Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM RENCANA


TATA RUANG WILAYAH (RTRW)

Oleh:

Kelompok 3

Anggota Kelompok:

Fadhilah Amani Rindawan Abiyyu Armijn Firman F.


Devi Ana Dwi Nirwana
Amiratudz Dzakiyah Al-Ula Giga Fuad Rosyiandhi K.
Dwi Yunirahmayanti Rikky Ramadhan Mustofa
Khatami Muflih Muhammad Moch. Ardhan Khamdan Y.A.
Dita Savana Aqsalia Sulthan Fathi Nur Alauddin
Rahmad Ramadhan Sri Harya Sanggrama
Lauditta Chavia Zagita Diqy Avicenna Islahudien R.

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan
aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk
menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Kerusakan sumber daya alam
dan lingkungan hidup akan lebih efektif dicegah bila sejak proses formulasi Kebijakan,
Rencana dan/atau Program (KRP) telah mempertimbangkan masalah lingkungan hidup
dan ancaman terhadap keberlanjutannya. Konsep pembangunan berkelanjutan ini dapat
dilihat dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dalam pembangunan berkelanjutan
mengintegrasikan 3 unsur yakni, sosial, ekonomi dan lingkungan. Negara Indonesia,
menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan dengan memegang prinsip
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan
generasi yang akan dating (Fandeli, 2005).
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
menyebutkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut
dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan nasional
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas
dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah. Undang-Undang tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan Pemerintah dan pemerintah daerah untuk
membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan
suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Hasil KLHS harus
dijadikan dasar bagi kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan dalam suatu
wilayah.
UUPPLH menegaskan bahwa KLHS harus menjadi dasar dalam penyusunan atau
evaluasi RTRW, RPJP/RPJM dan kebijakan, rencana, dan program pembangunan sektor
yang berpotensi menimbulkan dampak atau resiko lingkungan hidup. Artinya instrumen
hukum KLHS harus disusun terlebih dahulu, sebelum ditetapkannya RTRW yang
mengatur peruntukan dan pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan, RPJP/RPJM
yang memuat perencanaan pembangunan jangka panjang dan menengah dan KRP

2
pembangunan yang berpotensi menimbulkan dampak dan risiko lingkungan. Sebagai
instrumen hukum baru pencegahan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup,
kehadiran KLHS terkait dengan upaya mewujudkan prinsip pembangunan berkelanjutan,
kehadiran instrumen hukum KLHS menempati posisi sentral dalam sistem hukum
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pengaruh utama
pembangunan berkelanjutan, suatu pembangunan yang mengintegrasikan tiga pilar
pembangunan yaitu lingkungan hidup, sosial, ekonomi ke dalam strategi dan proses
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup, kesejahteraan dan mutu
hidup generasi sekarang dan generasi mendatang.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dapat ditarik adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan KLHS?
2. Apakah yang dimaksud dengan RTRW?
3. Bagaimana mekanisme penyusunan KLHS pada RTRW?
4. Bagaimana studi kasus KLHS pada RTRW?
5. Apa perbedaan KLHS RTRW dengan KLHS RPJM?
6. Bagaimana urgensi KLHS dan pengintegrasiannya ke dalam RPJM?
7. Bagaimana hubungan antara KLHS, RTRW dan RPJM?
8. Apa saja nilai- nilai penting dalam pengaplikasian KLHS di Indonesia?
9. Apakah KLHS termasuk sebagai kajian dampak lingkungan RTRW maupun
RPJM?

1.2 Tujuan
Tujuan yang dapat ditarik adalah:
1. Mengetahui pengertian KLHS.
2. Mengetahui maksud RTRW.
3. Mengetahui mekanisme penyusunan KLHS pada RTRW.
4. Mengetahui studi kasus KLHS pada RTRW.
5. Mengetahui perbedaan KLHS RTRW dengan KLHS RPJM.
6. Mengetahui urgensi KLHS dan pengintegrasiannya ke dalam RPJM.
7. Mengetahui hubungan antara KLHS, RTRW dan RPJM.

3
8. Mengetahui nilai- nilai penting dalam pengaplikasian KLHS di Indonesia.
9. Mengetahui apakah KLHS termasuk sebagai kajian dampak lingkungan RTRW
maupun RPJM.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)


Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah proses sistematis untuk
mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup dari, dan menjamin diintegrasikannya prinsip-
prinsip keberlanjutan dalam pengambilan keputusan yang bersifat strategis. Dengan kata
lain, KLHS merupakan instrumen perencanaan lingkungan yang mengintegrasikan
pertimbangan lingkungan ke dalam pengambilan keputusan pada tahap kebijakan,
rencana, dan program untuk menjamin terlaksananya prinsip lingkungan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan.
KLHS Menjadi tindakan strategis dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin
tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan. KLHS memuat kajian kapasitas daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan. Perkiraan mengenai
dampak dan risiko lingkungan hidup, kinerja layanan/jasa ekosistem, efisiensi
pemanfaatan sumber daya alam, tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap
perubahan iklim, serta tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Secara umum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan,
sekaligus mendorong pemenuhan tujuan- tujuan keberlanjutan pembangunan dan
pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan.
Kaidah terpenting KLHS dalam perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat
partisipatif, dan sedapat mungkin didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki
mutu KRP tata ruang (selfassessment) agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan
efektif. Asas-asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi
penataan ruang adalah, (1) keterkaitan (interdependency), (2) keseimbangan
(equilibrium), dan (3) keadilan (justice).
Keterkaitan menekankan pertimbangan keterkaitan antara satu komponen dengan
komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu variabel biofisik
dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor,
antar daerah, dan seterusnya. Keseimbangan menekankan aplikasi keseimbangan antar
aspek, kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti
diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan

5
pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan
pengelolaan dampaknya. Keadilan untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan,
rencana dan program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap
sumber-sumber alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada
sekelompok orang tertentu (Sugandhy, 2004).

2.2 Pengertian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)


Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah hasil perencanaan tata ruang pada
wilayah yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi. Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, rencana umum tata ruang secara hirarki
terdiri atas:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) adalah arahan kebijakan dan
strategi pemanfaatan ruang wilayah Negara yang dijadikan acuan untuk perencanaan
jangka panjang. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan
pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional. Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Tujuan dari
Penataan Ruang Wilayah Nasional adalah sebagai berikut (Diniari, 2021):
a. Menjadi ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan
b. Untuk keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan
c. Untuk keterpaduan perencanaan tata runag wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota
d. Untuk keterpaduan pemanfaatan ruang darat, runag laut, dan ruang udara
termasuk runag di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia
e. Untuk keterpaduan pengendalian ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang
f. Untuk pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat
g. Untuk keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah

6
h. Untuk keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor
i. Sebagai pertahanan dan keamanan Negara yang dinamis serta integrasi nasional
2. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) adalah rencana tata ruang yang bersifat
umum dari wilayah provinsi. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ditetapkan oleh
Peraturan Daerah Provinsi. Tujuan dari Penataan Ruang Wilayah Provinsi adalah sebagai
berikut (Diniari, 2021):
a. Sebagai dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi penataan ruang
wilayah provinsi
b. Memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi
c. Sebagai dasar dalam penetapan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi.
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) adalah rencana tata ruang yang
bersifat umum dari wilayah Kabupaten/Kota. Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. RTRW
Kabupaten/Kota menjadi dasar untuk kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dan
administrasi pertanahan. Tujuan dari Penataan Ruang Wilayah Kabupaten/Kota adalah
sebagai berikut (Diniari, 2021):
a. Sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Derah
(RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
b. Sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah kabupaten/kota
c. Sebagai acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah
kabupaten/kota
d. Sebagai acuan lokasi investasi dalam wilayah kabupaten/kota yang dilakukan
pemerintah, masyarakat, dan swasta
e. Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah
kabupaten/kota
f. Menjadi dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan
wilayah kabupaten/kota yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi
g. Sebagai acuan dalan administrasi pertahanan

7
2.3 Mekanisme Penyusunan KLHS pada RTRW
Penyusunan KLHS disusun terintegrasi dalam Proses Penyusunan RTRWN, RTR
Pulau/Kepulauan, RTR KSN, RTRW Provinsi, dan RTRW Kabupaten/Kota pada tahapan
pengolahan data dan analisis. Pelaksanaan integrase Kajian Lingkungan Hidup Strategis
dalam penyusunan Rencana Tata Ruang secara lebih detailnya ditentukan dalam
Peraturan Menteri.
a. Tata Laksana KLHS dalam Perencanaan Tata Ruang
Pada prinsipnya, proses KLHS harus dilakukan terintegrasi dengan proses
perencanaan tata ruang. Kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan tata
kota yang cukup beragam menyebabkan integrasi dapat dilaksanakan dengan dua
cara, yakni:
1. Penyusunan dokumen KLHS untuk menjadi masukan bagi RTRW atau KRP
tata ruang
2. Melebur proses KLHS dengan proses penyusunan RTRW atau KRP tata ruang
b. Penyusunan Dokumen KLHS
Pola untuk penyusunan dokumen Kajian Lingkingan Hidup Strategis dapat
dilakukan dalam kondisi-kondisi berikut:
1. RTRW atau KRP tata ruang yang berlaku mengalami proses evaluasi dan/atau
revisi, atau
2. konsep RTRW atau KRP tata ruang yang akan/ sedang disusun membutuhkan
masukan telaah kajian lingkungan yang spesifik dan mendalam, atau
3. dibutuhkan dokumentasi proses kajian lingkungan tersendiri yang gamblang
untuk menguatkan akuntabilitas dan kredibilitas seluruh proses perencanaan
tata ruang.
Proses kegiatan penyusunan dokumen harus berinteraksi langsung dengan proses
penyusunan KRP tata ruang, dimana integrasinya berlangsung menurut langkah-langkah
sebagai berikut (Puspesdm, 2014):
1. Langkah 1, pelingkupan proses sistematis dan terbuka untuk mengidentifikasi isu-
isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup yang akan timbul berkenaan
dengan rancangan KRP.
2. Langkah 2, penilaian atau telaah/analisis teknis: proses identifikasi, deskripsi, dan
evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat diterapkannya RTRW

8
atau KRP tata ruang; serta pengujian efektivitas muatan RTRW atau KRP tata
ruang dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Kegiatan telaah dan
analisis teknis harus didasarkan pada:
a) pemilihan dan penerapan metoda serta teknik analisis yang sesuai dan
terkini,
b) penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis agar sesuai
dengan kebutuhan rekomendasi, dan
c) sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan dan
aspirasi yang dijaring.
3. Langkah 3, penetapan alternatif:
a. substansi pokok/dasar RTRW atau KRP tata ruang (misalnya: mengubah pola
atau struktur ruang dari yang semula diusulkan),
b. program atau kegiatan penerapan muatan RTRW atau KRP tata ruang
(misalnya: mengubah lokasi atau besaran infrastruktur yang dibutuhkan), dan
c. kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup (misalnya:
penerapan kode bangunan yang hemat energi).
4. Langkah 4, formulasi pelaksanaan dan pengambilan keputusan tentang pilihan
muatan materi bagi KRP tata ruang : dengan mempertimbangkan hal-hal :
1) kesimpulan-kesimpulan pokok yang direkomendasikan KLHS,
2) langkah-langkah kegiatan yang direkomendasikan KLHS,
3) aspirasi dan pandangan dari berbagai lapisan dan golongan masyarakat
yang berkepentingan, serta
4) aspirasi dan pandangan dari instansi pemerintah yang bertanggungjawab
dan berkepentingan (misalnya : instansi lingkungan hidup daerah, instansi
kesehatan daerah, dan lain-lain).
5. Langkah 5, pemantauan dan Tindak Lanjut : sesuai dengan kebutuhannya,
kegiatan pemantauan dan tindak lanjut dapat diatur berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku.

9
Gambar 2.1 Contoh Integrasi Penyusunan Dokumen KLHS dalam Penyusunan RTRW
Provinsi

2.4 Studi Kasus KLHS Pada RTRW


Kota Meikarta adalah kota baru yang akan dibangun setelah Jababeka, Delta Mas,
dan Suryacipta di wilayah Bekasi-Karawang. Proyek pembangunan kota Meikarta oleh
pengembang PT LIPPO grup tbk di wilayah Cikarang, Kabupaten Bekasi, melanggar
hukum tata ruang dan lingkungan hidup.
Merujuk pada RTRW Jawa Barat 2009-2029 dan RTRW Kabupaten Bekasi tahun
2011-2031, pembangunan kota Meikarta tidak ada dalam rencana tata ruang dan wilayah
termasuk dalam lampiran peta rencana wilayah. Proyek pembangunan Meikarta sudah
dijalankan sejak tahun 2015, pembangunan tersebut berjalan hingga sekarang dengan
total luas kota yang dibangun sebesar 2.200 ha, setara dengan luas 3 kecamatan di
perkotaan.
Dari aspek tata ruang, tidak hanya harus sesuai dengan RTRW, tetapi proyek Meikarta
juga harus sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan memiliki
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Hidup (RTBL). Dengan ketidakjelasan
informasi perizinan tata ruang dan wilayah, serta tidak dilengkapinya dokumen
lingkungan dan perizinan lingkungan maka seharusnya proyek kota tersebut dihentikan
aktivitasnya.
Pengembang LIPPO grup sebagai pengembang besar harus mematuhi dan menaati
hukum tata ruang dan lingkungan, tidak asal bangun apalagi sudah mempromosikan di

10
berbagai media publik baik cetak dan elektronik. Walhi Jawa Barat menilai, proyek
Meikarta pasti akan mengubah bentang alam yang sangat luas, membutuhkan air dan
energi yang cukup besar. Sehingga, ke depan akan memberikan dampak sosial dan
lingkungan yang besar bukan hanya bagi wilayah di Cikarang tapi juga ke wilayah
lainnya di Kabupaten Bekasi.

2.5 Perbedaan KLHS RTRW dan KLHS RPM


Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif, untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah atau kebijakan
maupun perencanaan. Selain itu, disebutkan pula dalam Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
pasal 2 ayat 2 dan pasal 17 ayat 1 mengenai tugas Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) yang memiliki kewenangan dalam mengatur pembuatan dan pelaksanaan
KLHS Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) serta KLHS Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). Pemerintah wajib membuat KLHS RTRW dan KLHS RPJM
dalam penyusunan maupun evaluasih. Dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategi (KLHS)
terdapat KLHS RTRW dan KLHS RPJM.
KLHS RTRW merupakan rencana tata ruang wilayah beserta rencana rincinya
(rencana rinci tata ruang, rencana tata ruang kawasan strategis). KLHS RTRW untuk
mengetahui aspek-aspek keberlanjutan dalam perencanaan Ruang/Wilayah yang
dilakukan berdsama dengan proses perencanaan itu sendiri dan merupakan proses
berkelanjutan yang akan disesuaikan dengan perkembangan pembangunan wilayah.
KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, atau
program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat
diminimalkan.
KLHS RPJM Merupakan analisis sistematis, menyeluruh, dan partisipasi yang
menjadi dasar untuk mengintegrasiikan tujuan pembagunan berkelanjutan ke dalam
dokumen rencana pembangunan jangan menengah (RPJM). KLHS RPJM ini memuat
kajian pembangunan berkelanjutan serta perumusan scenario pembangunan
berkelanjutan.

11
2.6 Urgensi KLHS dan Integrasinya Terhadap RPJM
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah kajian yang harus dilakukan
pemerintah daerah sebelum memberikan izin pengelolaan lahan maupun hutan.
Pembuatan KLHS ditujukan untuk memastikan penerapan prinsip pembangunan
berkelanjutan dalam pembangunan suatu wilayah, serta penyusunan kebijakan dan
program pemerintah. KLHS merupakan suatu upaya sistematis dan logis dalam
memberikan landasan bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan melalui proses
pengambilan keputusan yang berwawasan dilaksanakannya, atau lebih tepatnya, distorsi
pelaksanaan Undang-Undang No. 34 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam konteks pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan
dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU
SPPN), KLHS menjadi kerangka integratif untuk:
a) Meningkatkan manfaat pembangunan.
b) Menjamin keberlanjutan rencana dan implementasi pembangunan.
c) Membantu menangani permasalahan lintas batas dan lintas sektor, baik di tingkat
kabupaten, provinsi maupun antarnegara (jika diperlukan) dan kemudian menjadi
acuan dasar bagi proses penentuan kebijakan, perumusan strategi, dan rancangan
program.
d) Mengurangi kemungkinan kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal
proses perencanaan kebijakan, rencana, atau program pembangunan.
e) Memungkinkan antisipasi dini secara lebih efektif terhadap dampak negatif
lingkungan di tingkat proyek pembangunan, karena pertimbangan lingkungan telah
dikaji sejak awal tahap formulasi kebijakan, rencana, atau program pembangunan
Selain itu, KLHS juga menjadi dokumen yang terintegrasi ke dalam rencana
pembangunan dan salah satu syarat penetapan Peraturan Daerah (Perda) tentang RPJMD
sebagai salah satu instrumen yang mengintegrasikan pertimbangan lingkungan pada
tingkatan pengambilan keputusan yang bersifat strategis, yakni pada arah kebijakan,
rencana dan program pembangunan. Penyusunan KLHS dalam setiap penyusunan
RPJMD baik baru maupun perubahan menggunakan pendekatan penilaian pencapaian
TPB daerah untuk mendukung capaian TPB nasional. KLHS yang bertujuan untuk
memastikan bahwa aspek pembangunan berkelanjutan telah terintegrasi dalam
Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP) dalam RPJMD, menggunakan pendekatan

12
capaian TPB daerah yang dibandingkan dengan target TPB nasional. Dengan pendekatan
tersebut maka diharapkan pencapaian TPB yang belum mencapai target dapat dilakukan
percepatan melalui upaya tambahan dalam RPJMD. Adapun salah satu tahapan dalam
pembuatan KLHS ini, yakni konsultasi publik. Pada Konsultasi Publik ini telah
menyepakati isu strategis, tantangan, dan kondisi pencapaian tujuan pembangunan
berkelanjutan (Bappeda Jawa Tengah, 2020).

2.7 Hubungan antara KLHS, RTRW dan RPJM


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup mendefinisikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program.

Gambar 2.2 Pola Sirkuler Hubungan KLHS, RTRW dan RPJM


Pada gambar diatas, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif. KLHS digunakan untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah, kebijakan dan program. Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) bisa menentukan substansi Rencana Tata Ruang
dan Wilayah (RTRW) yang mengutamakan pola sirkuler lingkungan hidup yang bisa
memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai
instrumen metodologis pelengkap (komplementer) atau tambahan (suplementer) dari

13
penjabaran RTRW dan RPJM. KLHS dilakukan sinergi dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) dimulai dari Daya Dukung Lingkungan (DDL) yang dijadikan acuan
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Mengingat daya dukung lingkungan hidup
tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah administratif, penerapan rencana tata
ruang harus memperhatikan aspek keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi
pemanfaatan ruang, serta dalam pengelolaannya memperhatikan kerja sama antar daerah.
Setiap wilayah kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki Dokumen Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). Penetapan pemanfaatan ruang dalam RTRW ini harus didasari
adanya dokumen KLHS, sehingga pengaturan fungsi tata ruang telah dikaji secara cermat
untuk menjamin keseimbangan lingkungan dalam perwujudan pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Neraca sumber daya alam adalah instrument
pengendalian pengelolaan sumber daya alam berbasis ketersediaan dan pemanfaatannya
dalam satuan ekologi sehingga dapat dibuat rancangan perencanaan pemanfataan sumber
daya yang tepat, ramah lingkungan & berkelanjutan. Neraca sumber daya alam
merupakan salah satu agenda/mandat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM). Tujuan yang ingin dicapai adalah adanya instrument fungsi pemantauan dan
pengedalian dari implementasi program pembangunan dalam konteks ketersediaan
sumber daya alam dalam hal ini sumber daya lahan dan sumber daya hutan yang akan
memberikan acuan bagi para perencana untuk merumuskan program pembangunan
wilayah baik yang bersifat regional maupun sektoral.Keberadaannya yang kontekstual
menyebabkan pokok-pokok pikiran dalam Dokumen KLHS tidak bisa dipahami sebagai
sebuah aturan yang baku, melainkan sebagai sebuah arahan untuk memilih alternatif-
alternatif pemanfaatan yang sesuai dengan kebutuhan.

2.8 Nilai-nilai Penting Dalam Pengaplikasian KLHS di Indonesia


Kajian Lingkungan Hidup Strategis merupakan instrumen penting dalam
perencanaan tata ruang suatu wilayah. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
tentang penataan ruang, menjabarkan seluruh kegiatan yang termasuk dalam sistem
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang
yang keterkaitan satu sama lainnya bersifat sekuensial. Pemahaman bahwa sistem ini
merupakan siklus, menyebabkan hasil-hasil yang diperoleh dari proses perencanaan tata
ruang ditempatkan sebagai acuan dari kegiatan-kegiatan pemanfaatan dan pengendalian

14
pemanfaatan ruang. Berdasarkan hal itu, maka Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
adalah wujud formal kebijakan, rencana, dan program (KRP) acuan yang mengatur
penataan ruang sebuah wilayah tertentu. Oleh karena itu, setiap proses perumusan
Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) pembangunan sampai dengan pelaksanaannya
memerlukan alokasi kegiatan yang senantiasa berlandaskan kaidah kelestarian
lingkungan hidup.
Dalam konteks mekanisme implementasi strategi pembangunan, perhatian pada
lingkungan hidup ini seyogyanya ditempatkan sejak awal proses penetapan strategi
sampai dengan pelaksanaannya. Akhir-akhir ini kerusakan dan pencemaran lingkungan
di Indonesia boleh dikatakan telah berlangsung dalam kecepatan yang melampaui
kemampuan untuk mencegah dan mengendalikan degradasi lingkungan hidup.
Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) pengendalian kerusakan dan pencemaran
lingkungan yang telah diluncurkan pemerintah sejak tiga dekade lalu, tampak tak berarti
atau kalah berpacu dengan kecepatan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya hal ini adalah karena pertimbangan lingkungan tidak
diintegrasikan dalam proses pengambilan keputusan pada tahap formulasi kebijakan,
rencana, atau program-program pembangunan.
Di Indonesia, sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UU
PPLH), KLHS digunakan untuk merencanakan dan mengevaluasi kebijakan, rencana
dan/atau program yang akan atau sudah ditetapkan. Dalam penyusunan kebijakan,
rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif
penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko
lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan, sedangkan dalam evaluasi
kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk mengidentifikasi dan
memberikan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program yang
menimbulkan dampak dan/atau risiko negatif terhadap lingkungan. Rencana Tata Ruang
Wilayah adalah wujud formal kebijakan, rencana, dan program (KRP) acuan yang
mengatur penataan ruang sebuah wilayah tertentu. Dalam pelaksanaannya, perbedaan
cara penanganan dan karakteristik khusus sebuah satuan wilayah membedakan jenis
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut.

15
Sebuah RTRW yang mengatur satuan wilayah yang luas memuat arahan dan
acuan yang lebih strategis dan umum daripada RTRW yang mengatur satuan wilayah
yang lebih kecil. Akibatnya, semakin luas wilayah yang diatur, semakin panjang dimensi
kerangka waktu (time-frame) yang bisa dicakup aturan tersebut. Oleh sebab itu, hirarki
RTRW yang disusun berdasarkan luasan wilayah sebenarnya juga mencerminkan hirarki
operasionalitas arahan yang dimuat. Sebuah RTRW skala nasional, provinsi,
kabupaten/kota sebenarnya memuat kebijakan-kebijakan, sementara RTRW skala
rinci/kawasan lebih banyak memuat kumpulan program Perbedaan-perbedaan ini
mempengaruhi pola pemahaman mengenai bagaimana aspek-aspek lingkungan hidup
diterapkan dalam muatan RTRW yang berbeda jenjangnya.
KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun, mengarahkan,
dan menjamin efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan dipertimbangkan
dalam KRP tata ruang. Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh
karena siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang tidak
selalu gamblang, maka manfaat KLHS bersifat khusus bagi masing-masing RTRW.
KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan
evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap
(komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi
dari beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas. Keberadaannya yang kontekstual
menyebabkan pokok-pokok pikiran dalam Dokumen KLHS tidak bisa dipahami sebagai
sebuah aturan yang baku, melainkan sebagai sebuah arahan untuk memilih alternatif-
alternatif pemanfaatan yang sesuai dengan kebutuhan.

Adapun beberapa nilai-nilai yang dianggap penting dalam aplikasi KLHS di Indonesia
adalah:
1. Keterkaitan (interdependency); digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS
dengan maksud agar dalam penyelenggaraan KLHS mempertimbangkan
keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur
dengan unsur lain, atau antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau
keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan
seterusnya. Dengan membangun pertautan tersebut maka KLHS dapat
diselenggarakan secara komprehensif atau holistik.

16
2. Keseimbangan (equilibrium); digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS
dengan maksud agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai atau dipandu oleh
nilai-nilai keseimbangan seperti keseimbangan antara kepentingan sosial
ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, keseimbangan antara
kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, keseimbangan kepentingan
pembangunan pusat dan daerah, dan lain sebagainya. Implikasinya, forum-forum
untuk identifikasi dan pemetaan kedalaman kepentingan para pihak menjadi salah
satu proses dan metode yang penting digunakan dalam KLHS.
3. Keadilan (justice); digunakan sebagai nilai penting dengan maksud agar melalui
KLHS dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak
mengakibatkan marginalisasi sekelompok atau golongan masyarakat tertentu
karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber- sumber alam atau
modal atau pengetahuan

2.9 KLHS Sebagai Kajian Dampak Lingkungan RTRW maupun RPJM


Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) pada umumnya dilakukan untuk
penyusunan peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana
Pembangunan (RPJM dan RPJP) Daerah. Pada RTRW, KLHS dapat memperbaiki mutu
dan proses formulasi substansi, memfasilitasi proses pengambilan keputusan dalam
proses perencanaan agar dapat menyeimbangkan tujuan lingkungan hidup, dengan tujuan
sosial dan ekonomi. KLHS juga mampu meminimasi potensi dampak penting negatif
akibat usulan RTRW jika tingkat keberlanjutan substansi RTRW rendah, serta melakukan
langkah-langkah perlindungan yang tangguh-jika tingkat keberlanjutan substansi RTRW
moderat dan memelihara potensi sumber daya alam dan daya dukung air, udara, tanah
dan ekosistem. Dalam Permendagri No.7 tahun 2018 tentang KLHS dalam RPJMD.
dokumen RPJMD tidak bisa disahkan kalau tidak ada kajian lingkungan hidup strategis
di awalnya. rekomendasi – rekomendasi dari KLHS akan dipaparkan dalam RPJMD,
setidaknya untuk tingkat kabupaten terdapat 220 indikator program dan itu akan dilihat
dari capaian RPJMD 5 tahun kebelakang sebagai bahan evaluasi.
Tahapan atau tata cara penyusunan KLHS untuk RTRW maupun RPJMD, oleh
Pemerintah Daerah di Indonesia, telah diatur di dalam: Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor 69 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

17
Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian lingkungan Hidup
Strategis. Dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 07 Tahun 2018 tentang Tata Cara
Pembuatan dan Pelaksanaan dalam Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

18
BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik yaitu:


1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan instrumen perencanaan
lingkungan yang mengintegrasikan pertimbangan lingkungan ke dalam
pengambilan keputusan pada tahap kebijakan, rencana, dan program untuk
menjamin terlaksananya prinsip lingkungan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan. KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan,
sekaligus mendorong pemenuhan tujuan- tujuan keberlanjutan pembangunan dan
pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau program
pembangunan.

2. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah hasil perencanaan tata ruang pada
wilayah yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi. RTRW secara
hirarki terdiri atas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota (RTRWK).

3. Tahap penyusunan KLHS dalam RTRW sendiri terdiri dari tujuh tahap yaitu,
tahap persiapan, tahap review RTRW, tahap pengumpulan data, tahap analisis,
tahap konsepsi rencana, tahap diskusi terbuka, dan yang terakhir tahap
pengesahan.

4. Salah satu contoh kasus permasalahan KLHS pada RTRW yaitu kasus proyek
kota baru Meikarta. Merujuk pada RTRW Jawa Barat tahun 2009-2029 dan
RTRW Kabupaten Bekasi tahun 2011-2031, pembangunan kota Meikarta tidak
ada dalam RTRW padahal pembangunan sudah dilakukan sejak 2015. Dengan
ketidakjelasan informasi perizinan tata ruang dan wilayah, serta tidak
dilengkapinya dokumen lingkungan dan perizinan lingkungan maka seharusnya
proyek Kota Meikarta dihentikan aktivitasnya.

19
5. KLHS RTRW merupakan rencana tata ruang wilayah beserta rencana rincinya
untuk mengetahui aspek-aspek keberlanjutan dalam perencanaan Ruang/Wilayah
yang dilakukan bersama dengan proses perencanaan. Sedangkan KLHS RPJM
merupakan analisis sistematis, menyeluruh, dan partisipasi yang menjadi dasar
untuk mengintegrasiikan tujuan pembagunan berkelanjutan ke dalam dokumen
rencana pembangunan jangan menengah (RPJM) yang memuat skenario dan
tahapan pembangunan berkelanjutan.

6. Keberadaan KLHS dan integrasinya dengan RPJM menjadi penting karena KLHS
sendiri merupakan kerangka integratif untuk meningkatkan dan menjamin
pembangunan serta membantu menangani berbagai permasalahan di berbagai
sektor. Secara umum, penyusunan KLHS dalam setiap penyusunan RPJM
membantu pendekatan penilaian pencapaian TPB daerah untuk mendukung
capaian TPB nasional.

7. KLHS digunakan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan


telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah, kebijakan
dan program. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) bisa menentukan
substansi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang mengutamakan pola
sirkuler lingkungan hidup yang bisa memperkaya proses penyusunan dan evaluasi
keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap
(komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW dan RPJM.

8. Beberapa nilai yang diangga penting dalam pengaplikasian KLHS di Indonesia


yaitu, (1) keterkaitan (interdependency), (2) keseimbangan (equilibrium), dan (3)
keadilan (justice).

9. Pada RTRW, KLHS dapat memperbaiki mutu dan proses formulasi substansi,
memfasilitasi proses pengambilan keputusan dalam proses perencanaan agar
dapat menyeimbangkan tujuan lingkungan hidup, dengan tujuan sosial dan
ekonomi. Sedangkan pada RPJM, rekomendasi – rekomendasi yang dimuat pada
KLHS akan menjadi acuan dan evaluasi RPJMD 5 tahun kebelakang.

20
LAMPIRAN

Notulensi Tanya Jawab Presentasi


1. Apakah yang dimaksud tentangpendekatan TPB beserta contohnya! (Fania Khumairo)

Jawab: TPB adalah singkatan dari Pembangunan Berkelanjutan Tujuan Pembangunan


Berkelanjutan (TPB) sama dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu
pembangunan yang menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara
berkesinambungan, pembangunan yang menjaga keberlanjutan kehidupan sosial
masyarakat, pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan
yang menjamin keadilan dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan
kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. TPB/SDGs merupakan
komitmen global dan nasional dalam upaya untuk menyejahterakan masyarakat
mencakup 17 tujuan yaitu (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan
Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih
dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan
Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya
Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan
Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem
Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang
Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.

2. Tadi telah dijelaskan terkait UU no. 26 tahun 2007, nilai-nilai yang dianggap penting dalam
aplikasi KLHS di Indonesia menurut UU no. 26 tahun 2007? (Purnama Jaya Sakti)

Jawab: Ada beberapa nilai diantaranya, (1) Keterkaitan (interdependency) digunakan


sebagai nilai penting dalam KLHS dengan maksud agar dalam penyelenggaraan KLHS
mempertimbangkan keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain, antara satu
unsur dengan unsur lain, atau antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau
keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.
Dengan membangun pertautan tersebut maka KLHS dapat diselenggarakan secara
komprehensif atau holistik. (2) Keseimbangan (equilibrium), digunakan sebagai nilai
penting dalam KLHS dengan maksud agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai
atau dipandu oleh nilai-nilai keseimbangan seperti keseimbangan antara kepentingan

21
sosial ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, keseimbangan antara kepentingan
jangka pendek dan jangka panjang, keseimbangan kepentingan pembangunan pusat dan
daerah, dan lain sebagainya. Implikasinya, forum-forum untuk identifikasi dan pemetaan
kedalaman kepentingan para pihak menjadi salah satu proses dan metode yang penting
digunakan dalam KLHS. (3) Keadilan (justice), digunakan sebagai nilai penting dengan
maksud agar melalui KLHS dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak
mengakibatkan marginalisasi sekelompok atau golongan masyarakat tertentu karena
adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber- sumber alam atau modal atau
pengetahuan.

22
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2021. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021
1

Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.


Anonim . 2016.
2
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Grobogan: Pentingnya
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam Perencanaan Tata Ruang
Anonim . 2014. Dinas PUPESDM DIY: Laporan akhir KLHS review RTRW DIY.
3

Yogyakarta: DIPPress.
Bappeda Jawa Tengah. 2020. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Perubahan RPJMD. Diakses melalui laman resmi Bappeda Jawa Tengah
https://bappeda.jatengprov.go.id/kajian-lingkungan-hidup-strategis-klhs-perubahan-
rpjmd/ pada tanggal 8 Desember 2021.
Catanesse, J. Anthony and Snyder James. 2002. Pengantar Perencanaan Kota.
Jakarta: Airlangga
Diniari, E. B. 2021. https://www.ruangguru.com/blog/macam-macam-
perencanaan-tata- ruang?hs_amp=true. Diakses pada 8 Desember 2021.
Fandeli, C. 2005. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan - Prinsip Dasar dan
Pemapanannya dalam Pembangunan. Yogyakarta: Liberty Offset.
Sugandhy, A. 2004. Penataan Ruang Wilayah Berwawasan Lingkungan dalam
Menunjang Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal PW Nomor 5 Tahun III/September
2004. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

23

Anda mungkin juga menyukai