Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Partikel debu
1. Pengertian debu
Debu adalah partikel-partikel yang disebabkan oleh kekuatan-
kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan,
penghancuran,pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-
lain dari bahan-bahan bai organik maupun anorganik misalnya batu,
kayu,biji logam, arang batu, butir-butir zat-zat dan sebagianya. Dalam
kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (indoor and
out door polluition), debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran
yang digunakan untuk menunjukan tingkat bahaya baik terhadap
lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
(Suma’mur,2009).

Debu ialah partikel-partikel kecil yang dihasilkan oleh proses


mekanis. Jadi, pada dasarnya pengertian debu adalah partikel yang
berukuran kecil sebagai hasil dari proses alami maupun mekanik. Partikel
debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif alkma dalam keadaaan
melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia
melalui pernafasan (Depkes RI, 2003). Selain dapat membahayakan
terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata
dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga kompisisi debu di
udara menjadi partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari
berbagau bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda
(pudjiastuti, 2003).

2. Sifat-Sifat Debu
Menurut departemen kesehatan RI yang di kutip oleh sitepu
(2002), partikel-partikel debu di udara mempunyai sifat:

1. Sifat pengendapan
sifat pengendapan adalah sifat debu yang cenderung selalu
mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena kecilnya
ukuran debu, kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara.
2. Sifat permukaan basah
Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh
lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalm pengendalian
debu dalam tempat.
3. Sifat penggumpalan
Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel
satu sama lain dan dapat menggumpal. Turbulensi udara
meningkatkan pembentukan penggumpalan debu. Kelembaban
dibawah sturasi, kecil pengaruhnya terhdap penggumpalan debu.
Kelembaban yang melebihi tingkat huminitas di atas titik saturasi
mempermudah penggumpalan debu. Oleh karena itu partikel debu
merupakan inti dari pada air yang berkonsentrasi sehingga partikel
menjadi besar.
4. Sifat listrik statis
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain
yang berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam larutan debu
mempercepat terjadinya proses penggumpalan.
5. Sifat optis
Debu atau partikel abasah atau lembab lainnya dapat memancarkan
sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap.
Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikrin dihasilkan dari
proses-proses mekanis sperti erosi angin, penghancuran dan
penyemprotan, dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan
kaki. Partikel yang berdiameter antar 1-1- mikron biasanya termasuk tanah
dan produk-produk pembakara dari industri lokal. Partikel yang
mempunyai diameter 0,1-1 mikrin terutama merupaka produk pembakaran
dan aerosol fotokimia (fardiaz,1992).
3. Jenis-jenis debu
Suma’mur(2009), mengelompokan partikel debu menjadi dua yaitu
debu organik dan anorganik. Kalsifikasi debu dapat dilihat pada tabel 1
berikut:

Tabel 1 Jenis debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada


manusia

Jenis debu contoh (jenis debu)


Organik
1. Alamiah
a. Fosil batubara, karbon hitam, arang, granit.
b. Bakteri TBC, antraks, enzim, Bacillus Substilis.
c. Jamur actinomycosis, Kriptokokus, thermophilic.
d. Virus Cacar air, Q Fever, psikatosis.
e. Sayuran Kompos jamur, ampas tebu, tepung padi, gabus,
serat nanas, atap alang-alang, katun, rami.
f. Binatang kotoran burung, ketsuri, ayam
2. Sintesis
a. Plastik politetrafluoretilen, Toluene diisosianat
b. Reagen Minyak isopropyl, pelarut organik

Partikel debu yang terdapat dilingkungan kerja lokasi penelitian Sebagian besar
bersumber dari aktivitas lalu lintas kendaraaan di jalan raya dan lalu lintas
kendaraan pertambangan batubara. Debu di lingkungan kerja lokasi penelitian
Sebagian besar debu anorganik golongan silika.

