Anda di halaman 1dari 112

MEMANTIK INSPIRASI

REKAM JEJAK
KOTA PUSAKA
INDONESIA

Direktorat Jenderal Cipta Karya


Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
MEMANTIK INSPIRASI
REKAM JEJAK KOTA PUSAKA INDONESIA

Tim Penyusun
Pengarah:
Ir. Dian Irawati, MT

Tim Pelaksana:
Putri Intan Suri, ST., MT.
Andhika Budi Prasetya, ST., M.Sc.
Latifah Sumandari, ST., MT.
Bayu Dwi Rahmatyo, ST., M.Sc.
Lukya Kumala Sita, ST
Tommy Faizal Wahyono, ST
Arni Wahyuningtyas, ST.
Amelia Dewi Safitra, ST
Punto Wijayanto, ST., MT
Aristia Kusuma, ST., MT.

Diterbitkan oleh:

Direktorat Bina Penataan Bangunan


Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan 12110
Telp/Fax: (021) 72796459/7235223

Dicetak di:
Jakarta
Tahun:
2018
©Pemegang Hak Cipta Direktorat Bina Penataan Bangunan
Daftar ISI
kata pengantar iv

rekaman perjalanan program kota pusaka


di indonesia vi

BAB 1 DINAMIKA KOTA PUSAKA DI INDONESIA 1

Latar Belakang 2

Pelestarian Kota yang Selaras dengan Agenda Global 5

Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka di Indonesia 7

PELAJARAN DARI PERJALANAN KOTA PUSAKA


BAB 2 DI INDONESIA 10

Siak sri Indrapura


Melestarikan cagar budaya di pesisir sumatera 12

KOTa lama Sawahlunto


merancang wisata pusaka tambang berbudaya 18

Kawasan kotatua jakarta


kolaborasi pemerintah dengan sektor swasta 26

Kawasan Suryakencana
kekuatan komunitas untuk konservasi 36

Kota Lama Semarang


Inovasi ekonomi yang selaras dengan pelestarian 42

Kawasan Malioboro yogyakarta


sinergitas pelestarian dengan pembangunan 48

Rencana Aksi Probolinggo


Berjejaring menggali pusaka kota 56

Kampung lawas surabaya


kampung sebagai identitas kota 62

benteng van oranje ternate


menyelamatkan jalinan sejarah rempah 68
BAB 3 SIGNIFIKASI DAN INSTRUMEN
PENGELOLAAN KOTA PUSAKA 74
KONSEPSI KOTA PUSAKA 76
SIGNIFIKASI KOTA PUSAKA 81
KATEGORI DAN INSTRUMEN KOTA PUSAKA 82

BAB 4 KOTA PUSAKA BERKELANJUTAN DENGAN


SIGNIFIKASI DAN DINAMIKA INDONESIA 86
KOTA PUSAKA
SEBUAH PERJALANAN KONSEPTuAL
88

MODEL PELESTARIAN KOTA PUSAKA


BELAJAR DARI BELANDA
89

KOTA PUSAKA INDONESIA


WORK IN PROGRESS 93
KATA
PENGANTAR
Saat kita ingin mendefinisikan ‘Kota Pusaka’, Pelestarian Kota Pusaka saat ini merupakan
yang muncul pertama di benak kita adalah perpaduan antara pelestarian pusaka dan
‘monumen’, seperti bangunan peribadatan, pembangunan berkelanjutan. Pelestarian
istana, benteng, dan lain sebagainya. tidak hanya melindungi aset-aset pusaka kota,
Pemahaman ini belum memasukkan kawasan namun juga harus memberikan manfaat bagi
permukiman bersejarah dan kawasan bersejarah masyarakat saat ini dan di masa yang akan
lainnya yang biasanya merepresentasikan datang. Aset pusaka tidak hanya terbatas
“Kota Pusaka” sebagai bagian di dalamnya . pada perspektif pelestarian, tetapi dapat
Bahkan banyak budaya tak berwujud seperti menjadi aset ekonomi yang berpotensi untuk
adat istiadat dan kepercayaan belum dipahami memajukan kesejahteraan masyarakat kota,
sebagai elemen penting pembentuk ruang kota seperti pemanfaatan aset pusaka untuk kegiatan
dan aktivitas masyarakatnya. pariwisata berkelanjutan.

iv KOTA PUSAKA
Untuk mewujudkan pembangunan kota Melalui buku ‘MEMANTIK INSPIRASI: REKAM
pusaka berkelanjutan, perlu adanya perubahan JEJAK KOTA PUSAKA INDONESIA’ ini diharapkan
paradigma para pemangku kepentingan kota dapat memberikan pembelajaran bagi seluruh
pusaka dalam mewujudkan pelestarian kota pihak dalam upaya bersama melestarikan Kota
pusaka. Pelestarian kota pusaka tidak semata- Pusaka.
mata terjebak pada romantisme masa lalu tetapi
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan saat Tim Penyusun
ini serta generasi mendatang. Peran pemangku
kepentingan pada tiap tingkatan menjadi suatu
keniscayaan demi terwujudnya pelestarian Kota
Pusaka di Indonesia.

KOTA PUSAKA v
2 KOTA PUSAKA
BAB
01
DINAMIKA KOTA
PUSAKA
DI INDONESIA
DINAMIKA KOTA PUSAKA

Latar Belakang
Kota di Indonesia semakin bertumbuh Seperti negara lainnya di Asia,
seiring dengan meningkatnya konsentrasi penduduk di wilayah
aktivitas perekonomian. perkotaan Indonesia tidak berimbang
Pertumbuhan ini mengundang dengan jumlah penduduk yang
banyak perubahan dan menciptakan tinggal di wilayah pedesaan.
kebutuhan baru di perkotaan. Pada Urbanisasi penduduk tentunya
tahun 2015 saja, lebih dari 50% mendorong perubahan yang
jumlah populasi penduduk Indonesia dinamis melalui perubahan fungsi
bermukim di perkotaan. Diperkirakan lahan, bangunan dan pengaruh
pada tahun 2035, jumlah ini akan akulturasi budaya yang dilahirkan
terus bertambah hingga 67% oleh urbanisasi. Hal ini menciptakan
dari keseluruhan populasi akan tantangan baru dalam pelestarian
terkonsentrasi di perkotaan. kota, identitas kota dan aset-aset
pusaka yang memiliki nilai sejarah
dan budaya di perkotaan

…lebih dari 50% jumlah populasi penduduk Indonesia bermukim di


perkotaan. Pada tahun 2035, jumlah ini akan terus bertambah hingga
67 %.

