Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TEKNOLOGI BERSIH DAN MINIMASI LIMBAH

KAJIAN PENERAPA TEKNLOGI BERSIH DI INDUSTRI PENGOLAH


IKAN

Gita Septi Annisa 15250203

TEKNIK LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2016

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era global dan pasar bebas sekarang ini, industry dihadapkan pada
persaingan yang ketat sehingga keunggulan komparatif yang menjadi pada masa
lalu sudah tidak mampu lagi untuk menghadapi tantangan saat ini. Industri juga
dihadapkan pada isu lingkungan global dan pelestarian sumber daya alam yang
dipergunakan (Purwanto 2009).
Pembangunan sector industry merupakan salah satu pilar pembangunan
yang diarahkan agar dapat bersaing di era global (Kuncoro 2005).Kegiatan
industry bertujuan unutk menghasilkan suatu produk dengan spesifikasi tertentu.
Proses produksi ini juga membutuhkan bahan baku, energy dan air serta bahan
pendukung lain. Selain itu proses produksi juga membutuhkan alat-alat yang
membutuhkan bahan bakar yang berasal dari sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui, seperti batu bara, minyak bumi, bahan-bahan mineral dan lain-lain.
Proses produksi yang dilakukan ini selain menghasilkan produk yang
diinginkan juga menghasilkan produk samping dan bukan produk berupa limbah
bahan-bahan berbahaya dan beracun, limbah padat, limbah cair, emisi panas, dan
gas yang bersifat bahaya bagi lingkungan. Limbah dan emisi yang ditimbulkan
data menyebabkan terjadinya pencemaran udara, air, air, maupun tanah bila tidak
dikelola dengan baik. Dampak negative pencemaran limbah industry ini dapat
dirasakan dalam jangka panjang dan jangka pendek. Hal ini juga menjadi
tantangan dan tuntutan prosuksi saat ini untuk menghasilkan produk yang
berkualitas tinggi dan mengurangi jumlah dampak yang dihasilkan dari proses
produksi tersebut, serta penekanana biaya proses produksi.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh industry untuk mencegah
pencemaran lingkungan akibat dari proses produksi dan untuk meningkatkan
efisiensi kerja di industry dapat diterapkan teknologi bersih dan minimasi limbah.
Tenologi bersih dan minimasi limbah ini salah satunya dapat diterapkan di
industry pengolahan ikan.

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknologi Bersih
Teknologi produksi bersih adalah sebuah upaya pendekatan minimalisasi
limbah, yang merupakan strategi dalam meningkatkan efisiensi dan keuntungan
untuk industri-industri atau para pelaku usaha pada saat yang bersamaan, dapat
mengurangi beban lingkungan. Dengan menerapkan langkah-langkah produksi
bersih, pelaku usaha diharapkan dapat meningkatkan keuntungan, meningkatkan
kualitas pengelolaannya, meningkatkan kepedulian sosial masyarakat sekitar dan

mengurangi buangan/emisinya pada lingkungan. Dengan demikian sangat penting


untuk meningkatkan penerapan produksi bersih ini di semua sektor.
Teknologi produksi bersih didefinisikan sebagai strategi pengelolaan
lingkungan yang bersifat prefentif, terpadu dan terus menerus pada setiap kegiatan
mulai hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya
sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia
serta kerusakan lingkungan. Kesadaran akan perlunya menangani problem limbah
sejak dari huluya terus dikembangkan. Produksi bersih ini merupakan generasi
kedua perkembangan teknologi lingkungan. Dalam produksi lebih bersih, langkah
praktisnya adalah bagaimana suatu proses dapat :
a. Mengurangi pemakaian energi dan bahan mentah produksi.
b. Mengurangi limbah yang dihasilkan.
c. Memperbesar potensi pendaurulangan bahan mentah produksi dan produk
samping (by-product) (Moeljadi dan Generousdi 2012).
2.2. Minimasi Limbah
Konsep minimisasi limbah diperkenalkan oleh (EPA) Environmental
Protection Agency Amerika Serikat sejak tahun 1988. Dalam konsep ini
diperkenalkan pendekatan-pendekatan dan teknik-teknik pencegahan terjadinya
limbah. Hal ini mengandung pengertian pengurangan terjadinya limbah pada
sumbernya yaitu dengan cara :
Merubah input Bahan Baku.
Merubah Teknologi.
Merubah Proses
Merubah Produk
Pada saat ini minimisasi limbah dan istilah pencegahan terjadinya limbah sering
kali dipakai secara bergantian. Pencegahan pencemaaran (Pollutan Prevention)
berarti tidak menimbulkan pencemaran pada tahapan awalnya yaitu dengan cara
mereduksi pada sumbernya. Sedangkan minimisasi limbah adalah istilah yang
mengandung pengertian yang lebih luas yang meliputi : Reduce, Reuse, Recycle
dan Recovery pada sumbernya yang bertujuan untuk mereduksi limbah yang harus
diolah atau dibuang, UNEP (2001). Adapun manfaat secara umum dari minimisasi
limbah adalah :
Ekonomi: Sedikit material yang menjadi limbah, sehingga memperkecil
jumlah material yang harus dibeli dan memperkecil pengolahan limbah
yang merupakan sisa proses atau pembuangan limbah.
Regulasi: Memperkecil limbah yang dibuang akan memperkecil regulasi
perijinan dan memperkecil resiko inspeksi yang dilakukan oleh inspektor.

