Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN HVAS

Laporan Ini Dibuat Sebagai Syarat


Dalam Mata Kuliah Pencemaran Udara
Program Studi Kesehatan Lingkungan

OLEH:

Nama : Pasha Fazillah Afap


NIM : 10031282227038
Kelompok :3
Dosen : Dini Arista Putri, S.SI., M.PH.
Asisten : M. Ricko

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
2.1 Definisi Debu ............................................................................................ 3
2.2 Jenis-Jenis Debu ........................................................................................ 3
2.3 Baku Mutu Kesehatan Lingkungan........................................................... 5
2.4 Dampak Terhadap Kesehatan .................................................................... 5
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 7
3.1 Alat dan Bahan ......................................................................................... 7
3.1.1 Alat ..................................................................................................... 7
3.1.2 Bahan ................................................................................................. 7
3.2 Prosedur Kerja ......................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10

i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Alat HVAS ....................................................................................... 7
Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Kerja HVAS.................................................... 9

ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Standar Baku Mutu Debu ................................................................... 5

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum kualiatas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh agen abiotik
(partikel debu, kelembaban, suhu dan cahaya), dan biotik(bakteri, jamur, serbuk
sari). Menurut Enviromental Protection Agency og America atau (EPA) 2010,
polusi udara dalam ruangan beresiko terhadap kesehatan manusia. Kualitas udara
dalam ruangan 2-5 kali lebih buruk dibandingkan dengan udara di luar ruangan
(lingkungan bebas). Ventilasi lokal dan umum sangat penting dalam pencegahan
dari paparan debu, dan merupakan tindakan pencegahan utama yang harus diambil
di tempat kerja. Dimungkinkan untuk mencegah penyakit akibat kerja dengan
menjaga nilai debu dalam tingkat yang dapat diterima di tempat kerja. Meskipun
berisiko tinggi terpapar debu di lingkungan kerja, penggunaan alat pelindung
pribadi oleh teknisi ternyata agak rendah. (Suryani Catur Suprapti1, 2020)
Paparan debu dapat menimbulkan berbagai penyakit akibat kerja dan
gangguan sistem pernapasan. Peningkatan gejala gangguan sistem pernapasan
dipengaruhi adanya debu di udara selama bekerja. Kadar debu total yang melebihi
nilai ambang batas selain mengakibatkan gangguan sistem fungsi paru, gangguan
kesehatan lain adalah infeksi saluran pernapasan akut. Paparan debu yang
mengakibatkan timbulnya gangguan pernapasan akut yaitu hasil dari kegiatan
industri yang mencemari udara seperti debu kayu, semen, asbes, dan lain lain. Debu
tersebut akan tertahan lama dan melayang di udara bebas dan di dalam ruangan
kemudian mengendap lama pada paru paru. (Jumingin, 2019)
Pencemaran udara dalam ruang merupakan masalah Kesehatan yang sangat
serius dalam berbagai lingkungan industri maupun non industri. Debu merupakan
salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk mengukur tingkat
pencemaran udara sebagaimana menurut regulasi. Debu perlu mendapatkan
perhatian yang serius, karena dapat menunjukkan tingkat bahaya suatu lingkungan
fisik maupun keselamatan dan kesehatan pekerja. Debu kapas termasuk dalam
kategori suspended particulate matter yang memiliki ukuran rata rata diameter
kurang dari 15 mikron. Pajanan debu pada konsentrasi dan frekuensi yang tinggi di

