa yang menerima
kebisingan di ruang kelas didapatkan intersitas kebisingan sebesar 44.0
dB.
4. Hasil dari pengukuran yang telah dilakukan dinyatakan bahwa mahasiswa
tersebut aman dari kondisi kebisingan yang mengganggu karena intensitas
kebisingannya berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) atau tidak
melebihi NAB yang telah ditetapkan.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAPORAN
OLEH
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
DAFTAR ISI
2.5 Pengukuran............................................................................................... 10
1
4.1 Hasil ......................................................................................................... 16
4.2 Pembahasan.............................................................................................. 16
2
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis Debu Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Kesehatan Manusia.... 10
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara merupakan salah satu komponen kehidupan yang sangat penting
bagi kehidupan manusia, sehingga perlu dipelihara dan
ditingkatkan kualitasnya. Perwujudan kualitas udara yang bersih dan sehat,
merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. bidang. Akan tetapi, seiring
dengan perkembangan zaman yang diikuti oleh beragamnya aktifitas manusia,
kualitas udara cenderung mengalami penurunan, hal ini terjadi karena adanya
sumbangan dari sumber pencemar yang tidak bergerak seperti halnya
lingkungan kerja perkantoran dan industri, serta pencemaran yang berasal dari
sumber yang bergerak seperti kendaraan bermotor (Rahmadani and Tualeka,
2016).
Debu menjadi salah satu parameter yang harus diamati karena kadar debu
yang melebihi batas yang diperbolehkan akan mengganggu kesehatan manusia
itu sendiri. Gangguan kesehatan yang muncul biasanya berupa gangguan pada
system pernafasan. Gangguan kesehatan ini tentunya akan
mengganggu produktivitas manusia yang berada di dalam maupun luar
ruangan tersebut.
Kondisi lingkungan dan perilaku pekerja yang tidak baik adalah hal
terbesar yang menjadi penyebab masalah kesehatan terjadi terutama pada
manusia. Perkembangan industri dan penggunaan teknologi yang semakin
maju mempunyai dampak yang serius terhadap terjadinya penurunan kualitas
lingkungan seperti timbulnya pencemaran udara yang terjadi di dalam ruang
(indoor) maupun di luar ruang (outdoor). Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1407/MENKES/SK/XI/2002,
penurunan kualitas lingkungan tersebut dapat memengaruhi kesehatan
manusia hingga berpotensi menyebabkan penularan penyakit pada masyarakat
sekitar lingkungan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udara
2.2 Debu
Debu merupakan partikel padat yang memiliki ukuran sangat kecil yang
dibawa oleh udara. Partikel-partikel kecil ini dibentuk oleh suatu proses
disintegrasi atau fraktur seperti penghancuran, penggilingan atau pemukulan
terhadap benda padat. Menurut Mine Safety and Health Administration (MSHA)
debu adalah padatan halus yang tersuspensi diudara (airbone) yang tidak
mengalami perubahan secara kimia ataupun fisika dari bahan padatan aslinya.
Debu adalah salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang
melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 -
500 mikron. Dalam kasus pencemaran udara (Indoor and Out Door Pollution)
debu merupakan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk
6
menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja.
1. Sifat Pengendapan
Debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Debu
yang mengendap dapat mengandung propporsi partikel yang lebih besar
dari debu yang terdapat di udara.
2. Permukaan Cenderung Selalu Bersih
Permukaan debu yang cenderung selalu bersih disebabkan karena
permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini
menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.
3. Sifat Penggumpalan
Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah maka
debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk
gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbelensi
di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.
4. Debu Listrik Statik
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang
berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat
terjadinya penggumpalan.
5. Sifat Opsis
Opsis merupakan partikel yang basah atau lembab lainnya dapat
memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap.
7
2.4 Jenis-Jenis Debu
Debu atau disebut pula dengan partuculate secara fisik dikategorikan sebagai
pencemaran aerosol. Debu yang terdiri dari partikel-partikel padat dibedakan
menjadi 3 macam yaitu :
1. Dust
Debu jenis ini terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik
sampai besar. Yang berbahaya adalah ukuran yan dapat terhisap oleh
sistem pernafasan yang umumnya berukuran 100 mikron bisa terhisap ke
dalam tubuh.
2. Fumes
Fumes adalah partikel padat yang terbentuk dari proses evaporasi atau
kondensasi. Pemanasan logam misalnya, menghasilkan uap logam yang
kemudian berkondensasi menjadi partikel-partikel metal fumes, misalnya
logam (Cd) dan timbal (Pb).
3. Smoke atau asap
Smoke atau sering disebut dengan asap merupakan produk dari
pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan mempunyai ukuran
berkisar 0,5 mikron. Sementara itu, partikel cair biasanya disebut mist atau
fog (awan) yang dihasilkan melalui proses kondensasi atau atomizing.
Contoh sederhananya adalah hair spray atau obat nyamuk semprot.
Debu industri yang terdapat di dalam udara terbagi menjadi 2 yaitu Deposit
Particulate Matter dan Suspended Particulate Matter.