2 KOTA PUSAKA
DINAMIKA KOTA PUSAKA

Meskipun urbanisasi membawa Upaya pelestarian aset cagar budaya


kontribusi besar bagi peningkatan baik dalam perkotaan maupun diluar
ekonomi, urbanisasi juga membawa perkotaan telah dilakukan oleh
persoalan baru seperti penurunan Indonesia sejak tahun 1992 hingga saat
kualitas lingkungan, kesenjangan ini. Seiring dinamika pertumbuhan
ekonomi dan penurunan nilai sosial- kebijakan ini terus mengalami
budaya. Hal lain yang berkaitan dengan penyesuaian dan dilengkapi oleh
penataan kota seperti terjadinya urban berbagai instrumen pendukungnya
sprawl juga menjadi dampak langsung dan dipadu dengan kebijakan lain
dari urbanisasi. untuk menjadikannya lebih holistik.
Pandangan mengenai konservasi juga
Dampak urbanisasi baik yang positif masuk dalam Rencana Pembangunan
maupun yang negatif tidak dapat Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
dihindari. Bertambahnya jumlah melalui arah kebijakan dan strategi
penduduk akan meningkatkan pembangunan dan pengembangan
kebutuhan infrastruktur publik, wilayah.
fasilitas publik dan kebutuhan akan
pemukiman baru. Begitupun juga Upaya ini dilakukan bukan hanya
dengan meningkatnya aktivitas ekonomi untuk melestarikan aset cagar budaya
yang mencipatakan kebutuhan lahan namun juga membangun karakter kota,
untuk industri atau perkantoran dan membangun kapasitas masyarakatnnya
efisiensi transportasi publik. Oleh dan memastikan terselenggaranya
karena itu, diperlukan upaya untuk pelayanan publik yang baik di
mengendalikan dan mengarahkan perkotaan.
perkembangan perkotaan agar menjadi
lebih berkelanjutan.

KOTA PUSAKA 3
DINAMIKA KOTA PUSAKA

Upaya ini tidak memisahkan upaya Program kota pusaka terus berkembang
pelestarian kota dengan arah dan mengikuti dinamika perubahan
pembangunan ekonomi karena yang berjalan cepat. Pada tahun 2013,
keduanya dapat berjalan bersamaan semangat pelestarian ini berkembang
secara harmonis. Melalui temu pusaka dari objek menjadi urban. Pelestarian
yang diselenggarakan di Bukittinggi tidak lagi dipandang terpisah dan
dan Sawahlunto (2008), pemerintah terbatas pada bangunan atau aset
dan masyarakat mendeklarasikan budaya namun juga termasuk aspek
untuk membentuk Jaringan Kota sosial dan ekosistem pendukungnya,
Pusaka Indonesia yang terdiri dari yaitu kota.
Kota/Kabupaten di Indonesia yang
berkomitmen untuk melestarikan aset
pusaka dan kawasan bersejarahnya.

Kota pusaka tidak memisahkan upaya pelestarian kota dengan arah


pembangunan ekonomi karena keduanya dapat berjalan bersamaan
secara harmonis.

4 KOTA PUSAKA
DINAMIKA KOTA PUSAKA

Pelestarian Kota yang Selaras


dengan Agenda Global
Perkembangan persepsi pelestarian Luang Prabang (Thailand), Melaka
tersebut sesuai dengan agenda (Malaysia) dan George Town (Malaysia).
global mengenai pelestarian dan
pembangunan berkelanjutan. Agenda Selain itu, agenda pelestarian yang
pelestarian kota dengan cagar budaya berkaitan dengan pembangunan
yang dipelopori oleh UNESCO juga berkelanjutan juga termuat dalam salah
berkembang dari bangunan tunggal satu dari 17 tujuan pembangunan
menjadi urban/perkotaan dan telah berkelanjutan (SDG’s) yang menjadi
diterapkan di berbagai negara seperti; kelanjutan dari tujuan pembangunan
Historic Town of Auro Preto (Brazil), millennium (MDG’s) dan dijadikan
Colonial City of Santo Domingo (Republik sebagai tujuan bersama negara-negara
Dominican), City of Quito (Ecuador), Old di dunia melalui Persatuan Bangsa
Town of Corvu (Yunani), City of Verona Bangsa (PBB/UN).
(Itali), Kathmandu (India),

Gambar : Taman Film Kota Bandung

…Tujuan nomor 11 mengenai


Sustainable Cities and
Communities terdapat target
mengenai Cultural & Natural
Heritage. Target ini selaras
dengan semangat pelestarian
dan pengelolaan Kota Pusaka di
Indonesia.

KOTA PUSAKA 5
DINAMIKA KOTA PUSAKA

Pada tujuan nomor 11 mengenai Indonesia terlibat aktif dalam NUA


Sustainable Cities and Communities melalui keterlibatan dalam PrepCom
terdapat target mengenai Cultural yang diselenggarakan di Surabaya pada
& Natural Heritage, yaitu bagaimana bulan Juli 2016 dan Konferensi Habitat
memperkuat upaya untuk melindungi III yang diselenggarakan di Quito,
dan menjaga warisan budaya dan alam Ekuador pada bulan Oktober 2016.
(pusaka budaya dan pusaka alam).
Target ini selaras dengan semangat Eratnya keterkaitan NUA dengan SDG’s
pelestarian dan pengelolaan Kota terdapat pada upaya memaksimalkan
Pusaka di Indonesia. warisan alam dan budaya secara
berkelanjutan baik tangible dan
Agenda pembangunan berkelanjutan intangible dengan mendorong
dalam konteks perkotaan dan urbanisasi partisipasi bertanggung jawab. Agenda
juga diperinci oleh komitmen global Global di Dunia tentang Pembangunan
yang disusun oleh delegasi dari 140 Berkelanjutan (NUA) 2016 ini telah
negara, termasuk Indonesia dalam New diadopsi kedalam Peraturan Presiden
Urban Agenda (NUA) yang bertujuan No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
untuk mewujudkan pembangunan Pencapaian Tujuan Pembangunan
perkotaan yang berkelanjutan. Dalam Berkelanjutan, yang didalamnya telah
prakteknya, NUA berupaya mendorong mencantumkan pengembangan kota
aksi-aksi di tingkat lokal untuk pusaka berbasis karakter sosial budaya
menghadapi tantangan pembangunan, di kawasan perkotaan hingga tahun
khususnya yang berkaitan dengan 2019.
urbanisasi.

6 KOTA PUSAKA
DINAMIKA KOTA PUSAKA

Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka di


Indonesia
Keselarasan semangat pelestarian kota keharusan mempertimbangkan nilai
pusaka di Indonesia dengan agenda agama, adat istiadat dan nilai-nilai
global didukung dengan berbagai sosial yang termaktub pada Undang-
kebijakan mengenai cagar budaya Undang nomor 32 Tahun 2009 tentang
dan perkotaan. Perlindungan cagar Perlindungan dan Pengelolaan
budaya diatur melalui Undang-Undang Lingkungan Hidup. Kemudian aturan
Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar ini juga dilengkapi oleh Undang-
budaya, kebijakan ini menyelerasakan Undang tentang Pemajuan Kebudayaan
pelestarian cagar budaya dengan pada tahun 2017. Selain itu, Undang-
perlindungan nilai-nilai budaya Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang
tradisional. Sebelumnya, secara spesifik Arsitek juga menyatakan bahwa
perlindungan cagar budaya dalam profesi arsitek perlu mengawal juga
bentuk bangunan dan gedung juga Pelestarian Bangunan Gedung dan
telah diatur melalui Undang-undang Lingkungan. Perangkat peraturan dan
Nomor 28 Tahun 2002. kebijakan ini menunjukkan keseriusan
pemerintah dalam upaya pelestarian
Sedangkan kebijakan yang berkaitan dan pengelolaan kota pusaka dan
dengan lingkungan perkotaan pandangannya yang menyelaraskan
yang berkaitan dengan pelestarian upaya pelestarian dengan agenda
kebudayaan juga diatur melalui pembangunan berkelanjutan.
beberapa Undang-Undang seperti;

KOTA PUSAKA 7
DINAMIKA KOTA PUSAKA

Keseriusan pemerintah terhadap …Program Pelestarian Kota


pelestarian Kota Pusaka tersebut Pusaka yang dimulai sejak tahun
diwujudkan dalam peran Kementerian
2012 menyiapkan perangkat
PUPR melalui Program Penataan dan
teknis untuk menjawab berbagai
Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) yang
dimulai sejak tahun 2012. Program ini dinamika dan tantangan
juga menyiapkan perangkat teknis pembangunan dan pelestarian
untuk menjawab berbagai dinamika kota serta menentukan kriteria
dan tantangan pembangunan dan dan atribut kota pusaka dan nilai
pelestarian kota. Program ini juga
signifikansi kota pusaka.
menentukan kriteria dan atribut kota
pusaka dan nilai signifikansi kota
pusaka.

Kriteria kota pusaka ditentukan untuk


menentukan identifikasi terhadap
kota-kota di Indonesia yang termasuk
kedalam kategori Kota Pusaka meliputi
identifikasi terhadap cagar budaya dan
warisan tak benda, keutuhan atribut
kota pusaka, upaya penyelenggaraan,
penataan dan pelestarian Kota Pusaka
dari pemerintah daerah melalui
regulasi dan keberadaan lembaga yang
mengelola kota pusaka. Sedangkan
atribut Kota Pusaka berfungsi sebagai
instrumen pembentuk kota pusaka
secara teknis. Namun, sebelumnya
diperlukan penilaian signifikansi Kota
Pusaka sebagai dasar identifikasi Kota
Pusaka.

Gambar : Patung pekerja tambang, ikon Sawahlunto sebagai Kota Tambang

8 KOTA PUSAKA
DINAMIKA KOTA PUSAKA

Program kota pusaka telah untuk pelestarian dan pengelolaan


diselenggarakan di berbagai kota kawasan dan Kampung Lawas
di Indonesia. Dalam perjalanan (Surabaya) yang melestarikan konsep
pelaksanaan program Kota Pusaka, kampung sebagai identitas kota.
masing-masing kota memiliki fokus Kedua kota ini secara praktis telah
dan perkembangan yang berbeda mempraktekkan pelestarian dan
dalam mewujudkan agenda pelestarian mengambangkan model pelestarian
dan pembangunan berkelanjutan. dan penataan yang disesuaikan
Seperti, di Kawasan Suryakencana dengan dinamik dan sejarah kotanya
(Kota Bogor) yang menerapkan konsep masing-masing. Kesadaran mengenai
pelestarian berbasis partisipasi publik, pentingnya pelestarian dan penataan
Kota Lama (Semarang) yang berfokus kota dalam program Kota Pusaka juga
pada kemandirian ekonomi berbasis semakin luas dan berkembang menjadi
pelestarian. Kawasan Benteng Oranje gagasan mengenai pembentukan
(Ternate) yang melestarikan jejak sejarah identitas kota yang tidak hanya meliputi
rempah di nusantara. objek-objek monumental, namun juga
aset lain dari lansekap alam hingga
Selain itu terdapat juga Kawasan Kota budaya dan sejarah.
Lama (Sawahlunto) yang bertransformasi
dari Kota Tambang menjadi Kota Wisata Buku ini menghadirkan rekaman
dengan memanfaatkan peninggalan preseden pelaksanaan pelestarian
sejarah yang saat ini telah diresmikan kota pusaka di Indonesia baik kota
sebagai Kota Warisan Dunia dalam yang mengikuti program maupun
Ombilin coal mining heritage melalui yang secara mandiri telah berusaha
predikat World Heritage Site dalam menyelenggarakan pelestarian dengan
Pertemuan Komite Warisan Dunia yang cukup baik. Selain itu, buku ini juga
diselenggarakan di Baku, Azerbaijan, bertujuan untuk mengambil pelajaran
pada tanggal 6 juli 2019. dari praktek pelaksanaan program Kota
Pusaka pada berbagai kota di Indonesia
Kemudian, terdapat juga dua kota dengan mendokumentasikan keunikan,
lain yang mempraktekkan pelestarian keragaman, tantangan dan keberhasilan
kawasan bersejarah melalui kerjasama dari praktek pelestarian Kota Pusaka
pemerintah dengan pihak swasta di Indonesia sebagai upaya menjawab
dan masyarakat seperti pada Kotatua tantangan dinamika perkotaan yang
(Jakarta), yang berfokus pada kerjasama semakin dinamis.
pemerintah dan swasta

KOTA PUSAKA 9
BAB
02
PELAJARAN
DARI PERJALANAN
KOTA PUSAKA
DI INDONESIA
12 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Jelajah Pusaka
Peradaban Melayu merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang terus
dilestarikan dan bertahan di berbagai Kota di Sumatera, khususnya di provinsi Riau
yang kaya akan peninggalan sejarah Melayu. Salah satunya berada di Kabupaten
Siak yang pada masa lalu merupakan pusat kerajaaan Melayu Islam, Siak Sri
Indrapura. Kerajaan ini memiliki cakupan luas di Sumatera dan semenanjung Malaya
hingga perairan Laut Natuna. Kerajaan ini memiliki peran penting dalam aktivitas
perdagangan karena menguasai jalur perdagangan strategis di abad ke-18. Melalui
Siak, para pedagang dari seluruh dunia dapat mengakses berbagai hasil bumi dari
pedalaman Sumatera seperti lada, timah, emas, dan kayumanis. Kerajaan ini telah
bertahan lebih dari 200 tahun (1723-1946) dan memiliki 12 orang sultan sepanjang
sejarahnya. Pada tahun 1946, Sultan terakhir Siak Sri Indrapura yaitu Sultan Syarif
Kasim II secara resmi menyatakan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dengan menyerahkan kekuasaan dan kekayaannya sebesar 13 Juta
Gulden di Yogyakarta kepada Presiden Republik Indonesia Sukarno. Sejak 12 Oktober
1999, Siak berdiri sebagai kabupaten berdasarkan Undang-Undang No, 53/1999.
Setahun sebelumnya, tepatnya pada tanggal 6 November 1998, melalui Keputusan
Presiden No. 109/TK/1998, yang ditandatangani Presiden BJ Habibie, Sultan Syarif
Kasim II mendapat tanda kehormatan bintang Mahaputra Adipradana sebagai
Pahlawan Nasional dan namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara Internasional
Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru.

Kota Siak Sri Indrapura dibelah oleh Sungai Siak yang memiliki
peran geospasial strategis dari dulu hingga saat ini sebagai jalur
keluar masuknya hasil bumi pedalaman Sumatera yang memberikan
kontribusi besar bagi perdagangan dunia di masa kolonial yang
menguasai pelabuhan antar bangsa di Malaka saat itu.

Kota Siak Sri Indrapura di Kabupaten Siak ini memiliki signifikansi sebagai kota pusaka
karena merupakan Kota warisan Kerajaan Melayu Islam yang memiliki peran geospasial
strategis. Morfologi Kota Siak Sri Indrapura juga tidak mengalami banyak perubahan
mulai dari 1898 hingga 2017 perubahan digambarkan pada pengembangan
infrastruktur jalan dan kawasan perkebunan serta pada pinggiran sungai yang terkikis
karena abrasi.

KOTA PUSAKA 13
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Istana Assyeriah Hasyimiah yang dibangun oleh sultan ke-11 merupakan pusat
pengembangan wilayah Kota sedangkan kawasan pemukiman berada di sisi kanan
dan sisi kiri. Penataan Kota juga memposisikan sungai sebagai bagian depan Kota,
konsep ini data ini dikenal dengan konsep waterfront city.

Kelestarian ini memungkinkan kawasan ini menjadi museum hidup dengan


menyimpan banyak bangunan cagar budaya dan cagar budaya non ragawi. Pada
kawasan ini telah terdata benda dan kawasan cagar budaya sejumlah 43 buah,
kemudian warisan budaya seperti kuliner, tarian dan lain sebagainya sebanyak 36 jenis.
Cagar budaya tersebut tersebar di tiga zona kawasan kota pusaka Siak Sri Indrapura
yaitu; Zona Istana, Zona Kampung Adat dan Zona Kolonial.

Siak Sri Indrapura menyimpan 43 Cagar budaya Ragawi berupa benda


dan bangunan dan 36 jenis Cagar Budaya non Ragawi berupa kuliner,
tarian dan lain sebagainya.

Kawasan cagar budaya pusat pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura telah
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebagai kawasan cagar budaya
peringkat nasional pada tahun 2018 dengan nomor penetapan 164/M/2018 dengan
luas lahan 167,65 Ha. Kawasan ini terletak di daerah lingkungan pemukiman perkotaan
dengan bentang alam yang melingkupi istana berupa dataran rendah.

Kawasan cagar budaya tersebut meliputi Istana Siak Sri Indrapura, Balai Kerapatan
Tinggi Siak, Masjid Raya Syahabuddin, Makam Sultan Syarif Qasim II, Kompleks Makam
Koto Tinggi, Jembatan Istana Siak, Klenteng Hock Siu Kiong, Gudang Mesiu Kesultanan
Siak dan Tangsi Siak. Penetapan status ini menguatkan visi misi kota pusaka Siak Sri
Indrapura sebagai Kota Warisan Budaya Melayu berbasis Ruang Sungai dan Memiliki
Peran di Asia Tenggara.

Kawasan cagar budaya pusat pemerintahan kesultanan Siak Sri


Indrapura telah ditetapkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan
sebagai kawasan cagar budaya peringkat nasional pada tahun 2018
dengan nomor penetapan 164/M/2018 dengan luas lahan 167,65 Ha.

14 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Pengembangan Instrumen
Kota Pusaka
Pemerintah Kabupaten Siak memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan kota
pusaka di Kabupaten Siak Sri Indrapura dengan melakukan upaya penyelamatan dan
pelestarian warisan pusaka sejarah Kesultanan Melayu.Komitmen ini diwujudkan
melalu rangkaian peraturan terkait kepusakaan Siak, antara lain; Perda Kabupaten Siak
No. 02/2015 tentang penetapan kampung adat di Kabupaten Siak, Perda Kabupaten
Siak No. 14/2015 tentang berbahasa dan berpakaian melayu, Perda Kabupaten Siak No
01/2016 tentang Rencana Induk Pelestarian Budaya Melayu Kabupaten Siak. Kebijakan
ini juga dilengkapi dengan keputusan yang bersifat teknis melalui Keputusan Bupati
Siak No 263/HK/KPTS/2017 tentang pembentukan Tim Kota Pusaka Daerah Kabupaten
Siak, Keputusan Bupati Siak No. 304/HK/KPTS/2017 tentang pembentukan Tim Teknis
Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka Siak Sri Indrapura, dan penetapan
cagar budaya melalui Keputusan Bupati Siak No 436/HK/KPTS/2017.

Bupati Siak menandatangani piagam komitmen Program


Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka pada 15 Desember 2017

Gambar : Hasil Revitalisasi Bangunan Tangsi Mempura, Kabupaten Siak Hasil Revitalisasi Bangunan Eks Barak (Gedung F) Tangsi Mempura, Kabupaten
Siak

KOTA PUSAKA 15
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Bupati Siak, Syamsuar, juga sangat antusias dalam rencana program kota pusaka
di Kementerian PUPR dengan menyusun proposal keikutsertaan P3KP. Pemerintah
Kabupaten Siak juga melakukan berbagai kegiatan terkait kepusakaan melalui seminar
dengan mendatangkan Narasumber Praktisi bangunan Cagar Budaya, Balai Pelestarian
Cagar Budaya dan Direktorat Bina Penataan Bangunan yang dipublikasikan di media
melalui pameran agar masyarakat Siak dan Riau mulai mengenal pelestarian kota
pusaka. Pada tahun 2017, sebagai kelanjutan dari komitmen pemerintah Kabupaten
Siak, disusun juga rencana aksi kota pusaka oleh Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten
Siak yang berkonsultasi dengan PBL Riau dan Direktorat Bina Penataan Bangunan.
Hingga pada puncaknya, Bupati Siak menandatangani piagam komitmen Program
Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka pada 15 Desember 2017.

Dalam hal pembiayaan, pemerintah Kabupaten Siak juga dibantu oleh PT Riau Andalan
Pulp and Paper dari perusahaan group APRIL untuk pemugaran Istana Peraduan Siak.
Selain itu upaya konservasi dan perbaikan juga dilakukan di Pasar Lama Kampung
Pecinan yang sempat terbakar, pembangunan kembali ini dijadikan tanggung
jawab oleh Pemerintah Kabupaten Siak yang berkerjasama dengan pihak swasta.
Kerjasama dalam bidang pembiayaan bersama pihak swasta ini mampu memperlancar
agenda pemerintah Kabupaten Siak dalam pelestarian kota pusaka dengan baik dan
terencana.

Stakeholder Kota
Pusaka
Program kota pusaka di Kabupaten Siak merupakan inisiatif besar dari pemerintahan
Kabupaten Siak. Inisiatif ini dilaksanakan dengan membentuk Tim Ahli Cagar Budaya
(TACB) dan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG). Selain itu, dilibatkan juga peran
swasta dari PT. RAPP dalam model pembiayaan program dan dalam hal aktivitas,
pemerintah juga melibatkan komunitas pelestari dari kalangan masyarakat untuk
mengkampanyekan Warisan Pusaka Budaya Melayu Siak Sri Indrapura. Dalam rangka
mensukseskan program ini, Pemerintah Kabupaten Siak juga secara aktif berkoordinasi
dengan Direktorat Bina Bangunan dari Direktorat Jenderal Cipta Karya di Kementerian
PUPR. Selain itu, pemerintah kabupaten Siak juga aktif berkonsultasi dengan PBL Riau
dan menggali pengalaman dari kota-kota lain dalam agenda program kota pusaka.

16 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Hasil dan Dampak Pengembangan Kota


Pusaka
Keikutsertaan Kabupaten Siak dalam Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka
menjadi tonggak penting dalam pelestarian aset pusaka di daerah tersebut. Salah
satu contohnya adalah pemugaran Istana Peraduan Sultan yang dilakukan atas
kerjasama Pemerintah Kabupaten Siak dengan pihak swasta. Selain itu, masyarakat
juga mendukung agenda ini melalui berbagai aktivitas dari komunitas pelestari.
Pemanfaatan kawasan cagar budaya juga telah dilakukan dengan berbagai kegiatan
seperti Heritage Walk, Museum Tour, lomba melukis dan fotografi dan event
berkala setiap minggu. Kegiatan seperti ini juga diharapkan mampu meningkatkan
pemahaman masyarakat untuk terhadap cagar budaya Siak Sri Indrapura.

Pelajaran dari Kota Pusaka


Perjalanan program kota pusaka Siak Sri Indrapura di Kabupaten Siak menunjukkan
pentingnya inisiatif daerah dalam mewujudkan agenda kota pusaka. Dalam hal
pengembangan instrumen kota pusaka kita dapat mengambil beberapa pelajaran
penting yaitu;
1. Instrumen kelembagaan dan tata kelola kota pusaka.
Kabupaten Siak telah menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pelestarian
warisan pusaka cagar budaya yang mengatur tentang cagar budaya ragawi
dan non ragawi melalui peraturan daerah. Keputusan ini juga dilengkapi
dengan keputusan teknis mengenai pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya dan
Penetapan Cagar Budaya.

2. Instrumen inventarisasi dan dokumentasi kota pusaka.


Inventarisasi dilakukan melalui pendataan oleh TACB dan ditetapkan melalui
keputusan Bupati Siak.
3. Instrumen Ekonomi Kota Pusaka.
Pembiayaan agenda kota pusaka di Kabupaten Siak dilakukan dengan bantuan
pihak swasta untuk Istana Peraduan Sultan dan pembangunan kembali Pasar
Lama Kampung Pecinan yang sempat terbakar.
4. Instrumen perencanaan ruang kota pusaka dan sarana prasarana.
Pemerintah Kabupaten Siak telah menyusun Rencana Aksi Kota Pusaka dan
menetapkan kawasan cagar budaya melalui Keputusan Bupati.
Selain itu, Kawasan cagar budaya pusat pemerintahan Kesultanan Siak Sri
Indrapura telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebagai
kawasan cagar budaya peringkat nasional.

KOTA PUSAKA 17
20 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Jelajah Pusaka
Ekspansi kolonialisme ke nusantara membawa banyak perubahan, baik secara sosial,
ekonomi, politik, budaya, maupun tata kota. Penataan kota pada masa penjajahan
cenderung berorientasi pada aktivitas eksploitasi ekonomi baik pada sektor
produksi, distribusi maupun perdagangan. Ketiga pola tersebut dapat kita temukan
peninggalannya di Kota Sawahlunto, Sumatera barat.

Sawahlunto dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda menjadi Kota


pertambangan Batubara sejak 1894 dengan infrastruktur kereta api
yang terhubung dengan pelabuhan.

Sawahlunto dikenal sebagai salah satu Kota di Indonesia yang merasakan dampak
langsung dari penjajahan Belanda dan merupakan Kota bekas pertambangan
batubara. Pada tahun 1858 geolog asal Belanda, De Groot, yang dilanjutkan oleh WH
De Greve, menemukan potensi batubara sebanyak 200 juta ton yang terkandung di
sekitar cekungan Sungai Batang Ombilin. Penemuan ini menarik perhatian Pemerintah
Hindia Belanda untuk mengeksploitasi potensi tersebut dan merancang proyek
terintegrasi “Tiga Serangkai” Kota Sawahlunto yaitu kota tambang, jalur transportasi
dan pelabuhan. Sejak tahun 1894, kegiatan penambangan mulai berkembang seiring
dengan pembangunan infrastruktur kota sebagai penunjang proses tambang, hingga
lengkap sebagai sebuah kota pertambangan pada tahun 1930.

Sebagai Kota penghasil batubara di masa kolonial, pemerintah Belanda juga


membangun infrastruktur kereta api tahun 1887 sampai tahun 1894 untuk
mempermudah jalur distribusi. Selain itu pada tahun 1888 hingga tahun 1893 juga
dibangun pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur) untuk mempermudah pendistribusian
hasil tambang batu bara hingga ke Eropa. Kota pertambangan Sawahlunto sempat
berjaya di masa Hindia Belanda, dengan infrastruktur yang berperan aktif dalam
pendistribusian hasil tambang hingga ke Eropa.

Nama besar Sawahlunto diwarnai oleh perdagangan batubara dengan jangkauan yang
mendunia karena Sawahlunto merupakan salah satu kota pertambangan sekaligus
perdagangan batubara tertua di dunia dengan infrastruktur yang lengkap dari hulu
ke hilir. Hal ini menjadikan Sawahlunto bukan hanya dapat menjadi kota pusaka di
Indonesia namun juga menjadi pusaka dunia karena kandungan sejarahnya yang
kental. Potensi besar ini disadari oleh pemerintah Kota Sawahlunto dengan visi maju
terhadap pelestarian, mulai dari semangatnya menemukenali aset pusaka Kotanya,

KOTA PUSAKA 19
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

melestarikan dan mendayagunakannya sebagai kekuatan ekonomi Kota dan dengan


bermodalkan kekuatan signifikansinya melaju menuju Warisan Dunia.

Pengembangan
Instrumen Kota Pusaka
Komitmen program kota pusaka dari pemerintah Kota Sawahlunto dimulai sejak
tahun 2001 dengan dirumuskannya Visi Kota: “Sawahlunto Tahun 2020 Menjadi Kota
Wisata Tambang yang Berbudaya” dalam Peraturan Daerah nomor 2 Tahun 2001. Visi
ini diintegrasikan kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota
Sawahlunto yang ditindaklanjuti dengan penetapan keputusan teknis seperti SK
Walikota untuk Penetapan Tim Ahli Cagar Budaya, dan kebijakan seperti SK Penetapan
Cagar Budaya Kota Sawahlunto, yang terdiri dari bangunan, situs, dan struktur
bekas pertambangan, yang didukung dengan kegiatan inventarisasi dan pemetaan
seluruh aset pusaka kota, termasuk pusaka alam, budaya dan saujana pada tahun
2013. Pada skala kawasan pun Sawahlunto telah ditetapkan dengan Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 345/M/2014 tentang
Penetapan Satuan Ruang Geografis Kota Lama Tambang Batubara Sawahlunto sebagai
Cagar Budaya Peringkat Nasional, seluas 89,71 ha.

Penetapan cagar budaya Kota yang terdiri dari bangunan, situs dan struktur bekas
pertambangan ini diperkuat dengan kegiatan inventarisasi dan pemetaan seluruh aset
pusaka Kota termasuk pusaka alam, budaya dan saujana pada tahun 2013.

Proses Penetapan 119


Cagar Budaya Sawahlunto

20 KOTA PUSAKA
pelajaran dari
pelajaran perjalanan
dari perjalanankota
kotapusaka
pusakadi
diindonesia
indonesia

Gambar : Museum lukisan dan etno kayu Sawahlunto

Pemerintah mendata dan menetapkan 119 Cagar Budaya Kota Sawahlunto yang terdiri
dari 68 Cagar Budaya ragawi ditetapkan dengan Surat Keputusan Walikota Sawahlunto
Nomor 84 Tahun 2007, sebanyak 6 Cagar Budaya ditetapkan dengan Surat Keputusan
WaliKota Sawahlunto Nomor 189.2/250/WAKO-SWL/2014 Tanggal 29 September 2014.
Sedangkan 45 Cagar Budaya ditetapkan dengan Surat Keputusan WaliKota Sawahlunto
Nomor 188.45/327/WAKO-SWL/2017. Penetapan ini diperkuat dengan kegiatan
inventarisasi dan pemetaan seluruh aset pusaka Kota termasuk pusaka alam, budaya
dan saujana pada tahun 2013. Implementasi lainnya dilakukan dengan pemanfaatan
bangunan Cagar Budaya yang difungsikan sebagai museum adalah Museum Gudang
Ransum (sejak 17 Desember 2005), Museum Kereta Api (sejak 17 Desember 2005),
Museum Situs Lubang Tambang Mbah Soero (23 April 2008), Museum Tambang
Batubara Ombilin: Pusat Dokumentasi dan Arsip PT.BA-UPO (14 Juli 2014), Museum
Budaya Sawahlunto atau Museum Lukis & Etnografi Kayu, Museum Tari dan Museum
Alat Musik (23 Juni 2017), Ruang Sekretariat Sawahlunto Menuju Warisan Dunia yang
menggunakan ruangan di Museum Gudang Ransum. Museum dan Ruang Sekretariat
ini sebagai sarana informasi edukasi promosi Kota Pusaka Sawahlunto.

Kota Sawahlunto menyadari betul bahwa dirinya tidak dapat berdiri sendiri untuk
merangkai menjadi cerita kesuksesan sebuah Kota tambang di masa lampau, namun
perlu mempertimbangkan aset infrastruktur kereta api sampai ke Pelabuhan Teluk
Bayur yang memiliki peran penting dalam kegiatan pertambangan batu bara saat
itu. Area Nominasi Warisan Dunia Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto yang
melilbatkan 7 Kota/kabupaten yaitu: Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar,
Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kota Solok, dan Kota
Sawahlunto.

KOTA PUSAKA 21
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Museum Gudang Ransum Sawahlunto

Stakeholder Kota Pusaka


Dalam pelaksanaan agenda ini, Kota Sawahlunto dengan melakukan berbagai kegiatan
yang mengajak berbagai jejaring guna memperkuat identitas Kota sebagai Kota wisata
tambang berbudaya, yang artinya kegiatan pertambangan yang sudah pasif dialihkan
dengan kegiatan wisata budaya dengan mendayagunakan aset bekas pertambangan.
Beberapa kegiatan tersebut diantaranya: Penyusunan dokumen “Sawahlunto 2020”
(Agenda Mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya) kerjasama dengan
LPM-ITB, pendataan tinggalan bersejarah Kota Sawahlunto kerjasama dengan Badan
Warisan Sumatera Barat, penelitian rekonstruksi Kota bekas tambang batubara yang
berpotensi untuk pariwisata kerjasama dengan Programma Uitzending Managers
Belanda, kajian action plan pengembangan pariwisata Kota tambang kerjasama
dengan Universitas Teknologi Malaysia dan Dunia Melayu Dunia Islam, bantuan teknis
revitalisasi Kota Lama Sawahlunto oleh Direktorat Jenderal Kota dan Desa Wilayah
Barat - Departemen Pemukiman Sarana dan Prasarana Wilayah. Kerjasama antar
lembaga yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Sawahlunto ini merupakan sebuah
agenda besar untuk memperluas partisipasi berbagai stakeholder baik di dalam
maupun luar negeri.