1
lingkungan kerja dapat menimbulkan penyakit akibat kerja atau (PAK) terutama
gangguan kesehatan yang serius pada saluran & organ pernafasan. (Fadli, 2020)
Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing
di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari
keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah
tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama akan dapat menggangu
kehidupan manusia,hewan dan tumbuhan. Udara merupakan campuran beberapa
macam gas yang bandinganya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara,
tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Dalam keputusan Republik Indonesia
Nomor 1407 Tahun 2002, udara merupakan arti yang sangat penting bagi
kehidupan makhluk hidup dan keberadaan benda benda lainnya. Sehingga udara
merupakan sumber daya alam yang harus dilindungi untuk hidup, kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatannya harus
dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi
sekarang dan yang akan datang. Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat
kualitas yang diinginkan maka pengendalian pencemaran udara menjadi sangat
penting untuk dilakukan. (Fatimah, 2018)
Debu adalah partikel padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan
merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan produksi (Ardam, 2015). Debu
dalam kondisi tertentu merupakan agent kimia yang dapat menyebabkan
pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan faal paru,
bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. Debu yang terinhalasi secara terus
menerus dapat menyebabkan terjadinya kerusakan paru dan fibrosis. Debu dengan
ukuran yang semakin kecil memiliki potensi yang semakin besar dalam
menimbulkan gangguan faal paru pekerja karena debu dengan ukuran kurang dari
1 µ dapat masuk dalam alveolus, sedangkan partikel debu < 0,1 µ bergerak keluar
masuk alveoli dan tidak mengendap dipermukaan alveoli (Suma’mur, 2013). Debu
merupakan partikel-partikel zat yang disebabkan oleh kekuatan alami atau mekanis.
Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas diperlukan pengukuran terkait Debu pada
suatu tempat. Pengukuran ini dilakukan dengan memanfaatkan HVAS yang
merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur kualitas debu dan udara.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Debu
Debu atau Dust adalah partikel padat yang berukuran sangat kecil yang
dibawa oleh udara. Partikel-partikel kecil ini dibentuk oleh suatu proses disintegrasi
atau fraktur seperti penggilingan, penghancuran atau pemukulan terhadap benda
padat. Mine Safety and Health Administration (MSHA) mendefinisikan debu
sebagai padatan halus yang tersuspensi diudara (airbone) yang tidak mengalami
perubahan secara kimia ataupun fisika dari bahan padatan aslinya.
Ukuran partikel debu yang dihasilkan dari suatu proses sangatlah bervariasi,
mulai dari yang tidak bisa terlihat dengan mata telanjang sampai pada ukuran yang
terlihat dengan mata telanjang. Ukuran partikel yang besar akan tertinggal pada
permukaan benda atau turun kebawah (menetap sementara diudara) dan ukuran
partikel yang kecil akan terbang atau tersuspensi diudara. Debu umumnya dalam
ukuran micron, sebagai pembanding ukuran rambut adalah 50-70 micron.
Partikulat padat dengan melalui beberapa proses ini, umumnya berukuran
antara 1 mikron hingga 100 mikron, yang dibagi lagi menjadi tiga kelompok, antara
lain yaitu :
A. Partikulat debu respirable, merupakan suatu partikulat airbone yang dapat
terhirup dan dapat mencapai daerah bronkiolus hingga alveoli di dalam
sistem pernafasan, partikulat debu jenis ini bersifat berbahaya apabila
memendap di alveoli yang berperan sebagai daerah pertukaran gas di dalam
sistem pernafasan.
B. Partikulat debu thoracic, merupakan suatu partikulat debu yang bisa masuk
ke dalam saluran pernafasan atas dan masuk ke dalam saluran udara di paru-
paru.
C. Partikulat debu inhalable, merupakan partikulat debu yang dapat terhirup ke
dalam mulut ataupun hidung serta hidung, yang akan berbahaya bila
tertimbun dimanapun dalam saluran pernapasan.
2.2 Jenis-Jenis Debu
Debu selalu dijadikan indikator pencemaran udara yang digunakan untuk
menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan

3
dan keselamatan dalam bekerja (Prinnatama, 2018). Kadar debu total merupakan
partikel di udara yang memiliki diameter kurang dari 100 mikrometer, diantara
partikel ini terdapat partikel yang mudah terhisap oleh sistem pernapasan, terutama
pernapasan manusia. Partikel yang mudah terhisap ini adalah partikel di atmosfer
yang memiliki ukuran yang sama dengan atau bahan kurang dari 10 mikrometer.
Debu adalah partikel padat yang terbentuk dari proses penghancuran, penanganan,
grinding, impaksi cepat, peledakan, dan pemecahan dari material organik atau
anorganik seperti batu, bijih metal, batubara, kayu dan biji-bijian.
Namun, adapun kategori atau jenis debu berdasarkan tingkat
bahayanya,yaitu :
a. Debu karsinogenik, adalah debu yang dapat merusak DNA sel-sek tubuh
sehingga merangsang terjadinya sel kanker. Debu karsinogenik bisa berasal
dari berbagai sumber, seperti logam berat, bahan kimia, atau radiasi.
Contohnya adalah debu arsenik, debu hasil peluruhan radon, dan asbes.
b. Debu fibrogenik, adalah jenis debu yang dapat merusak jaringan paru-paru
dan menyebabkan fibrosis paru. Fibrosis paru adalah kondisi di mana
jaringan parut terbentuk di organ paru-paru, sehingga mengganggu fungsi
pernapasan. Debu fibrogenik bisa berasal dari berbagai sumber, seperti
asbes, silika, atau batubara. Debu ini biasanya ditemukan di lingkungan
kerja tertentu, seperti pertambangan, konstruksi, atau industri.
c. Debu radioaktif, Debu ini adalah debu yang mengandung zat-zat yang dapat
memancarkan radiasi alfa dan beta. Radiasi ini dapat merusak sel-sel tubuh
dan menyebabkan berbagai penyakit, seperti kanker, leukimia, atau mutasi
genetik. Debu radioaktif bisa berasal dari sumber alami atau buatan. Salah
satu contoh debu radioaktif alami adalah bijih torium, yang banyak terdapat
di Indonesia. Bijih torium ini dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir,
tetapi juga berpotensi mencemari lingkungan jika tidak ditangani dengan
baik.
d. Debu eksplosif, Debu eksplosif merupakan debu yang memiliki sifat mudah
terbakar dan meledak pada kondisi dan suhu tertentu. Debu eksplosif dapat
berasal dari berbagai macam bahan, seperti logam, batubara, atau bahan
organik. Ukuran partikel debu yang dapat menyebabkan ledakan berkisar

4
antara 0,1 hingga 500 mikron. Debu eksplosif dapat terbakar dan meledak
jika terpapar sumber pengapian seperti api, permukaan panas, atau reaksi
kimia. Ledakan debu dapat menimbulkan kerusakan yang parah pada
manusia dan lingkungan.
e. Debu yang memiliki racun terhadap organ atau jaringan tubuh. Contohnya
: debu mercuri, nikel, timbal, dan lain-lain.
f. Debu inert, adalah partikel padat yang memiliki kandungan kuarsa kurang
dari 1% dan tidak bereaksi secara kimia dengan zat lain. Debu ini dapat
mengganggu kinerja dan kenyamanan pekerja serta menimbulkan iritasi
pada mata dan kulit. Beberapa contoh sumber debu inert adalah gypsum,
batu kapur, dan kaolin.
g. Inhalable dust atau irrespirable dust, adalah debu yang berukuran >10μ
yang hanya tertahan di hidung.
h. Respirable dust, adalah partikel debu yang berukuran <10μ dan dapat masuk
kerongga hidung hingga ke dalam paru-paru.
2.3 Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
Standar Baku Mutu di udara merupakan batas maksimal dari kadar debu
yang terdapat dalam suatu lingkungan sehingga masih dapat diterima oleh
pernapasan dan tidak menimbulkan gangguan yang sangat serius terhadap
kesehatan manusia. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan debu ini telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun
2023 Tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah
Tabel 2.1
Standar Baku Mutu Debu
Parameter SBMKL Keterangan
TSP 230 µg/m3 Durasi 24 jam
Tabel di atas merupakan Standar Baku Mutu Lingkungan udara, dari
persebaran partikulat ini sesuai dengan Peraturan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2023.
2.4 Dampak Terhadap Kesehatan
Perhatian terbesar adalah efek kesehatan pada pekerja karena mereka
terpapar secara berlebihan terhadap debu yang membahayakan. Oleh karena itu
untuk mengevaluasi tingkat bahaya kesehatan ditempat kerja, American

