Pembangunan
Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang
wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang terkait dengan
pelayanan dasar (basic services) bagi masyarakat, seperti pendidikan dasar,
kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan dan sebagainya.
Urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang
diprioritaskan oleh pemerintahan daerah untuk diselenggarakan yang terkait
dengan upaya mengembangkan potensi unggulan (core competence) yang
menjadi kekhasan daerah. Urusan pemerintahan di luar urusan wajib dan
urusan pilihan yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah, sepanjang
menjadi kewenangan daerah yang bersangkutan tetap harus diselenggarakan
oleh pemerintahan daerah yang bersangkutan.
Namun mengingat terbatasnya sumber daya dan sumber dana yang
dimiliki oleh daerah, maka prioritas penyelenggaraan urusan pemerintahan
difokuskan pada urusan wajib dan urusan pilihan yang benar-benar mengarah
pada penciptaan kesejahteraan masyarakat disesuaikan dengan kondisi,
potensi, dan kekhasan daerah yang bersangkutan. Di luar urusan
pemerintahan yang bersifat wajib dan pilihan sebagaimana tercantum dalam
lampiran peraturan pemerintah ini, setiap tingkat pemerintahan juga
melaksanakan urusan-urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria
pembagian urusan pemerintahan menjadi kewenangan yang bersangkutan
atas dasar prinsip penyelenggaraan urusan sisa.
Untuk itu pemberdayaan dari pemerintah kepada pemerintahan daerah
menjadi sangat penting untuk meningkatkan kapasitas daerah agar mampu
memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagai prasyarat
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.
Dalam hal beberapa urusan yang ditangani oleh satu perangkat daerah,
maka penggabungannya sesuai dengan perumpunan urusan pemerintahan
yang dikelompokkan dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah.
Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas terdiri dari:
a. bidang pendidikan, pemuda dan olahraga;
b. bidang kesehatan;
c. bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi;
d. bidang perhubungan, komunikasi dan informatika;
e. bidang kependudukan dan catatan sipil;
f. bidang kebudayaan dan pariwisata;
g. bidang pekerjaan umum yang meliputi bina marga, pengairan, cipta
karya dan tata ruang;
h. bidang perekonomian yang meliputi koperasi dan usaha mikro, kecil dan
menengah, industry dan perdagangan;
i. bidang pelayanan pertanahan;
j. bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan
darat, kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan;
k. bidang pertambangan dan energi; dan
l. bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset.
Pasal 37
1) Staf ahli gubernur merupakan jabatan struktural eselon IIa, dan staf ahli
bupati/walikota merupakan jabatan struktural eselon IIb.
2) Staf ahli dalam pelaksanaan tugasnya secara administratif
dikoordinasikan oleh sekretaris daerah.
Tabel 5.1
Penetapan Variabel Besaran Organisasi Perangkat Daerah
A. PROVINSI
NO VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI
1 JUMLAH PENDUDUK ≤ 7.500.000 8
(jiwa) 7.500.001 - 15.000.000 16
