A KAJIAN TEORITIS
TEORI EKOLOGI
Teori Ekologi (Bronfenbrenner, 1979) menggabungkan konsep perkembangan manusia dan
hubungannya dengan struktur manajemen sumber daya untuk mengidentifikasi berbagai
masalah yang dihadapi, dikaitkan dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Setiap individu
di seluruh dunia akan bergantung pada sumber daya Bumi untuk hidup dan bekerja (Moore
& Asay, 2018). Pandangan tersebut menyiratkan bahwa manusia dan lingkungan alam
(sebagai lingkungan fisik) tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan satu sama lain.
Bagaimana cara dan sikap manusia dalam memanfaatkan sumber daya lingkungan akan
mempengaruhi kondisi lingkungan yang ada. Serta berlaku sebaliknya, apa yang terjadi
pada kondisi lingkungan alam dapat mempengaruhi kondisi manusia yang tinggal di
dalamnya. Diperlukan adanya nilai moral dasar ekologi yang terletak pada saling
ketergantungan manusia dengan lingkungan alam, kebutuhan untuk hidup berdampingan
satu sama lain, serta kebutuhan untuk hidup lebih baik (Sunarti, 2006).
Elemen fungsional sistem pengelolaan sampah terdiri dari (Tchobanoglous & Kreith, 2002):
1. Timbulan Sampah (Waste Generation)
Timbulan sampah meliputi sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat, di mana dianggap tidak lagi bernilai sehingga dibuangkegiatan-
kegiatan di mana bahan-bahan diidentifikasi sebagai tidak lagi bernilai dan dibuang atau
dikumpulkan bersama untuk dibuang. Penting untuk mengidentifikasi sumber, jenis dan
jumlah timbulan sampah.
2. Penanganan dan pemisahan sampah, penyimpanan, dan pemrosesan di
sumbernya (Waste handling and separation, storage, and processing at the
source)
Penanganan dan pemisahan sampah melibatkan kegiatan yang terkait dengan
pengelolaan sampah sampai sampah tersebut ditempatkan dalam wadah penyimpanan
untuk dikumpulkan. Pemisahan sampah merupakan langkah penting dalam penanganan
dan penyimpanan sampah pada sumbernya. Penyimpanan di tempat sangat penting
karena masalah kesehatan masyarakat dan pertimbangan estetika.
3. Pengumpulan (Collection)
Pengumpulan mencakup pengumpulan sampah serta bahan yang dapat didaur ulang
dan pengangkutannya. Sampah dikumpulkan ke lokasi Tempat Penyimpanan Sampah
(TPS).
4. Pemindahan dan pengangkutan (Transfer and transport)
Elemen fungsional pemindahan dan pengangkutan meliputi dua langkah: (1)
pemindahan sampah dari kendaraan pengumpul yang lebih kecil ke alat pengangkut
yang lebih besar, dan (2) pengangkutan sampah selanjutnya, biasanya dalam jarak yang
jauh, ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
5. Pemisahan, pengolahan, dan transformasi sampah (Separation, processing, and
transformation of solid waste)
Pemisahan dan pengolahan limbah yang telah dipisahkan pada sumbernya dan
pemisahan limbah yang tercampur biasanya terjadi di fasilitas pemulihan bahan, stasiun
transfer, TPS, dan/atau TPA. Proses transformasi digunakan untuk mengurangi volume
dan berat limbah yang memerlukan pembuangan dan untuk memulihkan produk
konversi dan energi. Fraksi organik timbulan sampah dapat diubah oleh berbagai proses
kimia dan biologi. Proses transformasi kimia yang paling umum digunakan adalah
pembakaran, yang digunakan bersama dengan pemulihan energi. Proses transformasi
biologis yang paling umum digunakan adalah pengomposan aerobik.
6. Pemrosesan akhir (Disposal)
Saat ini, pembuangan dengan penimbunan atau pembukaan lahan adalah proses akhir
dari semua sampah. Sanitary landfill modern ialah sebuah metode pembuangan sampah
di darat tanpa menimbulkan bahaya atau gangguan kesehatan masyarakat.
Proses perumusan strategi pengelolaan sampah terpadu yang baik memakan waktu lama
dan sulit. Pada akhirnya, sistem harus holistik; masing-masing bagiannya harus memiliki
tujuan sendiri dan bekerja bersama-sama dengan semua bagian lainnya seperti mesin yang
dibuat dengan sangat halus dan sangat efisien. Semakin cepat kerangka holistik untuk
pengelolaan sampah distabilkan, semakin besar kemungkinan pengambilan keputusan
publik akan memperoleh investasi perusahaan yang dibutuhkan. Tahapan dalam
penyusunan rencana pengelolaan sampah, yaitu (Tchobanoglous & Kreith, 2002):
1. Tahap pertama perencanaan melibatkan pendefinisian terminologi dengan hati-hati,
termasuk sampah saja apa yang tercakup dan tidak, serta kegiatan apa yang
merupakan daur ulang dan pengomposan. Hal ini juga membutuhkan artikulasi tujuan
kebijakan yang jelas untuk strategi pengelolaan sampah secara keseluruhan. Apakah
tujuan untuk mencapai strategi yang paling hemat biaya yang melindungi lingkungan
atau untuk memaksimalkan pengalihan dari tempat pembuangan sampah? Tidak ada
jawaban yang mutlak benar atau salah. Namun pembuat keputusan harus berbagi
definisi, asumsi kunci, dan tujuan dengan publik untuk tinjauan dan komentar mereka.
