Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH

MANAJEMEN LINGKUNGAN INDUSTRI LANJUT

TEKNIK PENGENDALIAN PENCEMARAN DEBU


MENGGUNAKAN METODE CYCLONE

Oleh:
Rafika Ratik Srimurni
F351150191

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kualitas udara dilingkungan semakin menurun disebabkan oleh aktivitas
sektor industri di Indonesia yang semakin meningkat. Perkembangan industri
yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup dan pencemaran udara akibat proses
pengolahan atau hasil industri tersebut. Berbagai zat dapat mencemari udara
seperti debu, zat-zat kimia, gas beracun, dan lain-lain.
Debu merupakan salah satu jenis partikel pencemar di udara. Partikel
merupakan polutan yang paling berbahaya. Sedangkan yang paling rendah
toksisitasnya adalah karbonmonoksida. Teknik untuk mengontrol emisi partikel
semua didasarkan pada penangkapan partikel sebelum dilepaskan ke atmosfer.
Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut dipengaruhi oleh ukuran
partikel.
Debu dan asap yang tersuspensi di udara dapat dihilangkan dari aliran udara
dengan menggunakan beberapa alat pengendali. Terdapat tiga buah alat yang
dapat menyisihkan partikulat dari udara, yaitu : Cyclonee, Electrostatic
Precipitator, dan Baghouse Filter. Ketiga alat diatas memiliki spesifikasi dan
efisiensi yang berbeda-beda, sehingga digunakan untuk keperluan dan keadaan
yang berbeda-beda disesuaikan dengan karakteristik alat tersebut. Cyclonee
merupakan alat mekanis sederhana yang digunakan untuk menyisihkan partikulat
(debu) dari aliran gas.
B. Tujuan
1. Mengetahui teknik pengendalian pencemaran debu dengan metode cyclone.
2. Mengetahui perkembangan teknologi pengendalian pencemaran debu
menggunakan metode cyclone.
3. Mengetahui desain cyclone yang paling tepat dan efisien dalam mengendalikan
pencemaran debu.
4. Mengetahui model cyclone dalam mengendalikan pencemaran debu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Partikel Debu
1. Pengertian Debu
Menurut Sarudji (2010), debu (partikulat) adalah bagian yang besar dari
emisi polutan yang berasal dari berbagai macam sumber sepeti mobil, truk,
pabrik baja, pabrik semen, dan pembuangan sampah terbuka. Ukuran partikel
debu yang dihasilkan dari suatu proses sangatlah bervariasi. Ukuran partikel
yang besar akan tertinggal pada permukaan benda atau turun kebawah
(menetap sementara diudara) dan ukuran partikel yang kecil akan terbang atau
tersuspensi diudara. Debu umumnya dalam ukuran micron, sebagai
pembanding ukuran rambut adalah 50-70 micron.
Menurut Wardhana (2001), debu sebagai pencemar udara mempunyai
waktu hidup, yaitu pada saat partikel masih melayang-layang sebagai pencemar
di udara sebelum jatuh ke bumi. Waktu hidup partikel berkisar antara beberapa
detik sampai beberapa bulan. Sedangkan kecepatan pengendapannya
tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan kecepatan
angin yang bertiup. Partikel yang sudah mati karena jatuh mengendap di bumi,
dapat hidup kembali apabila tertiup oleh angin kencang dan melayang-layang
lagi di udara.
2. Sifat Debu
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1994 dalam Sitepu (2002),
sifat-sifat debu adalah sebagai berikut:
1) Sifat Pengendapan
Sifat pengendapan adalah sifat debu yang cenderung selalu mengendap
karena gaya gravitasi bumi. Namun karena kecilnya ukuran debu, kadangkadang debu ini relatif tetap berada di udara.
2) Sifat Permukaan Basah
Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air
yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu dalam tempat
kerja.
3) Sifat Penggumpalan

