Pada hari ini kita kuliah pertemuan 13 untuk kelas Reguler/Bappenas
Silahkan dibaca materinya pada bagian Belajar Mandiri di atas,,, Jika ada pertanyaan terkait materi tersebut,,, bisa dilakukan melalui WA Grup Reguler/Bappenas. Selanjutnya, jika sdh dipahami materinya,,, silahkan mereply pertanyaan saya berikut: 1. Sebutkan dan Jelaskan masing2 dari beberapa Pergeseran Paradigma dalam Perencanaan wilayah/kota, apa kelebihan dan kelemahannya. 2. Jelaskan pemahaman anda terhadap masing2 paradigma perencanaan yang berkembang pada masanya, kira-kira Menurut Anda, jenis paradigma mana yang paling ideal menurt anda,,,! Terimakasih Selamat belajar
1. Pergeseran paradigma dalam perencanaan wilayah/kota :
1) Theosentrisme Theosentrisme adalah suatu paham yang melahirkan suatu pemerintahan teokrasi, yang menggabungkan antara dogma-dogma agama dan kekuasaan dimana masyarakat diatur dan diperintah oleh raja-raja melalui suatu sistem yang bersifat militer, yang didampingi oleh ahli agama atau pendeta. Pada paradigma perencanaan ini, fungsi perencanaan harus menunjang kekuatan monarki, serta memberikan tekanan pada kepentingan penguasa, birokrat, militer dan penguasa keagamaan. Contoh hasil perencanaan jenis ini adalah Kota Jogja secara kosmologi, dan Hasta kosala-kosali secara mitologi. Kelebihannya, perencanaan kota yang mendukung atau menerjemahkan bentuk kekuasaan authoritarian atau monarkhi absolut dan penguasa agama. Kelemahannya, mengesampingkan kepentingan pasar dan masyarakat. 2) Utopianisme Utopianisme adalah suatu paham yang bertujuan mengembangkan nilai-nilai esensial kemanusiaan dan lingkungan yang telah terabaikan oleh sistem industri dan birokrasi, untuk dibawa ke suatu masa depan yang ideal (lingkungan sosial dan fisik). Fungsi perencanaan jenis ini adalah untuk mempertahankan atau mengembalikan kesinambungan searah dan lembaga- lembaga kota yang telah dihancurkan untuk kepentingan ekonomi profit, dikaitkan kembali dengan nilai-nilai lingkungan perdesaan (udara bersih, open spaces, pohon-pohon). Contoh hasil perencanaan jenis ini adalah perencanaan kota baru, garden city, dll sebagai bentuk idealisme serta utopianisme. Kelebihan : pengaruhnya terhadap romantic planning yang mengembangkan nilai-nilai esensi kemanusiaan yang telah terabaikan oleh sistem industri dan birokrasi, dimana nilai-nilai kemanusiaan ini dikembalikan atau dikaitkan kembali dengan lingkungan pedesaan yang udaranya bersih, open space dengan pohon-pohon menjadi perhatian/penekanan perencanaan lingkungan binaan. Kelemahan : Utopia hanya memerinci keadaan di masa depan tapi tidak memerinci bagaimana cara menciptakan keadaan tersebut. 3) Positivisme Perencanaan jenis ini hanya percaya pada perihal yang nyata, tidak khayal, menolak metafisika dan teologi. Perencanaan harus bermanfaat dan diarahkan pada pencapaian kemajuan, pasti, jelas dan tepat, serta menuju kearah penataan dan penertiban. Pembangunan dan kemajuan ditandai oleh dominasi kerja ilmu pengetahuan modern atau ilmu-ilmu positif. Fungsi perencanaan ini adalah memastikan bahwa perencanaan memiliki kapasitas rekayasa sosial, memiliki citra pasti, memiliki cetak biru (blueprint) dari suatu badan perencanaan, program-program pasti dilaksanakan di lapangan tanpa perubahan, bersifat lebih kearah pekerjaan keteknikan (engineering), penerapan standard-standard teknis, pendekatan master plan, dan land use. Contoh hasil perencanaan jenis ini adalah landuse planning sebagai bentuk orientasi spasial dan RUTRK-RTRTK sebagai bentuk standard planning. Kelebihan : merupakan perencanaan yang bersifat nyata, tidak khayal, menolak metafisika dan teologik, bermanfaat dan diarahkan pada pencapaian kemajuan, pasti, jelas dan tepat serta menuju kearah penataan dan penertiban serta mengarah kepada pekerjaan keteknikan dan penerapan standar teknis dengan pendekatan master plan. Kelemahan : Perencanaan jenis ini hanya percaya pada perihal yang nyata, tidak khayal, menolak metafisika dan teologi. 