8
Suspended particulatematter yaitu debu yang tetap berada di udara dan
tidak mudah mengendap
Tabel 2.1 Jenis debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia
b. Sintesis
1. Plastik Politetrafluoretilen, Toluene
diisosianat
b. Silika
9
1. Fibrosis Asbestosis, silinamite, talk
2. Lainnya Mika, kaolin, debu semen
c. Metal
1. Inert Besi, barium, titanium, aluminium.
2. Lainnya Aluminium
3. Bersifat keganasan Berilium, arsen, kobal, nikel
hematite, uranium, khrom.
2.5 Pengukuran
Pengukuran debu di udara biasanya menggunakan alat ukur yang disebut
Haz Dust EPAM 5000. Haz Dust EPAM 5000 ini merupakan alat yang
digunakan untuk mengukur konsentrasi partikel debu di udara ambien secara
diret/langsung. Alat ini digunakan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi
partikulat debu, PM1, PM2,5, PM10 dan TSP (debu total ) di udara. Pada alat
Haz Dust EPAM 5000 ini dapat menampilkan secara langsung hasil
pengukuran secara real time ukuran partikel yang dapat diukur mulai dari <10
mm (PM10) ; <2,5 mm (PM 2,5) ; , 1 mm (PM1) dan total debu (TSP).
10
Kerja Perkantoran dan Industri standart kandungan debu maksimal didalam
udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8 jam adalah debu total sebesar
0,15 mg/m. Sedangkan Nilai Ambang Batas (NAB) di udara berdasarkan
Permenakertrans RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas
Bahan Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, bahwa kadar debu di udara tidak
boleh melebihi 3.0 mg/m3.
a. Keracunan local
Gangguan keracunan lokal disebabkan oleh debu yang dapat dibagi
menjadi 4 bagian yaitu :
1. Debu penyebab fibrosis
Debu penyebab fibrosis merupakan debu yang sifatnya tidak mudah
larut, kemudian masuk kedalam nafas bersama-sama udara pernafasan,
diendapkan paru-paru dan dapat menyebabkan pengerasan jaringan.
Contoh kristal silika bebas, kapas dan asbes.
2. Debu inert
Debu inert adalah debu yang tidak berbahaya bagi manusia tetapi dapat
mengganggu kenyamanan kerja, contohnya tanah.
3. Debu allergen
Debu alergen merupakan debu yang menjadi penyebab alergi, contoh
debu organik.
4. Debu intan
Debu intan merupakan debu yang dapat mengakibatkan luka secara
lokal, contoh flour.
b. Infeksi saluran pernapasan
11
Infeksi saluran pernapasan adalah suatu penyakit yang ada hubungan erat
dengan pencemaran yang diakibatkan oleh debu kapas. Contohnya
influensa.
12
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.2 Bahan
-
Pilih Pilih
Pilih
Manual-Zero Calibration
Manual-Zero
sekali lagi
13
3.2.2 Cara kerja
Pengukuran selesai
14
3.2.4 Melihat Data Yang Sudah Disimpan
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tempat dan Waktu
- 1 menit
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kadar debu total pengukuran menggunakan alat Haz Dust
EPAM 5000 yang telah dilakukan, dimana dalam praktikum ini melakukan
pengukuran pada lingkungan kerja yang lokasinya tepat di depan gedung
dekanat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya. Praktikum ini
dilakukan untuk mengetahui kadar debu yang ada pada lingkungan kerja
tersebut, hasilnya kurang atau malah melebihi dari nilai ambang batas
maksimum yang telah ditetapkan.
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Debu merupakan partikel padat dan suatu bahan yang sering disebut
sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter /
SPM) dengan ukuran 1 - 500 mikron.
3. Hasil dari pengukuran kadar debu total menggunakan alat Haz Dust
EPAM 5000 di lingkungan kerja depan gedung dekanat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya, didapatkan kadar debu
total sebesar 0.018 mg/m3.
18
DAFTAR PUSTAKA
Oktaviani, Devi Anggar, Corie Indria Prasasti. 2015. “Kualitas Fisik dan Kimia
Udara, Karakteristik Pekerja, Serta Keluhan Pernapasan Pada Pekerja
Percetakan Di Surabaya”. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Surabaya :
Universitas Airlangga.
Aini, Silvi Qiro’atul. 2015. “Hubungan Paparan Debu dengan Kapasitas Vital
Paru Pekerja Batu Bara”. J Agromed Unila. Lampung : Univeraitas
Lampung.
19
LAPORAN
PRAKTIKUM HYGROTHERMOMETER
OLEH
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Dosen : Dr. Suheryanto, M.Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 5
1.3 Dampak negative dari kelembaban dan suhu ruang yang buruk............... 9
1
4.2 Pembahasan ................................................................................................ 14
2
DAFTAR TABEL
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Suhu ialah kemampuan ada pada benda dalam hal membuang,
menerima dan mengubah panas (Anonymous, 2011). Biasanya suhu
didefinisikan sebagai derajat panas dinginya suatu benda. Suhu adalah
besaran yang menyatakan derajat panas dan dingin suatu benda dan tempat
(Aris Kurniawan, 2021). Alat yang biasanya digunakan dalam pengukuran
suhu adalah thermometer.
