Anda di halaman 1dari 36

Mata Kuliah : Seminar Teori Perencanaan

Kode Mata Kuliah : Pl 632


Tanggal Penyerahan : 01 Oktober 2018
Dosen : Ir.Supratignyo Aji., MT

TUGAS 02
REVIEW MATERI TEORI PERENCANAAN DAN TEORI PLANNING &
ANTI PLANNING
Tugas ini disusun guna memenuhi nilai mata kuliah Seminar Teori Perencanaan

Disusun Oleh :

Muhammad Ihsan A R 153060040

Annisa Firdaus 153060047

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2018
DAFTAR ISI
1. Filsafat Ilmu ................................................................................................................ 2
a. Landasan Ontologis ................................................................................................ 2
b. Landasan Epistomologi ........................................................................................... 3
c. Landasan Aksiologis ............................................................................................... 3
2. Fungsi dari ilmu Pengetahuan : ................................................................................... 3
3. Unsur-Unsur Ilmu yang Membangun Ilmu Pengetahuan: .......................................... 5
4. Teori : .......................................................................................................................... 6
5. Peran Filsafat Dalam Perencanaan:............................................................................. 7
6. Prinsip – prinsip perencanaan : ................................................................................... 7
7. Planning Approach: .................................................................................................... 8
8. Perkembangan perencanaan: ....................................................................................... 8
9. Jenis-Jenis Pendekatan Perencanaan:.......................................................................... 8
10. Planning Process: .................................................................................................. 10
11. Definisi Perencanaan............................................................................................. 10
12. Model dan tahap proses perencanaan:................................................................... 12
13. Planning Etics: ...................................................................................................... 15
14. Planning Value: ..................................................................................................... 17
PRO PLANNING AND ANTI PLANNING .................................................................... 19
A. Awal Mula Adanya Pro Planning dan Anti Planning ........................................... 19
B. Pengertian Pro Planning dan Anti Planning .......................................................... 20
C. Mahzab Perencanaan............................................................................................. 21
1) Mazhab Merkantilisme ..................................................................................... 22
2) Mazhab Fisiokrat .............................................................................................. 22
3) Mazhab Klasik .................................................................................................. 22
4) Mazhab Neo-klasik ........................................................................................... 22
5) Mazhab Sosialis ................................................................................................ 23
6) Mazhab Keynesian ............................................................................................ 23
7) Mazhab Post-Keynesian.................................................................................... 23
D. Pro-Planning ......................................................................................................... 23
1. Partisipasi Masyarakat ...................................................................................... 23
E. Tujuh (7) Dosa Perencanaan ................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 35

1
1. Filsafat Ilmu

Filsafat dapat didefiniskan sebagai upaya mencari atau memperoleh


jawaban atas berbagai pertanyaan lewat penalaran sistematis yang kritis,radikal,
refleksif dan integral. Filsafat membedakan dirinya baik dari ilmu pengetahuan
lewat pendekatannya yang integral dalam arti filsafat tidak mengkaji semesta dari
satu sisi saja namun secara menyeluruh (Adian, 2002: 3)

Filsafat secara etimologis berasal dari Yunani Philosophia, Philos artinya


suka, cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia artinya
kebijaksanaan. Dengan demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau
kecenderungan pada kebijaksanaan (Mustansyir, 2001:2). Filsafat ilmu dimulai dari
mempertahankan sesuatu. Filsafat bersifat radikal, berfikir sampai ke akar-akarnya.

a. Landasan Ontologis
Objek yang ditelaah dalam bidang, mengamati realitas dari objek tersebut.
Membahas yang ingin diketahui dengan kata lain merupakan suatu pengkajian
mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi
yang menjadi objek penelaahan ilmu.

Berdasarkan objek yang telah ditelaahnya, ilmu dapat disebut sebagai


pengetahuan empiris, karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan
pengalaman manuskia yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji
oleh panca indera manusia. Berlainan dengan agama atau bentuk-bentuk
pengetahuan yang lain, ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian-kejadian yang
empiris, selalu berorientasi terhadap dunia empiris.
Dilihat dari landasan ontologi, maka ilmu akan berlainan dengan bentuk-
bentuk pengetahuan lainnya. Ilmu yang mengkaji problem-problem yang telah
diketahui atau yang ingin diketahui yang tidak terselesaikan dalam pengetahuan
sehari-hari. Masalah yang dihadapi adalah masalah nyata. Ilmu menjelaskan
berbagai fenomena yang memungkinkan manusia melakukan tindakan untuk
menguasai fenomena tersebut berdasarkan penjelasan yang ada.

2
b. Landasan Epistomologi
Epistimologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat
dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, epistimologi
adalah suatu teori pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh
melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Kegiatan dalam mencari
pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada objek empiris dan
pengetahuan tersebut diperoleh dengan menggunakan metode keilmuan, sah
disebut keilmuan. Kata-kata sifat keilmuan lebih mencerminkan hakikat ilmu
daripada istilah ilmu sebagai kata benda. Hakikat keilmuan ditentukan oleh cara
berfikir yang dilakukan menurut syarat keilmuan yaitu bersifat terbuka dan
menjunjung kebenaran diatas segala-segalanya (Jujun S.Suriasumantri, 1991, hal 9.
c. Landasan Aksiologis
Dasar aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia
dari pengetahuan yang didapatkannya. Tidak dapat dipungkiri bahawa ilmu telah
memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menegndalikan
kekuatan-kekuatan alam. Dengan mempelajari atom kita dapat memanfaatkannya
untuk sumber energi bagi keselamatan manusia, tetapi hal ini juga dapat
menimbulkan malapetaka bagi manusia, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan
malapetaka bagi manusia. Penciptaan bom akan meningkatkan kualitas
persenjataan dalam perang, sehingga jika senjata itu dipergunakan akan
mengancam keselamatan umat manusia.

2. Fungsi dari ilmu Pengetahuan :


 Harus mampu eksplanasi ( Mampu menjelaskan)/ deksripsi
 Dapat Melakukan peramalan (prediksi)
 Memiliki fungsi control (Mengendalikan)

3
Filsafat

1. Pengetahuan 2. Filsafat 3. Hybrid (campuran)


 Geografi
 Sosiologi  Perencanaan wilayah
 Fisik
 ekonomi kota
 geologi

Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth) memandang bahwa


“kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain, “suatu
pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam
kehidupan manusia.

Berpikir Kefilsafatan dapat dikemukakan sebagai berikut {Mustasyir 2001)

o Radikal artinya berpikir sampai keakar-akarnya, sehingga sampai


pada hakikat atau subtansi yang dipikirkan.
o Universal artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum
manusia kehususan berfikir kefilsafatan menurut jespret terleak
pada aspek keumumannya.
o Konseptual artinya merupakan hasil generisasi dan abstraksi
pengalaman manusia. Misalnya : Apakah Seni itu ? Apakah
keindahan itu ?
o Kohoren dan konsisten ( runtut). Kohoren artinya sesuai dengan
kaidah-kaiah berfikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung
kontradiksi.
o Sistimatik artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu
harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya
maksud atau tujuan tertentu.

4
o Konprehensif artinya mencakup atau menyeluruh. Berfikir secara
kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta
secara keseluruhan.
o Bebas artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati
boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas
dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan religius.
o Bertanggung jawab artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang
yang berfikir sekaligus bertanggung jawabterhadap hasil
pemikiran, paling tidak terhadap hati nurani sendiri.

Kedelapan ciri berfikir kefilsafatan ini menjadikan filsafat


cenderung berbeda dengan ciri berfikir ilmu-ilmu lainnya, sekaligus menempatkan
kedudukan filsafat sebagai bidang yang netral terutama ciri ketujuh.

3. Unsur-Unsur Ilmu yang Membangun Ilmu Pengetahuan:


1) Konsep: balok-balok bangunan ilmu, setiap penyelidikan mulai dan
berakhir dengan konsep-konsep merupakan alat dengan pengalaman
mengenai dunia nyata.

Struktur Konsep:

 Ide atau bayangan mental yang dimiliki oleh seseorang mengenai


sesuatu gejala di dunia luar
 Acuan yaitu gejala nyata kemana ide ini mengacu
 Istilah atau simbul dengan jalan dimana ide-ide tersebut
dikomunikasikan kepada orang lain. Jadi ide mengacu kepada
suatu aspek dari realitas yang terwujud dalam acuan ide
disimbolkan dengan istilah, satu bentuk bahasa dan istilah
mewakili acuan.
2) Proporsi merupakan pernyataan masalah yang sederhana yang telah
diverifikasi oleh peneliti mengembangkan suatu konsep. Proposisi
merupakan balok dari teori terbagi menjadi beberapa proses:

5
 Asumsi nilai: value merupakan pernyataan tegas tentang bagaimana
yang seharusnya. Tidak perlu diuji secara empirik.
 Prasangka : asumsi-asumsi mengenai sifat sebab akibat merupakan
pernyataan – pernyataan mengenai hakikat realitas yang dianggap
benar dalam konteks tertentu, tetapi tidak nyata diketahui benar.
Prasangka digunakan sebagai tiang pondasi supaya peneliti bergerak
ke proposisi-proposisi.
 Generalisasi empirik : pernyataan-pernyataan perngucapan
keseragaman yang dapat diamati mengenai kelompok manusia,
benda atau peristiwa. Generalisasi menyesuaikan diri dengan
norma-norma ilmu, dapat diulangi dan dapat diverifikasi, dihasilkan
melalui proses indusksi.
 Hipotesis : Dugaan mengenai keseragaman-keseragaman belum di
verifikasi melalui observasi. Di deduksi dari proposisi yang
diketahui benar atau diterima seolah-olah benar (prasangka).
Memiliki dasar teoritik atau deduktif tetapi belum memiliki dasar-
dasar empirik. Hipotesis dihasilkan melalui proses deduksi.

4. Teori :
1) Dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih proposisi yang
bersifat menjelaskan (explanatory). Jadi, teori merupakan penjelasan
mengenai generalisasi-generalisasi empirik.
2) Teori berbeda dengan generalisasi empirik dan hipotesis. Generalisasi
dan hipotesis adalah deskriptif. Teori adalah eksplanatorik
(menjelaskan).
3) Acuan teori ada 4 kriteria diantaranya: kedalaman, konsistensi internal,
konsistensi eksternal dan dapat difikirkan.
4) Teori perencanaan menurut Moekijat, (1980) terdiri dari:
 Theory of Planning menjelaskan prinsip - prinsip, prosedur dan
langkah– langkah normatif yang seharusnya/sebaiknya dijalankan

6
dalam proses perencanaan untuk menghasilkan outputs dan
outcomes yang efektif.
 Theory in Planning merupakan teori substantif dari berbagai disiplin
ilmu yang relevan dengan bidang perencanaan.
 Theory for planning menjelaskan prinsip etika, nilai dan moral yang
menjadi pertimbangan bagi perencana didalam menjalankan
peranannya.
5) Theory of Planning atau teori dalam perencanaan yaitu menjelaskan
prinsip - prinsip, prosedur dan langkah langkah normatif yang seharusnya
atau sebaiknya dijalankan dalam proses perencanaan untuk menghasilkan
outputs dan outcomes yang dapat berjalan. Theory of Planning
membicarakan tentang prosedur perencanaan yang terkait dengan
bagaimana suatu proses perencanaan dapat berjalan.
6) Theory in Planning (tentang perencanaan) yaitu merupakan teori substantif
dari berbagai disiplin ilmu yang relevan dengan bidang perencanaan.
Theory in Planning merupakan bagian dari Planning theory yang
diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan bidang
perencanaan. Artinya suatu rencana yang diterapkan dapat berubah sesuai
dengan kebutuhan, karena dalam penyusunan suatu rencana dalam
implementasi suatu proyek atau kegiatan, penerapan yang dibuat dapat
dengan kebutuhan proyek tersebut.

5. Peran Filsafat Dalam Perencanaan:


Merencana dan berfilsafat secara implisit terdapat satu sinergitas yang
saling memperkuat satu sama lain. Rencana membutuhkan filsafat dan
dengan berfilsafat sangat boleh jadi akan menghasilkan rencana yang baik.
Dalam filsafat dianjurkan untuk tidak mudah percaya begitu saja mengenai
apa yang ditangkap indera.

6. Prinsip – prinsip perencanaan :


- Memandang ke masa depan yang tidak pasti
- Mengetahui adanya masalah sosial ekonomi

7
- Menyadari kebutuhan untuk menyusun langkah dan kebijakan
- Menyadari adanya faktor internal dan eksternal yang harus ditanggapi

7. Planning Approach:
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran. Sedangkan Planning (Perencanaan) adalah
proses menetapkan tujuan, mengembangkan strategi, dan menguraikan tugas
dan jadwal untuk mencapai tujuan. Jadidapatdisimpulkanbahwa Pendekatan
Perencanaan adalahtitik tolakatausudut pandangkitadalam proses
penetapantujuan. Agar tujuan dapatdicapaisecaraefektif danefisien.

8. Perkembangan perencanaan:
 Perkembangan Ekonomi : Perencanaan ini bertujuan untuk
mencapai suatu tingkat perkembangan ekonomi tertentu suatu
wilayah. Pada dasamya perencanaan ini berkaitan erat dengan
struktur serta pertumbuhan dari ekonomi tingkat nasional. Perhatian
utama pendekatan perencanaan ini pada penambahan kapasitas
produksi, dan perubahan neraca antar sektor
 Perkembangan Fisik : Bahasan perkembangan perencanaan fisik
pada umumnya mengemukakan uraian hakekat manusia dalam
kaitannya dengan lingkungan fisik seperti perencanaan kota atau
lingkungan permukiman. Namun perencanaan sebenamya
menyangkut berbagai aspek kehidupan yang luas, meliputi segi
sosial budaya, ekonomi, dan politik

9. Jenis-Jenis Pendekatan Perencanaan:


 Buttom-Up Planning adalah perencanaan yang dibuat berdasarkan
kebutuhan, keinginan dan permasalahan yang dihadapi oleh
bawahan bersama-sama dengan atasan menetapkan kebijakan atau
pengambilan keputusan dan atasan juga berfungsi sebagai fasilitator.
Sedangkan dalam pengertian dibidang pemerintahan, bottom-up
planning atau perencanaan bawah adalah perencanaan yang disusun

8
berdasarkan kebutuhan mereka sendiri dan pemerintah hanya
sebagai fasilitator. Kelamahan dari pendekatan ini adalah
memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk perencanaan serta
pengembangan budaya perusahaan yang sesuai.
 Pendekatan top-down planning, adalah pendekatan pembangunan di
mana penentuan keputusan tidak menampung semua aspirasi
elemen di kelompok, tetapi hanya mementingkan keputusan bagian
tertentu dalam kelompok. perencanaan top-down planning atau
perencanaan atas adalah perencanaan yang dibuat oleh pemerintah
ditujukan kepada masyarakat dimana masyarakat sebagai pelaksana
saja.
 Peran Perencana pada Pembangunan Yang Memiliki Pendekatan
Topdown dan Bottom-Up Planning:
 Pada pendekatan top-down planning di mana pemerintah
yang memiliki andil terbesar dan mutlak sehingga dalam hal
ini peran dari perencana pun tidak memiliki pengaruh yang
besar karena di sini perencana hanya mengikuti apa yang
menjadi permintaan dari pemerintah. Dalam pendekatan top-
down ini semua keputusan berada di tangan pemerintah
sedangkan masyarakat hanya sebagai objek dari suatu
perencanaan tanpa ikut campur tangan dalam perencanaan.
 Dalam upaya pengembangan wilayah dan pembangunan
kota secara bottom-up, peran pemerintah akan lebih
ditekankan pada penyiapan pedoman, norma, standar dan
peraturan, pengembangan informasi dan teknologi,
perumusan kebijakan dan strategi nasional. Sementara disisi
lain, masyarakat semakin dituntut untuk mengenali
permasalahan wilayah dan kota dan pemecahan yang
inovatif yang tidak lagi tergantung pada pemerintah,
meskipun pemerintah masih mempunyai kewajiban
membantu dalam pembangunan wilayah.