2. Tahap kedua melibatkan identifikasi berbagai alternatif yang mungkin dan pengumpulan
metodis risiko lingkungan dan biaya yang terkait dengan setiap alternatif. Pengumpulan
data paling baik dilakukan sebelum strategi apa pun dipilih. Perkiraan biaya untuk daur
ulang dan pengomposan bisa sangat bervariasi tergantung pada asumsi apa yang
dibuat tentang permintaan pasar dan tindakan apa yang diambil untuk merangsang
pasar. Asumsi yang berbeda tentang pasar ini juga dapat berdampak pada asumsi risiko
lingkungan, karena beberapa jenis skenario penggunaan kembali memiliki dampak
lingkungan yang lebih parah daripada skenario lainnya.
3. Langkah terakhir melibatkan pemeriksaan timbal balik antara alternatif yang tersedia
sehingga alternatif atau strategi dapat dipilih. Pada intinya, tahap ini melibatkan
perbandingan risiko dan biaya. Namun, perlu juga melibatkan pertimbangan yang cermat
atas masalah implementasi seperti volume sampah, penegakan aturan, alokasi sumber
daya, serta kemungkinan perubahan perilaku di masa depan. Keterlibatan publik sangat
penting selama proses seleksi.
Mencapai solusi pengelolaan sampah yang sukses membutuhkan lebih dari sekadar
perencanaan yang baik. Solusi teknis terbaik mungkin gagal jika para pengambil keputusan
tidak mempertimbangkan serangkaian poin penting lainnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi suksesnya perencanaan sistem pengelolaan sampah, yaitu (Tchobanoglous
& Kreith, 2002):
1. Kredibilitas bagi pengambil keputusan
2. Mekanisme implementasi yang efisien. Beberapa hal dapat dilakukan untuk membantu
memperlancar pelaksanaan program. Program percontohan dapat sangat membantu
dalam menentukan apakah sebuah program yang terlihat bagus di atas kertas akan
bekerja dengan baik dalam kehidupan nyata.
3. Perhatian signifikan pada pasar daur ulang
4. Keterlibatan publik. Solusi teknis terbaik tidak mungkin berhasil kecuali publik aktif
membantu mencapai pilihan akhir alternatif/ strategi. Keterlibatan publik ini paling baik
dilakukan dengan berbagai peluang baik untuk masukan formal maupun informal.
5. Komitmen berkelanjutan dalam penyediaan seluruh sarana prasarana pengelolaan
sampah.
6. Evaluasi efektivitas strategi terpilih. Dalam mengembangkan peraturan khusus, penting
untuk memantau dampak penuh dari masing-masing peraturan setelah program
dilaksanakan. Perencanaan sistem pengelolaan sampah adalah sebuah proses, bukan
sebuah proyek. Proses itu harus terus-menerus memastikan bahwa rencana tersebut
mencerminkan kenyataan dan bahwa hambatan implementasi ditangani dengan cepat.
Secara garis besar, Teori Modernisasi Ekologi mengacu pada serangkaian transformasi
kelembagaan, operasional, ekonomi, pemerintahan, sosial dan politik yang digerakkan oleh
penggerak lingkungan. Penggerak-penggerak ini mendorong adanya: (1) pengaturan sosial
baru; (2) wacana baru; (3) perkembangan ilmiah dan teknis baru; (4) pergeseran tanggung
jawab dan kepentingan antara sektor publik dan swasta, antara pemerintah dan warganya,
antara masyarakat sipil dan pelaku ekonomi lainnya, dan antara sektor formal dan informal;
serta (5) pengaturan dalam berbagai disiplin ilmu. Modernisasi Ekologis memperlakukan
semua masalah lingkungan, termasuk permasalahan pengelolaan sampah, sebagai
tantangan untuk menghilangkan inefisiensi melalui desain yang lebih baik. Hal ini
mendorong penggunaan teknologi yang lebih eko-efisien serta desain ulang lembaga untuk
menciptakan insentif yang secara efektif akan memisahkan pertumbuhan ekonomi dari
penggunaan bahan baku, limbah dan kerusakan lingkungan. Dengan kata lain, Teori
Modernisasi Ekologis ialah teori sosiologi lingkungan, yang memberikan interpretasi
sosiologis reformasi lingkungan yang menunjukkan bahwa perlu adanya kebijakan
pengelolaan sampah dan sistem yang efektif untuk keberlanjutan pengelolaan sampah
(Saat, 2013).
