Anda di halaman 1dari 44

PLA 403/KULIAH

METODE PENELITIAN LANJUT


Semester Ganjil 2018/2019

GEJALA DAN DAMPAK GENTRIFIKASI DI KAWASAN


PENDIDIKAN
(Studi Kasus: Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang)
Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Metode Penelitian Lanjut

Disusun Oleh:
Menanga Puteri Hatami
242015065

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2018
Daftar isi
Daftar tabel
Daftar gambar
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan wilayah merupakan upaya mengawinkan sumberdaya alam,
manusia, dan teknologi secara harmonis untuk mencapai sebuah tujuan yang
mencakup berbagai aspek seperti pertumbuhan, pemerataan, dan keberlanjutan yang
berdimensi lokasi alam ruang dan berkaitan pula dengan aspek sosial ekonomi
wilayah [ CITATION Ali16 \l 1033 ] . Adanya perkembangan wilayah ini memicu
masifnya pembangunan kawasan perkotaan yang akhirnya meluas ke kawasan
pinggirannya, termasuk wilayah perdesaan sehingga dapat mempengaruhi kondisi
dan karakteristik wilayah tersebut. Perubahan yang terjadi di wilayah pinggiran kota
mengakibatkan transformasi struktur wilayah perdesaan baik secara fisik, sosial,
maupun ekonomi.
Terjadinya persoalan pembangunan kota berangkat dari proses ekspansi dan
invasi ruang perkotaan ke wilayah pinggirannya yang didorong oleh upaya penataan
kembali ruang internal kota (Suhardjo, et al., 2008). Adapun empat karakter yang
dapat digunakan untuk mengetahui suatu daerah dapat disebut kawasan pinggiran
kota menurut Beesley (1981 dalam Suhardjo, et al., 2008) yaitu sebelumnya
merupakan daerah perdesaan dengan dominasi guna lahan pertanian dan komunitas
masyarakat perdesaan; merupakan daerah yang menjadi sasaran serbuan
perkembangan kota serta menjadi ajang spekulasi tanah bagi para pengembang;
merupakan daerah yang diinvasi oleh penduduk perkotaan dengan karakter sosial
perkotaan; serta merupakan daerah di mana berbagai konflik muncul, terutama antara
penduduk lokal dan pendatang, antara penduduk desa dan kota dan antara petani dan
pengembang.
Apabila suatu kawasan perdesaan telah mengalami karakter pinggiran kota,
maka dapat diketahui bahwa kawasan tersebut telah mengalami transformasi
wilayah. Suhardjo, et al. (2008) menyebutkan bahwa perubahan karakter perdesaan
menuju perkotaan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya kepadatan bangunan,
perubahan fungsi bangunan dari kegiatan pertanian menjadi pelayanan dan jasa.
Seiring berjalannya waktu, perubahan kawasan tersebut akan mengalami
perkembangan yang pesat dan cenderung menimbulkan sebuah fenomena baru yaitu
gentrifikasi. Fenomena gentrifikasi ini akan menimbulkan berbagai dampak positif
dan negatif. Besaran dampak ini pun akan bergantung pada lingkungan dan
penduduknya sendiri, apakah lebih condong ke arah positif atau negatif dalam
menghadapinya.
Pada tahun 1980 fenomena gentrifikasi dianggap sebagai sebuah proses yang
tidak terencana karena merupakan bagian dari proses perkembangan kawasan
menjadi pusat pertumbuhan yang sering kali tidak disadari dan tidak diantisipasi
(Eldaidamony & Shetawy, 2016; Prayoga, 2013). Seiring berjalannya waktu,
anggapan tersebut mengalami perubahan yaitu pada tahun 2000 fenomena
gentrifikasi telah diakui menjadi sebuah proses yang terencana [ CITATION Muh16 \l
1033 ]. Lebih jelasnya, gentrifikasi adalah sebuah proses perubahan status sosial
ekonomi secara sistematis dan terencana yang terjadi di suatu kawasan yang
sebelumnya lebih banyak dihuni masyarakat berpenghasilan rendah kemudian
digantikan oleh masyarakat yang lebih mampu seiring revitalisasi kawasan,
berkembangnya aktivitas, dan bertambahnya investasi di kawasan tersebut (Smith,
2010 dalam Eldaidamony & Shetawy, 2016; Gur, 2009 dalam Prayoga, 2013).
Proses gentrifikasi yang terjadi di setiap wilayah tentunya memiliki pola yang
berbeda, tergantung karakteristik sosial dan budaya [ CITATION Muh16 \l 1033 ]. Awal
dilakukannya studi mengenai gentrifikasi menyatakan bahwa fenomena ini dianggap
sebagai bagian dari fenomena back to the city movement (Berry, 1980 dalam
Prayoga, 2011). Fenomena back to the city movement sendiri merupakan pergerakan
penduduk kawasan pinggiran yang berpenghasilan tinggi menuju kawasan pusat kota
(Laska dan Spain, 1980 dalam Hyra, 2015). Namun, pernyataan tersebut disanggah
oleh Smith (2002 dalam Prayoga, 2011) dalam penelitiannya bahwa gentrifikasi tidak
terbatas hanya terjadi di pusat kota, tapi bisa terjadi di kawasan pinggiran, kawasan
perbatasan, dan kawasan perdesaan. Terlebih dengan adanya pembangunan
perkotaan yang cenderung meluas ke daerah sekitarnya, maka semakin membuktikan
bahwa fenomena gentrifikasi ini dapat menciptakan kawasan perdesaan yang
mengkota.
Pada umumnya gentrifikasi terjadi di negara bagian barat, tetapi saat ini
banyak pula negara berkembang yang mengalaminya seperti di Malaysia dan
Indonesia. Kasus yang terjadi di Malaysia merupakan akibat dari perwujudan
kebijakan strategis kota yaitu wilayah pembangunan Iskandar Malaysia yang memicu
adanya perkembangan sosial ekonomi (Khalil, et al., 2015). Gejala gentrifikasi yang
muncul hanya terdapat di kawasan tertentu, salah satunya di Nusajaya. Menurut studi
yang dilakukan oleh Khalil, et al. (2015) Nusajaya telah teridentifikasi gejala
gentrifikasi dengan adanya investasi skala besar dalam pembangunan berbagai
fasilitas kesehatan, pendidikan, dan wisata serta konversi lahan non-terbangun
menjadi terbangun. Khalil, et al. (2015) mengemukakan bahwa gentrifikasi di
Nusajaya dikenal sebagai New-Build Gentrification di mana telah terjadi
pembangunan kawasan hunian eksklusif dalam skala besar yang sebagian besar
dihuni oleh penduduk berpenghasilan menengah ke atas. Hal itu telah membawa
dampak terhadap lingkungan dan penduduk lokal, baik positif maupun negatif.
Adapun kasus gentrifikasi lainnya yang telah teridentifikasi di Indonesia, yaitu di
kawasan sekitar kampus UNDIP Tembalang. Kawasan tersebut merupakan salah satu
pusat pertumbuhan di pinggiran Kota Semarang bagian selatan. Gejala gentrifikasi di
kawasan tersebut dipengaruhi oleh perubahan populasi, perubahan sosial, segregasi,
dan revitalisasi kawasan [ CITATION Pra13 \l 1033 ].
Berdasarkan kedua kasus ini dapat diketahui bahwa gentrifikasi jelas
mempunyai penyebab dan dampak yang berbeda di setiap tempatnya. Gentrifikasi
dapat didorong karena adanya perwujudan kebijakan strategis ataupun akibat
perkembangan pusat pertumbuhan (Khalil, et al., 2015; Prayoga, 2013). Secara tidak
langsung gentrifikasi telah membawa konsekuensi yang bersifat positif maupun
negatif, tergantung dari seberapa besar dampak yang dirasakan oleh lingkungan dan
penduduk lokal. Hal positif yang dapat dirasakan di antaranya peningkatan
jangkauan pelayanan, perbaikan fisik kawasan, kenaikan pajak bagi pemerintah, serta
adanya peluang usaha bagi sebagian masyarakat, sedangkan hal negatifnya yaitu
meningkatnya permintaan lahan, penggusuran, segregasi sosial, dan hilangnya mata
pencaharian tertentu (Prayoga, 2013; Rowland, 2002 dalam Medha & Ariastita,
2017). Namun dampak negatif ini cenderung lebih dirasakan oleh penduduk lokal
yang memiliki tingkat pendidikan dan daya kerja yang rendah sehingga akan
mengalami tekanan ekonomi dan psikologis yang mengancam mereka untuk
kehilangan hunian terjangkau yang dapat berujung pada penggusuran (Rowland,
2002 dalam Medha & Ariastita, 2017).
Melihat berbagai fenomena gentrifikasi yang terjadi di berbagai lokasi yang
berbeda, maka dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan-
perbedaan lainnya. Terlebih di Indonesia sendiri, kasus ini belum banyak
teridentifikasi sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memberikan masukan
kepada para pemangku kepentingan agar dapat mengantisipasi berbagai
kemungkinan dampak dari adanya fenomena gentrifikasi yang semakin berkembang.
Upaya yang dilakukan yaitu memaksimalkan dampak positif dan mengurangi
dampak negatif dari fenomena gentrifikasi [ CITATION Muh16 \l 1033 ]. Salah satu
kawasan yang terindikasi mengalami fenomena gentrifikasi di Indonesia yaitu
kawasan pendidikan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Hal itu dapat dilihat dari
perkembangan kawasan yang semakin pesat. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian untuk mengidentifikasi gejala gentrifikasi sehingga dapat diketahui
besaran dampak gentrifikasi di salah satu kawasan.