4. Pengukuran kadar debu di udara


Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar
debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu pada suatu
lingkungan kerja berada konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan
kerja yang aman dan sehat bagi pekerja. Dengan kata lain, apkah kadar
debu tersebut dibawah atau di atas nilai ambang batas(NAB) debu udara.
Hal ini penting dilaksanakan mengingat bahwa hasil pengukuran ini dapat
dijadikan pedoman perusahaan dalam membuat kebijkan yang tepat untuk
menciptakn lingkungan kerja yang sehat bagi pekerja, sekaligus menekan
angka prevalensi penyakit akibat kerja.
Pengambilan/ pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan
metode gravimetri, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara
dalam volume terntentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-
alat yang biasa digunakan untuk pengabilan sampel debu total (TSP)

a) High Volume Air Sampler (HVAS)


Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1-1,7
m3/menit, partikel debu berdiameter 0,1-10 mikrin akan masuk
bersama aliran udara melewati saringan dan terkumpul pada
permukaan serat gelas. Alat ini dapat digunakan untuk pengambilan
contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat
tinggi maka waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6-8 jam.
b) Low Volume Air Sampler (LVAS)
Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita
inginkan dengan cara mengatur flow rate 20liter/menit dapat
menangkap partikel berukuran 10 mikron, dengan mengetahui berat
kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar debu
dapat dihitung.
c) Low Volume Dust Sampler (LVDS)
Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat
low volume air sampler
d) Personal Dust Sampler (PDS)
Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di
udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia
selama bernafas, untuk flow rate 2liter/menit dapat menangkap debu
yang berukuran <10mikron. Alat ini biasanya digunakan pada
lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena
ukurannya yang sangat kecil.
5. Nilai ambang batas debu.
Nilai ambang batas (NAB) adalah standar faktor-faktor lingkungan
kerja yang dianjurkan di tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat
menerimanya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan,
dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau
40 jam seminggu (Permenakertrans RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor dan Kimia di Tempat Kerja). Kegunaan NAB ini
sebagai rekomendasi pada praktik hygiene perusahaan dalam melakukan
penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah
dampaknya terhadap kesehatan.

Kadar debu yang melampaui ambang batas yang ditentukan dapat


mengurangi pengelihatan menyebabkan endapan tidak menyenangkan pada
mata, hidung, dan telinga dan dapat juga mengakibatkan kerusakan pada
kulit. Nilai ambang batas kadar debu di udara berdasarkan Permenakertrans
RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Bahan Fisika dan
Kimia di Tempat Kerja, bahwa kadar debu di udara tidak boleh melebihi
3,0 mg/m3.

6. Mekanisme penimbunan debu dalam paru.


Adapun mekanisme penimbun debu dalam paru-paru dapat terjadi pada
saat menarik nafas, dimana udara yang mengandung debu masuk kedalam
paru-paru. Debu yang berukuran antara 5-10 mikron akan ditahan oleh
saluran pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron
ditahan oleh bagian tengan jalan pernafasan. Partikel-partikel yang
besarnya antara 1 dan 3 mikron akan ditempatkan langsung dipermukaan
alveoli paru, partikel-partikel yang berukuran 0,1 mikron tidak begitu
mudah hingga pada permukaan alveoli, oleh karena partikel dengan ukuran
yang demikian tidak mengendap di permukaan. Debu yang partikel-
partikelnya berukuran kurang dari 0,1 mikron bermassa terlalu kecil,
sehingga tidak mengendap di permukaan alveoli atau selaput lendir, oleh
karena Gerakan brown yang menyebabkan debu demikian bergerak ke luar
masuk ke alveoli (Suma’mur,2009). Beberapa mekanisme tertimbunnya
debu dalam paru antara lain:
1. Inertia
Inertia terjadi pada waktu udara membelok ketika melalui jalan
pernafasan yang tidak lurus, maka partikel-partikel yang bermassa
cukup besar tidak dapat membelok mengikuti aliran udara, melainkan
terus dan akhirnya menumbuk selaput lendir dan mengendap disana.
2. Sedimentasi
sedimentasi merupakan penimbunan debu yang terjadi di bronchi dan
bronkhioli, sebab di tempat itu kecepatan udara sangat kurang kira-kira
1 c,/detik sehingga gaya Tarik dapat berkerja terhadap partikel-partikel
debu dan mengendapkannya.
3. Gerak Brown
Gerak Brown merupakan penimbunan bagi partikel-partikel yang
berukuran sekitar atau kurang dari 0,1 mikron. Partikel-partikel yang
kecil ini digerakkan oleh gerakan Brown sehingga ada kemungkinan
membentuk permukaan alveoli dan hinggap di sana (Suma’mur, 2009).

B. Sistem pernafasan Manusia


1. Pengertian pernafasan.
Pernafasan adalah saluran proses ganda yaitu terjadinya pertukaran
gas di dalam jaringan (pernafasan dalam), yang terjadi di dalam paru-paru
disebut pernafasan luar. Pada pernapasan melalui paru-paru atau respirasi
eksternal, oksigen (O2) dihisap melalui hidung dan mulut. Pada waktu
bernafas, oksigen masuk melalui batang tenggorokan atau trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan erat hubungannya dengan darah di dalam kapiler
pulomonaris (Irianto, 2008).

2. Anatomi sistem pernapasan.


Pada dasarnya, sistem pernafasan terdiri atas satu rangkaian saluran
udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membrane
kapiler alveoli, yaitu pemisah atara sistem pernafasan dan sitem
kardiovaskuler. Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam
paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Ketika
masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan.
Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam
lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan
mucus. Gerakan silia mendorong lapisan mucus ke posterior di dalam
rongga hidung, dan superior di dalam system pernafasan bagian bawah
menuju ke faring. Kemudian partikel halus akan tertelan atau dibatukkan
keluar. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring
terdiri rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan
mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga diantara pita suara
(glotis) bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran
pernafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran
pernafasan atas dan bawah (Wilson, 2006).

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu


kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5 inchi). Struktur trakea dan
bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan
pohon trakeobronkial. Trakea bercabang pada sisi kiri dan kanannya,
menjadi bronkus. Tempat percabangan menjadi bronkus utama tersebut
dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dab dapat
menyebabkan bronkospasme dan batuk barat jika dirangsang (Wilson,
2006).
Bronkus utama yang terbagi atas brokus kiri dan kanan tidak
simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar. Sebaliknya,
bronkus utama kiri lebih Panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus
kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian
bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang
ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis,
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Alveolus merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh
jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan gas membentuk tegangan
permukaan yang cenderung mencegah pengembangan saat inpirasi dan
cenderung kolaps saat ekspirasi (Wilson, 2006). Secara fungsional, saluran
pernafasan dibagi menjadi dua bagian (Alsagaff dan Mukty, 2005).
1. Zona konduksi yang terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus,
serta bronkioli terminalis.
2. Zona respiratorik yang terdiri atas bronkioli respiratorik, sakus
alveoli serta alveoli.

Anatomi sistem pernafasan dapat dilihat pada gambar 1 berikut :

Gambar 1. Sistem Pernafasan


Proses pernafasan. Udara dapat masuk atau keluar paru-paru karena
adanya tekanan antara udara luar dan udara dalam paru-apru. Perbedaan
tekanan ini terjadi disebabkan oleh terjadinya perubahan besar kecilnya
rongga dada, rongga perut, dan rongga alveolus. Perubahan besarnya
rongga ini terjadi karena pekerjaan otot-otot pernafasan, yaitu otot antara
tulang rusuk dan otot pernafasan tersebut, maka pernafasan dibedakan
menjadi dua yaitu : (Irianto, 2008).

1. Pernafasan dada
Pernafasan dada adalah pernafasan yang menggunakan Gerakan0gerakan
otot antar tulang rusuk. Rongga dada membesar karena tulang dada dan
tulang antar tulang rusuk. Rongga dada membesar karena tulang dada dan
tulang rusuk terangkat akibat kontraksi otot-otot yang terdapat di antara
tulang-tulang rusuk. Paru-paru turut mengembang, volumenya menjadi
besar, sedangkan tekanannya menjadi lebih kecil daripada tekanan udara
luar. Dalam keadaan demikian udara luar dapat masuk melalui batang
tenggorok (trakea) ke paru-paru (pulmonum).

2. Pernafasan perut
Pernafasan perut adalah pernafasan yang menggunakan otot-otot daifragma.
Otot-ototo sekat rongga dada berkontraksi sehingga diafragma yang semula
cembung menjadi agak rata, dengan demikian paru-paru dapat mengembang
ke arah perut (abdomen). Pada waktu itu rongga dada bertambah besar dan
udara terhirup masuk.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan fungsi paru di tempat kerja.


