Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PENGETAHUAN LINGKUNGAN

“GREEN PRODUCTION(produksi bersih)”

Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Mubin,ST,MT

Anggota Kelompok

Oding Timur Orbansa (201710140311113)

Ahmad Fauzi Nurul Huda (201710140311130)

Ahmad Firdaus Alfafa (201710140311138)

Dara Indah Sabrina (201710140311141)

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
PRODUKSI BERSIH

1.1 Latar Belakang Minimalisasi Limbah


Banyaknya kasus pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
limbah industri dewasa ini telah mendorong terjadinya pergeseran
paradigma di dalam penanganan limbah industri tersebut. Pergeseran
paradigma yang dimaksud adalah perubahanend of pipe
treatment menjadi pollution prevention principle. Hal ini berarti
penanganan limbah dilakukan bukan setelah limbah tersebut terbentuk,
tetapi pengelolaannya diupayakan sedemikian rupa mulai daribahan baku
sampai akhir pemakaian produk agar dihasilkan limbah
seminimalmungkin. Upaya ini lebih bersifat proaktif dengan melibatkan
berbagai disiplin ilmu. Dengan menguasai paket teknologi minimisasi
limbah dan pemanfaatan ulang material berbahaya dalam limbah
(Panggabean, 2000).
Pengelolaan limbah pada dasarnya bertujuan untuk mengendalikan
pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan industri. Secara hirarki, upaya
pengelolaan limbah tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Pada gambar
tersebut terlihat upaya pengelolaan limbah yang pertama sekali
diupayakan adalah meminimisasi limbah dengan cara reduksi pada
sumbemya dan diikuti dengan pemanfaatan limbah baik di dalam pabrik
(on-site), maupun di luar pabrik (off-site) tersebut. Reduksi limbah pada
sumbernya adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi,
toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang akan menyebar di lingkungan,
secara preventif langsung pada sumber pencemar. Pemanfaatan limbah
adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat
bahaya yang menyebar di lingkungan, dengan cara memanfaatkannya
melalui cara penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), perolehan
kembali (recovery). Setelah upaya minimisasi limbah dilakukan dengan
maksimal, kemudian limbah yang terbentuk selanjutnya diolah dengan
memperhatikan baku mutu limbah yang berlaku. Setiap upaya pengolahan
limbah umumnya akan menghasilkan sisa akhir, misalnya lumpur (sludge).
Sisa akhir proses pengolahan limbah tersebut sebelum dibuang ke
lingkungan, harus diolah terlebih dahulu (Panggabean, 2000).

1.2 Tujuan Makalah


Adapun tujuan minimalisasi limbah adalah:
1. Mengetahui penyebab pencemaran lingkungan yang dihasilkan oleh
proses produksi
2. Mengetahui minimalisasi limbah pada produksi bersih
3. Mengetahui salah satu cara minimalisasi limbah adalah ekoefisiensi dari
dampak lingkungan dan ekonomi.
1.3 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari makalah “Minimalisasi Limbah” adalah:
1. Pengertian produksi bersih dan teknik pelaksanaannya.
2. Analisa neraca massa pada proses industri dalam meminimalisasi
limbah.
3. Hubungan ekoefisiensi dengan produksi bersih

2.1 Definisi Produksi Bersih


Konsep Cleaner Production dicetuskan oleh United Nation
Environmental Program (UNEP) pada bulan Mei 1989. UNEP
menyatakan bahwa Cleaner Production merupakan suatu strategi
pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan
secara kontinu pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan
eko-efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan.
Gambar 2.1 Teknik Produksi Bersih

2.2 Teknik Pelaksanaan Produksi Bersih


Ada beberapa teknik pelaksanaan produksi bersih adalah (Afmar, 1999):
1. Pengurangan pada Sumber
Pengurangan pada sumber merupakan pengurangan atau eliminasi
limbah pada sumbernya. Upaya ini meliputi:
a. Perubahan produk
Perancangan ulang produk, proses dan jasa yang dihasilkan sehingga
akan terjadiperubahan produk, proses dan jasa. Perubahan ini dapat
bersifatkomprehensif maupun radikal. Dapat dilakukan dengan tiga cara,
yaitu:
Ø Subsitusi produk
Ø Konservasi produk
Ø Perubahan komposisi produk

b. Perubahan Material Input


Perubahan material input dilaksanakan untuk mengurangi atau
menghilangkan bahan berbahaya dan beracun yang masuk atau digunakan
dalam proses produksi sehingga dapat menghindari terbentuknya limbah
B3 dalam proses produksi.

c. Volume Buangan Diperkecil


Ada dua macam cara yang dapat dilakukan, yaitu:
Ø Pemisahan
Pemisahan limbah dimaksudkan untuk memisahkan limbah yang
bersifat racun dan berbahaya dengan limbah yang tidak beracun.
Teknologi ini dipakai untuk mengurangi volume limbah dan menaikan
jumlah limbah yang dapat diolah kembali.
Ø Mengkonsentrasikan
Mengkonsentrasikan limbah pada umumnya untuk
menghilangkan sejumlah komponen. Dilakukan dengan pengolahan fisik,
misalnya pengendapan atau penyaringan. Komponen yang terpisah dapat
digunakan kembali.

d. Perubahan Teknologi
Perubahan teknologi mencakup modifikasi proses dan peralatan.
Tujuannya untuk mengurangi limbah dan emisi. Perubahan teknologi
dapat dilaksanakan mulai dari yang sederhana dalam waktu singkat
danbiaya yang murah sampai perubahan yang memerlukan investasi
tinggi. Pengeluaran biaya yang tinggi untukmemodifikasi peralatan akan
diimbangi dengan adanya penghematan bahan, kecepatan produksi dan
menurunnya biaya pengolahan limbah.
e. Penerapan Operasi yang Baik (good house keeping)
Praktek operasi yang baik (good house keeping) adalah salah satu
pilihanpengurangan pada sumber, mencakup tindakan prosedural,
administratif atau institusional yang dapat digunakan diperusahaan untuk
mengurangi terbentuknya limbah. Penerapan operasiini melibatkan unsur-
unsur:
Ø Pengawasan terhadap prosedur-prosedur operasi
Ø Loss prevention
Ø Praktek manajemen
Ø Segregasi limbah
Ø Perbaikan penanganan material
Ø Penjadwalan produk
Peningkatan good housekeeping umumnya dapat menurunkan
jumlahlimbah antara 20 sampai 30% denganbiaya yang rendah.
2. Daur Ulang
Daur ulang merupakan penggunaan kembali limbah dalam
berbagai bentuk, di antaranya:
a. Dikembalikan lagi ke proses semula
b. Bahan baku pengganti untuk proses produksi lain
c. Dipisahkan untuk diambil kembali bagian yang bermanfaat
d. Diolah kembali sebagai produk samping
Walaupun daur ulang limbah cenderungefektif dari segi biaya
dibanding pengolahanlimbah, ada hal yang harus diperhatikanyaitu bahwa
proses daur ulang limbah harusmempertimbangkan semua
upayapengurangan limbah pada sumber telahdilakukan.