Lingkungan: Sedikit limbah yang dihasilkan akan sedikit yang dibuang ke


lingkungan, sehingga akan mengurangi beban pada sumbernya dan
memperkecil terjadinya pencemaran lingkungan.
Legal: Sedikit limbah yang di kirim ke tempat pengolahan, penyimpanan
dan pembuangan akan memperkecil tanggung jawab. Oleh kerena itu
minimisasi limbah adalah solusi yang seimbang (win-win solution) antara
regulator dan generator, dimana akan menghasilkan pengurangan aturanaturan, biaya pembuangan limbah dan tanggung jawab terhadap resiko
kesehatan yang mungkin timbul di masyarakat dan lingkungan
(UNEP,2001) ada tiga strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan
dalam menerapkan kepedulian terhadap lingkungan dengan upaya
pencegahan terhadap terjadinya pencemaran. Strategi dimaksud adalah :
Pencegahan Pencemaran (Pollution Prevention), Pengolahan terhadap
limbah yang telah terjadi. Fokus pencegahan pencemaran adalah dengan
meminimisasi atau mengeliminasi limbah sebelum limbah itu terjadi.
Pencegahan pencemaran merupakan bagian dari total quality management
yang dapat dijadikan sebagai upaya strategi bersaing perusahaan.
Pelayanan Produk (Product Stewardship), Fokus kegiatan ini
meminimisasi bukan saja polusi dari pabrik tetapi juga semua dampak
lingkungan yang berkaitan dengan daur hidup penuh suatu produk.
Dengan melakukan kegiatan yang menuju zero pollutan berarti perusahaan
harus melakukan perubahan yang mendasar dalam desain produk dan
ptosesnya.
Teknologi bersih (Clean Technology), Pendekatan teknologi bersih adalah
bersifat preventif atau upaya pencegahan terhadap timbulnya limbah atau
bahan pencemar dengan melihat bagaimana suatu proses produksi
dijalankan dan bagaimana daur hidup suatu produk.

III KEGIATAN INDUSTRI


3.1 Industri Ikan
Industri pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu agroindustri yang
memanfaatkan hasil perikanan sebagai bahan baku untuk menghasilkan suatu
produk yang bernilai tambah lebih tinggi. Industri perikanan seperti juga industriindustri yang lain selain menghasilkan produk yang diinginkan, juga
menghasilkan limbah baik limbah padat maupun limbah cair.
Dengan makin meningkatnya kepekaan global terhadap masalah
lingkungan, produksi bersih menawarkan pemecahan yang secara ekonomis,
paling baik dan masuk akal. Pendekatan pencegahan terhadap limbah
menawarkan tingkat perlindungan yang paling tinggi terhadap pekerja dan
kesehatan umum, termasuk perlindungan serta konservasi lingkungan baik lokal

maupun global. Keuntungan lain selain daripada keuntungan yang bersifat


lingkungan yaitu keuntungan ekonomis yang dapat berupa reduksi biaya dari
bahan baku, serta pengembangan produk baru dari limbah yang direkoveri. Pada
industri perikanan baik industri pengalengan, industri pembekuan (cold storage),
tepung ikan, rumput laut dan lain-lain, sangat besar mengkonsumsi air yang
digunakan untuk pengolahan, pencucian bahan baku dan peralatan, serta
operasional, peralatan pengolahan. Oleh karena itu air limbah yang dikeluarkan
(efluen) yang dikeluarkan oleh industri perikanan sudah dipastikan besarnya
volume.
Bahan sisa dalam bentuk padat yanq dihasilkan dari proses produksi di
industry ikan yang dilakukan sebenarnya masih memiliki nilai ekonomis, karena
bahan sisa tersebut pada jenis ikan tertentu masih memiliki kandungan minyak,
yang mem punyai manfaat lebih baik bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu
bahan sisa tersebut sangat memungkinkan untuk dilakukan pengolahan lebih
lanjut guna memperoleh produk baru berupa minyak ikan dan bahan tepung ikan
yang memiliki nilai ekonomis lebih baik (Ibrahim 2004).

IV PENERAPAN PRODUKSI BERSIH


4.1 Teknologi Bersih pada Industri Perikanan

Gambar 1 Aplikasi Umum Teknologi Bersih


Sumber : Weston and Stuckey 1994

Proses produksi pada industri perikanan dapat dilakukan dengan optimasi


air dan bahan baku. Penggunaan air yang besar pada industri perikanan
meyebabkan efluen yang besar pula terhadap lingkungan, karena jumlah konsumsi
air pada dasarnya sama jumlahnya dengan aliran efluen (River et al 1998).
4.1.1 Optimasi Pemanfaatan Air

Mereduksi aliran efluen untuk mengurangi beban limbah dapat dengan


membatasi air yang digunakan untuk peralatan pengolahan. Penggunaan air pada
setiap proses berasal dari 2 arus utama: yaitu air yang digunakan untuk proses dan
air yang digunakan untuk mencuci peralatan dan lantai. Air untuk mencuci bisa
direduksi dengan system countercurrent washing, penghilangan solid sisa-sisa
potongan sebelum pencucian, atau dengan menggunakan detergen sesuai dengan
persyaratan minimum.
Menurut River et al. (1998), pada pabrik pengalengan (canning) penggunaan
ulang (reuse) air dari autoclave dan daur ulang (recycle) air dari pompa vacuum
dapat mereduksi konsumsi air dari 692 m3/hari menjadi 389,2 m3/hari. Pada
pabrik pengolahan ikan salmon, daur ulang air dari pompa vakum dapat
mereduksi konsumsi dari 377,0 menjadi 256,4 m3/hari. Penggunaan kembali air
dari proses pendinginan cooked crustacea untuk pencucian dapat mereduksi
konsumsi air dari 712,6 menjadi 568,6 m3/hari..
Sifat-sifat efluen akan menyebabkan perbedaan dalam desain pengelolaan
efluen yang menyangkut volume dan reduksi beban organik, melalui modifikasi
proses, daur ulang, penggunaan ulang dari residu sebagai bahan baku atau sumber
energi, atau pemilihan alternatif terbaik bagi perlakuan efluen. Ada 2 alternatif
bagi perlakuan efluen :
1.
Perlakuan terhadap volume total. Paling sesuai diterapkan apabila efluen
mempunyai volume yang kecil dengan karakteristik yang seragam.
2.
Perlakuan paralel pada setiap stream atau sekelompok stream. Dipilih
jika efluen menunjukkan keadaan yang berlawanan dengan poin 1.
Karakteristik efluen dari industri perikanan mengandung organik yang
tinggi, sehingga perlakuan yang paling sesuai adalah dengan flokulasi yang diikuti
dengan depurasi biologis. Recovery bahan-bahan organik (protein dan lemak)
dapat mereduksi beban organik efluen dan sekaligus meningkatkan produktifitas
jika dikaitkan dengan pengolahan ulang bahan organik yang di recovery.
Perlakuan biologis bisa jadi menggunakan anaerobik atau aerobik, atau kombinasi
keduanya.
Untuk tujuan manajemen efluen yang efisien, River et al. (1998) membagi
menjadi 3 golongan tergantung pada beban organik dan volume aliran sehingga
dapat dilakukan tindakan alternatif terhadap efluen, yaitu :
Tipe A; langsung diperlakukan dengan pengolahan anaerobik.
Tipe B; kemungkinan dapat diperlakukan dengan fisiko-kimia atau dengan
pengolahan aerobik.
Tipe C; kemungkinan dapat digunakan ulang (reutilisasi) dan/atau dibuang
melalui saluran pembuangan ke laut setelah melalui primary treatment
untuk menghilangkan suspended solid dan/atau lemak.

4.1.2 Optimasi Pemanfaatan Bahan Baku

Pemanfaatan bahan sisa tersebut secara langsung akan dapat mengurangi


atau meminimisasi terjadinya timbulan limbah. Dengan adanya pemanfaatan
bahan sisa tersebut diharapkan akan meningkatakan pendapatan atau penghasilan,
sehingga akan meningkatkan efisiensi perusahaan dan meningkatkan daya saing
perusahaan, Saat ini bahan sisa dalam bentuk padat yang ditimbulkan dari proses
produksi dikelola secara sederhana, yaitu dibeli oleh warga sekitar pabrik sebagai
bahan tepung ikan dengan harga yang relatif murah. Narnun demikian mengingat
kemampuan mereka sangat terbatas baik dari segi finansial dan teknologi,
seringkali bahan sisa tersebut terlantar, sehingga menumpuk dan akan terjadi
proses pembusukan jika tidak segera ditangani, pembusukan tersebut terjadi
akibat terjadi penguraian protein (Waluyo, Lud, 2004) hasil dari penguraian
tersebut timbul bau yang menyengat.
Bahan sisa dari produksi yang terjadi jika tidak ditangani secara baik tentu
akan menimbulkan masalah. Seperti diketahui bahwa, ikan termasuk kategori
bahan makanan yang mudah membusuk (perisable foods), sehingga bahan sisa
berupa kepala ikan, serpihan daging ikan, isi perut ikan, sirip ikan dan ekor jika
tidak ditangani secara cermat akan menimbulkan bau busuk yang menyengat. Bau
yang menyengat akan mengundang banyak lalat. Keadaan demikian tentu tidak
diinginkan oleh Industri pengolahan makanan, banyaknya lalat akan menganggu
proses produksi. Sedangkan minyak ikan yang ikut terbuang akan mencemari
lingkungan disekitamya (Ariani 2011).
Saat ini bahan sisa dalam bentuk padat yang ditimbulkan dari proses
produksi dikelola secara sederhana, yaitu dibeli oleh warga sekitar pabrik sebagai
bahan tepung ikan dengan harga yang relatif murah. Narnun demikian mengingat
kemampuan mereka sangat terbatas baik dari segi finansial dan teknologi,
seringkali bahan sisa tersebut terlantar, sehingga menumpuk dan akan terjadi
proses pembusukan jika tidak segera ditangani, pembusukan tersebut terjadi
akibat terjadi penguraian protein (Waluyo, Lud, 2004) hasil dari penguraian
tersebut timbul bau yang menyengat.
Sebagai langkah antisipasi seringkali perusahaan melakukan pemasakan
limbah tersebut dengan cara memanasi limbah padat tersebut dengan mengunakan
uap panas. Ini dilakukan ketika sampai tengah hari limbah-limbah tersebut tidak
di tangani atau diambil oleh pembeli, hal ini akan sekaligus dimanfaatkan oleh
perusahaan untuk memanfaatkan limbah tersebut untuk diambil minyaknya.
Namun demikian pemanfaatan tersebut belum maksimal, hanya sebatas
mengurangi laju proses pembusukan yang berpotensi menimbulkan bau yang
menyengat. Adapun bagan alir proses pengelolaan limbah padat di industri
tersebut seperti pada gambar

Gambar 2 Bagan Alir Proses Pengolahan Limbah Padat di Industri Perikanan

Namun, dalam penanganan dan pemanfaatan bahan sisa tersebut mengalami


beberapa kendala seperti dalam proses ekstrasi minyak ikan yang belum optimal
larena masoh terdapat protein terlarut yang berperan sebagai emulsifier. Berdasar
pada kenyataan itu diduga penggunaan enzim proteolitik (Papain) sebelum
dilakukan rendering dapat mendegradasi protein tersebut, sehingga fungsinya
sebagai emulsifier menjadi tidak ada, sehingga dapat dilakukan pemisahan
minyak hasil ekstraksi dengan lebih mudah dan diharapkan akan memberikan
rendemen minyak ikan yang lebih banyak.
Setiap pemotongan ikan akan menghasilkan bahan sisa yang tidak
digunakan sebagai bahan, pengalengan, untuk itu bahan sisa tersebut perlu
dilakukan pengolahan yang lebih baik agar tidak menimbulkan masalah baru
khususnya masalah pencemaran Iingkungan.
Bahan sisa dari ikan disamping sebagai bahan baku untuk tepung ikan juga
dapat diambil minyaknya. Selain itu pada umumnya di sentrasentra pendaratan
ikan yang ada di Indonesia minim fasilitas, sehingga penanganan yang dibutuhkan
sering kali tidak memadai. Akibat kondisi demikian tentu akan berdampak pada
kualitas hasil tangkapan yang adan di jual. Proses pungut ulang (recovery) limbah
Ibahan sisa padatan industri pengalengan ikan, dimanfaatkan untuk memperoleh
produk baru yang memiliki nilai ekonomis lebih baik dan diharapkan dengan
proses pungut ulang 1nl terjadi pengurangan timbulan limbah yang pada akhirnya
akan mengurangi pencemaran terhadap Iingkungan.
Pemungutan ulang bahan sisa untuk dimanfatkan kemudian diproses untuk
menghasilkan minyak ikan dan bahan tepung ikan yang memiliki nilai ekonomis
lebih baik. Ketika semakin banyak minyak ikan dapat terambil dari bahan sisa
hasil proses pengalengan berupa potongan kepala, sirip, ekor, sisik dan isi perut
maka diharapkan timbulan limbah akan berkurang. Secara skematis pungut ulang
(recovery) bahan sisa tersebut dapat dilihat pada sekema di bawah ini

Gambar 3 Skema Pungut Ulang (Recovery) pada Industri Perikanan

Pemanfaatan bahan sisa industri pengalengan ikan melalui proses


pemanasan tertentu diharapkan akan mampu mengurangi masalah bau yang
mencemari lingkungan dan sekaligus dapat menghasilkan produk baru yang lebih
bermanfaat berupa minyak ikan dan bahan tepung ikan.

V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa kesimpulan mengenai
penerapan teknologi bersih dan minimasi limbah di industri perikanan sebagai
berikut :
1. Teknologi bersih menawarkan solusi yang optimal bagi dampak
lingkungan yang disebabkan oleh proses-proses industri. Penggunaan air
dan bahan baku yang bersifat organik pada industri perikanan menjadi
faktor penting dalam perancangan industri pengolahan sejak dini dengan
pendekatan teknologi bersih yang memiliki nilai ekonomi lebih bail serta
pemanfaatan bahan sisa akan membantu mengurangi masalah percemaran
lingkungan.
2. Mengolah lebih lanjut bahan sisa proses produksi dengan tenaga kerja
internal maupun eksternal dari masyarakat sekitar industri perikanan.
3. Menciptakan kerjasama yang baik dengan masyarakat sekitar dalam
penerapan produksi bersih dengan menetapkan ruang lingkup dan
tanggung jawab, sehingga tercapai keseimbangan kepentingan masingmasing pihal dalam aspek ekonomi dan lingkungan.
5.2 Saran
Berdasarkan uaraian di atas saran yang diberikan yaitu diharapkan
penerapan teknologi bersih ini dapat diterapkan di seluruh industry perikanan
efisiensi produksi dapat meningkat dan dapat mengurangi jumlah limbah yang
dihasilkan.

Daftar Pustaka
Ariani, NM. 2011. Kajian Penerapan Produksi Bersih pada Industri Pengolahan
Ikan. Berita Litbang Industri. Vol.46, Hal.70-76.
Ibrahim, B. 2004. Pendekatan Penerapan Produksi Bersih pada Industri
Pengolahan Hasil perikanan. Buletin Teknologi Haisl Perikanan. Vol.3 No.1
Purwanto. 2004. Penerapan Teknologi Produksi Bersih untuk Meningkatkan
Efisiensi dan Mencegah Pencemaran Industri. [terhubung berkala]
http://eprints.undip.ac.id/28184/1/purwanto.pdf. (diakses pada 2016 Oktober 14)
River, L; E. Aspe; M. Rockel.; MC. Marti. 1998. Evaluation of Clean Technology
Processes in The Marine Products Processing Industry. J. Chem. Technol.
Biotechnol. 73, 217-226.
Waluyo. Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang. Malang (ID): Penerbit
Universitas Muhammadiyah.
Weston, NC.; dan DC. Stuckey. 1994. Cleaner Technologies and The UK
Chemical Industry. Trans.IchemE, 72, 91-101.

Anda mungkin juga menyukai