9
10. Planning Process:
 Menurut R. Evans dan Lindsay Proses adalah serangkaian aktivitas
yang ditujukan untuk mencapai beberapa hasil.
 Menurut JS Badudu dan Sutan M Zain proses adalah jalannya suatu
peristiwa dari awal sampai akhir atau masih berjalan tentang suatu
perbuatan, pekerjaan dan tindakan
 Menurut Soewarno Handayaningrat Proses adalah sesuatu tuntutan
perubahan dari suatu peristiwa perkembangan sesuatu yang
dilakukan secara terus-menerus.

Gambar. 1 Proses Sebagai Kegiatan Sekuensial

11. Definisi Perencanaan


 Menurut Chadwick “planning is a process” proses pemikiran
manusia dan tindakan atas dasar pemikiran khususnya pada
pemikiran untuk masa depan.
 Menurut Partidário perencanaan adalah alokasikan sumber daya
untuk kegiatan atau penggunaan/pemanfaatan, untuk menentukan
tujuan pengembangan dan strategi dan untuk menetapkan aturan.
 Menurut Conyer Perencanaan adalah proses kontinu dalam
pengambilan keputusan atau pilihan mengenai bagaimana
memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna
mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa depan

10
 Perencanaan adalah objek dalam suatu atau rangkaian proses .
Proses yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan yang ingin
dicapai dimasa depan
 Menurut Webberr adalah proses perencanaan dapat dimaknai
Sebagai suatu rangkaian kegiatan berpikir yang berkesinambungan
dan rasional untuk memecahkan suatu masalah atau mencapai tujuan
tertentu di masa depan secara sistematis. proses perencanaan
sangatlah berkesinambungan.
 Menurut Mcloughlin adalah proses perencanaan dapat dipandang
sebagai suatu proses sistemis. Setiap sistem dirangkai oleh
subsistem- subsistem yang lebih kecil. Selain itu, sistem-sistem
bergabung dan membentuk sistem yang lebih besar.
 Sebagai suatu proses yang berkesinambungan, perencanaan
memiliki beberapa implikasi sebagai berikut (Webber dalam
Hudalah dan Sujarto).
1) Perencanaan Tidak Mempunyai Awal dan Akhir yang
Definitif
2) Perencanaan akan Berlangsung Terus-menerus Menuju
Upaya Penyelesaian Masalah-masalah Selanjutnya sesuai
dengan Perkembangan Kondisi Zaman dan Tantangan
Terbaru.
3) Perencanaan akan Selalu Tanggap dan Menyesuaikan Diri
dengan Perkembangan dalam Masyarakat ataupun Berbagai
Sumber Daya yang Menunjangnya (Branch, 1968).

11
Gambar. 2 Sifat Siklis dala Proses Perencanaan

 Hal yang perlu kita pahami dan merupakan sifat mendasar dari
proses perencanaan mencakup tiga sifat. 1. Sifat Siklis 2. Kesatuan
dalam Ragam Kegiatan/Tahapannya 3. Tiap Tahapan Tidak Selalu
Dilakukan secara Sekuensial.
 Proses Perencanaan Wilayah dan Kota :
Chadwick menegaskan bahwa spatial kota dan wilayah merupakan
objek sebuah proses yg akan dilaksanakan. Dalam kaitannya dengan
perencanaan wilayah dan kota, perencana wilayah dan kota
menggunakan proses perencanaan sebagai inti dari kegiatan
profesionalnya. Perencana kota juga menggunakan proses
perencanaan untuk merancang lingkungan dalam lingkup yang luas
dan dalam topik-topik yang terkait pada satu wilayah perkotaan yang
khusus, yang diketahui sebagai dengan rencana komprehensif atau
rencana umum (general).

12. Model dan tahap proses perencanaan:


 Patton dan Sawicki (1968) memandang perlunya perincian dalam
mengembangkan setiap tahapan perencanaan. Mereka juga menekankan
perlunya pengembangan kriteria evaluasi sebelum rencana
diimplementasikan. Terry Moore (1988) mendefinisikan tahapan-
tahapan perinci proses perencanaan sebagai suatu siklus yang banyak
digunakan pada perencanaan modern.

12
Gambar. 3 Tahapan Perencanaan Menurut Terry Moore

 Dunn (2003) mengisyaratkan perlunya memandang perencanaan


sebagai suatu proses analisis kebijakan publik. Proses ini meliputi
perumusan persoalan, peramalan, pemantauan, evaluasi, dan
penyusunan rekomendasi.

Gambar. 4 Diagram Analisis Kebijakan Publik William Dunn

13
Gambar. 5 Proses dan Prosedur Umum Penyusunan RTRW Kabupaten
14
13. Planning Etics:
 Etika (etimologi), berasal dari bahasa Yunani ”Ethos” yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Identik dengan perkataan moral yang
berasal dari kata lain “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores”
yang berarti juga adat atau cara hidup (Zubair, 1987:13). Etika
perencanaan diartikan sebagai batasan-batasan sistem dan tata nilai
minimum dalam ruang, waktu dan kondisi tertentu yang dipersyaratkan
untuk menjamin keberlangsungan proses perencanaan guna mencapai
tujuan.
 (Hendler, Sue 1995)dalam buku Planning Ethic mengatakan bahwa
Etika adalah disiplin yang dengannya kita mengukur apa yang baik
dan buruk, benar dan salah, dan kewajiban moral. Dengan demikian
perilaku individu dengan etika perencanaan memberikan wawasan
tentang bagaimana etika dan perencanaan dapat di integrasikan untuk
memberikan arahan baru terhadap perencanaan dan kerja keras.
 Mengapa etika diperlukan?
 Etika diperlukan saat keraguan/kerancuan di antara beberapa
nilai yang ada pada individu atau saat terjadi pertentangan
antarnilai individu.
 Etika sangat mempengaruhi proses dan hasil perencanaan
 Etika merupakan tanggung jawab perencana. Karena
merupakan suatu perilaku dari standar yang dipersyaratkan
dengan nilai-nilai ilmiah, filosofi, moral, dan keyakinan tertentu
untuk menjamin berlangsungnya proses pencapaian tujuan
 Etika bukan merupakan jerat untuk membangun sikap kritias,
responsif, dan reflektif yang selalu muncul dalam perencanaan,
namun merupakan tanggungjawab profesional
 Kode etik perencana adalah norma sikap dan perilaku yang harus
dipahami dan dilaksanakan oleh Perencana, Pemerintah dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, serta dalam menggunakan
hak dan kewenangannya baik individu porfesional maupun bagian dari

15
instansi pemerintah. Kode etik perencana berisi kewajiban, tanggung
jawab, tingkah laku, dan perbuatan sesuai dengan nilai-nilai hakiki
profesinya dikaitkan dengan nilainilai yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat serta pandangan hidup bangsa dan negara.
 Standar Pelaksanaan Kode Etik:
 Nilai-nilai pribadi dan standar perilaku seperti tersebut diatas,
dilaksanakan dalam bentuk ucapan, sikap dan tindakan.
 Perencana wajib menjaga kewenangan yang dimiliki dengan
berperilaku sesuai dengan kode etik Perencana.
 Perencana wajib menempatkan loyalitas kepada hukum, norma,
etika, dan moral diatas kepentingan pribadi dan atau golongan
dalam pelaksanaan tugas pokoknya.
 Kode Etik diterapkan dengan tegas, dan mengandung sanksi
profesi dan penjatuhan hukuman disiplin sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi yang
melanggarnya.
 Prinsip etika dalam perencanaan:
 Melayanani kepentingan umum/publik
 Mendukung peranserta warga masyarakat dalam perencanaan
 Menyadari bahwa keputusan perencanaan berciri komprehensif
dan jangka panjang
 Memperluas pilihan dan kesempatan bagi semua warga
 Memfasilitasi koordinasi melalui proses perencanaan
 Menghindar dari benturan kepentingan
 Memberikan jasa perencanaan secara cermat dan teliti
 Menjamin pemaparan sepenuhnya pada waktu konsultasi publik
 Menjaga kepercayaan publik
 Menghormati professional codes of ethics and conduct.

16
14. Planning Value:
 Nilai adalah suatu hal yang menyebabkan hal itu di kejar oleh manusia.
Nilai juga berarti keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas
dasar pilihannya. Nilai perencanaan berarti maksud dari suatu tujuan
yang hendak di capai dalam proses menentukan strategi dan
pilihanpilihan alternatif terbaik berdasarkan tolok ukur tertentu dan
merupakan sebuah pengembangan perencanaan.
 Nilai perencanaan juga merupakan cara bagaimana mengubah semua
hal-hal agar dapat teratur dengan sesuai, dimana juga hal-hal yang harus
sesuai ialah sebagai berikut :
 Sesuai dengan perkembangan zaman
 Sesuai dengan nilai-nilai keamaan.
 Dan juga harus mengetahui hal-hal dibawah ini :
Revolusi industri menuntut ekonomi pasar ; seperti efisiensi dan
efektivitas dan aspek Sosial ; seperti kesehatan (layak huni),
keharmonisan, psikologi.
 Macam-macam nilai perencanaan:
 Engineering Value (Nilai Teknik): Nilai teknik suatu
perencanaan harus terukur dengan jelas, signifikan/tepat, dan
detail dalam hal apa pun. Contoh : Dalam membuat jalan maka
harus diukur dengan baik sesuai dengan kebutuhan misalkan
juga dalam membuat tikungan maka derajatnya pun harus pas
sesuai ketentuan dan tidak terlalu miring.
 Nilai ekonomi adalah suatu nilai yang mendasari perbuatan
seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan ada
tidak keuntungan finansial akibat dari perbuatannya itu •Dalam
perencanaan dimana nilai ekonomi ini bermain dimana dengan
biaya yang murah dan menghasilkan sebuah hasil yang banyak.
Contoh : Dalam perencanaan membuat jalan di suatu
wilayah/kota sebaiknya jalan tersebut mudah untuk dicari dan

17
jarak dari suatu daerah ke daerah lain tidak terlalu jauh sehingga
biaya masyarakat untuk transportasi lebih efisien.
 Nilai estetika adalah ilmu yang membahas keindahan,
bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang
merasakannya. •Contoh : Saat merencanakan wilayah/kota di
sekitar Pantai, maka kita harus memperhatikan nilai estetika
juga. Seperti membuat sesuatu bangunan yang bisa menjadi ciri
khas daerah tersebut . Penempatan bangunan-bangunannya pun
harus terlihat rapih dan baik agar dapat menarik wisatawan baik
dari dalam maupun luar negeri.
 Nilai keagamaan adalah nilai kepercayaan dengan sesuatu yang
di pandang benar menurut ajaran agama dan kepercayaan
masing-masing. Sebagai contohnya, pemerintah daerah di bali
membuat peraturan daerah bahwa bangunan tidak boleh
melebihi tinggi dari pohon kelapa. Hal ini dilakukan berkaitan
dengan kepercayaan agama hindu di bali.
 Nilai sosial adalah nilai yang di anut oleh suatu masyarakat,
mengenai baik dan buruknya sesuatu untuk menentukan pantas
atau tidak pantas dengan melalui proses menimbang. Contoh :
Ketika merencanakan wilayah/kota, Sebaiknya Kita
bersosialisasi bersama Masyarakat dan memberitahukan
rencana Kita sebelum menerapkannya, Jika ada yang tidak
setuju maka bisa dimusyawarahkan sampai rencana Kita
disepakati oleh semua Masyarakat yang akan menempatinya.
 Nilai psikologi adalah ilmu yang mempelajari respon manusia
terhadap sesuatu dengan pengalaman yang dirasakan sehingga
bagaimana seorang planner menciptakan psikologis yang akan
rasakan seperti kenyamanan, keindahan, dan ketenangan dengan
udara yang sejuk.
 Nilai kesehatan lingkungan sangat di utamakan untuk
kelancaran kehidupan dibumi, Lingkungan dapat dikatakan

18
sehat bila sudah memenuhi syarat-syarat lingkungan sehat.
Adapun syarat-syarat lingkungan sehat : Keadaan air yang tidak
berbau, tidak tercemar, dan dapat dilihat kejernihan air tersebut.
Keadaan udara yang banyak oksigen dan tidak tercemar oleh zat
CO2 (karbondioksida). Keadaan tanah yang tidak tercemar oleh
zat-zat logam berat.

PRO PLANNING AND ANTI PLANNING

A. Awal Mula Adanya Pro Planning dan Anti Planning


Pro Planning muncul karena adanya pihak yang merasa bahwa ada beberapa
hal yang mendasari pentingnya perencanaan. Seperti adanya ketidakpastian masa
depan, keterbatasan sumber daya, antisipasi terhadap bencana, kebutuhan hidup
yang terus meningkat, meminimalisir resiko, kemajuan teknologi, dan lain-lain.
Kegiatan proses perencanaan tersebut harus dapat dilakukan secara transparan,
akuntabel, dan partisipatif (sebagai perwujudan prinsip-prinsip “good governance”)
yang dapat memberikan dukungan pencapaian tujuan peningkatan kesejahteraan
masyarakat, pertumbuhan ekonomi daerah, dan kelestarian lingkungan hidup.
Jika ada pihak yang pro terhadap perencanaan (Pro Planning), maka akan
ditemukan pula pihak yang kontra terhadap suatu perencanaan (Anti Planning) baik
dari sisi pemerintah, swasta maupun masyarakat yang tidak setuju atau sepaham
dengan perencanaan tersebut. Anti Planning muncul karena adanya pemikiran
bahwa ketika suatu hal yang tidak direncanakan tidak akan berdampak buruk
terhadap hal yang lainnya. Pemikiran ini muncul berdasarkan pengalaman empiris
langsung dimana kebenaran adalah sesuatu yang membuktikan dirinya benar
melalui pengalaman praktis dan hasil akhir yang didapat. Terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan adanya pemikiran bahwa tidak perlu adanya perencanaan, yaitu
:
1. Keterbatasan waktu. Hal ini dapat disebabkan oleh manajemen yang kurang
baik.
2. Kurangnya pengetahuan. Baik pengetahuan mengenai proses perencanaan
dan urutannya, maupun sumber informasi dan bagaimana penggunaannya.

19
3. Kurangnya keterampilan. Kurangnya spesialis pada perencanaan yang
diperlukan pada sektor tertentu.
4. Kurangnya kepercayaan dan keterbukaan pada rekan kerja. Tidak ingin
melibatkan pihak lain untuk menyusun dan memformulasikan rencana.
5. Adanya anggapan bahwa perencanaan memerlukan biaya yang besar.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penting atau tidaknya perencanaan didasarkan


pada tingkat resiko yang ditimbulkan. Ketika suatu hal tidak direncanakan akan
sangat berpengaruh atau mempunya dampak yang buruk, maka perencanaan
dianggap penting. Sebaliknya, jika suatu hal yang tidak direncanakan tetapi tidak
berdampak buruk terhadap yang lainnya maka perencanaan dianggap tidak perlu
untuk direncanakan.

B. Pengertian Pro Planning dan Anti Planning

Pro-planning merupakan suatu pihak, kelompok/organisasi yang setuju atau


mendukung terhadap berjalannya suatu perencanaan. Pihak yang mendukung
dalam perencanaan biasanya merupakan pihak yang mendapatkan keuntungan dari
hasil perencanaan tersebut.
Dalam setiap perencanaan akan ditemukan pihak yang pro terhadap
perencanaan (Pro Planning) atau kontra terhadap suatu perencanaan (Anti Planning)
baik dari sisi pemerintah, swasta maupun masyarakat yang tidak setuju atau
sepaham dengan perencanaan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut perlu
dilakukan konsolidasi secara umum agar pihak yang tidak setuju/tidak sepaham
(Anti Planning) paham dengan perencanaan yang ada.

20
C. Mahzab Perencanaan

21
1) Mazhab Merkantilisme
Istilah “merkantilisme” berasal dari kata merchant, yang berarti
“pedagang”. Menurut paham merkantilisme, setiap negara yang berkeinginan untuk
maju harus melakukan perdagangan dengan negara lain. Bagi penganut
merkantilisme, sumber kekayaan negara adalah dari perdagangan luar negeri.
Selanjutnya, uang sebagai hasil surplus perdagangan adalah sumber kekuasaan.
2) Mazhab Fisiokrat
Kaum Fisiokrat menganggap bahwa sumber kekayaan yang senyata-
nyatanya adalah sumber daya alam. Kaum fisiokrat percaya bahwa system
perekonomian juga mirip dengan alam yang penuh harmoni. Dengan demikian,
setiap tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing juga akan
selaras dengan kemakmuran masyarakat banyak. Tanpa adanya intervensi atau
campur tangan pemerintah, maka semua tindakan manusia akan berjalan secara
harmonis, otomatis, dan bersifat self-regulating.
3) Mazhab Klasik
Adam Smith sangat mendukung motto laissez faire-laissez passer yang
menghendaki campur tangan pemerintah seminimal mungkin. Biarkan saja
perekonomian berjalan dengan wajar tanpa campur tangan pemerintah. Nanti akan
ada suatu tangan tak kentara (invisible hand) yang akan membawa perekonomian
tersebut kearah keseimbangan. Jika banyak campur tangan pemerintah, menurut
Smith, pasar justru akan mengalami distorsi yang akan membawa perekonomian
pada ketidakefisienan (inefficiency) dan ketidakseimbangan.
4) Mazhab Neo-klasik
Menurut Alfred Marshall, selain oleh biaya-biaya, harga juga dipengaruhi
oleh unsure subjectif lainnya. Unsur subyektif yang mempengaruhi harga dari pihak
konsumen, misalnya pendapatan (daya beli). Harga terbentuk sebagai integrasi dua
kekuatan di pasar : penawaran dari pihak produsen dan permintaan dari pihak
konsumen. Jika banyak pembeli dan penjual dan tidak ada halangan masuk atau
keluar pasar (free entry and exit), dalam jangka panjang harga yang terbentuk di
pasar hanya cukup untuk menutup biaya-biaya saja.

22
5) Mazhab Sosialis
Akumulasi kapital di kalangan kaum kapitalis memungkinkan tercapainya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk bisa membangun secara nyata bagi
seluruh lapisan masyarakat, perlu dilakukan perombakan struktural melalui
revolusi sosial. Hanya atas dasar hubungan yang lebih manusiawi ini pembangunan
dapat berjalan lancar tanpa hambatan dan dapat diterima oleh seluruh lapisan
masyarakat.
6) Mazhab Keynesian
Menurut Keynes, penciptaan uang ditentukan oleh kredit. Artinya, uang
seharusnya diciptakan untuk disalurkan pada sektor produktif sebagai kredit.
Dengan begitu, uang akan menciptakan perluasan kapasitas produksi, penciptaan
lapangan kerja, peningkatan pendapatan nasional dan akhirnya mendorong sisi
permintaan (the principle of effective demand).
7) Mazhab Post-Keynesian
Merupakan pengembangan dari pemikiran Keynesian ; menyatakan
berbagai pandangan tentang ekonomi makro modern. Kaum ini mengembangkan
teori yang dibicarakan sekilas oleh Keynes tetapi tidak dibuat dalam sebuah model
formal.
D. Pro-Planning
1. Partisipasi Masyarakat

a. Definisi Partisipasi Masyarakat


Secara etimologis, istilah partisipasi berasal dari bahasa latin “pars” yang
artinya bagian, berarti mengambil bagian atau dapat juga disebut “peran serta” atau
“keikutsertaan”. Jadi partisipasi adalah keikutsertaan atau keterlibatan secara
sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri.
“Partisipasi” adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap kesalinghubungan di
antara stakeholders yang berbeda dalam masyarakat, yaitu antara kelompok-
kelompok sosial dan komunitas dengan pengambil kebijakan dan lembaga-lembaga
jasa lain. Secara sederhana, “partisipasi” dapat dimaknai sebagai “the act of taking

23
part or sharing in something”. Dua kata yang dekat dengan konsep “partisipasi”
adalah “engagement” dan “involvement”.

Adisasmita (2006) menyatakan bahwa partisipasi anggota masyarakat


adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan. Keterlibatan anggota
masyarakat dalam pembangunan meliputi kegiatan dalam perencanaan dan
pelaksanaan program atau proyek pembangunan yang dikerjakan di dalam
masyarakat lokal yang merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat
secara aktif yang berorientasi pada pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan
dalam masyarakat yang efektif dan efisien baik dari aspek masukan atau input
(SDM, dana, peralatan/sarana, data, recana dan teknologi), dari aspek proses
(pelaksanaan, monitoring dan pengawasan), dari aspek keluaran atau output
(pencapaian sasaran efektif dan efisien). Berdasarkan definisi tersebut, Ndraha
(1994) menyimpulkan terdapat tiga unsur penting dari partisipasi, yaitu:

1) Participation means mental and emotional involvement,


2) Motivates persons to contribute to the situation, dan
3) Encourage people to accept responsibility ini activity.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dikemukakan bahwa


partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan dan atau keikutsertaan masyarakat
secara sadar dalam proses pembangunan dalam rangka mencapai suatu kondisi
yang lebih baik dari sebelumnya.

b. Pentingnya partisipasi masyarakat


Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan salah satu elemen
yang krusial dan mutlak diperlukan dalam rangka pembangunan, terlebih jika
dikaitkan dengan pergeseran paradigma pembangunan yang kini telah
menempatkan manusia dan masyarakat sebagai sentral dalam pembangunan yang
tidak hanya memandang masyarakat sebagai objek yang dibangun tetapi sebagai
subjek dari pembangunan itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Conyers (1982) terdapat tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat menjadi
sangat penting, yaitu:

24
 Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat ukur untuk memperoleh
informasi mengenai kondisi, dan kebutuhan masyarakat setempat,
yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek
akan gagal.
 Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program
pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui perihal proyek
tersebut. Ketiga, adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak
demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan
masyarakat itu sendiri (lihat Supriatna, 2000).

c. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat


Ndraha (1994) mengemukakan bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, yaitu sebagai berikut.

1) Partisipasi melalui kontak dengan pihak lain.


2) Partisipasi dalam memperhatikan atau menyerap dan memberi tanggapan
terhadap informasi.
3) Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan
keputusan.
4) Partisipasi dalam pelaksanaan organisasional pembangunan.
5) Partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil
pembangunan.
6) Partisipasi dalam menilai pembangunan.

Cohen dan Uphoff (1977) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam


proses pembangunan terdiri dari :

a) participation in decision making,


b) participation in implementation,
c) participation in benefits dan
d) participation in evaluation.

25
Berkaitan dengan hal tersebut, dapat diketahui bahwa partisipasi
masyarakat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penerimaan,
pemanfaatan dan pemeliharaan, pengembangan hasil pembangunan serta
pengawasan dan penilaian terhadap hasil pembangunan.

d. Dimensi-dimensi partisipasi masyarakat


 Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan.

Partisipasi dalam perencanaan pembangunan merupakan suatu komponen


yang sangat penting bagi keberhasilan proyek-proyek pembangunan. Partisipasi
dalam perencanaan program-program pembangunan dapat mengembangkan
kemandirian yang dibutuhkan oleh para anggota masyarakat pedesaan demi
akselerasi pembangunan (lihat Ndraha, 1994). Korten (1981) menyatakan bahwa
masyarakat penerima program perlu dilibatkan dalam identifikasi masalah
pembangunan dan dalam proses perencanaan program pembangunan (lihat
Supriatna, 2000). Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa masyarakat
perlu terlibat atau dilibatkan secara aktif sejak tahap perencanaan pembangunan
sehingga pada tahapan selanjutnya diharapkan akan tetap ada partisipasi
masyarakat. Indikator dalam rangka mengukur dimensi keterlibatan masyarakat
dalam perencanaan khususnya dalam perencanaan program pembangunan dapat
dilihat melalui 5 indikator sebagai berikut, 1) keterlibatan dalam rapat atau
musyawarah, 2) kesediaan dalam memberikan data dan informasi, 3) keterlibatan
dalam penyusunan rancangan rencana pembangunan, 4) keterlibatan dalam
penentuan skala prioritas kebutuhan dan 5) keterlibatan dalam pengambilan
keputusan.

 Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan.

Mengenai partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan, Cohen dan Uphoff


(1977) menyatakan bahwa partisipasi dalam pembangunan meliputi:

1) Partisipasi dalam sumber daya,


2) Partisipasi dalam administrasi dan koordinasi, dan
3) Partisipasi dalam pendaftaran program.

26
Dikemukakan lebih lanjut oleh Ndraha (1994) bahwa partisipasi dalam
pelaksanaan meliputi:

1) Mengarahkan daya dan dana,


2) Administrasi dan koordinasi, dan
3) Penjabaran dalam program.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam rangka mengukur dimensi


keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan ditetapkan 4 indikator
meliputi:

1) Keaktifan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan,


2) Kesediaan memberikan sumbangan berupa pikiran, keahlian dan ketrampilan,
3) Kesediaan memberikan sumbangan berupa uang, materi dan bahan-bahan,
dan
4) Tanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan.
 Keterlibatan dalam penerimaan dan pemanfaatan hasil.

Cohen dan Uphoff (1977) menyatakan bahwa partisipasi dalam


penerimaan dan pemanfaatan hasil pembangunan dapat dibedakan menjadi,
pertama, manfaat material seperti peningkatan pendapatan atau aset lain yang
penting bagi kepentingan pribadi. Kedua, manfaat sosial, pendidikan, kesehatan
dan jasa-jasa lain. Ketiga, manfaat individual seperti pengembangan diri,
kekuasaan politik, dan kepercayaan umum bahwa seseorang mulai dapat
mengendalikan kuasanya. Keempat, konsekuensi yang diharapkan. Ndraha
(1989) menyatakan bahwa partisipasi dalam menerima hasil pembangunan
berarti:

1) Menerima setiap hasil pembangunan seolah-olah milik sendiri,


2) Menggunakan, memanfaatkan setiap hasil pembangunan,
3) Mengusahakan (menjadikan suatu lapangan usaha dan
mengeksploitasikannya) misalnya pembangkit tenaga listrik, perusahaan
desa dan sebagainya,

27
4) Memelihara secara rutin dan sistematis, tidak dibiarkan rusak dengan
anggapan bahwa kelak ada bantuan pemerintah untuk pembangunan baru,
5) Mengatur penggunaan dan pemanfaatannya, pengusahaan dan
pengamanannya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka indikator dari dimensi keterlibatan


dalam menerima, memanfaatkan dan memelihara serta mengembangkan hasil-
hasil pembangunan meliputi,:

1) Pemahaman tentang hakikat pembangunan,


2) Kesediaan dalam menerima dan memanfaatkan hasil pembangunan,
3) Kesediaan dalam melestarikan hasil-hasil pembangunan,
4) Kesediaan dalam mengembangkan hasil pembangunan.
 Keterlibatan dalam pengawasan dan penilaian hasil.

Setiap usaha pembangunan yang dilaksanakan tentunya memerlukan suatu


pengawasan sehingga pelaksanaan kegiatan pembangunan tersebut dapat sesuai
dengan rencana yang ditetapkan sebelumnya dan bila terjadi penyimpangan segera
diperbaiki. Dalam kaitannya dengan partisipasi masyarakat dalam mengawasi
pembangunan, Kartasasmita (1997) menyatakan bahwa “tanpa pengawasan dan
pengendalian, apa yang direncanakan dan dilaksanakan dapat menuju ke arah yang
bertentangan dengan tujuan yang telah digariskan”. Hal ini menunjukan bahwa
pengawasan masyarakat dalam pembangunan mutlak dilakukan sehingga selain apa
yang dikerjakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan, juga untuk menjamin agar
hasil pembangunan, baik fisik maupun non fisik mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat. Ndraha (1989) mengatakan bahwa agar pengawasan dapat
berlangsung, diperlukan beberapa syarat atau kondisi, yaitu,

1) Adanya norma, aturan dan standar yang jelas,


2) Adanya usaha pemantauan kegiatan yang diatur dengan norma atau aturan
tersebut,
3) Adanya informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan tersedia pada waktunya,
tentang kegiatan dan hasil kegiatan yang dimaksud,

28
4) Adanya evaluasi kegiatan, yaitu sebagai pembanding antara norma dengan
informasi,
5) Adanya keputusan guna menetapkan hasil evalusasi tersebut,
6) Adanya tindakan pelaksanaan keputusan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam rangka mengukur dimensi


keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pembangunan ditetapkan 7 indikator
yang meliputi:

1) Adanya norma atau aturan standar,


2) Adanya kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pengawasan,
3) Keaktifan dalam melakukan pengawasan,
4) Dampak pendapatan negara dan daerah,
5) Dampak terhadap penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja,
6) Dampak terhadap pengembangan sektor lain,
7) Pemberian saran dan kritik dari masyarakat.