Untuk Provinsi di Pulau 15.000.001 - 22.500.000 24
Jawa 22.500.001- 30.000.000 32
> 30.000.000 40
2 JUMLAH PENDUDUK ≤ 1.500.000 8
(jiwa) 1.500.001 - 3.000.000 16
Untuk Provinsi di luar Pulau 3.000.001 - 4.500.000 24
Jawa 4.500.001 - 6.000.000 32
> 6.000.000 40
3 LUAS WILAYAH (KM2) ≤ 10.000 7
Untuk Provinsi di Pulau 10.001 - 20.000 14
NO VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI
Jawa 20.001 - 30.000 21
30.001 - 40.000 28
> 40.000 35
4 LUAS WILAYAH (KM2) ≤ 20.000 7
Untuk Provinsi di luar Pulau 20.001 - 40.000 14
Jawa 40.001 - 60.000 21
60.001 - 80.000 28
> 80.000 35
Rp1.000.000.000.001,00 - 15
Rp1.500.000.000.000,00
Rp1.500.000.000.001,00 - 20
Rp2.000.000.000.000,00
> Rp2.000.000.000.000,00 25
B. KABUPATEN
NO VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI
1 JUMLAH PENDUDUK ≤ 250.000 8
(jiwa) 250.001 - 500.000 16
Untuk Provinsi di Pulau 500.001 – 750.000 24
Jawa Dan Madura 750.001 – 1.000.000 32
> 1.000.000 40
2 JUMLAH PENDUDUK ≤ 150.000 8
(jiwa) 150.001 - 300.000 16
Untuk Provinsi di luar Pulau 300.001 – 450.000 24
Jawa dan Madura 450.001 – 600.000 32
> 600.000 40
3 LUAS WILAYAH (KM2) ≤ 500 7
Untuk Provinsi di Pulau 501 - 1.000 14
Jawa dan Madura 1.001 – 1.500 21
1.501 – 2.000 28
> 2.000 35
4 LUAS WILAYAH (KM2) ≤ 1.000 7
Untuk Provinsi di luar Pulau 1.001 – 2.000 14
Jawa dan Madura 2.001 – 3.000 21
3.001 – 4.000 28
> 4.000 35
NO VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI
5 JUMLAH APBD ≤ Rp200.000.000.000,00 5
Rp200.000.000.001,00 – 10
Rp400.000.000.000,00
Rp400.000.000.001,00 – 15
Rp600.000.000.000,00
Rp600.000.000.001,00 – 20
Rp800.000.000.000,00
> Rp800.000.000.000,00 25
C. KOTA
NO VARIABEL KELAS INTERVAL NILAI
1 JUMLAH PENDUDUK ≤ 100.000 8
(jiwa) 100.001 - 200.000 16
Untuk Provinsi di Pulau 200.001 - 300.000 24
Jawa Dan Madura 300.001 - 400.000 32
> 400.000 40
2 JUMLAH PENDUDUK ≤ 50.000 8
(jiwa) 50.001 - 100.000 16
Untuk Provinsi di luar Pulau 100.001 - 150.000 24
Jawa dan Madura 150.001 - 200.000 32
> 200.000 40
3 LUAS WILAYAH (KM2) ≤ 50 7
Untuk Provinsi di Pulau 51 - 100 14
Jawa dan Madura 101 - 150 21
151 – 200 28
> 200 35
4 LUAS WILAYAH (KM2) ≤ 75 7
Untuk Provinsi di luar Pulau 76 - 150 14
Jawa dan Madura 151 - 225 21
226 – 300 28
> 300 35
5 JUMLAH APBD ≤ Rp200.000.000.000,00 5
Rp200.000.000.001,00 – 10
Rp400.000.000.000,00
Rp400.000.000.001,00 – 15
Rp600.000.000.000,00
Rp600.000.000.001,00 – 20
Rp800.000.000.000,00
> Rp800.000.000.000,00 25
Sumber: PP No 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi perangkat daerah
Pola Maksimal :
Lembaga Pemerintah
Kepala Daerah
Gurbenur
Bupati
DPRD
DPRD Provinsi
DPRD Kabupaten
Organisasi Perangkat Daerah Bidang Penataan Ruang
Provinsi
2. Kelembagaan Struktural
1. Tingkat Provinsi
Tugas dan fungsi di bidang penataan ruang pada tingkat provinsi, bila
mengacu pada UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, adalah
sebagai berikut:
BKPRN dengan berbagai nama, pada dasarnya telah ada sebelum tahun
2009, gambar-gambar berikut adalah kronologi struktur organisasi
koordinasi penataan ruang nasional, struktur organisasi pada saat ini, serta
sejarah kelembagaan penataan ruang (struktural dan non-struktural) di tingkat
pusat.
Dalam hal ini yang akan di bahas adalah kapasitas yang terkait dengan
manusia dan juga sistem yang ada di sekitarnya, kapasitas yang dapat pula
diartikan sebagai kemampuan manusia, kemampuan institusi dan juga
kemampuan sistemnya, dengan menekankan perhatian capacity building
pada;
a. Pengembangan sumber daya manusia; training, rekruitmen
dan pemutusan pegawai profesional, manajerial dan teknis,
b. Keorganisasian, yaitu pengaturan struktur, proses, sumber daya dan gaya
manajemen,
c. Jaringan kerja (network), berupa koordinasi, aktifitas organisasi, fungsi
network, serta interaksi formal dan informal,
d. Lingkungan organisasi, yaitu aturan (rule) dan undang-
undang (legislation) yang mengatur pelayanan publik, tanggung jawab
dan kekuasaan antara lembaga, kebijakan yang menjadi hambatan
bagi development tasks, serta dukungan keuangan dan anggaran.
e. Lingkungan kegiatan lebih luas lainnya, meliputi faktor-faktor politik,
ekonomi dan situasi-kondisi yang mempengaruhi kinerja.
Keputusan rakyat dan bangsa Indonesia di akhir dekade 1990 atau akhir
abad ke-20 yang lalu untuk melakukan reformasi telah berlangsung lebih
dari satu dasawarsa. Reformasi pada tingkat struktur pemerintahan dikenal
dengan kebijakan desentralisasi dan pengelolaan pemerintah daerah atau
kerap disebut dengan otonomi daerah. Sejalan dengan itu, reformasi yang
terjadi di Indonesia, dengan pergeseran pemikiran yang menghendaki
peranan yang lebih besar dalam proses penentuan keputusan publik yang
dilakukan pemerintah di tingkat daerah adalah merupakan perubahan dari
struktur yang bersifat sentralisitik ke sistem yang bersifat desentralistik.
Artinya, proses penentuan keputusan publik yang dilakukan pemerintah tidak
lagi terfokus pada pemerintah pusat tapi pada tingkat pemerintah lokal atau
daerah. Inilah yang selanjutnya dikenal dengan proses desentralisasi.
Dapat dipahami bahwa desentralisasi adalah sebuah alat untuk mencapai
salah satu tujuan bernegara, khususnya dalam rangka memberikan pelayanan
umum yang lebih baik dalam rangka menciptakan proses pengambilan
keputusan yang demokratis yang dapat diwujudkan melalui pelimpahan
wewenang. Wewenang tersebut diberikan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintahan daerah untuk melakukan hal-hal seperti kewenangan
memungut pajak, terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, yang demikian dapat pula dipahami bahwa ada
beberapa bentuk, Jenis atau dimensi dari desentralisasi.
Dari studi yang ada seperti dari Bank Dunia, desentralisasi dapat dibagi
menjadi 4 jenis, yaitu (Sidik, 2003): Pertama, Desentralisasi Politik, yakni
pemberian hak kepada warga negara melalui perwakilan yang dipilih suatu
kekuasaan yang kuat untuk mengambil keputusan publik. Pada umumnya,
demokrasi politik terkait dengan sifat pluralistik di bidang politik dalam
proses ke arah lebih demokratis dengan memberikan kewenangan pada
lembaga perwakilan rakyat untuk lebih berperan dalam memformulasikan
dan melaksanakan kebijakan publik. Ke dua, Desentralisasi Administratif,
yakni pelimpahan wewenang yang bertujuan untuk mendistribusikan
kewenangan, tanggungjawab, dan sumber-sumber keuangan untuk
penyediaan pelayanan publik. Pelimpahan dimaksud terutama menyangkut
perencanaan, pendanaan, dan manajemen fungsi-fungsi pemerintahan pusat
kepada aparatnya di daerah, tingkatan pemerintahan yang lebih rendah, badan
otoritas tertentu, atau perusahaan tertentu. Ke tiga, Desentralisasi Fiskal,
yakni pelimpahan kewenangan yang mencakup self-financing atau cost
recovery dalam pemberian pelayanan publik, cofinancing atau coproduction
dari pengguna jasa publik, peningkatan taxing power, transfer dan bagi hasil,
serta kewenangan dalam kebebasan melakukan pinjaman. Ke empat,
Desentralisasi Ekonomi, yakni kewenangan yang terkait dengan
pengambilan keputusan kebijakan ekonomi yang bertitik berat pada efisiensi
ekonomi dalam penyediaan barang publik melalui liberalisasi, privatisasi, dan
deregulasi yang sejalan dengan kebijakan ekonomi pasar.
