Didukung Oleh:
INTRODUCTION
EXCECUTIVE
SUMMARY
Tri Dewi Virgiyanti
Direktur Perkotaan Perumahan Permukiman
BAPPENAS
Sesuai dengan agenda SDGs sampai pada tahun 2030, Pemerintah Indonesia telah
berkomitmen melanjutkan pengintegrasian target dan indikator SDGS ke dalam RPJMN 2020
– 2024. Dalam bidang perumahan dan permukiman, RPJMN 2020-2024 berorientasi kepada
kesepakatan global SDGs Tujuan 11.1 yaitu tercapainya Kota Tanpa Permukiman Kumuh
pada tahun 2030, yang diukur melalui proporsi rumah tangga yang tinggal di rumah layak
huni, dinilai dari berbagai aspek minimum yang meliputi keseluruhan dari jenis material
bangunan, akses terhadap air minum dan sanitasi layak, serta luas hunian per kapita. Artinya
dibutuhkan kolaborasi antar berbagai sektor untuk mencapai tujuan tersebut.
Banyak upaya yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Beberapa yang
paling besar adalah Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) yang dilaksanakan di 269 kab/kota seluruh
Indonesia, Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), pembangunan rumah susun,
pembangunan jaringan air minum dan sarana sanitasi, dan banyak hal lainnya. Selain
itu, sudah banyak juga program/kegiatan dari lembaga mitra lain yang juga memegang
peranan penting dalam mendukung upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat
serta pendampingan peningkatan kapasitas dalam pengelolaan air minum dan sanitasi
kepada pemerintah daerah. Namun, seluruh program-program yang menangani aspek-
aspek tersebut mayoritas masih dijalankan oleh pihak-pihak yang berbeda. Di sisi lain,
mencapai pengentasan kumuh yang komprehensif, dibutuhkan kolaborasi multiaktor dan
multisektor. Meskipun upaya inisiasi penanganan kumuh yang berbasis kolaborasi sudah
dilaksanakan, namun selama ini hal tersebut masih sulit direplikasi secara luas karena
kebijakan perumahan dan permukiman yang tidak terpadu, tumpang tindih, dan banyaknya
sektor-sektor yang berjalan sendiri-sendiri. Oleh karena itu, untuk memastikan kolaborasi
dapat berjalan, dibutuhkan suatu platform pengentasan permukiman kumuh yang dibangun
bersama melalui konsensus banyak pihak terkait.
Gagasan kolaborasi sudah banyak didengungkan tetapi umumnya masih pada tataran
perdebatan dan konsep, belum nyata dalam keseluruhan kegiatan siklus perencanaan dan
penganggaran, pelaksanaan dan pengendalian program. Beberapa kegiatan kolaborasi yang
sudah dilakukan pun umumnya masih dilaksanakan secara sporadis pada kegiatan tertentu
saja. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya model-model kolaborasi dari mulai perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan sampai kepada monitoring evaluasi pada skala kota/kabupaten
melalui pengembangan pilot di beberapa lokasi.
Kota Surakarta dipilih menjadi salah satu calon lokasi pilot karena dinilai memiliki
perencanaan penanganan permukiman kumuh yang cukup komprehensif dan telah
mulai menginisiasi penanganan dengan kolaboratif, khususnya dalam penataan Kawasan
Semanggi. Hal tersebut ditunjukan dari adanya komitmen dari pimpinan daerah, adanya
keterpaduan program antar SKPD untuk bersama-sama menangani permukiman kumuh,
adanya inisiasi keterpaduan program dengan instansi vertikal, serta pelibatan pihak non-
pemerintah (swasta dan masyarakat) dalam penanganan permukiman kumuh. Salah satu
lokasi yang menjadi fokus adalah kawasan Semanggi dengan luas kumuh sebesar 30,57 Ha.
Untuk kawasan permukiman kumuh yang berdiri di atas lahan illegal, Pemkot Surakarta
berkomitmen untuk melaksanakan relokasi melalui skema konsolidasi tanah di atas lahan
milik Pemkot yang terletak tidak jauh dari lokasi semula. Sedangkan untuk permukiman
kumuh legal, Pemkot Surakarta berupaya untuk menanganinya secara kolaborasi melalui
berbagai sumber daya program/kegiatan baik dari tingkat pusat atau pun lintas OPD.
5. Perwakilan dari berbagai unit kerja terkait pembangunan perumahan dan permukiman
di Kementerian PUPR, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Koordinator
Bidang Ekonomi.
a. Status Tanah
• Belum jelasnya status hak peralihan lahan tersebut menjadikan belum jelasnya
ketersediaan dana pembangunan rumah dari APBD. Sebagai alternatif, Pemkot
Surakarta berencana untuk mendayagunakan dana Corporate Social Responsibility,
namun belum ada upaya lebih jauh mengenai hal tersebut. Selain itu besar dana
yang diperoleh dari CSR kemungkinan tidak dapat menutupi beban kebutuhan
pembangunan rumah.
• Pemberian hak milik atas rumah yang diberikan secara gratis kepada masyarakat
dikhawatirkan menjadi preseden buruk dan juga serangan balik bagi Pemkot
Surakarta mengingat masih banyaknya luas kumuh yang perlu ditangani (selain di
Kawasan Semanggi).
• Desain rumah yang akan dibangunan dalah rumah tapak , perlu didorong untuk
melakukan efesiensi lahan dengan konsolidasi tanah vertikal sehingga akan bisa
memuat lebih banyak penghuni dan memberikan ruang lebih untuk ruang terbuka
hijau, ruang untuk kegiatan sosial dan public housing.
• Desain pembangunan rumah masih lebih fokus kepada luas yang seragam, belum
ii
proporsional pada jumlah anggota keluarga yang akan menempati rumah tersebut.
Hal tersebut beresiko tidak terpenuhinya standar indikator rumah layak huni SDGs
yang menjadi ajuan RPJMN.
• Tanpa adanya pemberdayaan dari sisi sosial dan ekonomi, tidak menutup
kemungkinan akan muncul kumuh baru di tempat relokasi akibat masalah perilaku
dan juga kemiskinan. Perlu ada kombinasi antara pembangunan rumah dengan
pemberdayaan ekonomi, misal dengan mendorong warga membangun rumah 2
lantai dan menyewakan sebagian lantainya kepada pihak lain.
• Tidak ada data by name by address yang mengacu kepada standar SDGS. Acuan
pemberian bantuan adalah data BDT yang ada di Puskesos Kelurahan dimana
indikator yang digunakan masih belum sepenuhnya menggunakan indikator yang
sama dengan SDGs. Perlu ada koordinasi dengan Kemensos untuk memperbaharui
indikator RLH dengan indikator SDGs.
• Perlu replikasi pendekatan dan kolaborasi yang digunakan oleh IUWASH dan
KOTAKU di Kota Surakarta dan juga kota-kota lain dengan mendokumentasikan
pengalaman pembelajaran ke dalam berbagai format media berupa buku,
panduan, modul, film dan media lain, mengembangkan hub dan forum-forum
pertukaran pengetahuan baik pada tingkat pengambil kebijakan maupun pada
tataran pengelola teknis.
5. Pelaksanaan Kolaborasi
iv
BUDI MULYO UTOMO
Balai Prasarana Permukiman Wilayah Jawa
DAFTAR ISI
Tengah
EXECUTIVE SUMMARY2
HERU SUNARDI
Mantan Kepala Dinas Permukiman Kota
Surakarta DAFTAR ISI6
NUR ENDAH SHOFIANI
Project Management Specialist (Water and BAB 1 : PENDAHULUAN
Sanitation) at USAID Indonesia
1.1. Latar Belakang 1
LINA DAMAYANTI 1.2. Tujuan dan Sasaran 2
Advocacy and Sanitation Advisor, USAID IUWASH 1.1. Keluaran 2
PLUS 1.4. Metodologi Kegiatan 2
1.5. Penyelenggaraan 2
ALIFAH SRI LESTARI
1.6. Peserta 2
Deputy Chief of Party (DCOP) USAID IUWASH
1.7. Pembiayaan 2
PLUS
GEORGE SORAYA
BAB 2 : BREAKFAST MEETING
Team Leader of National Slum Upgrading Project/
KOTAKU, The World Bank 2.1. Paparan Pengantar dari Direktur Perkotaan, Perumahan, dan
Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas 5
PARWOTO SUGIANTO
2.2. Paparan Penanganan Permukiman Kumuh Kota Surakarta-
Consultant, The World Bank
Seretaris Daerah Kota Surakarta 6
SRI PROBO SUDARMO 2.3. Tanggapan dari Peserta Kementerian/Lembaga 6
Consultant, The World Bank
GUSTOMI RUDIANTO
Monitoring and Evaluation Specialist, Pokja PPAS
Nasional LAMPIRAN
Surat Undangan
Rundown Acara
Serta seluruh peserta lainnya yang tidak dapat
Notulensi Acara
disebutkan satu per satu
Daftar Narasumber
Screenshot Presentasi dan Tautan Unduh Materi
Daftar Hadir
v
Prosiding Dialog Kebijakan dan Pengembangan Model Penanganan
Permukiman Kumuh Perkotaan
BAB 1:
PENDAHULUAN
BAB 1:
PENDAHULUAN
Sesuai dengan agenda SDGs sampai pada terpadu, tumpang tindih, dan banyaknya sektor-sektor
tahun 2030, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen yang berjalan sendiri-sendiri. Oleh karena itu, untuk
melanjutkan pengintegrasian target dan indikator SDGS memastikan kolaborasi dapat berjalan, dibutuhkan suatu
ke dalam RPJMN 2020 – 2024. Dalam bidang perumahan platform pengentasan permukiman kumuh yang dibangun
dan permukiman, RPJMN 2020-2024 berorientasi kepada bersama melalui konsensus banyak pihak terkait.
kesepakatan global SDGs Tujuan 11.1 yaitu tercapainya Kota
Gagasan kolaborasi sudah banyak didengungkan
Tanpa Permukiman Kumuh pada tahun 2030, yang diukur
tetapi umumnya masih pada tataran perdebatan dan
melalui proporsi rumah tangga yang tinggal di rumah layak
konsep, belum nyata dalam keseluruhan kegiatan siklus
huni, dinilai dari berbagai aspek minimum yang meliputi
perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan
keseluruhan dari jenis material bangunan, akses terhadap
pengendalian program. Beberapa kegiatan kolaborasi
air minum dan sanitasi layak, serta luas hunian per kapita.
yang sudah dilakukan pun umumnya masih dilaksanakan
Berdasarkan indikator SDGs tersebut, secara nasional
secara sporadis pada kegiatan tertentu saja. Oleh karena
di tahun 2018 angka capaian rumah layak huni hanya
itu, dibutuhkan adanya model-model kolaborasi dari mulai
menunjukkan angka 38,3%. Dari angka tersebut, diperoleh
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan sampai kepada
indikasi bahwa aspek air minum dan sanitasi merupakan
monitoring evaluasi pada skala kota/kabupaten melalui
2 hal yang paling berkontribusi terhadap ketidaklayakan
pengembangan pilot di beberapa lokasi. Pengembangan
hunian, dilihat dari besarnya angka rumah yang tidak
model ini membutuhkan komitmen para pemangku
memiliki akses air minum layak (20,65%) dan akses sanitasi
kepentingan terutama pengambil kebijakan di tingkat pusat
layak (8,62%). Angka ini tentu saja menjadi tantangan bagi
dan komitmen daerah dalam pelaksanaannya. Sebagai
pemerintah, terutama mengingat target yang ingin dicapai
langkah awal dalam menggalang komitmen pengambil
di tahun 2024 adalah sebesar 52,78%. Dari capaian rumah
kebijakan di tingkat pusat, Kementerian PPN/Bappenas
layak ini.
melaksanakan Dialog Kebijakan Dan Pengembangan
Dalam meningkatkan akses terhadap rumah layak Model Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan di Kota
huni, Pemerintah Indonesia khususnya melalui Kementerian Surakarta. Pertemuan ini diharapkan dapat mendorong
PUPR telah melakanakan berbagai macam program dan awareness dan juga memberikan gambaran bagi para
kegiatan. Beberapa yang paling besar adalah Kota Tanpa pemangku kebijakan mengenai bentuk kolaborasi nyata
Kumuh (Kotaku) yang dilaksanakan di 269 kab/kota seluruh yang dibutuhkan di lapangan. Selain itu, secara jangka
Indonesia, Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), panjang kegiatan ini juga diharapkan dapat membuka
pembangunan rumah susun, pembangunan jaringan air ruang replikasi bagi praktik baik kolaborasi yang sudah
minum dan sarana sanitasi, dan banyak hal lainnya. Selain dilakukan oleh berbagai program serta menjadi titik awal
itu, sudah banyak juga program/kegiatan dari lembaga pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran
mitra lain yang juga memegang peranan penting dalam kolaboratif.
mendukung upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan
Kota Surakarta dipilih menjadi salah satu calon
sehat serta pendampingan peningkatan kapasitas dalam
lokasi pilot karena dinilai memiliki perencanaan penanganan
pengelolaan air minum dan sanitasi kepada pemerintah
permukiman kumuh yang cukup komprehensif dan telah
daerah. Semua hal tersebut dilakukan atas kesadaran
mulai menginisiasi penanganan dengan kolaboratif. Hal
bahwa upaya mencapai kota tanpa kumuh membutuhkan
tersebut ditunjukan dari adanya komitmen dari pimpinan
suatu pendekatan yang komprehensif, melibatkan banyak
daerah, adanya keterpaduan program antar SKPD untuk
aspek pembangunan, seperti penyediaan perumahan,
bersama-sama menangani permukiman kumuh, adanya
pembiayaan perumahan, pertanahan, rencana tata ruang/
inisiasi keterpaduan program dengan instansi vertikal, serta
kawasan, sosial-ekonomi, dan penyediaan infrastruktur
pelibatan pihak non-pemerintah (swasta dan masyarakat)
dasar permukiman. Pada kenyataannya, seluruh program-
dalam penanganan permukiman kumuh. Salah satu lokasi
program yang menangani aspek-aspek tersebut mayoritas
yang menjadi fokus adalah kawasan Semanggi dengan luas
masih dijalankan oleh pihak-pihak yang berbeda dan
kumuh sebesar 30,57 Ha.
tentunya untuk mencapai pengentasan kumuh yang
komprehensif, dibutuhkan kolaborasi multiaktor dan
multisektor. Meskipun upaya inisiasi penanganan kumuh
yang berbasis kolaborasi sudah dilaksanakan, namun
selama ini hal tersebut masih sulit direplikasi secara luas
2
karena kebijakan perumahan dan permukiman yang tidak
BAB 1: PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
1.3 SASARAN
1.4 KELUARAN
1.6 PENYELENGGARAAN
1.7 PEMBIAYAAN
3
Prosiding Dialog Kebijakan dan Pengembangan Model Penanganan
Permukiman Kumuh Perkotaan
BAB 2:
BREAKFAST MEETING
BAB 2 :
BREAKFAST MEETING
Breakfast meeting diawali dengan paparan penanganan kumuh. Meskipun sudah ada pembagian
pengantar dari Direktur Perkotaan, Perumahan, dan kewenangan dalam undang-undang, namun dalam
Permukiman, Tri Dewi Virgiyanti, mengenai maksud dan pelaksanaannya pemerintah daerah menjadi pihak yang
tujuan dari kegiatan dialog kebijakan ini. Kota Surakarta paling memahami kondisi lapangan.
diangkat sebagai laboratorium bersama karena dinilai lebih
Berdasarkan pemantauan sementara yang
maju dalam penganganan kumuh secara komprehensif
diperoleh, Penanganan kumuh Kawasan Semanggi
dengan pendekatan kawasan.
dilaksanakan dengan melibatkan kolaborasi berbagai
Selanjutnya, Virgi juga menjelaskan bahwa sektor di pusat maupun daerah. Kawasan seluas 76 Ha
penanganan permukiman kumuh bersifat multisector dan yang meliputi 6 kelurahan ini memiliki persoalan utama
multiaktor, melibatkan banyak komponen seperti rumah, genangan banjir, status lahan legal dan illegal, dengan
infrastruktur dasar, social ekonomi, perencanaan tata ruang, karakteristik ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah
pembiayaan perumahan, dan lahan. Adapun karakteristik (MBR). Penanganan kawasan menggunakan skema
kawasan bersifat unik satu sama lain, membutuhkan konsolidasi lahan pada lahan berstatus illegal. Telah ada
penanganan juga harus spefisik disamakan, tidak dapat strategi pemindahan sementara pada bangunan HunTara
disamaratakan secara nasional. Solo dijadikan salah satu bagi warga terdampak selama proses penataan kawasan.
laboratorium karena mampu menangani kawasan dengan Model ini nantinya akan dicoba untuk direplikasikan
karakteristik illegal melalui pola konsolidasi tanah. Virgi melalui kebijakan nasional dalam mencapai target 0%
menilai bahwa peran leadership yang sangat besar di kumuh nasional. Namun, ke depannya Virgi menambahkan
dalamnya sehingga seluruh Organisasi Perangkat Daerah harus ada skema investasi dan sumber pembiayaan yang
(OPD) dapat bergerak bersama. Dalam pemaparannya, jelas untuk mendukung proses konsolidasi tanah beserta
Virgi berharap pemerintah daerah lain dapat mengambil pembangunan rumah dan infrastruktur pendukungnya.
peran lebih besar dalam mengkoordinasikan kegiatan
5
BAB 2: BREAKFAST MEETING
Acara dilanjutkan dengan paparan dari Ir. Ahyani, waktu tertentu (6 bulan) baru diminta retribusi, dan tercatat
MA., Sekretaris Daerah Kota Surakarta. Ahyani mengatakan adanya peningkatan retribusi dari yang biasanya 10 milyar
penanganan kumuh Kawasan Semanggi dilakukan melalui menjadi 26 milyar yang secara jumlah dapat digunakan
penanganan sekitar bantaran sungai yang dimulai dari untuk membangun pasar yang baru. PAD Surakarta
hulu (selatan) ke hilir (utara) dengan gagasan mewujudkan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat meningkat
Semanggi Kampung Harmoni. Melalui skema konsolidasi dari 250 milyar ke 560 milyar, dengan kontribusi dari 20%
lahan, warga direlokasi dengan mempertimbangkan aspek menjadi 27% APBD.
kependudukan antara warga ber-KTP Surakarta dan non-
Surakarta.
Selepas pemaparan awal, peserta yang berasal dari Kementerian/Lembaga serta pemangku kepentingan lainnya
memberikan beberapa tanggapan atas konsep dan capaian proses pada pilot project penanganan kumuh di Surakarta
ini dalam kaitannya dengan replikasi program pada skala nasional. Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman
Kementerian PUPR, Didiet Arief Akhdiat, menilai berdasarkan baseline KOTAKU sudah ada kemajuan di kawasan ini dari
kumuh berat menjadi kumuh ringan. Dan nantinya akan ada hal-hal yang akan mengikuti proses perbaikan kawasan,
contohnya penyesuaian dengan aturan. Sebagai laboratorium bersama kesesuaian dengan rencana tata ruang dan aturan
bangunan (KDB, KLB, GSB, dll.) harus diperhatikan, termasuk kaitan dengan IMB dan SLF. Keberadaan RTH juga sangat
penting dan diharapkan mencapai 30 % (20% umum, 10% privat). Aspek-aspek kumuh yang terindikasi dari infrastruktur
dasar harus terus ditingkatkan. Serta peran sentral pemda sebagai nahkoda untuk penanganan kumuh mengkoordinasi
kewenangan-kewenangan pusat, menghimpun CSR dan sebagainya.
Adapun Doni Janarto Widiantono selaku Direktur Konsolidasi Tanah Kementerian ATR/BPN mengapresiasi
capaian program di Kawasan Semanggi karena pendekatan yang dilakukan sudah sangat komprehensif dan sistematis,
walaupun masih perlu ada penyempurnaan. Doni mengatakan di ATR/BPN penanganan permukiman kumuh ini melalui
2 variabel. Pertama, variabel ruang/spasial dengan tipikal ruang di tepi air, di sekitar pusat-pusat ekonomi seperti pabrik,
mall, dan di kampung-kampung kota. Kedua, variabel status tanah yang terdiri dari 3 jenis: tanah negara, tanah aset (bisa
pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dsb.), tanah milik masyarakat (termasuk tanah adat). Kombinasi dua variabel inilah
yang menggambarkan kompleksitas permasalahan dari segi pertanahan. Sebagai contoh, kawasan bantaran sungai dinilai
ilegal dari perspektif tata ruang dan pertanahannya. Adapun pendekatan yang dilakukan bisa dengan penataan kembali,
pembatasan, atau relokasi. Doni menilai, di kasus Semanggi penanganan cukup lengkap untuk menjadi pembelajaran
dengan adanya 3 treatment terkait aspek pertanahan: dilegalisasi, ada tanah negara yang mungkin bisa dibagikan/
redistribusi, lalu satu lagi dikonsolidasi. Doni juga berharap ada pengembangan perumahan yang bernuansa vertikal
untuk mendukung penyediaan RTH dan mengingat harga lahan yang semakin mahal.
Apresiasi juga disampaikan oleh Direktur Rumah Swadaya Kementerian PUPR, Raden Johny Fajar Sofyan Subrata.
Beliau mengatakan bahwa program dan pembiayaan bisa dari mana saja, tetapi pemerintah daerah tetap harus take a lead
untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan program bantuan. “Kami banyak menemukan RTLH yang status
6
BAB 2: BREAKFAST MEETING
tanahnya belum memungkinkan dibantu oleh APBN. Kita penanganan kumuh sudah sangat didukung oleh APBD.
lihat Pemkot Solo melibatkan CSR, mungkin ini salah satu Tahun 2017 paling tinggi APBD-nya, selanjutnya menurun
solusi. “ ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa konsolidasi karena kemungkinan penanganan kumuh sudah berkurang.
lahan dapat menjadi kunci dalam penataan kawasan Ia juga mengapresiasi kolaborasi yang ada. Nitta juga
kumuh. Di Indonesia belum banyak contoh, namun di menambahkan bahwa peran pemerintah provinsi adalah
berbagai negara skema ini menjadi andalan. Johny juga melakukan pembinaan, salah satunya melalui lomba Hari
mengingatkan pentingnya mengikuti peraturan terkait, Habitat sebagai insentif bagi kabupaten/kota yang peduli
baik terkait tata ruang maupun tanah dan bangunan. dengan penanganan permukiman. Tidak lupa juga ada
Jika menilik pengalaman sebelumnya, ada program KIP kewenangan 10-15 hektar yang jadi ranah provinsi. APBD
(Kampung Improvement Program) generasi kedua atau provinsi juga bisa masuk untuk penanganan permukiman
ketiga, dimana penanganannya ada juga yang vertikal kumuh melalui program perbaikan jalan, serta setiap tiga
seperti di Surabaya dan Semarang. Pelibatan CSR yang bulan ada pemantauan pembinaan permukiman.
bermotivasi social dapat juga dilengkapi dengan pelibatan
Tanggapan terakhir datang dari Nur Endah Shofiani
sector swasta yang lebih komersial dalam program yang
selaku perwakilan IUWASH Plus/USAID. Ia mengatakan
dibuat.
bahwa kunci keberhasilan kolaborasi adalah koordinasi
Selain itu, Bapak George Soraya dari World Bank yang baik yang tidak tumpang tindih. IUWASH sendiri
menekankan betapa pentingnya keunikan tiap kota dengan fokus pada pemberdayaan masyarakat dengan program
berbagai dinamika leadership dan tata pemerintahannya, yang bergantung pada kapasitas pengorganisasian,
terutama pada program KOTAKU yang berskala masif. operation & maintenance, dan pembiayaan yang
Dampaknya bisa jadi pelaksanaan aturan teknis menjadi diperlukan dari masyarakat agar menjadi berkelanjutan.
berbeda di tiap kota. George menambahkan di tingkat pusat USAID berkomitmen untuk terus dukung kolaborasi ini.
sangat jelas dinyatakan bahwa kolaborasi adalah kunci. Perlu ada model-model yang bisa direplikasikan di tempat
Teknis mudah diselesaikan, tapi kapasitas berkolaborasi lain, “Hal ini dapat menjadi legacy teman-teman di daerah
itu harus ditingkatkan sebagai sesuatu yang generik yang untuk melanjutkan program dengan atau tanpa pusat”,
harus dilakukan di semua tempat, bisa antara pusat daerah ujar Endah. Selepas sesi tanggapan tersebut para peserta
maupun antar sektor. Ibu Nitta Rosalin dari Direktorat melakukan kunjungan lapangan ke Kawasan Semanggi di
Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II Kementerian RW 07 dan RW 23.
Dalam Negeri melihat dari RPJMD Kota Surakarta mengenai
7
Prosiding Dialog Kebijakan dan Pengembangan Model Penanganan
Permukiman Kumuh Perkotaan
BAB 3:
KUNJUGAN LAPANGAN
BAB 3 :
KUNJUNGAN LAPANGAN
Setelah sesi paparan dari Sekretaris Daerah Kota Surakarta terkait Strategi Pemerintah Kota dalam menangani
permukiman kumuh di kawasan perkotaan pada sesi breakfast meeting, acara dilanjutkan dengan kunjungan lapangan.
Pada kegiatan ini, seluruh peserta melakukan kunjungan ke titik-titik lokasi permukiman kumuh di Kawasan Semanggi
Selatan yang telah dijelaskan pada sesi sebelumnya oleh Pemerintah Kota Surakarta, yaitu RW 07/HP 16, RW 23 dan
Hunian Transit Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA).
Kawasan RW 07 merupakan puluh tiga) rumah warga dan 1 (satu) tahun 1998. Nantinya kawasan ini
titik lokasi pertama yang dikunjungi taman bacaan. akan dikonsolidasi, diisi oleh warga
pada kegiatan ini. Penataan pada terdampak relokasi dari RW 07 dan
Dalam melakukan penataan
kawasan ini menjadi hal yang perlu warga eksisting HP 16. Dalam hal
di kawasan tersebut, Pemerintah Kota
dikarenakan banyaknya bangunan ini, Pemkot Surakarta berupaya
Surakarta berencana memindahkan
illegal di sepanjang bantaran sungai melaksankaan pendekatan urban
warga terdampak ke lokasi Hak Pakai
yang merupakan lahan BBWS serta renewal, yaitu peremajaan kota
(HP) 16 yang merupakan lahan asset
tingginya tingkat kerawanan akan melalui strategi mengganti sebagian
milik Pemerintah Kota, sedangkan
banjir. atau seluruh unsur-unsur lama
kawasan terdampak relokasi yaitu
dengan unsur-unsur baru dengan
Pada kawasan ini, jumlah yang sebagian kecil RW07 dijadikan Ruang
tujuan untuk meningkatkan vitalitas
terkena dampak penataan berjumlah Terbuka Hijau (RTH). Kawasan HP
dan kualitas lingkungan.
24 (dua puluh empat) rumah dimana 16 sendiri saat ini dipenuhi oleh
jumlah tersebut terdiri dari 23 (dua ratusan bangunan illegal sejak
Berdasarkan penjelasan dari HP 16. Jumlah keluarga yang termasuk keluarga yang termasuk ke kategori ini
Sekretaris Daerah Kota Surakarta, ke kategori ini adalah sebanyak 18 adalah sebanyak 4 (empat) keluarga.
sebelum proses penataan di RW (delapan belas) keluarga.
Setelah proses pemindahan
07 dimulai, masyarakat terdampak
b. Penduduk yang tidak memiliki KTP warga setempat dilakukan,
dipindahkan terlebih dahulu dari
dengan domisili Kota Surakarta, maka kawasan sempadan sungai tersebut
rumah tinggal mereka dengan
akan mendapatkan kompensasi biaya kemudian ditata dengan tujuan
ketentuan kebijakan sebagai berikut:
bongkar dan biaya angkut. Jumlah utama pencegahan banjir dan
a. Penduduk yang memiliki Kartu keluarga yang termasuk ke kategori ini penanganan kumuh. Program yang
Tanda Penduduk (KTP) dengan domisili adalah sebanyak 2 (dua) keluarga. dilakukan diantaranya adalah dengan
Kota Surakarta dan tidak memiliki pembangunan tanggul parafet,
c. Penduduk yang memiliki Kartu
rumah lain, maka akan mendapatkan pembangunan rumah pompa dan
Tanda Penduduk (KTP) dengan
kompensasi biaya bongkar dan pompa banjir, serta pembangunan
domisili Kota Surakarta dan memiliki
fasilitas hunian sementara. Jika jalan paving dan Ruang Terbuka Hijau
rumah lain, maka akan mendapatkan
proses penataan sudah selesai, maka (RTH).
kompensasi biaya bongkar. Jumlah
penduduk akan bertempat tinggal di
Gambar 3.4 – Gambar Rencana Penataan Kawasan HP 16 Gambar 3.5 – Gambar Rencana Penataan Kawasan HP 16
melalui Konsolidasi Tanah melalui Konsolidasi Tanah
10
BAB 3: KUNJUNGAN LAPANGAN
Sementara itu, dalam rangka b. Warga yang menempati lahan milik d. Warga yang terkena dampak
mengupayakan ketertiban selama BBWS yang terkena dampak penataan pembongkaran rumah untuk
penataan berlangsung, Pemerintah akan dimasukan dalam penataan sementara diberikan hunian
Kota Surakarta bermusyawarah HP16 yakni warga yang ber-KTP sementara (huntara) lengkap dengan
dengan masyarakat setempat terlebih Surakarta utilitasnya sambil menunggu penataan
dahulu dan membuat sejumlah HP 16 (bersertifikat Proda). Huntara
c. Masing-masing biaya bongkar
kesepakat sebagai berikut: terletak di samping RSUD dengan
bangunan sebesar Rp. 65.000,- per
pembangunan dari dana APBD.
a. Lahan yang ditempati warga yaitu m2 ukuran lahan bangunan yang
di lahan milik BBWS akan dijadikan ditempati dan biaya transport sebesar
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Rp. 500.000,-
11
BAB 3: KUNJUNGAN LAPANGAN
Titik lokasi kunjungan yang lebih tinggi dari permukiman. peruntukan lain. Pada kawasan
lapangan selanjutnya adalah Kawasan Akibatnya, ketika musim penghujan, ini terdapat sejumlah rumah yang
RW 23. Kawasan ini berlokasi di air sungai akan meluap sampai ke ditempati oleh lebih dari 1 (satu) KK
bantaran sungai dengan luas daerah permukiman dan menyebabkan dimana total jumlah KK di kawasan RW
meliputi 1,67 Ha. Kawasan RW 23 genangan sehingga berdampak pada ini mencapai 72 (Tujuh Puluh Dua) KK.
dan RW 07 merupakan kawasan terganggunya aktivitas warga. Penataan kawasan bantaran sungai
yang memiliki potensi terdampak di RW 23 ini juga penting karena
Pada RW 23, terdapat
banjir lebih tinggi dibandingkan untuk memastikan keberlanjutan
permukiman penduduk yang berdiri
kawasan lainnya di Semanggi. Hal fungsi parafet yang dibangun oleh
di atas lahan legal dan illegal. Untuk
ini dikarenakan lokasinya yang Kementerian PUPR. Jika tidak ditata,
penanganan permukiman kumuh
berbatasan langsung dengan Sungai maka parafet akan beralih fungsi
di kawasan illegal, dilaksanakan
Premulung namun kondisi tersebut menjadi tembok bangunan-bangunan
dengan konsep konsolidasi tanah di
tidak didukung oleh fasilitas drainase liar dan kualitasnya akan menurun.
atas lahan milik BBWS. jumlah yang
yang baik. Pada kawasan ini, drainase
terkena dampak penataan berjumlah
permukiman tidak dapat mengalirkan
64 (enam puluh empat) rumah dimana
air ke Sungai Premulung karena
jumlah tersebut terdiri dari 62 (enam
elevasi muka air Sungai Premulung
puluh dua) rumah warga dan 2 (dua)
Gambar 3.9. Parafet yang Dibangun di Sepanjang Sisi Sungai Premulung RW 23 Semanggi
12
BAB 3: KUNJUNGAN LAPANGAN
Gambar 3.10. Suasana Kunjungan Lapangan di RW 23 (Kiri) dan Bekas Bangunan di RW 23 yang Telah Dibongkar (kanan)
Sama seperti di wilayah RW Dalam rangka mengupayakan Pemerintah Kota Surakarta berupaya
07, di RW 23 sebelum proses penataan ketertiban selama penataan untuk menggali berbagai macam
dimulai, masyarakat yang terkena berlangsung, Pemerintah Kota sumber daya, termasuk pendanaan
dampak dipindahkan terlebih dahulu Surakarta juga bermusyawarah dari banyak sumber seperti APBD,
dari rumah tinggal mereka dengan dengan masyarakat setempat terlebih APBN, Donor pembangunan, hingga
ketentuan kebijakan sebagai berikut: dahulu dan membuat sejumlah CSR. Masyarakat di lingkungan
kesepakat sebagai berikut: RW 23 sendiri memiliki tingkat
a. Penduduk yang memiliki Kartu
partisipasi yang sangat baik dalam
Tanda Penduduk (KTP) dengan domisili a. Akan dilakukan penataan dengan
pelaksanaan program penanganan
Kota Surakarta dan tidak memiliki kebijakan Land Consolidation
kumuh. Hal ini dapat dilihat dengan
rumah lain, maka akan mendapatkan
b. Masing-masing biaya bongkar adanya kelompok masyarakat yang
kompensasi biaya bongkar dan
bangunan sebesar Rp. 65.000,- per secara khusus menjadi pengurus di
fasilitas hunian sementara. Jumlah
m2 ukuran lahan bangunan yang Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
keluarga yang termasuk ke kategori ini
ditempati dan biaya transport sebesar Rukun Makmur. KSM di lingkungan
adalah sebanyak 56 (lima puluh enam)
Rp. 500.000,- RW 23 ini memiliki struktur organisasi
keluarga.
yang terdiri dari: Ketua, Sekretaris,
c. Warga yang terkena dampak
b. Penduduk yang tidak memiliki KTP Bendahara, Seksi Perawatan, dan
pembongkaran rumah untuk
dengan domisili Kota Surakarta, maka Pembina. Berjalannya kelompok
sementara menempati Rumah Instan
akan mendapatkan kompensasi biaya swadaya ini juga didukung dengan
Sederhana Sehat (RISHA) lengkap
bongkar dan biaya angkut. Jumlah adanya fasilitas penunjang, yaitu
dengan utilitasnya sambil menunggu
keluarga yang termasuk ke kategori ini berupa kantor pengurus.
penataan land consolidation
adalah sebanyak 2 (dua) keluarga.
diselesaikan. Selain itu, kantor ini
c. Penduduk yang memiliki Kartu juga berfungsi sebagai tempat
Selain bagian yang merupakan
Tanda Penduduk (KTP) dengan pemasangan Instalasi Pengolahan Air
kawasan permukiman illegal, di RW 23
domisili Kota Surakarta dan memiliki Limbah (IPAL) Komunal dan Rumah
juga terdapat ratusan rumah-rumah
rumah lain, maka akan mendapatkan Baca dari program Sanimas. IPAL
yang berdiri di atas kawasan legal.
kompensasi biaya bongkar. Jumlah komunal ini digunakan sebagai sarana
Namun sayangnya masih termasuk
keluarga yang termasuk ke kategori ini untuk mengolah limbah cair warga
ke dalam kawasan permukiman
adalah sebanyak 6 (enam) keluarga. setempat.
kumuh. Dalam menanganinya,
Gambar 3.11. Kantor KSM Rukun Makmur sekaligus Tempat Instalasi IPAL dan Rumah Baca
13
BAB 3: KUNJUNGAN LAPANGAN
Selain dari Sanimas, IPAL untuk kemudian didistribusikan beserta prasarana, sarana, dan utilitas
Komunal yang lain juga dibangun oleh kepada warga yang tidak terakses oleh umum. Adapun untuk program
bantuan dari IUWASH USAID, sekaligus PDAM. pemberdayaan masyarakat, program
dengan MCK nya. Hingga saat ini MCK yang dilaksakanan di kawasan RW 23 ini
Selain fasilitas sanitasi dan
dan IPAL tersebut masih digunakan diantaranya adalah meliputi pelatihan
air minum, pada kawasan ini juga
secara aktif oleh masyarakat, dengan pembuatan konstruksi rumah RISHA
terdapat penerima program Bantuan
pengelolaan mandiri oleh masyarakat dan pelatihan pembuayan shuttle
Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)
melalui KSM Dabagsari Makmur. cock.
dari Direktorat Jenderal Penyediaan
Tidak hanya IPAL Komunal, Perumahan, Kementerian PUPR. Lokasi RW 23 juga merupakan
USAID melalui IUWASH PLUS juga Program ini merupakan program lokasi penanganan Kota Tanpa Kumuh
melaksanakan penyediaan Master bantuan pemerintah berupa stimulan (KOTAKU). Hingga tahun 2019, dana
Meter di lingkungan RW 23. Sistem ini bagi masyarakat berpenghasilan dari KOTAKU tercatat digunakan untuk
mengalirkan air dari sambungan pipa rendah untuk meningkatkan pembangunan perbaikan paving
utama milik PDAM yang berdekatan keswadayaan dalam pembangunan jalan dan juga peningkatan kualitas
dengan permukiman warga setempat atau peningkatan kulitas rumah drainase.
14
3.3 HUNIAN TRANSIT RISHA
15
Prosiding Dialog Kebijakan dan Pengembangan Model Penanganan
BAB 4:
WRAP UP MEETING
16
BAB 4 :
WRAP UP MEETING
Rangkaian kegiatan Dialog Kebijakan diakhiri dengan Wrap Up Meeting yang dilaksanakan di Balai Tawang
Arum. Kegiatan ini bertujuan untuk mendiskusikan hal-hal yang ditemui di lokasi penanganan Kawasan Semanggi pada
saat kunjungan lapangan, mengklarifikasi isu, serta merumuskan hal-hal yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas
penanganan permukiman kumuh di Kawasan Semanggi serta menilai potensinya untuk direplikasi di daerah lain.
Pertemuan dipandu oleh TA Komunikasi dari Konsultan Manajemen Pusat (KMP) Kotaku Wilayah II, Iroh Rohayati
Fatah dengan seluruh peserta Kementerian/Lembaga dan jajaran pemkot Surakarta sebagai narasumbernya. Beberapa
aspek yang dibahas dalam pertemuan adalah seputar perencanaan, lahan, infrastruktur dasar, rumah, penanganan
sosial-ekonomi masyarakat, serta tindak lanjut yang diperlukan untuk menyukseskan penanganan Kawasan Semanggi
dan replikasi ke daerah lain.
Terkait hak atas lahan, Parwoto Sugianto dari Bank Dunia juga berpendapat
bahwa konsolidasi tanah skala besar seperti yang direncanakan oleh Pemkot
Surakarta harus diiringi dengan penukaran nilai properti yang adil, tidak bisa
disamaratakan seluas 45 m2 untuk masing-masing keluarga terdampak. “nilai
properti dan jumlah anggota keluarga terdampak juga berbeda sehingga harus ada
juru taksir untuk menilai properti masing-masing dan berapa nilai properti yang
sesuai dengan nilai taksiran tadi”, kata Parwoto.
17
BAB 4: WRAP UP MEETING
Pemkot Surakarta juga harus membangun secara bertahap 2-3 lantai semanggi adalah emas, apakah hanya
mempertimbangkan potensi dulu. Ini proses yang panjang namun akan dicukupkan untuk satu tipologi
pembangunan hunian vertikal perlu dilakukan’’. Pendapat tersebut rumah landed dengan luas sama, atau
mengingat keterbatasan lahan juga didukung oleh Kepala Subdit mau dicampur? Atau dikaitkan dengan
perkotaan, ditambah lokasi Kawasan Perumahan, Nurul Wajah Mujahid income generation, misal masyarakat
Semanggi yang sangat strategis, “kami dari Kementerian PPN/Bappenas yang ada bantuan finance kemudian
menyadari proses transisi dari rumah menyampaikan tentang perlunya dibantu agar rumahnya juga bisa
tapak ke rumah susun tentu tidak mengaitkan pembangunan rumah jadi income, misal disewakan lantai
mudah, namun bisa disiasati dengan dengan peningkatan ekonomi, “5 Ha di duanya”, ujar Nurul.
warga penerima manfaat, “namun, Menanggapi persoalan bukan berarti dibangun lalu diserahkan
pekerjaan rumah terbesar itu adalah mengenai pengelolaan infrastruktur begitu saja ke masyarakat, tapi tetap
menemukan pola kemitraan yang dasar, Tri Dewi Virgiyanti, Direktur harus dibina masyarakatnya dalam
tepat, khususnya untuk sektor energi Perkotaan, Perumahan dan mengelola agar kontrol, efisiensi, dan
(baca: listrik). Energi banyak dipakai Permuikiman Kementerian PPN/ lain lain bisa ditegakkan”, ujar Virgi.
sehingga tagihan bebannya pun Bappenas berpendapat mengenai
mahal. Pemakaian terbesar listrik pentingnya pembinaan masyarakat
adalah untuk aliran air bersih. Ini harus secara berkelanjutan dalam setiap
menjadi bahan pemikiran bersama”, pengelolaan yang berbasis kepada
tuturnya. masyarakat, “Berbasis masyarakat
Kota Surakarta termasuk peningkatan ekonomi untuk masing- “sehingga harus ada juga keterlibatan
dalam Pusat Kegiatan Nasional masing kelompok kesejahteraan, Organisasi Perangkat Daerah yang non
(PKN) dimana aktivitasnya mewadahi “namun, harus diikuti oleh adanya fisik untuk juga berkolaborasi dalam
hinterland di sekitarnya, “secara jangka pemetaan Basis Data Sosial Terpadu penanganan kawasan permukiman
panjang akan selalu ada demand yang terus ter-update dari skala kumuh di Semanggi ini”, tambahnya.
dimana orang beraktivitas di kota kelurahan sehingga bisa dilihat Menanggapi hal tersebut, perwakilan
kami, Tentunya akan ada peningkatan program-program intervensi apa Pemkot Surakarta menyampaikan
kebutuhan hunian yang diikuti dengan yang bisa dilakukan untuk setiap bahwa untuk sektor livelihood, seluruh
akuisisi lahan di berbagai tempat”, kelompok kesejahteraan” tuturnya. OPD terkait sudah berkolaborasi.
kata salah satu perwakilan Pemkot Dalam penjelasannya, Ester juga Salah satunya di bidang kesehatan,
Surakarta. Ia berpendapat bahwa menambahkan adanya potensi “Pemetaan sosial sudah dilakukan.
Kawasan Semanggi yang sudah ditata program yang bisa dimanfaatkan, Warga tidak mampu, termasuk di
pun, jika tidak diiringi dengan adanya seperti Kelompok Usaha Bersama Kawasan Semanggi sudah menerima
terobosan kebijakan dan peningkatan (KUBE) untuk kelompok masyarakat bantuan Kartu Indonesia Sehat (KIS)
ekonomi masyarakat, maka besar termiskin. pembayarannya sudah dijamin oleh
kemungkinan akan kembali kumuh. APBD, sehingga untuk kesehatan
Nitta Rosalin, Kasubdit
Menanggapi hal tersebut, Ester mereka sudah tidak perlu pusing
Perumahan dan Kawasan Permukiman
Fitrinika Herawati, Kasubdit Bantuan lagi. Begitu juga dengan Pendidikan.
dan Direktorat SUPD II Kemendagri
Sosial dari Direktorat Penanggulangan Diharapkan masyarakat lebih bisa
juga menyampaikan bahwa proses
Kemiskinan dan Kesejahteraan menabung, namun ini adalah
pemetaan sosial sangat penting untuk
Sosial Kementerian PPN/Bappenas masalah mindset. Perlu waktu untuk
menjadi dasar intervensi yang tepat,
menyampaikan agar ada upaya mengubahnya”.