2.3 Analisa Neraca Massa pada proses

Gambar 2 Neraca Massa dan Energy pada Proses


(Foelkel, 2008).
Analisa pada proses industri dapat dengan menganalisa neraca
massa dan energi dan juga utilitas yang bertujuan untuk menemukan
proses yang tidak efisien sehingga bisa diambil langkah yang dapat
meminimalkan kerugian.
Neraca massa yakni menerangkan jalannya bahan baku kedalam
proses produksi. Neraca massa ini bisa dianalisa secara keseluruhan area
proses namun bisa juga dianalisa dengan area yang lebih kecil yakni pada
suatu alat proses (sistem). Neraca massa ini berprinsip pada hukum
konservasi yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang memasuki sebuah
proses atau sistem keluarannya harus memiliki nilai yang sama seperti
awal. Bagaimanapun ada situasi dimana ada terjadi reaksi kimia yang
menyebabkan terjadinya peubahan berat, bentuk fisik dan volume. Hal
seperti ini juga harus dihitung. Makanya untuk neraca yang kompleks akan
lebih baik jika menyertakan orang yang memiliki kemampuan teknik
untuk menyelesaikan masalah neraca diatas. Neraca massa dan energi
dengan prinsip produksi bersih dengan orientasi terhadap lingkungan maka
perlu dilakukan observasi dari proses terhadap dampaknya pada
lingkungan. Sejak adanya pembentukan sisa dan adanya kehilangan massa
dari proses, maka neraca pantas untuk diidentifikasi dan menghitungnya
Kemudian neraca massa dan energi memiliki tujuan sebagai
berikut :
Ø Untuk mengidentifikasi jalannya proses terhadap bahan baku didalam
pabrik, yang memperhitungkan akumulasi, penyimpanan, perubahan dan
kerugian ( losses)
Ø Untuk mengidentifikasi sisa serta polusi yang muncul dalam proses
Ø Untuk mengetahui perhitungan utama dari proses
Ø Untuk menghitung kerugian serta emisi
Ø Untuk mengeditifikasi proses yang tidak efisien
Ø Untuk menentukan nilai dari kerugian dan limbah
Ø Untuk memberikan cara peralakuan untuk meminimasi limbah dan
ketidak efisienan
Pengertian dibawah ini dibutuhkan untuk menerapkan neraca massa dan
energi :
Ø Bagian mana dari proses atau tahap yang ingin dimonitor?
Ø Parameter apa yang ingin dihitung
Ø Apa unit kontrolnya (system)
Ø Aliran inlet dan outlet mana yang masuk dan keluar dari system
Ø Yang mana yang diidentifikasi, penyimpanan sementara atau akhir
Ø Berapa periode evaluasi
Ø Tahap penting yang mana diidentifikasi serta kunci dari operasi (key
operations)
Ø Variabel apa yang ditemukan yang saling bersangkutan
Kemudian laju alir dasar harus digambarkan, yang menerangkan
aliran inlet dan outlet serta penyimpanan, akumulasi dan perubahan kimia
( chemical transformation). Untuk melakukan semua ini pengukuran yang
dapat diandalkan atau data yang mungkin dibutuhkan, biasanya tidak
tersedia di pabrik, seperti suhu, tekanan, laju alir, konsentrasi, ketetapan,
level penyimpanan, dll. Jika memungkinkan lembar kerja excel harus
dikembangkan untuk mengubah neraca ini menjadi alat optimasi untuk
operator. Setelah neraca siap pada beberapa tahap-tahap terakhir adalah
menginterpretasikan apa yang dihasilkan, dengan maksud agar
memungkinkan untuk menghitung beberapa perhitungan efisiensi, yield
dan kualitas dari operasi. Penentuan ini mungkin dihubungkan dengan
biaya, yang memfasilitasi pembuat keputusan dalam kasus ini dimana
investasi tentulah dibutuhkan (Foelkel, 2008).

2.4 Langkah-Langkah Produksi Bersih pada Bagian Proses


Langkah dibawah ini berdasarkan dari teknik-teknik dari produksi bersih
yakni house keepingdan substitusi bahan baku sekunder:
Ø Perbanyak isolasi untuk pipa aliran steam dan alat proses yang
menghasilkan panas agar tidak terjadi heat loss
Ø Carilah cara agar panas yang ingin dibuang /dilepas dari suatu proses
bisa dimanfaatkan untuk pemanfaatan proses lain (heat recovery) sehingga
dapat menekan biaya bahan bakar untuk pemanasan. Misalnya panas dari
reaksi eksoterm dalam sebuah reactor dimanfaatkan untuk memproduksi
steam.
Ø Gunakan juga energy alternative yang bisa dimanfaatkan untuk bisa
di supply ke proses seperti pemanfaatan energy matahari, biogas dari
limbah organic, dan briket dari limbah padat.
Ø Gunakan bahan bakar yang memiliki efek rumah kaca yan terkecil

2.5 Ekoefisiensi dan Produksi Bersih


Menurut Kamus Lingkungan Hidup dari Kementerian Lingkungan
Hidup Republik Indonesia, ekoefisiensi didefinisikan sebagai suatu konsep
efisiensi yang memasukkan aspek sumber daya alam dan energi atau suatu
proses produksi yang meminimumkan penggunaan bahan baku, air dan
energi serta dampak lingkungan per unit produk. Produksi bersih menurut
UNEP (2003) merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif dan terpadu, sehingga perlu diterapkan secara terus
menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan untuk
mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan.
Ekoefisiensi dan produksi bersih mempunyai konsep yang sama.
Keduanya seperti dua sisi mata uang yaitu berbeda pola pandangnya,
namun ditilik dari metoda outputnya hampir serupa. Perbedaan yang jelas
diantara keduanya adalah ekoefisiensi bermula dari isu efisiensi ekonomi
yang punya manfaat lingkungan positif, sedangkan produksi bersih
bermula dari isu-isu efisiensi lingkungan yang punya manfaat ekonomi
positif.
Tujuan ekoefisiensi adalah untuk mengurangi dampak
lingkungan per unit yang diproduksi dan dikonsumsi. Dengan mengurangi
sumber daya diperlukan bagi terbentuknya produk serta pelayanan yang
lebih baik maka bisnis dapat mencapai keuntungan karena mempunyai
daya saing. Produksi bersih bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan
terbentuknya limbah atau bahan pencemar lingkungan di seluruh tahapan
produksi. Upaya-upaya dilakukan untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh tahapan
produksi.Penerapan produksi bersih dapat melindungi sumberdaya alam
dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Ekoefisiensi menjamin keberlanjutan ketersediaan sumber daya
alam (materi dan energi). Di dalam industri konsep ini dapat
diimplementasikan melalui penghematan (efisiensi) penggunaan bahan
baku, energi dan air, minimalisasi kecelakaan kerja serta minimalisasi
limbah.
Ekoefisiensi dapat dicapai dengan cara penyediaan barang -barang
dengan hargayang cukup kompetitif dan jasa yang memuaskan kebutuhan
manusia, dan membawa hidup menjadi lebih berkualitas, sementara secara
progresif mengurangi dampak ekologi dan intensitas sumberdaya di
seluruh siklus hidup pada tingkatan dimana paling tidak sama dengan
kapasitas daya dukung bumi (WBCSD, 2000).World Business Council for
Sustainable Development mengusulkan 7 fokus generik perbaikan sesuai
ekoefisiensi (WBCSD, 2000) :
1. Mengurangi intensitas material
2. Mengurangi intensitas energi
3. Mengurangi penyebaran substansi beracun
4. Meningkatkan kemampu daur-ulangan
5. Memaksimalkan penggunaan bahan terbaharui
6. Meningkatkan masa hidup produk
7. Meningkatkan intensitas jasa