Dari keempat jenis desentralisasi tersebut desentralisasi fiskal
merupakan komponen utama dari keseluruhan jenis desentralisasi. Ini dapat
dipahami, karena dari perspektif sebuah organisasi, fiskal yang berarti
keuangan merupakan darahnya organisasi. Menjadi terkesan tidak terjadi
desentralisasi bila tugas pelayanan publik dilimpahkan wewenangnya tetapi
wewenang keuangan tidak dilimpahkan.
2. Reinventing Government
Dengan berjalannya desentralisasi, diharapkan model pemerintahan ideal
masa depan dapat terwujud. Menurut pakar manajemen dan administrasi
publik seperti Osborne dan Gaebler dengan konsepnya reinventing
government, model pemerintah masa depan adalah (1) pemerintah katalis, (2)
pemerintah milik masyarakat, (3) pemerintah yang kompetitif, (4) pemerintah
yang digerakkan oleh misi, (5) pemerintah yang berorientasi pada hasil, (6)
pemerintah yang berorientasi pada pelanggan, (7) pemerintah wirausaha, (8)
pemerintah antisipatif, (9) pemerintah desentralisasi, (10) pemerintah yang
berorientasi pada mekanisme pasar. Semua itu dapat terwujud dengan adanya
dukungan semua komponen masyarakat, terutama sikap kritis dari media baik
elektronik maupun cetak (Osborne & Gaebler, 2001).
Dana perimbangan yang berasal dari dana akokasi khusus (DAK) berasal
dari dana APBN kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan
khusus dengan memperhatikan ketersediaan dana APBN. Pembiayaan
kebutuhan khusus disyaratkan dana pendamping dan APBD. Kebutuhan
khusus yang dimaksud di sini adalah:
1. Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan rumus,
antara yang bersifat khusus yang tidak sama dengan kebutuhan,
misalnya, kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis
investasi prasarana baru, misalnya pembangunan jalan di kawasan
terpencil, saluran irigasi primer.
2. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Di
samping dana PAD dan perimbangan keuangan, daerah dapat melakukan
pinjaman dari sumber dalam negeri atau luar negeri melalui pusat untuk
membiayai sebagian anggarannya yang pengaturannya dilakukan lebih
lanjut melalui peraturan pemerintah. Daerah dapat juga memperoleh
dana darurat, yaitu dana yang dialokasikan dari APBN kepada daerah
tertentu untuk keperluan mendesak, misalnya jika terjadi bencana alam,
dan sebagainya. Pengaturan lebih lanjut dari dana darurat ini dilakukan
melalui peraturan pemerintah.
Tabel 5.2
Persentasi Bagi Hasil berdasarkan UU Perimbangan
Keuangan Pusat- Daerah (dalam%)
Pemerataan
No Jenis Penerimaan Pusat Provinsi Kab/Kota Kab/Kota
lainnya
1 PBB 10 16,2 64,8 -
2 BPHTB 20 16 64 -
3 PSDH/IHPH 20 16 32 32
4 Landrent/ Luran 20 16 64 -
Tetap
5 Royalti 20 80 - -
Pertambangan
Umum
6 Perikanan 20 80 - -
7 Minyak Bumi 84,5 3 6 6
8 Gas Alam 69,5 6 12 12
9 Dana Reboisasi 60 - 40 -
10 Pertambangan 20 16 32 32
Panas Bumi
11 PPH 80 8 12 -
Prof. Dr. H.R. Riyadi Soeprapto, MS, 2010, The Capacity Building For
Local Government Toward Good Governance, Word bank
Riwo Kaho, Yosep. 1982. Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
di Indonesia. Jakarta: Bina AKsara.