Anda di halaman 1dari 8

Program KOTAKU

Pengertian Program dan Definisi Kumuh

Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) adalah program yang dilaksanakan secara nasional di
269 kota/kabupaten di 34 Propinsi yang menjadi platform atau basis penanganan kumuh yang
mengintegrasikan berbagai sumber daya dan sumber pendanaan, termasuk dari pemerintah pusat,
provinsi, kota/kabupaten, pihak donor, swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya.
KOTAKU bermaksud untuk membangun sistem yang terpadu untuk penanganan kumuh, dimana
pemerintah daerah memimpin dan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan dalam
perencanaan maupun implementasinya, serta mengedepankan partisipasi masyarakat.KOTAKU
diharapkan menjadi platform kolaborasi yang mendukung penanganankawasan permukiman
kumuh seluas 38.431 Ha yang dilakukan secara bertahap di seluruh Indonesia melalui
pengembangan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat, penguatan kelembagaan,
perencanaan, perbaikan infrastruktur dan pelayanan dasar di tingkat kota maupun masyarakat,
serta pendampingan teknis untuk mendukung tercapainya sasaran RPJMN 2015-2019 yaitu
pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen.

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dijelaskan
bahwa Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak laik huni karena ketidakteraturan
bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan Perumahan Kumuh adalah perumahan yang
mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.

Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan karakteristik perumahan kumuh dan permukiman
kumuh dari aspek fisik sebagai berikut:

1. Merupakan satuan entitas perumahan dan permukiman;

2. Kondisi bangunan tidak memenuhi syarat, tidak teratur dan memiliki kepadatan tinggi;

3. Kondisi sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat. Khusus untuk bidang
keciptakaryaan, batasan sarana dan prasarana adalah sebagai berikut:

4. Keteraturan bangunan

5. Jalan Lingkungan;

6. Drainase Lingkungan,

7. Penyediaan Air Bersih/Minum;

8. Pengelolaan Persampahan;
9. Pengelolaan Air Limbah;

10. Pengamanan Kebakaran; dan

11. Ruang Terbuka Publik.

Karakteristik fisik tersebut selanjutnya menjadi dasar perumusan kriteria dan indikatordari gejala
kumuh dalam proses identifikasi lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Selain
karakteristik fisik, karakteristik non fisik pun perlu diidentifikasi guna melengkapi penyebab
kumuh dari aspek non fisik seperti perilaku masyarakat, kepastian bermukim, kepastian
berusaha, dsb.

Tujuan Program

Tujuan program adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di
kawasan kumuh perkotaan untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak
huni, produktif dan berkelanjutan.

Tujuan tersebut dicapai melalui tujuan antara sebagai berikut:

1. Menurunnya luas kawasan permukiman kumuh menjadi 0 Ha;

2. Terbentuknya Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP)di


tingkat kabupaten/kota dalam penanganan kumuh yang berfungsi dengan baik;

3. Tersusunnya rencana penanganan kumuh tingkat kota/kabupaten dan tingkat masyarakat


yang terlembagakan melalui Rencana Pembangunan Jangka MenengahDaerah (RPJMD);

4. Meningkatnya penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui


penyediaan infrastruktur dankegiatan peningkatan penghidupan masyarakat untuk
mendukung pencegahan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh; dan

5. Terlaksananya aturan bersama sebagai upaya perubahan perilaku hidup bersih dan sehat
masyarakat dan pencegahan kumuh.

Pencapaian tujuan program dan tujuan antara diukur dengan merumuskan indikator kinerja
keberhasilan dan target capaian program yang akan berkontribusi terhadap tercapainya sasaran
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yaitu pengentasan
permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen. Secara garis besar pencapaian tujuan diukur
dengan indikator outcome sebagai berikut:

1. Meningkatnya akses masyarakat terhadap infrastruktur dan pelayanan perkotaan pada


kawasan kumuh sesuai dengan kriteria kumuh yang ditetapkan (a.l drainase;air
bersih/minum; pengelolaan persampahan; pengelolaan air limbah;
pengamanankebakaran; Ruang Terbuka Publik);
2. Menurunnya luasan kawasan kumuh karena akses infrastruktur dan pelayanan perkotaan
yang lebih baik;

3. Terbentuk dan berfungsinya kelembagaan yaitu Pokja PKP di tingkat kota/kabupaten


untuk mendukung program KOTAKU; dan

4. Penerima manfaat puas dengan kualitas infrastruktur dan pelayanan perkotaan di kawasan
kumuh.

Strategi Operasional

Strategi operasional dalam penyelengaraan program adalah sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan penanganan kumuh melalui pencegahan kumuh dan peningkatan


kualitas permukiman kumuh;

2. Meningkatkan kapasitasdanmengembangkan kelembagaan yang mampu berkolaborasi


dan membangun jejaring penanganankumuh mulai dari tingkat pusat s.d. tingkat
masyarakat;

3. Menerapkan perencanaan partisipatif dan penganggaran yang terintegrasi dengan multi-


sektor dan multi-aktor;

4. Memastikan rencana penanganan kumuh dimasukkan dalam agenda RPJM Daerah dan
perencanaan formal lainnya;

5. Memfasilitasi kolaborasi dalam pemanfaatan produk data dan rencana yang sudah ada,
termasuk dalam penyepakatan data dasar (baseline) permukiman yang akan dijadikan
pegangan bersama dalam perencanaan dan pengendalian;

6. Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar lingkungan yang terpadu dengan sistem
kota; Mengembangkanperekonomian lokal sebagai sarana peningkatan penghidupan
berkelanjutan;

7. Advokasi kepastian bermukim bagi masyarakat berpenghasilan rendahkepada semua


pelaku kunci; dan

8. Memfasilitasi perubahan sikap dan perilaku pemangku kepentingan dalam menjaga


lingkungan permukiman agar layak huni dan berkelanjutan.

Prinsip

Prinsip dasar yang diterapkan dalam pelaksanaan Program KOTAKU adalah:

1. Pemerintah daerah sebagai Nakhoda


Pemerintah daerah dan pemerintah desa/kelurahan memimpin kegiatanpenanganan permukiman
kumuh

2. Perencanaan komprehensif dan berorientasi outcome (pencapaian tujuan program)

Penataan permukiman diselenggarakan dengan pola pikir yang komprehensif dan berorientasi
pencapaian tujuan terciptanya permukiman layak huni sesuai visi kabupaten/ kota

3. Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran

Rencana penanganan kumuh merupakan produk Pemda sehingga mengacu pada visi kabupaten/
kota dalam RPJMD.

4. Partisipatif.

Pembangunan partisipatif dengan memadukan perencanaan dari atas (top-down)dan dari bawah
(bottom-up)

5. Kreatif dan Inovatif

Prinsip kreatif dalam penanganan permukiman kumuh adalah upaya untuk selalu
mengembangkan ide-ide dan cara-cara baru dalam melihat masalah dan peluangyang sangat
dibutuhkan dalam penanganan kumuh

6. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik (good governance)

pemerintah daerah pemerintah desa/kelurahan dan masyarakat mampu melaksanakan dan


mengelola pembangunan wilayahnya secara mandiri, dengan menerapkan tata kelola yang baik
(good governance).

7. Investasi penanganan kumuh disamping harus mendukung perkembangan kota juga harus
mampu meningkatkan kapasitas dan daya dukung lingkungan.

Baca lebih lanjut

Posted on 16 Juni 2016 Tinggalkan komentar

KOTAKU Gelar Pelatihan dan TOT


Pemandu Nasional
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) mempunyai tujuan meningkatkan akses terhadap
infrastruktur dan pelayanan dasar di kawasan kumuh perkotaan guna mendukung terwujudnya
permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan. Tujuan ini diterjemahkan
ke dalam skala lebih mikro guna menciptakan permukiman layak huni di tingkat desa/kelurahan.
Mencapai tujuan tersebut, dilakukan serangkaian kegiatan di tingkat kabupaten/kota, dan tingkat
kelurahan/desa, secara sinergis dengan platform kolaborasi dalam pencegahan dan peningkatan
kualitas kawasan permukiman kumuh, sehingga terjadi keterpaduan antarsektor pembangunan
untuk bersama-sama bergerak mencapai target kawasan permukiman kumuh 0 Ha di tahun 2019.

Tujuan besar ini diterjemahkan ke dalam dua kegiatan,


yaitu pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman, yang dilakukan melalui pendekatan
partisipatif, mempertemukan perencanaan makro (top-down) dan perencanaan mikro (bottom-up)
dengan mendudukkan masyarakat sebagai subyek pembangunan dan pengambil keputusan akhir
bersama Pemerintah Daerah (Pemda) dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam hal ini, Pemda
juga diharapkan menjadi nakhoda dalam membangun kolaborasi pembiayaan kegiatan
penanganan kumuh baik dari APBD sendiri maupun dari berbagai pihak.

Salah satu pelaksanaan program KOTAKU di kabupaten/kota, diharapkan Pemda dapat


memfasilitasi penyusunan perencanaan penanganan kumuh yang terintegrasi. Perencanaan
terintegrasi yang dimaksud adalah (1) perencanaan di tingkat kabupaten/kota, yang mampu
mengintegrasikan sumber daya yang ada di kabupaten/kota agar bisa lebih efektif, tepat sasaran,
dan tepat waktu untuk mencapai target 0 Ha kumuh tahun 2019 dikoordinasikan oleh Pokja PKP;
(2) mengintegrasikan aspirasi masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dengan proses
partisipatif dan konsultatif secara intensif di lokasi sasaran, (3) mengintegrasikan rencana
penanganan permukiman kumuh dengan misi RPJM Daerah. Bila RPJMD belum memuat misi
penanganan permukiman kumuh tingkat kabupaten/kota maka Pemda harus melengkapi
kekurangan tersebut, (4) perencanaan di tingkat kabupaten/kota yang menjadi acuan investasi
pemerintah daerah, propinsi, maupun pusat untuk mendukung program KOTAKU, serta (5)
perencanaan yang mengintegrasikan penanganan kawasan-kawasan kumuh di kota.
Guna mewujudkan tujuan tersebut, kegiatan di tingkat
kabupaten/kota didampingi oleh Koordinator Kota (Korkot) atau Askot Mandiri. Maka Korkot
dan Askot Mandiri selayaknya memiliki pemahaman, keterampilan serta motivasi yang kuat agar
pelaksanaannya berjalan dengan baik. Korkot dan Askot Mandiri perlu memiliki wawasan
bagaimana menjadikan Pemda sebagai nakhoda, sehingga Pemda mampu menjadi motor dalam
membangun kolaborasi penanganan kumuh. Untuk itu, digelar Pelatihan dan Training of Trainers
(TOT) Pemandu Nasional Program KOTAKU, di Padjadjaran Suites Resort, Mulyaharja, Kota
Bogor, pada 13-24 Juni 2016.

Pelatihan yang dilaksanakan oleh Konsultan Manajemen Pusat (KMP) KOTAKU wilayah 1 dan
2 itu diikuti oleh sekitar 350 peserta terdiri atas Korkot, Askot Mandiri, Tenaga Ahli (TA) KMW
Provinsi, serta Pemandu Nasional KOTAKU dan NUSP-2 se-Indonesia. Sebagai narasumber
kegiatan adalah Direktur PKP, Kementerian PUPR Rina Farida, Kepala PMU KOTAKU Didiet
Arief Akhdiat, Widya Iswara (Jabatan Fungsional) Kementerian PUPR Ismanto, Kepala Satker
KOTAKU Mita Dwi Aprini, dan pelaku program.

Pelatihan di hari pertama diawali dengan arahan dari para


narasumber, disusul dengan diskusi panel bersama para pelaku program, yakni Korkot KOTAKU
Gowa-Maros Nurliah Ruma, dan Korkot KOTAKU Tegal Bagus Ardian, Sub TA Mass
Communication untuk Public Relation, sekaligus penggiat Jaringan Radio Komunitas Indonesia
(JRKI) Iman Abdurrahman, dan Kepala Satker PKPBM Mita Dwi Aprini, yang juga bertindak
sebagai ketua panitia pelatihan. Sedangkan pelatihan hari kedua dilakukan dengan cara diskusi
peserta, yang di bagi ke dalam 20 kelas, dipandu oleh sekitar 40 Pemandu Nasional KOTAKU
se-Indonesia.
Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah membangun pemahaman konsep, tujuan,
strategi dan mekanisme program KOTAKU; membangun pemahaman, paradigma dan konsep
penanganan kumuh; serta membangun pemahaman dan keterampilan memfasilitasi penyusunan
dokumen RP2KPKP. Dengan pelatihan ini diharapkan peserta memahami konsep, tujuan, strategi
dan mekanisme program KOTAKU, peserta memahami paradigma dan konsep penanganan
kumuh, dan peserta siap memfasilitasi penyusunan RP2KPKP. [Redaksi]

Posted on 16 Juni 2016 Tinggalkan komentar

KOTAKU Berani Berubah


Tak salah jika Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) menyandang tagline Berani Berubah.
Betapa tidak, paradigma yang selama ini melekat di benak para pelaku, konsultan dan
masyarakat, sudah bergeser. Mulai dari penanggulangan kemiskinan di era P2KP, pemberdayaan
masyarakat di era PNPM Mandiri Perkotaan, kini menjadi penanganan kumuh di era KOTAKU.
Perlu keteguhan untuk bisa move on. Maka tagline Berani Berubah dikumandangkan dan
diharapkan terpatri di dada pelaku.

Jika dulu kita menunggu BLM kapan cair, sekarang tidak


lagi. Kita masuk ke perencanaan-perencanaan, ada DED, ada kontrak, kata Kepala PMU
KOTAKU Didiet Arief Akhdiat saat membawakan materi Arah Kebijakan Percepatan
Penanganan Kumuh 2015-2019 dan Gambaran Umum Program KOTAKU dalam Pelatihan dan
TOT Pemandu Nasional KOTAKU, pada Senin, 13 Juni 2016. Saat itu ia didampingi PPK
wilayah 1 Muhammad Rifqie, PPK wilayah 2 Anita Listyarini, dan Kepala Satker PKPBM Mita
Dwi Aprini.

Dalam paparannya, Didiet menjelaskan mengenai latar belakang dan kebijakan penanganan
kumuh, dengan strategi pelaksanaan kebijakan antara lain revitalisasi BKM dan peningkatan
peran Pemda sebagai nakhoda. Hanya saja pengertian revitalisasi di sini berbeda. Definisi
revitalisasi itu kan berarti sesuatu yang pernah hidup, dihidupkan kembali. Tapi di sini, makna
revitalisasi berarti membangun sesuatu yang baru, dengan lembaga (BKM) yang pernah ada, dan
(fungsinya) bergeser dari penanggulangan kemiskinan menjadi penanganan kumuh, katanya.
Menurut dia, jika penanganan kumuh ditangani melalui BKM, maka ini akan memberikan
kontribusi sekitar 66,5% dari total luasan kawasan kumuh yang harus ditangani. Karena
berdasarkan perhitungan, di tahun 2014 luas kawasan kumuh mencapai 38.431 Ha, lalu di tahun
2015 menjadi 35.291 Ha. Hasil data baseline kumuh mengungkapkan, luas kawasan kumuh yang
sudah memiliki BKM sebanyak 23.474 Ha, dan yang belum memiliki BKM sebesar 11.817 Ha.

Anda mungkin juga menyukai