Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TEKNIK PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


PEMILIHAN LOKASI LANDFILL MENURUT METODA
Hagerty

OLEH:

KELOMPOK 5

1. INTAN PANJI LESTARI 1710942035


2. RATIKA ELGA PUTRI 1710942038
3. MUHAMMAD RAIHAN ZAKY 1710943003
4. HERLAND TRIADI 1710943004
5. HAJATUL WILDANI IHSAN 1710943006
6. WENI ANGGRAINI 1710943009

DOSEN:
YOMMI DEWILDA, M.T

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan karunia-Nya,
makalah yang berjudul ”Makalah Teknik Pemrosesan Akhir Sampah Pemilihan
Lokasi Landfill Menurut Metoda Hagerty” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Meskipun banyak hambatan yang dialami dalam proses pengerjaannya, namun
makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada banyak pihak terutama keluarga dan
teman-teman yang telah banyak memberikan bantuan, baik materi maupun non-
materi demi kelancaran penyusunan makalah ini.
Makalah yang berjudul “Makalah Teknik Pemrosesan Akhir Sampah Pemilihan
Lokasi Landfill Menurut Metoda Hagerty” ini disusun untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah Teknik Pemprosesan Akhir Sampah oleh Ibu Yommi Dewilda, MT.
Makalah ini akan mendeskripsikan bagaimana pemilihan lokasi Tempat
Pemprosesan Akhir Sampah menurut metoda Hagerty.
Tiada hal yang sempurna di dunia ini, hanyalah Tuhan Yang Maha Esa
yang memiliki segala kesempurnaan. Perlu disadari bahwa makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan. Untuk itu diharapkan kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.

Padang, 29 Januari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................ii


DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 3
2.1 Pengertian Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) ...................................................... 3
2.2 Pemilihan Lokasi TPA menurut Metoda Hagerty ................................................. 5
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Metoda Hagerty .......................................................... 9
2.3.1 Kelebihan Metoda Hagerty ......................................................................... 9
2.3.2 Kekurangan Metoda Hagerty ...................................................................... 9
BAB III METODOLOGI PENULISAN .................................................................... 11
3.1 Metode dan Jenis Penulisan ................................................................................. 11
3.2 Instrumen dan Metode Pendekatan ...................................................................... 11
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................... 11
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................................... 12
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 16
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 16
5.2 Saran ..................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah merupakan material sisa yang sudah tidak dimanfaatkan atau


diinginkan lagi oleh manusia setelah melewati berbagai proses. Sampah umumnya
adalah material-material yang dapat menyebabkan berkurangnya nilai estetika
suatu tempat, bau yang mengganggu, kerusakan lingkungan dan bahkan penyakit
bagi manusia, maka pengelolaan diperlukan dalam penanganan masalah
persampahan. Pengelolaan terhadap sampah haruslah dimulai dari sumbernya
sampai ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Tumpukan-tumpukan sampah
hasil aktivitas manusia yang sudah tidak memiliki nilai lagi dan sudah
mengalami berbagai proses pengelolaan harus diproses dan diurug dalam
suatu tempat yang sudah direncanakan. Penimbunan tumpukan sampah ke
dalam tanah merupakan cara akhir agar tumpukan sampah tersebut tidak
selamanya berada di sekitar manusia, cara ini disebut juga dengan istilah land
disposal.

Penanganan akhir yang selalu dilakukan dalam rangkaian proses


pengelolaan sampah ialah proses landfilling. Landfilling merupakan cara
memasukkan sampah ke dalam tanah dengan penimbunan atau pengurugan.
Landfilling umumnya akan menimbulkan lindi (leachate) yang akan berbahaya
dan menimbulkan dampak terhadap lingkungan apabila tidak tertangani dengan
baik dan masuk ke dalam air tanah. Proses landfilling tentu membutuhkan ruang
yang tidak sedikit tentunya, harus disesuaikan dengan jumlah sampah yang masuk
ke TPA setiap harinya. Perencanaan dan pemilihan lokasi TPA yang tepat
merupakan kunci pemrosesan kahir sampah yang berjalan baik. Perencanaan
sistem pengelolaan sampah dari sumber hingga ke TPA sebenarnya juga harus
dilakukan sesuai dengan standar dan metode-metode yang ada, namun untuk
penentuan lokasi TPA harus diberi perhatian khusus sebab penentuan lokasi yang
akan dijadikan sebagai TPA akan melibatkan aspek sosial disamping aspek teknis
dan non teknis.

