Anda di halaman 1dari 108

KONSEP KOTA LAYAK HUNI (LIVABLE CITY)

DALAM AL-QUR’AN

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana


Dalam Ilmu Ushuluddin
Jurusan Tafsir Hadis

Oleh:

Muhammad Aris Setiawan


NIM: 114 211 008

FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang telah ditulis orang lain dan di terbitkan. Demikian juga
skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang
terdapat dalam refrensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 10 Juni 2015

Deklarator,

Muhammad Aris Setiawan


NIM. 114211008

ii
iii
iv
v
MOTTO

           

            

       

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri


ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada
penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari
kemudian. Allah berfirman: Dan kepada orang yang kafirpun aku beri
kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan
Itulah seburuk-buruk tempat kembali”.1

1
Q.S. al-Baqarah [2]: 126.
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN2

Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan


pedoman transliterasi dari keputusan bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 150 tahun 1987 dan no. 05436/U/1987. Secara
garis besar uraiannya adalah sebagai berikut:

1. Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf latin Nama
‫ا‬ Alif - -
‫ب‬ Ba B Be
‫ت‬ Ta T Te
‫ث‬ Sa Ṡ es dengan titik diatas
‫ج‬ Jim J Je
‫ح‬ Ha Ḥ ha dengan titik di bawah
‫خ‬ Kha Kh Ka-ha
‫د‬ Dal D De
‫ذ‬ Zal Ż ze dengan titik diatas
‫ر‬ ra’ R Er
‫ز‬ Zai Z Zet
‫س‬ Sin S Es
‫ش‬ Syin Sy es-ye
‫ص‬ Sad Ṣ es dengan titik di bawah
‫ض‬ d{ad Ḍ de dengan titik dibawah
‫ط‬ Ta Ṭ te dengan titik dibawah
‫ظ‬ Za Ẓ ze dengan titik dibawah
‫ع‬ ‘ain ‘ koma terbalik diatas
‫غ‬ Ghain G Ge
‫ف‬ Fa F Ef
‫ق‬ Qaf Q Ki
‫ك‬ Kaf K Ka
‫ل‬ Lam L El
‫م‬ Mim M Em
‫ن‬ Nun N En
‫و‬ Wau W We
‫ه‬ Ha H Ha
‫ء‬ Hamzah ' Apostrof
‫ي‬ ya’ Y Ya

2
A. Hasan Asy’ari Ulama’i (ed), Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo Semarang, Semarang: 2013. hal. 130-139
vii
2. Vokal
a. Vokal Tunggal
Tanda Vokal Nama Huruf Latin Nama

َ fatḥah A A

َ Kasrah I I

َ ḍammah U U

b. Vokal Rangkap
Tanda Nama Huruf Latin Nama

‫ي‬ fatḥahdan ya Ai a-i

‫و‬ fatḥah dan wau Au a-u

Contoh:

‫كيف‬ kaifa ‫حول‬ ḥaula

c. Vokal Panjang (maddah)


Tanda Nama Huruf Latin Nama

‫ا‬ fatḥah dan alif ā a dengan garis di atas

‫ي‬ fatḥah dan ya ā a dengan garis di atas

‫ي‬ kasrah dan ya ī i dengan garis di atas

‫و‬ ḍammah dan wau Ū u dengan garis diatas

Contoh:

‫قال‬ qāla ‫قيل‬ qīla

‫رمى‬ ramā ‫يقول‬ yaqūlu

3. Ta Marbūṭah
a. Transliterasi Ta’ Marbūṭah hidup adalah “t”
b. Transliterasi Ta’ Marbūṭah mati adalah “h”

viii
c. Jika Ta’ Marbūṭah diikuti kata yang menggunakan kata sandang “‫“( ”ا ل‬al-”)
dan bacaannya terpisah, maka Ta’ Marbūṭah tersebut ditranslitersikan dengan
“h”.
Contoh:

‫روضة األطفال‬ rauḍatul aṭfal atau rauḍah al-aṭfal

‫المدينة المنورة‬ al-MadīnatulMunawwarah, ataual-madīnatul al-


Munawwarah

‫طلحة‬ Ṭalḥatu atau Ṭalḥah

4. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydid)


Transliterasi syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf yang sama,
baik ketika berada di awal atau di akhir kata.

Contoh:

ّ
‫نزل‬ nazzala

ّ‫البر‬ al-birr

5. Kata Sandang “‫“ ال‬


Kata Sandang “‫ ” ال‬ditransliterasikan dengan “al” diikuti dengan tanda
penghubung “_”, baik ketika bertemu dengan huruf qamariyahmaupun huruf
syamsiyyah.
Contoh:

‫القلم‬ al-qalamu

‫الشمس‬ al-syamsu

6. Huruf Kapital
Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam
transliterasi huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan sebagainya
seperti ketentuan dalam EYD. Awal kata sandang pada nama diri tidak ditulis
dengan huruf kapital, kecuali jika terletak pada permulaan kalimat.

Contoh:

‫وما محمد اال رسول‬ Wa mā Muhammadun illā rasūl

ix
UCAPAN TERIMA KASIH

Bismilla>hirrahma>nirrahi>m
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, bahwa atas
taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini.
Skripsi berjudul Konsep Kota Layak Huni (Livable City) Dalam Al-
Qur’an disusun untuk mememenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Strata satu (S.1) Fakultas Ushuluddin Universitas Islam (UIN) Negeri
Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusun skripsi ini dapat terselesaikan.
Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr. H. M. Mukhsin Jamil, M.Ag, Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Walisongo Semarang yang telah merestui pembahasan skripsi ini.
2. Dr. H. M. Mukhsin Jamil, M.Ag dan Hj. Sri Purwaningsih. M.Ag, Dosen
Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
peyusunan skripsi ini.
3. KH. Ahmad Haris Shodaqoh, KH. Ubaidillah Shodaqoh dan Gus Sholahudin
Shodaqoh selaku pengasuh PP. Al-Itqon Semarang, yang senantiasa
memberikan ilmu, do’a dan pengajarannya.
4. Muhtarom, M.Ag, Selaku dosen wali studi sekaligus bapak yang tulus hati
membimbing dan mengarahkan penulis sampai perkuliahan ini selesai.
5. Tsuwaibah, M.Si sebagai Kepala Perpustakaan Fakultas Ushuludin Universitas
Islam Negeri Walisongo Semarang yang telah memberikan ijin dan layanan
kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Para Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang, yang telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis
mampu menyelesaikan penulisan skripsi.

x
7. Bapak Muh Khazin dan Ibu Endang Prihatin, dengan do’a dan restunya ikut
mendorong penulis dalam menyelesaikan skripsi, (kakak Nurrozi dan istri,
Istiqomah dan suami, adek Eko), terimaksih atas do’a yang kalian panjatkan.
8. Pimpinan Beasiswa Bidik Misi 2011 dan kawan-kawan (BMC) Bidik Misi
2011 yang membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan baik dalam
dukungan finansial dan semangat berjuang ketika belajar bersama di
lingkungan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
9. Terkhusus kepada Mas Munji yang telah sedia membimbing dan membina
penulis dengan segala kesabarannya, serta Sahabat-sahabati di PMII Rayon
Ushuluddin, USC (ushuluddin sport club), kawan-kawan asrama PK Depag
(TP dan TH), saudara-saudara seperjuangan (Eri “salam leptop”, Sholekan,
alm. Imron, Zam, Kutub, Nadzif, Mas Arif, Takim, Sayid, Habib, Wicak,
Rozak, Tarom, Alim, almh. Dek Nafid “mutiara”, Mbk fikri, Puji S) dan
sahabat KKN (Lisa, Layina “impian”, Ana, Linda, Rozaq, Rohman, Huzen,
Nazib), yang selalu memberikan dorongan semangat dan motivasi.
10. Teman-teman di Fakultas Ushuludin angkatan 2011 dan semua pihak yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan
motivasi.
11. Berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu, baik dukungan moral maupun material dalam penyusunan skripsi.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan ini belum mencapai


kesempurnaan dalm arti sebenarnya, namun penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada
umumnya.

Semarang, 23 Juni 2015

Muhammad Aris Setiawan

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


HALAMAN DEKLARASI .......................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi
HALAMAN TRANSLITERASI .................................................................. vii
HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................... xiv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 10
D. Tinjauan Pustaka ................................................................... 11
E. Metodologi Penelitian ........................................................... 13
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 15
BAB II : KONSEP LIVABLE CITY
A. Kota .................................................................................... 17
1. Pengertian Kota ............................................................ 17
2. Karakteristik Kota ........................................................ 19
3. Fungsi Kota .................................................................. 21
B. Livable City ........................................................................ 23
1. Pengertian Livable City ................................................. 23
2. Prinsip Livable City ..................................................... 27
BAB III : PENAFSRIRAN AYAT-AYAT TERM BALAD, QARYAH,
MADI<NAH DAN BATASAN BALDATUN T{AYYIBATUN
WA RABBUN G{AFUR
A. Penafsiran Ayat-ayat Term Balad, Qaryah, Madi<nah ........... 36

xii
1. Penafsiran Ayat-ayat Balad ............................................. 37
2. Penafsiran Ayat-ayat Qaryah .......................................... 45
3. Penafsiran Ayat-ayat Madi<nah ....................................... 57
B. Kota Layak Huni Dengan Batasan Baldatun T{ayyibatun Wa
Rabbun G{afur ....................................................................... 59
BAB IV : ANALISIS KONSEP KOTA LAYAK HUNI (LIVABLE
CITY) DALAM AL-QUR’AN DAN RELEVANSI KONSEP
KOTA LAYAK HUNI BAGI KOTA-KOTA MOEDRN
A. Kota Layak Huni Dalam Al-Qur’an ...................................... 67
1. Kota Yang Mampu Memberikan Keamanan .................... 68
2. Kota Yang Mampu Memberikan Kenyamanan ................ 71
3. Tata Ruang Kota ............................................................. 73
B. Relevansi Ayat Kota Layak Huni Bagi Kota-Kota Modern.... 77
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 84
B. Saran..................................................................................... 86
C. Penutup ................................................................................. 87
Daftar Pustaka
Lampiran

xiii
ABSTRAK
Kota sekarang ini telah melampaui batas kewajaran yang mengakibatkan
ketidak nyamanan bagi penghuninya. Kota yang diharapkan mampu memberikan
hasil terbaik ternyata tidak mampu memberikan nilai-nilai yang diharapkan oleh
penghuninya. Al-Qur’an berfungsi sebagai penjelas diharapakan mampu
meberikan solusi terhadap keresahan masyarakat sekarang ini terhadap kelayakan
tempat hunian yang disebut kota dalam penelitian ini. Dengan adanya konsep kota
layak huni ini diharapkan mampu menjawab keresahan masyarakat terhadap
kebutuhan kenyamanan tinggal di kota. Dengan menelaah ayat-ayat term balad,
qaryah, madi>nah yang berindikasikan aman dan baik (t}oyyib). Sehingga dengan
penafsiran ayat-ayat tersebut diharapakan mampu menghadirkan konsep kota
layak huni yang berlandasakan pemahaman Qur’aniy.
Fokus penelitian ini adalah (1) Bagaimana konsep kota layak huni menurut
al-Qur’an? (2) Bagaimana relevansi dari konsep kota layak huni bagi kota-kota
modern saat ini?
Penelitian ini bersifat penelitian kepustakaan (library reasearch), sehingga
data yang diperoleh adalah berasal dari kajian teks atau buku-buku yang relevan
dengan pokok masalah di atas. Disini yang menjadi obyek kajian adalah kitab
tafsir (al-Mara>ghi, M.Quraish Shihab, dan Hamka) yang mengakaji ayat-ayat
balad, qaryah, madi>nah. Metode-metode yang digunakan adalah: motede madlu’i
dalam hal ini digunakan dalam pengumpulan data secara tematis dengan cara
pengumpulan ayat-ayat balad, qaryah, madi>nah. Kemudian menganalisis dengan
metode analisis konten isi sesuai dengan kategori (balad, qaryah, madi>nah) dan
kriteria (aman dan baik) serta dengan menggunakan metode deskriptif diharapkan
mampu memberikan penjelasan dalam bentuk teks naratif yang diuraikan secara
kritis.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam penafsiran term balad,
qaryah, madi>nah mensyaratakan kota layak huni harusnya ada tiga poin pokok
yaitu: Pertama, Kota yang mampu memberikan rasa aman, diistilahkan dengan
balad amii>n, mas|alan qaryatan ka>nat 'a>minatan mut}ma'inatan. Kedua, Kota yang
memberikan kenyamanan, kota yang nyaman diisitilahkan dengan al balad at}
t}ayyib. Ketiga. Tata ruang kota, (1) Penataan kota, melihat ayat “Wa ja’alna>
bainahum wa baina al qura> dan wa inna adkhulu haz|ihi al qaryah”. (2) Pemimpin
yang baik “good governance” melihat ayat “inna al mulu>k i\z|a> dakhalu> qaryatan
afsadu>ha> wa ja’alu> ‘a’izzatan ahliha> az|ilatan”.
Kota ada oleh sebab peradaban manusia di dalamnya, karena manusia
adalah makhluk sosial dan butuh kepada orang lain. Inilah yang membawa
manusia sebagai akhluk berperadaban dan butuh tempat tinggal. Sekarang ini
dipahami bahwa kota adalah tempat berkumpulnya manusia dengan ditandai
bangunan rumah-rumah sebagai tempat tinggal dan dibatasi oleh seperangakat
hukum peraturan pemerintah.
Pertama, pandangan al-Qur’an terhadap aspek non-fisik kota,
mensayaratkan kota harus memberikan rasa aman dan nyaman terhadap
penghuninya. Rasa aman: memberikan pengertian adanya pertahanan dan
pemenuhan kebutuhan melalui rizki dengan ditambahkan iman yang haq. Rasa

xiv
nyaman: memberikan penjelasan diharuskan kota dapat mengelola tanah dengan
pemanfaatan airnya. Kedua aspek ini terkait dengan adanya berkah dan murka
Tuhan sehubungan dengan tingkat kualitas keimanan manusia.
Kedua, aspek fisik kota, peraturan pemerintah dan peran aktif masyarakat
dalam penataan kota yang terpadu. Istilah modernnya adalah good governance.
Pandangan al-Qur’an terhadap pemimipin yang baik adalah Pemimpin yang tidak
serakah dan pongah terhadap kekuasaan dan kejayaan. Pemimpin yang
memperhatikan keberlangsungan lingkungan. al-Qur’an juga menambahkan
terhadap penataan kota, dimana kota-kota harusnya terbubung dengan kota-kota
lain dalam memudahkan jalinan perhubungan antar kota dan juga adanya batasan
sebagai sebuah identitas dari wilayah kota.

Kata Kunci: Kota Layak Huni (Livable City)

xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan di dunia tampaknya selalu ada permasalahan yang
menjadi problem yang harus dipecahkan atau tantangan yang harus
dihadapi dan diselesaikan. Hal ini terjadi dari tingkat pribadi, keluarga,
tetangga, sampai organisasi, umat beragama, bangsa atau negara dan
bahkan dunia. Problemtika yang dihadapi sangatlah banyak; baik dalam
hal ekonomi, psikologis dan ekologis. Misalnya problematika kemiskinan
dan kebodohan, budaya, pluralisme agama, dan sampai konflik yang
terjadi pada tingkat pribadi maupun organisasi. 1
Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik
ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata
ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan
warganya secara mandiri. Desa didominasi oleh lahan terbuka bukan
pemukiman. Kota dibedakan secara kontras dari desa berdasarkan
ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum. 2
Sejak pemukiman manusia berkembang masyarakat merasa aman
dan puas tinggal di kota besar. Kota yang mencerminkan hasi-hasil terbaik
dari tingkat perkembangan yang dicapai manusia dan perasaan penduduk
terhadap nilai yang dicerminkan oleh penghidupan kota dari hasil
bangunan, produksi agama dan seni. Namun, akhir-akhir ini peranan kota
dalam pembangunan dipermasalahkan, kota sudah terlalu besar, kota
sudah melampaui ukuran manusiawi, terlalu banyak wilayah kota melarat,
terlalu banyak pencemaran dan sampah, terlalu banyak hingar-bingar,

1
Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat (Meneropong Prospek
Berkembangnya Ekonomi Islam), Cet I, Pustaka Pelajar, Yogjakarta: 2004. hal 7-9
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota diakses pada 11-03-2015, Pukul 18.30

1
2

banyak gedung pencakar langit segi empat, hubungan yang tidak rukun
antara manusia dan mesin (teknologi) selalu muncul sebagai suatu tema.3
Perkembangan kota yang semakin berkembang membuat
perubahan lingkungan yang dipengaruhi oleh tingkat dan jenis industrial,
kualitas perumahan, dan aksesibilitas kota.4 Kemajuan ini mengacu pada
tingkat modernisasi perkotaan. Keluarnya massa rakyat dari kawasan
pedesaan ke pusat-pusat perkotaan secara berduyun-duyun dan tidak siap
menghadapi kehidupan di perkotaan mengakibatkan dislokasi secara tiba-
tiba yang mempengaruhi keluarga dan kelompok pekerja. 5 Akibatnya
terlihat dari layanan kota yang semakin tidak efektif, kecuali jika kota
dapat memberikan fasilitas layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat
secara keseluruhan yang tinggal di kota.6
Kota sebagai lingkungan hidup bukan hanya untuk manusia saja
tetapi juga segala makhluk lain seperti berbagai jenis hewan dan tumbuh-
tumbuhan serta benda fisik lainnya, saling terkait serta timbal balik
sebagai satu kesatuan sistem ekologi yang sering disebut sebagai
ekosistem.7 Hubungan manusia dengan alam berlangsung secara bertahap
dengan peradaban manusia di muka bumi ini. Proses perubahan terjadi
karena manusia sebagai makhluk dinamis yang berpikir dan bekerja, selalu
berusaha memperbaiki nasib, dan mempertahankan hidup. Timbulnya
perubahan hubungan interaksi manusia dengan lingkungan disebabkan
oleh faktor internal (pertambahan penduduk) dan eksternal (ekonomi
pasar, situasi politik, dan kebijakan pemerintah). Namun, perlu disadari
bahwa manusia secara fisik merupakan makhluk yang lemah.

3
Philip M. Hauser, et.al. Population And The Urban Future (Penduduk Dan Masa Depan
Perkotaan), Terj. Masri Maris. Sri Pamoedjo Rahardjo, Midas Surya Grafindo, Jakarta: 1985. hal.
70-71
4
Hans Dieter Evers, Sosiologi Perkotaan: Urbanisasi Dan Sengketa Tanah Di Indonesia
Dan Malaysia, Cet 3, LP3ES, Jakarta: 1986. hal. 49
5
M. Francis Abraham, Persepectives On Modernization: Toward A General Theory Of
Third Worid Development (Modernisasi Di Dunia Ketiga Suatu Teori Umum Pembangunan), Terj.
M. Rusli Karim, Tiarawacana, Yogjakarta: 1991. hal. 27
6
Hans Dieter Evers, op. cit., hal. 49
7
Sapari Imam Asy’ari, Sosiologi Kota Dan Desa, Cet I, Usaha Nasional, Surabaya: 1993.
hal. 37
3

Perikehidupan dan kesejahteraanya sangat bergantung kepada komponen


lain. 8
Terjadinya degradasi lingkungan hidup ada dua penyebab yaitu:
Pertama, penyebab yang bersifat tidak langsung pada kenyataannya
merupakan penyebab yang sangat dominan terhadap kerusakan
lingkungan. Artinya rusaknya ekosistem dalam hal ini manusia tidak
memiliki peran misalnya gunung meletus, gempa bumi, tsunami, dan lain-
lain. Kedua, penyebab bersifat langsung terbatas ulah manusia yang
terpaksa mengeksploitasi lingkungan secara berlebihan karena desakan
kebutuhan, keserakahan, atau mungkin kekurangsadaran dalam menjaga
lingkungan misalnya menebang hutan secara illegal, membuang sampah
sembaranagan, membendung aliran sungai sehingga menciut dan lain-
lain. 9
Diperlukannya strategi bagi kehidupan berkelanjutan yang dikenal
sebagai caring for the earth adalah untuk membantu perbaikan kondisi
masyarakat dunia yang meliputi dua kebutuhan. Pertama, memastikan
komitmen dilaksanakannya etika baru untuk kehidupan berkelanjutan dan
menerjemahkan prinsip-prinsipnya menjadi kenyataan. Kedua,
mengintegrasikan konservasi dan pembangunan, di mana konservasi
(upaya penegelolaan SDA) adalah kegiatan untuk mempertahankan
kapasitas bumi, dan pembangunan ditunjukkan agar manusia di mana saja
mendapatkan kebahagiaan secara berkelanjutan, kesehatan dan
terpenuhinya kecukupan hidup. 10
Al-Qur’an telah menyatakan dirinya sebagai kitab petunjuk
(hudan) yang dapat menuntun umat manusia menuju jalan yang benar,
pemberi penjelas (tibyan) terhadap segala sesuatu dan pembeda (furqan)
antara kebenaran dan kebathilan. Selain itu, banyak kandungan dalam Al-

8
Arif Zulkifli, Dasar-Dasar Ilmu Lingkungan, Salemba Teknika, Jakarta: 2014. hal. 7
9
Departemen Agama RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Tafsir Al-Qur’an Tematik), Cet
I, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Jakarta: 2009. hal. 309
10
Hadi S. Alikodra, Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Pendekatan
Ecosophy Bagi Penyelamatan Bumi), Gadjah Mada University Prees, Yogjakarta: 2012. hal. 85-86
4

Qur’an yang mengandung pimpinan kepada umat manusia tentang ilmu


pergaulan hidup (sociology), ilmu penghidupan dan cara mencari
penghidupan (economi), ilmu pendidikan atau ilmu cara mendidik
(paedagogie), ilmu tata Negara atau pemerintahan Negara (politic) dan
juga ilmu ketentaraan atau ilmu peperangan.11
Dalam Al-Qur’an kota diperkenalkan dengan berbagai istilah yaitu
term balad, madi>nah, qaryah. dari ketiga term yang diungkapkan dalam
Al-Qur’an untuk memperkenalkan istilah kota. Kota ideal menurut al-
Qur’an adalah kota yang mampu memenuhi trisula kebutuhan biologis,
psikologis dan ekologis. Kebutuhan biologis meliputi papan dan pangan
yang yang diringkas dalam term kota aman. Sedangkan kebutuhan
psikologis diungkapkan dengan term nyaman yakni tentram, damai dan
sentausa. Adapun kebutuhan ekologi diungkapkan dengan kehidupan kota
yang baik dan bagus. 12 Seringkali Al-Qur’an meyatakan dengan redaksi
misalnya al-balad al-ami>n (kota aman) baldatun t}ayyibatun (kota yang
bagus). Dari istilah ini, Al-Qur’an memberikan sedikit pelajaran pemahan
mengenai sebuah konsep kota yang mungkin jarang sekali dilakukan
pengkajian mendalam tentang term kota yang aman, nyaman dan bagus
untuk kita huni.
Isu dunia tentang kerusakan lingkungan berikut ekosistemnya
dengan segala aspek yang berkaitan dengannya, seperti perubahan cuaca,
pemanasan global, ketidak seimbangan antara musim hujan dan kemarau,
terjadi angin topan dimana-mana, banjir yang tidak terkendali, bahkan
penyakit yang dengan mudah tersebar luas, terutama di daerah tropis.
Perilaku antroposentrik, kerakusan, dan hedonis terhadap dunia yang
menjadikan alam secara keseluruhan mendekati kehancuran. Peran
manusia, yang dalam islam disebut khalifah, sejatinya adalah sebagai

11
Munawir Kholil, Al-Qur’an Dari Masa Ke Masa, CV. Ramdhani, Semarang: tt, hal. 75
12
Mujiyono Abdillah, Fikih Lingkungan (Panduan Spiritual Hidup Berwawasan
Lingkungan), Cet I, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogjakarta: 2005. hal. 106
5

makhluk yang didelegasikan Allah bukan hanya sekedar sebagai penguasa


di bumi akan tetapi juga perannya untuk memakmurkan bumi.

‫ض الَّ يذي َع يملُوا لَ َعلَّ ُه ْم‬ ‫ظَهر الْ َفساد يِف الْب ِّر والْبح ير يِبا َكسبت أَي يدي الن ي ي ي‬
َ ‫َّاس ليُذي َق ُه ْم بَ ْع‬ ْ ْ ََ َ ْ َ َ َ ُ َ ََ
‫يَ ْريج ُعو َن‬
Artinya: telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar). (ar-Ru>m [30]: 41)13

Ayat ini mengandung lafadz Ifsa>d sungguh banyak disebutkan


dalam Al-Qur’an. Menurut al-As}fahani fasad: keluarnya dari
keseimbangan, baik pergeseran itu sedikit maupun banyak. Sedangkan
menurut ulama kontemporer memahami secara luas yaitu kerusakan
lingkungan.14 Apa pun yang menyebabkan kerusakan di alam ini peran
umat manusia itu amat kuat sekali. Pernyataan khalifah inilah yang
dikhawatirkan oleh malaikat, manusia menjadi perusak bumi, bahkan
menjadi biang pertumpahan darah. Dari sini urgensi pengembangan
pelestarian lingkunan terkait dengan ketergantungan manusia pada alam,
segala sesuatu diciptakan secara seimbang, segala yang berada di alam
untuk kepentingan manusia, alam sebagai sumber rizki. 15
Dalam menetapkan kebutuhan pokok manusia terkait dengan
adanya perilaku ekonomi, ekonomi merupakan teori dan praktik, berkisar
pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia. perbedaan pendapat
para pakar ekonomi menghasilkan kesimpulan bahwa kebutuhan mendasar
manusia terdiri atas dua hal: a) kebutuhan fisiologis berupa makan,
minum, pakaian dan tempat tinggal. b) kebutuhan psikologis berupa rasa
aman, loyalitas, dan pengahargaan. Beberapa doa yang dipanjatkan nabi
Ibrahim, jauh sebelum para ahli berbicara, telah mengisyaratkan itu semua.