5
Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) telah mengadopsi
sejumlah standar threshold limit values (TLV’s) atau nilai ambang batas (NAB).
Nilai TLV digunakan sebagai pentunjuk atau guidance untuk mengevaluasi bahaya
kesehatan. Nilai TLV (NAB) adalah nilai batas paparan selama 8 jam kerja dimana
tidak ada efek kesehatan yang ditimbulkan. MSHA menggunakan nilai TLV untuk
mengevaluasi kesehatan.
Paparan yang berlebihan atau waktu yang lama terhadap respirable dust
yang berbahaya (harmful) dapat menyebabkan penyakit pernapasan yang disebut
pneumoconiosis. Penyakit ini disebabkan oleh terkumpulnya atau menumpuknya
debu mineral didalam paru-paru dan merusak jaringan paru-paru. Pneumoconiosis
adalah nama umum dari penyakit paru-paru yang disebabkan oleh debu.
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, tanpa atau disertai parenkim
paru (Putra & Wulandari, 2019). ISPA merupakan suatu kelompok penyakit sebagai
penyebab angka absensi tertinggi bila dibandingkan dengan kelompok penyakit
lain. Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak, hal tersebut diketahui dari hasil
pengamatan epidemiologi bahwa angka kesakitan di kota cenderung lebih lebih
besar dari pada didesa. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan
tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi dari pada
didesa. Pencemaran udara dari asap atau gas dapat menyebabkan terjadinya ISPA,
bronchitis, asthma, dan kanker paru. Pencemaran udara dari bahan partikel dapat
menyebabkan paringitis, pneumonia, alergi, iritasi dan lain-lain.
Pencemaran udara dapat menimbulkan peradangan terhadap permukaan
mukosa saluran pernapasan (Putra & Wulandari, 2019). Terhadap masyarakat,
pencemaran udara di masyarakat dapat berupa gas atau uap dan juga partikel-
partikel lainnya seperti debu. Ada atau tidak adanya pencemaran udara dapat
diketahui dari hasil pengkuran berbagai parameter pencemaran yang diperiksa atau
diukur secara rutin oleh stasiun pemantau udara di berbagai wilayah di beberapa
kota besar di indonesia.

6
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. HVAS

Gambar 3.1
HVAS
3.1.2 Bahan
3.2 Prosedur Kerja

Periksa jadwal tetap sampling SPM.

Periksa filter yang akan dipasang, pastikan filter


tidak sobek atau tidak berlubang

Catat berat filter yang terdapat dipojok kanan atas


filter (gram).

Periksa dan pastikan power switch HVAS berada


pada posisi "OFF" (motor dalam kondisi tidak
menyala)

Angkat atap HVAS, lalu longgarkan 4 sekrup di


sisi-sisi penahan filter lalu angkat penahan filter
tersebut.

Pastikan tangan bebas dari kontaminasi

7
Pasang filter pada rak/penampangnya dengan posisi
tulisan angka berat filter menghadap kebawah agar
angkanya tidak tertutup oleh debu, kemudian
pasang kembali penahan secara proposional untuk
menghindari kebocoran udara

Tutup kembali atap HVAS, Kemudian untuk


pengamatan terhadap unsur Suspended Particulate
Matter/ SPM (debu) dilakukan dengan pengambilan
sampel selama 24 jam setiap 6 (enam) hari dimulai
dari jam 08:00 waktu setempat sampai jam 08:00
hari berikutnya, untuk pengamatan PM10
dilakukan setiap hari

Geser power switch HVAS ke posisi "ON",


sampling debu dimulai

Catat tanggal, waktu pemasangan, angka Hour


counter, flowrate, suhu udara, tekanan udara, arah
dan kecepatan angin, keadaan cuaca dan keadaan
sekitar. Biarkan menyala selama 24 jam

Setelah 24 Jam menyala, HVAS akan mati secara


otomatis, jika timer otomatis rusak maka matikan
HVAS secara manual dengan mengeser power
switch HVAS ke posisi "OFF".