1.2 Rumusan Permasalahan


Mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014
tentang Pengelolan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat
Pertumbuhan di Jawa Barat bahwa terdapat perencanaan kawasan Metropolitan
Bandung Raya yang terdiri dari Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang. Salah satu kawasan yang
mengalami perkembangan cukup pesat akibat pembangunan Metropolitan Bandung
Raya yaitu Kabupaten Sumedang, tepatnya di Kecamatan Jatinangor. Sebagai bagian
dari Metropolitan Bandung Raya, Kecamatan Jatinangor akan dikembangkan
menjadi pusat kegiatan riset dan inovasi teknologi.
Kecamatan Jatinangor sebagai salah satu kawasan yang berkembang cukup
pesat di Kabupaten Sumedang telah mengalami perubahan karakter kawasan dari
perdesaan menjadi perkotaan, tetapi sampai saat ini kawasan Jatinangor belum dapat
dikatakan sebagai sebuah kota (Bappeda Kabupaten Sumedang, 2009).
Perkembangan Kecamatan Jatinangor ini berawal pada tahun 1970-1980an karena
adanya perubahan fisik akibat pengaruh perkembangan kota seperti meluasnya
kegiatan perdagangan, pemerintahan, dan industri. Perubahan fisik tersebut
berlangsung cepat saat pembangunan empat perguruan tinggi yaitu IKOPIN (1979),
UNPAD (1980), STPDN (1981), dan UNWIM (1986) sehingga fungsi kawasan
ditetapkan menjadi kawasan pendidikan.
Seiring berkembangnya kawasan Jatinangor, maka muncul berbagai masalah
seperti pembangunan perumahan dan gedung yang tidak teratur, potensi bencana
yang meningkat, kesenjangan sosial antara masyarakat lokal dan pendatang, serta
retaknya sistem sosial masyarakat lokal (Bappeda Kabupaten Sumedang, 2009).
Selain itu, telah terjadi pula pergeseran mata pencaharian dari sektor pertanian
menjadi sektor perdagangan dan jasa (Theresia, 1998 dalam Bappeda Kabupaten
Sumedang, 2009). Namun, pada kenyataannya kegiatan ekonomi tersebut lebih
banyak dilakukan oleh masyarakat pendatang sebesar 68,5% dibandingkan
masyarakat lokal sebesar 31,5% (Mardianta, 2001 dalam Bappeda Kabupaten
Sumedang, 2009). Masyarakat lokal yang kehilangan mata pencaharian karena lahan
pertaniannya mengalami alih fungsi lahan terbangun, tidak bisa menyesuaikan
dengan sektor ekonomi baru sehingga mereka terpaksa mencari tempat tinggal baru
yang layak huni di wilayah lain (Bappeda Kabupaten Sumedang, 2009).
Kawasan Jatinangor menunjukkan adanya peluang besar bagi para pendatang
untuk melakukan migrasi sehingga akan mempengaruhi komposisi penduduk. Pada
tahun 2009, Bappeda Kabupaten Sumedang menyatakan bahwa komposisi penduduk
pendatang mempunyai jumlah yang signifikan sebesar 20% terhadap total penduduk
di Kecamatan Jatinangor. Hadirnya para pendatang tersebut tentu dapat membawa
Jatinangor menjadi sebuah kawasan yang teridentifikasi fenomena gentrifikasi.
Berdasarkan uraian di atas dan melihat berbagai persoalan yang terjadi di Kecamatan
Jatinangor sebagai kawasan pendidikan, maka perumusan masalah dalam penelitian
ini yaitu Bagaimana gejala gentrifikasi yang terjadi di kawasan pendidikan
Jatinangor serta besaran dampaknya terhadap lingkungan dan penduduk lokal?

1.3 Tujuan dan Sasaran


Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi gejala dan dampak
gentrifikasi yang terjadi di kawasan pendidikan Jatinangor. Adapun sasaran yang
dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
1. Teridentifikasinya gejala gentrifikasi dari aspek fisik, sosial, ekonomi, dan
tata ruang di kawasan pendidikan Jatinangor;
2. Teridentifikasinya sebaran gentrifikasi di kawasan pendidikan Jatinangor;
3. Teridentifikasinya dampak terhadap lingkungan dan penduduk dari fenomena
gentrifikasi di kawasan pendidikan Jatinangor.

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Ruang Lingkup Substansi
Ruang lingkup substansi ini memuat kedalaman penelitian, variabel, dan
indikatornya. Penentuan variabel dan indikator terpilih dilakukan berdasarkan hasil
kajian terhadap studi terdahulu sehingga dapat diketahui bagaimana ciri dan dampak
yang telah terjadi. Adapun penjelasan dari masing-masing ciri, dampak, dan variabel
indikator di setiap lokasi kejadian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.3 dalam
Subab 2.2. Namun, penentuan variabel dan indikator pada penelitian ini tidak hanya
mengacu pada hasil studi terdahulu, tetapi akan dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan peneliti dan kondisi eksisting wilayah studi. Berikut batasan penelitian
beserta variabel indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Penelitian yang akan dilakukan akan menggunakan data dalam kurun waktu
lima tahun terakhir yaitu 2013-2018. Hal tersebut dipertimbangkan
berdasarkan perkiraan ketersediaan data. Apabila menggunakan data sepuluh
hingga dua puluh tahun ke belakang, dikhawatirkan tidak ada data yang
mendukung sehingga penentuan kurun waktu lima tahun terakhir diharapkan
dapat menggunakan data yang lebih lengkap.
b. Dalam mengetahui gejala gentrifikasi dapat dilihat dari aspek fisik, sosial,
ekonomi, dan tata ruang. Setelah mengetahui gejala gentrifikasi, maka dapat
dilihat sebaran gentrifikasi dan dampaknya terhadap lingkungan dan
penduduk lokal. Sebaran gentrifikasi dapat ditentukan melalui temuan gejala
gentrifikasi, sehingga dapat diklasifikasikan kawasan mana yang telah,
belum, dan berpotensi mengalami gentrifikasi.
c. Aspek Fisik
Mengidentifikasi aspek fisik dapat diketahui melalui variabel yang terkait
seperti perubahan penggunaan lahan, fasilitas publik, aksesbilitas. Variabel-
variabel tersebut dirincikan lebih lanjut oleh masing-masing indikatornya.
Hasil dari identifikasi aspek fisik ini diharapkan dapat melihat gejala dan
dampak gentrifikasi yang terjadi di wilayah studi.
d. Aspek Sosial
Mengidentifikasi aspek sosial dapat diketahui melalui variabel terkait.
Variabel tersebut terdiri dari komposisi penduduk, hubungan sosial, dan
kondisi sosial penduduk. Ketiga variabel tersebut akan dirincikan lebih lanjut
oleh masing-masing indikatornya. Hasil dari identifikasi aspek sosial
diharapkan dapat melihat gejala dan dampak gentrifikasi yang terjadi di
wilayah studi.
e. Aspek Ekonomi
Mengidentifikasi aspek ekonomi dapat diketahui melalui tiga variabel yaitu
mata pencaharian, kegiatan perdagangan dan jasa, serta permintaan lahan.
Variabel tersebut akan dirincikan lebih lanjut oleh masing-masing indikator
di dalamnya. Hasil identifikasi aspek ekonomi ini diharapkan dapat melihat
gejala dan dampak gentrifikasi yang terjadi di wilayah studi.
f. Aspek Tata Ruang
Mengidentifikasi aspek tata ruang bertujuan untuk melihat tinjauan kebijakan
yang terkait kawasan pendidikan Jatinangor. Hal tersebut diharapkan dapat
melihat bagaimana gentrifikasi yang terjadi, apakah gejala yang muncul
terjadi akibat adanya kebijakan di atasnya atau tidak. Variabel yang
digunakan dalam aspek ini yaitu RTRW Kabupaten Sumedang dan RPJMD
Kabupaten Sumedang.
Penjelasan lebih lanjut terkait variabel dan indikator dari masing-masing
aspek terkait dapat dilihat pada tabel di bawah ini yaitu Tabel 1.1
Tabel 1.1

Variabel dan Indikator

No Aspek Variabel Definisi Indikator


1 Fisik Perubahan aktivitas terhadap Luas lahan terbangun
suatu lahan yang berbeda Luas lahan non terbangun
dari aktivitas sebelumnya Jenis guna lahan
Perubahan penggunaan
yang bertujuan untuk
lahan
komersial ataupun industri Persentase setiap jenis
(Kazaz & Charles, 2001 guna lahan
dalam Munibah, 2008)
Fasilitas publik Sarana lingkungan yang Tingkat pelayanan fasilitas
berfungsi untuk kesehatan
menyelenggarakan dan Tingkat pelayanan fasilitas
mengembangkan kehidupan pendidikan
ekonomi, sosial, dan budaya Tingkat pelayanan fasilitas
(SNI 03-1733-2004) perdagangan dan jasa
Tingkat pelayanan fasilitas
ruang terbuka
No Aspek Variabel Definisi Indikator
Kemudahan pencapaian
yang disediakan bagi semua Indeks aksesbilitas
orang, termasuk yang
memiliki ketidakmampuan
fisikatau mental, seperti
Aksesbilitas penyandang cacat, lanjut Indeks mobilitas
usia, ibu hamil, penderikat
penyakit tertentu, dalam
mewujudkan kesamaan
kesempatan (SNI 03-1733- Kemantapan jalan
2004)
Pengelompokkan penduduk
atas dasar kriteria dan tujuan
Komposisi penduduk tertentu [ CITATION Status kependudukan
Dar17 \l 1033 ]
Bagian dari modal sosial Interaksi antara penduduk
yang menjadi sarana agar lama dan pendatang
terjadi keikatan yang kokoh Intensitas bertemu antar
Hubungan sosial dalam membangun suatu penduduk
masyarakat [ CITATION Bentuk kegiatan sosial
Anc03 \l 1033 ] Sanksi sosial
2 Sosial Kondisi masyarakat yang
memiliki latar belakang
pendidikan yang cukup, Tingkat pendidikan
terdapat lembaga-lembaga
pendidikan dan sumber
Kondisi sosial belajar di dalamnya yang
penduduk dapat memberikan pengaruh
positif terhadap semangat
dan perkembangan belajar Jumlah lembaga
generasi muda (Ihsan, 2003 pendidikan
dalam Basrowi & Juariyah,
2010)
Jenis pekerjaan yang Jenis pekerjaan
menuntut kerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat Tingkat pendapatan
Mata pencaharian
[ CITATION Sit10 \l Tingkat pengeluaran
1033 ] Adanya peluang usaha
Keberadaan kegiatan
transaksi barang dan jasa Jenis kegiatan
yang bertujuan untuk perdagangan
Kegiatan perdagangan
3 Ekonomi dan jasa mendapatkan imbalan atau
kompensasi [ CITATION Jenis kegiatan jasa
Ari17 \l 1033 ]
Dampak dari pertumbuhan Harga lahan
ekonomi dan peningkatan
aksesbilitas yang mendorong Harga sewa bangunan
Permintaan lahan peningkatan harga
lahan[ CITATION Ira05 \l Harga pajak bangunan
1033 ]
Arahan kebijakan dan
RTRW Kabupaten
strategi pemanfaatan ruang Rencana Pola Ruang
Sumedang
wilayah kabupaten
4 Tata Ruang
Dokumen perencanaan
RPJMD Kabupaten Rencana Pembangunan
daerah untuk periode lima
Sumedang Strategis
tahun
Sumber: Hasil Analisis, 2018
1.4.3 Ruang Lingkup Wilayah
Mengacu pada Rencana Pola Ruang Kabupaten Sumedang Tahun 2011-2031,
maka dapat diketahui bahwa terdapat kawasan budidaya yang dijadikan Kawasan
Pendidikan Tinggi yaitu terletak di Desa Cilayung dan Desa Cibeusi, Kecamatan
Jatinangor. Namun, jika melihat kondisi eksisting yang dikaitkan dengan fenomena
gentrifikasi, maka kawasan yang terindikasi mengalaminya yaitu Desa Cibeusi, Desa
Hegarmanah, Desa Cikeruh, dan Desa Cileles. Terlebih keberadaan tiga perguruan
tinggi utama di Jatinangor terletak di antara desa-desa tersebut, yaitu IPDN dan
IKOPIN di Desa Cibeusi sedangkan UNPAD di Desa Hegarmanah.
Perkembangan aktivitas di Desa Cibeusi, Hegarmanah, Cikeruh, dan Cileles
terjadi cukup pesat. Saat ini telah terdapat sejumlah pembangunan apartemen baru,
mall, pertokoan, restoran, dan kostan yang mendorong pertumbuhan kawasan
pendidikan Jatinangor. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi transformasi fisik dari
lahan non terbangun menjadi terbangun. Terutama Desa Cileles yang merupakan
kawasan permukiman perdesaan, tetapi saat ini telah terdapat pembangunan hunian
baru apartemen, sehingga penelitian gejala gentrifikasi di kawasan ini semakin kuat.
Berikut batasan administrasi dari hasil deliniasi wilayah dalam penelitian ini serta
penyajiannya dalam bentuk peta pada Gambar 1.1:
Sebelah utara : Desa Cilayung
Sebelah timur : Desa Jatiroke
Sebelah selatan : Desa Cipacing, Desa Sayang, dan Desa Mekargalih
Sebelah barat : Kecamatan Cileunyi

1.5 Sistematika Proposal


Penyusunan proposal penelitian ini memiliki sistematika penulisan yang
terdiri dari empat bab. Keempat bab tersebut memiliki rincian sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan
sasaran, ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup substansi, serta
sistematika penulisan proposal penelitian.
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan kegiatan penelitian
yang akan dilakukan. Adapun teori yang akan diuraikan pada kajian pustaka
ini yaitu terkait Urbanisasi, Suburbanisasi, Transformasi Wilayah,
Gentrifikasi, dan Penelitian Terdahulu. Selain membahas mengenai teori-
teori dasar, bab ini memuat pula gagasan yang mendasari kegiatan
penelitian dilakukan.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metodologi penelitian yang terdiri dari kebutuhan data,
metode penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis.

BAB 4 PERKIRAAN HASIL DAN KETERBATASAN STUDI


Bab ini menjelaskan tentang perkiraan hasil dan keterbatasan studi yang
dimiliki oleh penelitian yang akan dilakukan.
Gambar 1.1

Ruang Lingkup Wilayah Penelitian


BAB 2
URBANISASI, SUBURBANISASI, GENTRIFIKASI

2.1 Perkembangan Wilayah


2.1.2 Pengertian Perkembangan Wilayah
Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan pengertian dari perkembangan
wilayah. Lebih jelasanya dapat dilihat di bawah ini terkait pengertian perkembangan
wilayah yaitu sebagai berikut:
1. Perkembangan wilayah merupakan upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya alam yang dimiliki suatu wilayah secara harmonis, serasi, dan
terpadu melalui pendekatan yang bersifat komprehensif terkait aspek fisik,
sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan hidup untuk pembangunan
berkelanjutan [ CITATION Dja10 \l 1033 ].
2. Perkembangan wilayah merupakan upaya mengawinkan sumberdaya alam,
manusia, dan teknologi secara harmonis untuk mencapai sebuah tujuan yang
mencakup berbagai aspek seperti pertumbuhan, pemerataan, dan keberlanjutan
yang berdimensi lokasi alam ruang dan berkaitan pula dengan aspek sosial
ekonomi wilayah [ CITATION Ali16 \l 1033 ].
3. Perkembangan wilayah merupakan suatu bentuk intervensi positif terhadap
pembangunan di suatu wilayah yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat
[ CITATION Rus09 \l 1033 ].

2.2 Urbanisasi dan Suburbanisasi


2.2.1 Pengertian Urbanisasi
Urbanisasi memiliki berbagai pengertian yang dikemukakan oleh beberapa
ahli. Pertama, Firman (1997 dalam Rustiadi, et al., 2009) mengartikan bahwa
urbanisasi bukan saja secara demografis yaitu proporsi penduduk perkotaan terhadap
jumlah penduduk keseluruhan, tetapi juga perkembangan kegiatan sosial ekonomi.
Kedua, Rustiadi, et al. (2009) mengartikan bahwa urbanisasi merupakan sebuah
proses yang menyebabkan transformasi struktural ekonomi pada suatu wilayah
sehingga terjadi perubahan pola hidup akan kebutuhan hidup meliputi sarana,
prasarana, dan jasa pelayanan serta terjadinya perubahan gaya hidup manusia dari
tradisi perdesaan ke arah kehidupan yang modern.

2.2.2 Tahapan Urbanisasi


Menurut Bintarto (1983 dalam Rustiadi, et al., 2009) rbanisasi dipandang
sebagai suatu proses yang terdiri dari tiga tahapan yaitu:
1. Meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk kota sehingga kota menjadi
lebih membengkak akibat dari penambahan penduduk baik secara kenaikan
fertilitas penduduk kota maupun karena adanya tambahan penduduk desa
yang bermukim dan berkembang di kota.
2. Bertambahnya jumlah kota dalam suatu negara atau wilayah sebagai akibat
dari perkembangan ekonomi, budaya, dan teknologi baru.
3. Berubahnya kehidupan desa atau nuansa desa menjadi suasana kehidupan
kota.
Adapun Van Den Berg, Kausen, Molle, dan Paelinck (1981 dalam Rustiadi, et
al., 2009) mengidentifikasikan empat tahapan proses urbanisasi dari sisi perpindahan
penduduk yaitu:
1. Tahapan urbanisasi, migrasi penduduk dari desa ke kota.
2. Tahap suburbanisasi, tahapan ketika kota berkembang dan mulai
mempengaruhi kawasan pinggirannya serta memberikan peluang untuk
kesejahteraan yang lebih baik sehingga penduduk dari kawasan pinggiran
tertarik menuju ke pusat-pusat kegiatan dan pelayanan kota.
3. Tahap disurbanisasi, penurunan jumlah penduduk perkotaan diikuti oleh
penurunan aktivitas ekonomi karena terjadinya kehilangan kesempatan kerja
dan lapangan usaha.
4. Tahapan reurbanisasi, dibangunnya pusat-pusat kegiatan baru dengan tingkat
aglomerasi yang lebih rendah pada beberapa lokasi.

2.2.3 Pengertian Suburbanisasi


Suburbanisasi merupakan salah satu proses perkembangan wilayah yang
memiliki pengaruh yang cukup kuat di dalam proses penataan ruang di sekitar
wilayah perkotaan (Fadhilla, 2017). Proses suburbanisasi dipandang sebagai
perluasan wilayah kota ke wilayah pinggirannya yang berdampak pada terbentuknya
kawasan permukiman baru dan kawasan industri sebagai akibat perpindahan
penduduk kota yang membutuhkan tempat bermukim dan kegiatan industri sehingga
melahirkan suatu fenomena yang kompleks di wilayah pinggiran tersebut seperti
akulturasi budaya, konversi lahan diperkotaan, spekulasi lahan dan lain-lain
[ CITATION Rus09 \l 1033 ]

2.2.4 Penyebab Gentrifikasi


Kehadiran suburbanisasi sebagai fenomena global disebabkan oleh proses
urbanisasi, perkembangan teknologi transportasi, desentralisasi pekerjaan, kebijakan
publik, dan kecenderungan untuk tinggal di wilayah pinggiran[ CITATION Har15 \l 1033
]. Pertama, proses urbanisasi dianggap menjadi penyebab suburbanisasi karena
meningkatnya populasi di pusat kota menimbulkan berbagai masalah, sehingga
sebagian masyarakat memilih untuk pindah ke kawasan pinggirannya untuk
mendapatkan kualitas hidup yang lebih terjamin[ CITATION Har15 \l 1033 ]. Kedua,
adanya perkembangan teknologi transportasi akan semakin mendorong masyarakat
kota untuk tinggal di kawasan pinggiran karena biaya hidup yang masih rendah dan
ketenangan yang lebih terjamin [ CITATION Har15 \l 1033 ] . Penyebab selanjutnya
yaitu desentralisasi pekerjaan yang berawal dari kegiatan industri, perkantoran, dan
ritel yang pindah ke kawasan pinggiran kota dan diikuti oleh para pekerjanya untuk
menetap di sekitar tempat kerjanya [ CITATION Har15 \l 1033 ]. Selain itu,
pembangunan di kawasan pinggiran kota menjadi salah satu intervensi pemerintah
untuk meningkatkan pajak bagi pendapatan daerah [ CITATION Har15 \l 1033 ].
Berdasarkan berbagai penyebab suburbanisasi ini dapat diketahui bahwa
kecenderungan masyarakat untuk tinggal di kawasan pinggiran kota karena ingin
mendapatkan kenyamanan, biaya hidup yang rendah, dan kualitas lingkungan yang
lebih baik.