Sedangkan kelembaban udara ialah banyaknya kandungan air yang
terdapat di atmosfer. Udara atmosfer merupakan gabungan dari uap panas
serta udara kering (Anonymous, 2011). Kelembaban udara sendiri
menggambarkan kandungan uap air yang terdapat di udara yang dinyatakan
sebagai kelembaban mutlak. Kelembaban mutlak merupakan kandungan
uap air yang dinyatakan sebagai massa uap air/tekanannya per satuan
volume. Alat yang biasanya digunakan dalam pengukuran kelembaban
udara (relative humudity) ialah higrometer.
Dalam dunia modern sekarang ini, banyak sekali alat teknologi yang
bermunculan di berbagai bidang didalam penggunaannya. Salah satu
contohnya dari kemajuan teknologi itu ialah alat untuk mengukur suhu dan
kelembaban, adalah penggabungan antara alat untuk mengukur suhu dan
kelembaban udara yaitu dinamakan thermohygrometer.
6
1. Tinggi rendahnya suatu tempat
2. Lama tidaknya penyinaran
3. Angin dan arus laut
4. keberadaan awan
5. Sudut datangya atau arah keberadaannya sinar matahari
7
1.1 Nilai ambang batas suhu dan kelembaban udara
Menurut PERMENKES tahun 2010, batasan suhu udara yang
dianggap normal di Indonesia ialah 18 oC – 30oC, sedangkan untuk batasan
normal kelembaban ialah 40% - 60%. Alat yang digunakan dalam
pengukuran suhu dan kelembaban adalah Thermo Hygrometer.
8
total massa uap air per satuan volume udara yang dinyatakan dalam bentuk
satuan kg/m3 (Hanum, 2013)
1.3 Dampak negative dari kelembaban dan suhu ruang yang buruk
Kelembaban udara yang tinggi akan mengakibatkan risiko infeksi
pernapasan menjadi lebih tinggi. Jika kelembaban udara rendah bisa
mengakibatkan iritasi pernapasan karena kurangnya produksi lendir dalam
saluran pernapasan terutama hidung dalam menangkap debu, virus dan
mikro organisme lainnya. Sementara bagi makhluk hidup lain, kelembaban
udara yang tinggi dapat membantu pertumbuhan organisme di lingkungan
sekitar. Sedangkan bagi aspek rumah, apabila rumah kita kurangnya
terpapar sinar matahari dapat membantu pertumbuhan jamur. Jamur –
jamur ini akan menghasilkan spora yang selanjutnya akan terbang bebas di
udara karena jamur suka di tempat yang lembab, dan apabila jamur
tersebut terhirup dari kita maka dapat menyebabkan infeksi saluran
pernapasan. Selain itu dampak buruk lainnya seperti bibir menjadi lebih
kering dan pecah – pecah, kulit menjadi lebih kering, dan mukosa hidung
bisa kering sehingga hidung sering tersumbat serta hidung juga mudah
berdarah atau mimisan.
9
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
3.1.2 Bahan
-
10
Mengukur Kelembabab Absolut
3.4 Gambar Flowchart Mengukur Dew Ponit (Titik Embun) dan Wet Bulb
11
Mengukur Suhu
Mulai
Kendurkan/putar bagian
leher alat, pisahkan
probenya
Tutup kembali
Selesai
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tempat dan Waktu pengukuran
a. Tempat Pengukuran : Ruang Laboratorium Fakultas Kesehatan
Masyarakat
b. Waktu Pengukuran : Jumat, 23 April 2021 Pukul 10.30 WIB
Tempat Titik
No Suhu Satuan Keterangan
Pengukuran Pengukuran
Nilai
Di bagian Ruang
Ruang pengukuran
laboratorim
laboratorium suhu termasuk
Fakultas o
1 Fakultas 24.6 C normal yaitu
Kesehatan
Kesehatan berada
T Masyarakat
Masyarakat diantara 18oC
– 30oC
13
Tabel 4.1.2 Hasil Pengukuran kelembaban
Tempat Titik
No kelembaban Satuan Keterangan
Pengukuran Pengukuran
Nilai
Di bagian
pengukuran
Ruang Ruang
kelembaban
laboratorium laboratorim
termasuk
1 Fakultas 63.4 %
Fakultas
tidak normal
Kesehatan Kesehatan
yaitu
Masyarakat Masyarakat melebihi
60%
4.2 Pembahasan
Pada praktikum pengukuran suhu dan kelembaban menggunakan alat
hygrothermometer yang telah dilakukan ditempat ruang laboratorium
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya, dimana dalam
praktikum ini melakukan uji suhu dan kelembaban suhu pada ruang
tersebut. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui nilai tingkat atau
pengukuran suhu dan kelembaban di ruang laboratorium fakultas
kesehatan masyarakat.
Dari pengukuran yang telah dilakukan menghasilkan nilai suhu
sebesar 24.6 oC, yang artinya tingkat suhu tersebut berada di Nilai
Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan Menurut PERMENKES tahun
2010, batasan suhu udara yang dianggap normal di Indonesia ialah 18oC –
30oC, sedangkan untuk batasan normal kelembaban ialah 40% - 60%.
Artinya ruang laboratorium tersebut berada di kondisi suhu yang normal.
Sedangkan Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan menghasilkan nilai
kelembaban sebesar 63.4 %, yang artinya tingkat kelembaban tersebut
berada di atas Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan Menurut
PERMENKES tahun 2010, batasan suhu udara yang dianggap normal di
Indonesia ialah 18oC – 30oC, sedangkan untuk batasan normal kelembaban
14
ialah 40% - 60%. Artinya ruang laboratorium tersebut berada di kondisi
kelembaban yang tidak normal.
