Anda di halaman 1dari 18

1

LAPORAN
PRAKTIKUM EPAM 5000

Laporan ini dibuat sebagai syarat


Dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan
Program Studi Kesehatan Lingkungan

OLEH

Nama : Yola Deftaria


NIM : 10031381924058
Kelompok : 4 / Empat
Dosen : Dr. Suheryanto, M.Si
Asisten : Agung Rezki Wijaya

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
Pengertian Udara...............................................................................................................3
Pengertian debu.................................................................................................................3
Jenis Debu 3
Pengukuran Debu..............................................................................................................4
Nilai Ambang Batas (NAB)..............................................................................................5
Pengaruh Debu Terhadap Kesehatan.................................................................................5
BAB III..................................................................................................................10
METODOLOGI PRAKTIKUM.........................................................................10
Alat dan Bahan................................................................................................................10
A. Alat.............................................................................................................10
B. Bahan.........................................................................................................10
Prosedur Kerja.................................................................................................................10

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Jenis Debu Yang dapat Menganggu Pernafasan Manusia.................................4

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Kalibrasi Alat....................................................................................10
Gambar 3. 2 Cara Kerja Pengukuran Sampel........................................................11
Gambar 3. 3 Memilih Sampling Rate....................................................................12
Gambar 3. 4 Melihat Yang Sudah Disimpan.........................................................12
Gambar 4. 1 Hasil Pengukuran Kadar debu...........................................................13

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran udara menjadi masalah kesehatan yang sudah ada sejak lama,
khususnya di negara-negara industri yang mempunyai banyak pabrik dan
kendaraan bermotor. Pencemaran udara akan membahayakan kesehatan
manusia, selain itu juga akan berdampak pada flora, fauna, dan ekosistem
yang ada. Menurut WHO diperkirakan 64- 210 juta orang di seluruh dunia
hidup dengan diagnosis mengidap Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Diperkirakan populasi substansial yang terkena PPOK akan meningkat. Di
India, prevalensi kejadian PPOK 2- 22% untuk pria dan 1,2-19% untuk
wanita. Riskesdas(2013) melaporkan prevalensi PPOK di Indonesia sebesar
3,7% (Jalan, Sudiarto and Semarang, 2018).
Isu tentang kualitas udara dalam ruang mulai mendapat perhatian publik
ketika sebuah studi yang dilakukan oleh EPA pada tahun 1989 menyatakan
bahwa dampak polusi udara dalam ruang lebih berat dari pada di luar ruangan.
Polusi udara dalam ruang dapat menurunkan produktivitas kerja hingga $10
milyar. Bahkan, kualitas udara yang buruk akan memberikan dampak yang
lebih ekstrim, yaitu dapat menyebabkan kematian (EPA, 2012)..Kualitas udara
dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah polutan. Polutan dapat
berasal dari pembakaran, pemanasan, kegiatan transportasi, dan industri.
Polutan tersebut sebagian akan tertinggal di udara dan mempengaruhi kualitas
lingkungan di sekitarnya, sedangkan sebagian lain akan terbawa angin (Mar
and Sudarmaji, 2015).
Sektor transportasi memiliki peran penting dalam pencemaran dan sumber
pencemaran utama. Beberapa studi menunjukkan bahwa sumber utama dari
pencemaran udara di Indonesia berasal dari transportasi kendaraan bermotor
sebesar 70% dari total pencemaran udara. Para ahli mengatakan bahwa
penyebab kematian yang mencapai angka 57.000 orang per tahunnya
dikarenakan pencemaran udara. Sekitar 3,3 juta penduduk dunia meninggal di
tahun 2010 karena menghirup debu-debu kecil yang beterbangan di udara
(Jalan, Sudiarto and Semarang, 2018).
Polusi udara bukan hanya berupa gas dari kendaraan bermotor, industri,
atau pembakaran sampah rumah tangga, melainkan partikel debu yang
berukuran sangat kecil (ukuran mikron) yang melayang-layang di udara
(BMKG, 2012). Debu yang melayang-layang di udara dapat berasal dari
permukaan jalan yang terkena hembusan angin atau berasal pembakaran bahan
bakar oleh mesin kendaraan bermotor. Partikel debu sendiri ada yang bersifat
organik dan anorganik. Partikel debu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
debu organik dan anorganik (Mengkidi, 2006). Partikel debu merupakan
campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik
yang tersebar di