2.2 Transformasi Wilayah


Transformasi wilayah merupakan suatu representasi dari perkembangan
wilayah yang menunjukkan adanya proses perubahan dan pergeseran karakteristik
suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu (Giyarsih, 2009 dalam Miladan, dkk,
2017). Selain itu, Smailes (2013 dalam Miladan, dkk, 2017) menyatakan bahwa
transformasi wilayah merupakan suatu perubahan bentuk wilayah yang dapat dilihat
melalui pemanfaatan lahan, karakteristik bangunan, dan karakteristik sirkulasi.
Transformasi wilayah memiliki tiga unsur penting di dalamnya terkait proses
perubahan ciri tertentu. Pertama, perbedaan merupakan aspek yang sangat penting
dalam proses transformasi karena dapat dilihat perwujudan dari sebuah proses
transformasi. Kedua, konsep ciri atau identitas yang merupakan acuan di dalam suatu
proses transformasi, baik ciri sosial, ekonomi, atau ciri penampilan sesuatu. Ketiga,
proses transformasi selalu bersifat historis yang terikat pada satuan waktu yang
berbeda. Oleh karena itu, transformasi selalu menyangkut perubahan masyarakat dari
suatu masyarakat yang lebih sederhana ke masyarakat yang lebih modern dalam
kurun waktu yang berbeda (Abdullah, 1994; Giyarsih, 2009 dalam Hardati, 2011).

2.3 Gentrifikasi
Pada sub bab ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengertian, ciri, dan
dampak gentrifikasi. Teori-teori tersebut didapatkan dari hasil mengkaji berbagai
literatur. Berikut uraian dari pendapat beberapa ahli:
2.3.1 Pengertian Gentrifikasi
Terdapat berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli terkait
fenomena gentrifikasi. Berikut akan diuraikan definisi-definisi tersebut agar dapat
diketahui perbedaan pendapat dari berbagai sudut pandang pada Tabel 2.1:
Tabel 2.2

Pengertian Gentirifkasi Menurut Para Ahli

No Sumber Pengertian Gentrifikasi


Istilah gentrifikasi pertama kali dikenalkan oleh seorang sosiolog
terkemuka yaitu Ruth Glass pada tahun 1964 di London. Dia
menyebutkan bahwa telah terjadi ketidakadilan kelas sosial yang
terjadi di antara golongan kelas pekerja yang tergeser oleh
golongan kelas menengah ke atas akibat adanya kapitalisme di
Glass (1964 dalam Smith, 1996; lahan perkotaan. Tempat tinggal golongan kelas pekerja yang
1
Medha dan Ariastita, 2017) semula sederhana dan tampak lusuh berubah menjadi hunian
yang mewah dan mahal sehingga menyebabkan kenaikan harga
lahan dan properti. Proses gentrifikasi ini berlangsung cepat
sampai semua kelas pekerja yang asli akhirnya terusir dari
hunian asalnya dan pada akhirnya terjadi perubahan sosial dari
kawasan tersebut.
Hamnett (1991 dalam Smith, Gentrifikasi telah mewakili seperangkat proses baru dalam
2
1996) restrukturisasi metropolitan kontemporer.
Secara sederhana, gentrifikasi merupakan proses peningkatan
3 Smith (1996) perumahan dan bisnis ritel dengan masuknya investasi swasta ke
dalam suatu lingkungan.
4 Clay (1979) dan Helms (2003) Gentrifikasi adalah gabungan dari dua kekuatan yaitu
(dalam Atuesta dan Hewings, peningkatan renovasi perumahan dan masuknya rumah tangga
2018) berpenghasilan menengah dan tinggi ke lingkungan
No Sumber Pengertian Gentrifikasi
berpenghasilan rendah.
Gentrifikasi merupakan proses transformasi tata guna lahan yang
Larry (2003 dalam Medha dan
5 diikuti dengan perubahan kawasan permukiman masyarakat
Ariastita, 2017)
berpenghasilan rendah.
Gentrifikasi merupakan sebuah fenomena perkotaan yang
melibatkan kebijakan di dalamnya. Fenomena ini telah
mendorong konversi lingkungan dalam kota dari ruang produksi
Lees, Slater, dan Wyly (2007 menjadi ruang konsumsi bagi golongan kelas menengah atas,
6 dalam Walks dan Maaranen, serta adanya pasar real estat yang meningkatkan biaya
2008) perumahan di seluruh wilayah metropolitan. Hal itu tentunya
menimbulkan penggusuran golongan kelas pekerja karena telah
terjadi penurunan ketersediaan hunian terjangkau bagi mereka
yang hidup secara tradisional.
Gentrifikasi adalah salah satu bentuk peningkatan lingkungan.
Umumnya peningkatan lingkungan berkonotasi positif, seperti
meningkatkan kenyamanan lingkungan, peningkatan fasilitas
komersial, peningkatan kualitas dan estetika bangunan,
mengurangi tingkat kriminalitas dan masalah sosial lainnya, serta
meningkatkan nilai properti. Namun, jika dilihat dari sisi
7 Walks dan Maaranen (2008)
gentrifikasi, manfaat tersebut cenderung tidak dinikmati oleh
penduduk berpenghasilan rendah. Mereka lebih merasakan
dampak negatif dari fenomena tersebut, karena gentrifikasi
mengarah ke pengurangan ketersediaan perumahan yang
terjangkau di pusat kota dan cenderung bersifat menggusur, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Saat ini, gentrifikasi merupakan sebuah proses yang umum
terjadi, bukan lagi proses yang terjadi secara acak di setiap
Smith (2010 dalam Eldaidamony
8 tempat kejadiannya. Gentrifikasi telah menjadi proses yang
dan Shetawy, 2016)
sistematis, terencana, dan penuh pertimbangan dalam keputusan
politik dan ekonomi.
Fenomena gentrifikasi muncul akibat adanya proses peningkatan
suatu kawasan yang telah sukses menarik perhatian masyarakat
golongan kaya, dan menciptakan kedinamisan wilayah dimana
hal tersebut akan mendorong kenaikan harga properti yang
harganya di luar jangkauan masyarakat semula, sehingga
9 Medha dan Ariastita (2017) masyarakat menjadi rentan terusir dari kawasan huniannya.
Gentrifikasi jelas merupakan sebuah fenomena yang mengancam
eksistensi suatu masyarakat karena akibat-akibat dari naik
kelasnya sebuah kawasan menjadi kawasan yang bernilai tinggi,
dimana masyarakat menjadi tidak sanggup untuk menyesuaikan
diri dengan kawasan tersebut.
Gentrifikasi merupakan sebuah transformasi lingkungan dari
yang bernilai rendah menjadi tinggi yang menyebabkan
10 Garcia dan Mok (2017)
penggusuran penduduk lama karena meningkatnya harga sewa
dan pajak.
Sumber: Hasil Telaah, 2018

2.3.2 Bentuk Gentrifikasi


Fenomena gentrifikasi berlangsung secara berbeda di setiap tempat
kejadiannya karena tergantung ciri dan dampak yang muncul di masing-masing
tempatnya. Setelah melakukan telaah berbagai literatur, maka diketahui berbagai
bentuk gentrifikasi yang telah teridentifikasi. Berikut uraiannya dapat dilihat pada
Tabel 2.2:
Tabel 2.3

Pengertian Gentirifkasi Menurut Para Ahli


No Sumber Bentuk Gentrifikasi Pengertian
Proses perubahan standar tipe bangunan
1 Standard Process
yang dilakukan melalui tahapan renovasi
Walks dan Maaranen
Proses ini terjadi karena adanya perubahan
(2008)
lahan non perumahan menjadi lahan
2 Conversions
perumahan dan perubahan hak sewa
menjadi milik sendiri
Pembangunan ruang baru yang
Walks dan Maaranen menghancurkan perumahan lama, biasanya
New Construction (New
3 (2008) dan Sabri, Johar, berupa pembangunan kawasan elit dalam
Build)
dan Khalil (2015) skala besar untuk dihuni oleh penduduk
berpenghasilan menengah ke atas
Sebuah transformasi lingkungan kelas
menengah yang sebelumnya sudah
4 Lees (2003) Super Gentrification
tergentrifikasi dan sejahtera menjadi
lingkungan yang lebih eksklusif dan mahal
Sebuah transformasi lingkungan kelas
menengah menjadi lingkungan yang relatif
5 Gotham (2005) Tourism Gentrification makmur dan eksklusif yang ditandai oleh
maraknya hiburan perusahaan dan tempat-
tempat pariwisata.
Fenomena ini merupakan proses
restrukturisasi ekonomi dan penciptaan
footloose service workers (penyerapan
Nelson, Oberg, dan tenaga kerja lokal yang rendah), penurunan
6 Rural Gentrification
Lise (2010) sektor berbasis tradisional, ketidakpuasan
dengan kehidupan di pinggiran kota, dan
mengejar kualitas hidup yang lebih tinggi
di daerah luar perkotaan.
Istilah ‘Youthification’ pertama kali
diciptakan oleh ahli geografi Kanada,
Markos Moos, pada tahun 2014. Fenomena
Moos (2014a, 2014b,
ini merupakan proses orang-orang muda
7 2016 dalam Zhang, Youthification
yang berduyun-duyun berpindah ke pusat
dkk, 2018)
kota, sehingga penduduk asli (terutama
orang tua) digantikan oleh populasi baru
ini.
Sumber: Hasil Telaah, 2018

2.3.3 Ciri Gentrifikasi


Setelah diketahui berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat
diketahui bahwa setiap individu ada yang memiliki pandangan yang berbeda maupun
yang memiliki persamaan. Berikut akan diuraikan ciri-ciri munculnya gentrifikasi
berdasarkan sepuluh definisi di atas:
 Revitalisasi kawasan (Walks dan Maaranen, 2008; Garcia dan Mok, 2017)
 Restrukturisasi kawasan (Hamnett,1991 dalam Smith, 1996)
 Renovasi bangunan (Clay, 1979 dan Helms, 2003 dalam Atuesta dan
Hewings, 2018)
 Masuknya investasi swasta ke dalam suatu lingkungan (Smith, 1996)
 Perubahan suatu lingkungan dari ruang produksi menjadi ruang konsumsi
(Lees, Slater, dan Wyly, 2007 dalam Walks dan Maaranen, 2008)
 Proses perubahan tata guna lahan yang diikuti oleh perubahan kawasan
(Larry, 2003 dalam Medha dan Ariastita, 2017)
 Masuknya penduduk baru yang berpenghasilan menengah ke atas ke dalam
lingkungan yang awalnya dihuni oleh penduduk berpenghasilan rendah
(Glass, 1964 dalam Smith, 1996; Medha dan Ariastita, 2017)

2.3.4 Dampak Gentrifikasi


Munculnya fenomena gentrifikasi ini dapat diidentifikasi dari ciri-ciri
perubahan suatu kawasan menurut berbagai definisi. Apabila suatu kawasan telah
mengalami ciri-ciri tersebut, maka dapat terindikasi terjadinya fenomena gentrifikasi.
Setelah mengenali ciri-ciri yang terjadi, maka proses gentrifikasi tersebut dapat
berlangsung, baik berlangsung dalam waktu yang cepat ataupun lambat. Terdapat
dampak yang dibawa oleh gentrifikasi ini yaitu dampak negatif dan positif.
a. Dampak negatif
Dampak negatif dari fenomena gentrifikasi ini biasanya dirasakan oleh
penduduk lama yang berpenghasilan rendah. Adanya gentrifikasi ini tentunya
menimbulkan dampak yang mengancam keberadaan mereka di tempat awalnya.
Berikut dapat dilihat dampak negatif yang telah disimpulkan dari sepuluh definisi di
atas:
 Kenaikan harga lahan (Glass, 1964 dalam Smith, 1996; Medha dan Ariastita,
2017)
 Kenaikan harga properti (Medha dan Ariastita, 2017)
 Kenaikan harga sewa (Garcia dan Mok, 2017)
 Kenaikan pajak (Garcia dan Mok, 2017)
 Perubahan sosial dari suatu kawasan (Glass, 1964 dalam Smith, 1996; Medha
dan Ariastita, 2017)
 Hilangnya hunian terjangkau bagi penduduk berpenghasilan rendah (Lees,
Slater, dan Wyly, 2007 dalam Walks dan Maaranen, 2008)
 Tergesernya penduduk berpenghasilan rendah oleh penduduk berpenghasilan
menengah ke atas (Smith, 1996; Walks dan Maaranen, 2008; Garcia dan
Mok, 2017; Medha dan Ariastita, 2017)
b. Dampak positif
Dampak positif dari fenomena gentrifikasi lebih dirasakan oleh Pemerintah,
pemilik lahan, dan pihak swasta. Mereka mendapatkan keuntungan dari adanya
gentrifikasi. Berikut dapat dilihat dampak positif yang telah disimpulkan dari sepuluh
definisi di atas:
 Peningkatan lingkungan (Smith, 1996; Walks dan Maaranen, 2008; Medha
dan Ariastita, 2017; Garcia dan Mok, 2017)
 Meningkatnya kenyamanan lingkungan (Walks dan Maaranen, 2008)
 Meningkatnya fasilitas publik (Walks dan Maaranen, 2008)
 Meningkatnya kualitas dan estetika bangunan (Walks dan Maaranen, 2008)
 Meningkatnya pendapatan pemilik lahan dan pihak swasta karena adanya
kenaikan harga lahan, properti, dan sewa (Glass (1964 dalam Smith, 1996;
Medha dan Ariastita, 2017)
 Meningkatnya pendapatan daerah karena adanya kenaikan harga pajak
(Garcia dan Mok, 2017)
 Berkembangnya bisnis ritel dan real estate di suatu kawasan karena
masuknya investasi dari pihak swasta (Smith, 1996)

2.4 Studi Terdahulu


Pada tahapan ini akan dilakukan tinjauan terhadap studi terdahulu yang
berguna untuk mengetahui keterkaitan antara penelitian sebelumnya dengan
penelitian yang akan dilakukan penulis ke depannya. Adapun hal-hal yang dimuat
dalam tahapan ini di antaranya yaitu metodologi, ciri dan dampak yang
teridentifikasi, variabel, serta indikator. Setelah melakukan tahap ini, maka
diharapkan dapat menentukan variabel dan indikator terpilih serta mengetahui posisi
penelitian yang akan penulis lakukan. Berikut uraian dari hasil tinjauan studi
terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.3 sedangkan untuk melihat variabel dan
indikator terpilih dapat dilihat pada Tabel 1.1 dalam Sub-bab 1.4.1.
Kemudian setelah meninjau hasil studi terdahulu terkait penelitian
gentrifikasi, maka dapat dilihat posisi penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
pada Gambar 2.1. Berdasarkan Gambar 2.1 dapat diketahui bahwa dari tiga
penelitian sebelumnya memiliki metodologi, ciri, dampak, variabel, serta indikator
gentrifikasi yang berbeda sehingga posisi penelitian yang akan dilakukan akan
terlihat perbedaannya. Tiga penelitian sebelumnya memiliki persamaan pada
metodologi yaitu dilakukan secara kualitatif, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan penulis ke depannya akan dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif (Mix
Method). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap
perkembangan fenomena gentrifikasi yang dapat dilihat dari penggunaan metode
yang berbeda.
Tabel 2.4

Studi Terdahulu Terkait Fenomena Gentrifikasi

N Sumber Metodologi Ciri* dan Dampak** Variabel Sub Variabel Indikator


o
1 Prayoga (2013)  Pendekatan penelitian: Kondisi bangunan
Revitalisasi kawasan yang
Kualitatif dilihat dari membaiknya Kondisi fisik - Nilai bangunan
 Strategi penelitian: wajah fisik kawasan*
Studi Kasus Harga lahan
 Metode analisis: Tingkat pelayanan fasilitas
Tematik keamanan
Tingkat pelayanan fasilitas
air bersih
Meningkatnya jangkauan Tingkat pelayanan fasilitas
Fasilitas publik -
fasilitas pelayanan* listrik
Tingkat pelayanan fasilitas
drainase
Tingkat pelayanan fasilitas
perdagangan dan jasa
Perubahan komposisi Jenis guna lahan
Pemanfaatan lahan -
penggunaan lahan* Persentase guna lahan
Perkembangan aktivitas Jenis bidang usaha
Peluang usaha -
komersial* Lapangan pekerjaan
Interaksi antara penduduk
Perubahan pola hubungan
lama dan pendatang
sosial antara penduduk asli Hubungan sosial -
Intensitas bertemu antar
dan pendatang*
penduduk
Jumlah penduduk
Komposisi
Perubahan populasi* - Jumlah penduduk masuk
penduduk
Jumlah penduduk keluar
Tempat tinggal yang Faktor Alami Faktor keturunan Kepemilikan lahan
memiliki fungsi bermukim
dan ekonomi yang Faktor Terpaksa Faktor relokasi Stakeholder yang terlibat
Faktor Pilihan Peluang usaha Jenis bidang usaha
N Sumber Metodologi Ciri* dan Dampak** Variabel Sub Variabel Indikator
o
Cuaca setempat
Kenyamanan lokasi
strategis** Tingkat kriminalitias
Pemanfaatan peluang
Adaptasi ekonomi Jenis pekerjaan
Perubahan karakter usaha
lingkungan tempat tingal Adaptasi tempat
Renovasi tempat tinggal Kondisi fisik rumah
akibat perkembangan tinggal
wilayah yang pesat** Adaptasi gaya
Tingkat konsumtif Tingkat pengeluaran
hidup
Intensitas bertemu antara
Pendatang yang berbaur Interaksi antara penduduk
penduduk lama dan
bisa memberi pola pikir Persepsi terhadap lama dan pendatang
pendatang
yang baru dan lebih pendatang
Sanksi sosial terhadap
maju** Bentuk sanksi sosial
ketidakaktifan
Tingkat pelayanan sarana-
Kawasan yang semakin prasarana
padat, meningkatnya
tingkat kriminalitas, dan Persepsi terhadap Kepadatan kawasan
- Tingkat kebisingan
mendorong terjadinya lingkungan
pusat pertumbuhan Tingkat kemacetan
ekonomi baru**
Tingkat kriminalitias
Pindahnya penduduk lama Jenis pekerjaan
Persepsi terhadap
karena keterdesakan Kondisi finansial
penduduk pindah Tingkat pendapatan
ekonomi**
Pembangunan fasilitas
Adanya investasi pada kesehatan
pembangunan fasilitas Pembangunan fasilitas air
Fasilitas publik -
kesehatan, pendidikan, dan pendidikan
Pendekatan penelitian: wisata*
1. Pendekatan Kata Pembangunan fasilitas wisata
Sabri, Johar, dan
2 Kunci ‘Keywords’ Luas lahan terbangun
Khalil (2015)
2. Pendekatan Meta- Perubahan kawasan hijau
Luas lahan non terbangun
sintesis menjadi terbangun* Konversi lahan -
Keberadaan kawasan hunian
elit
Relokasi paksa & Penggusuran - Tingkat pendidikan
N Sumber Metodologi Ciri* dan Dampak** Variabel Sub Variabel Indikator
o
gangguan sosial** Tingkat kemampuan/skill
Distribusi pendapatan & Jenis pekerjaan
Mata pencaharian -
pola perjalanan** Tingkat pendapatan
Luas lahan terbangun
Luas lahan non terbangun
Perubahan guna lahan** Pemanfaatan lahan
- Jenis guna lahan
Persentase guna lahan
Meningkatnya harga Harga lahan
properti & kepemilikan Permintaan lahan - Nilai lahan
properti** Kepemilikan lahan
Tingkat pelaku sewa
Perubahan tingkat hunian
Renovasi bangunan di
Tingkat kemacetan
pusat kota*
Nilai bangunan arsitektur
Kondisi kawasan -
Nilai bangunan yang rendah
Meningkatnya harga Kepemilikan lahan
lahan*
Jumlah penduduk masuk
Meningkatnya harga sewa*
Kemudahan lapangan
Metode analisis: pekerjaan
1. Interview stakeholder Terdapat banyak fasilitas
Keberadaan usaha yang
Eldaidamony dan yang terkait di wilayah ekonomi (pusat Aktivitas komersial -
3 berpenghasilan tinggi
Shetawy (2016) studi perbelanjaan)*
Perubahan tingkat
2. Eksplor tipologi studi
pendapatan
kasus
Perubahan adat istiadat dan
Terdapat penduduk yang
budaya
beperilaku buruk dan
Kondisi sosial - Tingkat pendidikan
kurang sadar terhadap
Tingkat keragaman
lingkungan*
pengunjung
Kepadatan bangunan
Kemungkinan lingkungan
Tingkat kesadaran terhadap
yang memburuk Kondisi lingkungan -
lingkungan
(degentrifikasi)**
Perilaku masyarakat asli
N Sumber Metodologi Ciri* dan Dampak** Variabel Sub Variabel Indikator
o
Mendorong renovasi dan Harga lahan
penggunaan kembali
Kondisi bangunan -
bangunan yang sudah tidak
terpakai** Harga sewa
Sumber: Hasil Analisis, 2018
Prayoga (2013)
Keberlangsungan Menetap Penduduk
Asli dpada Kawasan di Sekitar
Kampus UNDIP Tembalang sebagai
Permukiman Kota Semarang yang
Tergentrifikasi

