(Victoria,2008)
BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari penulisan makalah “Minimalisasi Limbah” adalah:
1. Menerapkan produksi bersih dalam pabrik industri kimia merupakan salah satu alternatif peminimalisasiaan
limbah.
2. Ekoefisiensi dalam hubungannya dengan produksi bersih merupakan kombinasi yang mengkaji masalah
ekonomi dan dampak lingkungan terhadap peminimalisasian limbah.
3. Teknik-teknik pelaksanaan produksi bersih adalah pengurangan pada sumber dan daur ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Costantin, dkk. 2008. Cleaner Production Assessment Technical, Economic, Environmental and Financial
Assessment of Generated Options. Pdf. Project Finance Through Life
Dwi dan Susanti. 1997. Studi Penerapan Produksi Bersih (Studi Kasus Pada Perusahaan Pulp and Paper
Serang). Jurnal Teknik Lingkungan. Universitas Diponegoro : Semarang
Foelkel, Celso. 2008. Eco-Efficiency and Cleaner Production For The Eucalyptus Pulp and Paper Industry.
Eucalyptus Online Book. Celsius Degree Press
Hidayat, Nur. 2012. Produksi Bersih, Artikel. Universitas Brawijaya : Malang.
Panggabean, Sahat M. 2000. Minimisasi Limbah pada Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif.
Buletin Limbah. Vol 3 No.1.
Victoria. 2008. Hints and Tips For Improving Resource Efficiency In Your Business. Artikel. Epa Victoria
Department.
KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH DI INDONESIA UNTUK
MENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN
Indonesia merupakan negara berkembang dengan kegiatan ekonomi yang terus meningkat, hal ini
bisa dilihat dari jumlah industri yang ada di Indonesia yang terus bertambah. Menurut data Badan
Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2001, jumlah perusahaan industri dari berbagai sub sektor
mencapai 21.396, kemudian pada tahun 2009 diperkirakan meningkat menjadi 25.077 unit
perusahaan. Dengan kemajuan industri tersebut, salah satu dampak yang dapat dirasakan saat ini
adalah makin meningkatnya pencemaran akibat kegiatan industri. Namun demikian sumber
pencemaran tidak hanya berasal dari sektor formal seperti industri, tetapi bisa juga dari sektor non
formal, yang justru dari sisi pengelolaannya lebih sulit karena tidak ada mekanisme pemantauan dan
pengelolaan efektif untuk diterapkan, karena menyangkut pola hidup dari masyarakat, misalnya sub
sektor rumah tangga, pertanian dan transportasi.
UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat. Selain itu juga dinyatakan bahwa pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan
harus menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, dengan
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk
menjamin keutuhan lingkungan hidup, serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu
hidup generasi masa kini dan masa depan. Pembangunan yang berkelanjutan dapat dilakukan
dengan mendorong implementasi dari semua tahapan kegiatan yang bertujuan meningkatkan
efisiensi energi, air dan bahan baku, serta meminimalisasi limbah yang dihasilkan dan teremisikannya
kontaminan ke media alam, dengan demikian produk ataupun jasa yang dihasilkan dapat menjaga
kualitas lingkungan sebagaimana yang diperlukan masyarakat. Saat ini sumber daya alam di
Indonesia makin berkurang karena pemanfaatan yang kurang bijak, oleh karena itu perlu dilakukan
program penghematan sumber daya, baik sumber daya alam dan energi, terbarukan dan tidak
terbarukan.
Dalam suatu kegiatan industri dihasilkan limbah produksi yang berupa limbah cair, padat maupun
limbah dalam bentuk uap atau gas yang teremisikan ke udara. Selain itu juga untuk menghasilkan
output berupa produk diperlukan input yang berupa bahan baku, bahan pendorong maupun sumber
daya. Sumber daya yang digunakan bisa berupa air, panas, atau listrik.
Jumlah limbah yang dihasilkan juga tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan, misalnya untuk
industri ikan dan makanan laut, limbah cair yang dihasilkan bisa mencapai 79 m 3 sampai 500 m3 per
hari, sedangkan untuk industri pengolahan crumb rubber, limbah air yang dihasilkan antara 100 –
200- m3 per hari.