Penggumpalan dapat terjadi karena permukaan debu selalu basah, sehingga


dapat menempel satu sama lain. Turbulensi udara meningkatkan
pembentukan penggumpalan debu. Kelembaban di bawah saturasi, kecil
pengaruhnya terhadap penggumpalan debu. Kelembaban yang melebihi
tingkat huminitas di atas titik saturasi mempermudah penggumpalan debu.
4) Sifat Listrik Statis
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang
berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam larutan debu mempercepat
terjadinya proses penggumpalan.
5) Sifat Optis
Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar
yang dapat terlihat dalam kamar gelap.
3. Sumber-Sumber Debu
Sumber pencemar partikel (debu) dapat berasal dari peristiwa alami dan
dapat juga berasal dari kegiatan manusia (Wardhana 2001). Sumber
pencemaran partikel akibat kegiatan manusia sebagian besar berasal dari
pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat
transportasi. Jenis industri yang menghasilkan debu dan banyak mencemari
lingkungan atau udara adalah seperti konstruksi, agrikultur dan pertambangan.
Didalam proses manufaktur, debu juga dapat dihasilkan dari berbagai aktifitas
seperti crushing, grinding, abrasion dan lain-lain. Banyaknya debu yang
dihasilkan oleh aktifitas industri sangat tergantung kepada jenis proses dan
bahan yang digunakan atau diproses. Sedangkan pencemaran partikel yang
berasal dari alam antara lain:
1) Debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang.
2) Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan
gunung berapi.
3) Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah
pegunungan.
4. Macam-Macam Debu
Menurut HSP Academy Training Center (2011), dari sisi occupational
health, debu diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:

1) Respirable Dust
Respirable dust adalah debu atau partikel yang cukup kecil yang dapat
masuk kedalam paru-paru bagian dalam. Partikel yang masuk kebagian
paru-paru bagian dalam secara umum akan tinggal selama-lamanya didalam
paru-paru.
2) Inhalable Dust
Inhalable dust yaitu debu yang bisa masuk kedalam tubuh akan tetapi
terperangkap atau tertahan di hidung, tenggorokan atau sistem pernapasan
bagian atas, ukuran inhalable dust berdiameter kira-kira 10 mikron.
3) Total Dust
Total dust adalah semua airborne partikel tanpa mempertimbangkan ukuran
dan komposisinya.
5. Nilai Ambang Batas untuk Debu
Nilai ambang batas adalah kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang
diperkenankan, sehingga manusia dan makhluk lainnya tidak mengalami
gangguan penyakit atau menderita karena zat tersebut (Agusnar, 2008). Kadar
debu yang melampaui ambang batas yang ditentukan dapat mengurangi
penglihatan, menyebabkan endapan pada mata, hidung, dan telinga dan dapat
juga mengakibat kerusakan pada kulit. Nilai ambang batas kadar debu di udara
berdasarkan Permenakertrans RI Nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang
Batas Bahan Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, bahwa kadar debu di udara
tidak boleh melebihi 3,0 mg/m3. Konsentrasi polutan di udara dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Konsentrasi polutan di udara.
Level Toleransi
Polutan
Ppm
g/m3
CO
32
40.000
HC
19.300
Sox
0.50
1.430
Nox
0.25
514
Partikel
375
Sumber: Bobcock (1971) dalam Ratnani, R.D (2008).

Toksisitas
Relatif
1.00
2.07
28.0
77.8
106.7

B. Kontrol Emisi Partikel (Debu)


Teknik untuk mengontrol emisi partikel didasarkan pada penangkapan
partikel sebelum dilepaskan ke atmosfer yang dipengaruhi oleh ukuran partikel.
Beberapa alat yang digunakan untuk tujuan tersebut diantaranya sistem ruang

pengendap gravitasi, kolektor cyclone (cyclone), penggosok/sikat basah (wet


scrubber) dan presipitator elektrostatik (Ratnani R.D, 2008).
1. Pengendap Gravitasi
Dalam ruang pengendapan gravitas, aliran gas dilalukan kedalam
ruangan yang cukup besar sehingga velositas gas akan menurun dan waktu
tinggal didalam ruangan tersebut cukup lama untuk mengendapkan debu.
Biasanya ukuran partikel lebih dari 50 mikron yang dapat dilakukan dengan
cara ini. Sedangkan untuk ukuran yang lebih kecil tidak praktis untuk
menggunakan cara ini.
2. Kolektor Cyclone (Cyclone)
Sistem kolektor cyclone digunakan berdasarkan gas yang mengalir spiral
berputar menghasilkan tenaga sentrifugal terhadap partikel tersuspensi
sehingga partikel terdorong keluar dari aliran gas ke dinding tabung dimana
partikel tersebut dikumpulkan. Unit ini mempunyai efisiensi pembersihan
sebesar 95 % untuk partikel dengan ukuran diameter antara 5 20 mikron.
3. Wet Scrubber
Wet scrubber adalah alat pembersih yang menggunakan air untuk membantu
menghilangkan kontaminan padatan, cairan, atau gas. Cairan menurun melalui
suatu bed yang dipak dalam tabung, sedangkan gas yang berisi partikel akan
naik melalui bed (stripper). Efektifitas alat ini dipengaruhi oleh tingkat kontak
dan interaksi atara fase cairan dengan kontaminan yang akan dibersihkan
4. Presipitator Elektrostatik
Sistem presipitator elektrostatik didasarkan pada kenyataan bahwa partikel
yang bergerak melalui suatu bagian yang mempunyai potensial elektrostatik
tinggi mempunyai tendensi untuk bermuatan, dimana partikel-partikel tersebut
kemudian akan tertarik kebagian lain yang muatannya berlawanan dimana
partikel tersebut akan mengumpul.
III.

PEMBAHASAN

A. Manajemen Pengendalian Cemaran Debu

Menurut Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 1999, Pengendalian pencemara


udara meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta pemulihan
mutu udara dengan melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan
sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak
termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat.
Debu sebagai materi partikulat memerlukan penanganan tersendiri. Emisi
debu bisa dikendalikan dengan alat khusus agar debu bisa terpisah dari aliran gas
buang. Alat yang digunakan harus mempertimbangkan aspek ekonomis dan tujuan
akhir pengolahan. Perancangan pengendalian cemaran debu dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Perencanaan pengendalian debu.


Pengendalian pencemaran dapat dilakukan dengan pengendalian pada
sumber pencemar dan pengenceran sehingga senyawa pencemar itu tidak
berbahaya lagi baik untuk lingkungan fisik dan biotic maupun untuk kesehatan
manusia. Pengendalian pencemaran dapat dicapai dengan pengubahan:
a)
b)
c)
d)

Jenis senyawa pembantu yang digunakan dalam proses


Jenis peralatan proses
Kondisi operasi, dan
Keseluruhan proses produksi itu sendiri.
Berbagai jenis alat pengumpul debu (collectors) didasarkan atas

pengurangan kadar debu atau kadar debu dan gas. Metoda pemisahan ini

diterapkan dalam berbagai rancangan alat pemisah debu dari aliran gas atau udara.
Alat pemisah debu ini dapat dipilah dalam pemisahan secara mekanis, cara
penapisan, cara basah, dan pemisahan secara elektrostatik.
B. Cyclone
Cyclone merupakan salah satu peralatan yang paling umum digunakan
untuk mengendalikan emisi debu dari aliran gas pada proses industri.
Perkembangan rekayasa teknologi tentang cyclone semakin pesat, diantaranya
yaitu cyclone saat ini telah memungkinkan untuk mengaplikasikan cyclone
sebagai pengering dan reaktor. Cyclone dapat menyisihkan partikulat kasar
dengan diameter >10 mm. Prinsip penyisihan partikulat dari aliran gas pada alat
ini adalah dengan memanfaatkan gaya sentrifugal. Aliran gas berdebu akan masuk
dengan sudut tertentu kemudian berputar dengan cepat. Gaya sentrifugal yang
dihasilkan dari aliran yang berputar akan membuat partikel debu terbuang ke
dinding. Debu akan jatuh ke hopper yang lokasinya di bawah. Jika gaya
sentrifugalnya besar maka efisiensi penyisihan partikulat juga akan tinggi
(Nurelyza H, et al 2014).
Kelebihan Cyclone yaitu desainnya sederhana, tidak mahal, biaya
pemeliharaan rendah, dan kemampuan beradaptasi untuk berbagai kondisi operasi
seperti pada suhu dan tekanan tinggi. (Swamee et al, 2009). Kekurangan dari
cyclone adalah efisiensi rendah dan biaya operasi tinggi karena tingginya pressure
drop. Cyclone digunakan sebagai pengumpul awal (pre-collector), pelindung alat
pengendali partikulat efisiensi tinggi (seperti fabric filter, electrostatic
precipitator). Tidak cocok digunakan bagi industri yang mengemisikan partikulat
basah, karena dapat terkumpul di dinding cyclone atau di inlet (inlet spinner
vanes). Jenis-jenis cyclone yaitu sebagai berikut:
1. Hydrocyclone
Hydrocyclone adalah suatu alat yang berfungsi untuk memisahkan
padatan atau gas dari cairan berdasarkan perbedaan gravitasi setiap komponen.
Cyclone ini biasanya digunakan pada industri pengolahan batubara.
Keunggulan dari hydrocyclone yaitu biaya yang dikeluarkan relatif lebih
murah, tidak memerlukan sumber energi yang terpisah, biaya perawatan yang

murah, mudah diterapkan dalam berbagai dunia industri, pemasangan yang


cepat, dan kemungkinan kesalahan dalam pemasangan relatif kecil.