1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah:
a) Apa saja hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA)?
b) Bagaimana tata cara pemilihan lokasi TPA menurut metode Hagerty?
c) Bagaimana analisa terhadap studi kasus pemilihan lokasi TPA?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
a) Mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi
TPA;
b) Mengetahui tata cara atau prosedur pemilihan lokasi TPA menurut
metode Hagerty;
c) Mengetahui analisa yang tepat terhadap studi kasus pemilihan lokasi
TPA yang ada.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

Pembuangan akhir sampah (TPA) merupakan proses terakhir dalam siklus


pengelolaan persampahan formal. Untuk fase ini dapat menggunakan berbagai
metode dari yang sederhana hingga tingkat teknologi tinggi.

Secara ideal, pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi sebuah landfill adalah
didasarkan atas berbagai aspek, terutama (Damanhuri, 2008):

1. Kesehatan masyarakat;
2. Lingkungan hidup;
3. Biaya; dan
4. Sosio-ekonomi

Pertimbangan utama yang harus selalu dimasukkan dalam penentuan lokasi site
adalah (EPA 530-R-95-023):

a. Mempertimbangkan penerimaan masyarakat yang akan terkena dampak;


b. Konsisten dengan land-use planning di daerah tersebut;
c. Mudah dicapai dari jalan utama;
d. Mempunyai tanah penutup yang mencukupi;
e. Berada pada daerah yang tidak akan terganggu dengan dioperasikan landfill
tersebut;
f. Mempunyai kapasitas tampung yang cukup besar, biasanya 10 sampai 30
tahun;
g. Tidak memberatkan dalam pendanaan pada saat pengembangan,
pengoperasian;
h. penutupan, pemeliharaan setelah ditutup, dan bahkan biaya yang terkait
dengan upaya remediasi;
i. Rencana pengoperasian hendaknya terkait dengan upaya kegiatan lain yang
sangat dianjurkan, yaitu daur-ulang.

3
Di samping aspek-aspek lain yang sangat penting, seperti aspek politis dan legal
yang berlaku disuatu daerah atau negara. Aspek kesehatan masyarakat berkaitan
langsung dengan manusia, terutama kenaikan mortalitas (kematian), morbiditas
(penyakit), serta kecelakaan karena operasi sarana tersebut. Aspek lingkungan
hidup terutama berkaitan dengan pengaruhnya terhadap ekosistem akibat
pengoperasian sarana tersebut, termasuk akibat transportasi dan sebagainya.
Aspek biaya berhubungan dengan biaya spesifik antara satu lokasi dengan lokasi
yang lain, terutama dengan adanya biaya ekstra pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan. Aspek sosio-ekonomi berhubungan dengan dampak sosial dan
ekonomi terhadap penduduk sekitar lahan yang dipilih. Walaupun dua lokasi yang
berbeda mempunyai pengaruh yang sama dilihat dari aspek sebelumnya, namun
reaksi masyarakat setempat dengan dibangunnya sarana tersebut bisa berbeda
(Damanhuri, 2008).

Proses pemilihan lokasi lahan-urug idealnya hendaknya melalui suatu tahapan


penyaringan. Dalam setiap tahap, lokasi-lokasi yang dipertimbangkan akan dipilih
dan disaring. Pada setiap tingkat, beberapa lokasi dinyatakan gugur, berdasarkan
kriteria yang digunakan di tingkat tersebut. Penyisihan tersebut akan memberikan
beberapa calon lokasi yang paling layak dan baik untuk diputuskan pada tingkat
final oleh pengambil keputusan. Di negara industri, penyaringan tersebut paling
tidak terdiri dari tiga tingkat tahapan, yaitu (Damanhuri, 2008):

1. penyaringan awal;
2. penyaringan individu; dan
3. penyaringan final.

Penyaringan awal biasanya bersifat regional biasanya dikaitkan dengan tata guna
dan peruntukan yang telah digariskan di daerah tersebut. Secara regional, daerah
tersebut diharapkan dapat mendefinisikan secara jelas lokasi-lokasi mana saja
yang dianggap tidak/kurang layak untuk lokasi pengurugan limbah. Pada taraf ini
parameter yang digunakan hanya sedikit.

Tahap kedua dari tahap penyisihan ini adalah penentuan lokasi secara individu,
kemudian dilakukan evaluasi dari tiap individu. Pada tahap ini tercakup kajian-
kajian yang lebih mendalam, sehingga lokasi yang tersisa akan menjadi sedikit.

4
Parameter beserta kriteria yang diterapkan akan menjadi lebih spesifik dan
lengkap. Lokasi-lokasi tersebut kemudian dibandingkan satu dengan yang lain,
misalnya melalui pembobotan.

Tahap terakhir adalah tahap penentuan. Penyaringan final ini diawali dengan
pematangan aspek-aspek teknis yang telah digunakan di atas, khususnya yang
terkait dengan aspek sosio-ekonomi masyarakat dimana lokasi calon berada.
Tahap ini kemudian diakhiri dengan aspek penentu, yaitu oleh pengambil
keputusan suatu daerah. Aspek ini bersifat politis, karena kebijakan pemerintah
daerah/pusat akan memegang peranan penting. Kadangkala pemilihan akhir ini
dapat mengalahkan aspek teknis yang telah disiapkan sebelumnya (Damanhuri,
2008).

2.2 Pemilihan Lokasi TPA menurut Metoda Hagerty

Evaluasi dengan metode ini mengandalkan pada tiga karakteristik umum dari
sebuah lahan, yaitu (Damanhuri, 2008):

1. Potensi infiltrasi air eksternal ke dalam sub-permukaan,


2. Potensi transportasi cemaran menuju air tanah,
3. Mekanisme lain yang berkaitan dengan transportasi cemaran ke luar

Pertimbangan yang digunakan dalam sistem pembobotan ini adalah (Damanhuri,


2008):

1. Parameter-parameter yang langsung berpengaruh pada transmisi cemaran


dianggap sebagai parameter dengan prioritas pertama, misalnya potensi
infiltrasi, potensi bocornya dasar lahan-urug, dan kecepatan air tanah. Nilai
maksimum adalah 20 SRP (satuan rangking prioritas).
2. Parameter-parameter yang mempengaruhi transportasi cemaran setelah
terjadinya kontak dengan air dianggap sebagai prioritas kedua, seperti kapasitas
penyaringan dan kapasitas sorpsi. Nilai maksimum adalah 15 SRP.
3. Parameter-parameter yang mewakili kondisi awal dari air tanah dikenal sebagai
prioritas ketiga. Nilai maksimum adalah 10 SRP.

5
4. Parameter-parameter yang mewakili faktor-faktor lain, dikenal sebagai
prioritas keempat, seperti jarak potensi cemaran, arah angin dan populasi
penduduk. Nilai maksimum adalah 5 SRP.

Rangking suatu lokasi dihitung berdasarkan penjumlahan parameter yang dinilai


secara individual, yaitu (Damanhuri, 2008):

1. Infiltrasi
Ip + Lp + Fc + Ac + Oc + Bc + Td + Gv + Wp + Pf

dimana :

Ip = potensi infiltrasi Lp = potensi keretakan dasar

Fc = kapasitas filtrasi

Ac = kapasitas adsorpsi

Oc = potensi kandungan organik dalam air

Bc = kemampuan kapasitas penyangga

Td = potensi jarak tempuh cemaran

Gv = kecepatan air tanah

Wd = arah dominan angin

Pf = faktor penduduk

Potensi infiltrasi (Ip) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

dimana:

i = infiltrasi ( % dari rata-rata hujan tahunan)

FC = kapasitas penahan air bervariasi antara 0,05 (pasir) sampai 0,40 (liat)