Limbah padat bisa berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari sisa pengolahan. Jenis
limbah ini ada yang bisa didaur ulang dan ada yang tidak bisa dimanfaatkan lagi. Untuk limbah padat
yang sudah tidak punya nilai ekonomi, harus dikelola dengan baik, dan tentunya memerlukan
perlakuan khusus, misalnya ditimbun pada suatu tempat, diolah kembali kemudian dibakar atau
dibuang. Namun tidak semua limbah padat dapat diperlakukan seperti itu, karena ada limbah padat
yang tidak mudah terbakar dan juga tidak mudah busuk. Selain itu ada juga limbah yang bersifat
radioaktif. Di Indonesia, komposisi limbah berubah secara gradual sepanjang waktu. Pada tahun
2001, komposisi limbah padat berupa sampah 65%, rubbish 13% dan plastik 11%. Pada tahun 2007,
sampah menurun hingga 50% dan bahan plastik meningkat 15%. Rata-rata harian produksi limbah
padat di sepuluh kota besar di Indonesia pada tahun 2007 adalah Jakarta 28.196,7 m3, Surabaya
9.560 m, Bandung 7.500 m3, Medan 4.985 m3, Makassar 3.661,8m3, Palembang 5.100 m3,
Semarang 4.500 m3, Tangerang 3.367 m3, Bekasi 2.790 m3, dan Depok 3.764 m3. Diperkirakan
bahwa total produksi limbah padat di 170 kota dan kabupaten di Indonesia pada tahun 2007
mencapai angka 45.764.364,30 m3 per tahun atau setara dengan 11.441.091,08 ton per tahun.
Potensi gas Metana (CH4) yang diproduksi dari total produksi limbah padat sebesar 517.366.138,15
Gg per tahun atau setara dengan 517.366,14 ton per tahun. Kurang lebih 41% limbah padat diangkut
dan dibuat ke lokasi pembuangan akhir. Sekitar 36% limbah padat diperlakukan dengan pembakaran,
sedangkan 8% ditimbun, dan 1% didaur ulang dan diperlakukan sebagai kompos, dan 14% dibuang
dimana saja, seperti sungai, lahan terbuka, jalanan, dll. Berdasarkan data yang diperoleh program
Adipura Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2007, hampir semua kota yang disurvey
menggunakan metodeopen dumping untuk perlakuan akhir limbah padat (99,7%).
Zat pencemar yang teremisikan ke udara bisa berupa partikel maupun gas. Gas-gas yang dapat
menjadi pencemar antara lain SO2, NOx, CO, CO2, hidrokarbon, asap pembakaram, asbes, semen,
uap air dll. Pencemaran yang ditimbulkan tergantung jenis limbah, volume dan lamanya berada di
udara. Jangkauannya juga luas karena faktor cuaca dan iklim juga turut berperan, dan akibatnya
dapat terjadi deposisi asam.
Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah jenis limbah yang harus mendapat perhatian ekstra
dalam pengelolaannya. Kandungan kimia yang berbahaya yang terdapat didalam limbah tersebut
berpotensi memberikan dampak merugikan bagi masyarakat, misalnya dapat menyebabkan kanker
ataupun penyakit berbahaya lain. Di Indonesia, volume limbah berbahaya dan beracun pada tahun
2007 sebesar 3.023.585,37 ton, terutama mengandung fuel sludge, coal ashes, treatment sludge,
steel slug, copper slag,oli bekas, waste water rags, sludge scale dan baterai bekas. Hanya sekitar
10% dari limbah yang sudah dikelola sebesar 31.910.935 ton pada tahun 2007. Jumlah
2.464.780.543 ton limbah sudah dikelola melalui program 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Namun,
sejumlah besar limbah berbahaya dan beracun tidak dikelola dengan semestinya. Limbah tersebut
dibuang ke badan sungai atau lahan terbuka (167.559.573.715 ton). Industri pertambangan adalah
salah satu yang memberikan kontribusi sangat besar limbah berbahaya dan beracun di Indonesia.
Pada tahun 2007, industri pertambangan menghasilkan limbah berbahaya dan beracun berupa fuel
sludge dengan jumlah 329,13 ton, aki bekas 183,6 ton, material terkontaminasi minyak 914,02 ton,
dan oli bekas 19.471.604,5 liter. Banyak limbah yang diproduksi oleh sektor pertambangan, energi,
dan minyak yang berada di Jawa dan Sumatera.