Fungsi paru seseorang dapat mengalami penurunan secara bertahap dan
bersifat kronis sehingga frekeunsi lama seseorang bekerja pada lingkungan
yang berdebu dan faktor-faktor internal yang terdapat dalam diri pekerja
antara lain:
1. Umur
Umur berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur.
Semakin tua usia seorang semakin besar kemungkinan terjadi penurunan
fungsi paru (Suyono,2001). Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40
tahun dan akan berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Dalam
keadaan normal usia mempengaruhi frekuensi pernafasan dan kapasitas
paru.
Frekuensi pernafasan pada orang dewasa antara 16-18 kali permenit,
pada anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30
kali per menit. Pada individy normal terjadi perubahan nilai fungsi paru
secara fisiologis sesuai dengan perkembangan umur dan pertumbuhan
parunya (pusparini,2003).
Mulai pada fase anak sampai rentang usia 22-24 tahun terjadi
pertumbuhan paru sehingga pada waktu nilai fungsi paru semakin besar
bersamaan dengan pertambahan umur dan nilai fungsi paru mencapai
maksimal pada umur 22-24 tahun. Beberapa waktu nilai fungsi paru
menetap kemudian menurun secara perlahan-lahan, biasanya umur 30
tahun sudah mulai terjadi penurunan fungsi paru, nilai fungsi
paru(KVP=Kapasitas Vital Paksa dan VEP1 =Volume Ekspirasi paksa
satu detik pertama) mengalami penurunan rereata sekitar 20ml tiap
pertambahan satu tahun umur individu (rahmatullah,2009).

2. Merokok
Merokok merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang
dalam menghisap rokok mulai dari satu batang atau lebih dalam satu
hari(Bustan, 2000). Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur
dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru. Merokok juga dapat
lebiih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan dengan beberapa
bahaya kesehatan kerja (suyono,2001). Penurunan kapasitas paru (VC)
merupakan indikator yang dapat mengakibatkan gangguan restriktif
pada paru pekerja (west, 2010). Kebiasaan merokok akan mempercepat
penurunan faal paru. Besarnya penurunan fungsi paru (FEV1)
berhubungan langsung dengan kebiasaan merkokok (konsumsi rokok)
pada orang dengan fungsi paru normal dan tidak merokok mengalami
penurunan FEV1 20 ml pertahun, sedangkan pada orang yang merokok
(perokok) akan mengalami penurunan FEV1 lebih dari 50 ml
pertahunnya (rahmatullah,2009). Penurunan ekspirasi paksa pertahun
28,7 ml untuk non perokok, 38,4 ml untuk bekas perokok dan 41,7 ml
untuk perokok aktif. Pengaruh asap dapat lebih besar daripada pengaruh
debu yang hanya spertiga dari pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2003).

3. Masa kerja
Masa kerja ialah lamanya seorang pekerja bekerja dalam (tahuun) dalam
satu lingkungan perusahan dihitung mulai saat bekerja sampai penelitian
berlangsung. Dalam penelitian setyani (2005), dalam lingkungan kerja
yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan menurunkan
kapasitas fungsi paru apda karyawan. Semakin lama seorang dalam
bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang
ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Wita (2013), mengatakan bahwa masa kerja
di suatu perusahaan yang mengabndung banyak debu mempunyai risiko
tinggi untuk timbulnya pneumokoniosis. Pada pekerja yang berad
dilingkungan dengan kadar debu tinggi dalam waktu lama memiliki
risiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif. Masa kerja mempunyai
kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya penyakit paru obstruktif
tersebut.

4. Alat pelindung diri


Alat pelindung diri adalah sesuatu alat yang dipakai untuk melindungi
diri dari tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja untuk
mencegah dan mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang
terjadi. Pemakaian alat pelindung diri (masker) oleh pekerja ditempat
kerja yang udaranya banyak mengandung debu, merupakan upaya
mengurangi masuknya partikel debu kedalam saluran pernafasan
(Pusparini, 2003). Masker adalah salah satu bagian alat pelindung diri
(APD) yang berfungsi sebagai alat pelindung hidung dan mulut yang
merupakan alat pelindung pernafasan dari pernafasan (inhalasi) debu,
gas, uap, misy (kabut), fumes, asap dan fog. Mengenakan alat pelindung
diri (masker) diharapkan pekerja melindungi dari kemungkinan
terjadinya gangguan pernafasan akibat terpapar udara yang kadar
debunya tinggi. Walaupun demikian, tidak ada jaminan bahwa dengan
mengenakan masker, seorang pekerja di industri akan terhindar dari
kemungkinan terjadinya gangguan pernapasan (suma’mur,2009).
Penggunaan alat pelindung diri merupakan upaya terakhir dalam usaha
perlindungan pekerja. Oleh karena itu, alat pelindung diri harus
memenuhi persyaratan antara lain: enak dipakai, tidak mengganggu
kerja dan memberikan perlindungan yang efektif terhadao jenis bahaya
yang ada (Suma’mur 2009).
Jenis alat pelindung diri (masker) antara lain sebagai berikut:
a. Masker penyaring debu. Masker ini berguna untuk melindungi
pernafsan dari asap pembakaran, abu hasil pembakaran dan debu.
b. Masker berhidung. Masker ini dapat menyaring debu atau benda
sampai ukuran 0,5 mikron
c. Masker bertabung. Masker ini punya filter yang lebih baik
daripada masker berhidung. Masker in tepat digunakan untuk
melindungi pernafasan dari gas tertentu.

5. Riwayat penyakit paru


Faktor lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi paru adalah
penyakit paru (raharjoe, 1994), penyakit silicosis akan lebih buruk kalau
penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paruparu,
bronchitis, asma broonchiale dan penyakit saluran pernafasan lainya.
Beberapa penyakit infeksi paru akan menimbulkan kerusakan pada
jaringan paru dan membentuk jaringan fibrosis pada alveoli. Hal ini
menimbulkan dalam proses penyerapan udara pernafasan dalam alveoli
tersebut, sehingga jumlah udara yang terserap akan berkurang.

D. Keluhan gangguan pernapasan


penyakit paru dapat menimbulkan tanda tanda gejala pernafasan. Adapun
tanda dan gejala pernafasan mencakup batuk, sputum yang berlebihan atau
abnormal, hemoptisis, dispnea, dan nyeri dada (Wilson,2006).
1. Batuk
Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi
percabangan. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang
penting untuk membersihkan saluran nafas bagian bawah. Abtuk juga
merupakan gejala tersering penyakit pernafasan. Namun batuk bukan
merupakan gejala yang spesifik, dan batuk di pagi hari merupakan
keluhan yang sering ditemukan (Ringel, 2012). Selain itu, paparan jangka
panjang terhadap berbagai bahan kimia iritan dapat menyebabkan gejala-
gejala bronkitis, seperti batuk dengan atau tanpa sputum atau mengi
(Wilda,1996).
2. Sputum
Sputum adalah mukus yang dibatukkan keluar karena tertimbun dalam
faring. Timbunan tersebut dapat terjadi karena mukus yang dihasilkan
berlebihan, sehingga proses normal pembersihan pada saluran pernafasan
tidak efektif lagi. Pembentukan mukus yang berlebihan dapat disebabkan
gangguan fisik, kimiawai, atau infeksi pada membrane mukosa.
Pemebentukan sputum pada seseorang perlu dievaluasi sumber, warna,
volume, dan konsistensinya. Sputum yang dihasilkan sewaktu
membersihkan tenggorkan kemungkinan besar berasal dari sinus atau
saluran hidung dan bukan dari saluran nafas bagian bawah. Sputum yang
bewarna kekuningan menunjukkan adanya infeksi. Sputum yang bewarna
hijau merupakan petunjuk adanya penimbunan nanah. Banyak penderita
infeksi pada saluran nafas bagian bawah mengeluarkan sputum bewarna
hijau di pagi hari, tetapi makin siang menjadi kuning. Dalam hal sifat dan
konsistensi sputum juga perlu diperhatikan. Sputum yang bewarna merah
muda dan berbusa merupakan tanda edema paru akut. Sputum yang
berlendir, lekat dan bewarna abu-abu atau putih merupakan tanda
bronkitis kronik. Sedangkan sputum yang berbau busuk merupakan tanda
asbes paru atau bronkektasis (Wilson, 2006).