Sabri, Johar, dan Khalil (2015)


The Impact of New-build Gentrication
in Iskandar Malaysia: A case study of
Nusajaya

Eldaidamony dan Shetawy (2016)


Gentrification Indicators in the
Historic City of Cairo

Hatami (2019)
Gejala dan Dampak Gentrifikasi di Posisi Penelitian Penulis
Kawasan Pendidikan Jatinangor

Sumber: Hasil Analisis, 2018

Gambar 2.2

Posisi Penelitian
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian dalam studi Gejala dan Dampak Gentrifikasi di Kawasan
Pendidikan Jatinangor yaitu metode campuran antara kualitatif dan kuantitatif (Mix
Method) dengan strategi sekuensial. Metode campuran dilakukan karena dalam
penelitian ini akan terdapat tahap analisis data yang berbeda yaitu analisis kuantitatif
pada tahap pertama, kemudian analisis kualitatif pada tahap berikutnya. Penerapan
metode campuran ini diharapkan dapat menunjukkan hasil temuan yang dapat
memahami fenomena gentrifikasi dalam sudut pandang yang berbeda dibandingkan
hasil penelitian lainnya yang menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif saja.
Terutama yang terjadi di Indonesia karena mengingat jumlah penelitian gentrifikasi
yang berkembang masih dalam kategori sedikit.
Penelitian metode campuran merupakan sebuah pendekatan penelitian yang
mengkombinasikan bentuk kualitatif dan kuantitatif dalam satu penelitian sehingga
bersifat lebih kompleks karena melibatkan dua fungsi pendekatan secara kolektif
[ CITATION Cre13 \l 1033 ]. Munculnya pendekatan campuran ini didorong oleh
keinginan untuk mengembangkan metodologi yang berbeda dalam suatu penelitian
dengan mengonvergensi dan mentriangulasi sumber data kualitatif dan kuantitatif
(Jick, 1979; Creswell&Plano Clark, 2007; Tashakkori&Teddlie, 1998 dalam
Creswell, 2013). Adapun pengertian dari strategi sekuensial sendiri yaitu metode
pengumpulan dan analisis data kuantitatif/kualitatif pada tahap pertama, kemudian
diikuti oleh pengumpulan dan analisis data kuantitatif/kualitatif berikutnya pada
tahap kedua [ CITATION Cre13 \l 1033 ]. Penentuan tahap pertama dapat disesuaikan
dengan kebutuhan peneliti, tahap mana yang akan dilakukan terlebih dahulu
berdasarkan kepentingannya.
Adapun kerangka pemikiran yang dapat menggambarkan secara singkat
bagaimana penelitian akan mencapai tujuan akhirnya. Berikut dapat dilihat kerangka
pemikiran terkait penelitian Gejala dan Dampak Gentrifikasi di Kawasan
Pendidikan Jatinangor pada Gambar 3.1.
Sumber: Hasil Analisis, 2018

Gambar 3.3

Kerangka Pemikiran
3.2 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan salah satu rangkaian penelitian yang berperan
penting dalam keberhasilan suatu penelitian. Secara umum terdapat dua cara dalam
mengumpulkan data yaitu dilakukan secara primer dan sekunder. Adapun teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu primer dan sekunder. Perolehan
informasi dalam teknik pengumpulan data primer yaitu bersumber dari tangan
pertama atau narasumber yang dapat dilakukan melalui observasi, kuesioner, dan
wawancara [ CITATION Sug151 \l 1033 ]. Namun berbeda dengan perolehan data
sekunder, di mana informasi diperoleh tidak secara langsung dari narasumber, tetapi
dari pihak ketiga (Wardiyanta, 2010 dalam Sugiarto, 2015).
Masing-masing teknik tersebut akan efektif digunakan apabila tepat
penggunaannya sesuai dengan metode pengolahan datanya. Apabila metode
pengolahan secara kualitatif, maka teknik yang sesuai yaitu observasi, wawancara,
dan dokumen sedangkan metode pengolahan secara kuantitatif lebih efektif
menggunakan kuesioner (Firdaus & Zamzam, 2018; Sedarmayanti & Hidayat, 2011).
Penjelasan lebih lanjut terkait teknik pengumpulan data penelitian yang akan
dilakukan dapat dilihat di bawah ini:
1. Kuesioner
Kuesioner merupakan serangkaian pertanyaan yang dibagikan kepada responden
untuk diisi dengan sebenarnya, kemudian dikembalikan kepada peneliti (Juanda,
2009 dalam Firdaus & Zamzam, 2018). Dalam penelitian ini, survei primer akan
dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada masyarakat setempat.
Penyebaran kuesioner bertujuan untuk mengetahui adanya gejala gentrifikasi
yang dilihat dari aspek sosial dan ekonomi. Daftar pertanyaan yang akan dimuat
dalam kuesioner dapat dilihat pada Lampiran I
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya
jawab secara langsung antara peneliti dengan responden (Juanda, 2009 dalam
Firdaus & Zamzam, 2018). Wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti
bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai harga lahan, nilai lahan, dan
harga pajak di Kecamatan Jatinangor. Adapun yang berperan sebagai
narasumbernya yaitu berasal dari instansi Kanwil BPN Kabupaten Sumedang
dan kantor desa setempat. Daftar pertanyaan untuk melakukan wawancara dapat
dilihat pada Lampiran II
3. Dokumen
Dokumen merupakan catatan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga
untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau terkait akunting yang berguna
untuk dijadikan sumber data, bukti, informasi kealamiahan yang sulit diperoleh,
dan membuka kesempatan untuk memperluas pengetahuan terhadap objek
penelitian (Maleong, 1997 dan Parsudi, 1994 dalam Sedarmayanti & Hidayat,
2011). Perolehan informasi yang bersumber dari dokumen merupakan bagian
survei sekunder. Kegiatan yang akan dilakukan yaitu survei instansi dan
menelaah dokumen dari instansi terkait seperti Bappeda Kabupaten Sumedang
dan BPS Kabupaten Sumedang. Data yang dibutuhkan berupa data statistik
kependudukan dan kondisi jalan, peta guna lahan, serta kebijakan terkait
kawasan pendidikan Jatinangor.

3.2.1 Populasi dan Sampel


Suatu penelitian memiliki sebuah objek penelitian yang disebut dengan
populasi. Populasi adalah sekumpulan obyek atau subyek yang mempunyai kriteria
dan kuantitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulan [ CITATION Sug17 \l 1033 ]. Selain itu, Sugiyono (2017) menyebutkan
bahwa populasi bukan sekedar jumlah atau karakteristik suatu subyek seperti
sekumpulan orang, tetapi dapat berupa jumlah atau karakteristik obyek seperti benda-
benda alam lainnya. Namun, agar dapat memermudah pelaksanaan penelitian maka
dapat ditarik perwakilan dari suatu populasi yang disebut dengan sampel. Sampel
adalah sebagian kecil yang merepresentatif suatu populasi dan juga memiliki sifat
dan karakteristik yang sama dengannya (Sujarweni & Endrayanto, 2012;
Sedarmayanti & Hidayat, 2011). Terdapat beberapa alasan dilakukan pengambilan
sampel ini yaitu menghemat biaya dan waktu, mendapatkan tingkat ketelitian yang
lebih baik, dan mewakili jumlah populasi yang tak terhingga [ CITATION Sed11 \l
1033 ].
Populasi dalam penelitian yang akan dilakukan yaitu berupa jumlah Kepala
Keluarga (KK) di empat desa di Kecamatan Jatinangor yaitu Desa Cibeusi, Desa
Hegarmanah, Desa Cikeruh, dan Desa Cileles. Berdasarkan data dalam Kecamatan
Jatinangor Dalam Angka 2018 menunjukkan bahwa total jumlah populasi (N) di
wilayah studi yaitu 8.622 KK yang terdiri dari 1.703 KK di Desa Cibeusi, 2.776 KK
di Desa Hegarmanah, 2.245 KK di Desa Cikeruh, dan 1.898 KK di Desa Cileles.
Setelah diketahui besaran populasi berupa jumlah KK di lokasi studi, maka perlu
ditentukan ukuran sampel agar dapat merepresentatifkan populasinya. Ukuran
sampel dalam penelitian ini mengacu pada rumus Frank Lynch. Berikut rumus Frank
Lynch yang dikutip dalam [ CITATION Kur13 \l 1033 ]
N . z 2. p(1−p)
n=
Nd 2+ z 2. p( 1− p)
8622 x ( 1,96 x 1,96 ) x 0,5 x (1−0,5) 8280,57
n= = =94,98 ≈ 95
8622 ( 0,10 x 0,10 )+ ( 1,96 x 1,96 ) x 0,50(1−0,50) 86,22+0,9604
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
z = Nilai normal dari variabel (1,96) dengan tingkat kepercayaan 95%
p = Harga patokan (0,5)
d = Sampling error (0,10)
Setelah dilakukan perhitungan ukuran sampel di atas, maka dapat diketahui
bahwa jumlah sampel yang mewakili populasi 8,622 KK yaitu sebesar 95. Langkah
selanjutnya yaitu menentukan jumlah sampel dengan membagi secara proporsional
sesuai dengan jumlah populasi per desa. Rumus penentuan sampel secara
proporsional menurut Sugiyono (2017) yaitu sebagai berikut:
s=(n/N) x S
Keterangan:
N = Jumlah total populasi
n = Jumlah populasi per desa
S = Jumlah sampel total (hasil perhitungan sebelumnya didapatkan 95)
s = Jumlah sampel per desa
Tabel 3.5
Jumlah Sampel Per Desa
No Nama Desa Jumlah populasi per desa (n) Jumlah sampel per desa (s)
1 Cibeusi 1703 KK 18,76≈19
2 Hegarmanah 2776 KK 30,58≈31
3 Cikeruh 2245 KK 24,73≈25
4 Cileles 1898 KK 20,91≈21
Jumlah total 8622 KK 94,98≈95
Sumber: Hasil Analisis, 2018