13
Departemen agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 576
14
Asep Usman Ismail, Al-Qur’an Dan Kesejahteraan Sosial (Sebuah Rintisan
Membangun Paradigma Sosial Islam Yang Berkeadilan Dan Berkesejahteraan), Lentera Hati,
Tanggerang: 2012. hal. 356
15
Departemen Agama RI, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, Dan Berpolitik (Tafsir Al-
Qur’an Tematik), Cet I, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Jakarta: 2009. hal. 358
6

‫ات َم ْن آَ َم َن يمْن ُه ْم بياللَّ يه‬‫ب اجعل ه َذا ب لَ ًدا آَيمنًا وارز ْق أَهلَه يمن الثَّمر ي‬ ‫وإي ْذ قَ َ ي ي‬
ََ َ ُ ْ ُْ َ َ َ ْ َ ْ ِّ ‫يم َر‬ ُ ‫ال إبْ َراه‬ َ
‫ي‬ ‫ي ي ي‬ ‫ِّعهُ قَلي ًيل ُثَّ أ ْ ي‬ ‫ي‬
َ َ‫َوالْيَ ْوم ْاْلَ يخ ير ق‬
ُ‫س الْ َمصي‬ َ ‫َضطَُّرهُ إ َل َع َذاب النَّار َوبْئ‬ ُ ‫ال َوَم ْن َك َفَر فَأ َُمت‬
Artinya: “dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku,
Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah
rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman
diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman:
“Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara,
kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-
buruk tempat kembali”. (Al-Baqarah [2]: 126)16

Do’a serupa dengan sedikit perbedaan redaksi terdapat dalam surat


‘Ibra>hi>m/ 14: 35.
‫ي‬ ‫وإي ْذ قَ َ ي ي‬
‫َصنَ َام‬ َّ ‫اجنُْب يِن َوبَي‬
ْ ‫ِن أَ ْن نَ ْعبُ َد ْاْل‬ ْ ‫اج َع ْل َه َذا الْبَ لَ َد آَمنًا َو‬
ْ ‫ب‬ِّ ‫يم َر‬
ُ ‫ال إبْ َراه‬ َ
Artinya: dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku,
Jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah
aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
(‘Ibra>hi>m [14]: 35)17

Dari ayat diatas dapat disimpulkan dua hal: Pertama: dalam


menetapkan kebutuhan manusia (sosiologis dan psikologis), Kedua:
pentingnya memberi perhatian terhadap kebutuhan psikologis, khususnya
rasa aman, agar tercipta iklim perekonomian yang sehat dan kondusif.
Surah (al-Baqarah /2: 126 ). Di atas mendahulukan penyebutan doa agar
tercipta negeri yang aman dari pada agar diberi rezeki berupa makanan.
Doa Ekonomi sebagai jalan memperoleh rezeki dan kesejahteraan hidup.
Seperti diketahui, Nabi Ibrahim menempatkan anak dan istrinya, atas
perintah Allah, di suatu tempat yang tidak memiliki sumber penghidupan.
Berkat doa yang dikabulkan Allah, kota Mekah yang tadinya tandus
menjadi subur dan ramai dikunjungi orang. Dari sini kita dapat berkata,
keimanan merupakan, salah satu sebab pertumbuhan ekonomi, walaupun

16
Departemen agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 23
17
Departemen agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 351
7

tanpa sebab lahiriah. Disinilah letak perbedaan ekonomi islam dan


lainnya. 18
Dari ayat di atas memberikan isyarat terhadap pembentukan kota
dan perencanaannya yang berguna pada perkembangan dalam bahan
mensejahterkan masayarakat kota. Hal ini juga tertangkap dalam kisah
negeri Saba’. Saba’ merupakan tempat yang aman makmur dengan
ampunan Tuhan. Istilah tersebut berasal dari firman Tuhan yang
menceritakan bangsa Saba’ di masa lampau. Mereka hidup dalam
kenikmatan dan kemakmuran, aman dan sentosa berkat keteguhan mereka
beragama dan bernegara.19
‫ان عن َيي ٍ ي‬
ٌ‫ني َوشَ ٍال ُكلُوا يم ْن يرْزيق َربِّ ُك ْم َوا ْش ُك ُروا لَهُ بَ ْل َدة‬ َ ْ َ ‫لَ َق ْد َكا َن لي َسبٍَإ يِف َم ْس َكني يه ْم آَيَةٌ َجنَّتَ ي‬
‫ور‬
ٌ ‫ب َغ ُف‬ ٌّ ‫طَيِّبَةٌ َوَر‬
Artinya: Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan
Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di
sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
"Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik
dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Pengampun. (Q.S. Saba’
[34]: 15).20

Baldatun t}ayyibatun dalam ayat tersebut diartikan sebagai negeri


yang baik atau daerah yang baik. Balad secara bahasa dapat diartikan
sebagai tempat sekumpulan manuisa hidup. Dalam kamus Hans Wehr
diterjemahkan dengan country, town, place, community, village. Dari sini
dapat dipahami bahwa yang dimaksud Baldatun t}ayyibatun adalah tempat
atau negeri yang baik bukan kepada kumpulan orang. Negeri yang baik
dalam ayat ini mengisahkan tentang negeri Saba’ di mana kisah ini
meningformasikan pemimpin Saba’ yang di kenal dengan ratu Bilqis.
Saba’ digambarkan sebagai tempat yang baik dengan beberapa kriteria;
musyawarah -dilihat dari ratu Bilqis yang meminta pendapat terhadap
18
Departemen Agama RI, Perkembangan Ekonomi Umat (Tafsir Al-Qur’an Tematik),
Cet I, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Jakarta: 2009. hal. 342-345
19
Zainal Abidin Ahmad, Membangun Negara Islam, Pustaka Iqra, Yogjakarta: 2001. hal.
11-12
20
Departemen agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 608
8

bawahannya (Q.S. an-Naml [27]: 32)-, anti kekerasan –terilahat dari


tanggapan ratu Bilqis terhadap pengiriman pasukan perang melawan
kerajaan Sulaiman (Q.S. an-Naml [27]: 34)-. Demikian secara sepintas
menunjukkan pada kriteria dimana sebuah kota yang ideal dari sisi
pemimipin yang baik. 21 Ayat ini memberikan isyarat pengertian ideologis
yang penting yaitu cita-cita kemasyarakatan islam. Dalam Al-Qur’an
dinyatakan dengan kata baldatun dan balad yang mengandung cita-cita
untuk lapangan sosial dan ekonomi. 22
kisah lain terdapat dalam al-Qur’an terhadap keharaman kota
Mekah yang menunjuk pada keamanan dan kenyamanan sebuah daerah.
Seperti dalam surat at-Tii>n.
‫وَه َذا الْبَ لَ يد ْاْل يَم ي‬
‫ني‬ َ
Artinya: dan demi kota (Mekah) ini yang aman. (Q.S. at-Tii>n [95]:
3).23

Ibnu Jauzi mengatakan, bahwa barang siapa yang merasa takut,


24
pasti akan merasa aman ketika berada di Mekah. sebagai tanah haram,
kota Mekah memiliki beberapa kemuliaan seperti terungkap dalam surat
‘Ali Imra>n.

...‫يم َوَم ْن َد َخلَهُ َكا َن آَيمنًا‬ ‫في ييه آَيات ب يِّ نات م َق ي ي‬
َ ‫ام إبْ َراه‬
ُ َ ٌ ََ ٌ َ
Artinya: padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
maqam Ibrahim, Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah dia. (Q.S. ‘Ali Imra>n [3]: 97).25

Bila seseorang yang merasa ketakutan memasukinya (tanah


haram), ia akan merasa aman dari segala keburukan. Hal ini telah ada
sejak zaman Jahiliah. Apabila seseorang melakukan pembunuhan,

21
Ali Nurdin, Qur’anic Society (Menelususri Konsep Masyarakat Ideal Dalam Al-
Qur’an), Erlangga PT Gelora Akasara Pratama, Jakarta: 2006. hal. 115-118
22
Zainal Abidin Ahmad, op. cit., hal. 11-12
23
Departemen agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 903
24
Abdul Hadi Zakaria, Sejarah Lengakap Kota Makkah Madinah, Diva Press,
Yogjakarta: 2014. hal. 32
25
Departemen agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 78
9

kemudian ia masuk ke Masjidil Haram, lalu anak dari korban pembunuh


tersebut bertemu dengannya, maka anak tersebut tidak akan
mengganggunya hingga ia keluar dari Masjidil Haram. Ini merupakan
keistimewaan dari kota Mekah. Di antara keistimewaan kota Mekah: kota
Mekah dan Madinah tidak dimasuki Dajjal, amal baik dan buruk dilipat
gandakan, tempat yang lebih utama dikunjungi, kota yang disumpahi
Allah, kota yang menjadi saksi peristiwa Isra’ dan Mi’raj, kota yang di
do’akan nabi Ibrahim, kota yang damai, dilaranag peperangan dan
membawa masuk senjata ke kota Mekah, kota yang dilindungi Allah dari
kerusakan dan kepunahan populasinya, tempat dilahirkannya
Muhammad.26
Dari sini, menurut penulis terlihat adanya gambaran umum terkait
dengan sebuah kota yang layak huni terungkap dari kisah kerajaan Saba’
sampai pada kisah kemuliaan yang terdapat dalam kota Mekah yang
memberikan pelajaran perencanaan kota terhadap keamanan dan
kesejahteraan bagi masyarakatnya terlihat dari keistimewaan kota Mekah
dan kisah kemakmuran dan kenyamana dari negeri Saba’. Kerusakan
lingkungan dipengaruhi oleh perbuatan manusianya sendiri yang disebut
oleh al-Qur’an bahwa manusia sebagai Khilafah di bumi bukan sekedar
penguasan tetapi perannya untuk memakmurkan bumi.
Dari semua permasalahan diatas, maka masyarakat kota
membutuhkan kota yang layak huni bagi mereka, atau disebut Livable
City. Menurut Hahlweg, kota yang layak huni adalah kota yang dapat
menampung seluruh kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh
masyarakat.27
Livable City menjadi kata kunci dalam perencanaan kota, karena
dapat menyelesaikan berbagai masalah kota yang menganggu kenyamanan
kota. Dengan cara menaikkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di

26
Abdul Hadi Zakaria, op. cit., hal. 32-44
27
Vanessa Timmer Dan Nola Kate Seymoar, The World Urban Forum 2006 (Vancoover
Working Group Discussion Paper: Livable City), Majesty the Queen in Right of Canada and the
International Centre for Sustainable Cities 2004, Canada: 2005. hal. 2
10

kota terkait dengan kemampuan mereka untuk mengakses infrastruktur


(transportasi, komunikasi, air, dan sanitasi), makanan, udara bersih,
perumahan yang terjangkau, lapangan kerja dan ruang dan taman hijau.
Konsep livable city digunakan dalam representasi sustainable city. Dalam
konteks keberlanjutan adalah kemampuan untuk mempertahankan kualitas
hidup yang dibutuhkan oleh masyarakat kota.28
Dari permasalahan yang ada, di mana penulis dalam penilitian
dimaksudkan dari respon positif islam yang bukan hanya al-Qur’an
menjelaskan seperangkat nilai-nilai dan hukum semata. Namun, al-Qur’an
diharapkan mampu memberikan solusi dalam menghadapi keresahan
masyarakat terhadap kebutuhan suatu konsep untuk membawa kehidupan
kota yang semakin mewadahi dengan menjadikan doktrin agama tetap
menjadi acuan atau referensi dalam aktivitas perkotaan yang bertujuan
untuk menaikkan kualitas hidup masyarakat kota dengan menggunakan
konsep livable city yang berlandaskan pemahaman Qur’aniy.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas, permaslahan dalam penelitian ini
dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep kota layak huni dalam al-Qur’an?
2. Bagaimana relevansi dari konsep kota layak huni bagi kota-kota
modern saat ini?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep kota layak huni dalam al-Qur’an
2. Untuk mengetahui relevansi dari konsep kota layak huni terhadap
kota-kota modern saat ini.

28
https://missgayatripw.wordpress.com/2012/03/08/konsep-livable-city/ diakses pada 1-
02-2015, Pukul 20.00
11

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Hasil kajian penafsiran al-Qur’an diharapkan mampu
menyumbangkan pemikiran sederhana bagi pengembangan studi al-
Qur’an, dan untuk studi lanjutan diharapkan juga berguna sebagai
bahan acuan, referensi dan lainnya bagi penulis lain yang ingin
memperdalam pengetahuan mengenai konsep kota layak huni.
2. Diharapakan dapat menambah wawasan tentang konsep kota layak
huni dalam perspekrif al-Qur’an.
3. Sebagai sumbangan pemikiran ilmu pengetahuan kepada masyarakat
dalam ranah keislaman pada umumnya dan studi al-Qur’an pada
khususnya.

D. Tinjauan Pustaka
Tema yang peneliti kaji dalam penelitaian ini memang bukan
kajian pertama. Sudah barang tentu sebelumnya telah banyak penelitian
yang membahas baik dalam kota ramah lingkungan, penataan kota
maupun terkait langsung dengan tema kota layak huni.
Kaitannya dalam pemeliharaan lingkungan hidup dalam
persepektif islam ada sebuah skripsi, Khuzainal Abidin Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang dengan judul “Konsep Pemeliharaan
Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Islam (Studi Komparasi Antara
Yusuf Qordhawi Dengan Mujiyono Abdillah)”. Penulis dalam menulis
menggunakan metode studi komparatif antara al-Qardawi dengan
Mujiyono. Pentingnya pemeliharaan lingkungan demi menunjang
kesejahteraan dirasa penting oleh penulis untuk dikaji, dalam melestarikan
lingkungan hidup dipelukannya landasan teologis yang tertanam dalam
setiap insan, dibutuhkannya tindakan atau action dalam penanggulangan
lingkugan, dan tindakan etis terhadap lingkunan. Dengana hasil kesadaran
semua pihak akan terciptanya lingkungan di dunia ini terselamatkan dan
berumur panjang sehingga kelangsungan hidup manusia akan terjamin.
12

Dalam bidang konsep tata kota, ada sebuah skripsi Desta Amana
Shalikhah, mahasiswi Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul
“Rencana Strategis Dinas Tata Ruang Kota Dalam Merevitalisasi Alun-
Alun Utara Surakarta”. Dalam skripsi ini menggunakan jenis penelitian
kuantitatif dengan jalan pengambilan data secara kuisioner. Ulasan
mengenai alun-alun ini merupakan sebuah peninggalan sejarah (heritage)
dan memiliki nilai historis budaya dari sisi arsitektur. Penulis dalam
kepeduliannya; dalam bentuk skripsi memberikan sebuah opini revitalisasi
pembentukan alun-alun Surakarta dengan berlandaskan peraturan daerah
dalam UU tata ruang kota yang dipegang oleh Dinas tata ruang Surakarta
sebagai suatu organisai pemerintah.
Dalam bidang kota layak huni, Buku penelitian tentang Indonesia
Most Livable City Index 2009, karya Bernardus Djonoputro, Irwan
Prasetyo, Teti Armati Argo, Djoko Muljanto, Dhani Muttaqin. Buku ini
membahas tentang index kota-kota terkait dengan beberapa kota besar di
indonesia, diantaranya: Semarang, Yogjakarta, Jakarta, Bandung, Medan,
Surabaya, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan, Dan Jayapura. Metode yang digunakan adalah survey
dengan sebanyak responden 100 di setiap kota dengan total keseluruhan
1200 reponden. hasil survey di olah dengan teknik skoring (pembobotan),
hal ini ditentukan oleh peneliti dan selanjutnya skor untuk setiap jawaban
pada satu variabel yang sama akan dijumlahkan dan dikalikan dengan
bobot variabel tersebut. Dari keseluruhan nilai akan dicari angka rata-rata
(mean) yang dijadikan acuan index tingkat kenyamanan untuk setiap kota.
Degan hasil kota Palangkaraya di atas rata-rata dalam segi penataan kota,
tingkat kenyamanan di peroleh kota Yogjakarta, ketersediaan lapangan
pekerjaan terendah adalah Jakarta, dalam hal penyediaan fasilitas
perkotaan semua kota kurang memadai, dan persepsi kenyamanan paling
rendah diperoleh kota Pontianak.
Sejauh sepengatuhan penulis, dalam mengeksplorasi buku, skripsi,
artikel, jurnal, tesis. Dari sekian penelitian yang ada banyak ditemukan
13

tentang kajian kota tertentu dalam menuju kota layak huni namun tidak di
temukan penelitian tentang konsep kota layak huni dalam al-Qur’an.
Kajian yang dilakukan di atas cukup informatif dalam memberikan data
dan analisa. Namun, hasil yang diberikan masih terbatas dan dilakukan
kajian penelitian secara metodologis dan aplikatif. Penelitian ini juga
berbeda dengan penelitian yang ada, sebab kebanyakan menggunakan
teknik kuantitatif sedangkan dalam penelitian ini menggunakan teknik
kualitatif dengan jalan kajian menganalisa penafsiran ayat-ayat al-Qur’an
terkait dengan tema kota layak huni.

E. Metodologi Penelitian
Kajian dalam penelitian ini bersifat literer murni, maka
penulusuran data semata-mata hanya dilakukan terhadap sumber-sumber
tertulis dengan penekanan aspek kualitatif.
1. Jenis Penelitian Dan Sumber Data
Penelitian ini bersifat kepustakaan (library research), sehingga
data yang diperoleh adalah berasal dari kajian teks atau buku-buku yang
relevan dengan pokok atau rumusan masalah di atas.29 Maka data yang
penulis ambil adalah dari sumber tertulis yaitu:
a. Sumber Data Primer: ayat-ayat al-Qur’an term balad, madi>nah, qaryah
untuk memudahkan pelacakan ayat-ayat al-Qur’an yang diperlukan
dalam membahas topik-topik tertentu, maka dibantu dengan al-mu’jam
al-mufahras li alfaz} al-qur’an al-karim susunan Muhammad Fu’a>d
’Abdul Baqi sebagai pegangan.30
Selain dengan kitab mu’jam mufahras al-Qur’an peneliti juga
menggunakan beberapa kitab-kitab tafsir, diantaranya yaitu tafsir al-
Misbah karya Quraish Shihab, tafsir al-Mara>ghi karya Ah}mad Must}afa
al-Mara>ghi, dan tafsir al-Azhar karya Hamka.

29
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, Andi Offset, Yogyakarta: 1995. hal. 9
30
Muhammad Fu’a>d ’Ab dul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Qur’an al-Karim,
Dar al-Fikr, Beirut: 1981
14

b. Sumber Data Sekunder: buku-buku, majalah, jurnal, tesis, dan artikel


sebagai data pendukung khususnya yang memberikan informasi
tambahan dari literatur lain yang mempunyai keterangan pembahasan
seputar topik yang dikaji.
2. Metode Pengumpulan Data
Setelah data-data dari sumber-sumber primer dan sekunder
terkumpul maka tahap selanjutnya pengumpulan data, di sini penulis
menggunakan metode Maudhu’i31 (tematik) yaitu menghimpun ayat-ayat
yang berkenaan dengan term balad, madi>nah, qoryah. Tentunya
penyebutan ayat-ayat balad, madi>nah, qoryah ada banyak. Akan tetapi
penulis hanya mengambil term balad, madi>nah, qoryah yang bersamaan
kata aman, t}ayyib, fasad, mayyit karena kata-kata tersebut mempunyai
satu tujuan makna yaitu penjelasan tentang kota yang baik jika dipahami
dari makna kontradiktiktif dari kata fasad dan mayyit. Kemudian dari
ayat-ayat itu dihubungkan sehingga menjadi satu kesatuan tema dengan
melihat penjelasan-pejelasan yang ditampilkan dan diambil suatu tujuan
hukum.
3. Metode Analisis Data
Penulis selanjutnya melakukan pengolahan data dengan melakukan
analisis metode Qualitatif Contain Analysis (kajian isi dokumen secara
kualitatif). 32 Di mana analisis ini merupakan kajian pesan-pesan teks yang
dikomunisakan lewat isi dengan jalan pengklasifikasian sesuai isi dengan
kategori (balad, madi>nah, qaryah) dan kriteria (aman, t}ayyib, fasad, dan
mayyit). Setelah proses klasifikasi kemudian data disusun secara
sistematis yang diformulasikan menjadi gagasan penafsiran ayat-ayat yang
menunujuk pada konsep kota layak huni. Dalam menyusun data dengan

31
Penafsirn yang menetapkan topik tertentu dengan jalan pengumpulan ayat-ayat untuk
mencari kesimpulan menyeluruh. (Nasruddin Baidan, Metodelogi Penafsiran al-Qur’an, Cet I,
Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta: 1998. hal. 151)
32
Analisis bentuk ini menggunakan objek kajian pesan-pesan bentuk teks. Analisis ini
pada dasarnya merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi dengan cara
mengklasifikasi sesuai kriteria dan kategori tertentu. (Noeng Mahadjir, Metode Penelitian
Kualitatif, Bayu Idra Grafika, Yogyakarta: 1996. hal.188)
15

proses seleksi bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih terfokus


pada rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini.
Disamping itu penulis juga mengolah data-data dengan metode
deskriptif. 33 Dimana nantinya data disusun menjadi sebuah teks naratif.
Kemudian diberikan penilaian mengenai ayat-ayat balad, madi>nah, qaryah
dengan membuat kesimpulan keseluruhan yang dibentuk menjadi konsep
kota layak huni menurut al-Qur’an yang diteliti dalam bentuk teks naratif
yang diuraikan secara kritis.

F. Sistematika Penelitian
Pembahasan skripsi nantinya akan penulis bagi kedalam lima bab,
secara garis besarnya sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan, yang mencakup latar
belakang masalah sebagai titik tolak penelitian bagi peneliti untuk
membahas tema ini. Selanjutnya dirumuskan kedalam rumusan masalah
sebagai pembatasan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Dalam bab
ini penulis juga menyertakan tujuan dan manfaat penelitian. Sebagai
langkah untuk menunjukan aspek kebaharuan dari penelitian ini, peneliti
juga menyertakan kajian pustaka sebelumnya, metode penelitian yang
digunakan dan sistematika dalam penulisan laporan penelitian.
Bab kedua memuat tentang teori-teori yang dijadikan sebagai
landasan penulisan. Yaitu berupa tinjauan umum mengenai pengertian
kota, karakteristk dan fungsinya. Kemudian dijelaskan konsep kota layak
huni yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penelitian.
Bab ketiga berupa penyajian data berupa kajian penafsiran ayat-
ayat balad, qaryah, madi>nah dan karakteristik batasan baldatun t}ayyibatun
wa rabbun g}afur. Sehingga dengan adanya teori-teori pada Bab II dan
penyajian data pada bab III diharapkan nantinya dapat memberikan nilai

33
Metode yang bertujuan memberikan gambaran terhadap suatu objek penelitian yang
diteliti melalui data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku umum. (Sudarto,
Metodologi Penelitian Filsafat, Rajawali, Jakarta: 1996. hal. 65)
16

terhadap apa yang menjadi pokok masalah yang ingin dijawab dalam bab
IV.
Bab keempat berisi tentang analisis konsep kota layak huni dalam
al-Qur’an dan relevansinya terhadap kota-kota modern saat ini. Sehingga
diharapkan mampu menghadirkan konstribusi terhadap konsep yang
baru/grand teori mengenai kota layak huni bernuansa pemahaman
Qur’aniy.
Selanjutnya, beberapa kesimpulan studi ini akan dibahas dalam bab
kelima. Bab ini akan memberikan kesimpulan terhadap tema yang
dipaparkan dari bab-bab sebelumya, sehingga nantinya ditemukan sebuah
jawaban dari permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Bab terakhir ini
dilengkapi dengan saran-saran dan penutup guna untuk perbaikan jika
diperlukan untuk penelitian yang lebih lanjut.
Daftar pustaka merupakan halaman pencantuman referensi yang
digunakan oleh penulis. Hal ini sangat penting demi menjaga validitas dan
otentitas sumber rujukan yang digunakan dalam penulisan penelitian.
BAB II
KONSEP LIVABLE CITY
A. Kota
1. Pengertian Kota
Kata kota (city) menunjukkan kata benda, sedangkan kata
perkotaan (urban) mencerminkan sifat. Meskipun dua kata tersebut
berbeda, kadang dipakai sebagai sebuah sinonim, misalnya dalam
pengertian city planning dan urban planning. Dalam prakteknya, kata kota
dalam arti municipality (kotapraja) dipakai untuk tempat dengan batas
yurisdiksi administratif (pemerintah kota), sedangkan kata perkotaan
(urban) menunjukkan tempat kumpulan pemukiman yang terkonsentrasi,
relatif padat dan memerlukan infrastruktur yang lebih intensif dari pada
pedesaan. 1 Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik
ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata
ruangnya secara mandiri. Pengertian kota sebagaimana diterapkan di
indonesia mencakup pengertian town dan city dalam bahasa inggris.2
Kota dilihat dari kata benda, secara umum adalah tempat
bermukimnya warga kota, tempat bekerja, tempat kegiatan dalam bidang
ekonomi, pemerintah dan lain-lain. Kata kota berasal dari kata urban yang
mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kota adalah suatu entitas
yang utuh. Ada relasi fungsi sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lainnya,
yang prosesnya bukan serta merta ada begitu saja melainkan ada suatu
proses kultural yang panjang. 3 Kota itu tidak berbeda dengan desa, atau
kota terjadi dari desa, sebagai tempat pemukiman manusia. kota
merupakan suatu ciptaan peradaban umat manusia, kota lahir dari

1
Achmad Djunaedi, Proses Perencanaan Wilayah Dan Kota, Gadjah Mada University
Prees, Yogyakarta: 2012. hal. 3
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota diakses pada 11-03-2015, pukul 18.30
3
Rinaldi Mirsa, Elemen Tata Ruang Kota, Cet I, Graha Ilmu, Yogjakarta: 2012. hal. 9

17
18

peradaban pedesaan, tetapi kota berbeda dengan pedesaan, pedesaaan


sebagai daerah yang melindungi kota.4
Kota dalam konteks ketataan ruang dalam praktiknya merupakan
suatu pusat dari pemukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam kota
terdapat ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Kota didirikan sebagai
pusat pemerintahan setempat, kenyataannya kota merupakan tempat
kegiatan sosial dari banyak dimensi. Kota sebagai bentuk sistem terbuka,
baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis dan dinamis
atau bersifat sementara. Dalam perkembangannya, kota sukar untuk
dikontrol dan sewaktu-waktu tidak menjadi beraturan. Kota sebagai
wilayah berkembangnya kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi perkotaan
yang tidak berstatus sebagai kota administratif atau kotamadya. Aktifitas
dan perkembangan kota mempengaruhi lingkungan fisik seperti iklim. 5
Lebih lanjut, sifat kekotaan sangat berasosiasi dengan kata kota,
maka dalam memahami sifat kekotaan tidak dapat terlepas dari
pemahaman arti kota. Istilah kekotaan merupakan kata sifat, mempunyai
dimensi yang lebih luas yaitu dimensi fisikal, dimensi sosial, dimensi
ekonomi, dimensi kultural, dimensi teknologi, dan dimensi politik.
Mengacu pada pemahaman dari beberapa dimensi ini maka pemahaman
kata kekotaan mempunyai makna yang bermacam-macam, karena makna
yang dikandung masing-masing dimensi juga berbeda-beda. Berbeda
ketika kota dikaitkan dalam istilah perkotaan, perkotaan merupakan istilah
yang digunakan untuk menunjukkan area tertentu yang berasosiasi dengan
kewenangan (yurisdiksi) peraturan wilayah oleh pemerintah kota.6
Dalam kajian filsafat, Kota dikenal dengan istilah “polis”, ini
terlihat dalam pandangan Ibnu Khaldun, sebagaimana dikemukakan bahwa
manusia adalah makhluk “politik” atau sosial, manusia tidak dapat hidup

4
Sapari Imam Asy’ari, Sosiologi Kota Dan Desa, Cet I, Usaha Nasioanl, Surabaya: 1993.
hal. 17
5
Zoer’aini Djamal Irwan, Tantangan Lingkungan Dan Lansekap Hutan Kota, Bumi
Aksara, Jakarta: 2005. hal. 31
6
Hadi Sabari Yunus, Megapolitan (Konsep, Problematika Dan Prospek), Cet I, Pustaka
Pelajar, Yogjakarta: 2006. hal. 7-10
19

tanpa organisasi kemasyarakatan. 7 Menurut Ibnu Abi Rabi’, sebagaimana


Plato berpendapat bahwa manusia, orang-orang, tidak mungkin dapat
mencukupi kebutuhan alaminya sendiri tanpa bantuan yang lain. Hal ini
mendorong mereka saling bantu dan berkumpul serta menetap di satu
tempat. Dari proses inilah maka tumbuh kota-kota. Kebutuhan alamiah
dalam pandangan Ibnu Abi Rabi’ adalah pakaian untuk melindungi dari
gangguan panas, udara dingin dan angin; reproduksi yang menjamin
kelangsungan eksistensi atau kehadiran manusia di bumi, dan pelayanan
kesehatan. Pandangan Plato bahwa kebutuhan alami manusia yang
terpenting ialah pangan, kemudain tempat tinggal dan pakaian. 8 Dalam
pandangan Plato tentang negara mengatakan bahwa manusia adalah
makhluk soial. Alasannya karena manusia menurut kodratnya sebagai
makhluk sosial dan kodratnya di dalam polis (negara).9
Kota secara garis besar dapat dikatakan bahwa kota merupakan
hasil dari peradaban manusia atau tempat tinggal manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Kota merupakan hasil dari peradaban
masyarakat yang terkumpul dalam suatu komunitas yang di dalamnya
terkait dengan kegiatan ekonomi, pemerintahan dan sosial-budaya yang
menempati suatu daerah dengan batas yuridiksi administrtif peraturan
pemerintah dengan ditandai adanya kawasan pemukiman yang secara fisik
ditunjukkan oleh bangunan rumah-rumah yang mendominasi tata
ruangnya.
2. Karakteristik Kota
Setelah mengetahui definisi dari “kota” tentunya belum cukup, jika
masih belum tahu karakteristik kota. Parameter dari karakteristik kota
yang dikutip dalam bukunya Sapari Imam Asy’ari, yang mana dia
mengambil dari pada berbagai bidang keilmuan. Karena istilah kota dari