Setelah mendengar untuk selalu melihat, mendengar, dan tapi bisa menjadi titik awal bagaimana
pemaparan dari Bapak Sekda dan berbuat, “kemudian ditindaklanjuti mempercepat penanganan di Kawasan
juga mengikuti kegiatan kunjungan dengan komunikasi, koordinasi, solusi, Semanggi dan bisa direpilikasi
lapangan, Budi Mulyo Utomo sosialisasi, realisasi, koreksi, dan di tempat lain”, tuturnya. Nurul
dari Balai PPP Kementerian PUPR evaluasi. Seluruh jajaran Pemda juga menambahkan bahwa memberikan
berpendapat bahwa kesuksesan diajak ikut serta dari awal sehingga keamanan bermukim akan memicu
penanganan permukiman kumuh di apa yang kami kerjakan, sudah masyarakat untuk berinvestasi
Kota Surakarta, khususnya Kawasan terkoodinasi dan terkomunikasikan bagi rumah dan permukimannya,
Semanggi dipengaruhi oleh peran sejak awal” tuturnya. namun perlu dikombinasikan
pemerintah daerah yang sangat besar, dengan upaya mengorganisasikan
Rasa kagum juga diungkapkan
“walikotanya kuat, pemdanya kuat, masyarakat agar bisa mandiri, “di
Nurul Wajah Mujahid dari Bappenas,
semua bergerak. Ini bisa dijadikan Gajah Wong Yogyakarta, fasilitator
“Surakarta adalah satu dari sedikit kota
contoh bagi kabupaten/kota lainnya”, memberikan pemahaman kepada
yang menangani illegal settlement. Di
kata Budi. Menanggapi hal ini, masyarakat bahwa mereka tinggal
tempat lain ini biasanya diwariskan
perwakilan Pemkot Surakarta berkata di lahan illegal dan akhirnya
terus menerus ke pemerintahan
bahwa hal tersebut tidak terlepas masyarakat memahami itu. Kemudian
selanjutnya. Meskipun belum selesai
dari besarnya keinginan Walikota masyarakat mengorganisir dirinya
20
BAB 4: WRAP UP MEETING
untuk menabung secara kolektif dan sempurna”, tutur Heru. Menanggapi pemberdayaan bagi penerima bantuan
mencari lahan baru”. Terkait replikasi hal tersebut, Parwoto menyayangkan rumah swadaya di lokasi permukiman
di daerah lain, Yuri Hermawan dari sikap pemerintah pusat yang terkesan kumuh KOTAKU, maka kami siap
Puslitbangkim PUPR berpendapat agar setengah-setengah dalam mendukung memfasilitasi. Namun harus ada
replikasi bisa dimulai dari skala kecil penanganan illegal settlement, “tadi komunikasi yang baik terlebih dahulu
terlebih dahulu, “karena prosesnya pagi semua yang duduk di depan di tingkat pusat, misal dari Dirjen
panjang untuk skala besar, maka bisa adalah para Eselon 2 dari pusat. Penyediaan Perumahan dengan Dirjen
dimulai dari skala neighborhood dulu Bilang bahwa jika memang mentok Cipta Karya”, tambah George. Dalam
misal 20-50 kepala keluarga. Kami juga oleh aturan, maka bisa pakai sumber mengatasi keterbatasan pendanaan,
pernah melakukan ini di Kota Cimahi”, pendanaan CSR. Lah kalau memang Kreshnariza dari Direktorat Rumah
kata Yuri. peraturannya menghambat, ya sudah Swadaya Kementerian PUPR juga
diganti saja peraturannya”, ujar menyampaikan bahwa ada potensi
Parwoto Sugianto dari
Parwoto. dana lain selain CSR yang bisa
Bank Dunia juga menambahkan
digunakan, seperti program Kampung
bahwa Kota Surakarta adalah salah Menanggapi persoalan
Zakat dari Badan Amil Zakat Nasional
satu kota yang berani membuat pendanaan, George Soraya, Team
(Baznas), “Di Baznas ada 7 pilot project
terobosan, “Pemkot Surakarta berani Leader KOTAKU dari Bank Dunia
Kampung Zakat. Mereka bersedia
menerobos aturan, bekerja based on berpendapat bahwa banyak potensi
untuk melakukan perbaikan rumah
mission, not by regulation”. Namun pendanaan untuk penanganan
mirip seperti pola BSPS dan juga
keberanian menembus peraturan ini permukiman kumuh yang bisa
melakukan pemberdayaan ekonomi
bukan berarti para ASN di Surakarta digunakan, namun perlu ada
bagi masyarakat di kampung tersebut.
terlepas dari bayang-bayang jeratan koordinasi di kalangan pelaku, “Saya
Saya rasa ini juga bisa dimanfaatkan”,
hukum. Heru Sunardi, mantan berkeyakinan bahwa sumber dana
tutur Kreshna.
Kepala Dinas Permukiman Kota untuk kekumuhan tidak sedikit,
Surakarta mengatakan, “kekhawatiran hanya masuk dengan nama berbeda, Sebagai penutup, Direktur
menghadapi Aparat Penegak Hukum tidak atas nama penanganan Perkotaan, Perumahan dan
masih ada. Pelepasan hak atas kumuh. Tantangan terbesar adalah Permukiman Bappenas, Tri Dewi
sebagian lahan (baca: lahan milik mensinkronkan semua sumber dana Virgiyanti mengatakan bahwa Pokja
BBWS) pada dasarnya pemerintah tersebut. Masalah yang terjadi adalah, PPAS Nasional akan berupaya lebih
sudah siap eksekusi membangun 56 tidak ada koneksi antar pelaku. aktif lagi dalam mendorong kolaborasi,
rumah yang sekarang penghuninya Dimulai dari lurah, yang seharusnya “pertemuan Pokja PPAS Nasional akan
ada di RISHA, melalui dana APBD. tahu semua yang terjadi di wilayahnya. lebih aktif agar dapat membahas
Tapi karena belum jelas status hak Yang kedua ada di Pemda, lalu pokja persoalan-persoalan yang menjadi
lahannya, maka pemerintah juga sampai dengan tingkat nasional”, bottleneck penanganan kumuh di
belum bisa bergerak. Alternatif lewat ujarnya. George juga menambahkan, daerah”. Virgi juga menambahkan
dana CSR, pemerintah menyiapkan jika KOTAKU siap untuk memfasilitasi bahwa ke depannya Solo akan
rambu-rambunya. Tapi diharapkan kebutuhan pemberdayaan masyarakat menjadi laboratorium bersama
juga ada kontribusi dari masyarakat di lapangan untuk berbagai program model pengembangan penanganan
karena dana yang ada belum cukup yang masuk, “misal jika di Direktorat permukiman kumuh.
untuk membangun rumah secara Rumah Swadaya butuh adanya
21
Prosiding Dialog Kebijakan dan Pengembangan Model Penanganan
Permukiman Kumuh Perkotaan
LAMPIRAN
Surat Undangan
Rundown Acara
Notulensi Acara
Daftar Narasumber
Screenshot Presentasi dan Tautan Unduhan Materi
Daftar Hadir
22
23
LAMPIRAN: SURAT AGENDA
24
LAMPIRAN: NOTULENSI
25
LAMPIRAN: NOTULENSI
26
LAMPIRAN: NOTULENSI
27
LAMPIRAN: DAFTAR NARASUMBER
DAFTAR NARASUMBER
GEORGE SORAYA
World Bank
28
LAMPIRAN: SCREEN SHOOT DAN TAUTAN DOWNLOAD MATERI
http://bit.ly/materi-dialog-surakarta
29
LAMPIRAN: DAFTAR HADIR
30
31
32
KEPANITIAAN
Marnia Nes
Gustomi Rudianto
Tiara Anggita
Allamah YQS
Undung Permatasari
Nuraini Supardi
Coursalina Damayanti
Ridwan Bahtiar
KOTAKU Surakarta
C. Tri Cahyo S.
Ratna Tri U.
Kumala Sari