Transportasi, terutama di kota besar merupakan salah satu sub sektor yang memberikan kontribusi
signifikan terhadap pencemaran udara, karena kandungan gas yang diemisikan dari kendaraan baik
pesawat udara, kapal laut, kereta api maupun kendaraan bermotor. Kontribusi gas buang kendaraan
bermotor di kota besar mencapai 6-70%, sementara kontribusi gas buang dari cerobong asap industri
hanya berkisar antara 10-15%. Selain menjadi sumber pencemar udara, sektor transportasi juga
mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam berupa bahan bakar fosil, bahan
bakar inilah yang menjadi penyebab gas buang yang teremisi ke udara karena mengeluarkan
senyawa seperti CO, TSP, NOx, SOx, dll.
Salah satu strategi merealisasikan pembangunan berkelanjutan seperti yang disampaikan di atas
adalah melalui pengembangan dan menerapkan prinsip-prinsip Produksi Bersih.
Komitmen dan Kebijakan Nasional Terkait Dengan Penerapan Produksi Bersih Di Indonesia
Untuk mewujudkan target pengurangan emisi limbah di Indonesia, Pemerintah Indonesia sudah
mengeluarkan berbagai kebijakan dan peraturan yang mewajibkan setiap kegiatan usaha melakukan
upaya pencegahan dan pengelolaan limbahnya, antara lain:
UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
PP No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Permenlh No. 31 Tahun 2009 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penerapan Sistem
Manajemen Lingkungan, Ekolabel, Produksi Bersih, dan Teknologi Berwawasan Lingkungan di
Daerah
Permenlh No. 35 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Halon
Permenlh No. 23 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pencegahan Pencemaran dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Pertambangan Emas Rakyat
Permenlh No. 2 Tahun 2008 Tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Kepmenlh No.111 Tahun 2003 Tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perijinan
Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air/Atau Sumber Air
· Berbagai peraturan yang mengatur nilai ambang batas atau baku mutu pencemaran yang menjadi
acuan bagi para pelaku usaha untuk mengelola limbah yang dihasilkannya.
Produksi bersih merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya limbah yang dikembangkan oleh
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) mulai tahun 1993. Pada tahun 1995,
Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Komitmen Nasional Penerapan Produksi Bersih, dan
sampai saat ini penerapan produksi bersih sudah dilakukan di beberapa kegiatan, seperti tekstil,
penyamakan kulit, kelapa sawit,electroplating, karet, tapioka, gula, perhotelan dan perkotaan.
Dalam upaya meningkatkan penerapan Produksi Bersih di tingkat nasional, Pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam rencana jangka menengah dan jangka panjang,
sebagai berikut:
1. Melibatkan dan mengikutsertakan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengembangan Produksi Bersih untuk mengharmonisasikan setiap persepsi dan pendekatan
pelaksanaan produksi bersih dengan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan selama ini.
Harmonisasi ini harus mendorong perubahan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan
dimana pelaksanaannya harus secara terus menerus sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
perkembangan teknologi.
2. Meningkatkan pemahaman konsep Produksi Bersih agar dapat diimplementasikan
oleh seluruh pihak yang berkepentingan baik secara individu, kelompok maupun institusi
sehingga dapat merancang suatu mekanisme kontrol peraturan yang saling menguntungkan
(win-win solution).
3. Pemerintah menyediakan dukungan sarana dan prasarana baik fisik (pilot project,
tenaga ahli, informasi, dll) maupun nonfisik (peraturan, kebijakan, dll) untuk
mengimplementasikan dan mengembangkan Produksi Bersih untuk mencapai konsensus
nasional dalam mecari solusi terbaik bagi penaatan dan penangan masalah-masalah
lingkungan hidup.
4. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dan Peranserta masyarakat di
tingkat sektoral dan daerah.
5. Melaksanakan Program Produksi Bersih secara holistik, komprehensif, terintegrasi
dan berkesinambungan dalam upaya pengelolaan lingkungan sehingga berjalan sinergis
dengan aspek ekonomi dan sosial.
6. Mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk menghasilkan dan menggunakan
produk-produk dan jasa-jasa yang ramah lingkungan (green producers and consumers).