3.2.2 Metode Sampling


Teknik sampling merupakan suatu metode dalam pengambilan sampel agar
dapat digunakan dalam suatu penelitian [ CITATION Suj12 \l 1033 ] . Penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti akan mengambil teknik pengambilan sampel yaitu
Probability Sampling dengan cara acak sederhana (Simple Random Sampling).
Metode acak sederhana adalah cara pengambilan sampel dari setiap anggota populasi
yang mempunyai peluang sama besar untuk diambil sebagai sampel, serta dilakukan
dengan pengembalian atau tanpa pengambalian [ CITATION Nur08 \l 1033 ] . Dasar
penentuan teknik sampling ini yaitu data populasi di lokasi studi telah diketahui
besarannya berupa jumlah KK di Desa Cibeusi, Desa Hegarmanah, Desa Cikeruh,
dan Desa Cileles. Cara ini diharapkan mampu memberikan kesimpulan yang tepat
karena pengambilan sampel telah mewakili keseluruhan jumlah populasi.
Adapun langkah teknis yang akan dilakukan dalam penyebaran kuesioner
menggunakan Simple Random Sampling yaitu dengan memilih rumah secara acak di
wilayah studi dengan memilih satu rumah sebagai awalan objek sampel, kemudian
pemilihan selanjutnya dilakukan dengan memilih rumah dalam kelipatan tiga dari
objek sebelumnya [ CITATION Pra111 \l 1033 ].
Setelah menentukan metode pengumpulan data serta metode sampling yang
akan digunakan dalam penelitian, maka dapat ditentukan pula data apa saja yang
dibutuhkan dalam penelitian ini. Data-data yang dibutuhkan akan menjadi masukan
untuk diolah menggunakan analisis-analisis terkait. Lebih jelasnya untuk mengetahui
kebutuhan data, maka dapat dilihat Tabel 3.1. Selanjutnya untuk mengetahui metode
analisis yang akan digunakan dalam mengolah data dapat dilihat pada Subab 3.3.
Tabel 3.6

Kebutuhan Data

Metode Pengumpulan
No Sasaran Data Sumber Data Metode Analisis Output
Data
Bappeda
Peta guna lahan Kecamatan Jatinangor Sekunder Analisis Spasial
Kabupaten
tahun 1980 Survei instansi Overlay
Sumedang
Jumlah sarana pendidikan
Jumlah sarana kesehatan Sekunder BPS Kabupaten
SNI
Jumlah sarana perdagangan dan jasa Survei Instansi Sumedang
Jumlah sarana ruang terbuka
NJOP Kanwil BPN
Primer
Harga lahan pasaran Kabupaten
Wawancara
Harga sewa bangunan Sumedang Deskriptif
Panjang jalan Sekunder
Kondisi jalan Telaah dokumen BPS Kabupaten Ada atau tidaknya
Jumlah penduduk lokal dan pendatang Sekunder Sumedang gejala gentrifikasi di
Jumlah migrasi masuk dan keluar Survei instansi kawasan pendidikan
Teridentifikasinya gejala gentrifikasi
Kedekatan antar penduduk Jatinangor dari
1 dari aspek fisik, sosial, ekonomi, dan
Bentuk kegiatan sosial aspek fisik, sosial,
tata ruang
Bentuk sanksi sosial ekonomi, dan tata
Frekuensi bertemu antar penduduk ruang
Tingkat pendidikan terakhir yang
ditamatkan Diskriminan
Primer
Jumlah lembaga pendidikan yang tersedia Hasil Kuesioner
Kuesioner
Jenis pekerjaan penduduk
Tingkat pendapatan penduduk per bulan
Tingkat pengeluaran penduduk per bulan
Ketersediaan lapangan pekerjaan
Jenis kegiatan perdagangan
Jenis kegiatan jasa
Rencana pola ruang Kabupaten Bappeda
Sekunder
Sumedang Kabupaten Deskriptif
Telaah dokumen
Rencana pembangunan strategis Sumedang
Peta guna lahan Kecamatan Jatinangor Sekunder Bappeda Kawasan yang telah
Teridentifikasinya sebaran Analisis Spasial
Survei instansi Kabupaten dan berpotensi
2 gentrifikasi di kawasan pendidikan Overlay
Sumedang mengalami
Jatinangor
Hasil output dari sasaran ke 1 Primer gentrifikasi
Metode Pengumpulan
No Sasaran Data Sumber Data Metode Analisis Output
Data
Teridentifikasinya dampak Hasil output dari sasaran ke 1 Primer Dampak gentrifikasi
3 gentrifikasi di kawasan pendidikan Deskriptif terhadap lingkungan
Jatinangor dan penduduk
Sumber: Hasil Analisis, 2018
3.3 Metode Analisis
Analisis data merupakan proses menyusun data secara sistematis yang
diperoleh dari hasil pengumpulan data berupa wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain sehingga dapat lebih mudah diinformasikan kepada orang lain
(Sugiyono, 2013 dalam Sugiarto, 2015). Penjelasan lebih lanjut untuk metode
analisis penelitian Gejala dan Dampak Gentrifikasi di Kawasan Pendidikan
Jatinangor dapat dilihat dari tahapan analisis dan alat analisis sebagai berikut:
A. Analisis Gejala Gentrifikasi dari Aspek Fisik, Sosial, Ekonomi, dan Tata Ruang
Dalam melakukan analisis gejala gentrifikasi terdiri dari berbagai macam
analisis karena setiap aspek akan menggunakan analisis yang berbeda. Aspek
analisisnya sendiri terdiri dari aspek fisik, sosial, ekonomi, dan tata ruang. Penjelasan
lebih lanjut terkait alat analisis yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut:
1) Aspek Fisik
Analisis yang digunakan dalam mengolah data aspek fisik ini yaitu analisis
spasial dengan cara overlay. Data yang diolah berupa peta guna lahan wilayah studi
tahun 2013-2018. Analisis spasial merupakan suatu alat analisis yang melibatkan
sejumlah hitungan dan evaluasi logika yang dilakukan untuk menemukan potensi
hubungan yang terdapat di antara unsur-unsur geografis [ CITATION Adi17 \l 1033 ].
Umumnya penggunaan analisis spasial ini didukung oleh perangkat lunak bernama
Sistem Informasi Geografis (SIG). Overlay merupakan cara pemrosesan data spasial
dalam teknik geoprocessing dengan memadukan dua layer data spasial yang tersedia
[ CITATION Adi17 \l 1033 ]. Dalam menganalisis aspek fisik melalui cara overlay
diharapkan mampu memberikan gambaran bagaimana perubahan guna lahan selama
kurun waktu lima tahun. Setelah diketahui hasilnya, maka dapat diketahui ciri
gentrifikasi apakah terjadi perubahan lahan non terbangun menjadi terbangun.
Selain menggunakan analisis spasial yang mengolah peta guna lahan, terdapat
analisis lainnya yaitu analisis kebutuhan sarana menurut SNI dan analisis deskriptif.
Analisis kebutuhan sarana menurut SNI digunakan untuk menjawab variabel fasilitas
publik dengan melihat ketersediaan sarana eksisting dan jumlah standar minimal
sarana yang dibutuhkan. Analisis lainnya untuk melihat variabel aksesbilitas dan
permintaan lahan akan menggunakan analisis deskriptif dengan menjelaskan hasil
perolehan data yang didapatkan.
2) Aspek Sosial dan Ekonomi
Analisis yang digunakan dalam mengolah data aspek sosial dan ekonomi yaitu
analisis diskriminan. Alat analisis diskriminan digunakan untuk melihat fenomena
gentrifikasi terhadap objek penelitian di wilayah studi sehingga dapat diketahui ada
atau tidaknya gejala gentrifikasi. Data yang akan diolah diperoleh dari hasil
penyebaran kuesioner terkait variabel sosial dan ekonomi yang telah ditentukan
sebelumnya.
Analisis diskriminan merupakan analisis multivariat yang termasuk golongan
dependence technique karena memiliki variabel dependen dan independen
[ CITATION San06 \l 1033 ]. Adapun Santoso (2006) menyebutkan bahwa tujuan dari
analisis diskriminan ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang jelas antar
kelompok pada variabel dependen. Secara umum data yang digunakan dalam analisis
diskriminan berupa variabel dependen dan independen, dimana jenis data pada
variabel dependen terdiri dari data nominal sedangkan pada variabel independennya
terdiri dari data interval dan rasio (Santoso, 2008 dalam Prayoga, 2011). Selain itu,
Dillon (1984 dalam Prayoga, 2011) menambahkan bahwa data yang bersifat angka
akan lebih mudah diolah dalam analisis diskriminan, tetapi jika terdapat data
kualitatif maka perlu dikonversi terlebih dahulu menjadi data kuantitatif (angka).
Asumsi dari analisis ini yaitu data harus berdistribusi normal secara multivariat agar
hasil uji signifikansinya valid (Ghozali, 2016).
Tujuan analisis diskriminan pada dasarnya terdiri dari tiga hal yaitu
mengidentifikasi variabel-variabel yang mampu membedakan antara kedua
kelompok, menggunakan variabel-variabel yang telah teridentifikasi untuk menyusun
persamaan atau fungsi untuk menghitung variabel baru yang dapat menjelaskan
perbedaan antara kedua kelompok, serta menggunakan variabel yang telah
teridentifikasi untuk mengembangkan aturan atau cara mengelompokkan observasi di
masa datang ke dalam satu dari kedua kelompok [ CITATION Gho16 \l 1033 ].
Terdapat langkah-langkah dalam melakukan analisis diskriminan menurut
Ghozali (2016) yaitu sebagai berikut:
1. Lakukan uji statistik untuk melihat perbedaan antar kelompok
2. Mengidentifikasi axis baru dengan persamaan Zp=w1 variabel 1 + w2
variabel2
3. Memilih variabel diskriminator (pembeda) melalui uji statistik
4. Menentukan fungsi diskriminan dan klasifikasi
3) Aspek Tata Ruang
Analisis yang digunakan dalam mengolah data terkait aspek tata ruang yaitu
analisis deskriptif karena data yang diperoleh berupa rencana pola ruang dan rencana
pembangunan strategis. Analisis deskriptif ini dilakukan untuk menginterpretasikan
data yang diperoleh melalui survei sekunder dan menjelaskan lebih lanjut temuan
dari pengolahan data hasil survei primer. Analisis deskriptif merupakan metode
dalam meneliti status kelompok manusia, objek, set kondisi, sistem pemikiran,
ataupun kelas peristiwa di masa sekarang yang bertujuan untuk menggambarkan
suatu objek penelitian secara sistematis, faktual, dan akurat (Nazir, 2005 dalam
Ingguoe, 2015).