2.6 Prinsip Ekoefisiensi dan Produksi Bersih


Produksi bersih (cleaner production) dan ekoefisiensi berhubungan
erat. Produksi bersih dipandang sebagai suatu mekanisme memperbaiki
keluaran lingkungan, yang mana juga berakibat pada manfaat finansial.
Ekoefisiensi berfokus lebih dekat pada perbaikan keluaran bisnis, melalui
penggunaan manajemen lingkungan yang diperbaiki dan efisiensi
sumberdaya.
Ekoefisiensi dan produksi bersih melibatkan upaya-upaya untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan bahan dan energi yang efisien di
seluruh tahapan produksi akan mencegah dan meminimalkan terbentuknya
limbah di seluruh tahapan produksi. Prinsip atau konsep ini akan
melindungi sumberdaya alam dan dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih
(ekoefisiensi) menurut Kementerian Lingkungan Hidup dituangkan dalam
5R (rethink, reuse,reduce, recovery, recycle).
Prinsip ekoefisiensi ditekankan pada strategi utama yaitu upaya
pencegahan dan pengurangan (elimination, reduce), tetapi apabila masih
menimbulkan limbah, maka dilakukan strategi pengelolaan limbah yaitu
pakai ulang (reuse), daur ulang (recycle) dan pungut ulang (recovery).

2.7 Perangkat Ekoefisiensi


Terdapat 3 (tiga) perangkat eko-efisiensi menurut GTZ-Pro LH (2007),
meliputi :
1. Good Housekeeping/GHK (Tata kelola yang apik)
Pengelolaan internal yang baik (good housekeeping) berkaitan dengan
sejumlah langkah praktis berdasarkan akal sehat yang dapat segera diambil
oleh badan usaha dan atas inisiatif mereka sendiri untuk meningkatkan
operasi mereka, dan menyempurnakan prosedur organisasional dan
keselamatan tempat kerja dengan memperhatikan kebersihan, keapikan
lingkungan kerja dan kinerja proses produksi. Dengan demikian ini
merupakan sarana manajemen untuk pengelolaan biaya, pengelolaan
lingkungan hidup dan perubahan organisasional. Bilamana kesemua
bidang ini cukup dipertimbangkan, “tiga kemenangan” (ekonomi,
lingkungan, organisasi) dapat dicapai dan keberhasilan proses perbaikan
secara kontinyu dalam perusahaan dapat terwujud (GTZ-P3U, 2000).
Praktek good housekeeping mencakup tindakan prosedural,
administratif atau institusional yang dapat digunakan di perusahaan untuk
meminimalisasi penggunaan bahan baku, energi, air dan meminimalisasi
serta mendaur ulang limbah yang dapat mengurangi biaya dan ongkos
produksi. Good housekeeping dapat dilaksanakan dengan cara
memperhatikan tata cara penyimpanan, penanganan dan pengangkutan
bahan yang baik, pencegahan kebocoran dan ceceran, dan sebagainya.
Penerapan operasi ini meliputi kegiatan : pengawasan terhadap, prosedur-
prosedur operasi, perbaikan penanganan material, segregasi limbah,
penjadwalan produk, praktek manajemen dan pemeliharaan preventif.
2. Environment Oriented Cost Management/EoCM (Manajemen Biaya
Berorientasi Lingkungan)
Manajemen Biaya Berorientasi Lingkungan bertujuan
untukmemberikan informasi dalam pengambilan keputusan untuk
perbaikankinerja lingkungan, ekonomi dan organisasional. Perhitungan
ekonomi dilakukan terhadap setiap langkah proses yang melibatkan
materi, energi, tenaga kerja dan peralatan. Pada setiap langkah proses,
biaya produksi dan besarnya keluaran bukan produk (KBP) dihitung dalam
kurun waktu 1 tahun. Dari hasil perhitungan tersebut akan teridentifikasi
langkah proses yang mempunyai nilai KBP dan menyebabkan dampak
lingkungan yang tinggi.
Pendekatan Manajemen Biaya Berorientasi Lingkungan secara
garis besar dilakukan dalam enam tahap:
a. Mengidentifikasi langkah proses yang mempunyai KBP dan
dampaklingkungan yang dominan
b. Menganalisa pengaruh terkait dengan biaya resiko dan bahaya
dampaklingkungan
c. Menganalisa sebab timbulnya KBP
d. Mengembangkan upaya- upaya alternatif untuk meminimumkan KBP
e. Melaksanakan rencana aksi yang dipilih
f. Mengintegrasikannya dalam struktur di perusahaan.
3. Chemical Management/CM (Pengelolaan Bahan Kimia)
Pengelolaan bahan kimia merupakan upaya perbaikan
pengelolaanbahan kimia agar dapat diperoleh penghematan biaya,
mengurangi dampak lingkungan, meningkatkan keselamatan dan
kesehatan kerja, danmeningkatkan daya saing. Pendekatan pengelolaan
bahan kimia dilakukan dengan dua tahap, yaitu :

a. Mengenali daerah rawan (hot spot)


Pada tahap ini dilakukan identifikasi kehilangan bahan kimia dan
bahaya bahan kimia bagi karyawan dan lingkungan, untuk selanjutnya
dilakukan penanganan terhadap permasalahan tersebut. Dalam Chemical
Management, dikenal 4 (empat) prinsip dasar penanganan bahan kimia,
yaitu: Eliminasi bahaya (dengan tidak menggunakan bahan kimia
berbahaya atau dengan menggantinya dengan bahan yang bahayanya lebih
rendah), Beri jarak/ penghalang antara bahan kimia dengan pekerja,
Sediakan ventilasi, Perlindungan pekerja dengan alat pelindung diri
(APD).
b. Inventarisasi bahan kimia
Pada tahap ini, dilakukan identifikasi menyeluruh terhadap
bahankimia yang disimpan dan digunakan serta membentuk informasi
terstrukturuntuk mengidentifikasi dan melakukan upaya peningkatan
secaraberkesinambungan. Kesuksesan penerapan eko-efisiensi pada
perusahaansangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1) Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan mutlak diperlukan dalam penerapan
ekoefisiensi karena merupakan awal dari adanya perubahan. Pengambilan
keputusan merupakan hak penuh dari pemilik perusahaan, dan jika
diperlukan dibantu dengan konsultan. Keputusan yang diambil disesuaikan
dengan besarnya skala prioritas suatu rencana aksi dan kemampuan
finansial perusahaan.
2) Motivasi
Motivasi untuk terus melaksanakan perbaikan perlu dimiliki oleh
perusahaan dan didukung oleh seluruh karyawan. Sehingga penerapan
eko-efisiensi tidak dirasakan sebagai beban, namun sebagai suatu
kebutuhan.
3) Komitmen
Perusahaan dan seluruh karyawan harus memiliki komitmen
yang besar dalam mensukseskan suatu perubahan yang disepakati. Rasa
memiliki karyawan terhadap perusahaan membantu menumbuhkan
komitmen dalam melakukan perbaikan.
4) Kebiasaan
Perubahan-perubahan yang telah disepakati sebelumnya, perlu dijadikan
suatu kebiasaan bagi karyawan. Pihak manajemen puncak perlu
melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penerapan ekoefisiensi
secara berkala untuk menjamin karyawan melakukan perubahan itu
sebagai suatu kebiasaan
5) Hubungan top management dengan karyawan
Kebersamaan antara pihak manajemen perusahaan dengan seluruh
karyawan sangat diperlukan dalam menerapkan suatu perubahan. Rasa
kebersamaan dan komunikasi yang intensif antara kedua belah pihak akan
memudahkan dalam penyampaian masukan dan kritik terhadap perubahan,
sehingga bisa diambil tindakan yang lebih tepat. Tentunya, hasil dari
penerapan eko-efisiensi tidak hanya dinikmati oleh perusahaan, namun
juga oleh karyawan dan masyarakat, baik dari segi finansial, lingkungan
dan organisasional.

2.8 Non Product Output (NPO/KBP)


Keluaran bukan produk (KBP) atau Non Product Output
(NPO) didefinisikan sebagai seluruh materi, energi dan air yang digunakan
dalam prosesproduksi namun tidak terkandung dalam produk akhir (GTZ-
ProLH, 2007).Total biaya keluaran bukan produk merupakan penjumlahan
biaya KBP dari input, Biaya KBP dari proses produksi dan biaya KBP dari
output. Secara umum,total biaya KBP berkisar antara 10% - 30% dari total
biaya produksi. 2. 1.
1. Bentuk keluaran bukan produk dapat diidentifikasi sebagai
berikut :
a. Bahan baku yang kurang berkualitas
b. Barang jadi yang ditolak atau di luar spesifikasi produk yang
ditentukan(semua tipe)
c. Pemrosesan kembali (reprocessing)
d. Limbah padat (beracun/ tidak beracun)
e. Limbah cair (jumlah dari kontaminan, keseluruhan air yang tidak
terkandung
dalam produk final)
f. Energi yang tidak terkandung dalam produk akhir (seperti uap, listrik,
oli,
diesel, dan lain- lain)
g. Emisi (termasuk kebisingan dan bau)
h. Kehilangan dalam penyimpanan
i. Kerugian pada saat penanganan dan transportasi (internal maupun
eksternal)
j. Pengemasan barang
k. Klaim pelanggan dan trade returns
2. Kerugian karena kurangnya perawatan
Kerugian karena permasalahan kesehatan dan lingkungan. Dalam
perhitungan Keluaran bukan produk (KBP) terdapat beberapa catatan
yaitu:
a. Lebih baik perkiraan secara kasar yang benar daripada dihitung teliti
namun salah
b. Memikirkan apa yang akan direduksi, bila KBP dikurangi
c. Ada kemungkinan- kemungkinan berbeda dalam mengalokasikan biaya
KBP
d. Menghindari perhitungan ganda
e. Tidak perlu berlebihan dalam memperkirakan penghematan.
Dengan menganalisa masukan dan keluaran proses produksi
secara terperinci, perusahaan mempunyai kesempatan untuk melihat lebih
dekat terhadap proses produksi dan mengidentifikasi peluang lebih lanjut
guna mengurangi biaya produksi dan meningkatkan produktivitas. Konsep
keluaran bukan produk (KBP)dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Konsep Keluaran Bukan Produk (KBP)


(Sumber : Eimer dalam Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2007)
Latar belakang dan alasan perlunya implementasi Produksi Bersih Di
Indonesia

Indonesia merupakan negara berkembang dengan kegiatan


ekonomi yang terus meningkat, hal ini bisa dilihat dari jumlah industri
yang ada di Indonesia yang terus bertambah. Menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS) pada tahun 2001, jumlah perusahaan industri dari berbagai
sub sektor mencapai 21.396, kemudian pada tahun 2009 diperkirakan
meningkat menjadi 25.077 unit perusahaan. Dengan kemajuan industri
tersebut, salah satu dampak yang dapat dirasakan saat ini adalah makin
meningkatnya pencemaran akibat kegiatan industri. Namun demikian
sumber pencemaran tidak hanya berasal dari sektor formal seperti industri,
tetapi bisa juga dari sektor non formal, yang justru dari sisi
pengelolaannya lebih sulit karena tidak ada mekanisme pemantauan dan
pengelolaan efektif untuk diterapkan, karena menyangkut pola hidup dari
masyarakat, misalnya sub sektor rumah tangga, pertanian dan transportasi.

UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa setiap warga negara


berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain itu juga
dinyatakan bahwa pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan
harus menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan, dengan memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan
ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup, serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu
hidup generasi masa kini dan masa depan. Pembangunan yang
berkelanjutan dapat dilakukan dengan mendorong implementasi dari
semua tahapan kegiatan yang bertujuan meningkatkan efisiensi energi, air
dan bahan baku, serta meminimalisasi limbah yang dihasilkan dan
teremisikannya kontaminan ke media alam, dengan demikian produk
ataupun jasa yang dihasilkan dapat menjaga kualitas lingkungan
sebagaimana yang diperlukan masyarakat. Saat ini sumber daya alam di
Indonesia makin berkurang karena pemanfaatan yang kurang bijak, oleh
karena itu perlu dilakukan program penghematan sumber daya, baik
sumber daya alam dan energi, terbarukan dan tidak terbarukan.
Dalam suatu kegiatan industri dihasilkan limbah produksi yang
berupa limbah cair, padat maupun limbah dalam bentuk uap atau gas yang
teremisikan ke udara. Selain itu juga untuk menghasilkan output berupa
produk diperlukan input yang berupa bahan baku, bahan pendorong
maupun sumber daya. Sumber daya yang digunakan bisa berupa air,
panas, atau listrik.
Jumlah limbah yang dihasilkan juga tergantung dari jumlah
produksi yang dihasilkan, misalnya untuk industri ikan dan makanan laut,
limbah cair yang dihasilkan bisa mencapai 79 m 3 sampai 500 m3 per hari,
sedangkan untuk industri pengolahan crumb rubber, limbah air yang
dihasilkan antara 100 – 200- m3 per hari.
Limbah padat bisa berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal
dari sisa pengolahan. Jenis limbah ini ada yang bisa didaur ulang dan ada
yang tidak bisa dimanfaatkan lagi. Untuk limbah padat yang sudah tidak
punya nilai ekonomi, harus dikelola dengan baik, dan tentunya
memerlukan perlakuan khusus, misalnya ditimbun pada suatu tempat,
diolah kembali kemudian dibakar atau dibuang. Namun tidak semua
limbah padat dapat diperlakukan seperti itu, karena ada limbah padat yang
tidak mudah terbakar dan juga tidak mudah busuk. Selain itu ada juga
limbah yang bersifat radioaktif. Di Indonesia, komposisi limbah berubah
secara gradual sepanjang waktu. Pada tahun 2001, komposisi limbah padat
berupa sampah 65%, rubbish 13% dan plastik 11%. Pada tahun 2007,
sampah menurun hingga 50% dan bahan plastik meningkat 15%. Rata-rata
harian produksi limbah padat di sepuluh kota besar di Indonesia pada
tahun 2007 adalah Jakarta 28.196,7 m3, Surabaya 9.560 m, Bandung 7.500
m3, Medan 4.985 m3, Makassar 3.661,8m3, Palembang 5.100 m3,
Semarang 4.500 m3, Tangerang 3.367 m3, Bekasi 2.790 m3, dan Depok
3.764 m3. Diperkirakan bahwa total produksi limbah padat di 170 kota
dan kabupaten di Indonesia pada tahun 2007 mencapai angka
45.764.364,30 m3 per tahun atau setara dengan 11.441.091,08 ton per
tahun. Potensi gas Metana (CH4) yang diproduksi dari total produksi
limbah padat sebesar 517.366.138,15 Gg per tahun atau setara dengan
517.366,14 ton per tahun. Kurang lebih 41% limbah padat diangkut dan
dibuat ke lokasi pembuangan akhir. Sekitar 36% limbah padat
diperlakukan dengan pembakaran, sedangkan 8% ditimbun, dan 1% didaur
ulang dan diperlakukan sebagai kompos, dan 14% dibuang dimana saja,
seperti sungai, lahan terbuka, jalanan, dll. Berdasarkan data yang diperoleh
program Adipura Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2007, hampir
semua kota yang disurvey menggunakan metodeopen dumping untuk
perlakuan akhir limbah padat (99,7%).
Zat pencemar yang teremisikan ke udara bisa berupa partikel
maupun gas. Gas-gas yang dapat menjadi pencemar antara lain SO2, NOx,
CO, CO2, hidrokarbon, asap pembakaram, asbes, semen, uap air dll.
Pencemaran yang ditimbulkan tergantung jenis limbah, volume dan
lamanya berada di udara. Jangkauannya juga luas karena faktor cuaca dan
iklim juga turut berperan, dan akibatnya dapat terjadi deposisi asam.
Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah jenis limbah yang
harus mendapat perhatian ekstra dalam pengelolaannya. Kandungan kimia
yang berbahaya yang terdapat didalam limbah tersebut berpotensi
memberikan dampak merugikan bagi masyarakat, misalnya dapat
menyebabkan kanker ataupun penyakit berbahaya lain. Di Indonesia,
volume limbah berbahaya dan beracun pada tahun 2007 sebesar
3.023.585,37 ton, terutama mengandung fuel sludge, coal ashes, treatment
sludge, steel slug, copper slag,oli bekas, waste water rags, sludge
scale dan baterai bekas. Hanya sekitar 10% dari limbah yang sudah
dikelola sebesar 31.910.935 ton pada tahun 2007. Jumlah 2.464.780.543
ton limbah sudah dikelola melalui program 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Namun, sejumlah besar limbah berbahaya dan beracun tidak dikelola
dengan semestinya. Limbah tersebut dibuang ke badan sungai atau lahan
terbuka (167.559.573.715 ton). Industri pertambangan adalah salah satu
yang memberikan kontribusi sangat besar limbah berbahaya dan beracun
di Indonesia. Pada tahun 2007, industri pertambangan menghasilkan
limbah berbahaya dan beracun berupa fuel sludge dengan jumlah 329,13
ton, aki bekas 183,6 ton, material terkontaminasi minyak 914,02 ton, dan
oli bekas 19.471.604,5 liter. Banyak limbah yang diproduksi oleh sektor
pertambangan, energi, dan minyak yang berada di Jawa dan Sumatera.
Transportasi, terutama di kota besar merupakan salah satu sub
sektor yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pencemaran udara,
karena kandungan gas yang diemisikan dari kendaraan baik pesawat udara,
kapal laut, kereta api maupun kendaraan bermotor. Kontribusi gas buang
kendaraan bermotor di kota besar mencapai 6-70%, sementara kontribusi
gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar antara 10-15%.
Selain menjadi sumber pencemar udara, sektor transportasi juga
mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam
berupa bahan bakar fosil, bahan bakar inilah yang menjadi penyebab gas
buang yang teremisi ke udara karena mengeluarkan senyawa seperti CO,
TSP, NOx, SOx, dll.
Salah satu strategi merealisasikan pembangunan berkelanjutan
seperti yang disampaikan di atas adalah melalui pengembangan dan
menerapkan prinsip-prinsip Produksi Bersih.