TEORI MORAL
Salah satu dari pengembangan etika yang paling signifikan selama dua dekade lampau
adalah melalui pendalaman perhatian pada karakter. Karakter menurut pengamatan
seorang filsuf kontemporer bernama Michael Novak, merupakan campuran kompatibel dari
seluruh kebaikan yang didefinisikan oleh tradisi religius, cerita sastra, kaum bijaksana, dan
kumpulan orang yang berakal sehat. (Lickona, 2013) menggambarkan karakter baik adalah
karakter yang di dalamnya memiliki tiga bagian yang saling berhubungan, yaitu
pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling), dan perilaku moral
(moral action). Karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal-hal yang baik, menginginkan
hal yang baik, dan melakukan hal yang baik, kebiasaan dalam cara berpikir, kebiasaan
dalam hati, dan kebiasaan dalam tindakan. Ketiga hal ini diperlukan untuk mengarahkan
suatu kehidupan moral, ketiganya membentuk kedewasaan moral.
Manusia ↔ Lingkungan
Krisis:
Pengelolaan Sampah
1
Implementasi Konsep Green Campus
Perguruan tinggi merupakan salah satu elemen dalam sarana perkotaan yang memiliki
peran strategis dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan melalui konsep kampus
berkelanjutan. Konsep kampus berkelanjutan atau green campus memperhatikan tiga
aspek, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan (R. M. Mahayudin, M. Y. M. Yunos, M. A. O.
Mydin, O. M. Tahir, 2015) dalam (Mukaromah, 2018). Konsep ini kemudian diturunkan oleh
UI Greenmetric untuk menilai usaha kampus dalam mewujudkan kampus yang
berkelanjutan melalui serangkaian komponen, yaitu setting and infrastructure, waste, water,
transportation, energy and climate change, serta education. Keenam komponen tersebut
relevan dengan berbagai tujuan yang ingin dicapai dalam SDG’s, yaitu (R. Y. Hamzah, N.
W. Alnaser, W. E. Alnaser, 2018) dalam (Mukaromah, 2018):
1. Setting and infrastructure, relevan dengan tujuan 9, yaitu terkait peran perguruan
tinggi dalam inovasi dan mewujudkan industri yang inklusif dan berkelanjutan serta
tujuan ke 11, yaitu terkait perwujudan lingkungan kampus yang inklusif, aman, tangguh,
dan berkelanjutan.
2. Waste relevan dengan tujuan 3, yaitu mewujudkan hidup sehat di lingkungan kampus,
serta tujuan ke 14, yaitu dalam upaya konservasi laut dengan mengelola limbah yang
dihasilkan dalam aktivitas kampus (limbah laboratorium, sampah, dsb).
3. Water relevan dengan tujuan 6, yaitu mewujudkan pengelolaan atau pemanfaatan
sumber daya air yang berkelanjutan.
4. Transportation relevan dengan tujuan 13, yaitu upaya menurunkan gas emisi rumah
kaca melalui serangkaian kebijakan di bidang transportasi, serta tujuan ke 15, yaitu
upaya kampus dalam mengelola lahan (proporsi lahan terbuka hijau dan terbangun,
ekosistem kampus, dsb.) yang rentan dengan emisi dari transportasi.
5. Energy and climate change relevan dengan tujuan 7, yaitu terkait penyediaan dan
pemanfaatan sumber energi yang terjangkau dan dapat dimanfaatkan oleh semua
kalangan. Selain itu juga relevan dengan tujuan ke 13, yaitu terkait perwujudan perhatian
terhadap isu perubahan iklim tidak hanya dalam lingkungan kampus tetapi juga edukasi
ke publik secara lebih luas.
6. Education relevan dengan tujuan 4, yaitu mewujudkan pendidikan yang berkeadilan
serta memiliki perhatian terhadap isu-isu lingkungan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan perguruan tinggi dalam mewujudkan kampus
berkelanjutan antara lain adalah penyusunan rencana pengembangan perguruan tinggi
yang berorientasi pada infrastruktur hijau, pelibatan seluruh civitas akademika untuk
membentuk komunitas yang berkelanjutan, dan memiliki inisiatif dalam pencarian dana dari
berbagai sumber untuk pengembangan riset yang mendukung terwujudnya kampus
berkelanjutan (G. A. Kristanto, C. Priadi, N. Suwartha, E. Bahsan, A. Udhiarto, 2017) dalam
(Mukaromah, 2018). Selain itu perlu diseminasi terkait konsep green campus melalui
penelitian dan pengajaran, perhatian terhadap lingkungan bagi seluruh civitas akademika,
upaya konservasi sumber daya alam dan mengurangi polutan, serta mengupayakan desain
kampus sesuai kebutuhan penggunanya.