1
2

udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari <1 mikron sampai dengan
maksimal 500 mikron (Jumingin and Septyanto, 2019).
Dampak dari pencemaran udara yang disebabkan oleh partikel debu
tersebut menyebabkan penurunan kualitas udara ambien yang berdampak
negatif terhadap kesehatan manusia, terutama gangguan saluran pernapasan,
baik bersifat akut maupun kronis. Serangan yang bersifat akut adalah bila
dosisnya tinggi, sedangkan dosis rendah yang berulang-ulang akan
menyebabkan serangan yang bersifat kronis. Partikel debu bila terhirup masuk
dalam paru paru dapat menyebabkan gangguan fungsi paru (restrictive dan
obstructive). Gangguan kesehatan yang lain dapat berupa keluhan pada mata,
mata terasa berair, radang saluran pernapasan, sembab, paru, bronchitis
menahun, emfisema ataupun kelainan paru menahun lainnya (Vol, 2016).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Udara
Udara merupakan komponen lingkungan yang memiliki peranan sangat
penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan
dapat berlangsung tanpa bantuan oksigen. Selain oksigen, polutan lain yang
terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh bersama dengan mekanisme
pernapasan. Polutan tersebut masih dapat dinetralisasi oleh tubuh bila berada
dalam batas kewajaran tertentu, namun bila sudah melebihi ambang batas,
proses netralisasi akan terganggu. Oleh sebab itu, kualitas udara perlu
diperhatikan, sebab dapat berpengaruh pada kesehatan manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung (Mar and Sudarmaji, 2015)
Pengertian debu
Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam
dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan (Mukono, 1997).
Sedangkan menurut Hidayat (2000), debu adalah partikel padat yang
terbentuk dari proses penghancuran, penanganan, grinding, impaksi cepat,
peledakan dan pemecahan dari material organik atau anorganik seperti batu,
bijih metal, batubara, kayu dan biji-bijian. Debu yang memiliki ukuran kecil
mempunyai potensi dapat menimbulkan damapak gangguan pada paru-paru
pada pekerja, karena debu dengan partikel ukuran kurang dari 1 μ akan masuk
dalam alveous, pada ukuran debu ( et al., 2021). Istilah debu yang digunakan
di industri adalah menunjuk pada partikel yang berukuran antara 0,1 sampai
25 mikron (Ardyanto and Atmaja, 2007). Debu digunakan untuk
menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan kesehatan terhdap
Kesehatan dan keselamatan kerja (Qiro, 2015)
Jenis Debu
Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya. Adanya
perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya
di paru juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan yang
ditimbulkannya juga akan berbeda pula. Debu dikelompokkan menjadi dua
yaitu debu organik dan anorganik. Klasifikasi debu dapat dilihat pada tabel
berikut:

3
4

Tabel 2. 1
Jenis Debu Yang dapat Menganggu Pernafasan Manusia

Pengukuran Debu
Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah
kadar debu pada suatu lingkungan kerja konsentrasinya sesuai dengan kondisi
lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja. Alat-alat yang biasa
digunakan untuk pengambilan sampel debu total di udara seperti High
Volume Sampler (HVS), Middle Volume Sampler (MVS) dan Low Volume
Sampler (LVS). High Volume Sampler, yaitu alat yang dapat mengukur
partikel dengan ukuran 0–10 µm. Alat ini terdiri dari beberapa komponen
seperti inlet, penyangga filter, penggerak udara, pengontrol laju alir dan
timer.
Middle Volume Sampler, menggunakan filter berbentuk lingkaran
dengan porositas 0.3- 0.45 µm, kecepatan pompa yang dipakai untuk
penangkapan debu adalah 50-500 lpm. Operasional dari MVS sama dengan
HVS, perbedaannya hanya terletak pada ukuran filter membrannya. HVS
menggunakan filter A4 persegi panjang, sedangkan MVS menggunakan filter
bulat diameter 12 cm.Low Volume Sampler, LVS dapat digunakan untuk
mengukur partikulat di dalam maupun di luar ruangan. Pompa vakum
bertujuan untuk menarik partikulat di udara ke dalam alat, kemudian ukuran
partikulat disortir oleh pemisah (impaktor) dan partikel debu diendapkan pada
filter. Setelah itu dilakukan analisis secara gravimetri. Metode pengukuran
dengan
5