Komitmen dan Kebijakan Nasional Terkait Dengan Penerapan Produksi


Bersih Di Indonesia
Untuk mewujudkan target pengurangan emisi limbah di Indonesia,
Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan berbagai kebijakan dan
peraturan yang mewajibkan setiap kegiatan usaha melakukan upaya
pencegahan dan pengelolaan limbahnya, antara lain:
 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
 PP No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
 Permenlh No. 31 Tahun 2009 Tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan, Ekolabel, Produksi
Bersih, dan Teknologi Berwawasan Lingkungan di Daerah
 Permenlh No. 35 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Halon
 Permenlh No. 23 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pencegahan
Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Pertambangan
Emas Rakyat
 Permenlh No. 2 Tahun 2008 Tentang Pemanfaatan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
 Kepmenlh No.111 Tahun 2003 Tentang Pedoman Mengenai Syarat dan
Tata Cara Perijinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke
Air/Atau Sumber Air
· Berbagai peraturan yang mengatur nilai ambang batas atau baku mutu
pencemaran yang menjadi acuan bagi para pelaku usaha untuk mengelola
limbah yang dihasilkannya.
Produksi bersih merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya
limbah yang dikembangkan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(BAPEDAL) mulai tahun 1993. Pada tahun 1995, Pemerintah Indonesia telah
mencanangkan Komitmen Nasional Penerapan Produksi Bersih, dan sampai
saat ini penerapan produksi bersih sudah dilakukan di beberapa kegiatan,
seperti tekstil, penyamakan kulit, kelapa sawit,electroplating, karet, tapioka,
gula, perhotelan dan perkotaan.
Dalam upaya meningkatkan penerapan Produksi Bersih di tingkat
nasional, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam
rencana jangka menengah dan jangka panjang, sebagai berikut:
1. Melibatkan dan mengikutsertakan seluruh pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pengembangan Produksi Bersih untuk
mengharmonisasikan setiap persepsi dan pendekatan pelaksanaan produksi
bersih dengan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan selama ini.
Harmonisasi ini harus mendorong perubahan pola konsumsi dan produksi
yang berkelanjutan dimana pelaksanaannya harus secara terus menerus
sesuai dengan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi.
2. Meningkatkan pemahaman konsep Produksi Bersih agar dapat
diimplementasikan oleh seluruh pihak yang berkepentingan baik secara
individu, kelompok maupun institusi sehingga dapat merancang suatu
mekanisme kontrol peraturan yang saling menguntungkan (win-win
solution).
3. Pemerintah menyediakan dukungan sarana dan prasarana baik fisik
(pilot project, tenaga ahli, informasi, dll) maupun nonfisik (peraturan,
kebijakan, dll) untuk mengimplementasikan dan mengembangkan
Produksi Bersih untuk mencapai konsensus nasional dalam mecari solusi
terbaik bagi penaatan dan penangan masalah-masalah lingkungan hidup.
4. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dan Peranserta
masyarakat di tingkat sektoral dan daerah.
5. Melaksanakan Program Produksi Bersih secara holistik,
komprehensif, terintegrasi dan berkesinambungan dalam upaya
pengelolaan lingkungan sehingga berjalan sinergis dengan aspek ekonomi
dan sosial.
6. Mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk menghasilkan
dan menggunakan produk-produk dan jasa-jasa yang ramah lingkungan
(green producers and consumers).
Untuk mendorong penerapan produksi bersih dalam upaya mewujudukan
pembangunan yang berkelanjutan, ada beberapa strategi yang
dilaksanakan, yaitu :
1. Mensosialisasikan dan mempromosikan konsep Produksi Bersih
kepada stakeholders;
2. Menerapkan analisis daur hidup produk pada semua sektor;
3. Memfasilitasi kemitraan dalam penerapan produksi bersih diantara
stakeholders;
4. Meningkatkan kerjasama dengan berpartisipasi aktif dalam setiap
kegiatan produksi bersih
5. baik di forum nasional maupun internasional;
6. Meningkatkan pertukaran informasi dan mengembangkan jejaring
kerja dengan seluruh stakeholders;
7. Menyelenggarakan pelatihan, seminar, lokakarya yang
berhubungan dengan Produksi Bersih;
8. Mengkaji, mengembangkan dan menerapkan Produksi Bersih
secara terus menerus melalui koordinasi, komunikasi,
benchmarking, edukasi dan diseminasi informasi pada seluruh
aktivitas di semua sektor serta sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
9. Menciptakan program bersama yang melibatkan seluruh
stakeholders dalam rangka penerapan Produksi Bersih.
10. Untuk mendorong implementasi dari produksi bersih di semua
sektor kegiatan, Kementerian Lingkungan Hidup sudah
membentuk Pusat Produksi Bersih Nasional (PPBN), dengan
fungsi sebagai berikut :
1. Menampung semua informasi mengenai Produksi Bersih, dari sisi
kebijakan, pelaksanaan, status kemajuan, penerapan PB di industri,
yang bertujuan untuk transfer teknologi bersih Menjadi akses
bagi para industri yang ingin mengaplikasikan PB dan pihak-pihak
lain yang akan melakukan kajian PB
2. Menjadi media untuk tukar informasi dan dialog kebijakan
penerapan PB
3. Mendorong dan memotivasi seluruh sektor industri untuk
mengaplikasikan PB sehingga dapat menjadi wadah untuk
menyamakan persepsi antara pemerintah, industri, akademisi,
Ornop, dll dalam melakukan pengelolaan lingkungan
4. Menjadi salah satu wadah pemberian insentif bagi industri-industri
yang telah menerapkan PB dan benchmarking
5. Menjadi sarana untuk pelatihan
6. Menjadi katalisator pertumbuhan lembaga-lembaga jasa PB
Adanya PPBN diharapkan tercipta suatu sistem kerja untuk
mekanisme PB antar unit/sektor yang terkoordinasi, terintegrasi dan
sinergis. Secara sektoral, kebijakan pencegahan pencemaran melalui
produksi bersih juga telah dikembangkan, yaitu :
1. Kementerian Lingkungan Hidup
 Penyusunan Pedoman Teknis Penerapan Produksi Bersih untuk industri
tekstil, kulit, kelapa sawit, electroplating, karet, tapioka, gula, hotel dan
perkotaan
 Penyusunan Pedoman Teknis Penerapan Produksi Bersih melalui
Chemical Management dan Good House Keeping
 Implementasi Produksi Bersih melalui pilot project pada industri tekstil,
kelapa sawit, kulit dan lingkungan industri kecil
 Implementasi Produksi Bersih melalui konsultasi dan bimbingan teknis
pada kurang lebih 500 industri, antara lain: automotive, agrobisnis,
electroplating, tekstil, kulit, karet, CPO, gula, dll.
 Pelatihan Produksi Bersih, Good House Keeping, Chemical Management,
Life Cycle Analysis

2. Departemen Pertanian
 Mengembangkan penggunaan pupuk organik pada on-farm dan off-farm
 Mengurangi pemakaian pupuk kimia dan pestisida
 Mencanangkan "Go Organic 2010"

3. Departemen Perhubungan
 Mendorong penggunaan bensin tanpa timbal
 Meningkatkan pengujian tipe maupun berkala kendaraan
bermotorMendorong penggunaan bahan bakar alternatif untuk kendaraan
bermotor seperti: BBG, elpiji dan biodesel
 Mengadopsi standar Eropa untuk pengujian emisi secara bertahap
 Mengajukan usulan pengurangan bea masuk atau pajak bagi kendaraan
yang ramah lingkungan
 Menerapkan penggunaan angkutan massal

4. Departemen Energi Sumber Daya Mineral


 Mempersyaratkan penerapan Produksi Bersih pada setiap kontrak karya di
bidang pertambangan
 Mempromosikan pengembangan pertambangan ramah lingkungan
 Meminimisasi kerusakan bentang alam dan pemulihan perubahan bentang
alam agar lebih bermanfaat

5. Departemen Perindustrian dan Perdagangan


 Mengharmonisasikan Produksi Bersih pada peraturan dibidang
perindustrian dan perdagangan
 Mengupayakan substitusi pemakaian bahan kimia yang bersifat berbahaya
dan beracun
 Pemberian insentif berupa penghargaan bagi industri-industri yang telah
menerapkan Produksi Bersih
 Mengembangkan proses produksi ramah lingkungan
6. Kementerian Pariwisata
 Meningkatkan effisiensi pada fasilitas-fasilitas wisata
 Mengembangkan konsep wisata-lingkungan (eco-tourism)
 Meningkatkan penghematan pemakaian air, bahan-bahan pembersih,
listrik dan utilitas lainnya pada fasilitas-fasilitas wisata

Insentif dan Kendala Dalam Implementasi Pencegahan Pencemaran


Melalui ProduksiBersih

Insentif merupakan salah satu perangkat untuk mendorong keberhasilan


suatu program. Kementerian Lingkungan Hidup telah mengembangkan
instrumen ekonomi yang bertujuan menurunkan tingkat
pencemaran/kerusakan melalui insentif (disinsentif) ekonomi kepada pelaku
pencemaran/kerusakan. Instrumen ekonomi yang dapat menjadi insentif bagi
pelaku usaha yang akan menerapkan produksi bersih dalam kegiatan usahanya
adalah :
a) Pinjaman Lunak Lingkungan
 Pollution Abatement Equipment - Japan Bank International Cooperation
(PAE-JBIC)
 Industrial Efficiency and Pollution Control-Kreditanstalt fur
Wiederaufbau (IEPC-KfW) Tahap I
 Industrial Efficiency and Pollution Control-Kreditanstalt fur
Wiederaufbau (IEPC-KfW) Tahap II
 Pembiayaan investasi lingkungan bagi UMK (Skema DNS)
b) Program Perlindungan Lapisan Ozon melalui bantuan hibah berupa
alih teknologi peralatan yang masih menggunakan bahan perusak ozon
(BPO) menjadi non BPO, dan juga bantuan hibah peralatan daur ulang
CFC
c) Pembebasan Bea Impor, terutama untuk peralatan yang digunakan
untuk mencegah atau mengurangi pencemaran
d) CDM (Mekanisme Pembangunan Bersih), dimana upaya perusahaan
atau industri di negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca melalui implementasi teknologi bersih GRK yang dihargai dalam
bentuk sertifikat yang dapat dijual untuk mendapatkan pendanaan dari
negara maju.
e) Global Environmental Financing (GEF), merupakan skema
pendanaan untuk pengelolaan lingkungan, termasuk pencegahan dan
penurunan pencemaran/kerusakan lingkungan
f) Subsidi Kompos, yang diberikan untuk upaya mengurangi limbah
organik yang diolah menjadi kompos. Salah satu program yang sudah
dilakukan adalah Western Java Environment Management Project
(WJEMP))
g) Dana Alokasi Khusus, diberikan kepada pemerintah daerah untuk
tujuan kegiatan tertentu, salah satunya untuk pengelolaan lingkungan di
wilayahnya
h) Peluang pengurangan pajak penghasilan atas biaya pengolahan limbah