Untuk mendorong penerapan produksi bersih dalam upaya mewujudukan pembangunan yang
berkelanjutan, ada beberapa strategi yang dilaksanakan, yaitu :
1. Mensosialisasikan dan mempromosikan konsep Produksi Bersih kepada
stakeholders;
2. Menerapkan analisis daur hidup produk pada semua sektor;
3. Memfasilitasi kemitraan dalam penerapan produksi bersih diantara stakeholders;
4. Meningkatkan kerjasama dengan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan produksi
bersih
5. baik di forum nasional maupun internasional;
6. Meningkatkan pertukaran informasi dan mengembangkan jejaring kerja dengan
seluruh stakeholders;
7. Menyelenggarakan pelatihan, seminar, lokakarya yang berhubungan dengan
Produksi Bersih;
8. Mengkaji, mengembangkan dan menerapkan Produksi Bersih secara terus menerus
melalui koordinasi, komunikasi, benchmarking, edukasi dan diseminasi informasi pada
seluruh aktivitas di semua sektor serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi;
9. Menciptakan program bersama yang melibatkan seluruh stakeholders dalam rangka
penerapan Produksi Bersih.
Untuk mendorong implementasi dari produksi bersih di semua sektor kegiatan, Kementerian
Lingkungan Hidup sudah membentuk Pusat Produksi Bersih Nasional (PPBN), dengan fungsi
sebagai berikut :
1. Menampung semua informasi mengenai Produksi Bersih, dari sisi kebijakan,
pelaksanaan, status kemajuan, penerapan PB di industri, yang bertujuan untuk transfer
teknologi bersih Menjadi akses bagi para industri yang ingin mengaplikasikan PB dan pihak-
pihak lain yang akan melakukan kajian PB
2. Menjadi media untuk tukar informasi dan dialog kebijakan penerapan PB
3. Mendorong dan memotivasi seluruh sektor industri untuk mengaplikasikan PB
sehingga dapat menjadi wadah untuk menyamakan persepsi antara pemerintah, industri,
akademisi, Ornop, dll dalam melakukan pengelolaan lingkungan
4. Menjadi salah satu wadah pemberian insentif bagi industri-industri yang telah
menerapkan PB dan benchmarking
5. Menjadi sarana untuk pelatihan
6. Menjadi katalisator pertumbuhan lembaga-lembaga jasa PB
Adanya PPBN diharapkan tercipta suatu sistem kerja untuk mekanisme PB antar unit/sektor yang
terkoordinasi, terintegrasi dan sinergis. Secara sektoral, kebijakan pencegahan pencemaran melalui
produksi bersih juga telah dikembangkan, yaitu :
Insentif merupakan salah satu perangkat untuk mendorong keberhasilan suatu program. Kementerian
Lingkungan Hidup telah mengembangkan instrumen ekonomi yang bertujuan menurunkan tingkat
pencemaran/kerusakan melalui insentif (disinsentif) ekonomi kepada pelaku pencemaran/kerusakan.
Instrumen ekonomi yang dapat menjadi insentif bagi pelaku usaha yang akan menerapkan produksi
bersih dalam kegiatan usahanya adalah :
a) Pinjaman Lunak Lingkungan
Pollution Abatement Equipment - Japan Bank International Cooperation (PAE-JBIC)
Industrial Efficiency and Pollution Control-Kreditanstalt fur Wiederaufbau (IEPC-KfW) Tahap I
Industrial Efficiency and Pollution Control-Kreditanstalt fur Wiederaufbau (IEPC-KfW) Tahap
II
Pembiayaan investasi lingkungan bagi UMK (Skema DNS)
b) Program Perlindungan Lapisan Ozon melalui bantuan hibah berupa alih teknologi peralatan yang
masih menggunakan bahan perusak ozon (BPO) menjadi non BPO, dan juga bantuan hibah
peralatan daur ulang CFC
c) Pembebasan Bea Impor, terutama untuk peralatan yang digunakan untuk mencegah atau mengurangi
pencemaran
d) CDM (Mekanisme Pembangunan Bersih), dimana upaya perusahaan atau industri di negara
berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui implementasi teknologi bersih GRK
yang dihargai dalam bentuk sertifikat yang dapat dijual untuk mendapatkan pendanaan dari negara
maju.
e) Global Environmental Financing (GEF), merupakan skema pendanaan untuk pengelolaan lingkungan,
termasuk pencegahan dan penurunan pencemaran/kerusakan lingkungan
f) Subsidi Kompos, yang diberikan untuk upaya mengurangi limbah organik yang diolah menjadi kompos.
Salah satu program yang sudah dilakukan adalah Western Java Environment Management Project
(WJEMP))
g) Dana Alokasi Khusus, diberikan kepada pemerintah daerah untuk tujuan kegiatan tertentu, salah
satunya untuk pengelolaan lingkungan di wilayahnya
h) Peluang pengurangan pajak penghasilan atas biaya pengolahan limbah
Contoh pemberian insentif ekonomi untuk pencegahan pencemaran melalui produksi bersih :
Pinjaman lunak untuk alih teknologi/peralatan pada industri jamu, industri rumahan
pembuatan bumbu, alat daur ulang kertas, mesin bordir, dll
Pinjaman lunak untuk peralatan daur ulang tanaman enceng gondok, alat daur ulang plastik,
alat daur ulang metal, alat daur ulang batok kelapa, alat daur ulang parafin, mesin daur ulang ban
bekas, mesin pengering padi berbahan bakar sekam
Pinjaman lunak untuk pembangunan IPAL, kolam aerasi, insinerator, dust collector, mesin
pengolah sampah
Pinjaman lunak untuk penggantian unit kompresor, unit pendingin udara dan air, serta unit
penghantar panas, yang menggantikan penggunaan pendingin yang merusak ozon dengan bahan
pendingin non BPO
Pinjaman lunak pemanfaatan kotoran sapi dengan membangun reaktor biogas
Bantuan hibah mesin produksi non BPO untuk industri foam dan manufaktur peralatan
pendingin
Bantuan hibah daur ulang pendingin CFC untuk bengkel servis peralatan pendingin
Namun demikian, upaya penerapan produksi bersih masih menghadapi beberapa kendala, antara
lain:
1. Pengertian Produksi Bersih yang belum sepenuhnya dipahami dengan baik sehingga
terkesan kurang menarik karena keuntungan dan kesempatan potensial perbaikan belum
diidentifikasi;
2. Piranti dan insentif keuangan terhadap penerapan Produksi Bersih belum
tersebarluaskan;
3. Kurangnya kebijakan yang mendukung penerapan Produksi Bersih dan pemberian
penghargaan bagi perusahaan maupun lembaga yang telah berhasil melaksanakannya;
4. Ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan informasi teknologi Produksi
Bersih (best practice and best available technology) relatif masih terbatas;
5. Terbatasnya kapasitas dan pengetahuan tentang Produksi Bersih pada sektor
industri, asosiasi, aparat pemerintah, lembaga jasa/konsultan;
6. Penerapan dan pengembangan Produksi Bersih yang terfokus hanya pada sektor
manufaktur;
7. Belum adanya pengakuan dan penghargaan bagi kegiatan-kegiatan yang telah
menerapkan Produksi Bersih.
Keuntungan Dari Pencegahan Polusi Dibandingkan Dengan Pengaturan Polusi
Dengan menerapkan produksi bersih, limbah yang dihasilkan akan diubah tidak hanya bentuknya
saja tetapi juga kandungan yang ada didalamnya, karena dapat melalui proses daur ulang, recovery,
pemurnian kembali. Dengan pencegahan terjadinya limbah di tiap tahapan produksi akan mengurangi
biaya investasi untuk pengolahan dan pembuangan limbah, dengan demikian mengurangi biaya
perusahaan dan juga dapat berpengaruh terhadap harga jual produk yang bisa dikurangi karena
berkurangnya biaya pengolahan limbah.
Dari penerapan produksi bersih di Indonesia yang sudah dilakukan di beberapa jenis industri, contoh
hasil yang diperoleh adalah :
a) Mengurangi biaya pengolahan limbah
b) Mengurangi limbah padat. Dari 19 industri yang sudah menerapkan PB dapat mengurangi limbah
padat sebanyak 10.109 ton/bulan. Industri furniture yang sudah menerapkan PB dapat mengurangi
limbah padatnya sebanyak 1.050 m3/bulan
c) Mengurangi beban limbah
· Dari upaya implementasi PB di 17 industri skala UKM diperoleh pengurangan beban BOD
sebanyak 1.838 ton/bulan. Sedangkan beban COD berkurang sebanyak 4.158,5 ton/bulan
d) Meningkatkan pendapatan perusahaan melalui penghematan, misalnya:
No. Nama Alat Sebelum Sesudah Keuntungan
Bhn Limbah Nilai Finansial Bhn Nilai Finansial Rp/bln
(Rp) Limbah (Rp)
1 Coating 20% x BS:Rp14.000/kg - 12.800 Kg = 226.700.000
Machine Hasil 400.000 = =Rp179.200.000 24.600 piece.