(a)

(b)
Gambar 2. (a) hydrocyclone, dan (b) cara kerja hydrocyclone.

Hydrocyclone bekerja dengan cara memutar zat yang dimasukan di


dalam ruang dalam yang berkontur. Material yang lebih berat dialirkan ke
bawah melalui jalur spiral di sepanjang dinding ruangan, sementara material
yang lebih ringan diarahkan ke ruang penampungan di bagian atas.
2. Multicyclone
Ketika harus menangani volume gas dalam jumlah besar dan efisiensi
tinggi maka digunakan beberapa cyclone dengan diameter kecil yang biasanya
dipasang bersama membentuk multicyclone seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Multicyclone diameter kecil.


Siklon sering digambarkan sebagai peralatan dengan efisiensi rendah.
Namun dalam perkembangannya, tercatat, siklon mampu menghasilkan efisiensi
98% bahkan lebih untuk partikel yang lebih besar dari 5 microns (Cooper and
Alley 1986). Efisiensi lebih dari 98% juga tercatat pada siklon untuk partikel yang
diameternya lebih dari 346 microns (Funk, P.A., et al., 2000).

C. Desain Cyclone
Pada umumnya cyclone dirancang dengan kesamaan geometris dimana
perbandingan dimensinya bersifat konstan untuk berbagai diameter (Diameter
body = Do). Nilai perbandingan ini akan menentukan apakah cyclone tersebut
termasuk jenis konvensional, efisiensi tinggi atau high throughput. Dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut ini perbandingan dimensi untuk cyclone.
Tabel 2. Standar pendimensian cyclone.
Dimensi
Diameter casing (D/D)
Tinggi saluran inlet (H/D)
Lebar saluran inlet (W/D)
Diameter keluaran gas (De/D)
Tinggi vortex (S/D)
Tinggi casing (Lb/D)
Tinggi kerucut (Lo/D)
Diameter keluaran debu (Dd/D)

Efisiensi Tinggi
1
2
1
1
0.5
0.44
0.2
0.21
0.5
0.4
0.5
0.5
1.5
1.4
2.5
2.5
0.375
0.4

Tipe Cyclone
Konvensional
3
4
1
1
0.5
0.5
0.25
0.25
0.5
0.5
0.625
0.6
2
1.75
2
2
0.25
0.4

High Throuhput
5
6
1
1
0.75
0.8
0.375
0.35
0.75
0.75
0.875
0.85
1.5
1.7
2.5
2
0.375
0.4

Bentuk dasar dan fungsi dari cyclone debu tidak banyak berubah selama 100
tahun. Jenis cyclone yang paling awal yaitu desain "Pot-Bellied" atau desain
tekanan rendah (Low-Pressure) merupakan desain dengan fisiensi tinggi yang
lebih kecil dengan diameter relatif terhadap aliran gas inlet volumetrik. Desain
efisiensi tinggi ini mempunyai persentase yang lebih besar dari partikel yang
masuk karena aliran gas (dan partikel) kecepatan mereka lebih tinggi. Kecepatan
tinggi juga mengakibatkan peningkatan penurunan tekanan (Funk, P.A and K.D.
Barker 2013).
Faktor penentu desain cyclone antara lain kecepatan inlet gas, diameter
partikel, dan perbandingan ukuran bagian-bagian cyclone. Desain cyclone yang
paling penting adalah ketinggian bagian silinder dan kerucut serta diameter
silinder. Perubahan desain cyclone secara umum dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Perubahan desain cyclone secara umum.


Komponen atau bagian-bagian penting cyclone (centrifugal separator)
adalah dust collector yang prinsipnya terdiri dari:
1. Silinder vertikal dengan bagian bawah berbentuk corong (conical).
2. Pipa outlet pada bagian bawah untuk mengeluarkan partikulat.
3. Pipa outlet gas pada bagian atas.
Secara umum terdapat dua bentuk utama dari cyclone adalah axial dan
tangensial cyclone. Pada axial flow cyclone materi masuk melalui bagian atas
cyclone dan dipaksa untuk bergerak membentuk sudut pada bagian atas. Pada
tangential cyclone materi masuk dari celah pada sisi yang be posisi menyudut
dengan badan cyclone. Bentuk-bentuk cyclone dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Bentuk-bentuk cyclone.