LVS menggunakan filter berbentuk lingkaran dengan porositas 0.3-0.45 µm


dengan kecepatan pompa penangkap 10-30 lpm.
Nilai Ambang Batas (NAB)
Nilai ambang batas adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai
kadar/intensitas rerata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat
diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan
pada pekerja dalam melakukan pekerjaannya setiap hari dalam waktu tidak
lebih dari 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Selain bertujuan untuk melindungi
pekerja, penetapan nilai ambang batas dapat digunakan sebagai pedoman
dalam perencanaan proses produksi dan teknologi pengendalian bahaya yang
terdapat di lingkungan kerja serta membantu menegakkan diagnosis penyakit
akibat kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13
Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di
Tempat Kerja) (Mar and Sudarmaji, 2015).
Nilai ambang batas debu yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah
Nomor: 41 Tahun 1999, dan disesuaikan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XV/2002 tanggal 19 November 2002,
pada lampiran I tentang Persyaratan dan Tata Cara Penyelenggaraan
Kesehatan Lingkungan Kerja. Adapun kandungan debu maksimal di dalam
udara dalam pengukuran debu rata-rata 8 jam adalah 0,15mg/m³.
Pengaruh Debu Terhadap Kesehatan
Partikel debu akan berada di udara dalam kurun waktu yang relatif lama
dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernapasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan
juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan
berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel
yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan
ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda.
Pemaparan akibat debu sangat berbahaya, antara lain mempunyai 3
respon yang berbeda, yaitu respon allergic atau atopi (hay fever pada saluran
pernafasan) dan pemaparan yang menahun dapat menyebabkan Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD), respon perubahan immunologic
pada jaringan paru dan pada perubahan tersebut dapat terjadi secara
permanen. Penyakit yang disebabkan oleh ketiga respon tersebut dikenal
sebagai allergic alveolitis atau hypersensitivitas pneumonitis (Ardyanto and
Atmaja, 2007). Ada tiga cara masuknya bahan polutan seperti debu dari udara
masuk ke tubuh manusia, yaitu: melalui inhalasi, ingesti, dan penetrasi kulit.
Inhalasi bahan polutan dari udara dapat menyebabkan gangguan di paru dan
saluran napas. Bahan polutan yang cukup besar tidak jarang masuk ke saluran
cerna.Efek biologis paparan debu di udara terhadap kesehatan manusia atau
pekerja terdiri dari:
6

A. Efek Fibrogenik, Debu fibrogenik sebagai debu respirabel dari kristal


silika (asbestos), debu batu bara, debu berilium, debu talk dan debu
dari tumbuhan. Konsentrasi masa dari sisa debu yang respirabel
sebagai faktor tunggal yang paling penting pada
perkembangan/kemajuan keparahan pneumokoniosis pada pekerja.
B. Efek Iritan, Pengaruh iritan dari debu yang berbeda tidak spesifik,
sehingga keadaan ini tidak dapat secara langsung dihubungkan dengan
pengaruh dari debu. Tetapi secara klinis atau dengan tes fungsional
ataupun pemeriksaan secara morfologi dapat diperhatikan kasus
dimana efek yang timbul berasal dari debu.
C. Efek Alergi Debu dari tumbuhan dan hewan mempunyai sifat dapat
meningkatkan reaksi alergi. Beberapa reaksi kekebalan biasanya
membentuk respon secara berupa iritasi. Secara patologi dapat
ditentukan melalui tes alergi sebagai penyakit akibat kerja pada
saluran pernafasan yang umumnya berupa asma bronkial. Debu
organik yang menyebabkan alergi meliputi tepung, pollen (serbuk
sari), rambut hewan, bulu unggas, jamur, cendawan dan serangga.
D. Efek Karsinogenik Penyebab yang berperan penting dalam
pertumbuhan kanker pada manusia adalah debu asbestos, arsenik,
chromium dan nikel. Akan tetapi, terdapat kurang lebih 2000
substansi kimia diketahui sebagai penyebab timbulnya kanker.
E. Efek Sistemik Toksik Banyak substansi yang berbahaya menyebabkan
efek sistemik toksik sebagai hasil dari debu yang masuk melalui
sistem saluran pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada
kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan, menunjukkan
efek sistemik toksik yang jelas.
F. Efek pada Kulit Partikel-partikel debu yang berasal dari material yang
berbentuk pita dan tebal seperti fiberglass, dan material tahan api
sering sebagai penyebab dermatitis.
Berbagai gangguan atau penyakit dapat timbul pada pekerja tergantung
dari lamanya paparan dan kepekaan individual terhadap debu. Debu yang
masuk ke dalam saluran pernafasan menyebabkan timbulnya reaksi
mekanisme pertahanan non spesifik berupa bersin dan batuk. Pneumokoniosis
biasanya timbul setelah pekerja terpapar selama bertahun-tahun. Penyakit
akibat paparan debu yang lain seperti asma kerja, bronchitis industry (Qiro,
2015).
Debu termasuk penyebab penyakit akibat kerja (PAK) dari faktor kimia,
terutama disebabkan oleh masuknya debu melalui jalan pernafasan. Menurut
Siswanto (1991c) faktor yang menentukan besarnya gangguan kesehatan
akibat debu, antara lain:
A. Kadar debu di udara. Makin tinggi kadar debu, makin cepat
menimbulkan gangguan kesehatan dan kenikmatan dalam bekerja;
7