Contoh pemberian insentif ekonomi untuk pencegahan pencemaran


melalui produksi bersih :
 Pinjaman lunak untuk alih teknologi/peralatan pada industri jamu, industri
rumahan pembuatan bumbu, alat daur ulang kertas, mesin bordir, dll
 Pinjaman lunak untuk peralatan daur ulang tanaman enceng gondok, alat
daur ulang plastik, alat daur ulang metal, alat daur ulang batok kelapa, alat
daur ulang parafin, mesin daur ulang ban bekas, mesin pengering padi
berbahan bakar sekam
 Pinjaman lunak untuk pembangunan IPAL, kolam aerasi, insinerator, dust
collector, mesin pengolah sampah
 Pinjaman lunak untuk penggantian unit kompresor, unit pendingin udara
dan air, serta unit penghantar panas, yang menggantikan penggunaan
pendingin yang merusak ozon dengan bahan pendingin non BPO
 Pinjaman lunak pemanfaatan kotoran sapi dengan membangun reaktor
biogas
 Bantuan hibah mesin produksi non BPO untuk industri foam dan
manufaktur peralatan pendingin
 Bantuan hibah daur ulang pendingin CFC untuk bengkel servis peralatan
pendingin
Namun demikian, upaya penerapan produksi bersih masih menghadapi
beberapa kendala, antara lain:
1. Pengertian Produksi Bersih yang belum sepenuhnya dipahami dengan baik
sehingga terkesan kurang menarik karena keuntungan dan kesempatan
potensial perbaikan belum diidentifikasi;
2. Piranti dan insentif keuangan terhadap penerapan Produksi Bersih belum
tersebarluaskan;
3. Kurangnya kebijakan yang mendukung penerapan Produksi Bersih dan
pemberian penghargaan bagi perusahaan maupun lembaga yang telah
berhasil melaksanakannya;
4. Ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan informasi teknologi
Produksi Bersih (best practice and best available technology) relatif masih
terbatas;
5. Terbatasnya kapasitas dan pengetahuan tentang Produksi Bersih pada
sektor industri, asosiasi, aparat pemerintah, lembaga jasa/konsultan;
6. Penerapan dan pengembangan Produksi Bersih yang terfokus hanya pada
sektor manufaktur;
7. Belum adanya pengakuan dan penghargaan bagi kegiatan-kegiatan yang
telah menerapkan Produksi Bersih.

Keuntungan Dari Pencegahan Polusi Dibandingkan Dengan


Pengaturan Polusi
Dengan menerapkan produksi bersih, limbah yang dihasilkan akan
diubah tidak hanya bentuknya saja tetapi juga kandungan yang ada
didalamnya, karena dapat melalui proses daur ulang, recovery, pemurnian
kembali. Dengan pencegahan terjadinya limbah di tiap tahapan produksi akan
mengurangi biaya investasi untuk pengolahan dan pembuangan limbah,
dengan demikian mengurangi biaya perusahaan dan juga dapat berpengaruh
terhadap harga jual produk yang bisa dikurangi karena berkurangnya biaya
pengolahan limbah.

Dari penerapan produksi bersih di Indonesia yang sudah dilakukan di


beberapa jenis industri, contoh hasil yang diperoleh adalah :
a) Mengurangi biaya pengolahan limbah
b) Mengurangi limbah padat. Dari 19 industri yang sudah menerapkan PB
dapat mengurangi limbah padat sebanyak 10.109 ton/bulan. Industri furniture
yang sudah menerapkan PB dapat mengurangi limbah padatnya sebanyak
1.050 m3/bulan
c) Mengurangi beban limbah
· Dari upaya implementasi PB di 17 industri skala UKM diperoleh
pengurangan beban BOD sebanyak 1.838 ton/bulan. Sedangkan beban
COD berkurang sebanyak 4.158,5 ton/bulan
d) Meningkatkan pendapatan perusahaan melalui penghematan, misalnya:
No Nama Sebelum Sesudah Keuntunga
. Alat Bhn Nilai Bhn Nilai n Rp/bln
Limbah Finansial Limba Finansial
(Rp) h (Rp)
1 Coating 20% x BS:Rp14.000/ - 12.800 Kg 226.700.00
Machine 400.000 = kg = 24.600 0
Hasil 80.000 mt =Rp179.200.0 piece.
Produksi : =12.800 00 Hasil
400.000 Kg Coating :
m/bl US$
1.5/pcs
= US$
36.900
=
405.900.00
0
2 Shuttle 159.96 Rp 1000/Kg - 159.96 x $ 12.156.960
Embroide Kg/bln 15.96 x 7
ry Rp1.000 =$
= Rp 159.960 1.119,72
=
12.316.920
3 Cassaty Ada 2 - 2 = 2mc x12
Machine mesin Mesin pcs x 15yrd 261.360.00
bordeir bordir x $2.2
mengangg dapat =$792 x 30
ur bekerj hari
a =$23.760
=261.360.0
00
4 Biogas 46.880 kg - - 663 unit 650 liter
Reactor kotoran reactor mitan x 30
ternak memprodu hari x Rp
per hari ksi 1.629 9.000,- per
m3 liter =
biogas per Rp.
hari setara 175.500.00
dengan 650 0,-
liter
minyak
tanah per
hari
663 unit 46.880 kg
reaktor kotoran x
membuang 30 hari x
ampas yang Rp 25,- =
dapat 35.160.000,
menjadi -
bahan
pupuk
organik
sebanyak
46.880 kg
per hari