Terdapat 3 parameter terpenting dari sebuah cyclone dalam pemisahan
berbagai jenis materi yakni:
1) Cut diameter (dpc)
dpc =

[ 9 Bc /2 N v i ( p ) ]

Dimana:

0,5

= viskositas (lb/ft.s.Pa.s); N = nilai efektif giliran (5-10 untuk cyclone pada


umumnya); vi

= viskositas gas inlet ft/s(m/s); p

= densitas partikel

lb/ft3(kg/m3); = densitas gas, lb/ ft3(kg/m3); Bc = lebar inlet, ft(m)


2) Pressure drop (P)
P = 0.0027q2/[kcDc2BcHc(Lc/Dc)1/3(Zc/Dc)1/3]
Dimana: q

= volume rata-rata aliran; k c = faktor dimensi deskriptif dari

baling-baling inlet cyclone.


3) Overall collection efficiency

Ei = 1-e[-2(c)^1/(2n+2)]
Dimana: c = faktor dimensi cyclone ; = parameter impaksi; n = eksponen
vortex .
D. Kinerja Cyclone
Mekanisme kerja utama cyclone yaitu gaya sentrifugal, gaya gravitasi, dan
gerakan spiral.
a) Gaya sentrifugal, aliran yang masuk akan bergerak berputar secara spiral,
karena adanya gaya momentum dan inersia menyebabkan partikulat terlepas
dari aliran gas dan mengenai dinding cyclone yang menyebabkan partikulat
jatuh ke hopper.
b) Gaya gravitasi, partikulat yang telah menumbuk dinding cyclone, karena berat
sendiri partikulat secara gravitasi akan jatuh ke dalam hopper.
c) Gerakan spiral dari aliran gas bergerak sepanjang dinding cyclone, berputar
beberapa kali secara spiral kearah bawah hingga mencapai dasar cyclone.
Kemudian gerakan akan berputar ke arah berlawanan dan menuju kepusat
tabung dan bergerak ke atas keluar melalui vortex.
Kinerja cyclone dapat diketahui oleh efisiensi cyclone. Efisiensi cyclone
dipengaruhi oleh viskositas gas, lebar saluran inlet, kecepatan gas inlet, densitas
antara partikel dan gas, dan diameter partikel.
1. Ukuran partikel, semakin besar ukuran partikel, maka efisiensi cyclone akan
semakin meningkat karena berdasarkan Hukum Stokes, diameter partikel
berbanding lurus dengan terminal settling velocity.

2. Diamater cyclone, diameter cyclone berbanding terbalik dengan sentrifugalnya,


sehingga semakin kecil diameter cyclone maka semakin besar efisiensinya.
3. Viskositas gas, berdasarkan Hukum Stokes, semakin besar viskositas maka
efisiensi cyclone semakin kecil.
4. Temperatur gas buang, mempengaruhi sifat dari fluida.
5. Densitas partikel, semakin besar densitas partikel maka akan semakin besar
efisiensi cyclone.
6. Dust loading, semakin banyak dust loading maka akan semakin baik efisiensi
karena memungkinkan terjadinya tumbukan antar partikel semakin besar.
7. Inlet velocity, semakin besar inlet velocity maka akan semakin besar efisiensi
cyclone.
Efisiensi dari alat cyclone dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Dimana: j = efisiensi penyisihan untuk rentang partikel j; d p = karakteristik


partikel pada rentang j; dpc = diameter yang dapat tersisihkan sebesar 50 %.
Diameter yang dapat tersisihkan sebesar 50% (dpc) memiliki hubungan erat
dengan dimensi dari cyclone, dpc dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut
ini:

Dan efisiensi keseluruhan dari alat cyclone merupakan rerata untuk seluruh
rentang ukuran partikel yaitu:
o = jmj
Performa cyclone juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun
factor-faktor yang dapat mengurangi performa cyclone antara lain: kerusakan
mekanik dari cyclone, penyumbatan unit disebabkan endapan debu, dan
penggunaan yang berlebihan (biasanya disebabkan oleh abrasi).
E. Model Cyclone
Menurut Suyitno (2005), model perhitungan matematik cyclone dapat
dihitung dengan model tubulen, Spalart-Allmaras Model dan RNG k- model.
1. Model Turbulen

Turbulen akan terjadi ketika gaya inersia dalam fluida menjadi sangat
dominan dibandingkan gaya viskos (dicirikan dengan tingginya Reynolds, Re).
Terdapat 3 pendekatan utama dalam pemodelan turbulen, yaitu RANS
(Reynolds Averaged Navier Stokes), LES (Large Eddy Simulation) dan DNS
(Direct Numeric Simulation). Turunan dari model RANS adalah EVM (Eddy
Viscosity Model) dan RSM (Reynolds Stress Models). EVM juga mempunyai
turunan dari Zero Equation Model, Half Equation Model, One Equation
Model, dan Two Equation Model. Two Equation Model mempunyai turunan k-
model, k- model, k- model dan v2-f model. k- model mempuyai turunan k-
standar model, RNG k- model dan Realizable k- model. Spalart-Allmaras
model merupakan salah satu dari one equation model. Untuk aliran fluida yang
stabil dan incompressible dalam siklon, berikut persamaan kontinuitas dan
Reynolds-rata Navier-Stokes untuk aliran gas yang bekerja:

dimana = - , adalah stres Reynolds, yang mewakili pengaruh


fluktuasi turbulen pada aliran fluida. u dan P adalah kecepatan dan tekanan
rata-rata. Subskrip, i, j = 1, 2, dan 3, menunjukkan komponen dalam sistem
koordinat Cartesian. Pada RSM, persamaan transportasi ditulis sebagai :

Dimana , , , dan S didefinisikan oleh persamaan berikut:

Salah satu karakterisasi partikel padatan dapat ditinjau dari distribusi ukuran
partikel menggunakan metode distribusi Rosin-Rammler seperti pada
persamaan 10.
n

( DnD )

R= e

(10)

dimana: R = % partikel yang tertahan pada ukuran D, D = ukuran partikel


(mm), Dn = diameter rata-rata, dan n = konstanta distribusi ukuran. Sementara
Trajektori partikel dihitung dengan persamaan 11.
dx
=u p
dt

(11)

2. Spalart-Allmaras Model
Spalart-Allmaras model merupakan model turbulen sederhana karena
tidak perlu menghitung skala panjang (length scale). Spalart-Allmaras efektif
untuk memodelkan turbulen pada Re yang rendah. Persamaan yang terlibat
dalam model Spalart-Allmaras dapat dilihat dari Persamaan 12 sampai 20.

1
v`
v` 2
v` 2
`
( v` )+ ( v` u i )=C b 1 S v` +
( + v` )
+C b2
Cw 1 f w
+ Sv
t
x
p xj
x j
xj
d

[ (

( )]

()

(12)
Dimana p, Cb1 dan Cb2 adalah konstanta. v adalah viskositas kinematik
molekular. Sv adalah sumber yang didefinisikan oleh pengguna.
= ~v f
t

v1

(13)
Dimana fv1 adalah fungsi redaman viskos.

~v 3
v
f v1 = ~ 3 3
( v /v ) +C v 1

()

(14)
~
v
v

( )
()
()

~
~
v
S=S + 2 2 1 ~
v
K d
f
v v1
(15)

Dimana d adalah jarak dari dinding. S adalah ukuran skalar dari tensor
deformasi.
S= 2 ij ij
(16)
ij =

1 ui uj

2 xi xi

(17)

1+ C6w 3
f w =g 6 6
g + Cw 3

1/ 6

(18)
6
~
~v
~v
v
g= ~ 2 2 +C w2 ~ 2 2 ~ 2 2
SK d
SK d
SK d

{(

) (

)}

(19)
Konstanta yang digunakan dalam persamaan model Spalart dan Allmaras
adalah:
Cb1 = 0,1355, Cb2 = 0,622, p = 2/3,
Cv1

7,1,

(20)
Cw2 = 0,3, Cw3 = 2,0, K = 0,4187

Cw1

C b 1 ( 1+C b 2 )
+
2
,
p
K

3. RNG k- model
Model RNG (Renormalized Group) k- merupakan model dua persamaan
dimana energi kinetik turbulen (k) dan laju disipasi ( ) dimodelkan. Viskositas
Eddy dihitung dari hubungan k dan . Model RNG k- mempunyai respon yang
lebih baik terhadap pengaruh regangan dan sudut garis arus yang cepat dibanding
model k- standar. Persamaan yang berlaku dalam model RNG k- dapat dilihat
pada Persamaan 21 sampai 24. Persamaan k:

k
( k ) + ( k ui )=
k eff
ui u j j g i 1
2 M 21+ S k
t
xi
xj
xi
xi
Pr1 x i

(21)

Persamaan :

3
uj
t

2 C ( 1
( ) +
( ui ) = x eff x +C 1 k ui u j x +C3 g i Pr x C 2 k
t
xi
1+ 3
i
j
i
t
i

(22)

Viskositas turbulen dinyatakan dengan:

t =C

k2

(23)

Beberapa konstanta yang dipakai dalam RNG k- adalah:


C = 0,0845, = Sk/ , 0 = 4,38, = 0,012,
C1 = 1,42 , C2 = 1,68, k = = 1,393

(24)

F. Hasil Penelitian
Penelitian mengenai cyclone sudah banyak berkembang, mulai dari desain
ukuran cyclone sampai pada aplikasi cyclone pada motor bakar. Sebagai contoh
yaitu penelitian Yusuf, M et al mengenai penggunaan cyclone untuk efisiensi
motor bakar; serta penelitian Widayana, G (2013) mengenai penggunaan IFC2SW
(Internal Flow Cyclone generasi kedua dengan dua dinding efektif) untuk
memperbesar rambatan karateristik medan kecepatan aliran.

Industri juga menggunakan cyclone untuk kontrol emisi, (Gimbun et al.,


2005), recovery produk (Bernardo et al., 2006), proses atau peningkatan
pembakaran (Parker et al., 1981), pemanas, (Vegini, et al., 2008), pengeringan
semprot (Koch dan Licht, 1977), sumber sampling dan monitoring (Hsiao et al.,
2009), bahkan cyclone digunakan pada pembersih vakum rumah tangga: (Dyson
Teknologi, 2012; Hong dan Lee, 2011, Smith, 2010).
Desain cyclone telah lama menjadi fokus penelitian. Namun, detail-detail
kecil hanya sebagai besar pengaruh pada kinerja. Misalnya, semakin besar
diameter outlet kerucut bawah terbukti dapat menurunkan pressure drop (Xiang et
al., 2001) dan meningkatkan efisiensi massa (Baker dan Hughs, 1999). Perubahan
lain ke outlet debu bisa memiliki dampak yang signifikan terhadap efisiensi
pengumpulan, termasuk seperti ruang ekspansi (Baker et al., 1997; Holt et al.,
1999; Obermair dan Staudinger, 2001).

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Perkembangan teknologi mengenai cyclone semakin pesat, aplikasi utama
cyclone tetap pada bidang pengendalian pencemaran udara dimana efisiensi
yang tinggi diperlukan untuk memenuhi peraturan yang diterapkan.
2. Desain cyclone pada umumnya dirancang dengan kesamaan geometris dimana
perbandingan dimensinya bersifat konstan untuk berbagai diameter (Diameter
body = Do). Secara umum terdapat dua bentuk utama dari cyclone adalah axial
dan tangensial cyclone.
3. Kinerja cyclone dapat diketahui oleh efisiensi cyclone. Efisiensi cyclone
dipengaruhi oleh viskositas gas, lebar saluran inlet, kecepatan gas inlet,
densitas antara partikel dan gas, dan diameter partikel.
4. Model perhitungan matematik cyclone dapat dihitung dengan model tubulen,
Spalart-Allmaras Model dan RNG k- model.
5. Perkembangan teknologi mengenai cyclone semakin pesat seperti untuk kontrol
emisi, recovery produk, proses atau peningkatan pembakaran, pemanas,
pengeringan semprot, sumber sampling dan monitoring, bahkan pembersih
vakum rumah tangga.
B. Saran
Penelitian mengenai desain dan manfaat cyclon dapat dikembangkan lebih
luas lagi serta dapat ditingkatkan efisiensi penggunaannya. Pencemaran debu juga
dapat dikurangi dengan produksi bersih yang harus dilakukan oleh sektor industri
maupun untuk transportasi sehingga pembentukkan debu dapat dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H., (2008), Analisa Pencemaran dan Pengendalian Pencemaran, Medan:


USU Press. Hal: 17 18.
Baker, R.V. and S.E. Hughs. 1999. Influence of air inlet and outlet design and
trash exit size on 1D3D cyclone performance. Trans. ASAE 42(1):1721.
Baker, R.V. and V.L. Stedronsky. 1967a. Collection efficiency of small diameter
cyclones. The Cotton Gin and Oil Mill Press 68(12):78.
Bernardo, S., M. Mori, A.P. Peres and R.P. Dionisio. 2006. 3-D computational
fluid dynamics for gas and gas-particle flows in a cyclone with different
inlet section angles. Powder Tech. 162:190200.
Cooper, C.D. and Alley, F.C, 1986, Air Pollution Control, USA.
Dyson Technology. 2012. Cyclone vacuum cleaner. International Patent No.
WO2012001387.
Funk, P.A., Ed Hughs, S. , Holt, G.A., 2000, Entrance Velocity Optimization for
Modified Dust Cyclones, The Journal of Cotton Science 4: 178-182 (2000).
Funk, P.A and K.D. Barker. 2013. Engineering and Ginning Dust Cyclone
Technology A Literature Review. The Journal of Cotton Science 17:4051.
Gimbun, J., T. Chuah, A. Fakhrul-Razi and T. Choong. 2005. The Influence of
temperature and inlet velocity on cyclone pressure drop: a CFD Study.
Chem. Eng. and Processing 44:712.
Holt, G.A., R.V. Baker and S.E. Hughs. 1999. Evaluation of static pressure drops
and PM10 and TSP emissions for modified 1D-3D cyclones. Trans. ASABE
42(6):1541 1547.
Hong, S.G. and J.H. Lee. 2011. Cyclonic vacuum cleaner. European, Patent No.
EP1679025.
Hsiao, T., D. Chen, and S.Y. Son. 2009. Development of minicyclones as the sizeselective inlet of miniature particle detectors. Aerosol Sci. 40:481491.
HSP