Sejalan dengan perkembangan global, saat ini ITENAS tengah berupaya untuk menerapkan
prinsip berkelanjutan dalam setiap aktivitasnya. Keseriusan ITENAS terwujud dalam
disusunnya Sustainability Report serta keikutsertaan dalam pemeringkatan UI Greenmetric
pada tahun 2021 dan berada pada peringkat ke-620. Tentunya hal tersebut menjadi langkah
awal yang baik untuk menuju kondisi pengelolaan lingkungan ITENAS yang lebih baik.
Salah satu upaya dalam mengembangkan apa yang telah dimulai adalah dengan
mengidentifikasi menetapkan sebuah rumusan yang konteks dan dapat dilakukan oleh
seluruh lapisan yang ada di ITENAS.
Penelitian (Puspadi, 2016) menemukan bahwa kendala terbesar yang dialami dalam
penerapan konsep green campus adalah tingkat pemahaman pengguna kampus yang
masih rendah dan lemahnya kebijakan pimpinan kampus. Hal tersebut diperkuat dengan
hasil penelitian (Shima, 2016), bahwa penetapan dan pembakuan peraturan dengan sedikit
sifat memaksa seperti menggunakan sistem “Reward and Punishment” akan sangat efektif
untuk membuat perguruan tinggi saling berlomba-lomba memberlakukan standar
pengelolaan lingkungan. Selain itu, sosialisasi dan penyebaran informasi menjadi salah satu
kunci untuk memberitahukan masyarakat keberadaan standar baru mengenai green
campus.
Terdapat 11 alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengelola kendala tersebut, yaitu
(Buana, 2017):
1. Melakukan pembaharuan data secara berkala
2. Identifikasi media edukasi dan sosialisasi yang sesuai
3. Bekerjasama dengan perguruan tinggi lain untuk menyusun program green campus
4. Melibatkan dosen-dosen ahli dalam melakukan perencanaan
5. Membuat peraturan wajib melaksanakan kegiatan pelestarian lingkungan
6. Memasukan kegiatan bertema green campus,
7. Melakukan sosialisasi terhadap program-program yang akan dilaksanakan
8. Membuat sistem perencanaan, pengawasan, pelaporan, dan evaluasi yang spesifik
9. Membuat artikel-artikel tentang menjaga kelestarian lingkungan
10. Membuat tim khusus untuk menjamin keberlangsungan program green campus
11. Mendokumentasikan setiap hasil kegiatan.
2
Pengelolaan Sampah di Tingkat Perguruan Tinggi
Berikut ini disajikan rekapitulasi hasil penelitian terkait dengan pengelolaan sampah di
tingkat perguruan tinggi, baik pada lingkup nasional maupun global.
Terminologi pendidikan karakter Thomas Lickona (1992) yang terdiri dari (1) Mengetahui
kebaikan (knowing the good); (2) Mencintai kebaikan (desiring the good); dan (3) Melakukan
kebaikan (doing the good), hingga akhirnya menjadi kebiasaan (habituation) meniratkan
bahwa seluruh elemen civitas akademika perlu diberikan pendidikan terkait pengelolaan
sampah (apa, bagaimana, mengapa, dll), sehingga menjadi tahu, mau dan mampu.
Selanjutnya juga perlu didukung dengan sarana prasarana yang siap dengan adanya sistem
yang telah terintegrasi.
Dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan, mahasiswa adalah salah satu aset
bagi pencapaian SDGs Indonesia. Beberapa syarat berikut perlu diperhatikan ketika akan
memulai kegiatan yang melibatkan anak muda, yaitu: (1) Sukarela; (2) Memperoleh
informasi yang memadai dengan memanfaatkan seluruh media yang bisa dijangkau; (3)
Bermakna; dan (4) Aman (Cahayadi, Parlinggomon, & Kawuryan, 2021).
1) Sukarela: Anak tidak boleh dipaksa melakukan aktivitas tertentu atau menjawab
pertanyaan apapun diluar kehendaknya sendiri. Implikasi: pihak kampus perlu
memfasilitasi bagaimana agar mahasiswa pada akhirnya memiliki sikap sukarela
(altruisme) untuk mengambil peran dalam pengelolaan sampah.
2) Memperoleh informasi yang memadai dengan memanfaatkan seluruh media yang bisa
dijangkau oleh mahasiswa.
3) Bermakna: Partisipasi harus memiliki tujuan yang realistis dan konstruktif yang
dipastikan memberikan manfaat bagi mahasiswa.
4) Aman: Aktivitas, tempat yang digunakan, metodologi, serta hal-hal lain yang terkait
dengan kegiatan tidak menempatkan mahasiswa dalam posisi yang membahayakan
dirinya secara fisik, psikologis, emosional, maupun sosial.
3
Rancangan Alat Pengolahan Sampah di ITENAS
Pada tahun 2018, mahasiswa program studi Teknik Industri telah membuat kajian tentang
rancangan alat untuk mengolah sampah botol plastik, sampah kertas, dan pembuat kompos
di ITENAS dengan metode Verein Deutsche Inginieuer 2222. Kajian (Soemanagara, 2018)
mennyimpulkan bahwa, untuk membuat rancangan alat pengolah sampah botol plastik di
ITENAS dengan kapasitas pengolahan sebesar 100 kg/hari, diperlukan biaya pembuatan
sebesar Rp. 10.756.209,56. Sedangkan kajian (Sudrajat, 2018) menemukan bahwa, untuk
membuat rancangan alat pengolahan kertas yang dapat menampung sampah kertas di
ITENAS dan mudah digunakan, diperlukan biaya produksi sebesar Rp. 278.403,64 untuk
menghasilkan produk kertas jenis kraft dalam satu kali proses pengolahan.
Selanjutnya untuk sampah jenis organik di kampus ITENAS yang terdiri dari daun-daun
yang sudah berguguran dan sisa makanan yang diperoleh dari Cafetaria dengan jumlah
sekitar 150 kg/hari, (Raifad, 2018) mengusulkan sebuah rancangan alat pengolahan
sampah yang memiliki daya tampung sebesar 150 kg/hari dengan waktu pembuatan
kompos selama kurang lebih dua minggu. Keunggulan dari rancangan alat pengolahan
sampah organik yang diusulkan memiliki ukuran cacahan yang sesuai dan kecil,
pengadukan media komposting menggunakan pemesinan dan terdapat tabung
pengendapan yang menggunakan pipa besi berlubang agar sirkulasi udara dalam
pembusukan lebih maksimal. Adapun total biaya usulan rancangan adalah sebesar Rp.
12.163.518,49 dengan biaya konsumsi listrik sebesar Rp. 23.476,48/hari dan biaya bahan
pembuatan kompos sebesar Rp. 211.000/hari.
4
Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah ITENAS
Sumber timbulan sampah di perguruan tinggi berasal dari aktivitas domestik, kegiatan
kantor, serta kegiatan penelitian di laboratorium. Untuk dapat mengambil peran sebagai
universitas yang berkelanjutan, maka perlu dijalankan dan diterapkannya prinsip-prinsip
greenmetric, yang salah satunya adalah adanya pengelolaan sampah yang terpadu
(Utama, Abariyanto, & Samudro, 2018). Pengelolaan sampah yang baik merupakan salah
satu elemen penting bagi perguruan tinggi untuk mendukung pembangunan berkelanjutan
(Ifegbesan, Ogunyemi, & Rampedi, 2017). Di sisi lain, tidak baiknya praktik pemilahan
sampah di tingkat universitas dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
kurangnya pengetahuan dan pemahaman warga kampus, serta kurangnya program
yang diterapkan oleh pihak kampus (Eskandari & Ghanbarzadeh, 2018).
Selanjutnya, pada tahun 2020 dilakukan kajian dengan judul “Perencanaan Pengembangan
Sistem Pengelolaan Sampah di ITENAS dalam Mendukung Program Green Campus” oleh
(Gumilar, 2020). Kajian tersebut memberikan gambaran menyeluruh tentang praktik
pengelolaan sampah di ITENAS, serta dilengkapi dengan upaya perbaikan selanjutnya.
Berikut ini akan diuraian simpulan terkait kondisi pengelolaan sampah di ITENAS
Sistem pengurangan timbulan sampah kertas dan plastik masih belum terkelola
dengan baik karena pengurangan timbulan sampah kertas hanya dilakukan oleh dosen
sedangkan mahasiswa dan pegawai atau karyawan belum terlibat dalam kegiatan
pengurangan sampah.
Sistem daur ulang belum dilakukan dengan maksimal disebabkan oleh mahasiswa
yang belum melakukan kegiatan daur ulang sedangkan dosen dan pegawai atau
karyawan sudah mengetahui kegiatan ini dari segi ilmu dan kebiasaan di tempat dosen
tersebut mengajar dan di lapangan.
Pengolahan sampah organik dan anorganik belum dilakukan secara maksimal yang
diakibatkan oleh dosen dan mahasiswa yang belum terlibat dalam kegiatan pengolahan
sampah organik dan anorganik sedangkan pegawai atau karyawan sudah
melaksanakan kegiatan pengolahan sampah organik dan anorganik
(Nugroho, Akmalah, & Ainun, 2018).