6
H = ketebalan tanah penutup (inch)

2. Potensi keretakan dasar (Lp) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

dimana:
K = koefisien permeabilitas (cm/det)

T = ketebalan dasar (ft)

3. Kapasitas filtrasi (Fc) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

dimana: φ = diameter rata-rata butiran (inch)

4. Kapasitas adsorpsi (Ac) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

dimana:
Or = kandungan organik tanah (% berat kering)

KTK = kapasitas tukar kation (mev/100 gr)

5. Kapasitas organik dalam air tanah (Oc) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):
Oc = 0,2 BOD

dimana:
BOD = kebutuhan oksigen secara biokimia (mg/L)

6. Kapasitas penyangga air tanah (Bc) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):


Bc = 10 - Nme

dimana:
Nme = nilai terkecil kebutuhan asam atau basa untuk menurunkan pH air
sampai 4,5 atau sampai 8,5 (mev)

7
7. Potensi jarak tempuh cemaran (Td) dihitung seperti Tabel 3.4 di bawah ini
(Damanhuri, 2008):
Tabel 2.4: Jarak tempuh cemaran

Jarak diukur dari dari lokasi lahan-urug ke muka air tanah di bawahnya, atau ke
air permukaan lainnya.

8. Potensi kecepatan air tanah (Gv) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

dimana :
S = kemiringan hidrolis (ft/mil)
K = permeabilitas (cm/det)

9. Potensi arah angin (Wp) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):

dimana :
Ai = sudut arah angin potensial terhadap populasi
Pi = populasi di setiap kuadran (jiwa) dalam jarak 40 km

10. Faktor populasi (Pf) dihitung dengan (Damanhuri, 2008):


Pf = log p

dimana : p = populasi terbesar (jiwa) pada radius 40 km.

8
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Metoda Hagerty

2.3.1 Kelebihan Metoda Hagerty

Kelebihan Metoda Hagerty dibandingkan metoda lain adalah :

1. Parameter-parameter yang dievaluasi cukup luas, meliputi aspek-aspek


penting diantaranya: potensi infiltrasi yang menunjukkan potensi air yang
masuk ke dalam tempat pembuangan limbah, kapasitas organik dalam air
tanah yang menggambarkan transmutasi cemaran yang berkontak dengan air
tanah serta arah dan kecepatan angin untuk mengantisipasi potensi dampak
dari TPA terhadap kualitas udara di sekitarnya;

2. Menggunakan sistem pembobotan dengan empat level prioritas yang berbeda,


disesuaikan dengan tingkat kepentingan dari parameter-parameter yang
ditinjau yaitu parameter-parameter yang langsung berpengaruh pada transmisi
cemaran, parameter-parameter yang mempengaruhi transportasi cemaran
setelah kontak dengan air, parameter-parameter yang mewakili kondisi awal
dari air tanah dan parameter yang mewakili faktor-faktor lain seperti; jarak
potensi cemaran, arah angin dan populasi penduduk.

2.3.2 Kelemahan Metoda Hagerty

Kelemahan Metoda Hagerty dibandingkan metoda lain adalah :

1. Memerlukan biaya lebih mahal dari pada metoda SNI T-11-1991-03, karena
selain pengukuran di lapangan juga perlu dilakukan analisis laboratorium
untuk pengukuran contoh tanah dan air tanah masing-masing lokasi;
2. Lokasi yang dikaji merupakan lokasi hasil dari tahap regional dengan metoda
SNI T-11-1991-03, metoda ini tidak mempunyai kajian pendahuluan seperti
pada tahap regional yang terdapat dalam metoda SNI T-11-1991-03;
3. Dalam analisis terhadap arah angin, arah angin yang digunakan adalah arah
angin regional. Arah angin ini dirasakan tidak mewakili keadaan yang
sebenarnya di lokasi usulan karena terlalu global. Selain itu populasi yang
diperhitungkan adalah pada radius 40 km. Hal ini dianggap terlalu besar,
karena diperkirakan konsentrasi cemaran yang terbawa angin akan semakin
kecil sehingga tidak mengganggu. Tingkat keterganggguan yang paling besar

9
yang mungkin terjadi adalah pada populasi yang berada di sekitar lokasi
TPA;
4. Pada metoda Hagerty tidak terdapat kajian tentang batas administrasi dari
lokasi, kapasitas lahan dan jalan menuju lokasi.