7
Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara (ajaran, sejarah dan pemikiran), edisi 5, UI-
Press, Jakarta: 1993. hal. 99
8
Ibid, hal. 43-44
9
Muzairi, Filsafat Umum, Teras, Yogjakarta: 2009. hal. 64-65
20

berbagai pandangan berbeda dalam mendefinisikannya. Karakteristik kota


sebagai berikut:
a) Dari aspek morfologi, yaitu diukur dengan bentuk fisik dari sebuah
kota itu sendiri. Misalnya diukur dengan adanya bangunan gedung-
gedung megah dan mencakar langit. Namun, belum bisa dikatakan
sebagai takaran kota, karena dalam prakteknya banyak didapatkan
pemukiman di daerah pegunungan atau pinggiran kota juga terdapat
bangunan megah yang mirip dengan bangunan yang terdapat dalam
kota.
b) Dari aspek jumlah penduduk, secara praktis jumlah penduduk ini dapat
dipakai ukuran yang tepat untuk menyebut kota, meskipun juga tidak
terlepas dari kelemahan-kelemahan. Ukuran ini dapat di lakuakan
secara mutlak atau dalam arti relatif. Misalanya di Negara Amerika
Serikat dan Meksiko, pemukiman yang dihuni oleh 2.500 jiwa disebut
sebagai kota.
c) Dari aspek sosial, gejala kota dapat dilihat dari hubungan-hubungan
sosial diantara para penduduk atau warga kota. Yakni hubungan yang
bersifat kosmopolitan.10 Hubungan sosial yang bersifat impersonal (tak
bersifat pribadi), sepintas lalu (super-ficial), berkotak-kotak, sering
terjadi hubungan karena kepentingan dan lain-lain.
d) Dari aspek ekonomi, gejala kota dapat dilihat dari cara hidup warga
kota. Kota sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan industri dan
kegiatan pemerintahan serta jasa-jasa pelayanan yang lain.
e) Dari aspek hukum, pengertian kota yang dikaitkan dengan hak-hak dan
kewajiban hukum bagi penghuni serta sistem hukum tersendiri yang
menunujukan secara hukum disebut sebagai kota.11
Diambil contoh jika ditinjau dari ekologi perkotaan, karteristik
kota diartikan sebagai penduduk yang dipisahkan karena latar belakang

10
Kosmopolitan; 1 mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas; 2 terjadi dari orang-
orang atau unsur-unsur yang berasal dari pelbagai bagian dunia (http://kbbi.web.id/kosmopolitan,
diakses, 01-02-2015, Pukul 15.30)
11
Sapari Imam Asy’ari, op.cit., hal. 21-23
21

kemakmuran dan kebudayaan, seperti juga pendapat ahli ekonomi yang


melihat kota sebagai pusat produksi, perdagangan, dan distribusi yang
dilengkapi oleh organisasi-organisasi ekonomi. Berbeda ketika sebuah
daerah dapat dikatakan sebagai kota jika belum memiliki sistem pola kota.
Menurut cara pandang sistem kota dikatakan oleh Doxiadis, bahwa secara
sistematik pola kota atau pemukiman terdiri dari empat unsur ruang:
a) Unsur ruang pusat (central part), bagian kawasan kota yang berfungsi
melayani segenap bagian kawasan kota, berupa dukungan fungsi-
fungsi dasar yaitu sebagai pusat administrasi kota, dengan lapangan
atau balai pertemuan, pasar besar dan tempat ibadah.
b) Unsur ruang homogen (homogenous part), bagian utama kawasan
kota, yaitu bagian kawasan permukiman (recidence), yang merupakan
bagian terbesar kawasan kota.
c) Unsur sistem sirkulatori (sirkulatory part), bagian pendukung berupa
jaringan yang memungkinkan pergerakan manusia, barang dan
informasi, baik dalam kawasan kota maupun antar kota.
d) Unsur ruang khusus (spesial part), bagian kawasan kota yang tidak
termasuk golongan unsur golongan unsur ruang homogin, unsur ruang
pusat dan unsur sistem sirkulatori. Misalnya kampus, kawasan militer,
kampus pendidikan atau kawasan industri.12

3. Fungsi Kota
Hidupnya kota karena dapat memberikan pelayanan yang penting,
artinya bagi mereka yang ada di dalam kota maupun yang tinggal di
wilayah sekeliling kota, atau juga bagi mereka yang melakukan perjalanan
dan harus singgah serta berdiam untuk sementara. Kegiatan fisik dalam
kota memerlukan perhatian dan perancangan sesuai fungsi masing-masing.
Sebuah kota mempunyai fungsi majemuk antara lain menjadi pusat
populasi, maupun pusat budaya dari suatu wilayah. Untuk melakukan
fungsi itu maka semua kota perlu ditunjang adanya sarana dan prasarana

12
Rinaldi Mirsa, op. cit., hal. 15-16
22

yang memadai, seperti kawasan permukiman, perdagangan, pemerintahan,


industri, sarana kebudayaan, kesehatan, rekreasi dan lainnya. Hal ini harus
dilaksanakan secara menyeluruh. Moralitas suatu tindakan adalah suatu
fungsi sistem saat tindakan itu dilakukan. Tujuan akan tercapai jika ada
kesinambungan interaksi dari berbagai kegiatan ekonomi, sosial, politik
dan sistem ekologi.13
Fungsi kota secara umum, Seperti dikemukakan oleh Noel P. Gist
dalam “Urban Society” sebagai berikut:
a) Production center, yakni kota sebagai pusat produksi, baik setengah
jadi maupun belum jadi. Dikatakan kota pusat produksi karena kota ini
menonjolkan pada bidang kegiatan industri dibandingkan dengan
kegitan yang bukan industri. Pengertian industri ini sendiri meliputi
berbagai jenis kegiatan, antara lain berdasarkan jenisnya (industri
primer, industri skunder, dan industri tersier) berdasarkan jenis
produksi (industri kapal laut, indusrti kapal terbang, industri mainan
anak dan lain-lain). Contoh dari kota industri antara lain: kota Detroit
dengn industri mobilnya, kota Mumbai dengan industri tekstilnya dan
kota Dresden dengan indusrti keramiknya.
b) Center of trade and commerce, yakni kota sebagai pusat perdagangan
dan niaga, yang melayani daerah sekitarnya. Dapat dilihat dari ciri-
cirinya yang memiliki pelabuhan-pelabuhan sebagai penunjang
aktivitasnya. Kota seperti ini sangat banyak seperti kota-kota
perdagangan besar yang bertaraf internasional antara lain: Rotterdam,
Singapura, Hambrug.
c) Political capitol, kota berfungsi sebgai pusat Politik, kota ini sebagai
pusat pemerintahan atau sabagai ibu kota negara dimana kota tersebut
terdapat pusat pemerintahan, pusat administrasi dan politik yang
umumnya untuk suatu Negara atau ibu kota Negara. Misalnya kota
Jakarta, kota Bangkok Thailand, kota London, Brazil.

13
Zoer’aini Djamal Irwan, op.cit., hal. 33-34
23

d) Cultural center, kota sebagai pusat kebudayaan. Dalam hal ini potensi
kulturnya lebih menonjol dibanding dengan fungsi lainnya. Contohnya
kota Makkah sebagai kota religius bagi umat Islam, Vatikan Roma
bagi umat kristiani, dan Yerusalem bagi kaum Yahudi yang menganut
ideologi Zionisme.
e) Health and recreation, kota sebagai pusat pengobatan dan rekreasi
(wisata) yang di dalamnya mengandung sesuatu yang menarik bagi
orang luar untuk dituju sebagai tempat untuk dikunjungi dalam rangka
rekreasi. Misalnya kota Monte Carlo, Monaco, Florida, puncak Bogor,
Kaliurang, Denpasar.
f) Divercified cities, kota-kota yang berfungsi ganda atau beraneka. Kota-
kota pada masa setelah perang ke II. Kota ini merupakan kota-kota
yang usianya masih sangat muda atau baru, biasanya kota kecil dengan
fungsi-fungsinya sangat kompleks sehingga penonjolan pada sesuatu
masih terlihat lemah akibat dari belum mampu mengembangkan diri.
Kota berfungsi ganda misalnya kota Surabaya yang mencanangkan
“kota indarmadi” (kota industri, perdagangan, maritim, pendidikan),
disamping juga sebagai pusat pemerintahan. Kota yang masih muda
misalnya kota Philladelpia, Pitsburg. 14

B. Livable City
1. Pengertian Livable City
Gagasan “livable city” berasal dari adanya degradasi kota yang
kronis sebagai ruang hidup dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan
dari ini membutuhkan perhatian khusus yang diberikan kepada persaingan
ekonomi antar kota misalnya. Masalah perkotaan sering kali di kaitkan
dengan masalah migrasi ke kota dengan dampak sosial-ekonominya

14
Sapari Imam Asy’ari, op.cit., hal. 29
24

seperti kemelaratan, kriminalitas, pemukina kotor dan padat, dan ketidak


keseimbangan kualitas kehidupan kota.15
Livability akan didefinisikan sebagai ‘kualitas hidup’ seperti yang
dialami oleh warga dalam kota atau wilayah. Definisi livability mencakup
serangkaian berbagai macam isu yang berbeda yang didukung oleh
seperangkat prinsip: aksesibilitas, ekuitas, dan partisipasi yang
memberikan substansi konsep livability. Kualitas hidup yang dialami oleh
warga yang tinggal di sebuah kota terkait dengan kemampuan mereka
untuk mengakses infrastruktur (transportasi, komunikasi, air, dan sanitasi);
makanan; udara bersih; perumahan yang terjangkau; lapangan pekerjaan;
ruang hijau dan taman. Akses keberhubungan orang dalam bentuk
infrastruktur dan fasilitas di kota inilah menyoroti pertanyaan dari ekuitas.
Livability kota juga ditentukan oleh akses penduduknya yang harus ikut
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
mereka.
“Livability refers to an urban system that contributes to the
physical, social and mental well being and personal development
of all its inhabitants. It is about delightful and desirable urban
spaces that offer and reflect cultural and sacred enrichment. Key
principles that give substance to this theme are equity, dignity,
accessibility, conviviality, participation and empowerment.”
[Cities.2003. A Sustainable Urban System: The Long Term
Plan From Greather Vancouver].16

Definisi Livability, mengacu pada sistem perkotaan yang


memberikan kontribusi berupa fisik, sosial, mental kesejahteraan dan
pengembangan pribadi dari semua penghuninya. Livability berbicara
tentang kehidupan yang menyenangkan dan ruang-ruang perkotaan yang
diinginkan menawarkan dan mencerminkan pelestarian budaya dan
memperdayakan peinggalan-peninggalan budaya. Prinsip-prinsip yang

15
Philip M. Hauser, at.all. Population And The Urban Future (Penduduk Dan Masa
Depan Perkotaan), Terj. Masri Maris. Sri Pamoedjo Rahardjo, Midas Surya Grafindo, Jakarta:
1985. hal. IX
16
Vanessa Timmer Dan Nola Kate Seymoar, The World Urban Forum 2006 (Vancoover
Working Group Discussion Paper: Livable City), Majesty the Queen in Right of Canada and the
International Centre for Sustainable Cities 2004, 2005. hal. 2
25

diberikan dari substansi tema ini adalah ekuitas, martabat, aksesibilitas,


keramahan, partisipasi dan pemberdayaan.
Livable City merupakan istilah yang menggambarkan sebuah
lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan
sebagai tempat untuk beraktivitas yang dilihat dari berbagai aspek baik
aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dan lai-lain) maupun
aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi, dan lain-lain).
Ada beberapa definisi Livable City yang diamabil dari Ikatan Ahli
Perencanaan Indonesia (IAP) dalam melakukan penelitian Indonesia
Index Most Livable City, diantaranya:
“The coin of livability has two faces : Livehood is one of them,
ecological sustainability is the other”(P.Evans,ed 2002. Livable
Cities ? Urban Struggles for Livelihood and Sustainability). 17

Dalam konsep keberlanjutan dalam perencanaan pengembangan


kota Menurut P. Evans, ed. 2002. Livable Cities? Urban Struggles for
Livelihood and Sustainability, Koin livability memiliki dua wajah.
Pertama, Mata pencaharian. Kedua, keberlanjutan ekologis. Mata
Pencaharian berarti pekerjaan yang cukup dekat dengan rumah yang layak
dengan upah sepadan dengan harga sewa dan akses ke layanan yang
membuat untuk habitat yang sehat. Penghidupan juga harus berkelanjutan.
“A Livable city is a city where I can have ahealthy life and where I
have the chance for easy mobility… The liveable city is a city for
all people” (D.Hahlweg,1997. The City as a Family). 18

Menurut D. Hahlweg, 1997. “The City as a Family”, Sebuah kota


layak huni adalah sebuah kota di mana warga kota bisa memiliki
kehidupan yang sehat dan memiliki kesempatan untuk mudah beraktifitas
-dengan berjalan kaki, sepeda, angkutan umum, dan bahkan dengan mobil
jika tidak ada pilihan lain-. Kota layak huni adalah kota bagi semua orang.
Dalam Geografia Online “Malaysian Journal of Society and
Sapace”. Istilah ‘livable city’ memerlukan diskusi yang lebih luas dengan

17
Bernardus Djono Putro, at.all, Indonesia Most Livable City Index, ttp, 2009. hal. 4
18
Ibid,
26

orang-orang yang mengalami hidup di kota atau wilayah dalam menjalani


kehidupan sehari-hari. Keinginan mereka untuk mencapai kepuasan dan
kebutuhan, keinginan itu harus dipertimbangkan dalam pencapaian masa
depan yang lebih baik. Dengan demikian, para ilmuan mendefinisikan
‘livable city’ sebagai kota yang menawarkan kualitas hidup penduduk kota
yang tinggal di kota. Kualitas hidup, diukur dengan indikator livability,
aksesibilitas infrastruktur seperti transportasi, air bersih, sanitasi,
perumahan yang terjangkau, udara bersih, ruang hijau serta lingkungan
yang damai dan tenang. 19
Meururt E. Salzano, kota layak huni sebagai penghubung antara
masa lalu dan masa depan: kota layak huni menghormati jejak sejarah dan
menghormati mereka yang belum lahir. Sebuah kota layak huni adalah
sebuah kota yang melindungi tanda-tanda (situs, bangunan, tata letak) dari
sejarah. Kota harus bisa menanggulangi limbah yang merusak sumber
daya alam. Kita harus meninggalkan secara utuh untuk anak cucu kita.
Oleh karena itu kota layak huni sesuai dengan konsep keberlanjutan
(sustainable) di mana sebuah kota yang dapat memenuhi kebutuhan
penduduk masa kini tanpa mengurangi kapasitas generasi mendatang.
Dalam livable city kedua elemen sosial dan fisik harus berkolaborasi untuk
pertumbuhan dan kemajuan masyarakat, dari individu menjadi sebuah
anggota masyarakat. Sebuah kota layak huni adalah sebuah kota di mana
ruang umum adalah pusat dari kehidupan sosial dan fokus dari seluruh
masyarakat. Sebuah kota layak huni harus dibangun atau dikembalikan
sebagai jaringan yang terus menerus dari daerah pusat pemukiman yang
lebih jauh -mana jalur pejalan kaki dan sepeda-, yang bertujuan mengikat
kualitas bersama-sama dalam siklus sosial kehidupan masyarakat.20
Konsep kota layak huni ini dapat ditarik pengertian bahwa konsep
ini mengambarkan proses kehidupan menuju kesejahteraan dan

19
Cristina Oon Khar Ee Dan Khoo Suet Leng, Geografia Online Malaysian Journal Of
Society And Sapace (Issues And Challengs Of Livable City And Creative City : The Chase Of
Penag, Malaysia), 2014. hal. 33
20
Vanessa Timmer dan Nola Kate Seymoar, op. cit., hal. 3
27

kenyamanan warga kota demi berlangsungnya perkembangan kota. Proses


yang tejadi ini terhubung antara kegiatan kehidupan kota dan daya
masyarakat dalam mengakses fasilitas pelayanan kota.
2. Prinsip Livable City
Strategi perkotaan mengartikulasikan visi kota layak huni sebagai
prasyarat mendasar, bersama-sama dengan daya saing, manajemen yang
baik, dan kebutuhan finansial yang keberlanjutan dalam pengembangan
perkotaan yang sukses. Sebagai bentuk perhatian terhadap lingkungan
perkotaan yang sehat dan kebutuhan untuk pelayanan pada transportasi
perkotaan, air, dan sanitasi yang bertujuan untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan dampak langsung pada kesehatan manusia (polusi
udara oleh timbal dan partikel, dan penyakit yang ditularkan melalui air).
Strategi perkotaan juga merekomendasikan keterlibatan pemerintah daerah
dan pelaku lokal lainnya dalam pengelolaan lingkungan perkotaan yang
partisipatif. 21
Di indonesia Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Index Most Livable
City 2009, memeliki variabel dimana kota dapat dikatakan sebagai kota
layak huni, di hitung dengan tingkat kenyamanan di kota-kota besar
Indonesia, antara lain Medan, Jakarta, Yogjakarta, Semarang, Surabaya,
Banjarmasin, Palangkaraya, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan
Jayapura. Kriteria itu adalah fisik kota, kualitas lingkunggan, trasnportasi,
aksebilitas, fasilitas, utilitas, ekonomi dan soisal. Dari variabel ini
kemudian ditetapkan 25 kriteria penentuan livable city yaitu: 1) Kualitas
penataan kota, 2) Jumlah ruang terbuka, 3) Perlindungan bangunan
bersejarah, 4) Kualitas kebersihan lingkungan, 5) Tingkat pencemaran
lingkungan, 6) Ketersediaan angkutan umum, 7) Kualitas angkutan umum,
8) Kualitas kondisi jalan, 9) Kualitas fasilitas pejalan kaki, 10)
Ketersediaan fasilitas kesehatan, 11) Kualitas fasilitas kesehatan, 12)
Ketersediaan fasilitas pendidikan, 13) Kualitas fasilitas pendidikan, 14)

21
Anthony G. Bagio dan Bharat Dahiya, Urban Environment And Infrastructure: Toward
Livable Cities, World Bank, Waisngton: 2004. hal. 7-8
28

Ketersediaan fasilitas rekreasi, 15) Kualitas fasilitas rekreasi, 16)


Ketersediaan energi listrik, 17) Ketersediaan air bersih, 18) Kualitas air
bersih, 19) Kualitas jaringan telekomunikasi, 20) Ketersediaan lapangan
pekerjaan, 21) Tingkat aksebilitas tempat kerja, 22) Tingkat kriminalitas,
23) Interaksi hubungan antar penduduk, 24) Informasi pelayanan publik,
dan 25) Ketersediaan fasislitas kaum diffable. 22
Berdasar pada penelitian secara kuantitatif yang dilakukan oleh
Ikatana Ahli Perencanaan (IAP) kota-kota di Indoesia yang di prakarsai
oleh Bernardus Djono Putro, hasil survey yang dilakukan sesuai dengan
persepsi masyarakat yang telah dilakukan diketahui beberapa temuan,
diantaranya ialah:
1) Kriteria Penataan Kota
Kota Palangkaraya memiliki angka prosentasi tertinggi dipersepsi
oleh warganya memiliki penataan kota yang baik, yaitu sebanyak 51%.
Kota Palangkaraya meskipun masih jauh dari ukuran ideal, namun
memiliki kondisi penataan kota yang cukup baik. Dari sudut pandang lain
dapat dikatakan kapasitas akomodasi ruang kota Palangakaraya terhadap
pertumbuhan penduduk masih memadai.
Hal yang sebaliknya terjadi dengan kota Bandung. Kota dengan
persepsi terendah untuk aspek tata kota adalah kota bandung hanya 3%.
Artinya bahwa 3% responden warga kota Bandung yang menganggap
penataan kota bandung baik, selebihnya 97% menganggap aspek penataan
kota Bandung buruk.
Angaka 3% ini merupakan angka terendah dari semua kriteria di
semua kota, dan itu ada di kota Bnadung. Hal ini mengindikasikan bahwa
warga kota Bandung sangat tidak puas dengan kondisi penataan kota
Bandung sekarang. Salah satu hal yang dapat dilihat secara kasat mata
adalah indikasi komersialisasi kota yang bergerak terlalu jauh yang
merampas ruang-ruang publik yang tentu hal ini dinilai tidak baik oleh
masyarakat kota.

22
Bernardus Djono Putro, at all, op.cit., hal. 5
29

Tentu saja indikasi ini harus menjadi perhatian bagi semua


stakeholder pembangunan kota Bandung, baik pihak pemerintah, swasta,
akademisi, praktisi dan pihak masyarakat untuk ikut mengawal kondisi
tata kota Bandung menuju penataan kota yang lebih baik. Pada dasarnya,
kepentingan umum seperti perasaan keteraturan, kenyamanan dan
keamanan dapat terwujud dengan penataan kota yang terarah, teratur dan
berkualitas. Sehingga dengan demikian kriteria penataan kota ini
berdampak besar terhadap aspek kehidupan perkotaan lainnya.
2) Ketersediaan Lapangan Pekerjaan
Warga kota Jakarta memiliki persepsi paling rendah, yaitu hanya
10% responden warga kota menilai ketersediaan lapangan kerja di Jakarta
baik. Hal ini mengindikasikan bawha meskipun sebenarnya aktivitas
ekonomi yang sangat tinggi di Jakarta yang merupakan peluang bagi
penciptaan lapangan kerja, tetapi lapangan kerja tersebut tidak sebanding
dengan pertambahan penduduk yang sangat tinggi, sehingga tingkat
kompetisi dalam mendapatkan lapanagan kerja menjadi sangat tinggi.
3) Kota Paling Nyaman Adalah Yogjakarta
Hampir pada semua kriteria, persepsi warga kota Yogjakarta selalu
diatas 30%, kecuali untuk kriteria ketersediaan lapangan kerja dan
ketersedaiaan fasislitas bagi kaum difable. Budaya masyarakat kota
Yogjakarta yang lembut, sopan, ramah, penurut, dan tidak banyak
menunutut merupakan salah satu alasan tingginya persepsi kenyamanan
warga terhadap kotanya selain tentu saja pencapaian pembangunan kota
yang telah dilakukan pemeriintah berasama dengan warga kota
Yogjakarta.
4) Semua kota belum memberikan fasilitas yang memadai bagi
penyandang cacat.
Buruknya fasilitas bagi penyandang cacat ini dapat diartikan pula
bahwa semua kota belum memiliki fasilitas yang baik bagi kaum manula
dan ibu hamil, padahal mereka semua juga merupakan warga kota yang
harus diperhatikan.
30

5) Kota Pontianak Memiliki Persepsi Kenyamanan Warga Hampir


Pada Semua Kriteria
Dari aspek fisik dapat dilihat bahwa kota Pontianak memiliki lahan
gambut yang sangat luas, hal ini berdampak pada keterbatasan areal
pengembangan kota, limitasi bagi pengembangan infrastruktur dan
ketersediaan air bersih. Aspek-aspek fisik tersebut menuntut adanya
pendekatan teknik khusus dan tidak bisa disamakan dengan kota-kota
lainnya. 23
Dari semua kriteria di atas, hal ini terkait dengan pola
pemberdayaan lingkungan yang termuat dalam kajian ekologi yang
bertujuan sebagai acuan dalam penentuan tingkat kenyamanan yang
diinginkan oleh masyakat kota dalam mencapai kesejahteraan.
Air, udara, tanah dan ruang merupakan unsur-unsur utama dalam
lingkungan hidup. Penggunaan dan kualitas unsur ini akan berpengaruh
besar pada kualitas lingkungan. Di sisi lain unsur utama lingkungan yang
juga penting bagi keberlangsungan hidup rakyat pada umumnya. Khusus
dalam usaha mengatasi kemiskinan maka pembinaan unsur-unsur utama
lingkungan ini menjadi sangat penting. Pengembangan pola tataguna
tanah, zonering, dan tataguna ruang akan sangat berguna untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat kecil dan sekaligus
mengusahakan pelestarian sumber alam ini dipakai secara
berkesinambungan untuk jangka panjang. 24
Livable city dalam menanggapi keresahan masyarakat ini terbagi
kedalam beberapa bagian antara lain: Aspek Sosial, kota yang layak huni
harus dapat memberikan akses ke perumahan yang terjangkau sebagai
komponen kunci dari kota layak huni, karena sebagai penentuan apakah
orang itu benar-benar dapat hidup di dalamnya ataukah tidak. Dari
penempatan beragam kelompok orang dalam satu komunitas menjadikan
keberagaman sosial ini harus didukung oleh terpeliharanya sifat toleransi

23
Bernardus Djono Putro, at all, op.cit., hal. 9-10
24
Rinaldi Misza, op.cit., hal. 75
31

antar komunitas. Sehingga kota itu dapat mempersatukan dari orang yang
tingkat pendapatan berbeda-beda dan memberikan kesempatan
berinteraksi bagi orang-orang yang berlatar belakang berbeda.25
Aspek Ekonomi, dilihat dari berkembangnya daerah perkotaan
yang semakin memprihatinkan perlunya dibuatkan perencanaan untuk
membangun aset ekonomi dan industri sukses yang sudah ada di kawasan
kota, seperti perusahaan teknologi tinggi yang mengkhususkan diri dalam
sel bahan bakar dan transportasi alternatif, industri bio-teknologi,
perhotelan, film dan manufaktur ringan. Ada juga proyek percontohan
aktif yang menunjukkan manfaat menciptakan eco-industri kelompok di
dalam wilayah yang berbeda di wilayah tersebut. Ini menunujuk pada
persyaratan dasar dari salah satu pusat kegiatan seperti klaster industri dan
infrastruktur, sumber daya input dan sistem pembuangan limbah. Hal ini
diperluknnya organisasi non-pemerintah provinsi yang ditujukan untuk
menciptakan pemimpin dalam suatu aliansi kerjasama regional demi
keuntungan ekonomi. 26
Aspek ekologi, bagian penting dari livablility suatu daerah dimana
diberikan akses ke ruang hijau dan taman rekreasi, seperti barang dan jasa
yang menyediakan sistem alam seperti lahan pertanian, taman, jalur hijau,
udara bersih, air, dan makanan bagi warga kota. Membutuhkan strategi
ruang hijau yaitu “bidang perbaikan termasuk mempertahankan (atau
membuat) koneksi antar wilayah Zona Hijau dan ruang hijau lainnya di
daerah perkotaan, mengembangkan pemahaman yang lebih baik dari
keanekaragaman hayati di kawasan kota, dan mengembangkan strategi
konservasi yang terkoordinasi”.27
Aspek kebudayaan, yaitu pentingnya nilai estetika fisik dan
bangunan bersejarah teruntuk kebudayaan penduduk. Pentingnya ekspresi
fisik dan estetika dari nilai-nilai umum dan esensi pada sebuah kota tidak
dapat diremehkan. Kualitas hidup warga secara langsung terkait dengan
25
Vanessa Timmer dan Nola Kate Seymoar, op.cit., hal. 26-27
26
Ibid, hal. 28
27
Ibid, hal. 28-29
32

karakter estetika kota mereka, berupa; alun-alun, lingkungan, penataan


jaringan jalan, arsitektur, ruang terbuka dan lansekap kota. Estetika ini
menciptakan identitas dan mengkomunikasikan esensi dari kota. Kota
dengan indah, arsitektur berskala manusia dan pengaturan masyarakat
memberikan penduduk dengan rasa aman dan kesejahteraan.
Hal ini dapat ditemukan dengan kembali ke akar kota dalam
melestarikan desain sejarah dan bangunan. Dalam ruang publik bahwa
peristiwa dan perayaan berlangsung membawa orang bersama-sama dalam
kota untuk hidup dan mendorong keramahan. Pentingnya tempat-tempat
pengumpulan sejarah dan bangunan warisan menjadi perhatian pusat
pelayanan pemerintah yang berfokus pada aspek-aspek budaya kota tidak
hanya karena mereka estetis sebagai nilai penting tetapi juga karena
mereka memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan pendidikan.
Pandangan Livable City dalam bidang kebudayaan menciptakan
kehidupan kelompok-kelompok etnis dan ras hidup dengan harmois dan
saling menghormati dengan tradisi etnis pusat, arsitektur dan perayaan
masyarakat.28
Konsep “livable city” digunakan untuk menunjukkan bahwa ide
pembangunan sebagai peningkatan kualitas hidup memerlukan kontak
lingkungan fisik maupun sosial untuk realisasinya. Dalam hal ini, kota
layak huni dapat dilihat dengan bertumpu pada empat pilar nilai dasar
kota, yaitu:
a) Kota yang dapat meningkatkan sistem kesempatan hidup menuju
kesejahteraan masyarakat. Ini termasuk kesehatan dan pendidikan yang
dapat menjangkau kemiskinan serta populasi yang lebih makmur.
b) Tersedianya lahan pekerjaan dan penghidupan yang berarti tidak hanya
untuk kepentingan pendapatan, tetapi sama-sama sebagai sumber
pendapatan dan pemenuhan kebutuhan hidup. Ini termasuk
penghasilan dalam bentuk barang, wirausaha dan bisnis keluarga.