Bila Kelembaban udara yang tinggi akan mengakibatkan risiko
infeksi pernapasan menjadi lebih tinggi, Selain itu dampak buruk lainnya
juga seperti bibir menjadi lebih kering dan pecah – pecah, kulit menjadi
lebih kering, dan mukosa hidung bisa kering sehingga hidung sering
tersumbat serta hidung juga mudah berdarah atau mimisan. Sementara bagi
makhluk hidup lain, kelembaban udara yang tinggi dapat membantu
pertumbuhan organisme di lingkungan sekitar.
15
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah
1. Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dan dingin suatu
benda dan tempat, Sedangkan kelembaban udara ialah banyaknya
kandungan air yang terdapat di atmosfer.
2. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban udara adalah
hygrothermometer
3. Menurut PERMENKES tahun 2010, batasan suhu udara yang dianggap
normal di Indonesia ialah 18 oC – 30oC, sedangkan untuk batasan normal
kelembaban ialah 40% - 60%.
4. Hasil dari pengukuran tingkat suhu dan kelembaban udara di ruang
laboratorium fakultas kesehatan masyarakat ialah didapatkan nilai suhu
sebesar 24.6 oC dan nilai kelembaban sebesar 63.4 %.
5. Hasil dari pengukuran yang telah dilakukan dinyatakan bahwa kondisi
ruang laboratorium tersebut pada tingkat suhunya aman karena berada di
nilai yang normal yaitu berada di Nilai Ambang Batas (NAB), namun
pada tingkat kelembabannya tidak normal kerena berada di atas Nilai
Ambang Batas (NAB) sehingga dengan kondisi kelembaban yang tidak
normal ini dapat menimbulkan risiko kesehatan.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAPORAN
PRAKTIKUM SOIL PH METER
OLEH :
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Kelas : IKM B
Dosen : Dr. Suheryanto, M.Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani
1
DAFTAR TABEL
2
DAFTAR GAMBAR
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sari tanah merupakan sumber utama zat hara untuk tanaman dan
tempat sejumlah perubahan penting dalam siklus pertumbuhan tanaman.
Cepat lambatnya suatu tanaman dalam bertumbuh bergantung pada pH
tanah terpat tanaman itu tumbuh. Dalam ilmu pertanian pengaruh pH pada
tanah sangat memiliki peranan yang sangat penting guna untuk
menentukan kesulitan penyerapan zat hara oleh tanaman tersebut. Pada
umumnya unsur hara mudah diserap oleh tanaman apabila pH tanah
berada pada rentang angka 6-7. Hal ini dikarenakan pada pH tersebut
Sebagian besar unsur hara akan mudah larut dalam air (Karamina,
Fikrinda and Murti, 2018).
Penurunan kualitas tanah diperkirakan akan terus terjadi sehingga akan
memberikan dampak negative pada keberlanjutan produktivitas pertanian
dalam jangka Panjang. Berkurang atau menurunnya produktivitas tanah,
khususnya hasil/produk pertanian sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah
(fisik, kimia dan biologi). Namun, parameter sifat tanah apa dan berapa
nilai parameter sifat tanah tersebut dapat mencapai produktivitas yang
optimal belum diketahui. Konsep klasifikasi kesesuaian lahan dengan
parameter-parameter sifat tanah sebagai kriteria dapat digunakan sebagai
dasar untuk mengetahui produktivitas lahan (Produksi and Hasil, 2004)
4
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
optimal dari tanaman adalah pH tanah. Reaksi tanah yang dinyatakan
dengan pH menunjukkan sifat kemasaman atau konsentrasi ion H+ dan ion
OH- dalam tanah. pH yang dibutuhkan oleh tanaman adalah pH yang
sesuai dengan keadaan anatomi dan fisiologis daripada tanaman tersebut,
oleh sebab itu pH perlu diubah agar sesuai kebutuhan tanaman. Namun
usaha ini tidak mudah sebab ada penghambat yang disebut Buffer
(sanggahan), yang merupakan suatu sifat umum dari campuran asam-basa
dan garamnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tanah
Tanah merupakan material bahan bangunan yang berasal dari alam,
material tanah ini terdiri dari butir – butir tanah padat, air dan juga udara.
Perbandingan kandungan air dan udara dalam tanah mempengaruhi pada
jenis atau kondisi tanah tersebut, apabila tanah tersebut bersifat jenuh
maka dapat dipastikan bila keadaan pori tanah tersebut didominasi oleh air
dibandingkan dengan udara yang ada didalam tanah tersebut, begitu pula
dengan sebaliknya bila kondisi tanah tersebeut bersifat kering maka dapat
dipastikan bila keadaan pori tanah tersebut lebih didominasi angin
dibandingkan oleh air atau sama sekali tidak mengandung air.
1. Tanah Kohesif
Tanah kohesif merupakan tanah berbutir halus dan memiliki rekatan
antara butir-butirnya contoh : Lempung (Clay), lanau (Silt).
2. Tanah non-Kohesif
Tanah non-kohesif merupakan tanah berbutir kasar dan tidak memiliki
rekatan antar butir-butirnya contoh : Krikil (Gravel), Pasir (Sand).