4) Rasionalisme Rasionalisme adalah sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal (rasio) dan pengalaman (empiris) berfungsi meneguhkan pengetahuan yang diperoleh oleh akal. Fungsi planning disini merupakan suatu aktivitas publik, masyarakat memutuskan dan mengontrol pembangunannya sendiri dengan cara rasional. Esensi planning dalam paradigma ini adalah rasionalitas atau penerapan akal sehat, mengarah pada cara kerja ilmiah, memiliki citra pasti dan menyeluruh, program-program disusun untuk dievaluasi dan memberikan peluang bagi adanya tindakan pemecahan masalah (problem solving). Contoh hasil paradigma perencanaan jenis ini adalah Repelita atau Repelitada, Pembagain wilayah, dan SWP. Jenis perencanaan ini menganut paham-paham seperti rasional komprehensif, incrementalism, dan strategic planning. Kelebihan : Program-program dapat dievaluasi dan memberikan peluang bagi adanya tindakan-tindakan pemecahan masalah (problrm solving). Kelemahan : Pengambilan keputusan berada di tingkat pusat. 5) Pragmatisme Dalam perencanaan jenis ini, perubahan bukan dituntun oleh pikiran-pikiran yang datang dari luar, melainkan oleh pengalaman empiris langsung dimana kebenaran adalah sesuatu yang membuktikan dirinya benar melalui pengalaman praktis dan muara akhir dari pragmatisme adalah manfaat. Sesuatu yang tidak bermanfaat bagi kehidupan praktis, tidak memiliki kekuatan kebenaran. Paradigma ini muncul karena adanya kejenuhan - kejenuhan terhadap teori planning yang telah mapan dan sering disebut sebagai pendekatan anti teori atau anti planning. Fungsi paradigma perencanaan jenis ini menekankan pada incrementalism yang didasarkan pada market decision-making, pembangunan diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar tanpa intervensi jauh dari pemerintah, dan yang penting adalah melakukan aksi atau kegiatan nyata (getting things done). Contoh perencanaan ini adalah Kawasan Bisnis (swasta) dan Housing Estate. Kelebihannya dapat mendorong penciptaan/temuan teori-teori baru dalam perencanaan yang berasal dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perencana sehingga dengan sendirinya teori perencanaan akan berkembang. Kelemahan : Pengaruhnya terhadap perencanaan adalah munculnya pragmatic planning yang mengkritik procedural planning theory, yang menekankan pembangunan kota diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar tanpa intervensi lebih jauh dari pemerintah. 6) Fenomenologi Paradigma perencanaan ini memberi perhatian pada perihal yang nampak, terlihat pada dirinya sendiri. Pengamatan pada yang nampak bertujuan me- nemukan “hakekat” dengan menghubungkan kesadaran subyek dengan obyek dan menolak bentuk-bentuk konformitas. Realitas itu relatif, hanya dapat dipahami melalui agregat individu. Fungsi perencanaan ini adalah ketidak percayaan pada planning yang bersifat menyeluruh dan berlaku umum (menolak "comprehensive planning" dan "positive planning") dan Planning harus berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dan diarahkan pada tindakan nyata, bukan sebagai alat penguasa dan pemilik modal. Dalam paradigma ini planning harus responsif dan mendukung terbentuknya konsensus-konsensus baru atas dasar pluralisme. Contoh hasil perencanaan jenis ini adalah advocacy dan empowerment sebagai bentuk pemihakan dan equity planning. Kelebihan : Perencanaan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat Kelemahan : Tidak percaya pada perencanaan yang bersifat menyeluruh dan berlaku umum (menolak comprehensive planning dan positive planning). 