Timbulan Sampah
Pada tahun 2019, tercatat jumlah mahasiswa di ITENAS sebanyak 7.212 orang, jumlah
dosen sebanyak 246 orang, serta jumlah karyawan tetap dan kontrak sebanyak 237 orang.
Kegiatan/ aktivitas yang dilaksanakan di ITENAS adalah laboratorium, studio, perkuliahan,
lapangan, taman, administrasi, fasilitas umum (masjid, bank, perpustakaan), poliklinik,
student centre (SC), ruang bersama (GSG), kantin, jalan, parkir. Dari rincian tersebut,
diperoleh hasil populasi total ITENAS sebesar 77.600 m 2 dan 1.202,2 kg/hari. Sehingga
diperoleh satuan timbulan sampah ITENAS (q) sebesar 0,015 kg/m 2/hari (satuan berat) dan
0,242 liter/m2/hari (satuan volume). Serta total timbulan sampah ITENAS (Q) adalah sebesar
19.089,3 liter/hari atau sebanyak 1,2 ton/hari. Timbulan sampah yang dihasilkan di ITENAS
dominan sampah organik, seperti hasil proses alam (dedaunan dan ranting pohon) serta
sisa makanan.
Sistem Pengumpulan
Sistem pengumpulan sampah di ITENAS menggunakan pola individual tidak langsung, di
mana sampah dikumpulkan dari setiap sumber sampah yang ada (door to door), kemudian
dipindahkan ke TPS lalu diangkut ke TPA. Waktu pengumpulan sampah di Itenas dilakukan
dua kali pada saat perkuliahan berlangsung (Senin – Sabtu), yaitu di pagi hari sekitar pukul
06.00 WIB dan menjelang sore sekitar pukul 15.00 WIB. Ritasi pengumpulan sampah
dilakukan satu sampai dua kali, namun sifatnya tentatif, menyesuaikan dengan timbulan
sampah yang ada saat dilakukannya pengumpulan.
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, (Gumilar, 2020) memberikan usulan
perencanaan pengembangan sistem pengelolaan sampah dalam mendukung program
green campus yang diintegrasikan dengan penilaian UI Greenmetric dengan rincian sebagai
berikut:
Indikator WS 1 Recycling program for university waste
1. Pemilahan sampah: (1) organik; (2) dapat didaur ulang; dan (3) residu
2. Penyediaan wadah sampah terpilah untuk setiap kegiatan/ aktivitas di ITENAS.
3. Pengumpulan sampah:
- Direncanakan dilakukan dari sumber (berdasarkan wadah sampah terpilah) hingga
ke TPS ITENAS.
- Waktu pengumpulan dilakukan sebanyak 1-2 kali dengan menggunakan gerobak
yang memiliki sekat (sampah yang dikumpulkan dalam kondisi terpilah agar tidak
tercampur lagi).
Indikator WS 2 Program to reduce the use of paper and plastic in campus
Pengurangan penggunaan kertas:
1. Kebijakan pencetakan dua sisi
2. Melakukan pencetakkan saat diperlukan
3. Penggunaan kertas bekas (bagian belakang kertas yang masih kosong) untuk keperluan
lainnya.
4. Penggunaan media online untuk penyimpanan berkas materi yang dapat diakses oleh
dosen dan mahasiswa.
5. Menyediakan tempat khusus untuk tugas mahasiswa.
6. Memanfaatkan media email untuk pengiriman surat.
7. Melakukan daur ulang sampah kertas atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Apa yang telah diusulkan oleh (Gumilar, 2020) juga sejalan dengan hasil penelitian (Dewilda
& Julianto, 2019) bahwa timbulan sampah yang dihasilkan di universitas, memiliki potensi
daur ulang dari sampah organik, sampah kertas dan plastik. Selain itu, (Gumilar, 2020) juga
menyebutkan terdapat tiga hal utama yang perlu dilaksankan dalam pengembangan
penelitian, yaitu:
1. Melakukan pengukuran timbulan dan komposisi sampah ITENAS pada dua musim
(hujan dan kemarau).
2. Merencanakan pengadaan fasilitas bank sampah di ITENAS.
3. Melakukan penelitian mengenai perencanaan TPS 3R.
BAB 3 EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN TERKAIT PENGELOLAAN SAMPAH
1
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 20 ayat (2)
“Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat.”
2
Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Pasal 1
“Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban
Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan Pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat.”
Sebagai tempat lahirnya para intelektual dan ilmuwan, universitas diharapkan dapat
memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi di Indonesia, di mana salah satunya
adalah masalah sampah. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa dalam universitas sendiri juga
tidak luput dari permasalahan terkait pengelolaan sampah (Hariz, 2018). Civitas akademika,
melalui pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian
kepada Masyarakat) dapat berfungsi sebagai perancang, melalui ilmunya melakukan
identifikasi, observasi, analisis dampak, serta langkah penyelesaian terkait pengelolaan
sampah. Hal tersebut dilakukan berdasarkan konsep, serta teori-teori terbaru yang relevan
dengan kondisi yang dihadapi (Kamilah, 2019).