Catat tanggal, waktu pengangkatan, angka Hour


counter, flowrate, suhu udara, tekanan udara, arah
dan kecepatan angin, keadaan cuaca dan keadaan
sekitar (keadaan tertentu pada saat HVAS
berlangsung dan akhir sampling, misalnya ada
pembakaran sampah di sekitar HVAS) akhir
sampling SPM

Pastikan peralatan dalam kondisi “OFF”.


Kemudian angkat filter, lipat menjadi 2 dengan
permukaan yang berdebu berada di sebelah dalam.

8
Pasang kembali penahan filter dan tutup kembali
atap HVAS.

Timbang berat akhir filter dan catat berat akhir

Masukan filter SPM kedalam amplop pengiriman

Selesai, filter siap dikirimkan.

Gambar 3.2
Flowchart Prosedur Kerja HVAS

9
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, N. H., 2018. Measurement Of Ambient Dust Content in the Sungai
Kunjang Bus Terminal Samarinda City. Jurnal Kesehatan Lingkungan, pp.
1-11.
Ardam, Kiky Aunillah Yolanda. 2015. Analisis Hubungan Paparan Debu dengan
Gangguan Faal Paru Pekerja Overhaul Power Plant. Skripsi. Surabaya.
Universitas Airlangga.
Fadli, A. F. S. S. M. d. N. Y. H., 2020. Perbedaan Tipe Filter Udara Dalam
Penurunan Kadar Debu Total. Jurnal Riset Kesehatan, Volume Volume 11,
No.1, pp. 1-5.
Fatimah, C. L. D. Y. H. &. J. T., 2018. Hubungan Kadar Debu Total dan Masa Kerja
dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pedagang Kaki Lima di Jalan Brigjen
Sudiarto Kota Semarang. Jurnal Kesehatan, Volume Vol 6, No.6, pp. 49-60.
Fitriani, E. S. M. M. D. B., 2016. The Ambient of total dust contentn Container
Terminal PT. Pelindo III Banjarmasin and its impact on public health.
EnviroScienteae, Volume Vol. 12 No. 1, pp. 1-8.
HSP Academy (2011). Mengenal Debu (Dust) dan Pengendaliannya (Dust Control).
Diakses pada 16 November 2023.
https://healthsafetyprotection.com/mengenal-debu-dust-dan-
pengendaliannya-dust-control/
Jumingin, R. S., 2019. Analisa Kadar Debu Terbang PM10 di Setiap Titik
Pengukuran (Studi Kasus: Jalan Demang Lebar Daun). Jurnal Penelitian
Fisika dan Terapannya, , Volume Vol 1, No.1, pp. 1-5.
Shalihah, A. A. N. &. S., 2017. Analisis Perbedaan Fungsi Paru pada Masyarakat
Berisiko Berdasarkan Kepadatan Lalu Lintas dan Kadar Debu Total Ambien
di Jalan Kota Semarang. Volume Vol 5, No. 3, pp. 348-358..
Suryani Catur Suprapti1, A. A., 2020. Evaluasi Kualitas Udara Dengan Mengukur
Kadar Total Suspended Particulate (TSP) di Laboratorium Akrilik Program
Studi D III Teknik Gigi. Jurnal Analis Kesehatan : Volume 9, Nomor 1,
Volume Volume 9, Nomor 1,, pp. 1-6.
Y. Ruslinda and D. Wiranata, 2014. Analisis Kualitas Udara Ambien Kota Padang
akibat Pencemar Particulate Matter 10 mm (PM10). urnal TeknikA,, pp. 19-
28.

10

Anda mungkin juga menyukai