28
Ibid, hal. 29-31
33

c) Sebuah lingkungan yang aman dan bersih akan terpenuhinya nilai


kesehatan dan kesejahteraan dalam mempertahankan pertumbuhan
ekonomi. Kerusakan lingkungan telah menjadi manifestasi sinyal
perkotaan yang un-livability.
d) Good governance. Membuat kota layak huni merupakan upaya nyata
politik dan publik yang tidak hanya melibatkan pemerintah saja tetapi
juga keterlibatan masyarakat dan sektor kepentingan umum. Inklusif,
partisipasi, kemitraan dan transparansi adalah salah satu kosakata
pemerintahan yang baik. 29
Metafora Kota dari sudut organisme30 hidup, menurut B. Cools,
kita harus memperlakukan kota seperti organisme hidup. Kemudian
fenomena urban, seperti kehidupan yang didasarkan pada tindakan dalam
penyeimbangan. Jika kita ingin kota berfungsi baik bagi masyarakat, maka
keseimbangan itu tidak boleh terbalik. Maka dari itu, akan diberikan
pengambaran (metafora organisme hidup) dalam bentuk tabel untuk
memahami bagaimana kota yang layak huni dalam meberikan
keseimbagannya bagi kehidupan.
Livable city digunakan dalam metafora organisme hidup - otak dan
sistem saraf dari Kota layak huni mengacu pada proses partisipatif dimana
Kota mengembangkan visi dan rencana, memonitor pelaksanaan rencana
dan menyesuaikan dengan keadaan yang berubah. Jantung adalah nilai-
nilai umum dan ruang publik kota yang mendefinisikan identitas esensial.
Lingkungan, klaster industri, pusat kota, taman dan pusat lain yang
membentuk organ kota. Mirip dengan sistem peredaran darah dan jaringan
saraf yang menenun koneksi dalam organisme hidup, rute transportasi,
infrastruktur, pembuangan limbah, jalur komunikasi, aliran air, dan ruang
hijau menghubungkan node (titik cabang) tersebut. metafora kota sebagai

29
Douglass, Mike and Ooi Giok Ling, “Industrializing Cities And The Environment In
Pacific Asia: Toward A Policy Framework And Agenda For Action”, 2000. hal. 104-127.
30
Dalam ilmu biologi dan ekologi, organisme (bahasa Yunani: organon yang berarti alat)
adalah kumpulan molekul-molekul yang saling memengaruhi sedemikian sehingga berfungsi
secara stabil dan memiliki sifat hidup. http://id.wikipedia.org/wiki/Makhluk_hidup diakses 22-03-
2015, Pukul 13.40
34

organisme hidup dapat berfungsi sebagai kerangka kerja konseptual yang


kuat. Hal ini memungkinkan pemeriksaan komponen penting yang
berbeda dari ‘livability’ dan pada saat yang sama memfokuskan perhatian
pada saling ketergantungannya komponen dan pentingnya memelihara
lingkungan.
Sudut Pandang Kota Dilihat Dari Organisme Hidup

METAFORA
KOMPONEN DESKRIPSI
LIVABLE CITY
Sistem otak dan Pemerintahan dan Kota layak huni memerlukan
saraf dari kota partisipasi keterlibatan aktif dari warga dalam
layak huni pembentukan visi, perencanaan,
pelaksanaan dan pemantauan rencana
Monitoring, regional dan tantangan yang berbasis
pengukuran, solusi untuk kota.
pembelajaran Kemampuan monitoring kota layak
huni setara dengan sistem saraf dalam
organisme hidup.
Sebuah kota layak huni
mengembangkan kemampuan untuk
mengukur kemajuan menuju tujuan,
untuk mendorong eksperimentasi dan
menguji ide-ide baru.
Belajar dari pengalaman, untuk
menyesuaikan strategi dalam
memperhatikan laporan dinamik suatu
keadaan dan pergeseran prioritas, dan
dengan cepat untuk merespon peluang
dan penolakan.
Jantung dari kota Nilai umum, rasa Kota layak huni berisi ruang publik
layak huni identitas dan yang aktif berfungsi untuk
tempat mencerminkan esensi dari dirinya
sendiri.
Untuk menciptakan dan memperkuat
identitas bersama, untuk berdiaolog
tentang nilai-nilai bersama.
Mengingat sejarah, perayaan dan
festival, dan untuk sosialisai oleh
anak-anak dan remaja.
Organ dari kota Seluruh Kota layak huni berfungsi campuran
layak huni masyarakat, ruang yang melingkupi seluruh masyarakat.
pusat Perumahan yang terjangkau dekat
perdagangan kota, dengan tempat belanja, pekerjaan,
35

kelompok pusat kebudayaan dan sistem jaringan


industrial,
ruang transportasi yang ramah bagi pejalan
hijau. kaki.
Inti pusat kota dengan adanya ruang
publik dan kegiatan ekonomi.
Kelompok industrial dengan
pemanfaatan infrastruktur bersama,
dan
Termasuk dalam ruang hijau yaitu
lahan pertanian dan taman.
Sistem peredaran Arus sumber daya Kota layak huni terhubung melaui
dari kota layak alam, koridor aliran sumber daya yang menopang
huni hijau, jaringan kegiatan termasuk air, materiil
energi, (bahan), air limbah dan sisa limbah;
komunikasi, adanya akses ke sumberdaya energi.
transportasi. Tersedianya koridor ruang hijau untuk
keanekaragaman hayati dan tempat
rekreasi.
Mampu mengakses ke sistem
komunikabilitas melalui teknologi
informasi dan komunikasi.
Jaringan transportasi yang
mengutamakan berjalan, transportasi
umum dalam pengiriman barang yang
efisien, dan memungkinkan untuk
masyarakat yang ramah pejalan kaki. 31

Livable city digambarkan sebagai serangakaian organ tubuh


dimana semua organ memliki fungsi masing-masing. Namun, semua organ
akan tidak berjalan jika semua organ itu tidak saling terhubung dalam
suatu node pokok yang menggerakannya menuju keseimbangan. Yaitu
dimana peran pemerintah dan masyarakatnya dalam membentuk kota yang
stabil dan memenuhi kapasitasnya untuk mebawa menuju jalan kelayakan
bagi semua penghuninya.

31
Vanessa Timmer dan Nola Kate Seymoar, op.cit., hal. 4-6
BAB III
PENAFSRIRAN AYAT-AYAT TERM BALAD, QARYAH, MADI<NAH
DAN BATASAN BALDATUN T{AYYIBATUN WA RABBUN G{AFUR
A. Penafsiran Ayat-Ayat Term Balad, Qoryah, Madi<nah
Dalam al-Qur’an kota praja (kota yang dibatasi oleh peraturan
pemerintah) diperkenalkan dengan berbagai istilah yaitu term balad,
madi>nah, dan qaryah. kata madi>nah dan derivasinya muncul dalam al-
Qur’an sebanyak 14 1 kali yang berkonotasi “tempat bermukim”. Kata
madi>nah sendiri memiliki arti kota, maju dan berperadaban, sehingga
madi>nah lazim dipahami sebagai kota yang maju tertata dengan baik,
nyaman dan aman sebagai tempat tinggal. Sedangkan term balad dan
derivasinya diungkapkan dalam al-Qur’an sebanyak 19 2 kali yang
berkonotasi negara, kota, city, state. Bahwa yang dimaksud negara dalam
al-Qur’an adalah kota sebab saat turun al-Qur’an lazim dipahami sebagai
kota dengan negara adalah semakna. Adapun kata qaryah dan derivasinya
diungkapkan dalam al-Qur’an sebanyak 563 kali yang berkonotasi tempat
tinggal. Hanya saja pada umumnya qaryah cenderung dimaknai sebagai
desa tempat tinggal yang masih sederhana, sedangkan term madi>nah, kota
dipahami sebagai tempat tinggal yang sudah maju. Namun demikian

1
[ Yaitu: (al-‘A’ra>f [7]: 123), (at-Taubah [9]: 101 dan 120), (Yu>suf [12]: 30), (al-H{ijr
[15]: 67), (al-Kahfi [18]: 19 dan 82), (al-Naml [27]: 48), (al-Qas}as} [28]: 15, 18 dan 20), (al-
‘Ah}za>b [33]: 60), (Ya>-Si>n [36]: 20), (al-Muna>fiqu>n [63]: 8) ]
2
[ Yaitu: (al-‘A’ra>f [7]: 57 dan 58), (‘Ibra>hi>m [14]: 35), (an-Nah}l [16]: 7), (Fa>t}hir [35]:
9), (al-Balad [90]: 1 dan 2), (at-Ti>n [95]: 3), (al-Baqarah [2]: 126), (‘A>li-‘Imra>n [3]: 196), (Ga>fir
[40]: 4), (Qa>f [50]: 11 dan 36), (al-Fajr [89]: 8 dan 11), (al-Furqa>n [25]: 49), (al-Naml [27]: 91),
(Saba’ [34]: 15), (az-Zukhruf [43]: 11) ]
3
[ Yaitu: (al-Baqarah [2]: 58 dan 295), (an-Nisa’ [4]: 75), (al-‘An’a>m [6]: 92, 123 dan
131), (al-‘A’ra>f [7]: 4, 94, 161, 163, 82, 88, 96, 97dan 98), (Yu>nus [10]: 98), (Yu>suf [12]: 82 dan
109), (al-H{ijr [15]: 4), (an-Nah}l [16]: 112), (al-’Isra>’[17]: 16 dan 58), (al-Kahfi [18]: 59 dan 77),
(al-‘Anbiya>’[21]: 6, 11, 74 dan 95), (al-H{aj [22]: 45 dan 48), (al-Furqa>n [25]: 40 dan 51), (asy-
Syu’ara‘ [26]: 208), (al-Naml [27]: 34 dan 56), (al-Qas}as} [28]: 58 dan 59), (al-‘Ankabu>t [29]: 31
dan 34), (Saba’ [34]: 34 dan 18), (Ya>-Si>n [36]: 13), (az-Zukhruf [43]: 23 dan 31), (Muh}ammad
[47]: 13), (at}-T{ala>q [65]: 8), (Hud [11]: 100, 102 dan 117), (asy-Syu>raa [42]: 7), (al-‘Ah}qa>f [46]:
27), (al-H{asyr [59]: 7 dan 14) ]

36
37

qaryah dan madi>nah berpeluang sama dimaknai sebagai tempat tinggal.


Kota dan desa ada yang maju dan ada yang tidak maju. 4
Lebih lanjut, penafsiran ayat-ayat term balad, qaryah, dan madi>nah
serta derevasinya dengan diikuti ungkapan aman, t}ayib dan fasad atau
pun mayyitun. Sebab kata yang mengikutinya dapat diartikan sebagai
jalan untuk membentuk konsep kota yang layak huni dengan karakter
aman, t}ayyib, fasad dan mayitun. Untuk kata aman dan t}ayyib jelas
menunjukkan kata dengan arti kota yang sejahtera (aman, baik, sentosa),
sedangkan fasad dan mayyitun ini dapat dipahami dengan makna
kontradiktif yang terkandung dalam ayat. Misalnya fasad, dalam suatu
ayat menjelaskan bagaimana kerusakan itu terjadi, sehingga menunjukkan
kota tidak nyaman. Dengan jalan kerusakan jika terjadi pasti ada
sebabnya, jika penyebab kerusakan dihindari maka kerusakan tersebut
tidak akan terjadi.

1. Penafsiran Ayat-Ayat Balad


ِ‫ات من آَمن ِمْن هم بِاللَّه‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ‫وإِ ْذ ق‬
ْ ُ َ َ ْ َ ‫اج َع ْل َه َذا بَلَ ًدا آَمنًا َو ْارُز ْق أ َْهلَهُ م َن الث ََّمَر‬
ْ ‫ب‬ ِّ ‫يم َر‬
ُ ‫ال إبْ َراه‬ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ْ ‫ال وم ْن َك َفر فَأُمتِّعُهُ قَلِ ًيًل ُُثَّ أ‬ ِ ِ
ُ‫س الْ َمصي‬
َ ‫َضطَُّرهُ إ ََل َع َذاب النَّار َوبْئ‬ َ َ َ َ َ َ‫َوالْيَ ْوم ْاْلَخ ِر ق‬
Artinya: dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku,
Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah
rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman
diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman:
“Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara,
kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-
buruk tempat kembali”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 126)5

Dalam tafsirnya al-Mara>ghi, menjelaskan permohonan do’a nabi


Ibrahim yang mengaharapkan agar baitul haram dijadikan sebagai tempat
yang aman dan selamat dari keserakahan yang ingin menguasai. Selain itu,
memohon agar tempat itu terbebas dari siksaan Allah, tidak seperti negara-
negara lain yang sering tertimpa agin topan, gempa bumi, banjir dan

4
Mujiyono Abdillah, Fikih Lingkungan (Panduan Spiritual Hidup Berwawasan
Lingkungan), Cet I, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogjakarta: 2005. 106-107
5
Departemen agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal.24
38

bencana alam lainnya yang merupakan pertanda kemurkaan Allah dan


siksaan-Nya. Kemudian jika ada seseorang yang bermaksud jelek pasti
akan hancur sebelum melaksankan niatnya, dan siapa pun yang akan
memusuhinya maka permusuhannya itu tidak lama kemudian akan
terhenti. Ibrahim juga memohonkan agar penghuninya mendapatkan rizki
buah-buahan. Ada kalanya ditanam sendiri di tempat yang dekat, atau
didatangkan dari tempat yang jauh. Sebagaimana terdapat dalam satu ayat
pada surat al-Qas}as} disebutkan.

...‫ات ُك ِّل َش ْي ٍء ِرْزقًا ِم ْن لَ ُدنَّا‬ ِ ِ


ُ ‫أ ََوََلْ ُُنَ ِّك ْن ََلُ ْم َحَرًما آَمنًا ُُْي ََب إِلَْيه ََثََر‬...
Artinya: ...dan Apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka
dalam daerah Haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke
tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh- tumbuhan)
untuk menjadi rezki (bagimu) dari sisi Kami?...(Q.S. Al Qas}as}
[28]: 57)6
Nabi Ibrahim menengadahkan do’a ini khusus untuk orang yang
beriman tetapi karena sifat rahma>n dan rahi>m, Allah memberikan rizki
kepada semua orang, sekalipun kafir. Allah telah berfirman:

ِ ِِ ِ ِ
‫ورا‬
ً ُ‫ك ََْمظ‬ َ ِّ‫ُك اًل ُُن ُّد َه ُؤََلء َوَه ُؤََلء م ْن َعطَاء َرب‬
َ ِّ‫ك َوَما َكا َن َعطَاءُ َرب‬
Artinya: kepada masing-masing golongan baik golongan ini
maupun golongan itu. Kami berikan bantuan dari kemurahan
Tuhanmu. dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (al-isra’
[17]: 20)7
Kenikmatan yang diberikan kepada kaum kafir itu akan terbatas
pada umur mereka. Kemudian, mereka akan dikembalikan ke neraka,
tempat yang paling jelek. Kami pun memberi rizki kepada kaum kafir,
tetapi kami hanya memberi kenikmatan kepada mereka dalam batas
tertentu, yakni selama mereka di dunia. Kemudian akan kami giring

6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 552
7
Ibid., hal. 387
39

mereka kedalam neraka secara paksa. Mereka tidak menyadari bahwa


akhir kehidupan mereka sangat menyedihkan. 8
Menurut Hamka, di dunia orang mu’min dan kafir akan
mendapatkan hak yang sama, malahan kadang rezeki yang diberikan oleh
kafir lebih banyak ketimbang orang mu’min. Namun, banyak atau pun
seidkit dalam soal kebendaan belumlah boleh dijadikan ukuran. Nanti baru
di akhirat baru akan diperhitungkan diantara iman dan kafir. Yang kufur
habislah reaksinya sehingga hidup ini saja. Ujian akan diadakan di akhirat.
Betapa pun kaya-raya banyaknya tanam-tanaman buah-buahan di dunia
ini, tidak akan ada lagi setelah gerbang maut dimasuki. Orang yang kaya
kebendaan tetapi miskin jiwa gersang dan sunyi dari pada iman, adalah
neraka yang jadi tempatnya. 9

ِ ‫ف ْاْلَتاَي‬ ِ ِ ِ
‫ات‬َ ُ ‫صِّر‬ َ ُ‫ك ن‬ َ ُ‫ب َيَُْر ُج نَبَاتُهُ بِِإ ْذ ِن َربِِّه َوالَّذي َخب‬
َ ‫ث ََل َيَُْر ُج إََِّل نَك ًدا َك َذل‬ َّ
ُ ِّ‫َواْلبَ لَ ُد الطي‬
‫لَِق ْوٍم تاَيَ ْش ُك ُرو َن‬
Artinya: dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur
dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-
tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi
tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.
(Q.S. al-‘A’ra>f [7]: 58)10

Al-Mara>ghi menafsirkan, sesungguhnya bumi itu diantaranya ada


yang tanahnya baik dan pemurah, yang tanaman-tanamannya keluar
dengan mudah dan tumbuh dengan cepat. Dengan demikian banyak
hasilnya dan enak buah-buahannya. Ada pula diantara tanahnya yang
buruk, seperti tanah hitam berbatu, dan tanah yang tandus yang tanam-
tanamannya tidak tumbuh karena jumlahnya tidak seberapa kecuali
dengan kesulitan. 11

8
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun al-sud, Jil.I (1, 2, 3),
Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 177-178
9
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz I, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. hal. 306-307
10
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 212
11
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. III
(7,8,9), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 329-330
40

Menurut Hamka, ayat ini memberikan dorongan kepada manusia


bagaimana menghidupkan kembali tanah yang tandus. Ini juga
mengisyaratkan agar menjaga jagan terjadi erosi yang dikatuki itu.
Keseluruhan ayat memberikan gambaran guna mengatur pemberian Ilahi
itu didalam menyusun kesehatan dalam kota, memelihara taman untuk
mengatur udara dan cuaca sehat, sehingga penduduk kota jangan diracuni
oleh debu, yang berbahaya di dunia modern ini bagi kesehtan, dia juga
memberikan gambaran perseimbangan tanah rimba sebagai pemeliharaan
hujan, mengatur agraria dan industri. 12
Lain halnya, M. Quraish Shihab dan tanah yang baik adalah tanah
yang subur dan selalu dipelihara, tanaman-tanamannya tumbuh subur
dengan seizin yakni berdasar kehendak Allah yang ditetapkan-Nya melalui
hukum alam dan tanah yang buruk, yakni yang tidak subur. Allah tidak
memberinya potensi untuk menumbuhkan buah yang baik, karena itu
tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana, hasilnya sedikit dan
kualitasnya rendah. Demikianlah kami mengulang ulangi dengan cara
beraneka ragam dan berkali-kali ayat-ayat, yakni tanda-tanda kebesaran
dan kekuasaan kami bagi orang-orang yang bersyukur, yakni yang mau
menggunakan anugerah Allah sesuai dengan fungsi dan tujuannya. 13
Dengan cara penggambaran yang indah seperti itulah kami
mengulangi ayat-ayat yang menunjukkan atas kekuasaan kami yang nyata.
Dan kami mengulanginya kepada kaum yang bersyukur atas nikmat-
nikmat kami akan hal-hal itu. Maka sempurnalah hikmah kami, dan
dengan demikian mereka berhak menerima tambahan dari nikmat dan
dibalas pahala atas penggunaan nikmat-nikmat tersebut.14

ِ ِ ِ َ َ‫وإِ ْذ ق‬
‫َصنَ َام‬ َّ َِ‫اجنُْب ِن َوب‬
ْ ‫ن أَ ْن نَ ْعبُ َد ْاْل‬ ْ ‫اج َع ْل َه َذا الْبَ لَ َد آَمنًا َو‬
ْ ‫ب‬ِّ ‫يم َر‬
ُ ‫ال إبْ َراه‬ َ

12
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz VIII, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. hal. 268
13
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), Vol.
5, Lentera Hati, Jakarta: 2002. hal. 128
14
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, op.cit., hal. 330
41

Artinya: dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku,


Jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah
aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
(Q.S. ‘Ibra>hi>m [14]: 35)15

Al-Mara>ghi menjelaskan, Ingatlah kepada kaummu -sambil


mengingatkan akan berbagai kejadian yang ditetapkan Allah- berita
tentang Ibrahim, ketika dia berdo’a, “Ya Allah yang berbuat baik
kepadaku dengan mengabulkan do’aku, jadikanlah Mekah sebagai negeri
yang aman”. Allah telah mengabulkan do’anya. Dijadikan kota Mekah
sebagai tanah suci; tidak boleh terjadi pertumpahan darah; seorang tidak
boleh berbuat zalim; binatangnya tidak boleh diburu; dan rerumputannya
tidak boleh dipotong.16 Sebagaimana firman Allah Swt:

...‫َّاس ِم ْن َح ْوَلِِ ْم‬ ِ


ُ َّ‫أ ََوََلْ تاَيََرْوا أَنَّا َج َع ْلنَا َحَرًما آَمنًا َوتاَيُتَ َخط‬
ُ ‫ف الن‬
Artinya: dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa
sesungguhnya kami telah menjadikan (nederi mereka) tanah suci
yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok merampok. (Q.S.
al-‘Ankabu>t [29]: 67)17
Tanggapan M. Quraish Shihab, Ayat ini menyebutkan nabi
Ibrahim yang memohonkan keamanan kota Mekah, dimana anak dan
istrinya bertempat tinggal serta kesejahteraan penduduknya dan terhindar
dari penyembahan berhala. Demikian ayat ini serupa namun tidak sama
dengan do’a beliau yang terdapat dalam al-Baqarah [2]: 126, agaknya do’a
disana dipanjatkan pada waktu yang berbeda dengan do’a ini. Disana
beliau berdo’a kiranya lokasi dimana beliau meninggalkan anak dan
istrinya (Isma>‘i>l dan Ha>jar) dijadikan suatu kota yang aman dan sejahtera.
Selanjutnya setelah beberapa tahun, beliau berdo’a sekali lagi tapi kali ini
lokasi tersebut telah ramai di kunjungi- khususnya setelah ditemukan
sumur zam-zam. Karena itu, ayat ini menggunakan kata baladan dalam
bentuk nakirah sehinnga dalam ayat ini disebutkan ma’rifat al-balad.
15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 351
16
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. V
(13,14,15), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 133
17
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 569
42

Do’a ini, untuk menjadikan kota Mekah dan sekitarnya sebagai


kota yang aman, adalah do’a untuk menjadikan keamanan yang ada di
sana berkesinambungan hingga akhir masa. Atau anugerah kepada
penduduk dan pengunjungnya berkemampuan untuk menjadikannya aman
dan tentram. 18
Sedangkan menurut Hamka, maksud dari Ibrahim mendirikan
Mekah karena hendak mendirikan sebuah rumah persembahan kepada
Allah, dan sunyi dari berhala. Sebab itu beliau memohonkan kepada Allah
supaya anak cucunya jangan sampai menambah berhala-berhala. Dan di
do’akannya kepada Tuhan supaya negeri yang telah dibukanya itu aman
sentosa, merasa tentramlah kiranya orang yang tinggal di sana. Jangan ada
hura-hura dan siapa yang masuk kesana terjaminlah kiranya
keselamatannya. 19

‫ي َوِِشَ ٍال ُكلُوا ِم ْن ِرْزِق َربِّ ُك ْم َوا ْش ُك ُروا لَهُ بَ ْل َدة‬ ِ َ‫لَ َق ْد َكا َن لِسبٍإ ِف مس َكنِ ِهم آَتاَية جنَّت‬
ٍ ِ‫ان َع ْن ََي‬ َ َ ْ ْ َ ََ
‫طَيِّبَة َوَرب َغ ُفور‬
Artinya: Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan
Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di
sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
“Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang
baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun. (Q.S.
Saba’ [35]: 15)20

Penafsiran al-Mara>ghi, Sesungguhnya penduduk negeri ini, yang


terdiri dari raja-raja Yaman, hidup dalam kenikmatan besar dan rizki yang
luas. Mereka mempunyai kebun-kebun yang subur dan taman-taman yang
lapang disebelah kanan lembah dan kirinya. Begitu pula Allah telah
mengutus kepada mereka rasul-rasul-Nya yang menyuruh kepada mereka
supaya memakan rizki Tuhan mereka dan bersyukur kepada-Nya denagan
cara mengesakan dan beribadah kepadanya, sebagai imbalan atas karunia-
18
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), Vol.
7, Lentera Hati, Jakarta: 2002, hal. 66-68
19
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XIII, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. hal. 152
20
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 608
43

karunia tersebut, yang telah dianugerahkan kepada mereka. Juga atas


nikmat-nikmat yang Allah telah berikan kepada mereka sampai suatu saat
nanti. Namun kemudian mereka berpaling dari apa yang diperintahkan
kepada mereka, sehingga mereka porak-poranda diseluruh negeri dan
tercerai-berai. 21
M. Qurais Shihab, negeri ini adalah negeri yang baik aman dan
sentosa buat kamu semua dan Tuhan yang melimpahkan anugerah itu.
Ungkapan dari baldatun t}ayyibatun wa rabbun g}hafur, memberi isyarat
bahwa suatu masyarakat tidak dapat luput dari dosa dan kedurhakaan.
Seandainya tidak demikian, maka tidaklah ada arti penyebutan kata rabbun
g}afur. Pada masa nabi Muhammad pun ada anggota masyarakat beliau
yang berdosa. Sungguh kita telah meremehkan perjuangan nabi
Muhammad dan para sahabat beliau jika kita menduga bahwa seluruh
anggota masyarakat mereka terdiri dari orang-orang yang luput dari dosa
dan kedurhakaan. 22
Sedangkan Hamka, ayat ini mengisyaratkan ada kebun-kebun
disebelah kanan dan kiri kota, sehingga mereka tidak pernah merasa
kekurangan makanan, malahan berlebihan. Rezeki diberikan oleh Tuhan
tersebab dari kesuburan tanah, kelebatan buah dan manis rasanya dan
jaminan hidup, semua itu hendaknya disyukuri. Disini dapat dilihat
pertanda yang disebutkan, selama nikmat Allah masih disyukuri dengan
beramal dan berusaha, dengan bekerja, selama itu pula negeri akan tetap
baik. Apabila negeri telah aman dan baik, “menguning padi di sawah,
menghijau padi di ladang, mentimun mengarang bunga, terung ayun-
ayunan, tebu menyetak ruas, lada membintang timur”, maka dari
penghasilan bumi timbullah kemakmuran, kemakmuran moga-moga
menambah dekat dekat diri kepada Tuhan, maka segala dosa akan

21
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. VIII
(22,23,24), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 116-117
22
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), Vol.
11, Lentera Hati, Jakarta: 2002, hal. 363
44

diampuni Tuhan. Asal saja dalam segala gerak-gerik hidup itu Tuhan tidak
dilupakan. 23

ِ ‫وَه َذا الْبَ لَ ِد ْاْل َِم‬


‫ي‬ َ
Artinya: dan demi kota (Mekah) ini yang aman,(Q.S. At-Tii>n [95]:
3)24
Mekah yang dimuliakan Allah dengan adanya Kakbah,
dimuliakannya oleh Allah sebab dilahirkan utusan yaitu Muhammad dan
kemuliaannya karena baitul hara>m (tanah haram) Mekah.25

ٍ ‫اس َق‬
‫ات ََلَا طَْلع‬ ِ ِ ْ ‫ب‬
ِ ‫ والنَّخل ب‬. ‫يد‬ ٍ ‫السم ِاء ماء مبارًكا فَأَنْبْت نَا بِِه جن‬ ِ
َ َ ْ َ ‫اْلَص‬ َّ ‫َّات َو َح‬ َ َ َ َُ ً َ َ َّ ‫َونََّزلْنَا م َن‬
.‫ ِرْزقًا لِْلعِبَ ِاد َوأ َْحيَ ْي نَا بِِه بَْل َد ًة َمْيتًا َك َذلِ َك ْاْلُُر ُوج‬. ‫نَ ِضيد‬
Artinya: dan Kami turunkan dari langit air yang banyak
manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan
biji-biji tanaman yang diketam,
dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang
yang bersusun- susun,
untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami
hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). seperti Itulah
terjadinya kebangkitan.(Q.S. Qa>f [50]: 9-11)26

Al-Mara>ghi menafsirkan, diturunkannya dari langit air yang


banyak manfaatnya karena dengan air itu kami menumbuhkan kebun-
kebun yang subur dan tanaman-tanaman yang luas, disamping biji-bijian
dari tanam-tanaman yang biasanya diketam seperti gandum, jelai dan lain-
lain. Ditumbuhkannya kurma di bumi yang tinggi-tinggi yang mempunyai
mayang yang tersusun-susun sebagian di atas sebagian lainnya sebagai
bahan makanan bagi hamba-hamba kami dan sebagai rizki bagi mereka. 27

23
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XXII, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. hal. 152
24
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 903
25
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. X
(28,29,30), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 453
26
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 748
27
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. IX
(25,26,27), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 258
45

M. Quraish Shihab memberikan tafsirnya, bahwa ayat ini merupakan


pemaparan bukti kekuasaan Allah yang diuraiakan dalam bentuk beberapa
dampak yang diperoleh dari penciptaan langit dan bumi. Berupa apa yang
dihasilkan oleh langit dan bumi yakni air hujan yang bersumber dari laut dan
sungai yang terhampar di bumi, lalu air itu menguap ke angkasa akibat panas
yang memancar dari matahari yang berada di langit. Disini anugerah tuhan
terhadap makhluk-makhluknya dengan menurunkan air ynag merupakan sumber
kehidupan bagi mereka di bumi ini. 28
Kata ‘Ibad pada ayat ini terikat dengan al-Inbah (kembali kepada
Allah) seperti firman Allah:
ٍ ِ‫صرةً وِذ ْكرى لِ ُك ِّل َعْب ٍد ُمن‬
‫يب‬ ِ
َ َ َ ‫تَْب‬
Artinya: untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap
hamba yang kembali (mengingat Allah. (Q.S. Qaa>f [50]: 8)29

Karena pelajaran itu hanya diambil oleh orang yang kembali


kepada Allah saja, lain halnya rezeki yang meliputi siapa saja, orang yang
kembali kepada Allah akan memakan rizki dengan tetap mengingat dan
bersyukur kepada Allah atas segala karunia-Nya sedang orang yang tidak
kembali kepada Allah akan makan seperti halnya makannya binatang
ternak. Oleh karena itu rizki tidak diberi takhsi>s (pengkhususan berupa
ikatan). Dengan air itu kami hidupkan tanah gersang yang tidak terdapat
padanya tumbuhan-tumbuhan, sehingga tanah itu bergerak lalu
menumbuhkan bermacam-macam tumbuhan indah.30

2. Penafsiran Ayat-Ayat Qaryah

‫ت بِأَنْعُ ِم‬ ٍ ‫ت آَِمنَةً مطْمئِنَّةً تاَيأْتِيها ِرْزقُها ر َغ ًدا ِمن ُك ِّل م َك‬
ْ ‫ان فَ َك َفَر‬ ْ َ‫ب اللَّهُ َمثًًَل قَ ْرتاَيَةً َكان‬
َ ْ َ َ َ َ َ ُ َ ‫ضَر‬
َ ‫َو‬
ِ ِ ْ ‫وع و‬ ِ َّ ِ َّ
‫صنَ ُعو َن‬
ْ َ‫اْلَْوف ِبَا َكانُوا تاَي‬ َ َ‫الله فَأَذَاقَ َها اللهُ لب‬
َ ِ ُ‫اس ا ْْل‬
Artinya: dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan)
sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang
kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi

28
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), vol.
13, Lentera Hati, Jakarta: 2002, Hal. 286
29
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 748
30
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, op.cit., hal. 259
46

(penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah


merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan,
disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.(Q.S. an-Nah}l [16]:
112).31

Al-Mara>ghi mengungkapkan, bahwa Allah menyajikan gambaran


suatu negeri yang penduduknya merasa aman dari serangan musuh,
peperangan, kelaparan, dan perampokan, rizki yang banyak datang
kepadanya dari seluruh negeri, kemudian mereka kafir akan nikmat-
nikmat Allah. Maka Allah meratakan kelaparan dan ketakutan kepada
mereka, dan merasakan pahitnya setelah mereka berada pada kelapangan
dan ketentraman hidup. Padahal, telah datang seorang rasul kepada mereka
dari jenis mereka sendiri, yang asal usul dan keturunannya telah mereka
ketahui. Kemudian mereka mendustakannya dalam apa yang dia kabarkan
kepada mereka, yaitu kewajiban bersyukur atas nikmat. Maka Allah
mengadzab dan memusnahkan mereka karena mereka bergelimang
kedzaliman, yaitu kekufuran dan pendustaan terhadap rasul.32
Penafsiran M. Quraish Shihab, Allah telah membuat perumpamaan
agar mudah dipahami dan direnungkan, yaitu suatu negeri yang
penduduknya tadinya merasa aman dari ancaman musuh lagi tentram
dengan kesenangan hidup dan keharmonisan penduduknya, rezekinya
yakni rezeki pada penduduk itu datang kepadanya melimpah ruah dari
segenap tempat, darat, laut, dan udara, dan dengan berbagai cara. Tetapi
penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah yakni tidak menggunakan
sesuai tuntutan Allah, karena itu Allah Maha Penguasa menjadikan
penduduk itu merasakan pakaian kelaparan setelah sebelumnya hidup
mereka sejahtera dan juga menjadikan mengenakan pakaian ketakutan
setelah tadinya mereka merasakan keamanan, disebabkan oleh apa yakni
kedurhakaan yang selalu mereka perbuat.33

31 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 381
32
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. V
(13,14,15), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 265
33
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), Vol.
7, Lentera Hati, Jakarta: 2002, Hal. 369
47

Penggunaan kata an’am disini menurut M. Quraish Shihab


mengisyaratkan bahwa anugerah Allah, yang mereka peroleh sedikit jika
di bandingkan dengan apa yang disisi Allah. Atau lebih tepatnya dikatakan
bahwa anugerah Allah yang mereka peroleh itu -walau banyak- tetapi
hakikatnya sedikit jika dibandingkan dengan anugerah yang dapat mereka
peroleh jika mereka taat kepad-Nya. T{abat}aba’i memahami pemilihan
bentuk jama’ yang bukan menunjuk banyak itu, karena ayat ini hanya
menyebut tiga macam nikmat, yaitu aman, tentram, dan anugerah rizki.
Sedang jumlah yang sedikit untuk seuatu yang ditunjuk dengan jama’
adalah tiga. Kata liba>s (pakaian) memberi ilutrasi bahwa rasa lapar dan
takut itu telah meliputi diri mereka, tidak ubahnya sebagai pakaian yang
meliputi jasmani seseorang. 34
Disini terdapat isyarat, bahwa mereka tenggelam di dalam
kekufuran dan pertentangan, dan bahwa pemberian adzab atas pendustaan
terhadap rasul mengikuti Sunnah Allah, bahwa Allah tidak mengazab
suatu umat sebelum ada rasul yang memberi peringatan bimbingan
kepadanya, sebagaimana firman Allah Swt:

‫ث َر ُسوًَل‬ َ ِ‫ َوَما ُكنَّا ُم َع ِّذب‬...


َ ‫ي َح َّّت نَْب َع‬
Artinya: ...dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami
mengutus seorang rasul.(Q.S. al-’Isra>’[17]: 15)35
Demikianlah keadaan penduduk Mekah. Mereka berada dalam
negeri yang aman; orang-orang sekitarnya tertarik kepada mereka, tidak
ada sedikit angin ketakutan yang berlalu pada mereka, tidak pula hati
mereka tergoncang oleh sesuatu, dan berbagai macam buah-buahan pun
datang kepada mereka.36
Hamka menjelaskan, ayat ini menunujukkan bahwa nikmat yang
dikaruniakan Tuhan kepada suatu negeri, yang aman lagi sentosa, yang
subur lagi makmur, yang dilimpahi rizki dari mana-mana pun datangnya,
34
Ibid., hal. 370-371
35
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 386
36
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Op.cit., hal. 266
48

dari setiap penjuru, dari langit tersebab hujan yang teratur, dari bumi
tersebab ikannya banyak, dari negeri lain karena mudah perhubungan,
“rimbah ripah loh jinawi”. Semuanya itu mudah saja tuhan mencabutnya,
bertukar dengan kelaparan dan ketakutan. Kering dan kemarau, hujan
tidak membawa subur tetapi membawa banjir. Panas tidak memasak padi,
tetapi mengahancurkan benih. Kelaparan akan datang menimpa, akan
terjadi apa yang kita namai “busung lapar” akan merampas kepunyaan
orang yang berada. Orang jadi ketakutan selalu, takut dirampok, takut
garong dan takut serangan dari luar. Yang kuat menganiaya yang lemah,
sehingga tempat berlindung tidak ada lagi. Sebab-musabanya telah jelas
dalam ayat ini, yaitu karena penduduk telah kufur, atau tidak menyambut
dengan sepantasnya nikmat yang telah ada dan tidak sanggup memlihara
sumber nikmat itu. Semua berebut untuk mencari keuntungan sendiri,
lantaran itu maka kutuk laknat yang didatangkan Tuhan adalah satu hal
yang sewajarnya sebab kesalahan mereka sendiri. 37
Dapat disimpulkan bahwa ayat ini adalah undang-undang yang
tetap dari Tuhan bahwasannya dosa suatu msayarakat dari satu negeri bisa
menyebabkan datangnya kutuk tuhan kepada negeri itu. Mungkin dalam
negeri itu ada juga orang baik-baik, namun mereka telah terbawa rendong
dan menjad korban dari kesalahan yang berbuat durjana. 38

ِ ِ ِ ِ
َ ‫وك إِذَا َد َخلُوا قَ ْرتاَيَةً أَفْ َس ُد‬
َ ‫وها َو َج َعلُوا أَعَّزةَ أ َْهل َها أَذلَّةً َوَك َذل‬
‫ك تاَيَ ْف َعلُو َن‬ َ ُ‫ت إِ َّن الْ ُمل‬
ْ َ‫قَال‬
Artinya: Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki
suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan
penduduknya yang mulia Jadi hina; dan demikian pulalah yang
akan mereka perbuat. (Q.S. al-Naml [27]: 34)39

Al-Mara>ghi menjelaskan, Setelah menyadari bahwa kaumnya


cenderung untuk berperang, Balqis segera menjelaskan langkah yang
benar dan mengigatkan kelengahan mereka akan kekuasaan dan

37
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XIV, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. hal. 308
38
Ibid.,
39
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 534
49

keagungan Sulaiman. Sebab, orang yang dapat menundukan burung


menurut kehendaknya tidak mudah untuk dikalahkan dan dilawan.
Setelah kaumnya mengajukan diri untuk memerangi Sulaiman,
Balqis berkata kepada mereka “Sesungguhnya jika para raja memasuki
suatu negeri untuk menaklukannya, mereka akan merusaknya dengan
menghancurkan bangunan-bangunan dan harta-hartanya, serta
menghinakan penduduknya dengan menawan dan mengusir mereka dari
kampung halaman atau membunuh mereka secara kejam, agar mereka
memiliki kekuasaan dan kerajaan serta ditakuti semua pihak. Demikianlah
apa yang akan dilakukan terhadap kita”.40
Hamka memberikan penjelasan, “sesunguhnya raja-raja apabila
mereka masuk kedalam suatu negeri”, yaitu masuk secara menaklukkan,
jika pertahanan negeri yang ditaklukkan itu telah patah atau tidak melawan
sejak semula, “akan akan dirusakannyalah negeri itu”. Suatu negeri aman
tentram ialah karena susunan pemerintahannya teratur. Tetapi kalau
kekuasaan lain telah masuk dengan secara kegagahan, aturan itu akan
diubahnya, maka timbullah kerusakan. “dan akan dijadikannya
penduduknya yang mulia menjadi hina”. Inilah ilmu kenegaraan yang
tepat sekali diajarkan oleh ratu Bilqis dan diturunkan oleh Tuhan sebagai
wahyu kepada nabi Muhammad dan jadi petunjuk jalan bagi kita umat
Muhammad sampai selamanya. Yaitu apabila suatu kekuasaan asing teah
masuk menaklukkan suatu negeri, maka orang yang mulia dalam negeri itu
akan dibuatnya menjadi hina. 41
Berbeda ketika M. Quraish Shihab menjelaskan, ayat ini dikutib
oleh pendapat Ibn ‘A<syu>r “walau ayat ini menggambarkan musyawarah
yang dilakukan sang ratu, namun ayat ini tidak dapat dijadikan dasar untuk
menyatakan bahwa islam menganjurkan musyawarah. Karena ayat ini
tidak berbicara dalam konteks hukum, tidak juga untuk memujinya. Ia
adalah uraian tentang peristiwa yang terjadi ditengah satu masyarakat yang
40
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. VII
(19,20,21), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 113
41
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XIV, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. hal. 209
50

tidak menganut ajaran berdasar wahyu ilahi. Namun demikian, perlu


diingat bahwa al-Qur’an memaparkan satu kisah adalah agar dipetik dari
kisahnya pengajaran dan keteladanan dan atas dasar pertimbangan itu bisa
ditarik dari ayat-ayat ini kesan tentang baik dan perlunya musyawarah”. 42

‫اها فَ َجاءَ َها بَأْ ُسنَا بَيَاتًا أ َْو ُه ْم قَائِلُو َن‬ ٍ ِ


َ َ‫َوَك ْم م ْن قَ ْرتاَيَة أ َْهلَكْن‬
Artinya: betapa banyaknya negeri yang telah Kami binasakan,
Maka datanglah siksaan Kami (menimpa penduduk)nya di waktu
mereka berada di malam hari, atau di waktu mereka beristirahat di
tengah hari. (Q.S. al-A’ra>f [7]: 4)43

Al-Mara>ghi mengatakan, Banyak negeri yang kami hancurkan


karena negeri-negeri itu tidak mematuhi para rasul mereka tentang apa
yang dibawa oleh rasul-rasul itu dari sisi tuhan. Dan kehancuran mereka
kadang ketika mereka sedang tidur malam, seperti kaum nabi Luth.
Terkadang ketika mereka enak-enak tidur siang, seperti kaum nabi
Syu’aib. Dan masing-masing dari waktu itu, adalah saat untuk istirahat
dan bersantai yang tidak disangka akan terjadi kehancuran atau siksaan.
Jadi sepatutnyalah kemewahan hidup itu dianggap sebagai tanda, bahwa
dirinya pun patut mendapat siksa karena siksa patut diduga kapan saja.
Ayat tersebut merupakan sindiran tentang terpedayanya orang-
orang kafir Quraisy yang membanggakan kekuatan, kekayaan,
keperkasaan dan keluarga mereka, dan menganggap bahwa semua itu
termasuk bukti-bukti bahwa Allah meridlai mereka. 44 Sebagaimana
dinyatakan Allah ketika menceritakan orang-orang kafir Quraisy.

ِ
َ ِ‫َوقَالُوا ََْن ُن أَ ْكثَ ُر أ َْم َو ًاَل َوأ َْوََل ًدا َوَما ََْن ُن ِبَُع َّذب‬
‫ي‬

42
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), Vol.
10, Lentera Hati, Jakarta: 2002. hal. 221
43
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 203
44
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. III
(7,8,9), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 260-261
51

Artinya: dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai


harta dan anak- anak (daripada kamu) dan Kami sekali-kali tidak
akan diazab. (Q.S. Saba’ [34]: 35)45

M. Quraish Shihab memberikan pelajaran pada ayat ini, bahwa


begitu Allah menghendaki terjadinya kebinasaan satu negeri atau
kebinasaan penduduknya, maka dia menciptakan sebab-sebab kehancuran
dan kebinasaannya. Penggunaan ungkapan ini oleh al-Qur’an untuk
mengancam sekaligus mendorong para pendurhaka untuk segera
bertaubat. Seakan-akan ayat ini menyatakan segeralah bertaubat karena
kesempatan bertaubat sudah sangat singkat dan Allah akan segara
membinasakan para pendurhaka. 46
Hamka menafsiri, banyak desa yang telah dibinasakan Allah,
karena salah mencari penolong, karena tidak mau menuruti bimbingan
Allah yang dibawakan oleh rasul, karena sedikit yang ingat. Oleh karena
mereka, yaitu desa-desa itu tegasnya penghuni desa itu tidak ingat bahwa
hanya Allah penolong mereka, mereka lalai dan mereka menyembah yang
lain, maka murka Allah datang kepada mereka secara tiba-tiba, dengan
tidak mereka sangka-sangka. Ada yang tidur tidur nyenyak istirahat tengah
hari atau selepas tergelincir matahari. Menandakan bahwa siksa Allah itu
datang sedang mereka enak-enakan menyangka bahaya tidak ada.47

ِ ‫الس َم ِاء َو ْاْل َْر‬


‫ض َولَ ِك ْن َك َّذبُوا‬ َّ ‫ات ِم َن‬
ٍ ‫ولَو أ ََّن أَهل الْ ُقرى آَمنُوا واتَّ َقوا لََفتحنَا علَي ِهم ب رَك‬
ََ ْ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ َْ
ِ ِ
‫اه ْم ِبَا َكانُوا تاَيَكْسبُو َن‬
ُ َ‫َخ ْذن‬
َ ‫فَأ‬
Artinya: Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah
dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.(Q.S. al-
A’ra>f [7]: 96)48

45
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 612
46
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), Vol.
5, Lentera Hati, Jakarta: 2002. hal. 12
47
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz VIII, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. hal.176
48
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 218
52

Menurut Hamka, keimanan dan takwa kepada Allah membukakan


pintu rizki. Sebab kalau orang telah beriman dan bertakwa, fikirannya
sendiri terbuka, ilhampun datang. Sebab iman dan takwa itu menimbulkan
silaturrahmi sesama manusia. Lantaran itulah timbul kerjasama yang baik
sebagai khalifah Allah di bumi. Dengan demikian turunlah berkat dari
langit dan menyemburlah berkat dari bumi. Berkat ada dua, yakni hakiki
dan ma’nawi. Yang hakiki adalah berupa hujan membawa kesuburan
bumi, maka teraturlah tumbuhan dan keluarlah segala hasil bumi, atau
terbukalah pikiran manusia untuk menggali harta dan kekayaan yang
terpendam dalam bumi itu, seumpama besi, emas, perak, dan logam yang
lain, atau mengatur perkebunan yang luas. Yang ma’nawi ialah timbulnya
fikiran yang baru dari petunjuk Allah, baik berupa wahyu yang dibawakan
oleh rasul atau ilham yang ditumpahkan Tuhan kepada orang-orang yang
berjuang dan ikhlas, dan dengan iman dan takwa pusaka nenek moyang
bisa dipertahankan.
Al-Mara>ghi menjelaskan, yakni kami turunkan kepada mereka
hujan yang bermanfaat yang dapat menyuburkan tanah dan memberi
kemakmuran hidup dalam negeri serta kami datangkan kepada mereka
ilmu-ilmu, bermacam-macam pengatahuan dan kepahaman tentang sunah-
sunah alam semesta yang belum pernah dicapai oleh umat manusia
sebeumnya. Andaikan mereka mau beriman, niscaya akan diberikan
kekayaan yang sangat luas dari segala penjuru, dan kami mudahkan
mereka mendapat ganti dari hukuman-hukuman yang telah menimpa
mereka, sebagian dari langit dan sebagian lagi dari bumi. Sebuah pedoman
yang diakui oleh al-Qur’an ialah, bahwa iman yang benar dan agama yang
haq adalah penyebab datangnya kebahagiaan duniawi, dan dalam soal
materi selain orang mukmin, orang kafir pun ikut pula merasakannya.
Akan tetapi penduduk kota-kota itu tidak beriman dan tidak
bertakwa, bahkan mendustakan. Maka kami hukum mereka atas perbuatan
yang mereka lakukan, yang berupa kemusyrikan dan kemaksiatan yang
merusak stabilitas masyarakat manusia. hukuman keras itu, sebenarnya
53

merupakan dampak yang lazim dari perbuatan maksiat yang mereka


lakukan, berdasarkan sunnah-sunnah yang telah Allah terapkan pada alam
semesta, dan merupakan pelajaran bagi orang lain, semisal mereka
andaikan mau berpikir tentang hukum-hukum umum dari alam ini, yang
takkan berubah dan berganti.49
Pandagan M. Quraish Shihab, keimanan menjadikan seorang selalu
merasa aman dan optimis, dan ini mengantarnya hidup tenang dan dapat
berkonsentrasi dalam usaha. Itu sebabnya, keimanan kepada Allah selalu
ditekankan dalam segala hal, termasuk dalam upaya memperoleh rezeki.
Ketakwaan penduduk suatu negeri menjadikan mereka bekerja sama
dalam kebajikan dan tolong menolong, dalam mengelola bumi dan
menikmatinya bersama. Semakin kukuh kerjasama dan semakin tenang
jiwa, maka semakin banyak pula yang dapat diraih dari alam raya ini.
Sebaliknya mempersekutukan Tuhan, ini mengakibatkan jiwa tidak
tenang, sehingga tidak dapat berkonsentrasi dalam usaha. Di sisi lain,
kedurhakaan mengakibatkan kekacauan dan permusuhan, sehingga tenaga
dan pikiran tidak lagi tertuju kepada upaya meraih kesejahteraan, tetapi
mengarah kepada upaya membentengi diri dari ancaman sesama, demikian
Allah melimpahkan keberkahan bagi yang percaya dan bertakwa dan
menghalanginya bagi yang kafir dan durhaka. 50

ِ ِ َّ ‫اهرةً وقَدَّرنَا فِيها‬


ِ ِ
ِ
‫ال‬
َ َ‫السْي َر سيُوا ف َيها لَي‬ َ ْ َ َ َ‫ي الْ ُقَرى الَِّت بَ َارْكنَا ف َيها قُ ًرى ظ‬
َ ْ َ‫َو َج َع ْلنَا بَْي نَ ُه ْم َوب‬
‫ي‬ ِِ
َ ‫َوأَتاَيَّ ًاما آَمن‬
Artinya: dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri
yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang
berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak)
perjalanan. berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam hari dan
siang hari dengan aman. (Q.S. Saba’ [34]: 18)51

49
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. III
(7,8,9), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 361-362
50
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), Vol.
5, Lentera Hati, Jakarta: 2002. Hal. 182-183
51
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 609
54

Menurut al-Mara>ghi, Mereka berada dalam kenikmatan,


kebahagiaan, dan penghidupan yang enak dan lapang di negeri-negeri
yang disukai dan tempat-tempat yang aman serta kota-kota yang saling
terhubung. Di samping pohon-pohon, tanaman-tanaman, dan buah-buahan
yang banyak. Seorang Musafir tidak perlu membawa perbekalan maupun
air. Tetapi di mana mereka saja ia singgah, ia dapat menemukan air
maupun buah-buahan. Dia dapat tidur siang hari di suatu kota dan dapat
pula menginap di kota berikutnya dengan suatu ukuran jarak yang mereka
perlukan dalam perjalanan mereka.52
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini merupakan
anugerah-Nya yang menyangkut kemudahan hubungan antara satu lokasi
dengan lokasi lain dan menunjukan lancarnya transportasi. Di katakan ayat
ini: dan disamping anugerah kesuburan tanah dan keberhasilan pertanian
mereka, kami juga telah mengilhami mereka agar dapat membangun
negeri mereka sedemikian rupa sehinnga kami telah menjadikan antara
tempat tinggal mereka di Yaman itu dan antara negeri-negeri yang kami
limpahkan berkat kepadanya yakni negeri Syam, yaitu Palestina, Libanon
dan Suriah- kami jadikan antara keduanya beberapa negeri yang tampak
lagi berdekatana dan kami tetapkan padanya yakni antara negeri-negeri itu
jarak perjalanan yang dekat sehingga memudahkan mereka singgah
dimana dan kapan saja, tanpa kesepian atau cemas tentang adanya
rintangan dan bahaya. Kepada siapa pun yang berada disana diucapkan
kalimat: berjalanlah kamu di dalamnya yakni di kota-kota itu pada malam
dan siang hari dengan aman dari gangguan manusia dan binatang serta
sengatan panas atau dingin. Ini mengisyratkan adanya keterlibatan
penduduk negeri itu dalam upaya menjadikan negeri mereka seperti
dilukiskan pada ayat tersebut. Ini terlihat bahwa Allah ikut terlibat, dalam
hal ini Allah mengilhami mereka cara membangun seperti itu.53

52
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. VIII
(22,23,24), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 60
53
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), vol.
11, Lentera Hati, Jakarta: 2002. hal. 366
55

Sedangkan Hamka, dalam ayat ini tuhan membayangkan


bagaimana kesenagan hidup mereka masih besyukur. “baldatun
t}ayyibatun wa rabbun g}hafur”, tanah yang subur dan tuhan mengampuni!
Hidup senang, tanah subur, buah-buahan lebat, negeri sentosa, perjalanan
aman, tempat-tempat terpelihara, negeri-negeri putus berulas, tali bertali,
jalan-jalan terlindung oleh pohon-pohon, bumi hijau oleh rumputnya,
buah-buahan tidak putus berganti musim, musafir tidak khawatir berjalan
jauh, tidak usah membawa perbekalan yang banyak-banyak, karena air
mengalir dengan cukup disertai makanan yang mengenyangkan. Bilamana
mereka berjalan bermalam-malam, pada siangnya mereka dapat istirahat
tidur siang. Jika mereka berjalan bersiang-siang, mereka tidur nyenyak
berlepas lelah. 54

‫اب ُس َّج ًدا َوقُولُوا ِحطَّة‬ ِ ُ ‫وإِ ْذ قُ ْلنَا ْادخلُوا ه ِذهِ الْ َقرتاَيةَ فَ ُكلُوا ِمْن ها حي‬
َ َ‫ث شْئتُ ْم َر َغ ًدا َو ْاد ُخلُوا الْب‬ َْ َ َْ َ ُ َ
‫ي‬ ِ ِ ِ
ُ ‫نَ ْغف ْر لَ ُك ْم َخطَاتاَيَا ُك ْم َو َسنَ ِز‬
َ ‫تاَيد اْل ُم ْحسن‬
Artinya: dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu
ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya,
yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah
pintu gerbangnya sambil bersujud, dan Katakanlah: "Bebaskanlah
Kami dari dosa", niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu,
dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-
orang yang berbuat baik". (Q.S. Al-Baqarah [2]: 58).55

Menurut al-Mara>ghi, Al-Qur’an tidak menentukan secara jelas


negara mana yang dimaksudkan dalam ayat ini, oleh karena itu kita tidak
perlu susah payah mencarinya, karena mereka telah memasuki berbagai
negara. Makanlah sesukamu dan dimana saja kamu suka dengan penuh
kenikmatan dan ketenangan. Masuklah kalian dari pintu khittah dengan
penuh kekhidmahan dan menundukkan kepala sebagai tanda merendahkan
diri kepada Allah. Bisa juga ayat ini diartikan, “Apabila kalian memasuki
pintu kota tersebut maka bersujudlah kalian sebagai pertanda rasa
syukurmu terhadap Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan kepada

54
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XXII, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. hal. 156
55
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 11
56

kalian. Oleh karena Allah telah menyelamatkan kalian dari kesesatan di


gurun sahara, menolong kalian dalam mengalahkan musuh-musuh kalian,
dan mengembalikan kalian kepada apa yang selama ini kalian dambakan”.
Untuk itu katakanlah. “Ya Tuhan kami, kami memohon kepada engkau,
leburkanlah dosa-dosa kami dan kesalahan-kesalahan mereka diantaranya
ialah keingkaran kami terhadap nikmat-nikmat-Mu”. Apabila kalian
melakukan apa yang telah aku perintahkan niscaya aku akan mengabulkan
permintaan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Kemudiana kami
akan menambah pahala kepada mereka yang selalu berbuat kebaikan
sebagai tanda kemurahan-Ku. Allah hanya memerintahkan kepada mereka
dua hal yang sangat ringan, yaitu sedikit perkataan dan pekerjaan yang
tidak berat. Lalu mereka mendapat imbalan ampunan dari segala dosa, dan
kebaikan mereka ditambahi. 56
Sedangkan Hamka, kepada mereka diberikan perintah bagaimana
cara menaklukan sebuah negeri; hasil bumi negeri itu boleh dimakan,
sebab sudah menjadi hak mereka. Sebab itu boleh kamu makan dia dengan
puas dan gembira. Dan ketika masuk ke dalam negeri itu hendaklah
dengan budi yang baik, dengan sikap yang runduk, jangan menyombong,
jangan membangkitkan sakit hati pada orang lain, dan bersyukurlah
kepada Allah atas nikmat yang telah dikaruniakan-Nya dan kemengan
yang telah diberikan-Nya, dan ucapkanlah perkataan yang mengandung
semangat memohon ampun kepada ilahi, kalau perintah ini mereka turuti
niscaya jiakpun ada kesalahan mereka dalam peperangan atau dalam hal
yang lain akan diampuni Tuhan dan kepada orang-orang yang sudi berbuat
baik akan dilipat gandakan Tuhan nikmatnya.57

56
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. I
(1,2,3), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 107-108
57
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz I, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. hal. 206
57

3. Penafsiran Ayat-Ayat Madi>nah

‫ال فِْر َع ْو ُن آَ َمْنتُ ْم بِِه قَ ْب َل أَ ْن آَ َذ َن لَ ُك ْم إِ َّن َه َذا لَ َمكْر َم َك ْرُتُُوهُ ِف اْل َم ِدتاَينَ ِة لِتُ ْخ ِر ُجوا ِمْن َها‬
َ َ‫ق‬
‫ف تَ ْعلَ ُمو َن‬ َ ‫أ َْهلَ َها فَ َس ْو‬
Artinya: Fir'aun berkata: "Apakah kamu beriman kepadanya
sebelum aku memberi izin kepadamu?, Sesungguhnya (perbuatan
ini) adalah suatu muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam
kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya; Maka
kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini). (Q.S. al-
A’ra>f [7]: 123)58

Al-Mara>ghi menjelaskan, ‘A<mantum, bisa dianggap sebagai


kalimah berita yang bertujuan mencela. (jadi diartikan, kamu sekalian
beriman), tetapi bisa diartikan kalimah pertanyaan yang tujuannya
menyatakan tidak setuju (istifham ingkariy), sekaligus mencela. Bisa juga
diartikan, Fir’aun berkata, “Apakah kalian beriman kepada Musa dan
menjadi pengikutnya, serta tunduk kepada ajarannya. Sebelum aku
memberi izin kepadamu?”.
Maksudnya ayat ini, bahwa tuduhan Fir’aun terhadap para ahli
sihir yang telah bersekongkol dengan nabi Musa. Tak lain adalah
pengelabuhan belaka terhadap kaumnya, yakni bangsa Mesir. Karena
Fir’aun khawatir akan terjadi akibat yang lebih parah bila rakyatnya itu
beriman kepada Musa. Maka dia nyatakan, kalau bahwa dia menghukum
tukang-tukang sihir, maka hal itu tak lain adalah karena terlalu cintanya
kepada bangsa Mesir, dan demi membela mereka dan kekalnya
kemerdekaan mereka di tanah air sendiri, persis seperti halnya pemimpin
atau raja manapun yang takut terhadap rakyatnya yang melawan dan
bersatu padu memilih pemimpin lain yang melaksanakan dakwah agama
atau seruan politik. 59
Menurut M. Quraush Shihab, ucapan fir’au, boleh jadi berdasar
kedangkalan pengetahuannya tentang sihir, sehingga dia menduga bahwa

58
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 221
59
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. III
(7,8,9), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 376-377
58

apa yang terjadi adalah makar. Boleh jadi juga -dan kemungkinan ini lebih
kuat- merupakan dalih untuk menutupi kekalahan para penyihir yang
sangat diandalkan serta untuk menghalangi para hadirin yang
mennyaksikan peristiwa tersebut beriman kepada nabi Musa.60
Sedangkan Hamka, Fir’aun menuduh Musa sebagai guru mereka,
itulah tuduhan yang ditimpakan Fir’aun kepada ahli-ahli sihirnya sendiri.
Hal yang nyata telah diputar-balikan, mereka telah dituduh berkhianat,
padahal duduk soal bukan demikian. Tapi karena dia berkuasa,
tuduhannya itulahlah yang dianggap benar.61

ِ ‫ض وََل تاَي‬ ِ ٍ ِِ ِ
‫حو َن‬ ْ ُ َ ِ ‫َوَكا َن ِف الْ َمدتاَينَة ت ْس َعةُ َرْهط تاَيُ ْفس ُدو َن ِف ْاْل َْر‬
ُ ‫صل‬
Artinya: dan adalah di kota itu sembilan orang laki-laki yang
membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat
kebaikan. (Q.S. al-Naml [27]: 48)62

Menurut al-Mara>ghi, Allah menceritakan melalui ayat ini bahwa di


negeri Saleh banyak terjadi kerusakan. Di negeri Saleh, yaitu Hijr, terdapat
sembilan orang yang selalu mengadakan kerusakan di muka bumi dan
tidak mengadakan perbaikan.63
Hamka berpendapat, dalam ayat ini disebut bahwa yang menjadi
“biang keladi” dari golongan yang menyombong itu adalah sembilan
orang banyaknya, itulah tukang-tukang hasut yang kerjanya hanya
mengacau, memfitnah, membuat-buat berita bohong. Ketika ada
kawannya yang terdengar akan terarik oleh seruan nabi Shaleh, merekalah
yang menghujah dan menghalanginya, jika ada yang bermaksut baik maka
mereka menghadangnya. 64
M. Quraish Shihab dalam penafsirannya, Raht} dari segi bahasa
berarti sekelompok laki-laki yang jumlahnya tidak lebih dari sepuluh

60
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), Vol.
5, Lentera Hati, Jakarta: 2002, hal. 208
61
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz IX, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. hal. 35
62
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007. hal. 536
63
Ah}mad Must}afa Al-Mara>ghi, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun Al-Sud, Jil. VII
(19,20,21), Dar Al-Kotob Al Ilmiyah, Beirut: 2006. hal. 121
64
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XIX, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. hal. 223
59

orang. Kesembilan orang itu adalah tokoh-tokoh masyarakat durhaka yang


selalu melemparkan isu-isu dan propaganda negatif terhadap nabi Shalih
dan ajaran yang beliau sampaikan. Padangan M. Qurais Shihab tentang,
membuat kerukasakan di bumi tanpa adanya perbaiakan,65 dijelaskan
dalam Q.S. Asy-Syu‘ar>a’ [26]: 152, yaitu perusakan diartikan aktivitas
yang mengakibatkan sesuatu yang memenuhi nilai-nilainya atau berfungsi
dengan baik serta bermanfaat menjadi kehilangan sebagian atau seluruh
nilainya, sehingga tidak atau berkurang fungsi dan manfaatnya, akibat ulah
si perusak. Ia adalah lawan dari perbaikan (s}alih}). Perusakan adalah lawan
dari perbaikan, sehingga menetapkan adanya perusakan sudah dapat
bermakna tidak melakukan perbaikan. Yang dimaksud dengan tidak
memperbaiki atau dengan kata lain “membiarkan yang rusak tetap rusak”.
Kalau itu tidak dilakukannya, maka tentu lebih-lebih lagi ia tidak berupaya
memberi nilai tambah kepada sesuatu yang telah memenuhi nilai-nilainya.
Puncaknya pendapat M. Quraish Shihab, menjelaskan bahwa perusakan
ini adalah merusak fitrah kesucian manusia, yakni tidak memelihara tauhid
yang telah Allah anugerahkan kepada setiap insan, enggan menerima
kebenaran dan pengorbanan nilai-nilai agama seperti pembunuhan,
perampokan, pengurangan takaran dan timbangan, berfoya-foya,
pemborosan, gangguan terhadap kelestarian lingkungan dan lain-lain. 66

B. Kota Layak Huni Dengan Batasan Baldatun T{ayyibatun Wa Rabbun


G{afur
Setelah di atas menjelaskan bagaimana para penafsir menjelaskan
ayat-ayat term balad, qaryah, madi>nah dengan tujuan pengumpulan ayat
sebagai landasan pembentukan konsep kota layak huni dalam al-Qur’an,
maka selanjutnya disini perlu dijelaskan bagaimana karakteristik batasan
dari kota layak huni seperti yang diimpikan al-Qur’an dengan
menggunakan term Baldatun T{ayyibatun Wa Rabbun G{afur, Istilah ini

65
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), Vol.
10, Lentera Hati, Jakarta: 2002, hal. 237
66
Ibid, hal. 113-115
60

hanya terulang sekali dalam al-Qur’an, yaitu terdapat dalam Q.S. Saba’
[34]: 15, Ayat ini diartikan dengan negeri yang baik, bisa diartikan sebagai
tempat bukan kepada kumpulan orang. Ayat ini menjelaskan tentang
pemimpin Saba’ yang diinformasikan oleh al-Qur’an disebut sebagai
negeri yang baik disamping faktor geografis (adanya bendungan ‘Arim),
ada juga tentang prinsip musyawarah (an-Naml [27]: 32), hal ini bisa
dilihat dari sikap ratu Bilqis, sebagai penguasa kerajaan Saba’ yang selalu
meminta pendapat terhadap bawahannya apabila ingin memutuskan
permasalahan yang penting. 67 Lebih lanjut, dengan anti kekerasan (an-
Naml [27]: 34), hal ini dapat dilihat dari tanggapan ratu Bilqis terhadap
usulan yang diajukan bawahannya, untuk mengirim pasukan perang guna
menyerang kerajaan Sulaiman68.
Dalam bunkunya Komarudin Hidayat dan Ahmad Gaus AF,
mengatakan bahwa dalam al-Qur’an terdapat prinsip atau nilai yang harus
dipraktikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang juga
merupakan prinsip universal didukung oleh negara-negara yang beradab
pada umumnya, meskipun substansinya tidak sama persis antara konsep
islam dengan konsep lain itu.69 Hal ini juga dijelaskan oleh Ibnu Khaldun
dalam bukunya Munawir Sjadzali. Jelasnya, ada pengaruh geografis
terhadap kehidupan kota, keanekaragaman keadaan fisik, watak, mental
dan perilaku manusia yang disebabkan oleh faktor geografi, iklim, cuaca
yang ada pada wilayah itu. Di mana watak, kepribadian, wawasan dan
perilaku manusia dan masyarakat dapat beragam sebagai akibat dari
pengaruh lingkungan, iklim dan cuaca di kawasan tempat mereka hidup,
oleh sebagian ahli islam ini digunakan sebagai dasar argumentasi bahwa
pelaksanaan ajaran dan hukum islam yang universal itu dapat berbeda

67
Ali Nurdin, Quranic Society (Menulusuri Konsep Masyarakat Ideal Dalam Al-Qur’an),
Erlangga PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta: 2006. hal. 117
68
Ibid, hal. 117
69
Komarudin Hidayat Dan Ahmad Gauf AF, Islam Negara Dan Civil Society (Gerakan
Dan Pemikiran Islam Kontemporer), Paramadina, Jakarta: 2005, hal. 74
61

antara satu wilayah dengan wilayah yang lain karena perbedaan


lingkungan, kondisi, adat istiadat dan tradisi. 70
Menarik sekali dari ungkapan Komarudin Hidayat dan Ahmad
Gaus AF, bahwa negara-kota idealnya menjadikan syari’at islam sebagai
hukum yang berlaku dalam negeri itu. Bukan dengan menjadikannya
sebagai hal yang harus dipisahkan dari negara dan diletakkan hanya dalam
ruang privat. Pemisahan agama dengan negara tidak hanya secara empiris
tidak bisa diterima oleh umat islam, kecuali jika penerimaan itu karena
terpaksa. Namun, karena kondisi di banyak negara muslim sekarang
kurang memungkinkan untuk penerapan prinsip-prinsip dan hukum islam
secara keseluruhan, sebab dalam negara itu sangat majemuk. Maka yang
dilakukan adalah dengan ikhtiar agar sistem negara itu sedapat mungkin
sesuai dan tidak bertentangan dengan ajaran islam. Dalam hal ini yang
dapat diperhatikana adalah mengenai penghargaan atas nili-nilai
kemanusiaan.71 Meskipun dalam term baldatun t}ayyibatun wa rabbun
g{afur yang dimaksudkan adalah tempatnya atau kota itu sendiri bukan
pada penduduknya. Namun, perlu juga dijelaskan mengenai
masyarakatnya karena kehidupan negara-kota terikat dengan penghuninya
secara langsung. Yang perlu diperhatikan adalah prinsip dalam negara-
kota itu sendiri antara lain:
1. Keadilan
Keadilan adalah kata jadian dari adil yang secara bahasa berati
sama dan lurus, seorang yang adil adalah yang berjalan lurus dan sikapnya
selalu menggunakan ukuran sama, bukan ukuran ganda. Perasamaan itulah
yang menjadikan seorang yang adil tidak berpihak kepada yang salah.
Sayyid Qutub, memberi penekanan makna adil sebagai perasamaan yang
merupakan asas kemanusiaan yang dimiliki oleh setiap orang. Keadilan ini
bersifat terbuka, tidak khusus pada golongan tertentu, sekalipun

70
Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah Dan Pemikiran), UI-Press,
Jakarta: 1993, hal. 103-104
71
Komarudin Hidayat Dan Ahmad Gaus AF, op. cit., hal, 89-90
62

umpamanya yang menetapkan keadilan itu seorang muslim untuk orang


non-muslim. 72
Pada hakikatnya keadilan ini adalah upaya pemeliharaan martabat
kemanusiaan sehingga tidak terjatuh ketingkat nabati atau hewani.
Keadilan ini menunutut adanya persamaan agar seorang atau golongan
tidak memaksakan kehendaknya terhadap orang atau golongan lainnya.
Tidak boleh pula berusaha dalam bidang-bidang yang menyangkut
kepentingan umum, hanyalah untuk kepentingan dirinya sendiri atau
golongannya. 73
2. Perasaudaraan
Persaudraan inilah yang membawa masyarakat yang anggota
warganya sepenuhnya selalu menjalin perasudaraan, masyarakat tidak
akan berdiri tegak apabila anggota warganya tidak menjalin persaudaraan.
Persaudaraan tidak akan terwujud apabila tidak ada rasa saling mencintai
dan bekerja sama. Setiap anggota masyarakat yang tidak diikat oleh ikatan
kerjasama dan kasih sayang serta persatuan yang sebenarnya, tidak
mungkin dapat bersatu untuk mencapi tujuan bersama. 74
Seseorang haruslah mencintai saudaranya, sebagaimana dia
mencintai dirnya sendiri. Cinta dan kasih sayang merupakan dasar budi
pekerti. Cinta dan kasih sayang itu bukan saja terhadap sesama muslim,
tetapi adalah cinta kemanusiaan, terhadap seluruh manuisa, bahkan
terhadap makhluk Tuhan dan alam semesta, sesuai dengan tujuan nabi
diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam. 75
3. Toleransi
Toleransi ini, tak jauh berbeda dengan tujuan dari adanya prinsip
persaudaraan yaitu penghargaan pada diri sendiri dan kepada yang lainnya.
Toleransi ini dikhususkan dengan adanya tali persaudaraan yang yang

72
Ali Nurdin, op.cit., hal. 247
73
Shalahuddin Sanusi, Integrasi Umat Islam (Pola Pembinaan Kesatuan Ummat Islam),
Iqamatuddin, Bandung: 1967, hal. 71
74
Ali Nurdin, op.cit., Hal. 270
75
Shalahuddin Sanusi, op.cit., hal. 47
63

mengikat perbedaan akidah.76 Toleransi ini sama artinya dengan tangung


menanggung yang maksudnya ialah sikap suka mendengar dan
menghargai pendapat dan pendirian orang lain.
Toleransi timbul dari rasa pesamaan (keadilan) dan persaudaraan.
Apabila persaudaraan itu tertanam dalam diri manusia maka akan timbul
rasa kasih sayang, semangat tolong-menolong dan suka memaafkan dan
memaklumi kesalahan dan kekhilafan orang lain. Begitu pun persamaan
akan melahirkan sikap tanggung menanggung, santun menyantuni dan
harga menghargai. Jika seorang telah memiliki sikap ini, maka hidupnya
akan bersikap terbuka, suka mendengar dan menghargai pendapat orang
lain, mau menerima kebenaran dari mana saja datang, tidak suka
memaksa, menghinakan dan menjajah orang lain. Dengan sifat ini yang
telah menjiwai diri dari setiap pribadi, maka segala pertengkaran,
pertentangan dan perpecahan akan dapat dihindarkan sehingga pergaulan
hidup akan berjalan dengan damai dan tentram diliputi oleh suasana harga
menghargai dan maaf mamaafkan77
4. Permusyaratan
Permusyawaratan terambil dari kata musyawarah yang berarti
mengambil sesuatu, menampakkan dan menawarkan sesuatu. Quraish
Shihab menjelaskan bahwa kata tersebut itu pada mulanya bermakna dasar
mengeluarkan madu dari sarang lebah, makna ini kemudian berkembang
sehingg mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari
yang lain termasuk pendapat dan pada dasarnya digunakan untuk hal-hal
yang baik. 78 Permusyawaratan ini memegang prinsip kebebasan, keadilan,
dan persamaan hak dalam berbicara dan menyampaikan pendapat, maka
yang terpenting adalah bukan siapa yang menyampaikan pendapat, dari
kelompok mayoritas atau minoritas tetapi bagaimana kualitas pendapat
tersebut bagi kemaslahatan umat.79

76
Ali Nurdin, op.cit., hal. 279
77
Shalahuddin Sanusi, op.cit., hal. 121
78
Ali Nurdin, op.cit., hal. 226
79
Ibid, hal. 247
64

Fungsi musyawarah ini, ialah a) untuk mencapai kesatuan pendapat


dan tindakan, sehingga keutuhan kesatuan dapat terjamin dan
dipertahankan dan perpecahan dapat terhindarkan. b) untuk mecapai
keputusan dan kesimpulan yang lebih matang dan lebih sempurna, tidak
tergantung kepada pendapat perseorangan, tetapi pendapat perseorangan
itu harus digotong royongkan ke dalam musyawarah untuk mendapatkan
pendapat yang lebih matang, lebih luas dan lebih sempurna. c) untuk
mecapai pemecahan pemasalahan secara integral (keseluruhan) dan
menyeluruh.80 Dengan begitu jika permusyawaratan dilakasanakan dengan
segala kaidahnya, maka tidak akan terjadi perselisihan dan pertentangan
yang membawa kepada perpecah-belahan dan percerai-beraian umat.
Sebab segala perbedaan faham dan pendapat dapat disalurkan kedalamnya,
sehingga dapat dihidarkan dari segala keburukan-keburukannya. 81
Kemudian, sekarang sehubungan dengan penghuninya, yang tak
lain adalah masyarakat sebagai sasarannya. Untuk itu, dalam mengetahui
masyarakat ideal menurut al-Qur’an dapat didasari dengan adanya sikap:
1. Beriman
Kata iman terambil dari kata amn yang berarti keamanan atau
ketentraman. Ini berlawanan dengan khawatir dan takut. Dari segi bahasa
diartikan pembenaran dalam hati. Iman dalam arti bahasa ini berasal dari
akar kata yang berati aman atau tentram, namun dalam al-Qur’an pada
tahap awal tidak selalu menghasilkan ketentraman jiwa. 82
Menurut Haikal dalam bukunya Munawir Sjadzali, mengatakan
bahwa iman adalah keyakinan dasar sebagai asas tunggal bagi kehidupan
bersama, keyakinan dasar atau aqidah asasiyah yang ditawarkan oleh islam
berupa tauhid atau percaya kepada ke-Esa-an tuhan, sesuai dengan firman
tuhan Q.S. an-Nisa’ [4]: 48, bahwa tuhan tidak akan mengampuni
perbuatan persekutuan Dia, dan Dia akan mengampuni dosa-dosa yang
lain bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Yang percaya akan ke-Esa-an
80
Shalahuddin Sanusi, op.cit., hal. 75-76
81
Ibid, hal. 79
82
Ali Nurdin, op.cit., hal. 159
65

Tuhan itu tidak hanya uma islam. Banyak umat agama-agama lain juga
percaya akan ke-Esa-an Tuhan, termasuk umat Yahudi. Diantara umat-
umat itu ada yang meng-Esa-kan Tuhan dengan jelas, tetapi juga terdapat
mereka yang percaya ke-Esa-an Tuhan itu secara impilisit. Maka dengan
tauhid itu dapat dipergunakan sebagai keyakinan dasar untuk landasan
hubungan bermasyarkat antar umat-umat dari berbagai agama. 83
Masyarakat yang diiedalkan oleh al-Qur’an adalah sebuah
masyarakat yang anggotanya adalah orang-orang yang sepenuhnya
beriman. Iman diperlukan untuk meletakkan timbangan yang benar
tentang nilai dan pengenalan yang benar tentang ma’ruf dan munkar.
Artinya amar ma’ruf dan nahi munkar saja belum cukup untuk menjadikan
sebuah masyarakat yang ideal, diperlukan ukuran yang jelas dan kokoh
yang tak lain itu adalah iman.84
2. Amar Ma’ruf Dan Nahi Munkar
Kata ma’ruf diartikan sebagai suatu yang diketahui, yang dikenal,
atau yang diakui. Adakalanya juga diartikan sebagai menurut nalar
(reason), sepantasnya dan secukupnya. Al-As}fahaniy mengartikan sebagai
“apa yang dianggap baik oleh syariat dan akal”. 85
Al-Mara>ghi dalam mengartikan ma’ruf yaitu sesuai dengan
ketentuan syara’ dan tidak diingkari oleh orang-orang yang mempunyai
harga diri, juga bukan termasuk penghiyanatan atau ketamakan. Hal ini
hampir sama dengan yang dikatakan oleh Abdullah Yusuf Ali yang
mengartikan dengan just and reasonable (adil dan dapat diterima akal
sehat).86 Konsep ma’ruf ini dalam al-Qur’an mengindikasikan adanya
kesepakatan umum (common sense) yang berlaku dalam masyarakat.
Karena sifatnya yang lokalistik, praktis, dan temporal maka sangat
mungkin terjadi perbedaan ma’ruf antara satu masyarakat muslim dengan

83
Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara (Ajaran Sejarah Dan Pemikiran), UI-Press,
Jakarta: 1990. hal. 187
84
Ali Nurdin, op cit., 165
85
Ibid, hal. 165
86
Ibid, hal. 168
66

msayarakat muslim lainnya, bahkan juga dalam satu waktu dengan waktu
lain dalam satu masyarakat.87 Nahi Munkar, dapat dipahami dengan arti
mencegah perbuatan yang munkar, dapat diartikan sebagai segala sesuatu
yang dipandang buruk, baik dari norma syari’at maupun norma akal yang
sehat. Atau dalam syariat bisa dikatakan sebgai segala sesuatu yang
melanggar norma-norma agama dan budaya atau adat istiadat.88
Menurut Hamka, seperti dalam surat Saba’: 34 dan sayaratnya
ditunjukkan dalam surat al-A’ra>f: 96 yang berbicara kesejahteraan.
Mengisahkan tentang penduduk negeri saba’ yang makmur, “baldatun
t}ayyibatu wa rabbun g}afur”, tanah yang subur dan Allah pengampun.
Terdapat pedoman hidup yang jelas, bahwasannya hidup beriman dan
bertakwa semata-mata karena hendak mengejar masuk surga di akhirat,
bahkan terlebih dahulu menuju berkat dan melimpah-ruah dalam dunia ini.
Kemakmuran ekonomi kait terkait, tali bertali dengan kemakmuran iman.
Betapapun melimpahnya kekayaan bumi yang telah dapat dibongkar
manusia, tidaklah dia akan membawa berkat kalau iman dan takwa tidak
ada dalam jiwa, maka segala bencana yang menimpa suatu umat, bukanlah
dari salah orang lain, melainkan dari sebab usaha yang salah. Timbul
kesalahan karena iman dan takwa tidak ada lagi. 89

87
Ibid, hal. 175
88
Ibid, hal. 203
89
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz IX, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982. Hal. 17
BAB IV
ANALISIS KONSEP KOTA LAYAK HUNI (LIVABLE CITY) DALAM
AL-QUR’AN DAN RELEVANSI KONSEP KOTA LAYAK HUNI BAGI
KOTA-KOTA MOEDRN
A. Kota Layak Huni Menurut al-Qur’an
Ash-fahaniy dalam kitabnya mufrada>t fi ghari>b al-Qur’an, kota
dalam term Qoryah, Madi>nah, Balad diartikan nama suatu tempat
berkumpulnya manusia atau pun perkumpulan manusia. Kota adalah
tempat yang diukur, dibatasi dan diwujudkan dengan kesepakatan yang
menempati dan yang mendirikanya.1
Kota sebagaimana digagas oleh Markuz Zahnd (1999), mengatakan
bahwa kota adalah salah satu ungkapan kehidupan manusia yang mungkin
paling kompleks. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa, dari segi
budaya dan antropologi, ungkapan kota sebagai ekspresi kehidupan orang
sebagai pelaku dan pembuatnya adalah paling penting dan sangat perlu
diperhatikan. Hal tersebut karena pemukiman perkotaan tidak memiliki
makna yang berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari kehidupan di
dalamnya. 2
Kota layak huni merefleksikan pada pendapat yang dikemukakan
oleh Mujiono Abdillah, bahwa kota ideal adalah kota yang mampu
memenuhi trisula kebutuhan yaitu kebutuhan biologis, psikologis dan
ekologis. Kebutuhan biologis meliputi papan dan pangan yang yang
diringkas dalam term kota aman. Sedangkan kebutuhan psikologis
diungkapkan dengan term nyaman yakni tentram, damai dan sentausa.
Adapun kebutuhan ekologi diungkapkan dengan kehidupan kota yang baik
dan bagus.