10
BAB III
METODOLOGI

3.1 Metode dan Jenis Penulisan

Metode penulisan yang digunakan pada pengumpulan materi mengenai penentuan


lahan TPA adalah pengumpulan data sekunder yang bersesuaian dengan topik.
Prosedur dalam pengumpulan data tersebut adalah:
a. Pencarian manual
Pencarian manual dilakukan dengan melihat dan memahami mengenai materi
perkuliahan mengenai penentuan lahan TPA. Isi dan penjelasan yang
berkaitan dengan penentuan lahan TPA ditandai dan dicatat;
b. Pencarian secara online
Pencarian secara online membutuhkan suatu media. Database informasi
mengenai peraturan tentang penentuan lahan TPA.

Penulisan didasarkan kepada pengidentifikasian dan penggunaan aturan Hagerty.

3.2 Instrumen dan Metode Pendekatan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah pedoman pengumpulan data.


Pengumpulan data memerlukan suatu pedoman atau petunjuk agar proses
pengumpulan data sesuai dan tidak terjadi kesalahan pengambilan data. Instrumen
lain yang dibutuhkan berupa sarana pengumpulan informasi. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan penentuan lahan TPA berdasarkan aturan Hagerty.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan teknik observasi. Kegiatan observasi dilakukan


dengan memusatkan perhatian kepada hal-hal yang berkaitan dengan topik
penentuan lahan TPA pada peraturan Hagerty. Observasi dilakukan secara
langsung dan data langsung diperoleh dari pencarian secara manual dan online
yang dilakukan.

11
BAB IV
PEMBAHASAN

Evaluasi dengan metode Hagerty mengandalkan pada tiga karakteristik umum


dari sebuah lahan, yaitu:

- Potensi infiltrasi air eksternal ke dalam sub-permukaan,

- Potensi transportasi cemaran menuju air tanah,

- Mekanisme lain yang berkaitan dengan transportasi cemaran ke luar.

Pertimbangan yang digunakan dalam sistem pembobotan untuk metode Hagerty


adalah:

- Parameter-parameter yang langsung berpengaruh pada transmisi cemaran


dianggap sebagai parameter dengan prioritas pertama, misalnya potensi infiltrasi,
potensi bocornya dasar lahan-urug, dan kecepatan air tanah. Nilai maksimum
adalah 20 SRP (satuan rangking prioritas).

- Parameter-parameter yang mempengaruhi transportasi cemaran setelah


terjadinya kontak dengan air dianggap sebagai prioritas kedua, seperti kapasitas
penyaringan dan kapasitas sorpsi. Nilai maksimum adalah 15 SRP.

- Parameter-parameter yang mewakili kondisi awal dari air tanah dikenal sebagai
prioritas ketiga. Nilai maksimum adalah 10 SRP.

- Parameter-parameter yang mewakili faktor-faktor lain, dikenal sebagai prioritas


keempat, seperti jarak potensi cemaran, arah angin dan populasi penduduk. Nilai
maksimum adalah 5 SRP.

Rangking suatu lokasi dihitung berdasarkan penjumlahan parameter yang dinilai


secara individual, yaitu:

=Ip + Lp + Fc + Ac + Oc + Bc + Td + Gv + Wp + Pf

dimana :

12
Ip = potensi infiltrasi

Lp = potensi keretakan dasar

Fc = kapasitas filtrasi

Ac = kapasitas adsorpsi

Oc = potensi kandungan organik dalam air

Bc = kemampuan kapasitas penyangga

Td = potensi jarak tempuh cemaran

Gv = kecepatan air tanah

Wd = arah dominan angin

Pf = faktor penduduk

Potensi infiltrasi (Ip) dihitung dengan:

i
Ip =
(FC)H

dimana:
i = infiltrasi ( % dari rata-rata hujan tahunan)
FC = kapasitas penahan air bervariasi antara 0,05 (pasir) sampai 0,40 (liat)
H = ketebalan tanah penutup (inch)