3
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Dalam peraturan ini dijelaskan tentang definisi sampah, sampah spesifik, penghasil sampah,
serta pengelolaan sampah, yaitu tertuang di dalam Pasal 1.
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat.
Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang
menghasilkan timbulan sampah.
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pada Pasal 2 dijelaskan definisi dari jenis sampah yang diatur dalam peraturan ini, yaitu:
Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak
termasuk tinja dan sampah spesifik.
Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana berasal dari Kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas
lainnya.
Sampah spesifik meliputi:
1. Sampah yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
2. Sampah yang mengandung limbah B3
3. Sampah yang timbul akibat bencana
4. Puing bongkaran bangunan
5. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah
6. Sampah yang timbul secara periodik
Berdasarkan uraian tersebut, sampah ITENAS tergolong sampah sejenis rumah tangga dan
sampah spesifik, yaitu sampah yang mengandung limbah B3.
Pasal 4 menjelaskan tentang tujuan dari pengelolaan sampah, yaitu untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber
daya.
Pasal 11, 12 dan 13 masing-masing menjelaskan tentang hak dan kewajiban, yaitu:
Setiap orang berhak:
a. Mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan
lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi
tanggung jawab untuk itu;
b. Berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan
pengawasan di bidang pengelolaan sampah;
c. Memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan
pengelolaan sampah;
d. Mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat
pemrosesan akhir sampah; dan
e. Memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik
dan berwawasan lingkungan.
Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan
lingkungan. Serta pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan
fasilitas pemilahan sampah. Sehingga, ITENAS memiliki kewajiban untuk mengurangi
dan menangani sampah dengan cara berwawasan lingkungan, serta wajib
menyediakan fasilitas pemilahan sampah.
Dalam peraturan ini juga disebutkan perihal larangan, sebagaimana tertuang dalam Pasal
29, yaitu:
Setiap orang dilarang:
a. Memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Mengimpor sampah;
c. Mencampur sampah dengan limbah B3;
d. Mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
e. Membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
f. Melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan
akhir; dan/atau
g. Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
4
Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Pasal 11 memberikan penjelasan tentang pengurangan sampah yang terdiri dari: (1)
pembatasan timbulan sampah; (2) pendauran ulang sampah; dan/atau (3) pemanfaatan
kembali sampah. Pengurangan sampah sendiri dilakukan dengan cara:
a. Menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, bahan yang dapat didaur ulang,
dan/atau bahan yang mudah diurai oleh proses alam; dan/atau
a. Mengumpulkan dan menyerahkan kembali sampah dari produk dan/atau kemasan yang
sudah digunakan.
PENGUMPULAN
Pengumpulan sampah dilakukan oleh:
a. Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan
khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya; dan
b. Pemerintah kabupaten/kota.
PENGANGKUTAN
Pengangkutan sampah dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
PENGOLAHAN
Pengolahan sampah meliputi kegiatan:
a. Pemadatan;
b. Pengomposan;
c. Daur ulang materi; dan/atau
d. Daur ulang energi.
PEMROSESAN
Pemrosesan akhir sampah dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Selain itu, dalam peraturan ini disebutkan terkait penelitian dan pengembangan teknologis,
serta peran serta masyarakat, masing-masing tercantum dalam Pasal 33 dan 35.
Pasal 33
Penelitian dan pengembangan teknologi sebagaimana dapat dilakukan dengan
mengikutsertakan:
a. Perguruan tinggi;
b. Lembaga penelitian dan pengembangan;
a. Badan usaha; dan/atau
c. Lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pengelolaan sampah.
Pasal 35
Peran serta masyarakat dapat berupa:
a. pemberian usul, pertimbangan, dan/atau saran kepada Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah dalam kegiatan pengelolaan sampah;
b. pemberian saran dan pendapat dalam perumusan kebijakan dan strategi pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga;
c. pelaksanaan kegiatan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga yang dilakukan secara mandiri dan/atau bermitra dengan pemerintah
kabupaten/kota; dan/atau
d. pemberian pendidikan dan pelatihan, kampanye, dan pendampingan oleh kelompok
masyarakat kepada anggota masyarakat dalam pengelolaan sampah untuk mengubah
perilaku anggota masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, maka ITENAS wajib melakukan pengurangan sampah meliputi:
(1) pembatasan timbulan sampah; (2) pendauran ulang sampah; dan/atau (3) pemanfaatan
kembali sampah. Sera melakukan penanganan sampah yaitu berupa: (1) pemilahan; (2)
pengumpulan; dan (3) pengolahan. Selanjutnya didukung dengan integrasi pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
5
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa sampah ITENAS tergolong sampah
sejenis rumah tangga dan sampah spesifik, yaitu sampah yang mengandung limbah B3.
Sehingga perlu juga dilakukan pengkajian terhadap peraturan terkait pengelolaan sampah
spesifik.
Pada Pasal 1, dijelaskan secara rinci terkait dengan definisi, yaitu:
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang
karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lain.
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Sampah yang mengandung B3 adalah sampah yang berasal dari rumah tangga dan
kawasan yang mengandung B3.
Sampah yang mengandung limbah B3 adalah sampah yang berasal dari rumah tangga
dan kawasan yang mengandung limbah B3.
Pasal 15 dan 16 yang menjelaskan tentang pemilahan dan pengumpulan sampah yang
mengandung B3, menunjukkan bahwa ITENAS sebagai penghasil sampah yang
mengandung B3 harus melakukan pemilahan dan pengumpulan, serta wajib menyediakan
TPSSS-B3 dan/atau alat pengumpul untuk sampah yang mengandung B3.
References
Bautista, Perla R. (2019), "Level of awareness and practices on solid waste management
(SWM) among college students", Journal of Biodiversity and Environmental Sciences
(JBES), Vol. 14 No. 1, pp. 131-138.
Cahyadi, F., Parlinggomon, Bona T., dan Kawuryan, D.A. 2021. Panduan Pelibatan Anak
Muda dalam Aksi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. International NGO Forum on
Indonesian Development.
Dewilda, Y., & Julianto. (2019). Kajian Timbulan, Komposisi, dan Potensi Daur Ulang
Sampah Sebagai Dasar Perencanaan Pengelolaan Sampah Kawasan Kampus Universitas
Putra Indonesia (UPI). Seminar Nasional Pembangunan Wilayah dan Kota Berkelanjutan.
Eskandari, V., Ghanbarzadeh Lak, M. (2018). Factors affecting the participation rate of
higher-education students in domestic solid waste segregation (case study: Nazloo Campus
of Urmia University). Environmental Sciences, 16(4), 93-112.
Ifegbesan, A.P., Ogunyemi, B. and Rampedi, I.T. (2017), "Students’ attitudes to solid waste
management in a Nigerian university: Implications for campus-based sustainability
education", International Journal of Sustainability in Higher Education, Vol. 18 No. 7, pp.
1244-1262. https://doi.org/10.1108/IJSHE-03-2016-0057
Lickona, T. (2013). "Educating for Character": Mendidik untuk Membentuk Karakter. Jakarta:
Bumi Aksara.
Liao, Chuanhui. and Li, Hui. (2019). "Environmental Education, Knowledge, and High School
Students’ Intention toward Separation of Solid Waste on Campus". International Journal of
Environmental Research and Public Health. pp. 1-15. doi:10.3390/ijerph16091659
Moore, T. J., & Asay, S. M. (2018). Family Resource Management. Los Angeles: SAGE
Publications, Inc.
Mukaromah, H. (2020). Strategi Menuju Kampus Berkelanjutan (Studi Kasus: Fakultas
Teknik, Universitas Sebelas Maret). JURNAL PENATAAN RUANG Vol. 15, No. 1, 30-35.
Murphy, J., & Gouldson, A. (2000). Environmental policy and industrial innovation:
integrating environment and economy through ecological modernisation. Geoforum, 31(1),
33-44.
Saputra, S., & Mulasari, S. A. (2017). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pengelolaan
Sampah pada Karyawan di Kampus. KESMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat Vo. 11 No. 1,
22-27.
Sari, M., Lestari, S. U., & Awal, R. (2018). PENINGKATAN KETERAMPILAN MAHASISWA
DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK UNTUK MEWUJUDKAN GREEN CAMPUS
DI UNIVERSITAS LANCANG KUNING. DINAMISIA - Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat Vol. 2, No. 2, 193-196.
Sheldrake, R. (2006). Morphic Fields. The Journal of New Paradigm Research Vol. 62, 31-
41.
Stern, P. C., Diets, T., Abel, T., Guagnano, G. A., & Kalof, L. (1999). A Value-Belief-Norm
Theory of Support for Social Movements: The Case of Environmentalism. Human Ecology
Review, 81-97.
Utama, Y.J., Abariyanto. and Samudro G. (2018). "Current practices of waste management
at Universitas Diponegoro campus, Indonesia", E3S Web of Conferences 48, 04002 IWGM
2018. Retrieved from: https://doi.org/10.1051/e3sconf/20184804002
Yuliandari, P., Suroso, E., & Anungputri, P. S. (2019). Studi Timbulan Dan Komposisi
Sampah Di Kampus Universitas Lampung. Journal of Tropical Upland Resources Vo. 01 No.
01, 121-127.