3. Tanah Campuran
Tanah campuran merupakan campuran dari tanah kohesif dan juga
tanah non-kohesif, contoh : Pasir Kelempungan (Pasir > Lempung),
Lempung Kepasiran (Lempung > Pasir).
6
ion dan Al yang terjerap pada permukaan kompleks jerapan. Keasaman
tanah merupakan salah satu sifat yang penting. Sebab terdapat hubungan
pH dengan ketersediaan unsur hara, juga terdapat beberapa hubungan
antara pH dan semua pembentukan serta sifat-sifat tanah.
1. Pencampuran satu bagian tanah dengan dua bagian air suling (bahan
lain yang sesuai seperti larutan garam netral),
2. Campurkanlah mereka untuk mendapatkan tanah dan air sampai
mendekati kesetimbangan, dan kemudian,
3. Ukurlah pH suspensi air tanah. Tedapat beberapa komponen dalam
tanah yang mempengaruhi konsentrasi larutan tanah. Keadaan
dipersukar oleh bahan-bahan tanah besar perubahannya diantaranya
interaksi. Bagian ini dimulai dengan suatu pH tertentu dan faktor –
faktor yang mengendalikan pH pada sebagian besar tanah, yang
umumnya berkisar 4 – 10, pH kurang dari 4, biasanya dikaitkan
dengan hadirnya asam kuat seperti asam sulfat.
7
Faktor-faktor lain yang kadangkala mempengaruhi pH tanah
terutama didaerah industri adalah, antara lain adalah sulfur yang
merupakan hasil sampingan dari industri gas, yang jika bereaksi dengan
air akan menghasilkan asam sulfur, dan asam nitrit yang secara alami
merupakan komponen renik dari air hujan. Hujan asam juga terjadi
sebagai akibat meningkatnya sebuah penggunaan dan pembakaran fosil-
fosil padat yang menimbulkan gas-gas sulfur dan nitrogen, yang kemudian
akan bereaksi dengan air hujan (Hanafiah, 2014).
8
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
SOIL pH Meter
3.1.2 Bahan
Larutan Buffer dengan pH 4 dan pH 7
Aquabides
Sample Tanah
9
3.2. Prosedur Kerja
3.2.1. Kalibrasi Alat
Pilih pH 7 dan pH 4
Tekan enter pada alat, jika sudah tertulis ok tekan enter lagi
lalu celupkan probe ke pH 7, jangan sampai menyentuh dasar
gelas beker
Jika hasil slope sudah berada pada rentang 105-90%, alat dapat
digunakan
10
3.2.2. Cara Kerja
Pilih options
Sample, enter
11
BAB IV
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Pada praktikum pH tanah pengukuran menggunakan alat Soil pH
Meter yang telah dilakukan, dimana dalam praktikum ini melakukan
pengukuran pada sample tanah yang digunakan untuk menanam tanaman
12
di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
Dimana sampel yang diukur hanya sekitar 30 gr tanah yang telah
dimasukkan kedalam gelas beker. Praktikum ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat keasaman atau pH tanah yang digunakan untuk
menanam tanaman di lingkungan tersebut, hasilnya kurang atau malah
melebihi dari nilai ambang batas maksimum yang telah ditetapkan.
13
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
14
pospor, kalium, dan zat hara lainnya. Oleh karena itu kemungkinan
besar tanaman akan teracuni oleh logam berat yang pada akhirnya
dapat membuat tanaman mati.
15
DAFTAR PUSTAKA
Produksi, O. and Hasil, K. (2004) ‘Gangguan logam berat terhadap baku mutu
tanah dan optimalisasi produksi kualitas hasil pertanian’, (12), pp. 30–37.
Tan H. K 1990. Dasar – Dasar Kimia Tanah. Gaja Mada Universitas press
Yogyakarta, Indonesia.
Soepardi G, 1979. Sifat Dan Ciri Tanah, The Nature and Properties of soild, by
Brandy, 1975.
Hanafiah, Kemas Ali. 2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
16
LAPORAN
OLEH
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok :4
Dosen : Dr. Suheryanto, M. Si
Asisten : Ni Putu Mitri Pasaryani
1
DAFTAR TABEL
2
DAFTAR GAMBAR
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
3. Air Permukaan Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan
tanah, misalnya air sungai, air rawa, dan danau (K, Agustina, H Santjoko,
2019).
6
7. Endapan logam ini juga dapat memberikan masalah pada sistem
penyediaan air secara individu (sumur) (Asmaningrum and Pasaribu,
2016).
7
c. Kandungan Pestisida total tidak melebihi 0,10 mg/L.
3. Persyaratan Biologi
a. Tidak mengandung bakteri pathogen, misalnya bakteri
golongan colli, salmonella typi, vibrio cholera dan lain-lain.
Kuman-kuman ini sangat mudah tersebar melalui air.
b. Tidak mengandung bakteri non phatogen, seperti
actonomycete, phytoplankton, coliform, cladocera dan lain-
lain.