Potensi keretakan dasar (Lp) dihitung dengan:

1000 K1/3
Lp =
T

dimana:
K = koefisien permeabilitas (cm/det)
T = ketebalan dasar (ft)

13
Kapasitas filtrasi (Fc) dihitung dengan:

2,5 x 10-5
Fc =  4 log
φ

dimana: φ = diameter rata-rata butiran (inch)

Kapasitas sorpsi (Ac) dihitung dengan:

10(Or)
Ac =
(log KTK)  1

dimana:

Or = kandungan organik tanah (% berat kering)

KTK = kapasitas tukar kation (mev/100 gr)

Kapasitas organik dalam air tanah (Oc) dihitung dengan:

Oc = 0,2 BOD

dimana:

BOD = kebutuhan oksigen secara biokimia (mg/L)

Kapasitas penyangga air tanah (Bc) dihitung dengan:

Bc = 10 - Nme

dimana:

Nme = nilai terkecil kebutuhan asam atau basa untuk menurunkan pH air sampai
4,5 atau sampai 8,5 (mev).

14
Potensi jarak tempuh cemaran (Td) dihitung seperti Tabel 3.4 di bawah ini:

Tabel 3.1: Jarak tempuh cemaran

Jarak Nilai
0 - 500 ft 0
500 - 4000 ft 1
4000 ft - 2 mil 2
2 - 20 mil 3
20 - 50 mil 4
Lebih besar dari 50 mil 5
Jarak diukur dari dari lokasi lahan-urug ke muka air tanah di bawahnya, atau ke
air permukaan lainnya.

Potensi kecepatan air tanah (Gv) dihitung dengan :

S
Gv =
log (2/K)

dimana :

S = kemiringan hidrolis (ft/mil)

K = permeabilitas (cm/det)

Potensi arah angin (Wp) dihitung dengan :

[(5  Ai/36) log Pi]


Wp =  15

dimana :

Ai = sudut arah angin potensial terhadap populasi

Pi = populasi di setiap kuadran (jiwa) dalam jarak 40 km

Faktor populasi (Pf) dihitung dengan :

Pf = log p

dimana : p = populasi terbesar (jiwa) pada radius 40 km

15
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan makalah yang telah dibuat, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah


mencapai tahap akhir dalam pengelolaannya, dimana diawali dari sumber,
pengumpulan, pemindahan atau pengangkutan, pengolahan serta pemrosesan
akhir sampah. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman
agar tidak menimbulkan kerusakan atau dampak negatif terhadap lingkungan
sekitarnya;
2. Metode-metode yang dapat digunakan dalam pemilihan lokasi TPA adalah:
a. SNI 19-3241-1994;
b. Metode Le Grand;
c. Metode Hagerty.
3. Metoda Hagerty merupakan metoda yang menggunakan tiga karakteristik
umum dari sebuah lahan yaitu potensi infiltrasi air eksternal ke dalam sub
permukaan, potensi transportasi cemaran menuju air tanah dan mekanisme
lain yang berkaitan dengan transportasi cemaran ke luar.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan makalah yang telah dibuat adalah
pemerintah dan masyarakat hendaknya berpartisipasi dan bekerja sama dalam
mengatasi masalah-masalah tersebut dan memahami metode pemilihan lokasi
TPA yang ada, sehingga dapat menentukan pembuatan lokasi TPA yang baik dan
benar sesuai dngan prosedur yang telah diterapkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Damanhuri, Enri. 2008. Diktat Landfilling Limbah Versi 2008. ITB: Bandung

Sidik, M.A. D. Herumartono dan H. Sutanto. 1985. Teknologi Pemusnahan


Sampah dengan Incenerator dan Landfill. BPPT: Jakarta

Wahyono, Sri. 2001. Pengolahan Sampah Organik dan Aspek Sanitasi. Jurnal
Teknologi Lingkungan BPPT: Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai