Anda di halaman 1dari 22

KOTA SURABAYA MENUJU

SMART CI TY

Naskah Publikasi
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi
Magister Perencanaan Kota dan Daerah


diajukan oleh:
Dwita Widyaningsih
11/343100/PTK/08753

Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

Naskah Publikasi
KOTA SURABAYA MEIIUJU SfuARTCITY
Dipersiapkro dan disusun oleh:
Ilwits Widyaninguft
tt/343r 00/PTrv08753
Telah dipertahmkm di depan Dewm Penguji
padatanggal 22 Jtiliz0l3
Menyetujui:
Pembimbing Utama
4
Prof.Ir. Achmad Djunaedio MUP., Ph.D.
Pembimbing Pndamping
Ir. Agem Mersoyor ll{.Sc., Ph.D.
iii

KOTA SURABAYA MENUJU SMART CITY
Dwita Widyaningsih
1
, Achmad Djunaedi
2
, Agam Marsoyo
3


INTISARI
Smart City merupakan salah satu strategi pembangunan dan manajemen
kota yang masih baru. Konsep ini muncul dan berkembang seiring dengan
perkembangan jaman dan teknologi. Smart City didefinisikan sebagai kota yang
mampu menggunakan SDM, modal sosial, dan infrastruktur telekomunikasi
modern untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas
kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya yang bijaksana melalui
pemerintahan berbasis partisipasi masyarakat (Caragliu,A., dkk dalam Schaffers,
2010:3). Konsep ini masih baru, sehingga penelitian dan pengembangan konsep
ini masih terus dilakukan.
Kota Surabaya adalah kota yang memenangkan ajang Smart City Award
2011 yang diadakan oleh majalah Warta Ekonomi. Mengingat bahwa konsep
Smart City ini masih terus berkembang, pembangunan dan pengelolaan kota yang
dilakukan Kota Surabaya yang membawa Surabaya memenangkan Smart City
Awards 2011 ini, menjadi menarik untuk diteliti. Penelitian-penelitian mengenai
Smart City sebelumnya telah memaparkan komponen, karakter, dimensi, faktor,
dan strategi Smart City , namun belum ada yang menjelaskan mengenai proses
pembangunan kota menuju Smart City tersebut. Oleh karena itu tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana proses Kota Surabaya
dalam menuju Smart City dan mengungkap mengapa prosesnya bisa berlangsung
seperti itu.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan metode studi kasus ekploratoris yang berbekal sedikit teori dan
mengeksplorasi fenomena kasus. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa proses
pembangunan Kota Surabaya menuju Smart City tidak bersifat sektoral, namun
lebih kepada pendekatan secara holistik. Terdapat 4 fase di dalamnya, yaitu fase
pembenahan internal pemerintah, fase penguatan modal sosial, fase
pengembangan layanan eksternal pemerintah, dan fase pengembangan layanan
kota berbasis teknologi tinggi
Kata kunci : Smart City, proses pembangunan, manajemen kota, teknologi (TIK),
Kota Surabaya

1
Mahasiswa Magister Perencanaan Kota dan Daerah, Jurusan Teknik Arsitektur dan
Perencanaan,Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
2
Dosen Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas
Gadjah Mada
3
Dosen Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas
Gadjah Mada
iv

SURABAYA TOWARD SMART CI TY
Dwita Widyaningsih
1
, Achmad Djunaedi
2
, Agam Marsoyo
3


ABSTRACT
Smart City is one of new strategies city development and city management.
This concept emerged and evolved coincided with changing times and technology.
Smart City is defined as a city to be smart when investments in human and social
capital and traditional and modern communications infrastructure fuel
sustainable economic growth and a high quality of life, with a wise management
of natural resources, through participatory governance (Nijkamp, et al in
Chaffers, 2010:3). Since this concept is still new, the study related to this concept
still being conducted.
Surabaya is the city that won the Smart City Award 2011, held by Warta
Ekonomi magazine. Considering that in the world Smart City concept is still
evolving, but Surabaya City was already winner in Smart City Awards 2011
become interesting to study. Previous studies about Smart City described
dominantly components, character, dimensions, factors, and strategies of Smart
City, but those studies were lack to explaine the process of urban development
towards the Smart City. Therefore the aim of this study is to describe how the
process the City of Surabaya towards Smart City and explore the process at its
development.
The study approach used a qualitative approach with a exploratory case
study method. The results of this study were that the development process towards
the Surabaya City Smart City is not sectoral, but rather a holistic approach.
There were 4 phases: the phase of internal government reform, the phase of
strengthening of social capital, the phase of development of external government
service, and the phase of the development of high technology-based city service.
Keywords: Smart City, development process, city management, technology,
Surabaya City
1
Student of Urban and Regional Planning Magister, Faculty of Engineering, Gadjah Mada
University, Yogyakarta
2
Lecturer of Urban and Regional Planning Magister, Faculty of Engineering,Gadjah Mada
University
3
Lecturer of Urban and Regional Planning Magister, Faculty of Engineering,Gadjah Mada
University
v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... ii
INTISARI .................................................................................................................. iii
ABSTRACT ................................................................................................................. iv
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 6
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 9
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17

1

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Urbanisasi yang terus terjadi memunculkan berbagai permasalahan kota
dan menurunnya performa kota. Untuk mengatasi berbagai permasalahan kota dan
meningkatkan performa kota, berbagai konsep pembangunan dan manajemen kota
terus dikembangkan. Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, muncul
konsep Smart City sebagai ujung konsep pembangunan dan manajemen kota
berbasis teknologi (Deakin & Allwinkle dalam Allwinkle & Cruickshank, 2007).
Dalam definisi Nijkamp ,dkk dalam Chaffers (2010), Smart City sendiri
didefinisikan sebagai kota yang mampu menggunakan SDM, modal sosial, dan
infrastruktur telekomunikasi modern (Information and Communication
Technology) untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas
kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya yang bijaksana melalui
pemerintahan berbasis partisipasi masyarakat.
Kota Surabaya, merupakan kota di Indonesia yang telah memenangkan
predikat Smart City yang diperoleh pada ajang Smart City Award 2011 yang
diadakan oleh majalah Warta Ekonomi. Kota Surabaya pasti telah melakukan
manajemen-manajemen kota yang lebih baik daripada kota-kota lain di Indonesia
sehingga dapat meningkatkan performa kota yang pada akhirnya mengantarkan
Surabaya untuk memenangkan Smart City Awards 2011. Kota ini memang
merupakan kota besar di Indonesia memiliki permasalahan-permasalahan yang
terkait dengan kepadatan kota, sehingga Pemerintah Kota Surabaya ingin
melakukan pembangunan dan manajemen kota yang lebih baik. Arahan-arahan
pembangunan kotanya memiliki tujuan untuk memberikan kenyamanan dan
kesejahteraan bagi masyarakatnya, tidak secara sengaja ingin menggunakan
konsep Smart City yang sudah ada. Akan tetapi ternyata pada perkembangannya,
arahan pembangunan kota yang dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya sesuai
dengan prinsip-prinsip Smart City.
v
2

Mengingat bahwa belum ada konsep yang jelas dan konsisten mengenai
Smart City, proses pembangunan dan pengelolaan kota yang dilakukan Kota
Surabaya ini menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut. Walaupun tidak dengan
sengaja menggunakan konsep Smart City, namun pada akhirnya Kota Surabaya
bisa mendapat predikat Smart City dalam ajang Smart City Awards 2011. Selain
itu, penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya telah memaparkan mengenai
faktor keberhasilan, indikator, karakter, maupun dimensi Smart City, namun untuk
kajian mengenai prosesnya, masih belum banyak ditemukan. Oleh karena itu,
penelitian mengenai proses suatu kota menuju Smart City ini menjadi penting
untuk dilakukan sehingga mampu memberikan sumbangan konsepsual bagi
perkembangan konsep Smart City maupun menjadi referensi bagi kota lain apabila
akan mengembangkan konsep yang sama.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana proses pembangunan kota yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Surabaya dalam menuju Smart City?
2. Dari penggambaran proses sebagai jawaban pertanyaan pertama, mengapa
prosesnya berlangsung seperti itu? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
proses pembangunan Kota Surabaya menuju Smart City tersebut?
1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menemukan gambaran secara
deskriptif proses pembangunan Kota Surabaya dalam menuju Smart City. Dalam
mendapatkan gambaran secara deskriptif tersebut dilakukan dengan analisis
terhadap data-data yang diperoleh berdasarkan deret waktu, tidak sekedar
menggambarkan kondisi yang sudah ada. Oleh karena itu, tujuan penelitian secara
rinci adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan tahapan-tahapan pembangunan dalam proses pembangunan
Kota Surabaya dalam menuju Smart City.
3

2. Menemukan struktur (pondasi dan pilar) proses pembangunan Kota
Surabaya menuju Smart City.
3. Mengungkap aktor-aktor yang berperan dalam proses pembangunan Kota
Surabaya menuju Smart City.
4. Mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembangunan Kota
Surabaya menuju Smart City.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Kota
Istilah manajemen kota memiliki makna yang berbeda-beda, tergantung
pada pendekatan yang digunakan. World Bank mengartikan manajemen kota
dengan pendekatan business-like dalam mengatur kota yang bertujuan untuk
memastikan kota lebih efisien dan efektif dengan biaya yang sudah dikeluarkan
dalam mengelola kota (Devas dan Rakodi, 1993). Manajemen kota pada
hakikatnya bertujuan untuk mengakomodasi kehidupan warga masyarakatnya
dengan tujuan agar warganya dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera. Menurut
Evert dalam Buehler (2003), manajemen perkotaan didefinisikan sebagai upaya
mengatur/mengontrol perkembangan suatu kota dengan perencanaan
pengembangan kota dengan mempertimbangkan perubahan sosial ekonominya.
Devas dan Rakodi (1993) mendefinisikan manajemen kota sebagai proses yang
bertujuan untuk memastikan semua komponen-komponen sistem kota teratur
sehingga dapat membuat aktifitas dalam kota berjalan dengan baik. Menurut
Kusbiantoro (1993) manajemen kota diartikan sebagai proses pengelolaan
kondisi/sistem kota yang ada pada saat ini menuju kondisi/sistem kota yang
diinginkan pada masa depan berdasarkan pada tujuan idealis dan atau dinamis.
2.2 Smart City
Smart City merupakan suatu cara manajemen kota untuk menuju kondisi
kota yang diinginkan, yaitu kota yang mampu mengakomodasi kehidupan warga
masyarakatnya sehingga dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera.
(Sadyohutomo, 2008; Evert dalam Buehler, 2003; Kusbiantoro, 1993) Manajemen
4

kota juga bertujuan memastikan semua komponen-komponen sistem kota teratur
sehingga dapat membuat aktifitas dalam kota berjalan dengan baik (Devas dan
Rakodi, 1993). Dengan perkembangan teknologi, muncul konsep Smart City
sebagai salah satu upaya manajemen kota yang bisa mengakomodasi hal tersebut.
Istilah Smart City sendiri bisa didefinisikan sebagai kota yang mampu
menggunakan SDM, modal sosial, dan infrastruktur telekomunikasi modern untuk
mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas kehidupan yang
tinggi, dengan manajemen sumber daya yang bijaksana melalui pemerintahan
berbasis partisipasi masyarakat (Caragliu,A., dkk dalam Schaffers, 2010).
Kourtit & Nijkamp (2012) mengungkapkan bahwa Smart City telah
menjadi landmark dalam perencanaan kota. Smart City merupakan hasil dari
pengembangan pengetahuan yang intensif dan strategi kreatif dalam peningkatan
kualitas sosial-ekonomi, ekologi, daya kompetitif kota. Kemunculan Smart City
merupakan hasil dari gabungan modal sumberdaya manusia (contohnya angkatan
kerja terdidik), modal infrastruktur (contohnya fasilitas komunikasi yang
berteknologi tinggi), modal sosial (contohnya jaringan komunitas yang terbuka)
dan modal entrepreuneurial (contohnya aktifitas bisnis kreatif). Pemerintahan
yang kuat dan dapat dipercaya disertai dengan orang-orang yang kreatif dan
berpikiran terbuka akan meningkatkan produktifitas lokal dan mempercepat
pertumbuhan ekonomi suatu kota.
Komponen-komponen penting dalam konsep Smart City ini meliputi 3
komponen yaitu: teknologi (hard infrastructure maupun soft infrastructure),
manusia (kreatifitas, pendidikan), dan institusi (pemerintahan dan kebijakan)
(Nam & Pardo, 2011). Hubungan dari ketiga faktor ini dapat menciptakan Smart
City, yaitu ketika investasi pada modal manusia/sosial dan infrastruktur dengan
teknologi informasi dan komunikasi dapat mendorong pembangunan
berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya dengan disertai
pemerintahan yang partisipatif. Smart City juga memiliki 6 dimensi yang harus
dipenuhi untuk mewujudkannya. Keenam dimensi Smart City tersebut yaitu smart
5

economy, smart people, smart governance, smart mobility, smart environment,
dan smart living (Griffinger, 2007).
2.3 Kisi-Kisi Penelitian
Sebagai salah satu upaya manajemen kota, penelitian mengenai Smart City
ini akan melihat secara keseluruhan proses manajemen kota itu sendiri, mulai dari
perencanaan, pengorganisasian sumber daya, pelaksanaan dan pengontrolan yang
dilakukan dalam menuju Smart City Surabaya. Proses manajemennya merupakan
proses yang siklikal, bukan linear. Komponen yang diatur tidak hanya komponen
fisik, namun juga mencakup komponen kelembagaan/pemerintahan, lingkungan,
kegiatan (manusia), dan jaringan (fasilitas dan pelayanan). Sesuai dengan fungsi
manajemen kota yang tidak hanya melakukan pengelolaan secara fisik saja,
namun juga aktifitas-aktifitas di dalam kota, termasuk pemerintah juga menjadi
objek yang dikelola.
Smart City memiliki 6 dimensi yang harus dipenuhi untuk
mewujudkannya. Oleh karena itu, untuk melihat proses pembangunan kota
menuju Smart City yang dilakukan Surabaya akan dilihat bagaimana tiap dimensi
tersebut diwujudkan di Kota Surabaya. Keenam dimensi Smart City tersebut yaitu
smart economy, smart people, smart governance, smart mobility, smart
environment, dan smart living.
Dalam pembangunan dan pengelolaan kota, melihat penerapan di beberapa
kota, dapat dilihat bahwa ada dua jenis pendekatan yang dilakukan sebuah kota
dalam menerapkan konsep Smart City. Dua pendekatan tersebut adalah
pendekatan holistik dan pendekatan sektoral. Pendekatan holistik berarti bahwa
pembangunan dan pengelolaan kota dengan konsep Smart City, khususnya pada
pemanfaatan teknologi untuk memudahkan dan memberi kenyamanan masyarakat
kota dilakukan pada semua dimensi, dimulai secara bersamaan. Sedangkan
pendekatan secara sektoral dilakukan dengan fokus pada satu dimensi terlebih
dahulu, misalnya dalam manajemen limbah, atau untuk efisiensi energi.
6

Di Kota Surabaya, dari hasil grand tour yang sudah dilakukan,
kemungkinan besar Kota Surabaya ini menggunakan pendekatan yang holistik
dalam pembangunan kotanya menuju Smart City. Hal ini dilihat dari program-
program pembangunannya yang pada dasarnya memang tidak berfokus pada satu
dimensi, namun dari semua dimensi dibangun, sesuai dengan kebutuhan ataupun
permasalahan yang ada. Kota Surabaya telah berupaya memanfaatkan teknologi
dalam semua dimensi, sebagai suatu sarana untuk mempermudah aktifitas di
dalam kota, baik bagi kinerja pemerintahnya sendiri, maupun mempermudah
pelayanan bagi masyarakat Kota Surabaya.
Dalam suatu proses manajemen, pengorganisasian sumberdaya
(organizing) meliputi pengorganisasian sumberdaya manusia. Dalam manajemen
kota, pengorganisasian sumberdaya ini masuk dalam proses survey dan analisis
serta pengembangan strategi pembangunan dan kebijakan. Dengan dasar ini, maka
aktor-aktor yang berperan dalam tiap proses manajemen kota menuju Smart City
menjadi penting untuk diidentifikasi untuk melihat bagaimana Kota Surabaya
mengorganisasikan berbagai aktor dan peranannya.
Untuk menjawab pertanyaan mengapa prosesnya seperti itu setelah
pertanyaan bagaimana prosesnya terjawab, maka akan diidentifikasi faktor-faktor
yang mungkin berpengaruh pada prosesnya. Pengidentifikasian faktor-faktor ini
nantinya didasarkan dari eksplorasi terhadap hasil analisis prosesnya. Sementara
ini, dugaan-dugaan terkait faktor berdasarkan teori secara langsung yang
membahas mengenai faktor memang belum ada. Faktor-faktor ini nantinya akan
ditemukan setelah pertanyaan bagaimana proses pembangunan kota menuju Smart
City telah terjawab.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan metode studi kasus. Pendekatan kualitatif dipilih karena
pendekatan ini menyangkut berbagai aspek yang sulit dianalisis dengan metode
7

kuantitatif, dan hasilnya berupa data deskriptif, bukan numerik untuk
menggambarkan kondisi yang terjadi pada kejadian amatan dan temuan-temuan di
dalamnya. Metode studi kasus ini dipilih dengan pertimbangan bahwa penelitian
ini ingin mempelajari dan menganalisis sebanyak mungkin data mengenai subjek
yang ingin diteliti, merujuk pada fenomena yang kontemporer dalam konteks
kehidupan nyata dan pertanyaan yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah
bagaimana dan mengapa. Berdasarkan kategorisasi yang dibuat Yin, metode
studi kasus yang digunakan adalah studi kasus eksploratoris yang berbekal teori
sedikit dan mengeksplorasi fenomena kasus.
3.2 Unit Analisis
Unit analisis pada penelitian ini adalah proses pembangunan dan
pengelolaan kota Surabaya dalam menuju Smart City. Dari proses tersebut juga
akan dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses sehingga
diketahui mengapa prosesnya seperti itu.
3.3 Cara Pengumpulan Data
dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Dalam pengumpulan data primer, dilakukan dengan wawancara
langsung yang bersifat open-ended kepada narasumber yang berkapabilitas. Selain
dengan wawancara langsung, juga dilakukan observasi lapangan untuk
memperoleh bukti-bukti dan melakukan triangulasi data, sehingga reliabilitas dan
validitas data bisa dipenuhi. Terkait data sekunder, data yang dikumpulkan bisa
berupa dokumen rencana, laporan-laporan peristiwa tertulis, dokumen-dokumen
administratif, pengumuman resmi, artikel-artikel di media massa, maupun
dokumen-dokumen tertulis lain yang memuat informasi terhadap fenomena yang
sedang diteliti.
3.4 Cara Analisis Data
Untuk analisis data, strategi umum analisis, berdasarkan kategori Yin
(2011), lebih condong pada pendekatan deskriptif terhadap kasus dibandingkan
8

menggunakan pendekatan berdasarkan proposisi, karena memang proposisi
teoritis tidak ada. Dari kategorisasi Yin (2011) bentuk-bentuk analisis dominan
dalam studi kasus ada tiga, yaitu penjodohan pola (pattern matching), analisis
pembangunan penjelasan (explanation building), dan analisis deret waktu (time
series). Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis deret waktu
(time series) untuk menjelaskan proses pembangunan dan pengelolaan kota
Surabaya secara lebih terstruktur.
Analisis dimulai dengan mengumpulkan program-program pembangunan
Kota Surabaya menuju Smart City dari berbagai sumber data. Berbagai program
tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori yang sesuai, terdiri dari
bidang infrastruktur, pemerintahan, sumberdaya manusia, lingkungan, ekonomi,
pelayanan publik, penanggulangan bencana, dan transportasi. Setelah itu dari tiap-
tiap bidang kategori tersebut disusun lagi dengan memperhatikan urutan
waktunya, digambarkan dengan suatu garis waktu. Kemudian dilanjutkan dengan
melihat hubungan antar program tersebut, apakah suatu program merupakan
tindak lanjut dari program yang lain, apakah ada keterkaitannya dan bagaimana
keterkaitannya, dan dianalisis mengapa hubungannya seperti itu agar muncul
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembangunan tersebut. Analisis dari
gambaran deret waktu bisa dilakukan secara horizontal dan vertikal. Hasil analisis
secara horizontal akan mengungkap bahwa sebenarnya urutan waktu dari
program-program yang dilaksanakan tersebut memunculkan pola tertentu berupa
tahapan-tahapan yang dibedakan dari fokus tujuan pembangunan. Dari analisis
secara vertikal juga ditemukan pola berupa program-program pondasi dan
program pilar dalam menuju Smart City. Hasil semacam ini ditemukan dari
analisis keterkaitan program, dimana beberapa program merupakan dasar bagi
program berikutnya, sehingga program-program dasar tersebut menjadi program
pondasi bagi pembangunan Kota Surabaya menuju Smart City.


9

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Proses Kota Surabaya menuju Smart City
Untuk mendapatkan tahapan proses pembangunan Kota Surabaya menuju
Smart City, data-data yang telah terkumpul dianalisis. Analisis dilakukan dengan
memposisikan dan mengkategorikan data tersebut dalam suatu deret waktu
sehingga bisa dianalisis kecenderungannya. Berdasarkan hasil analisis deret waktu
yang telah dilakukan, dengan melihat urutan waktu secara horizontal, ditengarai
proses Kota Surabaya menuju Smart City memiliki tahapan/fase-fase yang bisa
dilihat dalam Gambar 1. Namun perlu dipahami bahwa fase-fase ini bukan fase
yang harus selesai pada satu waktu untuk melanjutkan fase yang selanjutnya,
namun bersifat progresif. Penggambaran fase-fase ini bertolak dari titik mulainya
untuk mempermudah identifikasi fase-fase tersebut.

Gambar 1 Tahapan Proses Surabaya Menuju Smart City
Sumber: Analisis (2013)
Dalam penelitian ini, berdasarkan analisis deret waktu yang dilakukan,
hingga penelitian ini dilakukan ada 4 fase yang sudah dilakukan oleh Surabaya.
10

Setelah fase keempat, masih belum diketahui apa fase selanjutnya karena ini
masih dalam proses menuju Smart City.
a. Fase 1: PEMBENAHAN INTERNAL PEMERINTAH (2003-2005)
Dalam fase pertama ini, pembenahan kinerja pemerintah menjadi fokus
utama. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi Kota Surabaya saat itu memang
sedang dalam krisis politik dan kinerja pegawai Pemerintah Kota yang buruk
sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sangat rendah. Perubahan
kemudian dimulai dengan adanya walikota baru, yaitu Bambang Dwi Hartono,
yang memiliki ambisi untuk memperbaiki kinerja pemerintah dan memiliki
perhatian yang lebih pada pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK). Pembenahan kinerja pemerintah ini dilakukan dengan memperbaiki skill
pegawai pemerintah dan peningkatan kinerja pemerintah dengan memanfaatkan
TIK.
Fase ini juga ditandai dengan pemanfaatan TIK yang masih dominan
dalam lingkup internal Pemerintah Kota Surabaya sebagai suatu sarana
membangun sistem pemerintahan yang lebih baik. Penggunaan TIK yang masih
dalam lingkup pemerintah kota ini juga yang membedakan fase ini dengan fase
selanjutnya.
b. Fase 2: PENGUATAN MODAL SOSIAL (2006-2008)
Pada fase 2 ini fokus dari program-program pembangunan adalah untuk
mengembalikan kepercayaan masyarakat dan penyiapan masyarakat agar bisa
memanfaatkan TIK. Selain dua fokus tersebut, program pemerintah juga terkait
pada masalah prioritas saat itu, yaitu perbaikan kondisi lingkungan Kota
Surabaya. Oleh karena itu, program-program yang dilakukan Pemerintah Kota
Surabaya yaitu 1) pembentukan kader dan fasilitator lingkungan sebagai upaya
pengembalian kepercayaan masyarakat dan upaya memperbaiki kondisi
lingkungan, 2) peresmian kampung-kampung unggulan sebagai upaya
mengembalikan kepercayan masyarakat, 3) pembangunan Broadband Learning
Center (BLC) untuk menyiapkan masyarakat melek teknologi, dan 4) diseminasi
informasi secara aktif kepada masyarakat. Seiring dengan program-program
11

tersebut, peningkatan kinerja pemerintah juga tetap berlanjut. Berbagai sistem
TIK dikembangkan di dalam pemerintah Kota Surabaya, baik sistem untuk
meningkatkan kinerja pemerintah, maupun aplikasi yang dipersiapkan untuk
pelayanan publik nantinya. Selain itu juga pembangunan infrastruktur tetap terus
dilakukan sehingga jaringan TIK bisa mencapai level kelurahan.
c. Fase 3: PENGEMBANGAN LAYANAN EKSTERNAL PEMERINTAH
(2009-2010)
Fase ketiga merupakan fase yang berfokus pada pengembangan pelayanan
publik berbasis TIK ketika masyarakat sudah dianggap lebih siap terhadap
teknologi. Pemerintah Kota Surabaya berambisi untuk memberikan pelayanan
yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih mudah dengan bantuan teknologi.
Pelayanan publik yang dikembangkan adalah dalam bidang pendidikan dengan
aplikasi Digischool, pelayanan akses internet gratis kepada masyarakat,
pemanfaatan media-media jejaring sosial (facebook dan twitter) dalam
mendiseminasikan informasi.
d. Fase 4: PENGEMBANGAN LAYANAN KOTA BERBASIS TEKNOLOGI
TINGGI
Pada fase ini, Pemerintah Kota Surabaya sudah mulai menggunakan
infrastruktur-infrastruktur yang lebih canggih untuk menuju Smart City. Hal ini
juga dipengaruhi oleh adanya konsep Smart City yang telah berkembang di mana
terdapat penggunaan sensor-sensor dalam suatu sistem transportasi. Hal ini
mendorong Kota Surabaya untuk mengembangkan sistem penanggulangan
bencana SEARS (Surabaya Early Warning System), Sistem transportasi cerdas
ITS-ATCS, dan pengolahan sampah menjadi energi. Penggunaan TIK juga
semakin banyak dan terus dikembangkan dengan beragam aplikasi dan layanan
berbasis teknologi.



12

4.2 Pondasi dan Program Pilar Smart City
Dari deret waktu yang ada, analisis secara vertikal juga membawa kepada
temuan bahwa terdapat suatu program pondasi dan program pilar pada proses
pembangunan Kota Surabaya menuju Smart City ini. Dengan melihat secara
vertikal dari pengkategorian yang telah dibuat dalam deret waktu juga ditemukan
pola berupa program-program pondasi dan program pilar dalam menuju Smart
City. Hasil ini ditemukan dari analisis keterkaitan program, dimana beberapa
program merupakan dasar bagi program berikutnya, sehingga program-program
dasar tersebut menjadi program pondasi bagi pembangunan Kota Surabaya
menuju Smart City yang digambarkan dalam ilustrasi berikut:

Gambar 2 Pondasi dan Pilar Smart City
Sumber: Analisis (2013)
Dalam pembangunan pilar-pilar tersebut urutan pembangunannya
demikian karena saat itu didasarkan pada prioritas permasalahan yang terjadi di
Surabaya dan juga berdasar pada kebutuhan masyarakat dan kemudahan
pemanfaatan teknologi. Program-program pondasi dan pilar ini masih
dimungkinkan untuk terus berkembang dan bertambah, karena pembangunan
menuju Smart City ini masih terus berproses.
13

4.3 Aktor-Aktor dan Peranannya
Dalam pembangunan Kota Surabaya menuju Smart City ini berbagai aktor
yang ikut berperan dalam tiap-tiap program pembangunan, yaitu Pemerintah
Kota Surabaya sendiri, masyarakat, pihak swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), dan juga media massa. Pemerintah yang memiliki kewenangan dan
kebijakan serta program pembangunan melaksanakan program-program
pembangunan, dengan dukungan dari pihak swasta, LSM, dan media massa
mampu melaksanakan program-program pembangunan yang telah disusun.
Dukungan pihak swasta berupa bantuan investasi dan bantuan dalam bidang
pembangunan fisik. Dukungan dari LSM berupa bantuan pendampingan bagi
masyarakat dalam program-programMasyarakat sebagai obyek pun turut
berpartisipasi aktif sehingga program-program pembangunan yang dicanangkan
pemerintah bisa berjalan dengan baik. kemauan masyarakat untuk berpartisipasi
tidak dapat dipungkiri menjadi modal yang cukup kuat dalam pelaksanaan
pembangunan di Kota Surabaya.
4.4 Faktor-faktor yang Berpengaruh
Berdasarkan analisis terhadap proses pembangunan Kota Surabaya menuju
Smart City, terdapat dua kelasifikasi faktor yang mempengaruhi proses tersebut.
Pertama, faktor yang berasal dari internal pemerintah, dan yang kedua adalah
faktor eksternal pemerintah. Untuk faktor internal pemerintah terdiri dari faktor
kepemimpinan, keberlanjutan program, sumberdaya pegawai pemerintah,
pendekatan kepada masyarakat, dan anggaran biaya. Sedangkan faktor eksternal
pemerintah terdiri dari partisipasi aktif masyarakat, kolaborasi berbagai pihak, dan
prioritas permasalahan kota.
4.5 Pembahasan
Melihat pengalaman Kota Surabaya menuju Smart City, apabila
dibandingkan dengan kota-kota lain di negara maju yang menerapkan konsep ini,
memang bisa dikatakan bahwa pencapaian Surabaya masih belum seberkembang
kota lain. Surabaya masih tertinggal, khususnya pada pengembangan teknologi
untuk meningkatkan kenyamanan dan kemudahan aktifitas di dalam kota. namun
14

hal tersebut memang wajar terjadi, karena kondisi kota yang berbeda, baik dari
fisik, ekonomi, sosial, maupun prioritas permasalahan yang berbeda membuat
penerapan konsep Smart City pada berbagai kota menjadi berbeda. Di kota yang
sudah maju, proses pembangunan juga lebih banyak dalam bidang fisik, dengan
berbagai pembangunan infrastruktur, tidak lagi ada pembenahan kinerja
pemerintah dan pendekatan sosial seperti yang terjadi di Surabaya.
Pembangunan Kota Surabaya pada dasarnya telah mencakup enam
dimensi yang dikemukakan oleh Griffinger (2007) yaitu smart economy, smart
people, smart governance, smart mobility, smart environment, dan smart living.
Prosesnya memang bertahap, disesuaikan dengan kondisi kota saat itu (misalnya:
prioritas masalah, kesiapan masyarakat, anggaran) sehingga prosesnya terkesan
lambat. Pembangunan Kota Surabaya juga tidak bersifat sektoral, namun lebih
menggunakan pendekatan holistik, secara perlahan namun pada semua dimensi.
Dari kasus Surabaya ini dimensi yang lebih dahulu digarap adalah smart
governance dan smart people yang menjadi modal dasar pembangunan menuju
Smart City.
Jika memposisikan hasil temuan penelitian ini terhadap teori atau konsep
yang sebelumnya, beberapa temuan dalam penelitian ini mendukung konsep yang
sudah ada. Tiga pondasi awal dari hasil penelitian yaitu teknologi, masyarakat,
dan pemerintah (sebagai institusi) mendukung konsep Nam & Pardo (2011) yang
menyatakan bahwa komponen penting Smart City adalah teknologi, manusia, dan
institusi. Selain itu, terkait dengan kinerja pemerintah, Pembenahan kinerja
pemerintah sebagai pondasi awal juga mendukung konsep Kourtit & Nijkamp
(2012) yang menyebutkan bahwa pemerintah yang kuat, dapat dipercaya disertai
orang-orang yang kreatif dan berpikiran terbuka merupakan dukungan yang kuat
menuju Smart City.


15

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Pembangunan Kota Surabaya menuju Smart City tidak bersifat sektoral,
namun lebih kepada pendekatan secara holistik, dari berbagai subsistem kota yang
dikembangkan secara bersama-sama sehingga terkesan lambat. Beberapa kota lain
mengembangkan Smart City dengan berfokus pada dimensi tertentu, misalnya
lingkungan, dengan pengurangan polusi dan manajemen energi dengan
menggunakan teknologi tinggi, namun di Surabaya tidak demikian. Surabaya
telah melakukan pembangunan-pembangunan kota dengan didasarkan pada
prioritas masalah, kebutuhan masyarakat dan keinginan meberikan pelayanan
publik yang lebih baik yang kemudian membawa Surabaya menuju Smart City.
Proses pembangunan dan pengelolaan kota Surabaya menuju Smart City
juga merupakan proses yang progresif dan berkelanjutan. Dalam pembangunan
tersebut, kinerja pemerintah yang optimal merupakan motor utama dalam
menggerakkan pembangunan selain itu, pendekatan sosial juga merupakan
pondasi awal yang penting untuk membangun kota menuju Smart City. Hal ini
juga untuk mengantisipasi urban splintering yang mungkin terjadi. Partisipasi
aktif dan kemauan belajar masyarakat juga menjadi dukungan utama yang
mendorong Surabaya lebih cepat menuju Smart City.
Adanya best practice Smart City di negara maupun kota lain pada
akhirnya membuat Surabaya ingin melakukan hal yang sama. Hal ini terkait
dengan penggunaan sensor-sensor berteknologi tinggi dalam aktifitas di dalam
kota. Adaptasi dari best practice tersebut dilakukan Surabaya pada perencanaan
sistem transportasi cerdasnya dan early warning system untuk penanggulangan
bencana. Adaptasi ini dilakukan setelah melihat kondisi Surabaya yang sudah
lebih siap membangun kota dengan teknologi.


16

5.2 Rekomendasi
1. Dalam melaksanakan pembangunan, kinerja pemerintah harus diperbaiki
dahulu, karena pemerintah adalah motor pembangunan.
2. Pengembangan Smart City tidak bisa dimulai dengan teknologi canggih tanpa
pendekatan sosial, harus disertai dengan pendekatan sosial (berbasis
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah)
3. Bagi masyarakat, perlu menumbuhkan kemauan belajar yang tinggi sebagai
modal untuk memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada.
4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dari penelitian yang penulis lakukan ini,
karena penelitian ini masih merupakan tahapan yang sedang berjalan (belum
selesai) yang dilakukan Surabaya menuju Smart City. Selain itu penelitian ini
masih merupakan gambaran umum Smart City, sehingga masih kurang dalam.
5. Perlu ada penelitian-penelitian lanjutan dari berbagai bidang ilmu karena
pengembangan Smart City ini masih baru dan memiliki peluang untuk
dikembangkan dari berbagai bidang ilmu.


17

DAFTAR PUSTAKA
Allwinkle, Sam & Cruickshank, Peter (2011). Creating Smart-er Cities: An
Overview. Journal of Urban Technology, Vol. 18, No. 2, April 2011, 116.
Routledge.
Ashadi, Ridho Saiful (2012). Bambang D.H. Mengubah Surabaya.Indonesia
Berdikari: Jakarta.
Buehler, Ralph (2003). Urban Development in Mega-Cities in Developing
Countries Potentials of Citizen Participation in Planning and Managing
Urban Development. Universitt Konstanz Fachbereich fr Politik- und
Verwaltungswissenschaften: Konstanz.
Devas, Nick & Rakodi, Carole (1993). Managing Fast Growing Cities New
Approaches to Urban Planning and Management in the Developing
World. Longman Scientific & Technica: Inggris.
Griffinger, R., dkk (2007). Smart cities Ranking of European medium-sized cities.
Final report October.
Kourtit, Karima & Nijkamp, Peter (2012). Smart cities in the innovation age. The
European Journal of Social Science Research, Vol.25, Juni 2012, 93-95.
Routledge.
Kusbiantoro, B.S. (1993). Manajemen Perkotaan Indonesia. Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota Edisi Khusus Februari 1993, 3-10. LPP-ITB dan IAP
FTSP-ITB. Bandung.
Nam, Taewoo; & Pardo, Theresa A. (2011). Conceptualizing Smart City with
Dimensions of Technology, People, and Institutions, The Proceedings of
the 12
th
Annual International Conference on Digital Government
Research.
Schaffers, Hans (2010) Smart Cities and the Future Internet: Towards
Collaboration Models for Open and User Driven Innovation Ecosystems,
FIA Ghent, Smart Cities and Future Internet Experimentation,
December 16
th
2010.
Sadyohutomo, Mulyono (2008). Manajemen Kota dan Wilayah Realita dan
Tantangan. Bumi Aksara: Jakarta.
Yin, Robert K. (2011). Studi Kasus Desain & Metode. Rajawali Pers: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai