Anda di halaman 1dari 84

KOTA

TEMATIK
Menjawab Tantangan Global dan Isu Keberlanjutan
JUDUL BUKU:
KOTA TEMATIK
Menjawab Tantangan Global dan Isu Keberlanjutan

PEnGARAH:
MENTERI ATR/ KEPALA BPN - FERRY MURSYIDAN BALDAN
budi situmorang
doni j. widiantono

tim penulis: KONTRIBUTOR:


firsta ismet RCE NETHERLAND
i nyoman prasidha KEMITRAAN HABITAT
punto wijayanto COMBINE RESOURCES
lidya p. kusmanto IKATAN AHLI PLANOLOGI
rif abrar raflis DPP REAL ESTATE INDONESIA
septiadi a. nugroho JARINGAN KOTA PUSAKA INDONESIA
LARASATI PRATIWI GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA
RICA SUASTI IKATAN ARSITEK LANSEKAP INDONESIA
akhmad f. fauzi BADAN PELESTARIAN PUSAKA INDONESIA
grace d. suradi SUSTAINABLE URBAN DEVELOPMENT FORUM INDONESIA
NURLAILA YUSUF

foto:
tim buku kota tematik
(KECUALI DISEBUTKAN LAIN)

disain dan tata letak:


septiadi a. nugroho
grace d.suradi

DIREKTORAT PENATAAN KAWASAN


DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG
kementerian agraria dan tata ruang/bpn
jl. raden patah i no. 1, jakarta selatan 12110
daftar isi
SEKAPUR SIRIH
Plt. Dirjen Tata Ruang

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Dasar Hukum Bagi Kota Tematik 2
Riset Aksi Dalam Pengembangan Kota 3
Tematik

2 MEMAHAMI KOTA TEMATIK


Dinamika Perubahan Kota Sebagai 8
Konteks
Perspektif Kota Tematik 10
Kota Tematik Yang Berkelanjutan 11

3 KOTA TEMATIK DI INDONESIA &


ANGAN-ANGAN KOTA BERKELANJUTAN
Kota Tematik Dalam Perkembangan Kota-Kota 17
di Indonesia
Mau Kemana Kota Tematik di Indonesia 34
Peran Kota Tematik Bagi Penataan Ruang 41

4 PENGEMBANGAN KOTA TEMATIK


Perencanaan Strategis Untuk Kota Tematik 44
Belajar dari Beberapa Kasus Pengembangan 48
Kota Tematik
Fasilitator Pengembangan dan Implementasi 60
Kota Tematik

5 PENUTUP
Kat
a Pengant
ar
Ferry Mursyidan Baldan
(Menteri Agraria dan Tata Ruang /
Kepala Badan Pertanahan Nasional)

S
ejak tahun 2008, lebih dari separuh penduduk dunia hidup di
perkotaan, sedangkan fenomena ini di Indonesia terjadi sejak
sekitar 2010. Indonesia, negara yang kaya dengan keanekaraga-
man baik lingkungan alam maupun sosial budaya masyarakatnya.
Setiap wilayah dan kota memiliki keunikan tersendiri, tidak ada
yang sama serupa satu sama lain. Keunikan atau karakter yang khas ini
sesungguhnya merupakan potensi pembeda suatu tempat dengan tempat
lainnya. Namun sangat disayangkan potensi yang dimiliki tersebut banyak
yang belum digali dan dikembangkan secara optimal. Selain itu, kawasan
perkotaan metropolitan menjadi tumpuan peradaban manusia di masa
yang akan datang. Di sisi lain globalisasi juga turut memberi efek terjadinya
pengikisan terhadap keunikan lokal tersebut, yang kemudian memunculkan
penyeragaman dalam pembangunan wilayah dan kota. Program-program
pembangunan secara instan diterapkan, kurang menggali kondisi dan nilai-
nilai yang menjadi kekhasan suatu wilayah atau kota. Demikian pula dalam
ranah penataan ruang dihadapkan kepada tuntutan dan prioritas kepentin-
gan ekonomi suatu wilayah atau kota, yang seharusnya juga mengembang-
kan nilai-nilai dan karakter lokal yang pasti memberi nilai tambah dalam
pembangunan tersebut. Seiring dengan dinamika perubahan tersebut, perlu
dikembangkan kebijakan yang dapat menjamin keberlanjutan kota-kota.

Di Indonesia saat ini terdapat kota berskala megapolitan, . Kota ber-


skala metropolitan, .. kota besar, .. kota sedang, dan .. kota kecil. Selain
itu, saat ini tumbuh kota-kota baru yang tersebar di sekitar kota besar sep-
erti Jabodetabekpunjur, Mebidangro, Mamminasata, Gerbangkertosusila,
Kedungsepur, Sarbagita, dan Bandung Raya.

Tidak bisa dipungkiri dalam menghadapi kompetisi global, tuntutan dan


tantangan yang dihadapi kota-kota di1 Indonesia semakin kompleks. Menyi-
kapi itu setiap wilayah dan kota harus menampilkan dan mengembangkan
keunikan yang dimilikinya, mengangkat tema kotanya dan menjadikannya
sebagai nilai lebih dalam peningkatan daya saing dan pembangunannya.
Hal ini sejalan dengan semangat Nawacita (sembilan agenda prioritas pem-
bangunan nasional) yang diterjemahkan dalam RPJMN 2015-2019 bidang
tata ruang dan pertanahan: memantapkan kelembagaan dan kapasitas pe-
nataan ruang di seluruh wilayah Indonesia, serta menyediakan infrastruktur
Lanjutan Kata Pengantar....
yang sesuai dengan rencana tata ruang. Untuk melaksanakan semangat tersebut, dibutuhkan
Rencana Tata Ruang yang berkualitas, yaitu rencana tata ruang yang:
1. terintegrasi dengan Nawacita, agar program-program pembangunan prioritas atau strategis
nasional dapat terakomodir kebutuhan ruangnya;
2. mampu merespon kejadian di dalam kawasan rawan bencana, serta bersifat adaptif dan
mitigatif terhadap perubahan iklim;
3. dapat memberikan jaminan terhadap kedaulatan pangan, melalui penetapan luasan lahan
pertanian pangan berkelanjutan di dalam pola ruang serta pengalokasian infrastruktur
infrastruktur pendukungnya di dalam struktur ruang;
4. integrasi rencana tata ruang dengan penatagunaan tanah, khususnya dalam hal pengadaan
lahan untuk pembangunan; dan
5. memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Kota-kota saat ini cenderung seragam dan tidak memiliki identitas fisik dan budaya yang khas.
Perlu dikembangkan konsep-konsep yang dapat menciptakan karakter dari masing-masing kota,
seperti kota tepi air, kota hijau, kota layak huni, kota maritim, dan sebagainya.

Kota tematik merupakan suatu formula untuk untuk mewujudkan tata ruang yang berkualitas
tersebut. Penataan ruang dalam konteks kota tematik, tidak sekedar berorientasi pada produk
rencana tata ruang, namun juga yang terpenting pada proses penyusunannya. Tema kota bukan
sekedar citra, namun lebih dari itu sebagai roh yang menjiwai pembangunan kotanya. Semangat
kota tematik adalah pelibatan peran serta masyarakat dalam penataan ruang. Artinya tema kota
harus mengakar pada sejarah, karakter dan nilai-nilai masyarakatnya dan kondisi alamiahnya. Se-
mua kebutuhan ini dikemas dalam rencana tata ruangnya, mulai dari rencana tata ruang wilayah
hingga penataan kawasan.

Saya menyambut baik kehadiran buku Kota Tematik ini, yang bersumber dari kegiatan Kemen-
terian ATR tahun 2015. Buku ini menjadi suatu referensi baru yang memperkaya ranah konsep
dan praktek penataan ruang kota-kota di Indonesia. Beberapa kota yang diangkat dalam buku
ini, hendaknya dapat menjadi contoh dalam menggali dan memulai upaya mewujudkan kota
tematik yang berkelanjutan. Diharapkan program kota tematik ini dapat terus berkembang dan
semakin memperkuat pondasi pembangunan kota-kota di Indonesia, pada saat ini dan masa
mendatang.
Sekapur Sirih DR. Ir. Budi Situmorang, MURP
(Plt. Dirjen Tata Ruang
Kementerian Agraria dan Tata Ruang / BPN)

U
rbanisasi menjadi isu yang mengemuka dalam tiga dekade
terakhir ini. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukan
tahun 2014 sebanyak 54% jumlah penduduk dunia tinggal di
wilayah perkotaan dan diperkirakan akan meningkat menjadi
66% pada tahun 2050. Pada tahun 1960, 15% penduduk
Indonesia tinggal di kota, angka ini meningkat 30% pada tahun 1990, dan
terus melonjak menjadi 56% pada tahun 2015. Pada tahun 2025, diperkirakan
65% penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan terutama di kota- kota
besar.

Urbanisasi yang pesat tersebut dihadapkan pada berbagai keterbatasan sum-


ber daya, dan permasalahan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Pada
saat bersamaan kota-kota di Indonesia juga menghadapi tantangan glo-
balisasi, yang memberi dampak pada keseragaman konsep penataan kota,
dimana kota-kota hadir dengan penampilan yang serupa, namun cenderung
kehilangan nilai-nilai atau karakter yang dimilikinya.

Berbagai isu dan tantangan tersebut menumbuhkan iklim kompetisi antar


kota, sehingga kota-kota dituntut untuk memiliki daya saing, termasuk
menampilkan karakter dan meningkatkan kinerjanya. Oleh karenanya,
kota-kota di Indonesia harus menggali tema dan karakter yang dimilikinya,
sehingga terwujud kota tematik yang berkelanjutan.

Hal tersebut juga sejalan dengan amanat Undang-Undang Penataan


Ruang No. 27 Tahun 2007 dalam mewujudkan ruang yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan. Kota tematik menjadi salah satu esensi dalam
konteks penyelenggaraan penataan ruang yang meliputi perencanaan dan
pemanfaatan ruang, khususnya penataan kawasan. Dengan kata lain, tema
kota harus dapat tercermin dalam produk rencana tata ruang kota sampai
dengan rencana penataan kawasan.

Buku Kota Tematik: Menjawab Tantangan Global dan Isu Keberlanjutanini


memuat deskripsi untuk memahami kota tematik dan bagaimana
mewujudkannya, dengan pendekatan riset aksi di Kota Ternate, Jakarta,
Yogyakarta, dan Banjarmasin.

Dengan diterbitkannya buku ini semoga dapat membawa manfaat bagi pem-
baca dan menjadi salah satu referensi dalam membangun kota tematik yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.

Salam Hangat,
1 Pendahuluan
LATAR
BELAKANG
Tema kota tidak hanya
berwujud sebagai
tampilan visual kota,
namun diharapkan
mengakar pada
kehidupan sosial
ekonomi masyarakatnya

K
eberlanjutan merupakan kata kunci dalam
pengelolaan kota. Kata ini telah melekat dalam
benak pemerhati dan pelaku perkotaan melalui
jargon pembangunan perkotaan berkelanjutan
(Sustainable Urban Development), yakni:

development that meets the needs of the


present without compromising the ability of
future generations to meet their own needs
(Brundlant Report World Commission on
Environment and Development, 1987)

Meski kata ini terdengar sederhana, konsep ini tidak


bisa serta-merta dilaksanakan. Ego sektoral dan wilayah
kerap dipandang sebagai akar permasalahan dalam
melakukan koordinasi. Bagaimanapun, para pemangku
kepentinganlah yang mengendalikan penerapan prinsip-
prinsip yang berkaitan dengan isu berkelanjutan.

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 1


Dalam konteks ini, diperlukan upaya untuk
mengembangkan strategi pengelolaan kota yang inovatif
guna mendukung pembangunan kota yang terpadu
secara berkelanjutan, memperkuat daya tarik dan daya
saing dengan memanfaatkan aset-aset yang dimiliki
oleh suatu kota. Salah satunya dengan keberadaan tema
yang merupakan kunci dalam meramu keterpaduan
karena dapat membantu suatu kota untuk memiliki
tujuan dan harapan yang sama.

Rencana tata ruang tidak secara mudah untuk


diterjemahkan dan diimplementasikan, salah satunya
karena kompleksitas dalam proses perencanaan. Selain
itu, keberadaan tema dalam rencana tata ruang belum
sepenuhnya tergarap karena belum maksimal menggali
karakter dan nilai-nilai ekonomi, sosial, budaya termasuk
sejarah kota. Melalui penataan ruang, Kota Tematik juga
merupakan upaya untuk membangun citra kota, yang
dapat memperkuat identitas dan memberi nilai tambah
bagi pembangunan kota.

DASAR HUKUM
BAGI KOTA TEMATIK

K
ota Tematik merupakan upaya mengawal
implementasi Undang Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(UUPR) dalam rangka penyelenggaraan
penataan ruang yang transparan, efektif,
dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Semangat untuk
mewujudkan kota tematik tersirat dalam UUPR (pasal 6,
ayat 1, huruf b) yang mengamanatkan bahwa penataan
ruang diselenggarakan dengan memperhatikan potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber
daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik,
hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta
ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan.

Bahkan pasal 29 ayat 2 meyinggung pentingnya


perwujudan kota hijau sebagai salah satu bentuk kota
tematik melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang
yang besarannya tidak boleh kurang dari 30 (tiga puluh)
persen dari luas wilayah kota.

2 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


RISET AKSI DALAM
PENGEMBANGAN
KOTA TEMATIK

P
endekatan pengelolaan kota yang terpadu
melalui implementasi kota tematik telah
dikembangkan dan diuji melalui metode riset
aksi (action research). Secara konseptual, riset
aksi berbasis pada gagasan bahwa manusia
menjadi lebih termotivasi dalam melakukan suatu
kegiatan apabila dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan tentang bagaimana pekerjaan tersebut akan
Diskusi curah gagasan perkotaan berkelanjutan
dijalankan. berlangsung interaktif

Para pemangku kepentingan mengeksplorasi dan menggambarkan arah gerakan pembangunan


mengkaji kota-kota dengan berbagai tema. Peserta kota yang berkelanjutan (sustainable urban
terdiri dari pemerintah pusat dan daerah, praktisi/asosiasi development) di Indonesia. Kegiatan ini
profesi, organisasi dan dunia usaha, serta akademisi dilaksanakan di Jakarta pada bulan Agustus 2015.
yang terwadahi dalam SUD-FI (Sustainable Urban
2) Kegiatan Curah Pendapat yang kedua bertema
Development Forum Indonesia). Dalam prosesnya, para
Pengembangan dan Implementasi Kota
peserta menggali dan memahami karakter kota, serta
Tematik, yang dilaksanakan pada bulan Agustus
menyusun gagasan penataan ruang untuk mewujudkan
2015 di Jakarta. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
kota tematik yang berkelanjutan.
membuka pemahaman dan menghimpun
pendapat/gagasan tentang kota tematik, serta
Berbagai bentuk pembelajaran dan pertukaran pengala-
upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam
man diselenggarakan melalui serangkaian curah gaga-
pengembangan kota tematik. Acara curah
san, focus group discussion (FGD), dan ekskursi sebagai
pendapat ini menjadi langkah awal dalam
berikut:
mengkaji kota tematik
3) Kegiatan curah gagasan yang ketiga
A. Kegiatan Curah gagasan (brainstorming) dilaksanakan
adalah Diskusi Tindak Lanjut Pembentukan
untuk mendapatkan masukan awal tentang kota
Kelembagaan SUD-FI, yang dilaksanakan pada
tematik. Dalam curah gagasan, para peserta secara
bulan Oktober 2015 di Bogor. Diskusi tersebut
aktif memberi masukan konseptual maupun aplikatif
membahas tantangan yang dihadapi dan peran
tentang kota tematik. Kesempatan ini sekaligus
SUD-FI dalam pengembangan dan implementasi
dimanfaatkan untuk menajamkan dan membangun
kota tematik.
kesepakatan awal mengenai definisi kota tematik.
Curah gagasan diselenggarakan sebanyak dua kali di
B. Kegiatan FGD dan ekskursi diselenggarakan sebanyak
Jakarta.
lima kali, yaitu di Ternate, Jakarta, Yogyakarta, Bogor
1) Kegiatan Curah Pendapat yang pertama dan Banjarmasin.
merupakan Kegiatan Fasilitasi dan Koordinasi
1) FGD dan ekskursi yang pertama dilaksanakan
Pengembangan Kawasan Perkotaan untuk
di Ternate pada Agustus 2015. Kota Ternate

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 3


Kegiatan ekskursi di Kampung Deret Petogogan dalam rangka mengetahui problematika perkampungan perkotaan yang
terjadi di lapangan

dipilih sebagai lokasi FGD didasarkan atas dua dengan bersepeda di sekitar kawasan bersejarah
pertimbangan; pertama, Kota Ternate dikenal Yogyakarta. Tujuan FGD dan ekskusrsi ini untuk
sebagai kota yang menyimpan kekayaan sejarah menggali dan mengumpulkan gagasan terkait
dan lansekap pusaka, baik pusaka ragawi pengembangan tema Kota Sepeda, serta
(tangible heritage) maupun pusaka non-ragawi merumuskan berbagai upaya pengembangan
(intangible heritage). Kedua, Ternate adalah kota lebih lanjut terkait tema Kota Yogyakarta.
maritim perdagangan yang merupakan bagian 4) FGD dan ekskursi yang keempat bertujuan untuk
dari jaringan Kesultanan Maluku Utara dengan menggali kondisi dan permasalahan eksisting,
wilayah kepulauan yang luas yang mempunyai serta merumuskan konsep dan upaya-upaya
masa jaya saat menjadi titik temu pencari pengembangan kota tematik yang lebih konkret
rempah-rempah dunia. Diskusi ini bertujuan dalam rangka mewujudkan kota tematik yang
untuk menggali dan membahas isu-isu terkait berkelanjutan. FGD dan ekskursi ini dilaksanakan
pengembangan kota tematik pusaka Ternate, pada Oktober 2015 di Kota Banjarmasin. Dalam
mengumpulkan gagasan pengembangan hal ini dilakukan FGD antar stakeholder dan
kota tematik pusaka Ternate, merumuskan ekskursi lapangan Kota Sungai Banjarmasin
upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam untuk memberikan gambaran proses
pengembangan dan implementasi kota tematik penelurusan tema, serta sekaligus mencoba
pusaka Ternate, serta melakukan kunjungan merumuskan gagasan penataan kawasan untuk
lapangan (site visit) untuk menggali informasi Kota Tematik Tepi Air Banjarmasin.
terkini terhadap objek-objek pusaka Kota
Ternate. C. Kegiatan Kuliah Umum dilaksanakan bersamaan
2) Tema Membangun Kampung Kota, Memperkuat dengan rangkaian peringatan Hari Tata Ruang
Identitas Kota Jakarta dengan kasus Kampung Nasional, yang tiap tahun diselenggarakan pada 8
Deret Petotogan diangkat dalam FGD dan ekskursi November. Kuliah umum berjudul Peran Penataan
yang kedua, dilaksanakan pada September 2015 Ruang Dalam Penguatan Pengelolaan Kota Pusaka
di Jakarta. FGD ini berupaya menelaah titik temu diadakan di Jakarta pada Oktober 2015 sebagai
antara ruang hidup informal dengan sektor upaya untuk memperkenalkan prinsip dan contoh
formal. Kampung Deret Petogogan diharapkan pengembangan dan implementasi pembangunan
menjadi contoh dalam menyelesaikan masalah kota dengan tema pusaka secara berkelanjutan,
yang timbul di kampung kota, serta kemungkinan terutama aset pusaka industri.
replikasi program serupa di daerah lain.
3) FGD dan ekskursi dengan tema Yogyakarta
Kota Sepeda dilaksanakan pada September
2015 di Yogyakarta. Ekskursi dilaksanakan

4 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


Merasakan suasana jogja dengan bersepeda untuk mendalami tema yang diangkat yaitu Jogja Kota Sepeda (kiri),
Kampung kumuh Zafri Zamzam yang menjadi salah satu lokasi studi pada ekskursi di Banjarmasin (kanan)

Evert Verhagen Gerard de Graaf Hasti Tarekat


Pembicara pada Kuliah Umum Peran Penataan Ruang dalam Penguatan Kota Pusaka dalam rangka Hari Tata Ruang
Nasional 2015,acara ini merupakan kerjasama antara Direktorat Jenderal Tata Ruang dengan
Rijksdienst voor het Cultureel Erfgoed (RCE) Belanda

Curah Gagasan, Focus Group Discussion dan Kulian Umum yang berlangsung interaktif

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 5


2 Memahami
Kota Tematik
DINAMIKA PERUBAHAN KOTA
SEBAGAI KONTEKS

T
ema kota selama ini lebih banyak dilihat dari aspek fisik atau perspektif visual. Tema kota ditampilkan
hanya dengan elemen-elemen fisik yang bersifat ornamental dan artifisial. Tema kota seringkali hanya
sekedar menjadi jargon pembangunan suatu kota. Banyak tema kota diciptakan dengan pandangan yang
sempit, tanpa melihat karakter kota dan masyarakatnya. Tema kota seringkali melupakan keunikan dan
nilai-nilai sosial-budaya dan tradisi masyarakatnya, serta karakter alamiah kotanya. Padahal esensinya,
tema kota merupakan jiwa atau roh dari suatu kota, yang menghidupkan sekaligus mengarahkan pembangunan
dan perkembangan kota. Kamus Besar Bahasa Indonesia memuat pengertian tema adalah pokok pikiran atau dasar
cerita. Analog dengan pengertian tersebut, tema kota diartikan sebagai pokok pikiran yang menjiwai pembangunan
kota.

Dalam bukunya yang bertajuk kota tematik sebagai solusi bagi masalah perkotaan, Wayne K.D. Davies (2015)
memberikan perspektif yang berbeda tentang kota tematik. Davies (2015) mengungkapkan saat ini lingkungan
tempat kita hidup mengalami proses transformasi yang sangat pesat. Penyebab utama transformasi adalah lonjakan
pertambahan jumlah penduduk dunia, terutama di wilayah perkotaan. Data United Nations mengungkapkan
urbanisasi meningkat dari 2,5 milyar tahun 1950 mencapai 7,2 milyar pada tahun 2013 (United Nations, 2013).
Secara persentase pertumbuhan jumlah penduduk yang hidup di wilayah perkotaan meningkat dari 29.4 % tahun
1950, menjadi 54 % tahun 2014, dan diprediksi menjadi 66 % pada tahun 2050 (United Nations, 2014).

Perkembangan kota yang pesat ini menyebabkan perubahan yang mendasar bagi kota. Tidak hanya persoalan
perubahan ukuran, skala, atau perubahan kewilayahan kota, namun lebih dari itu juga merubah pola ekonomi dan
struktur sosial kota, yang berdampak terhadap lingkungan (Davies 2015).

populasi penduduk perkotaan berdasarkan region


sumber: World Urbanisation Prospects: the 2014 revision

8 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


Perubahan kota yang pesat juga dibayangi oleh ancaman bencana alam. Banyak kota, terutama kota-kota di negara
berkembang tidak siap terhadap ancaman bencana alam, seperti banjir, badai, dan gempa bumi. Banyak kasus
bencana alam menimbulkan kerusakan yang parah dan korban jiwa yang tinggi akibat ketidaksiapan terhadap
ancaman bencana ini. Pertumbuhan dan pemekaran kota (urban sprawl) yang tidak terkendali menyebabkan
kerentanan (vulnerability) yang semakin tinggi terhadap ancaman bencana.

Persoalan lainnnya yang mengikuti perubahan kota yang pesat, yaitu penggunaan sumber daya alam yang tidak
terkendali dan pencemaran lingkungan. Berkurangnya ruang terbuka hijau di perkotaan dan penggunaan air tanah
yang tidak terkendali merupakan contoh eksplorasi negatif terhadap alam sebagai dampak pesatnya pertumbuhan
kota.

Ancaman terhadap keberagaman dan vitalitas kota juga menjadi permasalahan yang muncul di kawasan perkotaan.
Terjadi ancaman terhadap karakteristik kawasan yang berbeda-beda, yang meliputi karakter morfologi kota, pola
sosial ekonomi, dan keberlanjutannya (Davies, 2015). Ancaman tersebut datang dari modernisasi, yang dipengaruhi
oleh nilai-nilai, gaya hidup, dan teknologi. Hal ini secara tidak langsung menggeser kearifan lokal.

Berbagai persoalan tersebut tidak terlepas dari perumusan kebijakan kota yang tidak mengakar pada karakter dan
nilai-nilai kotanya. Menyadari persoalan perkotaan yang semakin kompleks, beberapa kota di dunia menyikapi
dengan melakukan perubahan mendasar terhadap kebijakan pembangunan untuk meningkatkan kualitas dan
kapasitas kota. Pola pembuatan keputusan yang selama ini bersifat top-down diubah dengan pola yang melibatkan
komunitas atau para stakeholders pembangunan. Davies (2015) mengungkapkan sejak akhir 1980-an lahir suatu
fase baru konsep kebijakan kota. Muncul ide-ide dan konsep baru pembangunan kota, yang kebanyakan dilekatkan
dengan istilah urban, cities, atau towns, yang dinamakan antara lain seperti: Urbanisme Baru (New Urbanism), Kota
Berkelanjutan (Sustainable Cities), Kota yang Adil (Just Cities), Kota Musim Dingin (Winter Cities), dan Kota yang
Aman (Safe Cities), dan lain-lain. Davies (2015) mengistilahkan berbagai konsep kota ini sebagai tema kota (urban
themes).

Tema kota ini tidak hanya bersifat pasif, sekedar menggambarkan karakter atau keunikan kota, namun juga dirancang
sebagai program yang aktif yaitu program aksi untuk meningkatkan kualitas kota, dan menjadikan kota lebih sehat,
atau aman, atau berkelanjutan. Tema juga dapat menjadi deskripsi kondisi yang ada, seperti tema Winter Cities, di
mana pada kota-kota ini kebijakan dirancang untuk memberi nilai lebih pada kondisi iklim dingin.

Kompleksitas masalah perkotaan semakin meningkat dengan perkembangan dan pemekaran kota-kota yang terus
mengkonsumsi sumber daya secara tidak terkendali. Persoalan lain yang muncul adalah ancaman terhadap keberagaman
dan vitalitas kota. Perubahan sosial ekonomi yang pesat menimbulkan tekanan dan munculnya persoalan sosial di perkotaan

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 9


Kota Gede - Yogyakarta

PERSPEKTIF KOTA TEMATIK

K
ota tematik tidak lagi hanya dilihat secara fisik namun dalam konteks yang lebih luas. Berbagai diskusi
tentang citra dan tema kota, tidak lagi hanya mengacu kepada referensi citra kota yang banyak merujuk
kepada literatur klasik Image of the City (Kevin Lynch), terdapat berbagai sudut pandang terhadap
pemahaman kota tematik. Kumpulan tulisan Lloyd Rodwin dan Robert M. Hollister (eds., 1984) yang
bertajuk Cities of Mind: Images and Themes of the City in the Social Sciences, menelaah citra dan tema
kota dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu. Citra dan tema kota berevolusi dalam berbagai disiplin ilmu seperti
geografi, ekonomi, ilmu politik, antropologi, sosiologi, sejarah, dan perencanaan kota (Rodwin dan Hollister, 1984).

Dalam perspektif ilmu geografi tema kota, dilihat berdasarkan perkembangan keruangan dan struktur morfologi
kota (Peter Hall, dalam Rodwin dan Hollister, 1984). Elemen-elemen morfologi kota seperti tata guna lahan, sistem
jaringan jalan, pola kaveling, pola ruang terbuka, termasuk dalam lingkup yang lebih luas yaitu ditinjau dari sisi
geografi, sosial, dan ekonomi. Pandangan terhadap tema kota dari sudut pandang ekonomi, memiliki kemiripan
dengan cara pandang geografi. Dalam konteks ekonomi (John R. Harris dalam Rodwin dan Hollister, 1984), kota
dipandang sebagai produk dari kekuatan ekonomi, kota menjadi pusat aglomerasi ekonomi.

Dalam ilmu politik, kota dipandang sebagai suatu komunitas dan entitas administrasi (Martin Shefter dalam Rodwin
dan Hollister, 1984). Tema kota dirumuskan dalam kebijakan pemerintah. Tema seringkali disamakan dengan visi
kota, yang dijabarkan menjadi program-program pembangunan kota. Terdapat kerentanan dalam cara pandang
politik terhadap tema kota, karena bisa terpengaruh oleh kepentingan politik pihak yang berkuasa. Dalam konteks
kebijakan politik, seringkali tema kota dipertimbangkan terhadap kepentingan ekonomi kota. Tema kota yang ber-
basis politik praktis sulit menjadi tema yang berkelanjutan.

Berbeda dengan cara pandang ilmu politik, secara antropologi, the theme of the city as a center of cultural and
social invention... kota dipandang sebagai produk dari kebudayaan masyarakat. Dengan nilai-nilai lokal yang
berbeda pada setiap kelompok atau komunitas akan membentuk karakter tema kota yang berbeda (Peatie dan
Robbins dalam Rodwin dan Hollister, 1984). Selaras dengan cara pandang ilmu antropologi, dalam pemahaman
ilmu sosial (Peter Langer dalam Rodwin dan Hollister, 1984), tema kota terbentuk sebagai akibat dari interaksi dan
tradisi masyarakatnya. Manusia atau masyarakat membentuk karakter kota. Namun sebaliknya, kota atau ruang-
ruang sosial turut membentuk karakter sosial kehidupan manusia di dalamnya. Terdapat empat tipologi sosial yang
berpengaruh terhadap karakter kota, yaitu: kota sebagai bazar, atau arena ekonomi; kota sebagai hutan, bahwa

10 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


terjadi hukum rimba di dalam kehidupan kota; kota sebagai suatu organisme, bahwa kota akan terus berubah
selama masih ada perubahan kehidupan masyarakatnya; kota sebagai mesin, bahwa kota terbentuk dari elemen-
elemen yang masing-masing memiliki perannya tersendiri dan bekerja seperti suatu mesin untuk menggerakkan
kehidupan kota.

Dalam konteks sejarah, tema kota terbentuk dari proses perkembangan yang berlapis. Aset-aset sejarah merupakan
elemen yang kuat untuk menampilkan tema kota (Charles Tilly, dalam Rodwin dan Hollister, 1984). Tradisi yang
diwariskan secara turun temurun menjadi karakter sosial yang membedakan satu kota dengan kota lainnya. Selain
itu, elemen-elemen sejarah kota menjadi pembentuk karakter terpenting dari tema kota.

Dalam sudut pandang disiplin ilmu yang berbeda tersebut tersirat bahwa konsep kota tematik tidak bisa berdiri
sendiri. Konsep kota tematik merupakan penggabungan dari berbagai aspek kota, yaitu geografi, ekonomi, ilmu
politik, antropologi, sosiologi, sejarah yang saling menganyam.

KOTA TEMATIK
YANG BERKELANJUTAN

K
ota yang nyaman atau kota yang layak, merupakan tema kota yang memayungi terminologi tema kota
lainnya seperti kota cerdas, kota hijau, kota aman, dan/atau kota ramah lingkungan. Demikian halnya
tema kota lainnya yang mencerminkan karakter fisik geografisnya seperti kota tepi air: tepi sungai, tepi
pantai, kota pegunungan, kota tropis, dan lain-lain. Tema kota juga muncul dalam konteks ekonomi
atau fungsi kota seperti kota industri, kota tambang, kota pendidikan, kota film, kota pertanian, dll. Tema
kota juga terbentuk dari sejarah kota atau tradisinya, dengan istilah kota pusaka, kota tua, kota sejarah.

Walaupun terdapat muatan karakter yang berbeda dari masing-masing kota tematik, bahwa urgensi dan semangat
kota tidak hanya berhenti sampai pada tercapainya tema visual kota, namun lebih dari itu bahwa kota tematik harus
dapat memberi nilai lebih bagi kesejahteraan masyarakatnya, baik secara ekonomi maupun sosial. Cukup banyak
pengalaman keberhasilan kota-kota untuk mewujudkan dan menampilkan tema kotanya, dan memberi nilai
tambah berupa manfaat sosial ekonomi. Namun di sisi lain kita dituntut untuk menjawab pertanyaan bagaimana
mengelola dan mempertahankan keberhasilan tersebut. Kita juga harus belajar dari kota-kota yang awalnya ber-
hasil mewujudkan dan menjadi terkenal dengan tema kotanya, namun kemudian mengalami kemunduran karena
faktor-faktor baik eksternal maupun internal. Pembelajaran kota tematik juga perlu dilakukan terhadap kota-kota
yang pernah mengalami penuranan baik akibat krisis ekonomi, konflik sosial, atau bencana alam, namun kemudian
dapat bangkit kembali, bahkan menjadi lebih terkenal dibandingkan masa sebelumnya; kota-kota yang bangkit
dan menjadikan keterpurukannya sebagai modal kepopulerannya. Dengan kata lain bagaimana mewujudkan kota
tematik yang berkelanjutan?

Berbagai upaya yang dilakukan tersebut hendaknya tidak hanya berhenti pada pencapaian tema kota saja, namun
juga bagaimana agar tema tersebut dapat terus berkelanjutan. Dengan kata lain tema kota tidak hanya berwujud
sebagai tampilan visual kota, namun diharapkan mengakar pada kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya.

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 11


Penetapan tema kota, bukan pula sekedar mengikuti tren tema-tema populer kota, seperti kota cerdas, kota pusaka,
kota hijau, kota kreatif, kota nyaman; termasuk pentingnya pemahaman untuk membedakan antara tema kota dan
kewajiban kota, bahwa semua kota wajib menjadi kota yang cerdas, kota yang nyaman, kota yang ramah lingkungan,
dan/atau kota pusaka (melestarikan aset pusaka).

Namun lebih dari itu dibutuhkan pemahaman yang lebih mendalam bagi para pembuat keputusan, terutama di
tingkat pemerintah Kota/Kabupaten dalam menyusun program kota tematik yang spesifik menjadi tema-tema kota
yang unggul dan unik dan berkelanjutan, misalnya kota pusaka pelabuhan, kota industri. Kota tematik tidak berhenti
sampai tatanan fisik kota, namun mengakar kepada kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya, sehingga mampu
lebih kokoh bertahan dan berkelanjutan.

Kota Ternate adalah salah satu contoh usulan Kota Tematik Pusaka yang mempunyai banyak potensi pusaka ragawi dan
non-ragawi. Tema Membingkai Kota Pusaka Penghasil Rempah - Gagasan Pengembangan Kota Ternate sebagai tujuan
wisata sejarah dan wisata perairan antar-pulau berbasis stakeholders diangkat oleh Dodo Juliman pada saat FGD di
Kota Ternate, pada tahun 2015.

12 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


Puro Pakualaman - Yogyakarta

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 13


3 Kota Tematik di Indonesia &
Angan-Angan Kota Berkelanjutan
Gunung Gamalama - Ternate

16 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


KOTA TEMATIK
DALAM PERKEMBANGAN
KOTA-KOTA DI INDONESIA

S
ebagaimana disebutkan pada bab pemerintahan yang diatur oleh seorang penguasa.
sebelumnya, sudut pandang berbagai disiplin Tata kelola hasil pertanian serta perdagangan regional
ilmu telah menyiratkan bahwa tema kota dan antar pulau menghasilkan permukiman berupa
merupakan karakter berbagai aspek kota bandar perdagangan dan pusat pemerintahan
yang saling menganyam. Kota dapat dikenali pedalaman. Pengaruh perdagangan internasional yang
dari sejarah pembangunannya sebagai interaksi antara menghadirkan budaya India dan Cina berpengaruh
alam dan aksi manusia. Sepanjang perkembangannya, pada terbentuknya kota-kota ini. Tidak semua kota
kota mengalami dinamika perubahan dengan adanya bertahan sebagai kota penting, seperti yang terjadi
pergantian fungsi dan pengaruh berbagai budaya. pada Majapahit. Beberapa identitas kota menurut ciri
Peristiwa-peristiwa besar melekat dan turut membentuk fisik yaitu, letak permukiman yang berada di tepi pantai
sejarah perkembangan kota. atau muara sungai dan memiliki akses ke laut lepas.
Ciri ini dapat dikaitkan dengan fungsi kota sebagai
Hal demikian dapat kita gunakan pula untuk mengenali pasar, sekaligus penyalur produk-produk pertanian atau
tumbuh kembang tema kota di Indonesia. Pada awal perkebunan ke wilayah lainnya.
pertumbuhannya, permukiman urban di Indonesia
diwarnai oleh tradisi pedesaan yang dipengaruhi oleh Strata yang kedua terjadi pada saat penyebaran Islam
struktur agraris dalam kehidupan sosialnya. Selain dan kehadiran kekuasaan Eropa, yaitu Portugis dan
itu, terdapat pula pengaruh struktur masyarakat Belanda pada abad ke-15 dan 17, mempengaruhi pola
yang menghasilkan surplus di bidang pertanian, dan perdagangan. Ini menjadi faktor pada pembentukan
industri domestik, seperti kerajinan serta kesenian yang karakteristik perkotaan pada tahapan kedua. Dalam
mendukung kebudayaan kota. Situasi ini memperkaya buku Asia Tenggara dalam Kurun Niaga, Anthony Reid
peradaban kota yang sedang berkembang. (1992) menyebut periode yang jaringan pelayarannya
sangat ramai ini sebagai kurun niaga. Hubungan
Salah satu sumber yang menyebutkan periode pendirian kota-kota maritim di kawasan ini semakin dominan
kota-kota di Indonesia adalah penelitian yang dilakukan dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan kota
oleh Werner Rutz yaitu Cities and Towns in Indonesia. pantai mendorong tumbuhnya kota di tepi sungai di
Menurut Rutz (1987), kota-kota besar dan kecil yang ada pedalaman, yang dapat dilalui oleh kapal besar. Kota-
di Indonesia memiliki akar sejarah yang dihasilkan dari kota ini memiliki akses terhadap wilayah pedalaman
berbagai situasi dan pengaruh budaya serta kehadiran yang menghasilkan komoditi pangan atau rempah-
penguasa yang berbeda. Tempat-tempat ini secara rempah untuk perdagangan internasional.
umum dibagi dalam empat strata utama dalam formasi
perkotaan. Contohnya Banda Aceh, yang berkembang pada tahun
1465-1489 sebagai ibukota dari federasi yang dibentuk
Strata pertama yaitu strata yang tertua untuk formasi oleh Kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Daya dan
awal pembentukan kota sudah ada sebelum periode Kerajaan Pidie. Pada abad ke-17 Kerajaan Aceh menjelma
Hindu, yang diindikasikan dengan adanya lembaga menjadi kerajaan besar dan Banda Aceh berkembang

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 17


mendorong munculnya jaringan
kota-kota yang lebih kecil. Hal ini
terjadi pada abad ke-18 dan ke-19,
dimana pertumbuhan perkotaan
lebih efektif dirangsang dengan
faktor politis/administrasi ketimbang
faktor kegiatan perdagangan.

Di sebagian besar wilayah Asia


Tenggara, berdirilah pemerintahan
kolonial sekitar abad ke-19 atau
ke-20. Perkembangan teknologi
dalam pembangunan infrastruktur
dan transportasi pada periode ini
mendorong kendali atas seluruh
wilayah. Pembangunan sistem tran-
portasi, perhubungan, industri serta
didukung kebijakan kolonial yang
mendorong kehadiran kota pada
strata keempat. Kota yang lahir ka-
rena industri manufaktur dan kota
tambang umumnya berkembang
karena dorongan dari perkemban-
gan infrastruktur, motorisasi, dan
perkembangan jasa-jasa pelayanan,
umumnya terletak diluar/bersebela-
han dengan kota pemerintahan. Se-
dangkan kota pariwisata, secara fisik
seperti karakter alamnya memiliki
keunikan atau keistimewaan, seperti
Sketsa Peta Kota Banda Aceh 1620-1640 yang dibuat oleh Beauileu
sumber air panas di wilayah tropik,
menunjukkan struktur kota pada saat itu, terutama hubungan antara pusat lokasi di wilayah pegunungan atau
kota dan kawasan di tepi laut. Tata letak bagian pusat kota terdiri dari perbukitan, secara non fisik seperti
PALAIS (istana), MARCHE (pasar), GRAND MOSQUE (masjid besar) dan
keunikan etnik dan budaya.
CHAMPS (alun-alun) - Laksamana dan Syahbandar. Pecinan terletak di
pintu masuk pusat kota, sedangkan di tepi laut terdapat permukiman orang
Perancis, Belanda dan Inggris (sumber: RAKP Kota Banda Aceh) Pembangunan infrastruktur
dan transportasi mendorong
menjadi pusat pemerintahan, kebudayaan, perdagangan dan pertanian. berkembangnya kota yang telah
Struktur bagian kota di pusat terdiri dari istana, masjid, pasar serta alun-alun muncul pada periode sebelumnya.
yang terhubung dengan pelabuhan yang ada di tepi laut. Kawasan di tepi Contohnya Kota Padang di dataran
laut terlihat kosmopolitan dengan hadirnya permukiman berbagai bangsa Minangkabau yang tumbuh
asing. Beberapa situs yang masih ada sekarang menunjukkan kedalaman dan berkembang sejak tahun
hubungan kekerabatan yang terjadi pada masa itu. 1663. Saat itu, Dutch East Indian
Company (Verenigde Oost Indische
Kemunculan strata yang ketiga dipengaruhi oleh kendali yang semakin luas Compagnie/VOC) mengembangkan
atas wilayah dan perkembangan ekonomi yang berorientasi pasar, serta sebuah kawasan yang terletak di

18 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


sepanjang Sungai Arau dengan cara membangun pos Pada 1903, Belanda menetapkan Undang-undang
perdagangan, permukiman dan gereja yang dibentengi Desentralisasi (Decentralisatiewet) tentang klasifikasi
dengan deretan gudang. Pada saat bersamaan, datanglah administrasi pemerintahan yang baru. Aturan ini
pedagang Cina dan bermukim di dekatnya. Kawasan berarti berlakunya Ordonansi Dewan Lokal (Locale
yang mengelilingi Batang Arau menjadi chinatown Radenordonnantie) yang menjadi dasar bagi
atau pecinan, berdampingan dengan kampung orang pembentukan pemerintahan lokal (gementeen).
Minangkabau dan etnis lainnya dari Jawa, Nias, Arab Tanggung jawab pemerintah lokal adalah menangani
dan India. dan mendanai pengembangan wilayahnya sendiri.
Penataan ruang pun mulai diintegrasikan dalam sistem
Perencanaan kota dibuat pada 1823. Melalui pemerintahan. Hal ini berlangsung sampai akhirnya
perencanaan ini, kota hendak diperluas ke arah utara. terjadi perubahan situasi politik setelah Perang Dunia II.
Bagian yang baru ini dikembangkan sebagai pusat
kota, termasuk bangunan publik, benteng baru, ruang Setelah kemerdekaan, kota-kota seperti Padang ini
terbuka (saat ini menjadi Museum Adityawarman dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan. Pada
dan alun-alun) dan jalur komunikasi. Pada paruh saat bersamaan, maraklah pembangunan kota yang
kedua abad ke-19, pengusaha Eropa dan perusahaan berorientasi pertumbuhan ekonomi. Kebanyakan kota
perdagangan berpengaruh terhadap pembangunan lama tersebut menjadi pusat kota (city centre) yang
ekonomi di Padang. Pelabuhan Teluk Bayur (Emma tumbuh, meski ada pula yang terbengkalai. Sayangnya,
Haven) diresmikan pada 1892, dilengkapi jaringan kereta meski pembangunan dipandu oleh perencanaan
api yang memastikan pelabuhan terhubung dengan yang sistematis, terkadang kesenjangan distribusi
tambang batubara di wilayah Ombilin, Sawahlunto. kesejahteraan berakibat involusi bagian perkotaan,
Pelabuhan Padang menjadi pintu keluar yang penting terutama pada kampung. Identitas sebagai pembentuk
untuk tambang batubara. Pabrik semen yang dibangun tema kota tidak dapat dilepaskan dari fakta sejarah
pada 1912 memanfaatkan pelabuhan ini. tersebut.

B
Tak pelak, Kota Padang menjadi pusat administrasi dan erikut ini beberapa pendekatan kota yang
ekonomi Sumatera Barat, sekaligus berperan sebagai berusaha mengembangkan tema kota untuk
gerbang komersial untuk ekspor komoditi dari bagian mewujudkan identitasnya:
tengah Sumatera. Pada awal abad ke-20, Padang adalah
kota metropolis kecil dengan hadirnya beragam bangsa
dan kelompok etnis. Beragam bangunan bergaya
campuran Eropa dan Indo-Eropa dapat ditemui di kota
ini.

Batang Arau (handelskade) dan jalan kereta api yang muncul pada abad ke-20 (sumber: Padangmuseum.nl)

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 19


Kota Pusaka Ternate

Pantai Falajawa - Ternate


K
ota Ternate merupakan bagian dari gugusan pulau-pulau yang
terdapat di Laut Maluku. Kota ini menyimpan kekayaan lansekap
pusaka, baik pusaka benda (tangible heritage) maupun pusaka
non benda (intangible heritage). Terdapat banyak kekayaan
budaya dan tradisi yang juga bisa diolah dan dilanjutkan nilai-
nilai kearifan lokalnya. Pusaka alam Ternate tersebar dari puncak Gunung
Gamalama sampai pada keunikan dan keindahan dasar lautnya; beragam
bangunan-bangunan tua bersejarah berupa benteng-benteng peninggalan
Portugis dan Belanda hingga rumah-rumah penduduk
dan bangunan-bangunan pusaka
lainnya. Bangunan-bangunan
bersejarah tersebut banyak
terkandung nilai seni dan Perlu melihat Ternate bukan
budaya masyarakatnya. hanya sebagai pulau, tetapi
greater ternate, yang melingkupi
Sejak tahun 2012, mela- Tidore dan pulau-pulau sekitarnya,
sehingga terlihat perspektif
lui Program Penataan dan
tematik yang lebih luas dan tampak
Pelestarian Kota Pusaka keterkaitan diantaranya.
(P3KP) Kota Ternate bercita-
cita menjadi kota pusaka. Dr. Doni J. Widiantono
Untuk mendudukan tema
pusaka di Kota Ternate me-
merlukan pendekatan penataan
kawasan melalui inventarisasi, studi
sejarah, dan pemetaan aset pusaka yang
ada, dengan tetap menjaga tujuan pengem-
bangan kota yang ada dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Ternate tahun 2012-2032 sebagai sebuah kota pesisir dan kepulauan
yang berbasis pada jasa perdagangan, perikanan, dan pariwisata. Keunikan
sejarah Kota Ternate turut memperkuat atau memberikan kekhasan pada
tema kota sebagai sebuah kota pusaka yang berbasis pesisir dan kepulauan.

Dalam konteks maritim, Ternate tidak dapat dilepaskan dari sejarah adanya
ikatan empat kerajaan, yaitu Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan. Menurut
Doni Janarto2, Perlu melihat Ternate bukan hanya sebagai pulau, tetapi
Greater Ternate, yang melingkupi Tidore dan pulau-pulau sekitarnya
sehingga terlihat perspektif tematik yang lebih luas dan tampak keterkaitan
diantaranya..

Kota Ternate harus menonjolkan suatu keunggulan, dengan


mempertahankan kota pusaka baik dari nilai fisik maupun nilai budaya.
Nilai-nilai lokal diharapkan menghasilkan efek global, contohnya dengan
mengadakan kegiatan yang menarik para wisatawan untuk lebih mengenal
Kota Ternate. Untuk melestarikan aset pusaka dan nilai-nilai Kota Ternate
dan mengimplementasikan rencana tata ruang Kota Ternate, diperlukan
konsistensi yang sesuai dengan kaidah-kaidah pelestarian.

2
Disampaikan dalam FGD di Kota Ternate, pada 28 Agustus 2015

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 21


Kampung Deret Petogogan,
Jakarta

Kampung Deret Petogogan - Jakarta Selatan


K
ota Jakarta, ibukota negara Indonesia, seperti kebanyakan
kota-kota besar lainnya di Indonesia dan kota-kota di negara
berkembang lainnya memiliki wajah yang dua rupa. Aktivitas dan
ruang kota memperpadukan dan mengekspresikan kehidupan
formal dan informal warganya. Pada ruang antar bangunan
bertingkat tinggi (spaces between buildings) di kawasan bisnis masih dapat
ditemui kantung-kantung aktivitas sektor informal seperti pedagang kaki
lima dan warung-warung makan atau warung tenda. Demikian juga kawasan
perumahan dan apartemen mewah berdiri bersisian dengan kawasan
perkampungan. Hal tersebut mengakibatkan kawasan perkampungan atau
kampung kota telah memberi tema tersendiri bagi identitas Kota Jakarta.

Tidak dapat dipungkiri, persepsi terhadap kampung kota tidak bisa


dipisahkan dengan citranya sebagai kawasan hunian yang kumuh. Kawasan
tersebut biasanya identik dengan hunian yang padat, tatanan lingkungan
yang tidak teratur, sistem drainase dan sanitasi yang buruk, bangunan
hunian tidak permanen, serta identik dengan kehidupan masyarakat
berpenghasilan rendah. Banyak kampung kota berdiri secara ilegal di
bantaran sungai, pinggiran rel kereta api, dan tanah terlantar. Berbagai
persoalan lingkungan baik fisik maupun sosial kerap timbul pada kawasan
perkampungan tersebut, seperti banjir, kebakaran, masalah kesehatan,
hingga tawuran warga. Menurut Dodo Juliman1 , Kampung-kampung di
perkotaan Indonesia terpinggirkan dan belum semuanya menyatu dengan
tatanan urban fabric yang baik

Dalam rangka itu, sejak tahun 1960-an Pemerintah Daerah (Pemda) DKI
Jakarta dengan dukungan pemerintah pusat telah melaksanakan berbagai
program penataan dan perbaikan kampung. Pada tahun 2013, Pemda
DKI Jakarta melaksanakan program kampung deret, sebagai langkah
konsolidasi lahan untuk membangun kampung kota yang lebih tertata dan
teratur. Proyek pembangunan Kampung Deret jilid I mencakup 5.000 rumah
yang tersebar di 26 lokasi, salah satunya berada di Kelurahan Petogogan,
Kebayoran Baru.

Program kampung deret bertujuan untuk menata dan membangun rumah-


rumah kumuh untuk meningkatkan kualitas hidup warganya. Kampung
Deret Petogogan dinilai sukses karena semua warganya setuju atas
pelaksanaan program tersebut. Program tersebut terdiri dari pembangunan
125 unit rumah dengan desain yang tertata rapi dilengkapi dengan kamar
mandi di setiap unitnya, ruang terbuka komunal, Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) dan jaringan air bersih. Berkaca dari kasus penataan kampung
kota di Kampung Deret
Petogogan, selain
Kampung-kampung di Indonesia terpinggirkan
memiliki perencanaan dan belum semuanya menyatu dengan tatanan
yang baik, program urban fabric yang baik
tersebut harus
didukung oleh warga Dodo Juliman
masyarakat.

1 Disampaikan dalam FGD di Kota Jakarta, pada 9 September 2015

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 23


Kompleksitas permasalahan perkampungan di perkotaan menjadi
tantangan pengembangan konsep tematik yang tepat
Jogja Kota Sepeda

Jetis - Yogyakarta

26 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


B
eberapa tahun lalu, sepeda masih merajai jalanan kota Yogyakarta. Pekerja migran
yang datang dari wilayah sekitar membanjiri Kota Yogyakarta dengan menunggang
sepeda. Hal yang sama dilakukan oleh pelajar-pelajar untuk datang ke sekolah
mereka. Sampai akhirnya datang rejim sepeda motor yang menghadirkan senjakala
bagi sepeda kayuh. Reaksi berdatangan menyadari kontribusi kendaraan ini pada
kehidupan perkotaan di Yogyakarta. Muncullah komunitas sepeda, seperti Bike to Work yang
menyuarakan perlunya menghidupkan kembali semangat penggunaan sepeda. Pemerintah
Kota mengadopsi ide ini dengan menggelar kampanye sego segawe atau sepeda kanggo
sekolah lan nyambut gawe. Kampanye ini diikuti pula dengan pembuatan fasilitas untuk
pesepeda, seperti ruang tunggu sepeda dan penanda jalur alternatif sepeda.

Di tingkat masyarakat, bermunculan berbagai komunitas seperti Genjot Mulyo, Jogja Last
Friday Ride (JLFR) dan Pitpaganda. Meskipun kampanye sego segawe saat ini tidak berlanjut,
Jogja telah kadung dikenal sebagai kota sepeda. Ditambah lagi, pada tahun 2006 Sri Sultan
Hamengkubuwono mendeklarasikan Yogyakarta sebagai kota sepeda dengan mengangkat
isu lingkungan hidup dengan tujuan agar Yogyakarta mengurangi penggunaan kendaraan
bermotor, menyerukan kepada warga/semua pihak agar menggunakan sepeda sebagai sarana
transportasi, serta memprioritaskan pengguna sepeda, dan penggunaan sepeda sesuai hukum
dan ketentuan yang berlaku.

Sepeda di Yogyakarta tidak dapat terlepas dari romantisme dan sejarah, di masa lalu sepeda
menjadi moda transportasi masyarakat. Pada saat ini perlu kontekstualitas dan aktualitas dari
penggunaan sepeda sehingga sepeda bisa ditempatkan sebagai bagian sistem multimoda
dengan penyediaan sarana dan prasarana yang aman dan nyaman bagi pengguna sepeda.
Hal tersebut didukung oleh skala pergerakan dalam kota di Yogyakarta sangat memungkinkan
untuk menjadi kota yang ramah sepeda karena radius pergerakan dalam kota tidak lebih dari 10
kilometer dan memiliki topografi yang relatif datar.

Walaupun perencanaan tata ruang di Yogyakarta sudah mulai mempertimbangkan keberadaan


berbagai macam infrastruktur untuk mendukung multimoda, namun dinamika pembangunan
lebih cepat dari penyusunan Rencana Tata Ruang. Diperlukan suatu pemikiran untuk mendorong
perencanaan agar dapat responsif terhadap pembangunannya termasuk kebutuhan di dalam
kota tematik tersendiri. Untuk menjadikan Jogja sebagai kota ramah sepeda, masih dibutuhkan
hal-hal yang dapat diperhatikan, antara lain:
Aspek teknis, dimensi sarana dan prasarana apa saja yang harus dipersiapkan untuk menjadi
kota yang ramah sepeda;
Aspek sosiologi, pengembangan kota tematik harus didukung oleh komunitas yang kuat,
yang berarti ada kebutuhan dari masyarakat;
Aspek ekologis, kota ramah sepeda mendorong kota yang non-motorized lebih ramah
lingkungan dan mengurangi polusi.

Sejarah panjang Kota Yogyakarta dengan sepeda, menjadikan Yogyakarta terbiasa dengan
keberadaan sepeda di berbagai aktivitas sehari-hari. Ditengah gempuran kendaraan bermotor
yang mengisi tiap sudut kota, keberadaan sepeda tetap diperhatikan. Terbukti dari adanya upaya
pemerintah untuk menyisipkan jalur sepeda di jalan-jalan protokol, ataupun sekumpulan anak
muda yang menjadikan sepeda sebagai standar pergaulan masa kini.

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 27


Proses kehidupan saya dan masyarakat selama puluhan tahun di Banjar-
masin melekat dan berakar dengan sungai, membangun rumah tepi sungai,
dan berkehidupan sehari-hari di sungai. Hal yang paling penting bagaimana
sungai ini tetap melekat sebagai tempat kehidupan sosial, dan sebagai alat
transportasi dan alat ekonomi.

Mugeni - Komunitas Melingai

Banjarmasin
Kota Seribu Sungai

Pasar Terapung - Banjarmasin

28 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


I
ndonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan
potensi kawasan tepi air, baik berupa tepi pantai, tepi sungai, atau tepi
danau. Hampir semua kota di Indonesia dilintasi atau berada di tepi
sungai. Kawasan tepi air merupakan salah satu elemen pembentuk
ciri khas dan identitas kota. Berbeda dengan kota-kota di kawasan tepi
pantai yang bercirikan kehidupan kelautan atau bahari, kehidupan kota-kota
tepi sungai merupakan perpaduan kehidupan sungai dan agraris. Sungai
merupakan urat nadi kehidupan bagi sebagian besar kota di Indonesia.
Beberapa sungai menjadi jalur transportasi untuk aktivitas ekonomi dan
sosial masyarakat. Sungai-sungai tersebut turut membentuk sejarah kota
dan terus akan menjadi bagian dari perkembangan kota-kota.

Peta sungai Banjarmasin

Salah satu kota di Indonesia bahkan memiliki julukan Kota Seribu Sungai,
yaitu Kota Banjarmasin. Sungai menjadi bagian vital yang tidak terpisahkan
dari kehidupan masyarakat Kota Banjarmasin. Ibu kota Provinsi Kalimantan
Selatan ini berkembang pada delta yang terbentuk dari pertemuan Sungai
Barito dan Sungai Martapura. Julukan ini bukan tanpa sebab. Meskipun tidak
sungguh-sungguh berjumlah seribu, total sungai yang ada berjumlah 102
sungai dengan total panjang 185.303 meter.

Sungai membentuk karakter Kota Banjarmasin pada aspek fisik, ekologi,


sosial budaya, dan ekonomi. Sungai sebagai urat nadi kehidupan masyarakat
Banjarmasin meliputi aspek fisik (kualitas dan kuantitas fisik sungai), ekologis
(kehidupan ekosistem sungai), ekonomi (transportasi, pasar apung, nelayan,
irigasi), dan sosial budaya (kehidupan masyarakat sungai).

Menurut Mugeni dari Komunitas Melingai, Proses kehidupan saya dan


masyarakat selama di Banjarmasin melekat dan berakar dengan sungai,
membangun rumah tepi sungai, dan berkehidupan sehari-hari di sungai.

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 29


Tipologi sungai yang ada di Kota Banjarmasin

Hal yang paling penting bagaimana sungai ini tetap Beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah Kota Banjarmasin
melekat sebagai tempat kehidupan sosial, dan sebagai giat mengembangkan kegiatan untuk menghidupkan
alat transportasi dan alat ekonomi. kembali kawasan tepi airnya. Pada salah satu bagian tepi
Sungai Martapura telah dibangun kawasan pejalan kaki
Walaupun citra Banjarmasin sebagai kota sungai masih yang diberi nama Taman Siring, dan pada lokasi lainnya
tetap melekat, namun pada kenyataannya orientasi dibangun landmark baru seperti Menara Pandang dan
kehidupan masyarakat Banjarmasin bergeser ke darat. Patung Bekantan. Pada bagian sungai sekitar pusat kota,
Salah satunya adalah aktivitas pasar terapung di Sungai Pemda juga menyelenggarakan event pasar terapung
Kuin yang mulai menurun. Kegiatan perdagangan di sebagai bagian dari kegiatan pariwisata dan bertujuan
atas perahu tidak lagi seramai pada masa lalu, yang untuk memelihara semangat para pedagang pasar
menjadi ciri khas atau keunikan kehidupan masyarakat terapung.
Kota Banjarmasin.

Kondisi tersebut diikuti dengan adanya degradasi


dan ancaman pelemahan terhadap elemen-elemen
pembentuk karakter Kota Banjarmasin sebagai
kotasungai. Menghadapi berbagai persoalan tersebut,
diperlukan penguatan kembali dan pengembangan
tema kota Banjarmasin sebagai Kota Sungai. Tidak hanya
sebagai upaya untuk menampilkan karakter kota sungai
namun juga untuk menjaganya dari berbagai ancaman
dan degradasi.

Patung Bekantan yang menjadi ikon Kota Banjarmasin

30 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


Masjid Sultan Suriansyah di Kawasan Kuin Banjarmasin yang tetap terawat keberadaannya.

Potret aktivitas perdagangan di atas perahu di Kawasan Kuin, Kota Banjarmasin

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 31


Kelurahan Pasar Lama - Banjarmasin
MAU KEMANA
KOTA TEMATIK
DI INDONESIA

M
enyimak proses beberapa kota dalam Kota-kota di Indonesia ingin tampil berbeda, namun di
mengembangkan dan memperkuat sisi lain terjadi gejala penyeragaman tema kota, yang
temanya, tampil berbeda merupakan menerapkan tema secara instan. Banyak kota mengang-
kebutuhan yang dasar dan dilakukan kat tema-tema populer, seperti kota cerdas (smart city),
dengan menekankan karakter kota kota hijau (green city), kota layak huni/nyaman (livable
yang unggul. Tema kota bahkan dikemas lebih lanjut city) atau kota kreatif (creative city). I Nyoman Teguh
menjadi city branding, yang lantas menjadi mantra Prasidha mengungkapkan muncul kerancuan antara
yang populer bagi kepala daerah. Sebagai contoh, kewajiban kota dan tema kota. Bukankah semua kota
Kota Bogor yang sedang melakukan re-branding telah harus menjadi cerdas (smart city), ramah lingkungan
membuat rumusan Preserving the Past, Facing the (Kota Hijau), nyaman dan layak huni (livable city), dan
Future, Serving the People, menempatkan aspek sejarah melestarikan aset pusaka (kota pusaka)?
kota sebagai identitas pembangunan kotanya.
Kerancuan tersebut secara tidak langsung terkait den-
Dalam Curah Gagasan Kota Tematik di Jakarta (Agustus gan adanya berbagai program pembangunan kota ber-
2015) Danang Priatmodjo menekankan adanya gairah tema oleh kementerian/lembaga. Berbagai program
yang berbeda datang dari kota yang memiliki tema. tersebut, antara lain:
Beliau mengatakan, Kota-kota tematik lebih kompetitif
1. Kota Hijau oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan
dari kota-kota yang lain. Berbicara mengenai kota
Perumahan Rakyat;
tematik maka tema yang diberikan harus sesuai dengan
kota tersebut, atau tema yang sudah ada sehingga dapat 2. Kota Pusaka oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan
dikembangkan. Perumahan Rakyat;
3. Kota Aktif oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga;
Definisi kota tematik belum terjabarkan dengan jelas.
4. Kota Minapolitan oleh Kementerian Kelautan dan
Kontribusi para pakar menyimpulkan bahwa ketidakje-
Perikanan;
lasan definisi kota tematik sangat bergantung pada
konteks pembicaraan dan perspektif disiplin ilmu1. Kota 5. Kota Agropolitan oleh Kementerian Pertanian;
tematik kadang dikaitkan dengan branding, serta upaya 6. Kota Terpadu Mandiri oleh Kementerian Tenaga Ker-
untuk menggali potensi yang mendukungnya seba- ja dan Transmigrasi;
gaimana disampaikan Yuke Ardianti dalam acara yang
sama. Beliau mencontohkan munculnya kota bertema 7. Kota Sehat oleh Kementerian Kesehatan;
nuansa religi seperti Manokwari Kota Injil, Manado Kota 8. Kota Layak Anak oleh Kementerian Pemberdayaan
Gereja, dan kota bernuansa nostalgia seperti Jogja Kota Perempuan dan Perlindungan Anak.
Sepeda dan Bogor Kota Taman.
Banyak kota yang mencanangkan dan mempromosikan
Dodo Juliman Widianto mempertanyakan hal yang program pembangunan bertema tersebut sebagai tema
sama. Menurutnya, Kebutuhan dasar dari sebuah kota kotanya, sehingga terjadi penyeragaman tema kota. Se-
diantaranya kebersihan, ketertiban dan keamanan, serta harusnya masing-masing kotamenampilkan tema kota
lain sebagainya. Ini bukan untuk dijadikan branding. Ini sesuai degan karakteristik yang dimilikinya.
akan berbeda dengan kota bersejarah. Sejarah adalah
identitas suatu kota, tegasnya.
1 Rodwin dan Hollister (1984)

