TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Umum
Pencemaran udara merupakan masalah yang selalu terjadi. Pencemaran udara ini
terjadi akibat dari pengaruh dampak pencemaran udara. Perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan serta kebakaran hutan. Meningkatnya
jumlah aktivitas manusia pada zaman modern saat ini, sehingga
memerlukan peningkatan teknologi. Peningkatan teknologi dengan semakin
banyaknya pabrik-pabrik industri, pembangkit listrik dan kendaraan
bermotor yang setiap harinya menghasilkan zat polutan sebagai pencemar
udara. Alhasil udara bersih yang sebagai sumber pernapasan menjadi tercemar
yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia dan juga dapat
merusak lingkungan ekosistem (Abidin & Hasibuan, 2019).
Berbagai masalah lingkungan salah satunya adalah pencemaran udara. Salah satu
pencemar udara berbahaya yang sering ditemukan adalah Total Suspended
Particulate (TSP). Masalah polusi yang disebabkan oleh TSP merupakan masalah
yang berbahaya bagi kehidupan manusia baik yang beraktivitas di dalam maupun
di luar ruangan. TSP telah memicu berbagai penyakit seperti infeksi pernapasan
dan juga gangguan pada penglihatan (Rahayu & Siahaan, 2018).
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2.3 Total Suspended Particulate (TSP)
Karakteristik fisik partikulat yang paling utama adalah ukuran dan distribusinya.
Secara umum partikulat berdasarkan ukurannya dibedakan atas dua kelompok,
yaitu partikel halus (fine particles, ukuran 2,5 μm) dan partikel kasar (coarse
particles, ukuran > 2,5 μm). Perbedaan antara partikel halus dan partikel kasar
terletak pada sumber, asal pembentukan, mekanisme penyisihan, sifat optiknya,
dan komposisi kimianya. Partikel halus dan partikel kasar ini dikelompokkan ke
dalam partikel tersuspensi yang dikenal dengan Total Suspended Particulate
(TSP) yaitu partikel dengan ukuran partikel < 100 μm. Selain itu, juga dikenal
PM10 yaitu partikel dengan ukuran < 10 μm yang berhubungan langsung dengan
kesehatan manusia (Af’idah, 2019).
Partikulat secara alamiah berasal dari debu tanah kering yang terbawa oleh
angin atau dari kegiatan vulkanik seperti letusan gunung berapi. Pembakaran
yang tidak sempurna dari bahan bakar yang digunakan manusia memiliki
kandungan senyawa karbon murni atau dapat juga bercampur dengan gas-gas
organik. Partikel debu melayang atau Suspended Particulate Matter (SPM) juga
dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna. Hasil pembakaran
ini membentuk aerosol kompleks. Jika dibandingkan pembakaran batu bara,
pembakaran minyak dan gas umumnya menghasilkan SPM yang lebih sedikit
(Af’idah, 2019).
Materi partikulat ini dapat berasal dari banyak sumber, misalnya sumber diam
seperti letusan gunung berapi, industri, konstruksi, jalan tanpa aspal dan lain-lain.
Aktivitas manusia juga berperan dalam penyebaran partikulat, misalnya dalam
bentuk partikulat-partikulat debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari
proses peleburan baja dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama
dari batu arang. Selain itu, terdapat pula sumber bergerak yaitu kendaraan
bermotor terutama yang bermesin diesel (Af’idah, 2019).
Debu dapat mengakibatkan dampak negatif bagi tenaga kerja yaitu gangguan
pernapasan. Gangguan pernapasan timbul sebagai akibat dari pajanan bahan
pencemar udara atau emisi yang dihasilkan selama proses produksi seperti debu.
Debu yang terdapat di lingkungan kerja berpotensi menimbulkan gangguan
kesehatan pada hidung dan tenggorokan yang dapat mengakibatkan selesma dan
infeksi lain. Debu (Total Suspended Particulate) memiliki risiko kesehatan non
karsinogenik yaitu dapat menyebabkan gangguan pernapasan khususnya
pneumokoniosis. Pneumokoniosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
adanya partikel debu yang masuk dan mengendap di paru-paru (Siswati &
Khuliyah, 2017).
Particulate matter (PM) itu sendiri adalah campuran dari beberapa senyawa
(misalnya, organik dan unsur karbon, logam transisi, nitrat dan sulfat) mulai dari
ukuran beberapa nanometer sampai yang berdiameter > 10 mm. Particulate
matter (PM) adalah salah satu parameter polutan udara. Particulate matter 2,5
(debu partikulat 2,5) adalah partikel dengan diameter aerodinamik lebih kecil
dari 2,5 μm. Unsur partikulat ini dapat mempengaruhi kesehatan manusia
sebagai reseptor terutama menyebabkan gangguan pada sistem respirasi (Ahmad,
2017).