B. Ukuran atau diameter debu. Debu yang berdiameter kecil akan dapat
masuk jauh ke dalam alveoli, sementara yang besar akan tertahan pada
cilia di saluran pernafasan atas;
C. Sifat debu. Debu mempunyai sifat inert, fibrogenik dan karsinogenik;
Reaktifitas debu. Debu organik kurang reaktif namun dapat
menyebabkan reaksi iritasi;
D. Cuaca kerja. Lingkungan yang panas dan kering, mendorong
timbulnya debu dan debu yang terbentuk dalam keadaan panas akan
menjadi lebih reaktif;
E. Lama waktu papar. Debu dapat menimbulkan kelainan paru dalam
jangka waktu cukup lama;
F. Kepekaan individu. Bentuk kepekaan seseorang sangat berbeda antara
satu dengan yang lain. Kepekaan disini tidak hanya dalam bidang
morfologis, namun juga dalam bidang fisiologis dan iritasi (Ardyanto
and Atmaja, 2007).
Pada lingkungan kerja debu berpotensi menimbulkan:
A. Gangguan kesehatan, antara lain gangguan hidung dan tenggorokan
yang dapat mengakibatkan selesma dan infeksi lain atau kanker
hidung, gangguan paru akibat bronchitis, emphysema,
pneumoconiosis, asma atau kanker;
B. Peledakan, jenis debu yang termasuk antara lain debu tepung, karet
batubara dan debu metal, misalnya aluminium, bisa meledak jika
berada dalam ruang terbatas;
C. Pengaruh terhadap produktivitas kerja dan menyebabkan kerusakan
produk. Tempat kerja yang berdebu menyebabkan pelaksanaan kerja
menjadi lebih sulit dan bisa merusak produk atau mesin. Berbagai
debu industri seperti debu yang berasal dari pembakaran arang batu,
semen, keramik, besi, penghancuran logam dan batu, asbes dan silika
dengan ukuran 3-10 mikron akan ditimbun di paru. Efek yang lama
dari paparan ini menyebabkan paralysis cilia, hipersekresi dan
hipertrofi kelenjar mucus. Keadaan ini meyebabkan saluran napas
rentan terhadap infeksi dan timbul gejala batuk menahun yang
produktif (Ardyanto and Atmaja, 2007)
Keberadaan debu di udara akan mengakibatkan terjadinya pencemaran
udara. Pencemaran udara adalah terdapatnya bahan, zat, atau komponen lain
di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan udara (Wardhana,
2004). Dampak pencemaran udara ini dapat terjadi pada berbagai aspek
kehidupan yaitu:
A. Dari segi atmosfer, pencemaran udara akan menyebabkan terjadinya
hujan asam dan mempercepat pemanasan global.
B. Dari segi ekonomi, pencemaran udara akan meningkatkan biaya
pemeliharaan alat dan bangunan serta biaya perawatan penyakit akibat
pajanan polutan.
8