3. Hemoptisis
Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah
atau sputum yang berdarah. Setiap proses yang mengganggu
kesinambungan pembulu darah paru dapat mengakibatkan pendarahan.
Penyebab hemoptisis lain yang sering adalah karsinoma bronkogenik,
infark paru, bronkiektasis, dan abses paru (Wilson,2006).

4. Dispnea
Dispnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernafas dan merupakan
gejala utam dari penyakit kardiopulmonar. Seseorang yang mengalami
dispnea sering mengeluh nafasnya menjadi pendek atau, merasa tercekik.
Sesak nafas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit, sebab orang
normal juga akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan
fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda (wilson, 2006).

5. Nyeri dada
nyeri yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah menyatakan
secara tidak langsung iritasi dinding dada dan pleura. Nyeri dada terutam
berkaitan dengan pernafasan. Dan nyeri dada ini dapat digolongkan
dengan menggunakan template nyeri umum, dimana, berapa lama,
seberapa berat, sifat, apa yang membuat lebih baik, dan apa yang
memperburuk (Ringel, 2012).

E. Penyakit gangguan pernafasan yang diakibatkan oleh debu


Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme
laring(penghentian pernafasan). Kalau zat-zat ini menembus ke dalam paru-
paru dapat terjadi bronchitis toksik, edema paru atau pneumonitis. Pemakaian
batu bara sebaga bahan bakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara
bersama sama dengan partikel lainnya, seperti debu alumnia, oksida besi dan
karbon dalam bentuk debu. Debu silika yang masuk kedalam paru-pari akan
mengalami masa inkubasi sekitar 2-4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih
pendek atau gejala penyakit silikosis akan segera tampak, apabila konsentrasi
silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak.
Penyakit silikosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk.
Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak (Depkes RI, 2003).
Faktor faktor debu yang menimbulkan gangguan kesehatan tergantung dari:
1. Solubity
Ketika bahan-bahan kimia penyusunan debu mudah larut dalam air, maka
bahan-bahan itu akan larut dan langsung masuk pembuluh darah kapiler
alveoli. Apabila bahan-bahan tersebut tidak mudah larut, tetapi ukurannya
kecil, maka partikel-partikel itu dapat memasuki dinding alveoli, lalu ke
saluran limpa atau keruang perobronchial, atau ditelan oleh sel phagocyt,
kemudian masuk kedalam kapiler darah atau saluran kelenjar limpa, atau
melalui dinding alveoli ke ruang peribronchial, keluar ke bronchioli oleh
rambut-rambut getar dikembalikan ke atas (Depkes RI, 2003).

2. Komposisi kimia debu


ada dua golongan berdasarkan sifatnya, yaitu:
a. Inert Dust. Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi
fibrosis pada paru-paru. Efeknnya sangat sedikit atau tidak ada sama
sekali pada penghirupan normal.
b. Profoferate Dust. Golongan debu ini dalam paru-paru akan membentuk
jaringan parut atau fibrosis. Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada
jaringan alveoli sehingga menaganggu fungsi paru-paru. Debu-debu dari
golongan ini menyebabkan fibrositic pneumokoniosis contohnya : silica,
asbestos, bauxite, berrylium, dan sebagainya.

3. Konsentrasi debu
Semakin tinggi konsentrasi kemungkinan mendapatkan keracunan
semakin besar
4. Ukuran partikel debu
Ukuran partikel besar akan di tangkap oleh saluran nafas bagian atas
(wardhana, 2004).

F. Kerangka teori
Pencemaran udara berupa debu dapat menimbulkan beberapa gangguan
kesehatan bagi pekerja. Dalam landasan teori ini telah disebutkan
bahwasannya pajanan debu dapat menyebabkan keluhan gangguan
pernapasan. Untuk keluhanan gangguan pernapasan, penyebabnya tidak murni
disebabkan oleh debu. Hal ini dikarenakan oleh keberadaan variabel-variabel
lain yang mempengaruhi keluhan gangguan pernapasan. Variabel-variabel
tersebut adalah terkait umur, kebiasaan merokok, masa kerja, riwayat penyakit
dan lain
sebagaianya.
Kadar debu PM.10

Faktor resiko
Keluhan Gangguan
- Umur Pernapasan
- Kebiasaan merokok
- Masa kerja
- Riwayar penyakit
- Penggunaan Alat
Pelindung Hidung dan
mulut

Anda mungkin juga menyukai