8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.1 Alat
Photometer Sanitarian Kit
Tabung vial
3.1.2 Bahan
Reagen Iron
Sample air (air galon dan air keran)
9
3.1 Prosedur Kerja
3.1.1 Kalibrasi Alat
Tekan tombol OK
10
3.1.2 Cara Kerja
11
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
4.1 Hasil
12
2 Air keran 1,20 mg/l Melebihi NAB
air minum dan
melebihi NAB
air bersih
4.2 Pembahasan
Pada praktikum pengukuran kadar logam Fe dalam air ini dilakukan dengan
menggunakan alat bernama photometer sanitarian kit. Alat ini mengukur kadar Fe
dengan cara memasukkan tabung vial kedalam alat. Saat tabung vial dimasukkan
ke dalam sensor alat, tabung vial harus bebas dari debu dan sidik jari, karena jika
ada kotoran ataupun sidik jari yang menempel pada tabung vial akan membuat
hasil menjadi bias atau salah.
Sebelum pengukuran dilakukan, dilakukan kalibrasi dengan menggunakan
larutan aquabidest. Fungsi dari kalibrasi adalah untuk mengecek/ melihat
keakuratan alat. Pengujian larutan yang hendak diuji dilakukan dengan
mencampurkan 1 tablet reagen yang telah digerus menggunakan mortar kedalam
larutan yang hendak di ukur tersebut. 1 tablet reagen digunakan untuk 1 sample
larutan.larutan yang telah dicampurkan dengan reagen sebelum dimasukkan
kedalam alat untuk diuji harus didiamkan terlebih dahulu selama ± 1 menit.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990,
air dapat dikatakan sebagai air bersih harus bebas dari logan Fe (besi) atau
maksimal kadar Fe yang terkandung dalam air tersebut adalah sebesar 1,0 mg/L.
Dan bagi air yang kegunaannya untuk konsumsi sehari-hari, air tersebut maksimal
mengandung Fe sebesar 0,3 mg/L. Berdasarkan pada hasil pengukuran yang
dilakukan didapatkan bahwa, pada air galon, kadar Fe yang terkandung
didalamnya adalah sebesar 0,80 mg/L. Sedangkan pada air keran, kadar Fe yang
terkandung sebesar 1,20 mg/L logam Fe (Kemenkes RI, 1990)
Sehingga pada praktikum ini dapat dikatakan bahwa, sample air galon yang
digunakan tidak baik untuk dikonsumsi karena kadar besinya berada diatas nilai
ambang batas air minum yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. Namun air galon ini dapat dikategorikan sebagai air bersih karena
nilainya berada dibawah angka 1,0 mg/L. Pada sample air keran yang diambil dari
13
Kampus Fakultas Kesehatan Masyarakat ini dapat dikategorikan sebagai air yang
tidak aman untuk dikonsumsi serta bukan juga air bersih karena kadar Fe yang
terkandung pada air ini melebihi nilai ambang batas dari keduanya.
14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah :
1. Air bersih merupakan air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan air bersih sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminimum
apabila dimasak terlebih dahulu.
2. Kandungan besi dalam air dapat berasal dari larutan batu-batuan yang
mengandung senyawa Fe seperti Pyrit
3. Nilai ambang batas Logam Fe yang terkandung dalam air yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 adalah sebagai berikut:
a) Air konsumsi/minum : 0,3 mg/L;
b) Air bersih : 1,0 mg/L.
4. Hasil pengukuran pada sample air galon adalah sebesar 0,80 mg/L.
Sample air galon yang digunakan pada praktikum ini tidak baik untuk
dikonsumsi, namun dapat dikatakan sebagai air bersih. Hasil
pengukuran pada sample air keran adalah sebesar 1,20 mg/L. Sample
air keran yang digunakan pada pengukuran ini tidak dapat dikonsumsi
dan tidak masuk dalam kategori air bersih.
5. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap dua sampel menunjukan
bahwa air gallon dan keran tidak dapat dikonsumsi karena kandungan
logam pada air tersebut tidak melebihi nilai ambang batas yang telah
ditentukan. Apabila air tersebut dikonsumsi maka beriko mengalami
gangguan kesehatan.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAPORAN
OLEH
Nama : Ratmawati
NIM : 10011381924145
Kelompok : 4
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
DAFTAR ISI
1
DAFTAR TABEL
2
DAFTAR GAMBAR
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang
diketahui sampai saat ini di Bumi. Air merupakan substansi kimia dengan
rumus kimia H2O dengan uraian yang terdiri atas atom oksigen yang
terikat pada dua atom hidrogen (Krisnandi, 2009). Air adalah kebutuhan
yang sangat penting bagi kebutuhan manusia. Karena jika kebutuhan air
tidak tercukupi dan dengan kualitas yang tidak baik, as maka akan
menimbulkan dampak pada kerawanan kesehatan maupun sosial dalam
kehidupan manusia.
5
Air mempunyai karakteristik yang terdiri dari fisika, kimia dan biologis
yang sangat mempengaruhi kualitas air tersebut. Oleh karena itu, pengolahan
air mengacu pada beberapa parameter guna memperoleh air yang layak untuk
keperluan domestik terutama pada industri minuman. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kakeruhan air tersebut terdiri atas :
1. Faktor Fisika
Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi kualitas air yang dapat terlihat
langsung melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih
jauh pada air tersebut. Faktor-faktor fisika pada air meliputi:
a. Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik
dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang
dihasilkanoleh buangan industri.
b. Temperatur
Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen
terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan
bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic ynag mungkin saja
terjadi.
c. Warna
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan
tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik
serta tumbuh-tumbuhan.
d. Solid (Zat Padat)
Kandungan zat padat menimbulkan bau, juga dapat meyebabkan
turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi
sinar matahari kedalam air.
e. Bau dan Rasa
Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti
alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi
anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu.