2. Paradigma yang paling ideal adalah Fenomenologi. Hal yang paling mendasar dari perbedaan antara paradigma lama dengan paradigma baru adalah fokus pembangunannya, yang menarik bahwa “masyarakat” pada paradigma baru menjadi fokus utama pembangunannya. Sejalan dengan konsep terjadinya pergeseran paradigma pembangunan yang berorientasi masyarakat, dimana Korten (1988) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuannya pembangunan yang berpusat pada rakyat mengharuskan desentralisasi yang cukup besar dalam proses pembuatan keputusan, dan dibutuhkan lebih dari sekedar delegasi wewenang formal yang sederhana, maka pembuatan keputusan harus benar-benar dikembalikan kepada rakyat yang mempunyai kapasitas maupun hak untuk menilai kebutuhan mereka. Termasuk program perencanaan pembangunan juga harus melibatkan masyarakat, karena merekalah yang mengetahui permasalahan dan kebutuhan dalam rangka membangun wilayahnya sebab merekalah nantinya yang akan memanfaatkan dan menilai tentang berhasil atau tidaknya pembangunan di wilayah mereka. Pada tahap ideal ini, kegiatan direncanakan, dilaksanakan, serta dinilai bersama masyarakat. Disamping itu sistem kelembagaan yang terbentuk merupakan cerminan dari swadaya masyarakat dibandingkan institusi yang dibuat oleh pemerintah secara langsung. Teori perencanaan sebagai suatu perspektif, ternyata telah mengantarkan perlunya pelibatan masyarakat dalam perencananaan melalui berbagai bentuk konsep baik teoritis maupun praktek, seperti advocacy planning, transactive, pluralism, communicative, collaborative, dan lain-lain.
3. Perkembangan paradigma dari masa ke masa :
1) Theosentrisme (Abad ke-7 sampai abad ke-8) Pada masa ini Raja dianggap sebagai perantara rakyat dan Tuhan, mengatur melaui system yang bersifat militer yang didampingi ahli agama. Terlihat dengan konsep authoritarian planning. Di Indonesia terlihat dengan desain kota berupa alun-alun di tengah kota yang dikelilingi oleh masjid dan Fasum. 2) Utopianisme (Abad ke-19 sampai abad ke-20) Filosofinya adalah konsep humanis dan naturalism, bahwa manusia akan lebih baik, sehat dan puas apabila lingkungan fisiknya ditata secara serasi. Di Indonesia muncul dengan datangnya era kolonialisme, dimana ciri khas desain kotanya hanya sebagai ‘copy’ dari Eropa. 3) Positivisme (Awal abad 20) Ditandai oleh dominasi ilmu pengetahuan modern dan ilmu positif yang bermakna nyata, menolak metafisika dan teologik, bermanfaat, pasti, jelas dan tepat. Di Indonesia ditandai pekerjaan enjineering,pendidikan masterplan, pembangunan ke-PU-an, pembangunan monas, bundaran HI, dll. 4) Rasionalisme (Tahun 1970-1980) Aliran filsafat yang didasarkan pada kekuatan rasio/akal, pengalaman empiris hanya berfungsi meneguhkan. Metode kerja deduktif (rasio). Ilmu sosial mulai menggeser dominasi ilmu teknik. Penekanan pada problem solving. Di Indonesia muncul dengan repelita, RUTRK. 5) Pragmatisme (Tahun 1980-1990) Menekankan pada azas manfaat. Pembangunan kota diserahkan kepada mekanisme pasar tanpa intervensi pemerintah yang disebut paradigm anti planning. Di Indonesia peran swasta menggeser dominan pemerintah. Contohnya muncul Mall yang menggeser bangunan sejarah. 6) Fenomenologi (Tahun 1990, Abad ke-21) Menolak bentuk konformitas, realitas itu relative hanya dapat dipahami melalui agregat individu. Menolak comprehensive planning, positive planning, orientasi perencanaan pada kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia contohnya pemberdayaan konservasi dan preservasi.