1
Abi Al-Qa>sim al-Husain, Al-Mufrada>tu Fi> Gari>bi Al-Qur’a>n, Maktabah Nazar Mustafa
Al-Bani, Juz I-II, tt. hal. 76, 521, 601
2
Markuz Zahnd, Perancangan Kota Secara Terpadu; Teori Perancangan Kota Dan
Penerapannya, Kanisius, Yogyakarta: 1999. hal. 2

67
68

1) Kota Yang mampu memberikan keamanan


Kota aman diperkenalkan al-Qur’an dalam term balad, qaryah dan
madi>nah (At-Ti>n [95]: 3, An-Nah}l [16]: 112, ‘Ibra>hi>m [14]: 35, al-
Baqara>h [2]: 126, al-A’ra>f [7]: 96-98). Kota aman ialah kota yang tidak
ada tindak kejahatan dan ancaman (kriminalitas), pemenuhan rizki
(perekonomian), cagar alam (pelestarian alam dan tumbuhan) dan suaka
marga satwa (pelestarian hewan). Kota aman ini terlihat dalam surat At-
Ti>n [95]: 3, al ballad al amii>n disini diartikan Mekah. Mekah yang
dimuliakan Allah dengan adanya Kakbah, dimuliakannya oleh Allah sebab
dilahirkan utusan yaitu Muhammad dan kemuliaannya karena baitul
hara>m (tanah haram) Mekah.
Ayat lain menjelasan dengan permisalan negeri aman dan tentram
(mas|alan ka>nat 'a>minatan mut}ma'inatan) terdapat dalam surat An-Nah}l
[16]: 112, ayat ini memberikan gambaran yang digunakan Allah untuk
negeri yang penghuninya merasakan keamanan dan ketentraman terlihat
dari kesenangan hidup dan keharmonisan yang didapatkan penghuninya,
keamanan ini terlihat bahwa kota harusnya aman dari serangan musuh,
peperangan, kelaparan, perampokan. Dan ketentraman ini terlihat dari
pemberian rizki yang banyak datang kepadanya dari seluruh negeri yang
melimpah ruah dari segenap tempat baik di darat, laut, maupun udara
dengan berbagai cara. Dapat diartikan bahawa dalam ayat ini ada tiga
kenikmatan yang diberikan tuhan: aman, tentram, dan anugerah rizki.
Demikianlah keadaan penduduk Mekah. Mereka berada dalam
negeri yang aman; orang-orang sekitarnya tertarik kepada mereka, tidak
ada sedikit angin ketakutan yang berlalu pada mereka, tidak pula hati
mereka tergoncang oleh sesuatu, dan berbagai macam buah-buahan pun
datang kepada mereka.
Keamanan dan ketentraman ini berkat do’a nabi Ibrahim yang
menengadahkan do’a terhadap peradaban kota Mekah. Yang tertuang
dalam surat ‘Ibra>hi>m [14]: 35 dan al-Baqarah [2]: 126. Penjelasan do’a
nabi Ibrahim dalam surat al-Baqarah [2]: 126, yaitu kebutuhan dasar
69

manusia terdiri atas dua hal: (a) kebutuhan fisiologis berupa makan,
minum, pakaian dan tempat tinggal (b) kebutuhan psikologis berupa rasa
aman, loyalitas.
Permohonan nabi Ibrahim yang mengaharapkan agar baitul haram
dijadikan sebagai tempat yang aman dan selamat dari keserakahan yang
ingin menguasai. Selain itu, memohon agar tempat itu terbebas dari
siksaan Allah, tidak seperti negara-negara lain yang sering tertimpa agin
topan, gempa bumi, banjir dan bencana alam lainnya yang merupakan
pertanda kemurkaan Allah dan siksaan-Nya. Ibrahim juga memohonkan
agar penghuninya mendapatkan rizki buah-buahan. Ada kalanya ditanam
sendiri di tempat yang dekat, atau didatangkan dari tempat yang jauh.
Pemberian nikmat Tuhan tidak terbatas oleh orang mu’min dan
namun orang kafir pun akan mendapatkan hak yang sama. Namun, nikmat
yang diberikan kepada orang kafir hanya sebatas ketika hidup dunia dan
nanti di akhirat akan mendapatkan balasannya. Dapat dipermisalkan orang
yang kaya kebendaan tetapi miskin jiwa gersang dan sunyi dari pada iman
maka neraka yang jadi tempatnya.
Melihat Do’a nabi Ibrahim dalam surat ‘Ibra>hi>m [14]: 35,
dimaksudkan sebagai peringatan terhadap pengabulan berita tentang
Ibrahim, ketika dia berdo’a, “Jadikanlah Mekah sebagai negeri yang
aman”. Dijadikan kota Mekah sebagai tanah suci, tidak boleh terjadi
pertumpahan darah; seorang tidak boleh berbuat zalim, binatangnya tidak
boleh diburu dan rerumputannya tidak boleh dipotong, jangan ada hura-
hura dan siapa yang masuk kesana terjaminlah kiranya keselamatannya.
Kota yang aman ini, harusnya bisa berkesinambungan hingga akhir masa
dalam memberikan keamanan dan kententraman.
Setelah digambarkan mengenai keadaan dari keamanan dan
pemberian rizki oleh Allah terhadap kota Mekah. Kemudian dalam surat
al-A’ra>f [7]: 96-98, dijelaskan bagaiman cara penduduk Mekah (‘Ahlu al
Qura< ) untuk mendapatkan rasa aman dan tentram, yaitu berupa Iman yang
benar dan agama yang haq sebagai jalan datangnya kebahagiaan duniawi,
70

dan dalam soal materi selain orang mukmin, orang kafir pun ikut pula
merasakannya. Syarat didatangkan nikmat dan rahmat Tuhan terhadap
penduduk kota Mekah dan kota-kota lain ialah mau beriman dengan
beribadah kepada Allah dan mereka mau meninggalkan segala yang
dilarang seperti syirik dan berbuat kerusakan di bumi dengan melakukan
kekejian dan dosa-dosa. Dapat dijelaskan melalui:
a) Dengan tidak berbuat kerusakan di bumi, maka akan dibukakan untuk
mereka bermacam-macam berkah dari langit dan bumi yang belum
mereka ketahui sebelumnya. Berkat ini secara hakiki adalah berupa
hujan membawa kesuburan bumi dengan adanya tumbuhan dan hasil
bumi yang tak lain ialah harta dan kekayaan yang terpendam dalam
bumi yaitu besi, emas, perak, dan logam yang lain, atau mengatur
perkebunan yang luas. Sedangkan secara ma’nawi ialah timbulnya
fikiran yang baru dari petunjuk Allah, baik berupa wahyu yang
dibawakan oleh rasul atau ilham yang ditumpahkan Tuhan kepada
orang-orang yang berjuang dan ikhlas dengan didatangkannya
bermacam-macam ilmu pengatahuan dan kepahaman tentang sunah-
sunah alam semesta yang belum pernah dicapai oleh umat manusia
sebelumnya.
b) Dengan beriman dan takwa, akan terbuka fikiran dan ilham pun
datang, dengan hasil kerjasama (silaturrahmi) sesama manusia.
Keimanan menjadikan seorang selalu merasa aman dan optimis, dan
ini mengantarnya hidup tenang dan dapat berkonsentrasi dalam usaha.
Ketakwaan penduduk suatu negeri menjadikan mereka bekerja sama
dalam kebajikan dan tolong menolong, dalam mengelola bumi untuk
tujuan bersama. Keimanan kepada Allah harus selalu ditekankan
dalam segala hal, termasuk dalam upaya memperoleh rezeki.
Pemenuhan kebutuhan keamanan dan rizki dengan didasari iman
menurut al-Qur’an merupakan salah satu syarat kota layak huni. Atas
dasar iman dan takwa ini membawa kerjasama antar manusia dan
hubungan kepada Tuhannya. Di mana dapat dipahami kota harus mampu
71

memberikan akses kepada penduduknya dalam hal pemenuhan rizki dan


perlindungan keamanan terhadap penghuninya. al-Qur’an juga
mensyaratkan bahwa pemenuhan kebutuhan rasa aman dan pemberian
rizki merupakan sebuah anugerah nikmat yang diberikan oleh Tuhan yang
perlu disyukuri oleh manuisa dengan tidak membuat kerusakan dan dosa-
dosa yang membuat ketidak stablian kehidupan kota.

2) Kota Yang Mampu Memberikan Kenyamanan


Kota nyaman diperkenalkan al-Qur’an dalam term balad, qaryah
dan madi>nah (al-‘A’ra>f [7]: 58, Qa>f [50]: 9-11, Saba’ [35]: 15), kota
nyaman menurut al-Mara>ghi ialah kota yang mampu memperhatikan
keberlangsungan lingkungan kota. Kota nyaman diperkenalkan al-Qur’an
dengan term al balad at} t}ayyib terdapat dalam surat al-‘A’ra>f [7]: 58, di
mana kota yang buruk, tidak keluar tanam-tanamannya kecuali secara
sedikit. Al-balad dimaksudkan ialah tempat di muka bumi, baik ramai atau
pun sepi. al balad at} t}ayyib kebalikannya ialah baladun mayyitun, yang
dimaksud adalah tanah yang tidak bertumbuh-tumbuhan dan tidak ada
rumputnya. An-nakid, asli artinya ialah yang sulit, yang tak mau
memberikan kebaikan karena kikir.
al balad at} t}ayyib maksudnya, sesungguhnya bumi itu diantaranya
ada yang tanahnya baik dan pemurah, yang tanaman-tanamannya keluar
dengan mudah dan tumbuh dengan cepat. Dengan demikian banyak
hasilnya dan enak buah-buahannya. Ada pula diantara tanahnya yang
buruk baladun mayyitun, seperti tanah hitam berbatu, dan tanah yang
tandus yang tanam-tanamannya tidak tumbuh karena jumlahnya tidak
seberapa kecuali dengan kesulitan. Adanya anjuran dalam ayat ini agar
menyusun kesehatan dalam kota supaya tidak terjadi erosi yang dikatuki
itu. Dengan cara memelihara taman untuk mengatur udara dan cuaca sehat,
sehingga penduduk kota tidak terkena polusi yang berbahaya di dunia
modern ini bagi kesehatan, dan juga memberikan isyarat untuk membuat
perseimbangan tanah rimba sebagai pemeliharaan hujan, mengatur agraria
72

dan industri. Dengan pemanfaatan hujan akan berpotensi menumbuhkan


tanaman dan buah-buahan bagi tanah yang baik.
al balad at} t}ayyib dalam surat Saba’ [34]: 15 dijelaskan, bahwa
kota yang baik adalah kota yang mempunyai kebun-kebun yang subur dan
taman-taman yang lapang disebelah kanan dan kiri lembah. Sehingga
mereka tidak pernah merasa kekurangan makanan, malahan berlebihan.
Tidak terbatas dengan itu saja melainkan dengan memakan rizki dan
bersyukur kepada Allah dengan cara meng-Esa-kan dan beribadah kepada-
Nya, sebagai imbalan atas karunia-karunia yang dianugerahkan tersebut
sebab suatu masyarakat tidak dapat luput dari dosa dan kedurhakaan.
Penjelasan Ayat lain terhadap manfaat yang didapatkan dari
pemberian nikmat berupa air, ini terdapat dalam surat Qa>f [50]: 9-11,
dengan air yang menumbuhkan kebun-kebun yang subur dan tanaman-
tanaman yang luas, disamping biji-bijian dari tanam-tanaman yang
biasanya diketam seperti gandum, jelai dan lain-lain. Dengan air yang
dapat menghidupkan tanah gersang yang sehingga tanah itu bergerak lalu
menumbuhkan bermacam-macam tumbuhan indah. Taman-taman dan
buah-buahan yang ditumbuhkan berguna sebagai bahan makanan dan
sebagai rizki. Yang tak lain bertujuan sebagai pelajaran, itu hanya diambil
oleh orang yang kembali kepada Allah saja, lain halnya rezeki yang
meliputi siapa saja, orang yang kembali kepada Allah akan memakan rizki
dengan tetap mengingat dan bersyukur kepada Allah atas segala karunia-
Nya sedang orang yang tidak kembali kepada Allah akan makan seperti
halnya makannya binatang ternak.
Hal ini terlihat bahwa al-Qur’an dalam mengartikan kota nyaman
itu tergantung pada pengolahan lahan yaitu berupa pengelolaan terhadap
tanah yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi manusia. Di mana dapat
dilihat bahwa kota yang memperhatikan lingkungan dengan adanya
tumbuhan dan tanaman sebagai bahan untuk penghijauan dan
mendapatkan rizki yang tak lain merupakan peran dari pemanfaatan tanah
dan air. Selain itu juga adanya peran tuhan dalam memberikan
73

kemakmuran terhadap bumi, dimana peran tuhan dengan memberikan


rahmat hujan dan tanah yang baik supaya disyukuri manusia. Penambahan
nikmat dari Tuhan diharapakan bertambah pula kualiatas iman manusia
dengan beribadah dan meng-Esa-kan Tuhan.

3) Tata Ruang Kota


Tata kota yang baik adalah yang direncanakan secara baik dan
dilaksanakan secara konsisten. Hal ini diterangkan al-Qur’an dalam term
balad, qaryah dan madi>nah (al-A’ra>f [7]: 123, al-A’ra>f [7]: 4, al-Baqarah
[2]: 58, al-Naml [27]: 3 dan 48, Saba’ [35]: 18), tata ruang kota yang baik
di mana peran pemimpin sangat urgen dan membutuhkan peran aktif yang
partisipatif dari masyarakat.
Dalam surat al-Naml [27]: 34, dijelaskan peringatan ratu Bilqis
terhadap kaumnya untuk tidak memerangi Sulaiman dan lebih
mengutamakan bagi kaumnya untuk anti kekerasan. Suatu negeri aman
tentram ialah karena susunan pemerintahannya teratur. Tetapi kalau
kekuasaan lain telah masuk dengan secara kegagahan, aturan itu akan
diubahnya, maka timbullah kerusakan. Ayat ini menganjurkan
musyawarah sebagaimana yang dilakukan Bilqis, namun ayat ini tidak
dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa islam menganjurkan
musyawarah. Karena ayat ini tidak berbicara dalam konteks hukum.
Namun demikian, perlu diingat bahwa al-Qur’an memaparkan satu kisah
adalah agar dipetik dari kisahnya pengajaran dan keteladanan kesan
tentang baik dan perlunya musyawarah”. 3
Ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Naml [27]: 48, bahwa
keruskan negeri tergantung pemimpin dari negeri itu, di ceritakan dalam
ayat ini, di kota Hijr banyak terjadi kerusakan dan tidak mau mengadakan
perbaikan. Ada sembilan orang yang merupakan anak dari pembesar dari
negeri Saleh, kesembilan orang ini dari golongan yang menyombong dan
tukang-tukang hasut yang kerjanya hanya mengadakan isu-isu, dan
3
M. Quraish Shihab, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an), Vol.
10, Lentera Hati, Jakarta: 2002. hal. 221
74

propaganda negatif. Perusakan ini adalah merusak fitrah kesucian


manusia, yakni tidak memelihara tauhid yang telah Allah anugerahkan
kepada setiap insan, enggan menerima kebenaran dan pengorbanan nilai-
nilai agama seperti pembunuhan, perampokan, pengurangan takaran dan
timbangan, berfoya-foya, pemborosan, gangguan terhadap kelestarian
lingkungan dan lain-lain.
Dalam bukunya Mujiono Abdillah sembilan orang ini
dimaksudkan ialah, sembilan kerusakan yaitu: penguasa yang pongah,
pengusaha yang serakah, rakyat yang latah, pemukiman kumuh,
manajemen sampah yang salah, nir taman kota, tata ruang yang salah, nir
public space, kemacetan lalu lintas. 4
Ditambahkan oleh al-Qur’an dalam surat al-A’ra>f [7]: 123,
kerusakan kota terpengaruh oleh pemimpin yang pongah dan sombong
sehingga tidak akan terciptanya kehidupan yang aman, nyaman, dan baik.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Fir’aun adalah seorang pemimpin Mesir
yang mengadakan makar (muslihat) terhadap masyarakatnya yang
menghadapi perlawanan dari nabi Musa. Makar yang dilakukan sebagai
dalih untuk menutupi kekalahan para penyihir yang sangat diandalkan
serta untuk menghalangi para hadirin yang menyaksikan peristiwa tersebut
beriman kepada nabi Musa.
Sementara ayat lain, menjelaskan tentang kerusakan kota yang
terdapat dalam surat al-A’ra>f [7]: 4, ayat ini memberikan pelajaran, bahwa
begitu Allah menghendaki terjadinya kebinasaan pada suatu negeri atau
kebinasaan penduduknya, maka dia menciptakan sebab-sebab kehancuran
dan kebinasaannya. Kebanyakan negeri hancur disebabkan tidak
mematuhi rasul dengan apa yang dibawa rasul-rasul dari sisi Tuhan.
Dimana penduduk yang meminta pertolongan selain Allah dan banyak
pendurhaka di dalamnya. Ayat ini juga menjelaskan tentang terpedayanya
pemimpin dengan adanya kenikmatan dan kekuasaan yang membuat

4
Mujiono Abdilah, Fikih Lingkungan (Panduan Spiritual Hidup Berwawasan
Lingkungan), Cet I, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogjakarta: 2005. hal. 115
75

mereka terlena dan lupa. Pemimpin yang membanggakan kekuatan,


kekayaan, keperkasaan dan keluarga mereka, dan menganggap bahwa
semua itu termasuk bukti-bukti bahwa Allah meridlai.
Dalam bukunya Komarudin Hidayat, memberikan pengertian good
governance adalah pemerintahan yang baik adalah sikap dimana
kekuasaan dilakukan oleh masyarakat dan diatur oleh berbagai level
pemerintah negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial, budaya,
politik serta ekonomi. Dapat dipahami bahwa good governance mengakui
bahwa kekuasaan ada ditangan rakyat, namun pengaturannya dilakoni oleh
pemerintah diberbagai tingkat, dimana negara selalu berusaha
menunjukkan agar sistem yang dijabarkan dapat menyahuti semua aspek
kehidupan manusia dalam satu negara dan selalu tampil merespon aspirasi
masyarakat.5
Setelah mengetahui kriteria pemimpin yang baik dilihat dari
pemahan kontradiktif dari ayat-ayat di atas, maka sekarang beralih pada
tata runag kota. Ini terlihat dalam surat Al-Baqarah [2]: 58 dengan
dibuatnya batasan suatu kota. Kota yang dapat memberikan batasan-
batasan daerah mana yang menjadi cakupan kawasan dari kota, dengan
dibuatnya pintu gerbang sebagai penjelas dari batas wilayah mana yang
menjadi kawasan kota yang bertujuan untuk memberikan arah bagi
penduduknya supaya tidak tersesat. Ayat ini juga memerintahkan kepada
mereka dua hal yang sangat ringan, yaitu sedikit perkataan dan pekerjaan
yang tidak berat. Lalu mereka mendapat imbalan ampunan dari segala
dosa, dan kebaikan mereka ditambahi.
Sementara itu, dijelaskan dalam surat Saba’ [34]: 18, ayat ini
menceritakan kota dalam kenikmatan, kebahagiaan, dan penghidupan yang
enak dan lapang di negeri-negeri yang disukai dan tempat-tempat yang
aman. Disamping kemudahan hubungan antara satu lokasi dengan lokasi
lain dan menunujukan lancarnya transportasi yakni antara negeri-negeri itu

5
Komarudin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, Islam Negara Dan Civil Society, Paramadina,
Jakarta: 2005. hal. 330
76

jarak perjalanan yang dekat sehingga memudahkan mereka singgah


dimana dan kapan saja, tanpa kesepian atau cemas tentang adanya
rintangan dan bahaya. Sebagaiman Tuhan membayangkan kesenagan
hidup mereka yang masih besyukur “baldatun t}ayyibatun wa rabbun
g}hafur”, tanah yang subur dan Tuhan mengampuni, Hidup senang, tanah
subur, buah-buahan lebat, negeri sentosa, perjalanan aman, tempat-tempat
terpelihara, negeri-negeri putus berulas, tali bertali, jalan-jalan terlindung
oleh pohon-pohon, bumi hijau oleh rumputnya, buah-buahan tidak putus
berganti musim.
Dari semua penjelasan di atas, tujuan dari kota layak huni ini
sejalan dengan pemikiran yang digagas al-Mawardi yang diambil dari
bukunya Munawir Sydzali, al-Mawardi mensyaratkan bahwa
pembangunan negara-kota yang ideal itu bertumpu pada enam sendi
utama:
1. Agama yang dihayati, Agama diperlukan sebagai pengendali hawa
nafsu dan pengawas melekat pada mereka atas hati nurani manusia,
karenaya merupakan sendi yang terkuat bagi kesejahteraan dan
ketenangan negara-kota.
2. Penguasa yang beriwabawa, Dengan wibawanya penguasa dia dapat
memepersatukan aspirasi-aspirasi yang berbeda. Dan membina negara-
kota untuk mencapai sasaran-sarannya yang luhur, menjaga agar agama
dihayati, melindungi jiwa, kekayaan dan kehormatan warga, serta
menjamin mata pencaharian mereka. Penguasa itu adalah imam atau
khalifah.
3. Keadilan menyeluruh, Dengan menyeluruhnya keadilan akan tercipta
keakraban antara sesama warga negara, menimbulkan rasa hormat dan
ketaatan kepada pemimpin, menyemarakkan kehidupan rakyat dan
membangunkan minat-minat rakyat untuk berkarya dan berprestasi.
Keadilan itu hendaknya dimulai dari diri sendiri dengan berbuat baik
dan segan mengajarkan perbuatan yang keji, dan dalam segala hal tidak
melibihi batas, sebaliknya tidak kurang dari seharusnya. Ada juga
77

keadilan terhadap orang lain ini terbagi kedalam tiga bagian; Pertama,
keadilan terhadap bawahan. Kedua keadilan terhadap atasannya. Ketiga
keadilan terhadap mereka yang setingkat.
4. Keamanan yang merata, Dengan meratanya keamanan, rakyat dapat
menikmati ketenangan bathin, dan dengan tidak adanya rasa takut akan
berkembang inisiatif dan kegiatan serta daya kreasi rakyat. Meratanya
keamanan adalah akibat dari menyeluruhnya keadilan.
5. Kesuburan tanah yang berkesinambungan, Dengan kesuburan tanah,
kebutuhan rakyat akan bahan makanan dan kebutuhan materi lain dapat
dipenuhi, dan dengan demikian dapat dihindarkan perbuatan dengan
segala akibat buruknya.
6. Harapan keberlansungan hidup, Dalam kehidupan manuisa terdapat
kaitan yang erat antara satu generasi dengan genarasi yang lain.
Generasi sekarang adalah pewaris dari generasi yang lalu, dan yang
mempersiapkan sarana-sarana dan wahana-wahana hidup bagi generasi
yang akan datang.6
Dari gagasan al-Mawardi ini, sangat erat sekali kaitannya dengan
konsepsi dari kota layak huni yaitu tujuannya pada peningkatan kualitas
hidup dan kenyaman rakyat menjadi kunci dari kota menuju kelayakan
huni. Kesamaan ini terlihat dari kriteria penataan kota yang melibatkan
peran pemerintah dan warganya, keamanan merata demi menjaga
ketenangan kota, kesuburan tanah demi menjaga kenyamanan kota dengan
bentuk pemenuhan materi.

B. Relevansi Ayat Kota Layak Huni Terhadap Kota-Kota Modern


Kota terbentuk dari peradaban manusia, di mana kota dengan
peradabannya memiliki fungsi sebagai pusat produksi, perdagangan dan
niaga, pemerintahan (ibu kota), kebudayaan, pengobatan dan wisata, dan
terakhir sebagai pusat campuran dari semua yang telah disebutkan. Kota
dengan segala fungsinya diharapkan mampu memberikan fungsi-fungsinya

6
Munawir Sjadali, Islam Dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah Dan Pemikiran), Edisi 5,
UI-Press, Jakarta: 1993. hal. 61
78

secara menyeluruh dalam memberikan hasil terbaik sesuai dengan cita-cita


masyarakat kota. Kota dengan lingkungan hidup bukan hanya untuk
manusia melainkan segala makhluk lain seperti berbagai jenis hewan dan
tumbuh-tumbuhan serta benda fisik lainnya, saling terkait serta timbal
balik sebagai satu kesatuan sistem ekologi yang sering disebut sebagai
ekosistem.
Dengan sebegitu kompleksnya kehidupan di kota dengan siklus
interaksinya yang mengakibatkan kota bukan hanya berbicara orang-
seorang saja melainkan beribicara juga mengenai lingkungan hidup serta
perhatiannya kepada keperdulian terhadap ekosistem kota. Semakin
terlihat bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin manusai
hidup sendiri tanpa adanya ketergantungan terhadap lingkungan. Namun,
karena sifat dinamis manusia dengan bekerja atau pun dalam memenuhi
kebutuhan hidup manusia seringkali kurang perduli terhadap lingkungan
sehingga banyak terjadi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan manusia
baik secara langsung yaitu berupa rusaknya ekosistem dalam hal ini
manusia tidak memiliki peran misalnya gunung meletus, gempa bumi,
tsunami, dan lain-lain. Atau pun secara tidak langsung yaitu terbatas ulah
manusia yang terpaksa mengeksploitasi lingkungan secara berlebihan
karena desakan kebutuhan, keserakahan, atau mungkin kekurang sadaran
dalam menjaga lingkungan misalnya menebang hutan secara illegal,
membuang sampah sembarangan, membendung aliran sungai sehingga
menciut dan lain-lain.
Dilihat dari perkembangan kawasan kota yang semakin meningkat
massa rakyat yang berdatangan ke kota karena dalam pemahaman
masyarakat bahwa kehidupan di kota yang mampu memberikan rasa aman
dan puas tinggal di kota. Sebab, kehidupan di kota yang menawarkan
hasil-hasil terbaik dan pengahasilan dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. Namun, rakyat hanya sekedar datang ke kota tanpa adanya
persiapan untuk hidup di kota sehingga berakibat dislokasi secara tiba-tiba.
79

Lebih jelasnya, perkembangan kota dan segala aktivitas ekonomi


dan sosisal dengan intensitas tinggi menuntut semakin tingginya tingkat
ketidak teraturan lingkungan perkotaan yang berdampak pada menurunnya
tingkat kenyamanan warga kota untuk tinggal dan beraktivitas di kota.
Dalam kehidupan kota yang dinilai mampu memberikan penghasilan dan
penghidupan yang layak. Namun, pada kenyataannya kota tidak dapat
memberikan hasil terbaik sesuai dengan pemahaman yang dirasakan oleh
masyarakat. Perubahan lingkungan ini dipengaruhi oleh tingkat dan jenis
industrial, kualitas perumahan, dan aksesibilitas kota. Hal ini terlihat dari
layanan kota yang semakin tidak efektif, kecuali jika kota dapat
memberikan fasilitas layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat secara
keseluruhan yang tinggal di kota.
Dari penjelasan di atas, masyarakat kota perlu diperkenalkannya
dengan konsep kota layak huni. Di mana kota layak huni merupakan suatu
istilah yang menggambarkan sebuah lingkungan dan suasana kota yang
nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktivitas yang
dililhat dari berbagai aspek baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana,
tata ruang) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi).
Konsep kota layak huni sekarang ini di pahami sebagai alat untuk
mengukur dimana kota itu dapat dikatakan sebagai suatu tempat yang
memang layak untuk di huni oleh semua orang bukan hanya untuk kita
sendiri. Perlu disadari bahwa konsep kota layak huni merupakan
seperangkat prinsip dengan memberikan tujuan bahwa keseluruhan prinsip
dapat berjalan dengan hasil masyarakat merasakan kenyaman dan puas
tinggal di kota.
Terdapat relevansi gagasan al-Qur’an dalam mensyaratkan kota
layak huni harus memliki tiga unsur pokok kebutuhan, yaitu keamanan
(rasa aman dan pemenuhan rizki), kenyamanan (perduli terhadap
lingkungan), dan penataan kota yang baik (pemimipin yang baik “good
governance” yang mampu mengatur urusan penataan kota serta tata ruang
kota dalam mencapai keindahan, keamanan dan kenyamanan kota).
80

Kota yang aman adalah kota yang di dalamnya terhindar dari


serangan musuh, peperangan, kelaparan, dan perampokan, serta terdapat
rizki yang banyak datang kepadanya dari seluruh kota. Di sini terlihat
bahwa al-Qur’an memberikan penjelasan dalam hal kemanan
diperlukannya sistem pertahanan kota. Misalnya berupa gerbang pintu
masuk kota sebagai bentuk batasan wilayah hunian. Sebagaimana prinsip
kota layak huni harus memiliki prinsip kemanan, keamanan ini berupa
adanya fasilitas kota yang memberikan akses penduduknya berupa fasilitas
kesehatan dan kesejahteraan dalam mempertahankan pertumbuhan
ekonomi dengan memperhatikan lingkungan.
Al-Qur’an mensyaratkan keaman dan kesejahteraan tercapai
dengan jalan iman, keamanan ini tidak hanya bertumpu pada keamanan
dari segi fisikal dan mental manusia akan tetapi pada kualitas iman
manusia yang hidup di kota. Dimana peran iman ini berkaitan dengan sifat
manusia sebagai makhluk yang harus taat terhadap aturan Tuhan. Dimana
iman yang kuat memicu adanya perbutan manusia berlandaskan prinsip
amar ma’ruf nahi munkar. Orang yang beriman akan selalu tabah dalam
mengahadpi ujian meskipun ujian itu berupa limpahan nikmat yang
diberikan Tuhan. Dan dalam soal hubungan iman manusia akan merasa
optimis dan aman dalam menghantarkan hidup tenang dan hidup dapat
berkonsentrasi dalam berusaha, sedangkan dengan ketakwaan
meningkatkan nilai kerjasama antar manusia dalam bentuk kebajikan dan
tolong-menolong dalam mengelola bumi demi tujuan bersama.
Sesuai dengan harapan dari kota layak huni bahwa kota diharuskan
dapat meningkatkan sistem kesempatan hidup menuju kesejahteraan
masyarakat. Ini termasuk kesehatan dan pendidikan yang dapat
menjangkau kemiskinan serta populasi yang lebih makmur. Selain itu,
kota diharuskan mampu memberikan lahan pekerjaan dan penghidupan
yang berarti tidak hanya untuk kepentingan pendapatan, tetapi sama-sama
sebagai sumber pendapatan dan pemenuhan kebutuhan hidup.
81

Dalam menuju kota layak huni hal yang paling urgen adalah nilai
kenyamanan dari masyarakat kota. Dalam menanggapi ini al-Qur’an
memberikan gagasannya “baldatun t}ayyibatun wa rabbun gafur”, bahwa
kota yang nyaman di mana kota diharapkan mampu memberikan
kenyamanan warganya dalam hal konservasi dan pembangunan
lingkungan dengan melihat kota yang baik harus memiliki nilai
kenyamanan sebagai upaya dalam melestarikan lingkungan dengan
memperhatikan aspek tanah dan airnya. Di mana tanah yang baik adalah
tanah yang dapat menumbuhkan taman-taman dan tumbuhan. Dengan
taman-taman kota akan terlihat estetis dan enak di pandang. Perhatian
khusus al-Qur’an terlihat pada sistem pelestarian tanah dengan adanya
sistem sanitasi yang sekarang merupakan nilai ukur dari pelestarian
lingkungan, sanitasi lingkungan (cara menyehatkan lingkungan hidup
manusia terutama lingkungan fisik, yaitu tanah, air, dan udara) sangat
dibutuhkan dalam memberikan kesejahteraan masyarakat kota.
Dalam mencapai keamanan dan kenyaman ini, al-Qu’an sering kali
melibatkan peran Tuhan sebagai pencipta alam dengan segala bentuk
sunah-sunah alam, dengan begitu hubungan Tuhan seringkali diikut
sertakan dalam pengembangan kualiatas hidup manusia di bumi dengan
dikaitkan nilai keimanan manusia sebagai tolok ukur dari terbentuknya
pribadi manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi. Dimana Tuhan akankah
memberi berkat kepada penghuni bumi, atau malah memberikan murka
kepada penduduk bumi yang tidak beriman dan bertakwa sehingga mereka
suka berbuat kerusakan dan keonaran di bumi.
Sebagaimana dalam menjaga lingkungan ini, dalam buku Islam
Ramah Lingkunga karya Nadjamudin Ramli, yang mengambil pendapat
dari tafsir al-Misbah M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa terjadinya
kerusakan merupakan akibat dari dosa dan pelanggar yang dilakukan oleh
manusia sehingga mengakibatkan gangguan keseimbangan di darat dan di
laut. Sebaliknya, ketidak seimbangan itu mengakibatkan siksaan kepada
manusia. Semakin banyak perusakan terhadap lingkungan semakin besar
82

pula dampak buruknya terhadap manusia. Semakin banyak dan beraneka


ragam dosa manusia, semakin parah pula kerusakan lingkungan. Bila
terjadi gangguan pada keharmonisan dan keseimbangan alam, maka
kerusakan alam terjadi, dan ini kecil atau besar pasti berdampak pada
seluruh bagian alam, termasuk manusia baik yang merusak atau pun yang
merestui kerusakan itu.7
Lebih lanjut, dalam buku Islam Ramah Lingkungan yang
mengambil keterangan dari M. Quraish Shihab, menegaskan tentang
pentingnya etika pengelolaan lingkungan, pengelolaan dalam islam yaitu
mencari keselarasan dengan alam sehingga manusia tidak hanya
memikirkan kepentingan dirinya sendiri tetapi menjaga lingkungan hidup
dari kerusakan. Setiap kerusakan lingkungan haruslah dilihat sebagai
perusakan terhadap dirinya sendiri. sikap ini, berbeda dengan sikap
sebagian teknokrat yang memandang alam sebagai alat untuk mencapai
tujuan konsumtif. 8
Perlu ditambahkan, bahwa dari tujuan kota layak huni ini
mensyaratkan juga peran aktif pemerintah dan masyarakat dalam
memegang kendali peranan kota menuju penataan kota yang terpadu dan
sesuai dengan kebutuhan rakyat. Sebagaimna pemahaman tentang good
governance dimana pemerintah dan masyarakat ikut aktif dalam
membangun kota, meskipun pada dasarnya kekuasan berada ditangan
masyarakat akan tetapi pengaturannya dilakoni oleh pemerintah.
Secara tersirat al-Qur’an memberikan penjelasan bahwa penataan
kota yang diharapakan adalah di mana kota dengan peran politiknya yang
tak lain adalah pemimpin. Pemimipin yang memegang kendali wilayahnya
diharapkan mampu unutuk memberikan pelayanan bagi warganya. Bukan
berati semua beban kesejahteraan rakyat dipangkukan kepada pemimipin
akan tetapi masyarakat diharuskan berperan aktif dalam menuju

7
Nadjamudin Ramly, Islam Ramah Lingkungan (Konsep Dan Strategi Islam Dalam
Pengelolaan, Pemeliharaan Dan Penyelamatan Lingkungan), Grafindo Khazanah Ilmu, Jakarta:
2007. hal. 20
8
Ibid., 27
83

kesejahteraan bersama. Pemimipin yang baik ini sesuai pandangan dari al-
Qur’an adalah pemimpin tidak memikirkan kebutuhan pribadinya tapi
lebih memikirkan kebutuhan rakyatnya. Pemimpin yang tidak serakah dan
pongah terhadap kekuasaan dan kejayaan. Pemimipin yang tidak
melakukan makar terhadap rakyatnya demi kekuasaan dan
kedigdayaannya. Pelestarian lingkungan di mana peran masyrakat dan
pemimpin ini harusnya ketika sudah mengkonsusmsi penghasilan dari
lingkungan diharapkan juga melakukan pembaruan dengan mengadakan
perbaikan, bukan hanya membiarkannya bagitu saja yang nantinya
berdampak pada ketidak stabilan lingkungan dan berakibat bencana alam
yang akan terjadi.
Dalam bentuk penataan kota, di mana kota-kota yang dibangun
harusnya terbubung dengan kota lain dengan terhubungnya ini diharapkan
kota dapat memberikan pelayanann kepada pengunujug dengan
diperlihatkannya kenyamanan kota dari bentuk fisik kota berupa taman-
taman dan penghijauan sebagai nilai estetis kota dan keperluan dalam
perhubungan ekonomi antar kota. Dengan terhubungnya kota satu dangan
kota yang lain diharapkan dapat memberikan jalur perekonomian yang
efektif sebab dengan jalur ini roda perekonomian dapat berjalan.
Senada dengan pendapat yang oleh Rukmanto dengan mengambil
pemikiran Alan Dacon (2002, 4 persepective on walfare), berpendapat
bahwa mental kesejahteraan suatu negara atau kota, dimana kehidupan
suatu masyarakat dengan pemerintahnya yang bertanggung jawab
menjamin bahwa setiap warganya menerima pendapatan minimum dan
mempunyai akses sebesar mungkin yang ia mampu meraih (untuk
memenuhi kebutuhan hidpunya) pada bidang perawatan kesehatan,
perumahan, pendidikan dan pelayanan sosial personal melalui berbagai
macam layanan sosial (social servise).9

9
Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial: Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial
Dan Kajian Pembangunan, Rajawali Pers, Jakarta: 2013. hal. 248
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Uapaya terakhir dalam penulisan ini adalah meyimpulkan atau
menjawab pokok permasalahan di atas sebagai berikut:
1. Kota Layak Huni Menurut al-Qur’an
Kota layak huni dari pandangan al-Qur’an ada 3 poin penting
sabagai syarat kota dapat diidentifikasikan sebagai kota yang layak huni.
Pertama, Kota yang mampu memberikan rasa aman, kota aman ini di
istilahkan dengan ungkapan balad amii>n, mas|alan qaryatan ka>nat
'a>minatan mut}ma'inatan. Terpenuhinya rasa aman; kota yang terlepas dari
serangan musuh, peperangan, kelaparan, dan perampokan, rizki yang
banyak datang kepadanya dari seluruh negeri. Selain itu ditambahkan
bahwa kota yang aman terikat dengan iman yang baik dan haq, karena
dengan iman manusia akan selalu merasa diawasi oleh Tuhan dan
bersyukur terhadap berkat, rahmat dan nikmat-Nya dengan balasan kita
beribadah dan ke-taatan kepada rasul yang membawa hukum Tuhan.
Kedua, Kota yang memberikan kenyamanan, kota yang nyaman
diisitilahkan dengan al balad at} t}ayyib kebalikannya ialah baladun
mayyitun, kota nyaman ini dimaksudkan ialah kota yang tanahnya subur
dan dapat menumbuhkan taman-taman dan buah-buahan serta penghijauan
lainnya. Kota yang tidak nyaman itu adalah baladun mayyitun, di mana
kota yang tidak adanya penghijuan seperti yang ada pada kota nyaman,
berarti bahwa kota mati di dalamnya tidak ada taman-taman dan
penghijuan. Meskipun ada tapi sedikit dan sulit untuk tumbuh. al-qur’an
menunjukka kota nyaman itu tergantung pada pengolahan lahan di mana
dapat dilihat bahwa kota yang memeperhatikan lingkungan dengan adanya
taman-taman, tumbuhan dan tanaman sebagai bahan untuk penghijauan
dan mendapatkan rizki tengantung dari pemanfaatan tanah dan air. Selain
itu pula dengan penghijuan akan dapat memberikan dampak kesehatan

84
85

bagi penduduknya serta kesejahteraannya terjaga Ketiga. Tata ruang kota,


melihat ayat yang berbunyi “Wa ja’alna> bainahum wa baina al qura> dan
wa inna adkhulu haz|ihi al qaryah”. Penataan kota yang dapat
menghubungakan dengan kota lain serta dibuatkannya batasan terhadap
wilayah kota. Dalam penjelasan pemimipin dapat dilihat dari ungkapan
“inna al mulu>k i\z|a> dakhalu> qaryatan afsadu>ha> wa ja’alu> ‘a’izzatan ahliha>
az|ilatan”. Kata afsad ini menjadi kunci dari penataan kota yang baik.
Dimana kota yang baik adalah kota yang didalamya tidak terdapat
kerusakan dan pembinasaan. Kerusakan kota terpengaruh oleh pemimpin
yang pongah dan sombong, Terpedayanya pemimpin dengan adanya
kenikmatan dan kekuasaan yang membuat mereka terlena dan lupa.
Pemimpin yang membanggakan kekuatan, kekayaan, keperkasaan dan
keluarga mereka. Pemimpin yang tidak lebih mengutamakan bagi
kaumnya untuk anti kekerasan. Pemimpin yang tidak menerima dakwah
islam dengan tidak mematuhi perintah rasul dari sisi hukum Tuhan.
Sehingga dengan adanya pemimpin yang baik akan terciptanya kehidupan
yang aman, nyaman, dan baik dengan pengampunan tuhan.
2. Relevansi Kota Layak Huni Terhadap Kota-Kota Modern
Disini al-Qur’an menilai kota layak huni dilihat dari segi fisik dan
non-fisik kota: Pertama, melihat aspek non-fisik (hubungan sosial dan
kegiatan ekonomi) kota, ini terlihat al-Qur’an mensyaratkan kota harus
memberikan rasa aman dan nyaman terhadap penghuninya. Rasa aman:
memberikan pengertian adanya pertahanan dan pemenuhan kebutuhan
melalui rizki dengan ditambahkan iman yang haq sebagai bentuk rasa
takut kepada Tuhan dengan berlandaskan bahwa lingkungan haruslah
dijaga bukan hanya untuk mengkonsumsinya tanpa ada pelestariannya.
Rasa nyaman: memberikan penjelasan diharuskan kota dapat mengelola
tanah dengan pemanfaatan airnya. Tanah yang baik adalah tanah yang
dapat menyuburkan tumbuhan. Sehingga berakibat pada nilai kesehatan,
kesejahteraan dan estetika kota.
86

Dari kedua syarat diatas, untuk mendapatkan kelayakan hidup dari


rasa aman dan nyaman, dengan memperhatikan lingkungan dalam
kehidupan manusia dalam kota bermanfaat bagi kesehatan dan pemenuhan
kebutuhan biologis. Misalnya dengan taman-taman dan penghijuan ini
banyak memberikan manfaat terutama mengatasi bencana dan polusi
sehingga mengajarkan masyarakat untuk hidup sehat dan hidup sejahtera.
Disamping juga berfungsi sebagai bahan dalam pemenuhan kebutuhan
dengan menjual bahan-bahan pokok seperti buah-buahan dan hasil
pertanian lainnya.
Kedua, aspek fisik kota (fasilitas sarana-prasarana dan tata kota),
ini terlihat dalam peraturan pemerintah dan peran aktif masyarakat dalam
penataan kota yang terpadu. Yang secara modern ada kaitanya dengan
istilah good governance (kekuasaan ada ditangan rakyat, nemun
pengaturannya berasal dari pemerintahan diberbagai tingkat). Pendangan
al-Qur’an terhadap pemimipin yang baik adalah pemimipin tidak
memikirkan kebutuhan pribadinya tapi lebih memikirkan kebutuhan
rakyatnya. Pemimpin yang tidak serakah dan pongah terhadap kekuasaan
dan kejayaan. Pemimipin yang tidak melakukan makar terhadap rakyatnya
demi kekuasaan dan kedigdayaannya. Pemimpin yang memperhatikan
keberlangsungan lingkungan. al-Quran juga menambahakan terhadap
penataan kota, dimana bangunan kota harusnya terbubung dengan kota-
kota lain sehingga memudahkan akses terhadap penghuninya serta adanya
batasan sebagai identitas dari wilayah kota.

B. Saran-Saran
Penelitian ini berusaha mendeskripsikan gagasanm konsep kota
layak huni menurut pemahaman al-Qur’an yang diambil dari penafsiran
ayat-ayat balad, qoryah dan madi>nah, relevansinya terhadap kota modern
saat ini adalah untuk memperkaya wawasan tentang topik perencanaan
kota dalam pandangan al-Qur’an.
87

Namun demikian, cakupan dan uraian studi ini masih sangat


terbatas dan jauh dari sempurna. Hanya mengkaji penafsiran ayat-ayat
term balad, qoryah dan madi>nah dengan dihubungkan konsep kota layak
huni sehingga memungkinkan untuk pengembangan lebih lanjut, yang
dapat disarankan sebagai berikut: Pertama, mungkin akan lebih menarik
lagi jika penelitian selanjutnya menjelaskan bukan hanya mengambil ayat
akan tetapi kajian kajian kritis hadis seperti penataan kota terkait ilmu
arsitektur menurut islam (penataan kota menurut islam).
Kedua, penelitaian yang lebih lanjut diharapkan menghadirkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang perencanaan dan pelestarian
lingkungan hidup dalam konteks kota layak huni yang bukan hanya
mengambil penafsiran term balad, qaryah dan madi>nah.

C. Penutup
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Swt, Tuhan yang
telah memberikan rahamat, taufik dan hidayah-Nya maka penyusun dapat
menyelesaikan tugas skripsi ini dengan lancar. Tidak lupa shalawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda rasul kita Nabi
Muhammad Saw.
Penyusun menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini tentunya masih
banyak kekurangan dan keterbatasan di dalamnya, dikarenakan lemahnya
diri penyusun dalam proses penyusunannya. Untuk itu, penyusun sangat
mengharapakan kritik, saran, dan masukan yang membangun agar lebih
meningkatkan kualiatas penyusun skripsi ini ke depannya. Namun, penulis
tetap berharap semoga dengan skripsi yang tidak sempurna ini, sedikit
banyak dapat memberikan kontribusi ilmiah maupun akademik bagi diri
penyusun pada khususnya, serta bagi para pembaca dan kalangan
akademisi pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdilah, Mujiono, Fikih Lingkungan (Panduan Spiritual Hidup Berwawasan
Lingkungan), Cet I, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogjakarta:
2005.
Abraham, M. Francis, Persepectives On Modernization: Toward A General
Theory Of Third Worid Development (Modernisasi Di Dunia Ketiga Suatu
Teori Umum Pembangunan), Terj. M. Rusli Karim, Tiarawacana,
Yogjakarta: 1991.
Adi, Isbandi Rukminto, Kesejahteraan Sosial: Pekerjaan Sosial, Pembangunan
Sosial Dan Kajian Pembangunan, Rajawali Pers, Jakarta: 2013.
Ahmad, Zainal Abidin, Membangun Negara Islam, Pustaka Iqra, Yogjakarta:
2001.
Al-Husain, Abi Al-Qa>sim, Al-Mufrada>tu Fi> Gari>bi Al-Qur’a>n, Maktabah Nazar
Mustafa Al-Bani, Juz I-II, tt.
Alikodra, Hadi S., Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Pendekatan
Ecosophy Bagi Penyelamatan Bumi), Gadjah Mada University Prees,
Yogjakarta: 2012.
Al-Mara>ghi, Ah}mad Must}afa, Tafsir Al-Mara>ghi, (Ed). Basil Uyun al-Sud, Dar
al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut: 2006.
Asy’ari, Sapari Imam, Sosiologi Kota Dan Desa, Cet I, Usaha Nasioanl,
Surabaya: 1993.
Azizy, Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat (Meneropong Prospek
Berkembangnya Ekonomi Islam), Cet I, Pustaka Pelajar, Yogjakarta: 2004.
Bagio, Anthony G. dan Bharat Dahiya, Urban Environment And Infrastructure:
Toward Livable Cities, World Bank, Waisngton: 2004.
Baidan, Nasruddin, Metodelogi Penafsiran al-Qur’an, Cet I, Pustaka Pelajar
Offset, Yogyakarta: 1998.
Baqi, Muhammad Fu’a>d ’Ab dul, al-Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Qur’an al-
Karim, Dar al-Fikr, Beirut: 1981.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qomari, Solo: 2007.

88
89

Departemen Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik, Cet I, Lajnah Pentashihan


Mushaf Al-Qur’an, Jakarta: 2009.
Djunaedi, Achmad, Proses Perencanaan Wilayah Dan Kota, Gadjah Mada
University Prees, Yogyakarta: 2012.
Douglass, Mike and Ooi Giok Ling, “Industrializing Cities And The Environment
In Pacific Asia: Toward A Policy Framework And Agenda For Action”,
2000.
Ee, Cristina Oon Khar Dan Khoo Suet Leng, Geografia Online Malaysian
Journal Of Society And Sapace (Issues And Challengs Of Livable City And
Creative City : The Chase Of Penag, Malaysia), 2014.
Evers, Hans Dieter, Sosiologi Perkotaan: Urbanisasi Dan Sengketa Tanah Di
Indonesia Dan Malaysia, Cet 3, LP3ES, Jakarta: 1986.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid I, Andi Offset, Yogyakarta: 1995.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz I, Pustaka Panjimas, Jakarta: 1982.
Hauser, Philip M., at.all. Population And The Urban Future (Penduduk Dan Masa
Depan Perkotaan), Terj. Masri Maris. Sri Pamoedjo Rahardjo, Midas Surya
Grafindo, Jakarta: 1985.
Hidayat, Komarudin Dan Ahmad Gauf AF, Islam Negara Dan Civil Society
(Gerakan Dan Pemikiran Islam Kontemporer), Paramadina, Jakarta: 2005.
Irwan, Zoer’aini Djamal, Tantangan Lingkungan Dan Lansekap Hutan Kota,
Bumi Aksara, Jakarta: 2005.
Ismail, Asep Usman, Al-Qur’an Dan Kesejahteraan Sosial (Sebuah Rintisan
Membangun Paradigma Sosial Islam Yang Berkeadilan Dan
Berkesejahteraan), Lentera Hati, Tanggerang: 2012.
Kholil, Munawir, Al-Qur’an Dari Masa Ke Masa, CV. Ramdhani, Semarang: tt.
Mahadjir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bayu Idra Grafika, Yogyakarta:
1996.
Mirsa, Rinaldi, Elemen Tata Ruang Kota, Cet I, Graha Ilmu, Yogjakarta: 2012.
Muzairi, Filsafat Umum, Teras, Yogjakarta: 2009.
Nurdin, Ali, Qur’anic Society (Menelususri Konsep Masyarakat Ideal Dalam Al-
Qur’an), Erlangga PT Gelora Akasara Pratama, Jakarta: 2006.
90

Putro, Bernardus Djono, at.all, Indonesia Most Livable City Index, ttp, 2009.
Ramly, Nadjamudin, Islam Ramah Lingkungan (Konsep Dan Strategi Islam
Dalam Pengelolaan, Pemeliharaan Dan Penyelamatan Lingkungan),
Grafindo Khazanah Ilmu, Jakarta: 2007.
Sanusi, Shalahuddin, Integrasi Umat Islam (Pola Pembinaan Kesatuan Ummat
Islam), Iqamatuddin, Bandung: 1967.
Shihab, M. Quraish, Tafsif Al-Misbah (Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an),
Lentera Hati, Jakarta: 2002.
Sjadzali, Munawir, Islam Dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah Dan Pemikiran),
Edisi 5, UI-Press, Jakarta: 1993.
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Rajawali, Jakarta: 1996.
Timmer, Vanessa Dan Nola Kate Seymoar, The World Urban Forum 2006
(Vancoover Working Group Discussion Paper: Livable City), Majesty the
Queen in Right of Canada and the International Centre for Sustainable
Cities 2004, Canada: 2005.
Ulama’i, A. Hasan Asy’ari (ed), Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, Semarang: 2013.
Yunus, Hadi Sabari, Megapolitan (Konsep, Problematika Dan Prospek), Cet I,
Pustaka Pelajar, Yogjakarta: 2006.
Zahnd, Markuz, Perancangan Kota Secara Terpadu; Teori Perancangan Kota
Dan Penerapannya, Kanisius, Yogyakarta: 1999.
Zakaria, Abdul Hadi, Sejarah Lengakap Kota Makkah Madinah, Diva Press,
Yogjakarta: 2014.
Zulkifli, Arif, Dasar-Dasar Ilmu Lingkungan, Salemba Teknika, Jakarta: 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota diakses 11-03-2015, Pukul 18.30


http://id.wikipedia.org/wiki/Makhluk_hidup diakses 22-03-2015, Pukul 13.40
http://kbbi.web.id/kosmopolitan diakses, 01-02-2015, Pukul 15.30
https://missgayatripw.wordpress.com/2012/03/08/konsep-livable-city/ diakses 1-
02-2015, Pukul 20.00
BIODATA

Nama : Muhammad Aris Setiawan

Tmpt/ Tgl Lahir : Demak, 18 Maret 1993

Alamat Asal : Kalisari Krajan Selatan, RT/RW 005/004, Kec.


Sayung, Kab. Demak

Alamat Email : Ariezvssyafaah@gmail.com

Pendidikan Formal

1. SDN – 01 Kalisari Kec. Sayung, Kab. Demak, Lulus tahun


2005
2. MTs Al-Wathoniyyah Semarang, Lulus tahun 2008
3. MA Al-Wathoniyyah Semarang, Lulus tahun 2011
4. Fakultas Ushuluddin, UIN Walisongo Semarang, Lulus tahun
2015

Pendidikan Nonformal

Ma’had Tafsir Wa Sunnah Al-Itqon, Gugen Tlogosari Wetan Kab.


Semarang

Anda mungkin juga menyukai