C. Dari segi kesehatan, pencemaran udara akan memicu timbulnya


penyakit akut dan kronis (Mar and Sudarmaji, 2015).
Pekerja yang terpajan debu memiliki risiko untuk mengalami keluhan
kesehatan dan penyakit, baik penyakit infeksi maupun non infeksi (kanker).
Keluhan pernapasan merupakan masalah kesehatan yang paling banyak
dijumpai. Keluhan pernapasan yang terjadi dipengaruhi oleh ukuran debu.
Debu yang berukuran 5-10 mikron akan masuk ke dalam saluran napas atas,
3- 5 mikron masuk ke dalam saluran napas tengah, 1- 3 mikron dapat
mencapai pembuluh di alveoli, 0,5-1 mikron akan menempel di alveoli, dan
debu yang berukuran 0,1-0,5 akan melayang di atas alveoli (Depkes, 2014).
Hasil penelitian Osman dan Pala (2009) menyatakan bahwa debu yang
terhirup dapat menimbulkan keluhan kesehatan seperti iritasi mata, nyeri
tenggorokan, dan rhinorhea. Keluhan yang dialami dapat berkembang
menjadi gangguan fungsi paru bila pekerja terpajan debu dalam waktu lama
(Mar and Sudarmaji, 2015).
Selain keluhan pernapasan, dampak pajanan debu terhadap kesehatan
yang sering dilaporkan adalah dermatitis, gangguan fungsi paru, dan beberapa
jenis kanker pada saluran pernapasan (Irjayanti, dkk., 2012). Gangguan fungsi
paru merupakan kondisi dimana jumlah udara yang masuk ke dalam paru
akan berkurang dari normal sehingga paru tidak dapat berfungsi dengan
maksimal. Diagnosa gangguan fungsi paru dapat ditegakkan melalui uji
fungsi paru menggunakan alat spirometer, analisis gas darah arteri (arterial
blood gas analysis) dan uji kapasitas difusi (diffusion capacity).1,2 Gangguan
fungsi paru dibagi menjadi tiga jenis yaitu restriksi, obstruksi dan mixed
(campuran) (Jalan, Sudiarto and Semarang, 2018).
Berbagai faktor yang berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau
gangguan pada saluran nafas akibat debu adalah karakteristik debu, yang
meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya arut dan sifat kimiawi,
serta lama paparan.
A. Faktor individual meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan
fisiologi saluran nafas serta faktor imunologis.
B. Penilaian paparan pada manusia perlu dipertimbangkan diantaranya
sumber paparan, lamanya paparan, paparan dari sumber lain, pola
aktivitas sehari-hari dan faktor penyerta yang potensial seperti umur,
jenis kelamin, kebiasaan merokok (Jalan, Sudiarto and Semarang,
2018).
Debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan, menimbulkan reaksi
mekanisme pertahanan non spesifik berupa batuk hingga bersin. Otot polos di
sekitar jalan napas dapat terstimulus sehingga menimbulkan penyempitan.
Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi nilai ambang batas.
Debu memiliki beberapa jenis dan ukuran, diantaranya debu organik dan
debu anorganik. Partikel debu yang terinhalasi tidak seluruhnya akan
mencapai paru. Partikel yang berukuran besar pada umumnya telah tersaring
di hidung.
9

Partikel dengan diameter 0,5-6 μ yang disebut partikel terhisap yang dapat
mencapai alveoli dan mengendap yang dapat menyebabkan terjadinya
pnemokoniosis (Jalan, Sudiarto and Semarang, 2018).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

Alat dan Bahan


A. Alat
a. EPAM 5000

B. Bahan

Prosedur Kerja

3.2 1 Kalibrasi Alat

Dari menu Pilih system


Pilih
utama,pili Options lalu
Calibratio
h Special pilih
n
functions extended
options

Tunggu Pilih
kira-kira Pilih Manual-
Manual
99 detik Zero sekali
- Zero
lagi

Setelah proses selesai, layar


akan kembali ke menu
pengukuran

Gambar 3. 1 Kalibrasi Alat

10
11

Cara Kerja
Pengukuran Sampel

Tekan Dari menu utama, Pilih


tombol pilih Special Sistem
Power Function Options
ON

Tentukan ukuran 1.0 µm Pilih Pilih


– E, 2.5 µm – E, PM 10, Size Extended
atau TSP select Options

ang sampling inlet (Impactor jet sesuai ukuran) untuk pengukuran debu TSPLakukan
tanpa menggunakan
prosedur impactor jet.
‘Zero’ dari menu
utama : pilih Spesial
Function => System
Options => Extended
Options => Celibration
Options => Auto
zero/manual Zero

Pengukuran siap
dilakukan dengan : Tekan
Setelah selesai Enter
pengukuran, =>Run =>
Perhitunga
untuk Continou/Overwrite data
n selesai
menghentikan =>Run untuk
pengukuran tekan pengukuran tanpa
tombol Enter. alrm/alm-continou

Gambar 3. 2 Cara Kerja Pengukuran Sampel


Memilih Sampling Rate

Dari menu Pilih Pilih


utama System Samplin
pilih Option g Rate
Spesial s
12

Gambar 3. 3 Memilih Sampling Rate


Melihat Yang Sudah Disimpan

Pilih lokasi data dengan


menggunakan tombol untuk
Pilih Pilih
mengubah digit, dan
Revie Stastic
konfirmasi
w s
dengan menggunakan Enter

Gambar 3. 4 Melihat Yang Sudah Disimpan


13

Anda mungkin juga menyukai