Academy Training Center. 2011. Mengenal Debu (Dust) dan


Pengendaliannya (Dust Control). Http://healthsafetyprotection.com. (OnLine). Diakses 30 Desember 2015 pukul 11.21.

Kepmenakertrans RI. 2011. Permenaker No : 13/MEN/2011 tentang Nilai


Ambang Batas di Tempat Kerja. Jakarta: Kepmenakertrans RI.
Koch, W.H. and W. Licht. 1977. New design approach boosts cyclone efficiency.
Chem. Eng. Nov. 7 1977:7989.
Launder, B.E.; Reece, G.J.; Rodi, W., Progress in the development of a Reynolds
stress turbulent closure, J. Fluid Mech, 1975, 68, 537538.

Nurelysa, H., M. Rashid, S. Hajar, A. Nurnadia. 2014. MR-deDuster: A Dust


Emission Separator in Air Pollution Control. Jurnal Teknologi (Sciences &
Engineering) 68:5 (2014), 2124.
Obermair, S. and G. Staudinger. 2001. The dust outlet of a gas cyclone and its
effects on separation efficiency. Chem. Eng. Technol. 24(12):12591263.
Parker, R., R. Jain, S. Calvert, D. Drehmel and J. Abbott. 1981. Particle collection
in cyclones at high temperature and high pressure. Environ. Sci. Technol.
15(4):451458.
Peraturan Pemerintah. 1999. PP No. 41 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Jakarta: Sekretariat Kabinet RI.
Ratnani, R.D. 2008. Teknik Pengendalian Pencemaran Udara Yang Diakibatkan
oleh Partikel. Jurnal Momentum, Vol. 4, No. 2, Oktober 2008 : 27 - 32.
Sarudji, D. Kesehatan Lingkungan. Karya Putra Darwati, 2010. Bandung.
Sitepu, E. 2002. Analisis Kuantitatif Debu Pada Beberapa Kilang Padi Di Desa
Payah Bakung Kabupaten Deli Serdang. Skripsi FKM USU Medan.
www.repositori.usu.ac.id: diakses tanggal 29 Desemberi 2015 pukul 12.00
wib.
Suyitno. 2005. Analisis CFD Unjuk Kerja Siklon Dengan Menggunakan Model
Turbulen Spalart-Allmaras dan RNG k-. Media Mesin Volume 6 No.2 Juli
2005. ISSN 1411-4348.
Swamee, P.K.; Aggarwal, N.; Bhobhiya, K. 2009. Optimum design of cyclone
separator, AIChE, 55, 22792283.
Vegini, A.A., H.F. Meier, J.J. Iess and M. Mori. 2008. Computational fluid
dynamics (CFD) analysis of cyclone separators connected in series. Ind.
Eng. Chem. Res. 47:192200.
Wardhana, A.W. (2001). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta:Penerbit
Andi.
Widayana, G. 2013. Karateristik Medan Kecepatan Aliran Setelah Melewati
Internal Flow Double Skewed Wall Cyclone (IFC2SW). Jurnal Rekayasa
Mesin Vol.4, no.2 Tahun 2013: 157-162. ISSN 0216-468x.
Xiang, R., S.H. Park and K.W. Lee. 2001. Effects of cone dimension on cyclone
performance. J. Aerosol Sci. 32:549561.
Yunus, F. 1997. Dampak Debu Industri Pada Paru Pekerja Dan Pengendaliannya.
Cermin Dunia Kedokteran.
Yusuf, M., Duma H, dan Yusuf S. Pengaruh Penggunaan Cyclone Terhadap
Kinerja Mesin Toyota Kijang 5K. Universitas Satria Makassar.

Anda mungkin juga menyukai