Sawahlunto termasuk dalam Warisan Dunia Ombilin Coal Mining


Heritage of Sawahlunto yang ditetapkan sebagai World Heritage
Site dalam Pertemuan Komite Warisan Dunia di Baku, Azerbaijan,
pada tanggal 6 juli 2019 yang melibatkan 7 Kota/kabupaten yaitu:
Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang
Pariaman, Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kota Solok, dan
Kota Sawahlunto.

22 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Hasil dan Dampak


Pengembangan Kota Pusaka
Sejak Kota Sawahlunto mengagendakan visi Kota wisata tambang yang berbudaya,
telah dilakukan berbagai upaya revitalisasi dan konservasi cagar budaya di Kota
Sawahlunto. Upaya tersebut diwujudkan dengan rehabilitasi Gedung Rumah Ransum
yang saat ini pemanfaatannya menjadi museum (2004-2005), Stasiun Kereta Api
Sawahlunto yang saat ini pemanfaatannya menjadi museum (2005), Rehabilitasi
Lubang Tambang Mbah Soero yang saat ini pemanfaatannya menjadi objek wisata
edukasi (2007), Rehabilitasi Rumah Pejabat Tambang yang saat ini pemanfaatannya
menjadi Museum Tambang, Museum Alat Musik, Tari dan Lukisan Etno Kayu (2014,
2017), dan Revitalisasi Kawasan Silo (2015-2017).

Keberadaan museum-museum hasil pemanfaatan bangunan lama selain menjadi


ruang informasi dan edukasi masyarakat sekaligus menjadi sarana promosi Kota
Sawahlunto. Tantangan yang harus dihadapi adalah ketika kota membutuhkan
perubahan sesuai desakan fungsi masa kini guna meningkatkan nilai ekonomi
masyarakat. Pengelolaan mulai dari sekarang perlu upaya serius dan langkah-
langkah detail harus direncanakan. Identitas kota perlu dijaga secara berkelanjutan
dan yang terpenting masyarakat mendapatkan kehidupan yang lebih baik, adil dan
sejahtera. Semangat ini diteruskan dengan pelaksanaan beberapa pemugaran di Kota
Sawahlunto, diantaranya makam Belanda (kerkhof ) tahun 2018 bekerja sama dengan
BPCB Sumatera Barat, revitalisasi Lanraad Huis tahun 2018, penyusunan rencana
revitalisasi cagar budaya Lubang Tambang Sungai durian dan Penjara Orang Rantai
tahun 2019. Selain itu juga disusun rencana pengembangan lain seperti beberapa
rencana pengembangan lain untuk Lubang Transportasi Lunto II, pengembangan dan
peningkatan daya Tarik Museum Gudang Ransum dan Pengembangan Jalur Pariwisata
“Wisata Tambang Berbudaya”.

Salah satu pencapaian yang diraih Kota Sawahlunto yaitu dengan ditetapkannya
ditetapkannya Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (Ombilin Coal
Mining Heritage) dengan predikat World Heritage Site dalam Pertemuan Komite
Warisan Dunia yang diselenggarakan di Baku, Azerbaijan, pada tanggal 6 juli 2019
yang melibatkan 7 Kota/kabupaten yaitu: Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar,
Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kota Solok, dan Kota
Sawahlunto. Capaian ini merupakan hasil kerja keras yang

KOTA PUSAKA 23
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Pemerintah Kota Sawahlunto telah


Sawahlunto bersama para stakeholder melaksanakan berbagai inisiatif yang
yang terlibat dalam Program Penataan mendukung upaya mewujudkan visi
dan Pelestarian Kota Pusaka Sawahlunto. ini, mulai dari studi, perencanaan,
konsultasi, berjejaring, hingga
melakukan revitalisasi. Upaya ini
memberikan hasil yang sangat baik
dengan diresmikannya Ombilin Coal
Mining Heritage pada tahun 2019.

Perjalanan panjang ini menghasilkan


beberapa pelajaran berharga yang
juga dapat menjadi inspirasi bagi kota
pusaka lainnya untuk mengembangkan
instrumen kota pusaka. Pelajaran
tersebut adalah;

1. Instrumen Kelembagaan dan


Tata Kelola Pusaka kota
Sawahlunto telah menyusun Visi
Misi Kota dalam RPJMD untuk
memastikan berjalannya agenda
Gambar : Patung pekerja tambang, ikon Sawahlunto sebagai Kota Tambang
program kota pusaka. Peraturan ini
juga didukung dengan peraturan
Pelajaran dari teknis melalui SK Walikota untuk

Kota Pusaka Penetapan Cagar Budaya, SK


Walikota untuk Pembentukan
Realisasi program kota pusaka di
Tim Ahli Cagar Budaya dan Tim
Kota Lama Sawahlunto memiliki
Pendaftaran Cagar Budaya,
merupakan bagian dari agenda yang
serta diperkuat oleh SK Menteri
telah dipersiapkan oleh pemerintah
Pendidikan dan Kebudayaan untuk
Kota Sawahlunto untuk mewujudkan
Penetapan Kawasan Cagar Budaya.
“Sawahlunto Tahun 2020 Menjadi Kota
Wisata Tambang yang Berbudaya” yang
dituangkan dalam Peraturan Daerah
nomor 2 Tahun 2001.

24 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Kantor PT. Bukit Asam. Kota Sawahlunto

2. Inventarisasi dan Dokumentasi. 4. Perencanaan Ruang dan Sarana


Kegiatan inventarisasi dan Prasarana.
pemetaan dilakukan untuk Agenda ini telah dimulai dari
mendata seluruh aset pusaka kota perumusan kebijakan dan berbagai
termasuk pusaka alam, budaya dan aktivitas konsultatif bersama
saujana yang dimulai pada tahun berbagai stakeholder untuk
2013 sebagai bagian dari kegiatan mengembangkan dan mendukung
Program Penataan dan Pelestarian realisasi kota pusaka.
Kota Pusaka (P3KP) dengan
Kementerian PUPR. 5. Olah Desain Bentuk.
Agenda ini dilakukan dengan
3. Informasi Edukasi Promosi. merevitalisasi kawasan dan
Upaya ini dilakukan dengan konservasi cagar budaya yang telah
Ruang Sekretariat Sawahlunto ini ditetapkan. Pengolahan desain dan
sebagai sarana informasi edukasi bentuk juga direncanakan untuk
promosi Kota Pusaka Sawahlunto semua kawasan cagar budaya baik
di Museum Gudang Ransum. melalui rencana pengembangan,
Selain itu, dibangun juga beberapa pemanfaatan dan peningkatan daya
museum lain untuk mendukung tarik kawasan cagar budaya.
instrumen informasi edukasi kota
pusaka seperti Museum Kereta Api,
Museum Situs Lubang Tambang Kelima pelajaran inilah yang mampu
Mbah Soero, Museum Tambang menjadi inspirasi sekaligus acuan
Batubara Ombilin sebagai Pusat bagi kota pusaka lain untuk
Dokumentasi dan Arsip, dan merealisasikan agenda program kota
Museum Budaya Sawahlunto. pusaka di daerahnya.