Produksi : 80.000 mt Hasil Coating :
400.000 m/bl =12.800 Kg US$ 1.5/pcs
= US$ 36.900
= 405.900.000
2 Shuttle 159.96 Rp 1000/Kg - 159.96 x $ 7 12.156.960
Embroidery Kg/bln 15.96 x Rp1.000 = $ 1.119,72
= Rp 159.960 = 12.316.920
3 Cassaty Ada 2 mesin - 2 Mesin = 2mc x12 pcs
Machine bordeir bordir x 15yrd x $2.2 261.360.00
menganggur dapat =$792 x 30
bekerja hari
=$23.760
=261.360.000
4 Biogas Reactor 46.880 kg - - 663 unit 650 liter
kotoran reactor mitan x 30
ternak memproduksi hari x Rp
per hari 1.629 m3 9.000,- per
biogas per hari liter =
setara Rp.
dengan 650 175.500.000,-
liter minyak
tanah per hari
663 unit 46.880 kg
reaktor kotoran x
membuang 30 hari x Rp
ampas yang 25,- =
dapat menjadi 35.160.000,-
bahan pupuk
organik
sebanyak
46.880 kg per
hari
Dalam kebijakan nasional Produksi Bersih yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
tahun 2003, teknik pencegahan pencemaran yang diterapkan dalam PB mencakup 5R (Re-think, Re-
use, Reduction, Recovery dan Recycle), sebagai berikut:
1. Re-think (berpikir kembali), konsep pemikiran yang harus dimiliki oleh tiap pelaku usaha pada saat
awal operasional kegiatan, dengan implikasi :
Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi yang terjadi pada saat proses maupun terkait
dengan produk yang dihasilkan, harus dipahami benar tentang analisis daur hidup produk yang
dihasilkannya
Upaya produksi bersih harus diikuti dengan perubahan pola pikir, sikap dan tingkah laku dari
semua pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun pelaku usaha
2. Reduce (Pengurangan), merupakan upaya untuk mengurangi jenis dan volume limbah yang timbul
dari suatu kegiatan usaha. Berbagai cara untuk mereduksi timbulnya limbah antara lain:
Tata laksana rumah tangga yang baik (good housekeeping), merupakan usaha yang
dilakukan oleh suatu kegiatan usaha untuk menjaga kebersihan lingkungannya dan mencegah terjadi
ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta melakukan penanganan limbah yang timbul sebaik
mungkin.
Segregasi aliran limbah, memisahkan berbagai jenis aliran limbah sesuai dengan jenis
komponennya, konsentrasi dan kondisinya, sehingga dapat memudahkan dalam mengurangi volume
limbah yang dihasilkan, dengan demikian dapat mengurangi biaya pengolahan limbah. Limbah yang
encer lebih mudah dimurnikan karena mengandung kontaminan yang lebih sedikit, sedangkan limbah
dengan konsentrasi yang pekat lebih mudah untuk didaur ulang atau direcovery karena konsentrasi
aliran tersebut besar.
Preventive maintenance, melakukan pemeliharaan/penggantian sesuai waktu yang
dijadwalkan. Dengan jadwal pemeliharaan yang ketat akan mengurangi kemungkinan kerusakan
yang cukup parah yang akhirnya akan mengurangi biaya pemeliharaan dan mengurangi jumlah
limbah yang dihasilkan
Pengelolaan bahan, merupakan suatu upaya untuk menjaga agar persediaan bahan selalu
cukup untuk menjamin kelancaran produksi tetapi juga tidak berlebihan jumlahnya sehingga
mengurangi penyimpanan yang berpotensi pada kerusakan bahan akibat bahan yang disimpan tidak
terpakai sehingga habis masa pakainya. Penyimpanan yang dilakukan juga harus dalam keadaan
rapi dan terkontrol.
Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik, pelaksanaan proses produksi yang
dilakukan dalam kondisi optimum dan pengoperasian alat sesuai dengan manual operasional
peralatan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi kehilangan bahan akibat
kebocoran dan tumpahan.
Modifikasi proses dan/atau alat, melakukan modifikasi peralatan produksi sehingga lebih
efisien, dan limbah yang dihasilkan akan semakin berkurang
Modifikasi/substitusi bahan, mengganti bahan yang digunakan dengan bahan lain yang
mempunyai potensi merusak lingkungan lebih kecil dibanding bahan sebelumnya. Penggantian
bahan juga dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan.
Pengubahan produk, melakukan perubahan jenis atau desain produk dengan fungsi yang
sama, dengan tujuan mengurangi bahan yang digunakan dapat membantu mengurangi jumlah limbah
yang keluar dari proses produksi, maupun pada saat pemakaian produk oleh konsumen.
Penggunaan teknologi bersih, memilih jenis teknologi yang dianggap bersih atau teknologi
yang memberikan peluang pengurangan jenis dan volume limbah dengan efisiensi yang cukup tinggi.
3. Re-use (penggunaan kembali), merupakan suatu upaya pengurangan limbah melalui penggunaan
kembali suatu jenis limbah tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi
4. Recycle (daur ulang), memanfaatkan limbah dengan memproses kembali limbah tersebut kedalam
proses semula dengan perlakuan fisika, kimia dan biologi
5. Recovery (pengambilan ulang), mengambil kembali bahan atau kandungan bahan yang masih
mempunyai nilai ekonomi, dan menggunakannya kembali ke dalam proses produksi dengan atau
tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi
Perangkat dan program yang dikembangkan Pemerintah Indonesia untuk penerapan produksi bersih
di Indonesia adalah :
Eko-Efisiensi yang menggabungkan metode Good Housekeeping (Tata Kelola yang Apik),
Chemical Management (Pengelolaan Bahan Kimia) dan Environmental Oriented Cost Management
(Manajemen Biaya berorientasi Lingkungan). Penerapan eko-Efisiensi ini dapat meningkatkan
produktivitas, penghematan biaya, mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan prosedur
organisasi serta keselamatan kerja
Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan (SML), namun sistem ini masih bersifat sukarela
dan tergantung pada komitmen manajemen puncak perusahaan dalam pengelolaan lingkungannya.
Environment – Oriented Cost Management (EoCM) atau Manajemen Lingkungan Berbasis
Keuntungan (MeLOK) yang bertujuan meningkatkan kemampuan industri untuk mengurangi biaya
produksi melalui pengurangan biaya bahan baku dan energi dalam produksi, mengurangi dampak
lingkungan yang merugikan, dan meningkatkan efisiensi organisasi secara keseluruhan. Contoh
perusahaan yang sudah menerapkan MeLOK adalahPT. Indonesia Power UBP Suralaya; PT.
International Chemical Industry / Intercallin (Baterei ABC); PT. Indonesia Power UBP Priok; PT.
Bando Indonesia (Group Gajah Tunggal) dan PT. Tri Darma Wisesa / TDW (automotive spare part )
Monetary Environmental Project Investment Appraisal (MEPIA) bertujuan menghitung efek
netto dari biaya dan keuntungan dari berbagai opsi investasi yang tersedia, termasuk kuantifikasi
keuntungan lingkungan yang diperoleh dan penghematan biaya yang diperoleh. Adanya indikator
finansial jangka panjang dapat membantu perusahaan untuk mempertimbangkan dampak finansial di
masa datang yang terimbas dari dampak lingkungan
Green Procurement atau Green Purchasing, untuk meminimalkan risiko lingkungan dari suatu
produk atau bahan yang digunakan dalam suatu kegiatan industri. Disini berlaku pembagian
tanggung jawab dan kesadaran dari pemasok dan pembeli untuk meminimalkan risiko lingkungan
dalam produk demi kesinambungan usaha.
Pedoman Good Housekeeping untuk beberapa sektor, yang terkait dengan peningkatan
efisiensi operasional secara keseluruhan, mulai dari pengelolaan biaya, pengelolaan lingkungan
hidup dan perubahan organisasional