Partikulat berasal dari antropogenik dan alami baik primer (utama) maupun
sekunder yaitu (Cholianawati, 2019):
1. Sumber antropogenik;
Sumber utama antropogenik partikulat berasal dari pembakaran bahan bakar
fosil untuk produksi energi serta pemanasan domestik, pembakaran limbah
industri logam, asap knalpot, abrasi, ban dan debu rem, dan suspensi ulang
partikel yang terendap. Gas reaktif buatan manusia seperti SO 2, SO3, NO X,
NH3 dan gas organik dilepaskan ke atmosfer serta membentuk partikel
melalui koagulasi, berdampak pada inti kondensasi dan reaksi kimia (sumber
antropogenik sekunder).
2. sumber alami.
Sumber alam primer adalah gunung berapi, kebakaran hutan, lautan, erosi
tanah, abrasi batuan dan bahan tanaman (plant materials). Sumber alami
sekunder terdiri dari emisi gas dari sumber alami yang dapat membentuk PM.
PM dari sumber yang berbeda memiliki komposisi yang berbeda dan sering
berbeda toksisitasnya.
Peralatan yang digunakan untuk mengukur PM2,5 adalah LVS (small volume
sampler) yang dapat digunakan untuk mengukur udara ambien. Metode ini
menggunakan kertas saring berbentuk bulat dengan porositas 0,3-0,45 mikron,
dan kecepatan pompa digunakan untuk menangkap suspensi partikulat 20-30
rpm. Prinsip kerja alat ini adalah dengan menggunakan prinsip adsorpsi.
Partikel-partikel yang ada di udara akan tetap berada pada kertas saring
kemudian ditimbang untuk mendapatkan konsentrasi partikel di udara. Nilai
terukur dari parameter PM2.5 diperoleh dengan metode gravimetri. Metode ini
digunakan untuk mengetahui ukuran partikel debu di udara. Apabila bahan
pencemar di udara telah sepenuhnya memenuhi persyaratan (kuantitas, durasi
atau potensi bahaya), maka mekanisme pencemaran udara akan terjadi,
kemudian pencemar tersebut disebut pencemar atau pencemar yang dapat
menimbulkan pencemaran. Mekanisme pemaparan pencemar udara merupakan
suatu sistem yang terdiri dari tiga komponen dasar yaitu sumber emisi, atmosfer
dan dampak terhadap reseptor (Ahmad, 2017).
3. inversi suhu;
Inversi suhu adalah kondisi suhu yang tidak normal pada batas kedua lapisan
udara. Inversi suhu memiliki pengaruh signifikan terhadap meteorologi
pencemaran udara. Jika terjadi inversi, udara stabil menolak untuk bergerak
naik hal ini disebabkan polutan terkumpul di dalam atmosfer yang lebih
rendah dan tidak menyebar. Stabilitas atmosfer juga mengurangi perubahan
energi angin di antara lapisan udara di sekitar tanah dan lapisan angin yang
lebih tinggi, jadi dispersi pencemar secara horizontal maupun vertikal
dihalangi.
Ahmad, A. (2017). Studi Reduksi PM2,5 Udara Ambien Oleh Ruang Terbuka
Hijau di Kawasan Industri PT Petrokimia Gresik. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Sari, I. R. J., Fatkhurrahman, J. A., & Andriani, Y. (2019). Pola Sebaran Polutan
PM2.5 dan PM10 Harian Terhadap Faktor Suhu dan Kelembaban. Prosiding
SNST Fakultas Teknik, 1(1). Semarang: Universitas Wahid Hasyim.
Seorang Sarjana Teknik Lingkungan hendaknya mengetahui baku mutu dari udara
ambien serta dampak jika melebih baku mutu yang ada. Peran dari sarjana Teknik
Lingkungan hendaknya dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat
bagaimana dampak pencemaran dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor
serta pembakaran yang tidak diperlukan. Jika didapatkan kondisi udara melebihi
baku mutu, maka dapat dilakukan pencegahan terhadap dampak yaitu dengan
pembagian masker terhadap masyarakat untuk menghindari dampak kesehatan
yang diakibatkan partikel tersebut.
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Saran yang dapat praktikan berikan setelah melakukan praktikum ini adalah:
1. Praktikan diharapkan lebih teliti saat melakukan praktikum dan lebih berhati-
hati saat melakukan praktikum;
LABORATORIUM KUALITAS UDARA
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
2. masyarakat diharapkan mampu mengurangi penggunaan alat dan kendaraan
yang menghasilkan pencemar udara;
3. pemerintah lebih memperketat aturan untuk pencemaran udara terutama
partikulat pada tempat-tempat umum dan fasilitas sekolah;
4. mahasiswa diharapkan mampu membuat inovasi alat untuk mengurangi kadar
pencemaran di udara yang ramah lingkungan.