E. Tujuh (7) Dosa Perencanaan


Dari berbagai perspektif pembangunan berikut strategi-strategi yang telah
dilahirkannya, dalam pelaksanaannya dalam perencanaan tentu satu sama lain
menunjukkan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Ada satu negara
berhasil di selamatkan lewat strategi pembangunan semacam neo-klasik. Tapi pada
saat yang sama ada suatu negara yang justru semakin melarat akibat diterapkannya
strategi perencanaan yang menekankan pertumbuhan itu. Dalam konteks ini, negara
yang justru semakin bertambah permaslahanya itu, biasanya adalah sumber dari
kesalahan para perencana yang kurang mengantisipasi dan memilih strategi mana
yang seyogyanya diterapkan. Serangkaian kesalahan yang dilakukan oleh para
perencana pembangunan itu, oleh Mahbub ul Haq dirinci dan disebut sebagai
“Tujuh Dosa Perencana” sebagai berikut :
1. Permainan Angka
Salah satu dosa besar perencana adalah diam-diam mereka menganggap apa
yang dapat diukur diabaikan. Akibatnya, terlalu banyak tenaga kerja yang
dihabiskan untuk menciptakan model-model ekonometri; tidak cukup banyak

29
untuk merumuskan kebijaksanaan ekonomi atau menilai proyek. Yang bisa
terjadi di beberapa negara, pertama, adalah terlalu sibuk menghaluskan tata cara
menghitung pendapatan nasional. Padahal masalah yang nyata, yaitu kemiskinan
yang melanda rakyat banyak diabaikan. Juga, ada kecenderungan memberikan
waktu terlampau banyak pada soal teori, daripada pada soal kebijaksanaan dan
pelaksanaannya. Bukan main cemasnya para perencana memikirkan hal-hal
yang kurang inti, sedangkan hal-hal yang inti diabaikan, terutama dalam
pelaksanaannya. Kedua, waktu dan keahlian yang disediakan para perencara
untuk memilih dan menilai kegiatan proyek lebih sedikit lagi. Kegiatan seperti
itu, umumnya dipandang sebagai pekerjaan kasar, pekerjaan orang lapangan.
Kaitan antara merencana di tingkat nasional dan memilih proyek demi proyek
karena itu acapkali lemah dan tidak menentu. Di satu pihak, hal ini Mombassa
akibat, proyek yang baik kurang sekali, seperti yang sudah berulang kali
disinggung berbagai lembaga internasional pemberi bantuan. Di pihak lain,
sasaran keseluruhan, seperti menaikkan pendapatan atau menciptakan lapangan
kerja atau menaikkan produksi, tidak mengandung jaminan bahwa sasaran
bersangkutan benar-benar tercermin dalam isi proyek. Singkatnya, apa yang
sudah ada di lapangan.
2. Terlalu sibuk melayani kepuasan sendiri dengan terlalu memikirkan metode
pendekatan
3. Pengendalian yang Berlebihan
Para perencana cinta dengan pengendalian langsung atas ekonomi. Cepat
sekali dianggapnya kalau merencanakan pembangunan itu berarti mendorong
sektor pemerintah dan menjalankan berbagai pengendalian birokrasi guna
mengatur kegiatan ekonomi, terutama di sektor swasta. Sungguh aneh,
masyarakat yang umumnya kekurangan perangkat administrasi yang baik justru
main coba-coba dengan berbagai pengendalian administratif yang kaku.
Pengendalian yang berlebihan berwujud birokrasi yang berbelit ini, meliputi
perijinan yang sulit, prosedur yang mesti melalui banyak meja dengan banyak
pula uang-uang semir yang mesti dikeluarkan, pada akhirnya menjadi bumerang
bagi perekonomian negaranya masing-masing. Kegiatan ekonomi lesu, adanya

30
dominasi golongan-golongan tertentu, dan semakin banyaknya kasus-kasus
korupsi, adalah akibat yang harus ditanggung sebagai konsekuensi pelaksanaan
pengendalian yang berlebihan. Dalam hal ini, kalau semua akibat itu sudah
mencapai titik puncaknya, baru pemerintah tergugah untuk memperkecil
pengendalian, yaitu dengan debirokratisasi dan semacamnya.
4. Asyik untuk Menghitung Tingkat Penanaman Modal
Setelah banyak negara sadar bahwa pembentukan modal adalah inti proses
pembangunan, lalu mereka tidak henti-hentinya memeriksa apakah penanaman
modal naik atau turun. Tidak jadi soal terdiri atau tidak; sampai berapa jauh
penanaman modal berbentuk sumber daya manusia dibanding dalam bentuk
sarana fisik lebih bermanfaat; prioritas apa yang mesti diperhatikan, dan
sebagainya. Kita sering mendengar modal sangat langka di negara sedang
berkembang. Tetapi justru di negara sedang berkembang banyak kita temukan
barang modal menganggur tidak terpakai. Karena perencanaan acapkali
diartikan sama dengan penanaman modal fisik dan karena perencana hanya
berwenang mengambil keputusan mengenai penanaman modal saja, mereka
seringkali akhirnya memutuskan menciptakan stana fisik barum sementara yang
ada tetap tidak digunakan. Ada anggapan rupanya di kalangan negara pemberi
proyek bahwa bantuan bahan baku kemungkinan besar akan menaikkan
konsumsi. Sedangkan bantuan proyek langsung menaikkan penanaman modal.
Ini tidak lain merupakan anggapan yang menyesatkan. Selama sumber dapat
saling ditukar pakai, bantuan proyek juga membebaskan sumber-sumber lain
Pakistan untuk digunakan tujuan lain. Selain itu, tidak masuk akal mengapa
dipompakan bantuan proyek melalui barang modal ke negara-negara yang
sebenarnya membutuhkan bahan baku untuk memanfaatkan kemampuan
produksinya. Dalam keadaan seperti ini, tabungan dan prosuksi negara-negara
ini seringkali tergantung pada laju pertumbuhannya yang sekarang, agar bantuan
bahan baku itu dapat diterjemahkan ke dalam penanaman modal melalui laju
pertumbuhan dan tingkat tabungan yang lebih tinggi. Jadi, persediaan bahan
baku dalam jumlah cukup dan pada waktunya mungkin akan lebih besar
sumbangannya pada usaha sistem bersangkutan menabung dan mengembangkan

31
eksport di masa daatang, karena dengan bahan baku ini sistem produksi dapat
digerakkan daripada persediaan mesin-mesin. Memaksakan bantuan proyek
dalam keadaan seperti ini berarti Membawa penanaman modal khayal ke
batasnya yang paling tidak masuk akal.
5. Kecanduan Mode-Mode Pembangunan
Kita telah menyaksikan beberapa macam mode pembangunan melanda
dunia dalam dua warsa terakhir ini. Para perencana seringkali mau saja menjadi
korban mode yang sering berubah-ubah itu; ini sebagian karena mereka harus
menjaga jangan sampai tertinggal ke belakang dalam usaha mengejar
pembangunan, dan sebagian lagi karena mereka mungkin tidak turut menganut
jalan pikiran yang sedang jadi mode di kalangan negara pemberi bantuan.
Barangkali terlalu banyak kita berharap bahwa perencana pembangunan dapat
kebal terhadap mode-mode pembangunan yang ada dan memusatkan
perhatiannya dengan gigih pada sistem ekonomi dan ciri khasnya masing-
masing; tetapi kalau siasat pembangunan terlalu sering diubah, ini akan
berakibat buruk pada proses pembangunan jangka panjang. Dan kemungkinan
besar akan tetap menjadi dilema utama yang dihadapi perencana pembangunan:
mereka membutuhkan pandangan jangka panjang agar dpat merencanakan
perubahan susun ekonomi, tetapi sementara itu pemerintah nasional dan
masyarakat pembangunan internasional, karena perimbangan politik yang cukup
beralasan, pada umumnya memusatkan perhatian pada masalah yang dihadapi
sekarang dan pada pemecahan jangka pendek.
6. Perencana Pembangunan Senang Sekali Membedakan antara Perencanaan
dan Pelaksanaan
Sebuah rencana yang baik biasanya disertai bagan langkah-langkah yang
perlu diambil untuk melaksanakannya. Rencana itu harus berisi saran-saran rinci
mengenai semua kebijaksanaan yang harus dijalankan, perubahan lembaga yang
harus diadakan, kerangka administrasi yang harus dibangun, dan proyek-proyek
yang telah dinilai dengan cermat dan yang diperlukan untuk mewujudkannya.
Rencana yang baik harus berpijak pada anggapan politik yang berdasar
kenyataan. Para perencana harus tetap mengikuti dan menilai rencana itu selama

32
dilaksanakan, agar perbaikkan yang diperlukan dapat dilaksanakan pada
waktunya. Bahwa suatu rencana terus berubah, itu bukan pertanda kelemahan,
tetapi malah kekuatan. Bahkan, sebenarnya kita harus curiga apabila ada rencana
pembangunan lima tahun yang dilaksanakan tepat sesuai dengan jadwalnya
semula. Banyak anggapan yang akan berubah dalam waktu lima tahun; masa
depan eksport, iklim bantuan luar negeri, iklim cuaca, iklim penanaman modal,
sehingga tidaklah jujur kalau kita berpura-pura bahwa semua ditampung dalam
rencana bersangkutan itu.
7. Kecenderungan Mengabaikan Sumber Daya manusia
Salah satu dosa perencanaan pembangunan yang tidak terkikis, meski ada
usaha dalam beberapa rencana pembangunan untuk menghilangkannya nya,
ialah kecenderungan mengabaikan sumber daya manusia. Meskipun banyak
sanggahan, tapi umumnya di sebagian besar negara sedang berkembang,
terutama di Asia Selatan, sedikit sekali modal yang ditanam untuk
mengembangkan sumber daya manusia. Sebabnya sebagian, penanaman modal
semacam itu lama baru memberi hasil dan bukti kuantitatif tidak ada mengenai
hubungan antara penanaman modal semacam itu dan hasilnya. Namun demikian,
banyak contoh yang dapat dilihat mengenai apa-apa yang dapat dicapai jika
sumber daya manusia dikembangkan. Salah satu contoh yang paling menarik
adalah Cina. Dalam waktu singkat, Cina kelihatannya telah berhasil
menyebarluaskan ketrampilan teknik dan kejuruan pada sebagian besar tenaga
kerjanya dan pendidikan dasar pada sebagian besar tenaga kerjanya dan
pendidikan dasar pada hampir seluruh rakyatnya. Jangka waktu yang pendek
antara saat modal dan hasil yang dapat diperik diperpendek dengan cara
memusatkan perhatian pada kegiatan memberikan latihan kejuruan jangka
pendek (misalnya dokter kaki telanjang yang terkenal itu) dan bukan pada
pendidikan liberal atau latidan menyeluruh. Modal diganti dengan organisasi,
sehingga ekonomi bekerja penuh tercapai meski modal terbatas. Penduduk dan
tenaga kerja yang melimpah-ruah telah berhasil dari beban menjadi kenyataan
melalui penanaman modal yang bijaksana dalam sumber daya manusia. Mahbub
ul Haq yakin, bahwa memberantas buta huruf dan mengadakan latihan kerjuruan

33
secara besar-besaran adalah unsur penting dalam usaha pembangunan yang
berhasil dan serasi. Hal ini harus dijalankan berdasarkan keyakinan, tanpa
memperhitungkan terlalu terperinci untung ruginya. Tantangan besar yang
dihadapi perencana pembangunan ialah mewujudkan system pendidikan yang
mampu menyebar kepandaian baca tulis ke seluruh pelosok negara, memberikan
latihan yang tepat dan sudah diperoleh setiap orang apa pun tingkat
pendapatannya. Tanpa landasan-landasan seperti itu, pola pembangunan akan
mudah menyimpang dan hanya menguntungkan golongan atas saja.
8. Pertumbuhan Tanpa Keadilan
Perencana pembangunan terlalu terpukau oleh laju pertumbuhan GNP yang
tinggi dan mengabaikan tujuan sebenarnya dari usaha pembangunan. Ini dosanya
yang paling tidak dimaafkan. Di negara demi negara, pertumbuhan ekonomi
disertai jurang perbedaan pendapatan, antar perorangan maupun antar daerah,
yang makin menganga. Dari negara ke negara rakyat nyentuh kehidupan sehari-
hari mereka. Pertumbuhan ekonomi seringkali berarti sedikit sekali keadilan.
Pertumbuhan ekonomi selama ini selalu diikuti pengangguran yang meningkat,
pelayanan social yang semakin buruk, dan kemiskinan absolut dan relatif yang
makin menjadi-jadi.

Dosa perencana pembangunan tersebut di atas mendapat serangan hebat awal


tahun 1970-an. Serangan itu timbul karena beberapa sebab; rasa kecewa akan hasil
pembangunan pada dasawarsa pertama, hasil-hasil penilai atas pengalaman-
pengalaman dalam merencanakan pembangunan nasional, dan penilaian yang
dilakukan mereka sendiri setelah mereka sempat hidup di berbagai negara sedang
berkembang selama beberapa tahun. Orang menuntut siasat baru untuk
pembangunan karena siasat lama umumnya tidak berhasil membawa perbaikan
dalam kehidupan rakyat banyak.

34
DAFTAR PUSTAKA

Faludi, Andreas. 1973. Planning Theory. Pergamon Press Ltd. Oxford. England.

Maulidi,Achmad. 2016. Pengertian Filsafat (Filosofi). Diambil dari:


http://www.kanalinfo.web.id/2016/08/pengertian-filsafatfilosofi.html

Gallagher, Kenneth T. 1994. Epistemologi: Filsafat Pengetahuan. Terjemahan P. Hardono


Hadi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta; Martina, Ken. 2017. Teori Perencanaan.

Priyani, Nia. 2007. Pluralitas Dalam Teori Perencanaan. Bandung: Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota, Vol. 18:23-37 Susilana, Rudi. Modul 5 Landasan Teori dan
Hipotesis.

https://www.tritrisma.web.unej.co.id (di akses tanggal 29 September 2018 pukul


20.09 WIB)

hattps://www.tuzere.co.id (di akses tanggal 29 September 2018 pukul 19.00 WIB)


https://naufalpwkunpas2016.blogspot.co.id/2017/01/etikaperencanaan.html (di akses
tanggal 29 September 2018 pukul 16.37 WIB)

John W Creswell, 1993. Research Design: Qualitative & Quantitative Approach, London:
Sage.

Golany, Gideon. , John Wiley and Son Inc. 1995. Ethics and Urban Design Culture,
Form and Environmnet: New York

Hendler, Sue 1995. Planning Ethics- A Reader in Planning Theory, Practice and
Education, New York: New Brunswick

Literatur Etika Perencanaan STTNAS Yogyakarta 2015

De la Torre, Marta, ed. 2002. Assessing the Values of Cultural Heritage: Research
Report. Los Angeles, CA: Getty Conservation Institute

Healey, P. 2010. Making Better Places, Basingstoke: Palgrave Macmillan.

Martin Sihombing. 2014. Hindari Sikap Anti-Perencanaan.


http://manajemen.bisnis.com/read/20140201/268/200424/ciputra-way hindari
sikap-anti-perencanaan). Diakses pada tanggal 29 September 2018 pukul
21:00:45 WIB.
Putri Njannah. 2016. Pengantar Perencanaan Wilayah Kota.
https://prezi.com/zosy0r4wrnrb/ppwk/. 29 September 2018 pukul21:10:45 WIB.
Radar Planologi. 2015. Teori dan Paradigma Perencanaan.
http://www.radarplanologi.com/2015/10/teori-dan-paradigma
perencanaan.html. 29 September 2018 pukul 21:10:45 WIB.
http://www.academia.edu/6425357/Teori_Dan_Teori_Perencanaan. 29 September 2018
pukul 22:10:45 WIB.

35

Anda mungkin juga menyukai