Program Teknologi dan Teknik Pencegahan Yang Diterapkan


Dalam kebijakan nasional Produksi Bersih yang dikeluarkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2003, teknik pencegahan
pencemaran yang diterapkan dalam PB mencakup 5R (Re-think, Re-use,
Reduction, Recovery dan Recycle), sebagai berikut:
1. Re-think (berpikir kembali), konsep pemikiran yang harus dimiliki
oleh tiap pelaku usaha pada saat awal operasional kegiatan, dengan
implikasi :
2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi yang terjadi pada saat
proses maupun terkait dengan produk yang dihasilkan, harus dipahami
benar tentang analisis daur hidup produk yang dihasilkannya
 Upaya produksi bersih harus diikuti dengan perubahan pola pikir, sikap
dan tingkah laku dari semua pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun
pelaku usaha
 Reduce (Pengurangan), merupakan upaya untuk mengurangi jenis dan
volume limbah yang timbul dari suatu kegiatan usaha. Berbagai cara untuk
mereduksi timbulnya limbah antara lain:
 Tata laksana rumah tangga yang baik (good housekeeping), merupakan
usaha yang dilakukan oleh suatu kegiatan usaha untuk menjaga kebersihan
lingkungannya dan mencegah terjadi ceceran, tumpahan atau kebocoran
bahan serta melakukan penanganan limbah yang timbul sebaik mungkin.
 Segregasi aliran limbah, memisahkan berbagai jenis aliran limbah sesuai
dengan jenis komponennya, konsentrasi dan kondisinya, sehingga dapat
memudahkan dalam mengurangi volume limbah yang dihasilkan, dengan
demikian dapat mengurangi biaya pengolahan limbah. Limbah yang encer
lebih mudah dimurnikan karena mengandung kontaminan yang lebih
sedikit, sedangkan limbah dengan konsentrasi yang pekat lebih mudah
untuk didaur ulang atau direcovery karena konsentrasi aliran tersebut
besar.
 Preventive maintenance, melakukan pemeliharaan/penggantian sesuai
waktu yang dijadwalkan. Dengan jadwal pemeliharaan yang ketat akan
mengurangi kemungkinan kerusakan yang cukup parah yang akhirnya
akan mengurangi biaya pemeliharaan dan mengurangi jumlah limbah yang
dihasilkan
 Pengelolaan bahan, merupakan suatu upaya untuk menjaga agar
persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran produksi tetapi
juga tidak berlebihan jumlahnya sehingga mengurangi penyimpanan yang
berpotensi pada kerusakan bahan akibat bahan yang disimpan tidak
terpakai sehingga habis masa pakainya. Penyimpanan yang dilakukan juga
harus dalam keadaan rapi dan terkontrol.
 Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik, pelaksanaan proses
produksi yang dilakukan dalam kondisi optimum dan pengoperasian alat
sesuai dengan manual operasional peralatan, sehingga dapat meningkatkan
efisiensi dan mengurangi kehilangan bahan akibat kebocoran dan
tumpahan.
 Modifikasi proses dan/atau alat, melakukan modifikasi peralatan produksi
sehingga lebih efisien, dan limbah yang dihasilkan akan semakin
berkurang
 Modifikasi/substitusi bahan, mengganti bahan yang digunakan dengan
bahan lain yang mempunyai potensi merusak lingkungan lebih kecil
dibanding bahan sebelumnya. Penggantian bahan juga dapat mengurangi
jumlah limbah yang dihasilkan.
 Pengubahan produk, melakukan perubahan jenis atau desain produk
dengan fungsi yang sama, dengan tujuan mengurangi bahan yang
digunakan dapat membantu mengurangi jumlah limbah yang keluar dari
proses produksi, maupun pada saat pemakaian produk oleh konsumen.
 Penggunaan teknologi bersih, memilih jenis teknologi yang dianggap
bersih atau teknologi yang memberikan peluang pengurangan jenis dan
volume limbah dengan efisiensi yang cukup tinggi.
3. Re-use (penggunaan kembali), merupakan suatu upaya pengurangan
limbah melalui penggunaan kembali suatu jenis limbah tanpa perlakuan fisika,
kimia atau biologi
4. Recycle (daur ulang), memanfaatkan limbah dengan memproses kembali
limbah tersebut kedalam proses semula dengan perlakuan fisika, kimia dan
biologi
5. Recovery (pengambilan ulang), mengambil kembali bahan atau kandungan
bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi, dan menggunakannya kembali
ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia dan
biologi
Perangkat dan program yang dikembangkan Pemerintah Indonesia untuk
penerapan produksi bersih di Indonesia adalah :
 Eko-Efisiensi yang menggabungkan metode Good Housekeeping (Tata
Kelola yang Apik), Chemical Management (Pengelolaan Bahan Kimia)
dan Environmental Oriented Cost Management (Manajemen Biaya
berorientasi Lingkungan). Penerapan eko-Efisiensi ini dapat meningkatkan
produktivitas, penghematan biaya, mengurangi dampak lingkungan dan
meningkatkan prosedur organisasi serta keselamatan kerja
 Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan (SML), namun sistem ini
masih bersifat sukarela dan tergantung pada komitmen manajemen puncak
perusahaan dalam pengelolaan lingkungannya.
 Environment – Oriented Cost Management (EoCM) atau Manajemen
Lingkungan Berbasis Keuntungan (MeLOK) yang bertujuan
meningkatkan kemampuan industri untuk mengurangi biaya produksi
melalui pengurangan biaya bahan baku dan energi dalam produksi,
mengurangi dampak lingkungan yang merugikan, dan meningkatkan
efisiensi organisasi secara keseluruhan. Contoh perusahaan yang sudah
menerapkan MeLOK adalahPT. Indonesia Power UBP Suralaya; PT.
International Chemical Industry / Intercallin (Baterei ABC); PT. Indonesia
Power UBP Priok; PT. Bando Indonesia (Group Gajah Tunggal) dan PT.
Tri Darma Wisesa / TDW (automotive spare part )
 Monetary Environmental Project Investment Appraisal (MEPIA)
bertujuan menghitung efek netto dari biaya dan keuntungan dari berbagai
opsi investasi yang tersedia, termasuk kuantifikasi keuntungan lingkungan
yang diperoleh dan penghematan biaya yang diperoleh. Adanya indikator
finansial jangka panjang dapat membantu perusahaan untuk
mempertimbangkan dampak finansial di masa datang yang terimbas dari
dampak lingkungan
 Green Procurement atau Green Purchasing, untuk meminimalkan risiko
lingkungan dari suatu produk atau bahan yang digunakan dalam suatu
kegiatan industri. Disini berlaku pembagian tanggung jawab dan
kesadaran dari pemasok dan pembeli untuk meminimalkan risiko
lingkungan dalam produk demi kesinambungan usaha.
 Pedoman Good Housekeeping untuk beberapa sektor, yang terkait dengan
peningkatan efisiensi operasional secara keseluruhan, mulai dari
pengelolaan biaya, pengelolaan lingkungan hidup dan perubahan
organisasional
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari penulisan makalah “Produksi Bersih” adalah:


1. Menerapkan produksi bersih dalam pabrik industri kimia merupakan
salah satu alternatif peminimalisasiaan limbah.
2. Ekoefisiensi dalam hubungannya dengan produksi bersih merupakan
kombinasi yang mengkaji masalah ekonomi dan dampak lingkungan
terhadap peminimalisasian limbah.
3. Teknik-teknik pelaksanaan produksi bersih adalah pengurangan pada
sumber dan daur ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Costantin, dkk. 2008. Cleaner Production Assessment Technical, Economic,
Environmental and Financial Assessment of Generated Options. Pdf. Project
Finance Through Life
Dwi dan Susanti. 1997. Studi Penerapan Produksi Bersih (Studi Kasus Pada
Perusahaan Pulp and Paper Serang). Jurnal Teknik Lingkungan. Universitas
Diponegoro : Semarang
Foelkel, Celso. 2008. Eco-Efficiency and Cleaner Production For The Eucalyptus
Pulp and Paper Industry. Eucalyptus Online Book. Celsius Degree Press

Anda mungkin juga menyukai