34 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


Puro Pakualaman sebagai salah satu ikon wisata di Yogyakarta

Ditegaskan oleh Budi Situmorang, sebagai berikut: and Cultural Organization (UNESCO). Selain kedua
label tersebut, ada pula kota cerdas (smart city) yang
Dalam menentukan tema kota, yang dibu-
diselenggarakan oleh Smart City Expo World Congress.
tuhkan adalah tema yang lebih spesifik
sesuai karakter yang dimiliki dan mengakar
pada masyarakatnya. Muncul untuk men- Kota pusaka dunia merupakan implikasi dari the Con-
gantar berbagai tema-tema dan subtema vention Concerning the Protection of the World Cultural
yang sesuai untuk masing-masing kota. and Natural Heritage 1972. Konvensi ini merupakan plat-
Dengan kata lain, masing-masing kota di form internasional dalam melestarikan dan melindungi
Indonesia harus mampu menemukenali pusaka budaya dan alam di dunia. Pusaka dunia didaftar
karakter yang dimilikinya, yang terelaborasi UNESCO berdasar proteksi legal yang kuat dari masing-
dalam visi dan misi pembangunan kotan- masing pemerintah negara dimana pusaka itu ada. Kon-
ya. vensi diputuskan dalam Sidang Umum UNESCO di Paris,
pada 17 Oktober 21 November 1972, sesi ke-17.
Firsta Ismet juga menambahkan, seharusnya setiap
kota lebih spesifik mengangkat tema kotanya. Beliau Untuk menominasikan dan akhirnya dinyatakan sebagai
mencontohkan kota pusaka, seharusnya dapat lebih Kota Pusaka Dunia oleh UNESCO, suatu kota perlu
spesifik seperti kota pusaka pelabuhan, kota pusaka menyandang satu atau lebih dari sepuluh kriteria Nilai
sungai, kota pusaka pertambangan atau pasca-industri. Sejagad yang Unggul (Outstanding Universal Value atau
OUV) yang dikeluarkan UNESCO. Selain OUV, rencana
pengelolaan (management plan) yang mengatur
Pada saat bersamaan, beberapa kota di Indonesia
perlindungan, pengelolaan, dan pemeliharaan
sedang berusaha untuk mendapatkan label kota dunia
kelestarian kota pusaka dunia juga menjadi poin
(world city), melalui tema kota pusaka dunia (world
penilaian.
heritage city) atau kota kreatif (creative city). Kedua tema
ini dikelola oleh United Nations Educational, Scientific

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 35


Kota-kota di Asia yang telah ditetapkan UNESCO sebagai World Heritage berdasarkan penilaian OUV

Berbeda dengan label kota pusaka dunia, kota kreatif (Sumber: http://en.unesco.org/creative-cities/content/about-us)
yang dikelola oleh UNESCO berada dalam wadah UNE-
SCO Creative Cities Network (UCCN). Jejaring ini diben- Indonesia belum memiliki kota yang menyandang
tuk oleh UNESCO pada tahun 2004 dan meliputi tujuh predikat sebagai Kota Pusaka Dunia yang ditetapkan
aspek kreatif, yakni kerajinan dan seni tradisi (crafts & UNESCO. Kota Surakarta dan Denpasar merupakan kota
folk art), disain (design), film (film), gastronomi (gastron- di Indonesia yang telah menjadi anggota Organization
omy), sastra (literature), musik (music) dan seni media of the World Historic Cities (OWHC) yang berkedudukan
(media arts). Adapun tujuan pembentukan jejaring ini di Quebec, Kanada. Bahkan, Kota Yogyakarta satu-satu-
adalah nya kota di Indonesia yang menjadi anggota the League
of the World Historic Cities yang berkedudukan di Kyoto,
to promote cooperation with and among cities Jepang.
that have identified creativity as a strategic factor for
sustainable urban development. The 69 cities which Tiga kota saat ini sedang dalam proses persiapan un-
currently make up this network work together towards tuk dapat dinominasikan sebagai kota pusaka dunia,
a common objective: placing creativity and cultural yakni Sawahlunto, Jakarta dan Semarang. Sedangkan,
industries at the heart of their development plans at the empat kota yang mendaftar menjadi anggota jaringan
local level and cooperating actively at the international kota kreatif, yakni Bandung, Pekalongan, Yogyakarta dan
level. Surakarta. Pekalongan (2014) dan Bandung (2015) telah

at the United Nations Sustainable Development Summit on 25 September 2015, world leaders adopted the 2030
Agenda for Sustainable Development, which includes a set of 17 Sustainable Development Goals (SDGs) to end
poverty, fight inequality and injustice, and tackle climate change by 2030.

36 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


diakui sebagai anggota jaringan kota kreatif UNESCO.

Angan-angan kota-kota di Indonesia saat ini yaitu bagaimana menjadi idaman dan terkenal
karena suatu tema ataupun menjadi kota tematik. Seiring dengan perkembangan isu pem-
bangunan berkelanjutan, sesunguhnya kota tematik diharapkan menjadi konsep pembangunan
kota yang berbasis pada karakter atau ciri khas kota. Sebagaimana diketahui, peran penting
kota dalam menerapkan pembangunan yang berkelanjutan telah disebut dalam Agenda
Pembangunan Pasca-2015, termasuk dalam salah satu dari 17 tujuan yang dirumuskan, yakni
to make cities and human settlements inclusive, safe, resilient and sustainable. Mengenali
ciri khas kota, seperti budaya dan kreatifitas, merupakan salah satu aspek sumberdaya dalam
mengimplementasikan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.

Konsep ini bukan sekadar slogan, tetapi merupakan fokus pembangunan kota, sekaligus juga
memberi nilai tambah bagi pembangunan kotanya. Petrus Natalivan2 menekankan, Tematik
sebagai label kota memiliki muatan perencanaan di dalamnya pada saat tematik diintegrasikan
dalam kegiatan pembangunan.

Menurut Reza Adhiatma, tematik akan selalu melekat dengan branding. Namun, menurutnya
branding bukan hanya persoalan visual.

Contoh bentuk slogan dan logo kota di Indonesia

Kita ambil satu contoh, tema Kota Pusaka tidak sekedar melindungi atau mengembalikan
bentuk aset-aset pusaka, namun bermanfaat pula dalam hal pengembangan potensi wisata
pusaka yang dapat memberi manfaat ekonomi dan sosial budaya bagi kota dan masyarakatnya.
Pada proses ini, kegiatan perencanaan kota mengambil peran penting. Nyoman Prasidha3
menambahkan, Keberadaan tema kota perlu selain untuk menjaga karakter dan nilai-nilai
sejarah kotanya, juga untuk meminimalisir dampak pengaruh globalisasi. Isu yang sedang
dihadapi oleh Kota Denpasar jangan sampai menimpa kota-kota lainnya seperti, dari 1000 pura
menjadi 1000 ruko.

Pada kenyataannya, banyak karakter atau ciri khas kota, seperti kota lama dalam kondisi

2 Disampaikan dalam Curah Gagasan Kota Tematik di Jakarta, pada 13 Agustus 2015
3 Disampaikan dalam Kuliah Umum Hari Tata Ruang Nasional di Jakarta, pada 26 Oktober 2015

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 37


Suasana pertambangan di Sawah Lunto
(Sumber: paparan Gerard de Graaf)

terbengkalai karena belum terintegrasi dengan irama pembangunan kota dan belum optimal
melakukan pelestarian kota.

Gerard de Graaf mencontohkan keberhasilan Sawahlunto dalam pelestarian kotanya.


Sawahlunto adalah salah satu kota di Indonesia yang berusaha mengeksploitasi aset pusaka,
dalam hal ini pusaka industri, yang belum banyak dibahas di Indonesia.

Pusaka Sawahlunto kebanyakan merupakan peninggalan penambangan batubara yang


berlimpah yang ditemukan tahun 1867 oleh insinyur Belanda bernama Willem Hendrik de
Greve, sekarang dikenal sebagai pusaka industri. Sawahlunto adalah desa kecil yang kemudian
berkembang menjadi kota pertambangan. Pada tahun 1891, Pemerintah Belanda membuka
pertambangan batu bara pertama. Aset pusaka industri mencakup pula jalur kereta api sebagai
moda transportasi pengangkutan batubara dari Sawanlunto menuju Padang serta jalur
pelabuhan yang akan mengangkut komoditi ke Eropa.

Sejak tahun 2004, Sawahlunto memiliki kebijakan untuk menjadikan pusaka sebagai tujuan
wisata. Slogan saat itu adalah Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, yang diikuti dengan
upaya merehabilitasi aset bangunan bersejarah dan jalur kereta api. Hasilnya cukup menggem-
birakan karena pada tahun 2014 sepertiga pendapatan daerah berasal dari bidang pariwisata.

Pemberdayaan bekas tambang batubara Sawahlunto telah menjadi studi kasus dalam upaya
pendayagunaan aset kota di Indonesia. Diharapkan studi kasus Sawahlunto menjadi inspirasi
dan pelajaran berharga bagi pihak lain yang berminat pada pusaka industri. Ini akan bermanfaat

38 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


bagi semua pihak yang terlibat dalam manajemen peninggalan industri seperti berbagai
perusahaan yang tergabung di bawah Kementerian BUMN, maupun di daerah dan juga bagi
para pegiat pelestarian pusaka di Indonesia.

Ada beberapa sektor yang bisa dikembangkan pusakanya, yaitu sektor pertambangan,
perkebunan, pos, pegadaian dan perbankan. Di Indonesia, kepemilikan lahan masih menjadi
masalah utama dalam pengelolaan pusaka. Tidak sedikit pula pusaka yang berada di bawah
BUMN, sebagaimana terjadi di Kota Lama di Padang, Jakarta dan Semarang.

Hasti Tarekat4 menyebutkan pentingnya pelestarian pusaka dan tidak hanya terbatas pada
bangunannya saja, tetapi juga termasuk aspek ekonomi, sosial budaya, arsitektur, teknologi,
dan lingkungan. Menurutnya, Aset dan potensi pusaka industri5 sangat besar terutama 13 sektor
usaha industri strategis yang dapat ditemukan di hampir seluruh kota di Indonesia. Kota Lille
atau Eindhoven merupakan contoh kota yang memberdayakan aset pusaka industrinya secara
kreatif dan inovatif.

Sebagaimana aset pusaka pada umumnya, usaha pusaka industri harus senantiasa diperbaharui
mengikuti perkembangan zaman, baik fasilitas maupun pemilihan lokasi baru. Akibatnya,
aset-aset lama yang jumlahnya berlimpah seringkali tidak dipergunakan lagi, mulai dari area
perkebunan yang luas, pabrik-pabrik, pelabuhan hingga perkantoran yang letaknya tersebar,
termasuk di kawasan perkotaan.
4 Disampaikan dalam Kuliah Umum Hari Tata Ruang Nasional di Jakarta, pada 26 Oktober 2015.
5 Menurut The Nizhny Tagil Charter For The Industrial Heritage -yang dihasilkan oleh The International Committee
for the Conservation of the Industrial Heritage atau TICCIH (dibaca ticky), pusaka industri terdiri dari peninggalan
budaya industri yang mempunyai nilai sejarah, teknologi, sosial, arsitektur dan ilmiah. Peninggalan ini bisa berupa
bangunan, mesin, bengkel, pabrik, pertambangan, tempat pengolahan dan pemilahan, gudang, toko, tempat yang
menghasilkan, menyalurkan dan menggunakan enerji beserta seluruh infrastrukturnya, begitu juga tempat-tempat
yang digunakan untuk kegiatan sosial berkaitan dengan industri seperti perumahan, rumah ibadah atau pendidikan.

Gerard de Graaf menjelaskan sejarah pertambangan di kota-kota Indonesia

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 39


Ekskursi sebagai proses pmahaman keadaan kondisi kota

Seringkali tidak disadari bahwa aset-aset tersebut adalah tidak hanya sebatas perlakuan terhadap bangunan,
saksi sejarah yang sangat berguna, selain mengandung tetapi bergantung pula pada sistem pendukungnya
nilai edukasi untuk publik, juga merupakan bagian dari (support system), seperti adanya insentif.
perkembangan ekonomi dan sosial budaya suatu ka-
wasan. Karenanya, aset pusaka industri tersebut perlu Mengaca pada kasus Kota Banjarmasin, disebutkan
dilestarikan dan diberdayakan, begitu pula bagi aset oleh Fajar, tema Kota Banjarmasin sebagai kota sungai
pusaka lainnya. mampu menumbuhkan rasa memiliki (sense of
belonging) dan rasa kebersamaan, bahkan rasa bangga
Hal ini telah menjadi jalan bagi upaya pengelolaan bagi masyarakat. Ini merupakan wujud pertimbangan
aset-aset pusaka di Indonesia secara berkelanjutan. kehidupan pemiliknya yang dapat memberi dampak
Pengelolaan aset pusaka tidak hanya membekukan, sosial/psikologis dan ekonomis, sebagai daya tarik kota
tetapi juga memberi peran bagi pusaka dalam dari sisi pariwisata, serta minat investasi.
pembangunan kota. Indonesia memiliki beragam
bentuk aset pusaka, baik berupa peninggalan kerajaan, Pada dasarnya, tema kota bukan sekadar alat untuk
jaringan perdagangan maupun kegiatan industri pada menjual dan mempromosikan kota tetapi sebagai
masa pendudukan Belanda. Wujudnya bisa berupa pengarah penyelenggaraan pembangunan kota secara
kompleks candi, kota lama atau kawasan industri. menyeluruh. Tema kota bukanlah mistifikasi (ilusi)
yang menjadikan pembangunan kota menjauh dari
Karena aset tersebut tidak sepenuhnya milik pemerintah, kenyataan sehari-hari, namun harus secara konkret
pelestarian hendaknya mempertimbangkan kehidupan menjamin bahwa kota akan dirancang secara terarah.
pemiliknya. Keberlanjutan pelestarian aset pusaka pun

40 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


PERAN KOTA TEMATIK
BAGI PENATAAN RUANG

P
enetapan tema kota, bukan sekedar Ruang mengamanatkan penetapan rencana tata ruang
mengikuti tren tema-tema populer kota, kawasan strategis, baik pada level nasional maupun pada
seperti kota cerdas, kota pusaka, kota lingkup provinsi dan kabupaten/kota. Muatan rencana
hijau, kota kreatif, kota nyaman. Terdapat tata ruang mencakup struktur ruang dan rencana pola
perbedaan antara tema kota dan kewajiban ruang, dimana dimana rencana pola ruang meliputi
kota. Kota yang mengembangkan tema kotanya wajib peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.
menjadi kota yang cerdas, yang nyaman, yang ramah
lingkungan, dan/atau yang melestarikan aset pusaka. Keberadaan kota tematik dapat menggali dan memberi
Para pembuat keputusan dan pemangku kepentingan peran pada aset kota. Selanjutnya penataan ruang
perlu pemahaman yang lebih akan pelestarian nilai- memastikan tema kota masuk ke dalam instrumen
nilai sejarah dan aset pusaka dan penyusunan program rencana tata ruang sebagai panduan pembangunan
perwujudan tema kota. agar dapat mengakar pada kehidupan sosial-budaya
masyarakatnya. Meski demikian, perencanaan
Kota tematik tidak berhenti sampai tatanan fisik kota, di Indonesia cenderung tertinggal. Menurut
namun mengakar kepada kehidupan ekonomi dan Imam S. Ernawi, walaupun seluruh daerah telah
sosial budaya masyarakatnya, sehingga bertahan dan mengembangkan penataan ruang dan membuat RTRW,
berkelanjutan lebih kokoh. Kebutuhan dasar, seperti tetapi pembangunan lebih cepat dari penyusunan RTRW.
lingkungan yang bersih, tertib dan aman, terbebas dari Perlu ada pemikiran untuk menciptakan perencanaan
kemacetan dan sebagainya, menjadi latarbelakang yang responsif terhadap pembangunan, termasuk
perlunya ditentukan tematik pada sebuah kota. kebutuhan kota tematik. Senada itu, Evert Verhagen
menekankan pentingnya aspek kreatif dalam penataan
Dalam perkembangannya terdapat kecenderungan ruang. Merencanakan kota tidak bisa berhenti pada
untuk mengangkat sebuah tematik kota secara instan waktu tertentu, karena kota selalu berkembang sehingga
seakan tema kota adalah branding. Penentuan tematik membutuhkan perencanaan yang berkesinambungan
kota sebagai bentuk kompetisi antar kota-kota di dan berkelanjutan.
Indonesia untuk menunjukan identititas kota dan
sebagai promosi dari kota tersebut. Tidak hanya itu, Dalam konteks kota tematik, aset sosial-budaya penting
dalam menetapkan tema, kota perlu memperhatikan sebagai salah satu rujukan pembentukan identitas. Pada
keterpaduan aspek fisik dan non-fisik. Aspek fisik seperti era globalisasi, memelihara identitas berarti melestarikan
struktur ruang pada rencana tata ruang wilayah kotanya, keragaman kota yang menjadi bekal berharga untuk
adapun aspek non-fisik, yakni budaya masyarakatnya. bersaing sekaligus bersinergi dengan kota-kota lainnya
Tiap kota perlu menjaga keberlanjutan nilai-nilai budaya di dunia. Menjadi kreatif dapat diterjemahkan pula
yang ada agar dapat berdampingan dengan unsur sebagai penyediaan ruang bagi warga untuk berinteraksi
global yang masuk melalui tata ruangnya. dan berdialog. Ini sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai sebagaimana disebut dalam Nawacita poin
Sebagian besar kota di Indonesia sudah melegalkan ketujuh, yakni Mewujudkan kemandirian ekonomi
rencana umum tata ruang (RTRW) dan saat ini sedang dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
menyusun rencana rinci tata ruang yaitu rencana detail domestik atau kesembilan, yakni Memperteguh
tata ruang (RDTR) dan kawasan strategis. Menentukan kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial
kota tematik pada tataran RTRW berarti memasukkan Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan
tema kota pada rencana tata ruang. Instrumen tata kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog
ruang lainnya yang menggunakan atribut kota tematik antarwarga.
adalah kawasan strategis. Undang-Undang Penataan

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 41


4 Pengembangan
Kota Tematik

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 43


PERENCANAAN STRATEGIS
UNTUK
KOTA TEMATIK

M
ewujudkan pembangunan kota yang Namun, salah satu kendala dalam implementasi
berkelanjutan merupakan angan- perencanaan ruang adalah minimnya pemahaman para
angan bagi setiap pemerintah dan pemangku kepentingan atas kesepakatan yang telah
warga kota. Telah banyak, diskusi tertuang dalam rencana tata ruang. Perencanaan kota
untuk membangun pemahaman tematik pun tidak mudah untuk dapat diimplementasikan
dan memberi indikasi terhadap kualitas kota yang ketika tiap pemangku kepentingan mengklaim tema
berkelanjutan atau lestari. Kota yang berkelanjutan kotanya sendiri. Sebagaimana disampaikan Healey
dapat terwujud bila pembangunan kota berangkat (2003), konsep pembangunankota dapat berbeda sesuai
dari pengelolaan asetnya. Contohnya kota pusaka gagasan aktor atau pelaku pembangunan.
atau kota yang mengembangkan tema terkait dengan
aset pusaka. Menurut John Friedman, The Wealth of Para pengelola kota, termasuk masyarakat, pemerintah
Cities: Towards an Assets-based Development of Newly dan swasta memerlukan kesepahaman dalam menan-
Urbanizing Regions , pusaka merupakan salah satu aset gani asetnya. Keterlibatan berbagai pihak, terutama par-
kota, selain aspek manusia, sosial, budaya, intelektual, tisipasi masyarakat pun penting dalam mengelola kota
alam, lingkungan, dan perkotaan. Pusaka merupakan tematik. Pendapat senada ditegaskan Healey (2004)
aset kota yang berupa lingkungan terbangun dan roh bahwa perencanaan ruang adalah upaya kolektif untuk
masyarakat. Bila diabaikan atau tidak dipedulikan, roh kembali membayangkan kota, wilayah perkotaan atau
itu akan meredup dan akhirnya tidak berdaya. wilayah yang lebih luas dan untuk menjadikan hasilnya
sebagai prioritas dalam investasi, strategi pelestarian,
Indonesia memiliki banyak kota yang memilliki aset strategi investasi infrastruktur dan prinsip mengenai
pusaka sebagai cirinya yang khas. Pusaka tersebut dapat regulasi penggunaan lahan.
berupa bangunan bersejarah, seperti benteng-benteng
di Kota Ternate atau permukiman di tepian sungai di
Kota Banjarmasin dan kampung kota di Jakarta. Pusaka
pun bisa berupa kearifan kota dalam mengakomodasi
kebutuhan seluruh warga, seperti Jogja dikenal sebagai
Kota Sepeda. Melalui kota tematik, kelestarian dan
kemanfaatan aset-aset yang beragam tersebut dapat
terpelihara dan terjaga.

Perencanaan ruang merupakan upaya untuk


menempatkan tema kota, seperti pusaka sebagai bagian
dari pembangunan. Dalam konteks kota tematik dimana
karakter menjadi aset yang penting, para pemangku
kepentingan hendaknya dapat memastikan kelestarian
dan kemanfaatan aset secara terintegrasi dengan
Skema Proses Perencanaan dengan Pendekatan Strategis
pembangunan kota (Ashworth, 2001). Perencanaan
tanpa wujud implementasi akan dianggap abstrak.

44 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


Rumusan tema dapat membantu para pemangku kepentingan dalam mengerucutkan gagasan yang berbeda-
beda. Keberhasilan proses ini mensyaratkan adanya komunikasi antara berbagai pelaku pembangunan. Informasi
tentang tema kota harus ditampilkan dan dijadikan kesepakatan warga dan pelaku pembangunan lainnya, Dengan
ini, peran aktif masyarakat untuk lebih memahami tema kota dan terlibat dalam proses pengembangan kota
tematik pun dapat terwujud. Sebagaimana dijelaskan oleh Djunaedi (2012), proses perencanaan strategis menuntut
terpenuhinya aspek berikut:
Keterlibatan masyarakat/pihak-pihak sebagai pembuat keputusan dibantu para ahli/perencana sebagai fasilitator
proses;
Tingkat komprehensifitas: semua aspek dikaji, tapi hanya masalah/isu-isu strategis saja yang ditangani;
Keluaran/hasil yang didapat berupa perencanaan secara menyeluruh (tidak hanya fisik);
Ketersediaan hitungan kebutuhan sumberdaya tersedia.

Perencanaan kota tematik perlu mempertimbangkan kondisi sosial budaya serta permasalahan yang ada di lapangan

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 45


Benteng Tolukko - Banjarmasin
BELAJAR DARI
BERAPA KASUS
PENGEMBANGAN
KOTA TEMATIK

P
encapaian yang telah ditempuh oleh berbagai
kota dalam memelihara dan mengembangkan
tema kota merupakan pembelajaran dalam
implementasi kota tematik. Sebagaimana
disebut sebelumnya, pengembangan kota
tematik adalah upaya mempromosikan pembangunan
yang berkelanjutan dengan mengelola identitas dan
karakter kota termasuk nilai-nilai sejarah dan aset
kotanya. Perencanaan dapat menjadi instrumen
untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas
kota dengan tema yang spesifik. Sampai menjadi kota
tematik, upaya pengembangannya terdiri dari tiga
kelompok tahapan, yakni (1) pra-kondisi atau persiapan; Tahapan dalam implementasi kota tematik
(2) perencanaan, dan (3) pelaksanaan.

Ekskursi sebagai proses mengenali tema kota

48 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


PRAKONDISI ATAU PERSIAPAN Dalam Curah Pendapat Kota Tematik (Agustus 2015),
Nirwono Yoga berpendapat, ambisi kota-kota yang
A. Inisiasi Kegiatan sedang mengembangkan temanya perlu ditegaskan
Beberapa tahun belakangan, muncul berbagai program oleh adanya komitmen dan partisipasi pemerintah
pembangunan yang bertema. Program-program daerah, serta didukung oleh tokoh masyarakat, lembaga,
tersebut relatif baru dan berbagai kementerian/ dan komunitas.
lembaga pembangunan belum saling terpadu dalam
mengembangkannya, sehingga bentuk terkadang Kerjasama antar pemangku kepentingan dapat
mengaburkan tujuan program tersebut. Punto Wijayanto diwujudkan dalam pembentukan sebuah Tim Kerja
mengatakan bahwa Pengembangan pembangunan 1
, yang terdiri dari lembaga maupun individu yang
bertema hendaknya dimulai dengan mengkaitkan terkait tahapan pembangunan kota dengan tema
antara isu mengenai kota tematik dan upaya membuat yang berkelanjutan. Organisasi ini berupa forum,
kotanya lebih baik. yang mewadahi berbagai lembaga dengan komposisi
interdisiplin bisa bertemu dan berdiskusi mengenai
Meskipun mengembangkan kota tematik telah menjadi berbagai isu kota tematik, serta upaya menjawab
kebutuhan, tidak semua kota melakukannya dengan tantangan global dan isu keberlanjutan.
sistematis. Kota-kota ini memerlukan dukungan dan
dampingan dari pemerintah serta lembaga yang Pembentukan organisasi ini penting, karena lembaga
berkompeten. Tema kota terkait pula dengan kompetisi yang ada belum memadai dalam mengembangkan kota
antar kota di era globalisasi belakangan ini. Selain itu, tematik yang berkelanjutan. Sebagaimana disampaikan
banyak kota yang terburu-buru menggunakan label Dodo Juliman, ada ruang yang hilang di antara
program pembangunan bertema sebagai tema kotanya. kelembagaan teknis dan non-teknis di daerah, sedangkan
Alih-alih kota yang khas, justru muncul kota-kota tata kelola kota memerlukan kelembagaan yang secara
dengan label yang seragam. Hal ini dapat diselesaikan bersamaan dapat mengurusi persoalan teknis sehari-
dengan adanya dampingan pemerintah yang melihat hari, serta mendiskusikan substansi pembangunan
persoalan ini secara menyeluruh, antara lain membuat berkelanjutan. Menurut Dodo Juliman , diperlukan
kota memiliki tema yang spesifik dan mendorongnya konektifitas antar lembaga untukmengimplementasikan
terintegrasi dengan pembangunan kota melalui kota tematik.
perencanaan ruang. Inisiatif dapat dimulai dengan
mengadakan dialog-dialog mengenai pembangunan Tim Kerja ini setidaknya akan bertugas untuk:
bertema, menyiapkan perangkat, seperti panduan mengenali keberadaan pemerintah daerah, lembaga,
pengembangan kota tematik atau membuat proyek unit di perguruan tinggi serta kelompok masyarakat
percontohan. yang terkait dengan kegiatan dalam isu perkotaan
yang berkelanjutan;
Terkait dengan proyek percontohan, pemerintah dapat meninjau dokumen perencanaan, seperti Rencana
mendorong terbentuknya Tim Kerja di daerah untuk Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),
bersama-sama menyiapkan sinkronisasi kegiatan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan produk
berbagai lembaga dan berbagai sarana pendukungnya. rencana tata ruang lainnya, serta rencana sektoral
Diperlukan pula adanya fasilitator untuk mendampingi lainnya;
kota dalam membahas dan mengembangkan kota mengidentifikasi isu-isu strategis;
tematik. Salah satu lembaga yang dapat berperan sebagai mengusulkan dan mewacanakan tema kota melalui
fasilitator adalah Sustainable Urban Development kegiatan konsultasi publik;
Forum Indonesia atau SUD-FI. Mengenai SUD-FI akan menyusun atau mendampingi penyusunan master-
dibahas di bagian tersendiri. plan pengembangan kota tematik;
melakukan koordinasi terkait implementasi masterlan
B. Pengorganisasian dan Pembentukan Tim Kerja bersama dengan para pelaku lainnya.
Kota Tematik
1 Dalam Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP)
yang diinisiasi oleh Dirjen Penataan Ruang sejak tahun 2012,
Dalam mengembangkan kota dengan tema tertentu, pembentukan timkerja merupakan menu wajib dan ditunjukkan
dengan keharusan bagi daerah peserta program membentuk Tim
ambisi pemerintah daerah saja tidak cukup dan perlu Kota Pusaka Daerah (TKPD). Tim ini terdiri dari SKPD yang terkait di
didukung oleh para pemangku kepentingan lainnya. bidang pelestarian pusaka, perguruan tinggi dan komunitas.

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 49


C. Identifikasi Isu-isu Strategis

Tim Kerja perlu memahami bahwa tema kota tidak


hanya melekat pada slogan atau label, tetapi juga pada
elemen-elemen kota yang nyata. Dalam menentukan
tema kota, tiap kota hendaknya mengenali identitas
dan karakter kota termasuk nilai-nilai sejarah dan aset
kotanya. Untuk itu, kota perlu memiliki inventarisasi
aset kota tematik yang holistik dan sistematik, sekaligus
sebagai dasar bagi identifikasi permasalahan yang perlu
diselesaikan. Dengan inventarisasi yang baik, Tim Kerja
dapat mengembangkan kota tematik yang berangkat
dari kondisi eksisting dan bukan opini atau omong-
omong belaka.

Perumusan tema berangkat dari pengenalan terhadap


identitas dan karakter kotanya termasuk pengenalan
terhadap nilai-nilai sejarah dan aset kota, serta kendala
dalam memelihara dan memanfaatkannya. Tim Kerja
memiliki tugas untuk memetakan aset kota dan
kondisinya, mengkaji keunggulan komparatifnya, serta
merangkaikannya sebagai profil kota tematik, dilengkapi
dengan peta-peta yang informatif. Peta wisata batam merupakan salah satu contoh bentuk
peta informatif untuk mendukung tema yang diangkat.
(sumber: http://skpd.batamkota.go.id/)

keterbatasan sumber daya (alam, energi, sumberdaya


manusia, ekonomi), persoalan lingkungan hidup, dan
ancaman kebencanaan (alam, sosial, ekonomi). Menurut
Aristia Kusuma dan Dani B. Ishak, Permasalahan dapat
datang dari kondisi kota, seperti berupa bencana dan visi
pembangunan kepala daerah yang tidak sesuai dengan
daya dukung kota tersebut.

Kata kunci yang dapat digunakan Tim Kerja dalam


pendataan, antara lain:
Apakah yang menjadi identitas dan karakter kota
termasuk nilai-nilai sejarah dan aset kotanya? Apakah
kondisinya saat ini dan kendala pengelolaannya?
Apakah yang sudah dilakukan terkait identitas dan
karakter kota termasuk nilai-nilai sejarah dan aset
kotanya tersebut?
Selain memetakan aset kota, Tim Kerja pun perlu Metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
mengidentifikasi masalah-masalah perkotaan, adalah diskusi di dalam Tim Kerja, ditambah individu
contohnya kondisi aset pusaka. Meski aspek sejarah dan organisasi terkait lain dan kunjungan lapangan
kota sering menjadi dasar dalam mengklaim tema kota, dan diskusi. Tim Kerja akan bersama-sama memetakan
banyak aset pusaka kota yang telah hilang. Seiring kondisi aset kota. Dari pemetaan tersebut, diperoleh
dengan perkembangan kota banyak aset pusaka yang kembali gambaran tentang potensi aset kota, termasuk
diruntuhkan dan digantikan dengan fasilitas lain, tekan kondisi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
Dodo Juliman. Ancaman bisa datang dari kota itu sendiri, yang dihadapi yang disusun dalam profil kota.
seperti pertambahan jumlah penduduk yang pesat,

50 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


D. Perumusan Konsep Tema Kota

Setelah pendataan, tiap kota akan memiliki Profil Kota. Tim kerja dapat memanfaatkannya
dan memastikan bahwa tema yang diangkat merupakan potensi setempat. Menurut Suhadi
Hadiwinoto, Menentukan suatu tema harus berdasarkan dari potensi alam atau sifat kota
tersebut. Jangan mengangkat tema yang bukan budayanya. Ia menambahkan bahwa ciri tata
ruang sebuah kota harus dimanfaatkan. Hal yang sama disebutkan oleh Yayat Supriyatna, Tema
harus dibangun berdasarkan kenyataan ruang kota.

Kondisi atau kecenderungan perkembangan atau pertumbuhan ekonomi juga menjadi faktor
yang berpengaruh terhadap penentuan tema kota, tutur Iwan Kustiwan. Ketersediaan sum-
berdaya (alam, energi, manusia dan buatan) mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dimana
dinamika aspek ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan kota.

Diawali dengan dengan mengidentifikasi kondisi geografis dan sumberdaya yang dimiliki, dan
lebih mengenal dan mendalami sejarah kota, merupakan bagian dari penentuan tema kota.
Kemudian bagaimana tema kota tersebut dapat tertuang ke dalam produk rencana tata ruang.
Hal ini dapat lebih mudah didapatkan jika kota tersebut sudah menentukan dan memiliki visi
yang jelas, mau dibawa kemana arah pengembangan kota yang juga merupakan aspirasi atau
angan-angan masyarakat.

E. Konsultasi Publik

Kunjungan lapangan
dan diskusi
bermanfaat untuk
bersama-sama
memetakan kondisi
kota dengan data
yang berasal dari
tangan pertama
atau data lapangan.
Dari kegiatan
tersebut, diperoleh
tidak hanya
gambaran potensi
kota, termasuk
peta kekuatan,
kelemahan, peluang
dan ancaman yang
dihadapi.

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 51


Keterlibatan semua pihak (common sense) merupakan penentu keberhasilan rumusan tema kota. Menurut Asfarinal,
masyarakat dilibatkan dalam menentukan tema sebuah kota, agar mereka turut merasa memiliki tema kota sehingga
mau mendukung dan berperan serta dalam perubahan menuju perwujudan kota ke arah tema kota tersebut. Untuk
itu, Tim Kerja perlu melaksanakan kegiatan Konsultasi Publik untuk memperkenalkan perumusan tema kota. Selain
itu, Tim Kerja dapat memanfaatkan pengetahuan masyarakat untuk mewarnai perumusan tema kota tersebut.
Menurut Kemas Ridwan, komunitaslah yang menjadikan kota hidup dan karena itu, aspirasi komunitas perlu selalu
didengarkan..

Dari titik inilah, kota tematik dapat mendorong terbangunnya kolaborasi yang kuat antara masyarakat dan para
pemangku kepentingan lainnya, yang dilandasi gagasan baru tentang kota yang tumbuh dengan tetap memelihara
karakternya. Kota tematik secara eksplisit adalah wadah bagi penyaluran kehendak warga kota, sekaligus memobilisasi
pengetahuan yang hidup di masyarakat. Berbagai organisasi dan kelompok masyarakat diajak untuk terus-menerus
membicarakan kota tematik dan berbagai isu yang saat ini muncul. Tiap pihak memiliki permasalahan yang perlu
dibahas bersama-sama dengan yang lain.

PERENCANAAN
A. Penyusunan Masterplan / Urban Design Guide Line (UDGL)

Masterplan atau rencana induk sudah tidak asing bagi para pelaku pembangunan kota dan praktisi perencanaan.
Ada berbagai kategori rencana, seperti rencana tata ruang, rencana pembangunan atau rencana sektoral lainnya.
Tiap sektor bahkan memiliki dokumen perencanaan sebagai panduan dalam menyusun kegiatannya.

Ada tiga hal yang penting dalam menghasilkan masterplan yang berkualitas, yakni peran aktif para pemangku
kepentingan; konsensus atas visi dan tujuan; serta rincian indikator kegiatan. Namun, sebagaimana definisi
perencanaan menurut Healey (2004), masterplan pun merupakan proyeksi dari gagasan atas bentuk kota. Dikaitkan
dengan kota tematik, kota yang dibayangkan tersebut pastilah yang layak huni (livable) dan menarik (attractive).

Masterplan Pengembangan Kota Tematik merupakan upaya menerjemahkan gagasan kota yang layak huni dan
menariknya ke dalam penataan ruang kota. Lingkup masterplan tidak terbatas pada administrasi wilayah, namun
memperhatikan sejauh apa suatu tema terkait dengan konteks spasial. Sebagai contoh, membahas tema kota
pusaka kepulauan Ternate akan mencakup pula Tidore, Jailolo dan Bacan.

Perlu menimbang potensi dan kendala lokal sebagai referensi tema kota

52 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


Dalam masterplan, tema kota diterjemahkan menjadi
visi melalui pengkajian terhadap isu-isu strategis yang
bergantung kondisi masing-masing kota, Isu tersebut
tidak hanya merupakan persoalan lokal, tetapi juga
peluang dan ancaman global, yang dikumpulkan
melalui kajian ekonomi, sosial budaya, lingkungan,
pertanahan, dan tata kelola.

Membangun visi bersama merupakan tahapan


kunci dalam mempersiapkan masterplan ini. Visi
menggambarkan tekad untuk menjawab potensi,
tantangan dan peluang yang telah dirumuskan dalam
tema kota. Selanjutnya, visi diturunkan ke dalam tujuan
(objectives), dan rencana aksi (actions).

Visi tersebut diturunkan menjadi tujuan yang akan


dilaksanakan oleh berbagai organisasi pemerintah.
Untuk memberi fokus, visi tersebut dikaitkan dengan
penataan ruang atau bagian kota. Sebagai contoh,
Pemerintah Kota Banjarmasin telah memikirkan
kawasan-kawasan yang memiliki kontribusi penting
atau dapat mengungkit tema Kota Seribu Sungai.
Seluruhnya ada lima kawasan, yakni Kawasan Kuin,
Tendean, Jafri Zam-Zam, Pulau Tanung Pandan dan Visi merupakan sesuatu yang didambakan untuk dimiliki
Pelabuhan Lama. di masa depan, dapat dibayangkan sebagai sebuah impian
untuk masa depan, bayangan atau imajinasi dan impinan
akan peristiwa/ keadaan yang terjadi di masa depan serta
Tiap tujuan dikembangkan dalam daftar kegiatan gambaran yang jelas dari apa yang ingin dicapai dan di-
yang dapat diimplementasikan. Bagian-bagian wujudkan pada masa depan

Menurut Evert Verhagen (2015), menemukan visi berarti merumuskan target yang hendak dicapai dalam jangka waktu
tertentu.

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 53


kota merupakan unit intervensi
yang memungkinkan untuk
mengangkat tema kota secara
sistematis. Keberadaan tema
kota dapat mendorong proses
pembangunan menjadi lebih
terarah dan terkendali dengan
tujuan yang lebih jelas. Perumusan
tema kota juga bertujuan untuk
menciptakan penataan ruang kota
yang sesuai dengan harapan warga
kota, memiliki makna dan manfaat
bersama. M. Sani Roychansyah
mencontohkan keterkaitan antara
tema kota dan pembangunan
ruang kota melalui tema Yogya
Kota Sepeda. Menurutnya, apabila
orientasinya adalah menjadi kota
sepeda maka perlu realisasinya
dengan membangun akses antar
kampung, termasuk jalur alternatif
sepeda yang masuk kampung
serta mendampingi komunitas di
dalamnya.

Secara tidak langsung, tema kota


memberi arah pembangunan atau
transformasi ruang sebagai tempat
Pemerintah Kota Banjarmasin telah memikirkan kawasan-kawasan yang
memiliki kontribusi penting atau dapat mengungkit tema Kota Seribu warga bisa saling bertemu. Evert
Sungai. Seluruhnya ada lima kawasan, yakni Kawasan Kuin, Tendean, Jafri Verhagen melihat kecenderungan
Zam-Zam, Pulau Tanung Pandan dan Pelabuhan Lama. pembangunan kota yang tidak
terkendali menimbulkan bagian-
bagian kota yang justru terbengkalai

Taman di Belanda yang merupakan Westergasfabriek dan diolah ulang sebagai taman untuk tempat berkumpul
Sumber: paparan Evert Verhagen

54 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


(idle atau vacancy). Kota tematik dapat menjawab tantangan untuk mengisi tiap bagian kota dengan fungsi baru
atau adaptasi. Tujuan kota tematik bukanlah untuk menyenangkan turis atau investor, melainkan membuat kota
lebih menyenangkan untuk dihuni warganya. Pembangunan kota berorientasi untuk secara kreatif menciptakan
interaksi antar warga. Danang Samsurizal mencontohkan dalam tema kota sepeda, pemerintah menunjukan
keberpihakannya terhadap hak pejalan kaki dan pesepeda atas ruang kota.

B. Diseminasi

Hal yang perlu dibuat setelah penyusunan masterplan adalah memperkenalkannya agar akrab dalam benak
para pemangku kepentingan. Tim Kerja dapat melakukan diseminasi dalam berbagai bentuk kampanye, seperti
mengadakan pameran, seminar atau konsultansi publik (public hearing). Menurut Dodo Juliman, produk tata
ruang sering tidak dikomunikasi kepada warga, prosesnya kurang melibatkan pihak atau komunitas yang peduli
dengan tata ruang. Gagasan yang telah dirumuskan dalam masterplan dapat dengan mudah diterima bila terjadi
komunikasi antara pembuatnya dan masyarakat. Proses partisipatori dalam perencanaan mestinya terjadi pada
skala kota, sehingga masyarakat tahu apa yang ada dalam rencana kotanya, tekan Iman Soedradjat. Dalam
Diskusi Kampung Kota (September 2015), Antonio Ismail mengatakan bahwa opsi-opsi perlu diberikan pada saat
perencanaan penataan kawasan akan dilakukan. Warga harus mempunyai pilihan supaya warga tidak merasa
dipaksa. Menurutnya, dialog dan komunikasi dapat mengurangi konflik.

Kota Banjarmasin merupakan contoh kota yang sedang giat mengkampanyekan tema kotanya. Kota ini bertekad
untuk memadukan pembangunan kota dengan tema kelestarian sungainya. Untuk membuat visi seluruh pemangku
kepentingan selaras dengan semangat tersebut, Pemerintah Kota Banjarmasin telah menghidupan slogan Kota
Seribu Sungai dan dirumuskan dalam dokumen masterplan. Gagasan ini secara konsisten terus disampaikan
kepada khalayak luas untuk mendapat dukungan.

BAPPEDA Kota Banjarmasin memaparkan Masterplan Kawasan Wisata Berbasis Sungai kepada para pemangku
kepentingan. Salah satu kriteria penting bagi perencanaan yang berhasil adalah menciptakan momen untuk menggali
dan mengembangkannya bersama para pemangku kepentingan demi mendapat kesepakatan implementasinya.

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 55


Bima Arya, Walikota Kota Bogor memimpin upaya untuk menemukembali branding kota.
Cukup lama, citra Kota Bogor dikenal secara negatif, seperti kota seribu angkot. Kampanye
yang dibuat adalah Bogor sebagai kota pusaka. Pada tahun 2015, dokumen RAKP Kota Bogor
dilegalisasi melalui Keputusan Walikota. Yang pertama di antar dokumen lainnya.
(sumber: paparan Bappeda Kota Bogor)

PELAKSANAAN
A. Dukungan Politik dan Hukum

Langkah pengembangan kota tematik yang dilakukan Tim Kerja akan semakin mantap bila
sampai pada tahap implementasi atau realisasi perwujudan masterplan. Pemerintah pusat dan
pemerintah daerah bersama dengan lembaga lain, seperti komunitas dan perguruan tinggi
hendaknya sepakat terhadap rencana tersebut dan dapat berbagi peran untuk mewujudkannya.
Rencana dipilah dan dibagikan sesuai kompetensi masing-masing.

Setelah itu, hal yang harus disiapkan berikutnya adalah tata cara pelaksanaannya. Diharapkan
pelaksanaannya dapat terintegrasi dengan sistem pelaksanaan pembangunan yang sudah ada
ataupun yang sudah diatur.

Dukungan politik merupakan aspek penting untuk memastikan implementasi, terutama bila
Kepala daerah terlibat di dalam diskusinya, sebagaimana dicontohkan oleh Bima Arya, Walikota
Kota Bogor dalam upaya implementasi kota pusaka. Imam S. Ernawi mengutipkan pernyataan
Walikota Barcelona, menurutnya, pembangunan harus dilakukan secara bertahap dan benar.
Tujuan keberlanjutan harus menjadi milik semua pihak. Walikota dan warganya harus konsisten
mewujudkannya, tekannya. Karena itu, masterplan yang ada selain perlu dilegalisasi, komitmen
tersebut diikuti pula oleh berbagai pemangku kepentingan untuk mendukung implementasinya
dengan membuat kesepakatan yang tertuang dalam suatu perjanjian (Memorandum of
Understanding, MoU).

56 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


B. Dukungan Masyarakat

Tidak berarti proyek yang dibuat oleh pemerintah selalu


berhasil. Perlu ditambahkan bahwa dukungan politik
berarti salah satunya juga karena adanya dukungan dari
masyarakat. Menurut Evert Verhagen krisis (di Eropa
saat ini) menunjukkan bahwa proyek top-down tidak
lagi berjalan baik. Kita tidak bisa percaya pada proyek-
proyek berdasarkan kucuran dana untuk acara besar
seperti Olimpiade yang menjanjikan banyak hal tapi
ternyata gagal. Sistem dari proyek bottom-up juga me-
miliki masalah, karena tampaknya berjalan dalam ling-
kungan yang penuh saling kepercayaan.

Contohnya Kota Yogyakarta saat mengembangkan


tema Kota Sepeda. Saat itu, Walikota bekerjasama den-
gan komunitas pesepeda meluncurkan kampanye Sego
Segawe atau Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut
Gawe, yang berarti sepeda untuk sekolah dan bekerja.
Kampanye ini digulirkan pada tahun 2008 dan menda-
pat tanggapan yang baik dari masyarakat. Setelah itu
bermunculan berbagai komunitas sepeda yang me- Bentuk dukungan masyarakat terhadap gerakan
neruskan kampanye tersebut. bersepeda contohnya berupa kampanye Sego Segawe
dan komunitas Kereta Angin Pusaka

C. Pembiayaan

Tentu saja, implementasi merupakan tahapan yang terangkum ke dalam produk rencana tata ruang yang
penting dalam perencanaan kota tematik. Melalui nantinya akan diwujudkan dengan pembangunan
wujud implementasi, keinginan untuk menata dan kota yang sesuai dengan harapan masyarakat. Proses
mengembangkan kota tematik dapat tercapai. Dalam pembangunan ini berkaitan pula dengan permasalahan
perencanaan, penting untuk menegaskan apa saja aksi di lapangan. Sesederhana apapun, tiap anggota dari Tim
yang pokok dan rancangan pelaksanaannya, siapa yang Kerja belajar dari proses ini dan akan memiliki aspirasi
bertanggungjawab untuk mengimplementasikannya, bagaimana mengembangkan kota tematik secara terus-
dan bagaimana pendanaan pelaksanaan atau menerus.
mendapatkan sumberdananya. Dengan adanya MoU,
sumber-sumber pembiayaan menjadi cukup jelas. E. Monitoring dan Evaluasi

Dalam tahap persiapan dan perencanaan, para pelaku


D. Realisasi Pembangunan
harus selalu siap untuk menerima perubahan tujuan. Ini
Tim Kerja yang telah dibentuk merupakan modal, tidak bisa terjadi karena adanya tantangan dan kondisi yang
hanya pada saat tahap persiapan dan perencanaan, dapat berubah sewaktu-waktu. Monitoring merupakan
tetapi juga pada tahap pelaksanaan atau implementa- kegiatan yang bertujuan untuk dapat mengidentifikasi
sinya. Untuk sampai pada tahap implementasi tersebut, adanya permasalahan atau tantangan yang mungkin
tiap anggota tim perlu punya rasa memiliki terhadap muncul pada saat implementasi. Dengan begitu,
rencana yang disusunnya dan disepakati dalam MoU monitoring juga sekaligus berfungsi untuk memeriksa
(tahap dukungan politik dan hukum). kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan atau
implementasi.
Seringkali, semua pihak belum dapat berkontribusi
terhadap jalannya proses pelaksanaan karena
keterbatasan tugas dan fungsi. Pembangunan tema
kota merupakan suatu proses perumusan agar dapat

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 57


58 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n
Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 59
FASILITATOR
PENGEMBANGAN
DAN IMPLEMENTASI
KOTA TEMATIK

M
onitoring tidak hanya ditujukan kepada capaian pelaksanaan atau implemen-
tasi yang ada, tetapi juga pada kualitas rencana tata ruang yang telah disusun.
Dokumen perencanaan harus dapat diperbarui dengan cepat dan untuk itu,
memerlukan kapasitas Tim Kerja untuk terus-menerus melakukan proses per-
encanaan.

Sebagaimana disebutkan Djunaedi (2012), masyarakat/pihak-pihak terkait (stakeholders) sebagai


pembuat keputusan perlu dibantu para ahli/perencana sebagai fasilitator, proses menuju kota
tematik yang berkelanjutan. Para ahli dan perencana ini tersebar sesuai dengan latar belakang
keahliannya. Untuk itu, organisasi bernama SUD-FI terbentuk pada 2008.

SUD-FI merupakan forum lintas pelaku yang pendiriannya ditandai dengan deklarasi oleh
organisasi profesi, seperti IAI, IAP, ASPI, IALI, GBCI, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan
akademisi. Tujuan pembentukan SUD-FI adalah untuk mewujudkan komitmen kepedulian
terhadap penyelenggaraan penataan ruang dengan pelibatan masyarakat secara inklusif dan
mendorong upaya penerapan prinsip-prinsip pembangunan perkotaan berkelanjutan dalam
perencanaan dan pengelolaan perkotaan.

Dalam perjalanannya, sejak pertama kali diperkenalkan bersamaan dengan penyelenggaraan


Hari Tata Ruang Nasional 2008, SUD-FI telah melakukan beberapa pencapaian diantaranya
pendeklarasian SUDFI dan perumusan 10 PRAKARSA BALI sebagai berikut:
Mendorong perubahan paradigma pengelolaan kota yang visioner, kreatif, dan inklusif,
termasuk mendorong keterpaduan perencanaan pemanfaatan dan pengendalian ruang;
Mendorong pengembangan kapasitas kelembagaan dan pembudayaan nilai-nilai tata kelola
perkotaan yang baik, termasuk kerjasama antar-kota dan antar-wilayah;
Mendorong upaya pengendalian penduduk perkotaan yang sejalan dengan pembangunan
kota kompak dan desentralisasi konsentrasi perkotaan;
Mendorong perencanaan dan mitigasi bencana dan perubahan iklim pada kawasan
permukiman dan perkotaan;
Mendorong keberpihakkan pengembangan ekonomi perkotaan kearah peran ekonomi lokal
dan sektor informal;
Meningkatkan apresiasi, perlindungan dan revitalisasi terhadap warisan budaya, pusaka alam
dan kearifan lokal;
Mendorong upaya penyediaan perumahan dan permukiman yang layak huni dan terjangkau
oleh masyarakat berpenghasilan rendah dengan mengutamakan penataan permukiman
kumuh dan informal, serta memperhatikan prinsip jaminan bermukim;
Mendorong para pemangku kepentingan perkotaan dalam mewujudkan Kota Hijau;
Mendorong upaya revitalisasi kawasan tepi air sebagai beranda depan kawasan perkotaan;
dan
Mendorong perkembangan sistem transportasi perkotaan, eco-infrastruktur, dan tanah
perkotaan secara terpadu.
60 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n
PERJALANAN
SUD-FI
Rangkaian Mini Workshop
2008 yang melahirkan peringa-
tan Hari Tata Ruang

2009 Penandatangan Deklarasi


Pembentukan SUD-FI

2010 Penandatanganan
10 Prakarsa Bali

2011 Penyusunan SUD-Indicators


dan SUD-Guide

Peluncuran SUD Indicator;

2012 dan Peluncuan Buku Kota


Lestai Indonesia: Kompilasi
dan Evolusi Pemikiran SUD
di Indonesia 2008-2012

Rangkaian Ekskursi dan


2015 Diskusi Peningkatan
Kualitas Tata Ruang Kota
Tematik

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 61


Pertemuan informal anggota SUDFI, dengan suasana santai membahas isu-isu perkotaan berkelanjutan

Prakarsa Bali merupakan jabaran dari prinsip-prinsip SUD. Sebagai tindak lanjut Prakarsa Bali,
telah dikembangkan program pembangunan bertema seperti Kota Hijau, Kota Pusaka dan Kota
Baru.

Di sisi keorganisasian, sekretariat SUD-FI diharapkan bersifat melayani, seperti pendampingan


para pemangku kepentingan lainnya2. Selain mengembangkan khazanah pengetahuan
yang menjawab tantangan perkotaan, SUDFI dapat mengawal implementasi pembangunan
berkelanjutan bersama dengan berbagai pemerintah daerah dan lembaga lainnya. Latar
belakang profesi anggotanya yang bervariasi, membuat SUD-FI menjadi forum yang dapat
memberikan masukan dan arahan komprehensif bagi berbagai isu, persoalan, atau perumusan
program pembangunan berkelanjutan, baik di pusat maupun daerah.

2 Dinamika perubahan struktur organisasi di instansi yang memfasilitasi kesekretariatan SUD-FI pada tahun 2014
menyebabkan forum ini mengalami kondisi kevakuman sementara. Oleh sebab itu, untuk mengaktifkan kembali
gerakan SUD diperlukan pemetaan kembali gerakan SUD sesuai dengan cita-cita lima tahun ke depan, terutama
dalam visi-misi yang dibangun oleh pengemban amanah Undang-Undang Penataan Ruang saat ini serta gambaran
tantangan-peluangnya.

62 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


Desa Panglipuran - Bali
Tanjung Pandan - Banjarmasin
5 Penutup
T
antangan globalisasi dan isu keberlanjutan menuntut adanya
terobosan dalam pengelolaan kota. Kota tematik berkaitan
dengan upaya mengenali dan mengangkat karakter kota
yang bersumber dari isu ekonomi, sosial dan budaya, serta
lingkungan sendiri sebagai panduan dalam pembangunan kota.
Kota tematik dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan sebaliknya
pembangunan akan mendukung tema kota. Tema kota yang berhasil akan
menghasilkan kota yang menarik (attractive) dan layak huni (livable), dimana
masyarakatnya menyadari nilai-nilai yang unggul di kotanya.

Pengamatan terhadap beberapa kasus telah memberi bekal dalam mengenali


kota tematik. Beberapa tahun ini, kota-kota di Indonesia telah menjadikannya
isu besar dalam pembangunan kota, seperti Kota Banjarmasin dengan tema
kota tepi air dan Kota Ternate dengan tema kota pesisir dan kepulauan.

Mau tidak mau dan siap tidak siap, kota tematik telah menjadi bagian
dari pembangunan perkotaan kita saat ini. Semangat kompetisi tidak lagi
mengenal batas negara. Dalam perkembangan teknologi informasi yang
mengaburkan batas geografis, kota-kota di Indonesia tidak hanya mengenal
satu sumber, yakni pemerintah saja sebagai referensi dalam membangun
kota. Inisiatif tersebut diperkuat pula dengan model kepemimpinan di
daerah saat ini dimana visi kepala daerah akan mewarnai arah pembangunan
kotanya. Daerah pun dapat bermitra dan bekerjasama dengan negara lain
demi mewujudkan visinya.

Kota tematik tentunya tidak hanya menjadi monopoli bagi daerah tertentu
saja yang memiliki kesiapan visi dan infrastruktur. Kasus beberapa kota dapat
menjadi pembelajaran bagi kota-kota lainnya. Tentu saja, lima kota yang
telah menjadi obyek bagi riset aksi ini, yakni Ternate, Jakarta, Yogyakarta dan
Banjarmasin, belum memadai dalam mewakili kondisi di seluruh kota-kota
di Indonesia. Diperlukan riset aksi terhadap kota-kota lainnya untuk makin
mempertajam kegiatan kota tematik ini, dan diperlukan pula masukan dari
para pakar baik nasional maupun internasional.

Kegiatan Kota Tematik hendak disiapkan oleh Direktorat Penataan


Kawasan, Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Diharapkan kegiatan ini dapat diterima
oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat sebagai satu pendekatan
dalam pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.

Belajar dari pengalaman implementasi kota tematik yang telah dilakukan,


catatan berikut dapat menjadi pembelajaran bagi kota/kabupaten yang
berkomitmen serupa.

68 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


1. Kota tematik adalah kota yang memiliki tema. Penentuan tema antara
lain berdasarkan ciri alam dan sejarah perkembangan kota, serta kegiatan
ekonomi kota yang khas, dan/atau karakter sosial-budaya masyarakatnya.
Kota tematik mengembangkan tema pembangunannya berdasarkan
aset sendiri dan perlu dibedakan dengan kewajiban atau kriteria kota.
Artinya tidak cukup sebuah kota hanya sekedar mengusung tema yang
umum seperti kota hijau, kota cerdas, atau kota pusaka, namun tema
yang diangkat harus lebih spesifik mengungkapkan karakter dan nilai-
nilai kota dan masyarakatnya.
2. Kota tematik dimulai dengan penetapan kota atau bagian kota dengan
identitas atau karakter, pembentuk citra dan tema kota sebagai
kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya. Dokumen
perencanaan, seperti RPJMD dan RTRW dapat ditinjau untuk mendapat
gagasan tema yang dipilih oleh suatu kota.
3. Kota merupakan mozaik dari kawasan-kawasan di dalamnya. Tema
kota tidak bisa dibatasi secara administratif. Demikian juga tema kota,
dimana tema dapat muncul dalam skala kota (city wide) misalnya Jakarta
Ibukota Negara, Yogyakarta Kota Budaya dan Pendidikan, Pekalongan
Kota Batik, Bogor Kota Taman; Tema juga dapat dimiliki oleh kawasan-
kawasan kota, masing-masing dapat memiliki tema tersendiri, misalnya
kawasan kota tua, kawasan pusat pemerintahan, kawasan industri, dan
lain sebagainya. Bahkan tema dapat bersifat regional (wilayah) seperti
tema Kepulauan Rempah Ternate dan Tidore. Walaupun masing-masing
kawasan kota atau wilayah memiliki tema sendiri yang berbentuk
keragaman tema, namun kesemuanya secara harmonis, serasi, dan
saling mengisi membentuk dan mendukung tema secara kota.
4. Rencana Tata Ruang hendaknya berbasis pada penggalian identitas
dan karakter kota termasuk pengelolaan aset-aset kota dalam rangka
mengembangkan dan meningkatkan aset sebagai penunjang tema kota.
5. Tim Kerja yang dibentuk di tiap kota merupakan salah satu alat untuk
merumuskan pengelolaan kota tematik. Tim ini terdiri dari organisasi
di pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, masyarakat dan perguruan
tinggi, bahkan bila sudah memungkinkan tidak tertutup kemungkinan
akan melibatkan swasta.
6. Peran seorang fasilitator sangat penting dalam membangun dan mengisi
tim kerja dengan berbagai pengetahuan tentang pengelolaan kota
tematik. Fasilitator juga berperan dalam mendorong konsistensi dan
intensitas tim ini dalam mengawal pengelolaan berbagai program. Selain
itu, fasilitator dapat mendorong terciptanya interaksi antar kota bahkan
sampai pada interaksi antar negara. Organisasi seperti SUDFI dapat
berperan sebagai fasilitator dalam pengembangan dan implementasi
kota tematik.

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 69


Aktivitas Sungai Martapura - Banjarmasin
Daftar Pustaka
Ashworth, G.J. (1991) Heritage Planning. Groningen: Geo Pers.
Davies, Wayne K.D. (2015) Theme Cities: Solutions for Urban Problems. Springer International
Publishing: New York.
Djunaedi, Achmad. (2012) Proses Perencanaan Wilayah dan Kota. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press.
Friedmann, John (1992) Empowerment: The Politics of Alternative Development. Cambridge:
Blackwell Publishers.
Hall, Peter (1984) Geography: Descriptive, Scientific, Subjective, and Radical Images of the
City. Dalam: Lloyd Rodwin dan Robert M. Hollister (eds.), Cities of the Mind: Images and
Themes of the City in the Social Sciences. Springer Science+ Business Media New York:
New York.
Harris, John R. (1984) Economics: Invisible, Productive, and Problem Cities. Dalam: Lloyd
Rodwin dan Robert M. Hollister (eds.), Cities of the Mind: Images and Themes of the City
in the Social Sciences. Springer Science+ Business Media New York: New York.
Healey, Patsy (2007) Urban Complexity and Spatial Strategies:Toward A Relational Planning for
Our Times. Routledge: Oxon.
Healey, Patsy (2004) Creativity and Urban Governance. Dalam: Policy Studies, Vol. 25, No 2.
Healey, Patsy (2003) Collaborative Planning in Perspective. Dalam: Planning Theory. Vol 2(2):
101-123.
Healey, Patsy (1997) Collaborative Planning: Shaping Places in Fragmented Societes. Macmil-
lan: London.
Langer, Peter (1984) Sociology-Four Images of Organized Diversity: Bazaar, Jungle, Organ-
ism, and Machine. Dalam: Lloyd Rodwin dan Robert M. Hollister (eds.). Cities of the Mind:
Images and Themes of the City in the Social Sciences; Springer Science+ Business Media
New York: New York.
Peattie, Lisa Redfield dan Robbins, Edward (1984) Anthropological Approaches to the City.
Dalam: Lloyd Rodwin dan Robert M. Hollister (eds.). Cities of the Mind: Images and
Themes of the City in the Social Sciences; Springer Science+ Business Media New York:
New York.

72 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n


Lloyd Rodwin dan Robert M. Hollister (eds.) (1984) Cities of the Mind: Images and Themes of
the City in the Social Sciences. Springer Science+ Business Media New York: New York.
Rutz, Werner (1987) Cities and Towns in Indonesia: their development, current positions, and
functions with regard to administration and regional economy. Berlin and Stuttgart: G.
Borntraeger.
Shefter, Martin (1984) Images of the City in Political Science: Communities, Administrative
Entities, Competitive Markets, and Seats of Chaos. Dalam: Lloyd Rodwin dan Robert M.
Hollister (eds.), Cities of the Mind: Images and Themes of the City in the Social Sciences.
Springer Science+ Business Media New York: New York.
Tilly, Charles, (1984) History: Notes on Urban Images of Historians. Dalam: Lloyd Rodwin dan
Robert M. Hollister (eds.). Cities of the Mind: Images and Themes of the City in the Social
Sciences. Springer Science+ Business Media New York: New York.

Ko t a Te m a tik : Menj a wa b Ta nta nga n Glo b a l d a n Isu K e b e rla nj utan 73


74 Ko ta Te mati k: M e n ja w a b Ta n t a n g a n G lob a l d a n Isu K e b e rla nj uta n

Anda mungkin juga menyukai