B. Analisis Sebaran Gentrifikasi


Dalam melakukan analisis sebaran gentrifikasi dapat menggunakan keluaran dari
hasil analisis gejala gentrifikasi. Hasil dari analisis gejala gentrifikasi ini akan
dispasialkan dalam bentuk peta sehingga dapat menjelaskan kawasan mana yang
telah terjadi gentrifikasi serta yang masih berpotensi mengalaminya.

C. Analisis Dampak Gentrifikasi


Setelah diketahui gejala gentrifikasi di kawasan pendidikan Jatinangor, maka
hasil analisisnya tersebut dapat menjadi input bagi analisis dampak gentrifikasi.
Analisis gentrifikasi akan dilakukan menggunakan analisis deskriptif dengan
menginterpretasikan temuan dari pengolahan data hasil survei primer. Berdasarkan
hasil analisis sebelumnya, dampak gentrifikasi dapat dibedakan menjadi dampak
terhadap lingkungan dan penduduk. Dampak gentrifikasi bagi lingkungan akan
dijelaskan dari hasil analisis fisik seperti adanya fasilitas publik, aksesbilitas, dan
permintaan lahan yang semakin meningkat. Dampak gentrifikasi bagi penduduk akan
dijelaskan dari hasil analisis sosial ekonomi seperti adanya perubahan komposisi
penduduk, hubungan sosial, kondisi sosial, mata pencaharian, dan kegiatan
perdagangan dan jasa.

3.3.1 Uji Statistik


Uji statistik dalam penelitian ini yaitu berupa statistik parametris. Statistik
parametris digunakan untuk menganalisis data interval atau rasio yang datanya harus
berdistribusi normal [ CITATION Sug17 \l 1033 ] . Namun, sebelum melakukan uji
statistik lebih lanjut, perlu dilakukan uji normalitas data agar dapat diketahui apakah
data berdistribusi normal atau tidak. Normal atau tidaknya data yang telah
dikumpulkan dapat diuji melalui uji normalitas grafik. Hasil uji normalitas grafik
akan menunjukkan distibusi normal apabila tidak menceng ke kiri ataupun ke kanan.
Adapun langkah uji normalitas grafik menggunakan program SPSS menurut Ghozali
(2016):
1. Buka file data yang telah disusun dalam Ms. Excel pada SPPS dengan
perintah File/Open/Data
2. Pilih menu GraphLegacy DialogsHistogram
3. Pilih variabel yang akan diuji pada jendela Histogram, lalu centang Display
normal curve
4. Pilih Ok
5. Setelah keluar output Histogram pada SPSS, maka dapat diketahui kondisi
kurva apakah telah berdistribusi normal atau belum
6. Apabila hasilnya menunjukkan kurva menceng kiri atau kanan, langkah yang
perlu dilakukan yaitu transformasi data agar terdistribusi normal dan dapat
dilanjutkan untuk uji statistik berikutnya.
Adapun teknik analisis statistik parametris yang digunakan yaitu korelasi
parsial. Teknik korelasi parsial digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
dependen dan independen, dimana salah satu variabel independennya dibuat
tetap/dikendalikan, sehingga dapat menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara
dua variabel atau lebih [ CITATION Sug17 \l 1033 ] . Dalam penelitian ini akan
dilakukan uji hipotesis untuk melihat hubungan variabel aspek tata ruang dengan
variabel aspek fisik, sosial, dan ekonomi. Variabel independen yang akan dibuat
tetap yaitu variabel aspek tata ruang, maka hasil hipotesisnya nanti akan
menunjukkan apakah semakin besarnya variabel aspek tata ruang ada hubungannya
dengan besarnya aspek fisik, sosial, dan ekonnomi. Berikut langkah uji statistik
korelasi parsial menurut Sugiyono (2017) yaitu:
1. Menghitung koefisien korelasi setiap variabel terlebih dahulu dengan rumus:
Ʃxy
rxy= ………………Keterangan: rxy : : korelasi antara variabel
√ Ʃx 2 y 2
x dan y
x : (xi - x^)
y : (yi - y^)
2. Memasukan nilai setiap koefisien korelasi anatara variabel ke dalam rumus
korelasi parsial yaitu:
ryx1−ryx 2. rx 1 x 2
Ry.x1.x2=
√1−r 2 x 1 x 2−√ 1−r 2 yx 2
3. Setelah mendapatkan nilai koefisien korelasi parsial Ry.x1.x2, maka langkah
selanjutnya yaitu menentukan apakah nilai tersebut signifikan atau tidak
dengan uji nilai t. Rumus nilai t tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
rp √ n−3
t= …………….Keterangan: rp : Koefisien korelasi parsial
√ 1−r 2 p
(Ry.x1.x2)
n : Jumlah sampel
4. Kemudian nilai t yang telah dihitung perlu dibandingkan dengan nilai t pada
tabel t dengan dk=n-1 dan taraf kesalahan yang ditentukan. Apabila t hitung
lebih besar dari nilai t tabel, maka koefisien korelasi yang ditemukan
menunjukan signifikasi yang dapat digeneralisasikan terhadap seluruh
populasi yang telah diambil sampelnya.
BAB 4
PERKIRAAN KETERBATASAN STUDI
DAN PERKIRAAN OUTPUT

4.1 Perkiraan Keterbatasan Studi


Sebuah penelitan tidak akan terlepas dari suatu keterbatasan karena hal
tersebut merupakan hal yang pasti terjadi. Begitu pula dalam penelitian
Gejala dan Dampak Gentrifikasi di Kawasan Pendidikan Jatinangor yang
memiliki keterbatasan studi, baik yang dilihat dari proses pengumpulan data
maupun proses analisisnya. Berikut perkiraan keterbatasan studi yang akan
terjadi:
1. Adanya jawaban kuesioner yang tidak konsisten dari responden karena saat
menjawab pertanyaan ada kemungkinan menjawab secara kurang teliti atau
mengalami kesulitan. Namun, hal ini dapat diantisipasi oleh peneliti dengan
mendampingi secara langsung saat responden menjawab kuesioner sehingga
saat responden mengalami kesulitan akan dibimbing langsung.
2. Keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga peneliti karena mengingat jumlah
sampel yang besar, sehingga diperlukan penambahan sumberdaya manusia
dalam teknik penyebaran kuesioner untuk meminimalisir waktu dan tenaga.
3. Perolehan data yang dilakukan melalui survei instansi memungkinkan
terjadinya kesulitan yang disebabkan beberapa faktor. Salah satu di antaranya
yaitu pihak instansi yang menghambat pemberian data yang dibutuhkan
karena alasan tertentu. Hal ini dapat diantisipasi dengan mencari pihak
instansi yang mengenal kita sehingga diharapkan mampu membantu dalam
mendapatkan data.

4.2 Perkiraan Output


Setelah melakukan berbagai tahapan dalam mempersiapkan penelitian, maka
dapat diketahui perkiraan hasil dari studi yang akan dilakukan oleh peneliti.
Keterkaitan antara tujuan, sasaran, metode pengumpulan data, serta metode analisis
dapat dilihat pada Tabel 3.1. Namun, secara singkatnya dapat dilihat pada Tabel 4.1
sebagai yang disajikan di bawah ini:
Tabel 4.7

Pekiraan Output Penelitian

No Tujuan Sasaran Perkiraan Output


Ada atau tidaknya gejala
Teridentifikasinya gejala
gentrifikasi di kawasan
gentrifikasi dari aspek fisik,
1 pendidikan Jatinangor dari
sosial, ekonomi, dan tata
aspek fisik, sosial, ekonomi,
ruang
Mengidentifikasi gejala dan tata ruang
gentrifikasi yang terjadi Kawasan yang telah dan
Teridentifikasinya sebaran
di kawasan pendidikan berpotensi mengalami
2 gentrifikasi di kawasan
Jatinangor gentrifikasi untuk setiap
pendidikan Jatinangor
kelurahan
Teridentifikasinya dampak
Dampak gentrifikasi terhadap
3 gentrifikasi di kawasan
lingkungan dan penduduk
pendidikan Jatinangor
Sumber: Hasil Analisis, 2018

Anda mungkin juga menyukai