2. Faktor Kimia
6
Karakteristik kimia air menyatakan banyaknya senyawa kimia yang
terdapat di dalam air, sebagian di antaranya berasal dari alam secara
alamiah dan sebagian lagi sebagai kontribusi aktivitas makhluk hidup.
Beberapa senyawa kimia yang terdapat didalam air dapat dianalisa dengan
beberapa parameter kualitas air. Parameter kualitas air tersebut dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. pH
Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas
air dan efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih
toksid dalam bentuk molekuler, dimana disosiasi senyawa-senyawa
tersebut dipengaruhi oleh pH.
b. DO (Dissolved Oxygent)
DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO
maka kualitas air semakin baik.
c. BOD (Biological Oxygent Demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat
pencerna) yang terdapat di dalam air secara bioologi.
d. COD (Chemical Oxygent Demend)
adalah banyaknya oksigen yang di butuhkan untuk mengoksidasi
bahan-bahan organik secara kimia.
e. Kesadahan
Kesadahan air yang tinggi akan mempengaruhi efektifitas pemakaian
sabun, namun sebaliknya dapat memberikan rasa yang segar. Di dalam
pemakaian untuk industri (air ketel, air pendingin, atau pemanas)
adanya kesadahan dalam air tidaklah dikehendaki. Kesadahan yang
tinggi bisa disebabkan oleh adanya kadar residu terlarut yang tinggi
dalam air.
f. Senyawa-senyawa kimia yang beracun
Kehadiran unsur arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan
racun terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (±
7
0,05 mg/l). Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan menyebabkan
timbulnya rasa dan bau ligan, menimbulkan warna koloid merah (karat)
akibat oksidasi oleh oksigen terlarut yang dapat menjadi racun bagi
manusia (Farida, 2002).
3. Faktor Biologi
Organisme mikro biasa terdapat dalam air permukaan, tetapi pada
umumnya tidak terdapat pada kebanyakan air tanah karena penyaringan
oleh aquifer. Organisme yang paling dikenal adalah bakteri. Adapun
pembagian mokroorganisme didalam air dapat di bagi sebagai berikut :
a. Bakteri
Dengan ukuran yang berbeda-beda dari 1-4 mikron, bakteri tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Bakteri yang menimbulkan penyakit
disebut disebut bakteri patogen.
b. Organisme Coliform
Organisme colliform merupakan organisme yang tidak berbahaya dari
kelompok colliform yang akan hidup lebih lama didalam air daripada
organisme patogen. Akan tetapi secara umum untuk air yang dianggap
aman untuk dikonsumsi, tidak boleh lebih dari 1 didalam 100ml air.
8
dalam lingkungan air sudah semakin menyebar dengan masuknya limbah
industri dari berbagai bahan kimia, dimana dapat berbahaya dan beracun
meskipun dalam konsentrasi yang masih rendah. Bahan kimia berikut
seperti bahan pencemar logam-logam berat : Hg, Pb, Cd, As dan
sebagainya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas air yaitu
kekeruhan. Apabila kekeruhan air dalam potensi yang tinggi maka akan
berdampak bagi kesehatan manusia dan dapat menimbulkan berbagai
penyakit. Penyakit akibat mengkonsumsi air dengan tingkat kekeruhan
tinggi seperti :
1. Kolera
Kolera adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio
cholerae. Bakteri ini biasanya muncul dalam air atau makanan yang
terkontaminasi oleh feses orang yang menderita penyakit ini dan
sesorang dapat menderita kolera jika mencuci makanan menggunakan
air yang terkontaminasi. Gejala penyakit kolera yang dapat dirasakan
penderitanya yaitu berupa diare, kram perut, muntah dan sakit kepala.
2. Disentri
Disentri adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Dysentery
Baccelius yang masuk ke mulut melalui prantara air atau makanan yang
tercemar. Gejala penyakit disentri yang doaat dirasakan antara lain
demam, muntah, sakit perut, dan diare parah.
3. Diare
Diare adalah salah satu penyakit disebabkan oleh bakteri dan parasit
yang ada di air yang tercemar. Gejala diare biasanya dapat berupa feses
yang encer dan buang air besar terus-terusan.
4. Hepatitis A
Hepatitis A adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis
A dan penyakit yang menyerang hati. Hepatitis A ini biasanya
menyebar melalui air atau makanan yang terkontaminasi feses, atau
melalui kontak langsung dengan feses dari orang yang mengidap
hepatitis A.
5. Keracunan Timbal
9
Timbal adalah salah satu polutan yang biasa ditemukan di air yang
tercemar. Jika orang yang terpapar timbal dalam dosis berlebih dapat
menyebabkan penyakit serius, seperti kerusakan organ, gangguan
sistem saraf dan penyakit ginjal.
6. Polio
Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh poliovirus.
Penyakit ini ditularkan dan menyebar melalui feses dari penderita polio.
7. Trachoma
Trachoma adalah suatu penyakit yang disebabkan Infeksi bakteri yang
mempengaruhi mata karena menggunakan air yang tercemar. Penyakit
ini merupakan penyakit yang sangat menular dan penyebab utama
kebutaan di seluruh dunia yang dapat dicegah.
10
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.1 Alat
Turbidimeter
3.1.2 Bahan
Larutan kalibrasi (0,00 NTU dan 100 NTU)
Sampel air (air galon, air cucian/sabun, dan air keran)
11
3.2 Prosedur Kerja
12
3.2.2 Cara Kerja
\
Tekan dan tahan 3 detik tombol test/cal
hingga muncul tulisan cal, pastikan nilai
yang tampil adalah nol
13
BAB 1V
4.1 Hasil
Kekeruha Satua
No Jenis air Keterangan
n n
Berdasarkan ketentuan
dari Badan Kesehatan
Dunia
(WHO), batas maksimu
m tingkat kekeruhan air
1 Air Galon 0,00 NTU minum yang memenuhi
syarat adalah 5 NTU,
artinya air galon tersebut
aman digunakan karena
berada di bawah batas
NAB ditentukan
Air Berdasarkan ketentuan
2 cucian/sab 267 NTU dari Badan Kesehatan
un Dunia
14
(WHO), batas maksimu
m tingkat kekeruhan air
minum yang memenuhi
syarat adalah 5 NTU,
artinya air cucian/sabun
tersebut tidak aman
digunakan karena berada
di bawah atas NAB
ditentukan
Berdasarkan ketentuan
dari Badan Kesehatan
Dunia
(WHO), batas maksimu
m tingkat kekeruhan air
3 Air Keran 0,00 NTU minum yang memenuhi
syarat adalah 5 NTU,
artinya air keran tersebut
aman digunakan karena
berada di bawah batas
NAB ditentukan
4.2 Pembahasan
Pada praktikum pengukuran kekeruhan air dengan menggunakan alat
tuebidimeter yang dilaksanakan di laboratorium fakultas kesehatan
masyarakat universitas sriwijaya, dimana dalam praktikum ini melakukan
uji kekeruhan pada ketiga jenis air yaitu air galon, air keran dan air
sabun/cucian. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui nilai kekeruhan
pada ketiga jenis air tersebut.
Dari pengukuran yang telah dilakukan mengahasilkan nilai kekurahan
jenis air galon dan air keran sebesae 0,00 NTU, yang artinya tingkat
kekeruhan pada kedua jenis air tersebut berada di Nilai Ambang Batas
(NAB) yang di perkenankan Nilai ambang batas yang diperbolehkan
Berdasarkan ketentuan dari Badan Kesehatan Dunia
(WHO), batas maksimum tingkat kekeruhan air minum yang memenuhi
syarat adalah 5 NTU, artinya jenis air galon dan air keran tersebut berada di
kondisi yang normal. Berbeda dengan hasil pengukuran air cucian/sabun
yang dilakukan menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 267 NTU yang
artinya tingkat kekeruhan air tersebut berada diatas Nilai Ambang Batas
15
yang di perkenankan Berdasarkan ketentuan dari Badan Kesehatan Dunia
(WHO), batas maksimum tingkat kekeruhan air minum yang memenuhi
syarat adalah 5 NTU, artinya jenis air sabun/cucian ini berada dikondisi
yang tidak normal.
Apabila kekeruhan air dalam potensi yang tinggi maka akan
berdampak bagi kesehatan manusia dan dapat menimbulkan berbagai
penyakit, bahkan bisa menyebabkan keracunan.
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah :
1. Kekeruhan merupakan jumlah dari butir-butir zat yang tergenang
dalam air. Kekeruhan adalah sifat optis dari suatu larutan yakni
hamburan dan absorpsi cahaya yang melaluinya. Kekeruhan pada air
disebabkan oleh adanya materi suspensi, seperti tanah liat/lempung,
endapan lumpur, partikel organik yang koloid, plankton, dan
organisme mikroskopis lainnya .
2. Alat yang digunakan untuk mengukur kekeruhan air adalah
turbidimeter
3. Tingkat kekeruhan atau turbiditas ini ditunjukkan dengan satuan
pengukuran yaitu Nephelometric Turbidity Units (NTU). Nilai
ambang batas yang diperbolehkan Berdasarkan ketentuan dari Badan
Kesehatan Dunia (WHO), batas maksimum tingkat kekeruhan air
minum yang memenuhi syarat adalah 5 NTU.
4. Hasil dari pengukuran tingkat kekeruhan air pada ketiga jenis air di
fakultas kesehatan masyarakat yaitu air galon dan air keran didapatkan
sebesar 0,00 NTU dan kekeruhan air untuk jenis air sabun/cucian
didapatkan sebesar 267 NTU
5. Hasil dari pengukuran yang telah dilakukan dinyatakan bahwa kondisi
air galon dan air keran tersebut berada pada tingkat kekeruhan yang
aman karena berada di nilai yang normal yaitu berada di bawah Nilai
Ambang Batas (NAB), namun pada tingkat kekeruhan air
cucian/sabun berada pada kekeruhan yang tidak normal kerena berada
di atas Nilai Ambang Batas (NAB) sehingga dengan kondisi
kekeruhan yang tidak normal ini dapat menimbulkan risiko kesehatan.
17
DAFTAR PUSTAKA
18