KOTA PUSAKA 25
28 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Jelajah Pusaka
Menjelajahi Kawasan Kotatua Jakarta mengembalikan kita pada ingatan sejarah
tumbuh kembangnya masyarakat Jakarta dari masa sebelum penjajahan, masa
penjajahan hingga masa setelah kemerdekaan. Kawasan ini awalnya dikenal sebagai
Pelabuhan Sunda Kelapa atau Dermaga Sunda dan mulai aktif sejak abad ke 14 sebagai
pelabuhan dagang yang menarik perhatian para pedagang dari berbagai negara.
Kawasan yang juga digunakan sebagai jalur keluar masuknya rempah dari pulau Jawa
ini jatuh ke tangan VOC seiring dengan jatuhnya Jayakarta pada tahun 1621 dan
berganti nama menjadi Gemeente Batavia.

Pada tahun 1626, Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier membangun Gedung


Balaikota sebagai pusat pemerintahan Batavia di kawasan yang saat ini kita kenal
sebagai kawasan Kotatua. Pembangunan Balaikota yang merupakan penanda
dibangunnya sebuah Ibukota memulai pertumbuhan di sekitar kawasan dengan
dibangunnnya berbagai gedung perkantoran, komersial dan pertahanan untuk
mendukung fungsi pemerintahan di Batavia. Pengembangan kawasan ini kemudian
berhenti pada tahun 1808 masa Gubernur Jendral Daendels yang memindahkan
pusat pemerintahan di Kawasan Kotatua (Benedenstad) ke kawasan Medan Merdeka
(Weltevreden). Sejak saat itu, Kawasan Kotatua berubah menjadi pusat perdagangan
dan pemukiman pada pedagang dari berbagai wilayah, baik Asia maupun Eropa.
Sayangnya, sejak Belanda tidak lagi berkuasa dan pada masa kemerdekaan Indonesia,
kawasan ini ditelantarkan karena kawasan perperdagangan dipindahkan ke wilayah
Thamrin dan Kebayoran baru.

Pada tahun 1972, di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, Kawasan kotatua
diarahkan menjadi situs bersejarah melalui penetapan Dekrit Gubernur. Dalam dekrit
tersebut, Ali Sadikin tak hanya bertujuan untuk melindungi sejarah arsitektur kawasan
kotatua dan bangunan-bangunan bersejarahnya, melainkan juga mulai meletakkan
dasar-dasar revitalisasi bangunan dan kawasan yang kita kenal saat ini. Upa ya
revitalisasi masih terus dilajutkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga kini,
mengingat luasnya area penataan dan banyaknya jumlah gedung yang dilestarikan di
kawasan tersebut. Di mata Ali Sadikin, bangunan bersejarah di Jakarta terlihat tidak
terawat dan kurang dimanfaatkan secara optimal. Kebanyakan tidak dikelola dan
bahkan dibongkar untuk pembangunan baru. Kontras dengan pemandangan yang
dilihatnya ketika mengunjungi Warsawa dan Amsterdam.

KOTA PUSAKA 27
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Menyadari potensi bangunan bersejarah terhadap kota yang sedang berkembang, Ali
Sadikin merintis kebijakan untuk meremajakan bangunan bersejarah di Jakarta. Pada
tahun 1968 Ali Sadikin membentuk Dinas Museum dan Sejarah yang bertugas untuk
memugar dan melestarikan bangunan bersejarah.

Untuk memastikan kelestarian bangunan bersejarah dalam konteks lingkungannya,


dibuatlah keputusan untuk menetapkan kawasan pelestarian. Pada tahun 1970,
ditetapkan Surat Keputusan Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. Cd.3/I/70
untuk melindungi Taman Fatahilah yang diikuti dengan penetapan kawasan lainnya.
Selain itu, dibentuk pula Badan Pelaksana Pemugaran Daerah Taman Fatahilah yang
ditugaskan untuk memugar lapangan tersebut merujuk pada gambar lama yang
dibuat oleh Johannes Rach. Hasil dari pemugaran tersebut adalah berbagai museum
seperti Museum Sejarah dan Museum Wayang yang ada di sekitar Taman Fatahilah saat
ini.

Yang tidak kalah penting yaitu penetapan kawasan pelestarian dalam perencanaan
tata ruang kota, yaitu RTRW Provinsi DKI Jakarta 2011-2030 dan RDTR DKI Jakarta 2030
mencantumkan kawasan-kawasan tersebut dengan nama Kawasan Kota Tua sebagai
kawasan cagar budaya dengan karakter kawasan pemugaran bangunan dan objek
bersejarah.

Gambar : Stasiun Beos, DKI Jakarta

28 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Di dalam RTRW tersebut dimandatkan adanya Rencana Pelestarian, Pemugaran, dan


Pengendalian Ruang Kawasan Cagar Budaya yang ditetapkan dengan Peraturan
Gubernur.

Pada tahun 2014, ditetapkan Peraturan Gubernur No. 36/2014 tentang Rencana Induk
Kotatua Jakarta, dengan visi adalah mewujudkan Kawasan Kotatua sebagai kawasan
cagar budaya yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai kawasan wisata,
bisnis, jasa dan perdagangan dengan tetap mempertahakan karakter dan nilai-nilai
kesejarahan kawasan. Kawasan yang berada dalam areal di dalam tembok terdiri
dari Kawasan Taman Fatahillah, Kawasan Stasiun Jakarta Kota, Koridor Kali Besar dan
Kawasan Sunda Kelapa, sedangkan area di luar tembok terdiri dari Kampung Luar
Batang, Pecinan, Pekojan dan Pulau Taman Arkeologi Onrust.

Pada perkembangan saat ini, fokus pelestarian berkembang untuk menjadikan Kotatua
sebagai kawasan seni-budaya, pendidikan, kreatif, gaya hidup, kantor, hunian dengan
tema ‘to work, to live, to play’ dengan pendekatan public-private partnership yang
melibatkan pemerintah provinsi, swasta dan BUMN.

Gambar : Pulau Onrust, Kepulauan Seribu

KOTA PUSAKA 29
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Cafe Batavia, dahulu pernah digunakan sebagai salah satu kantor Pemerintah Hindia
Pembangunan balai Kota pada Belanda

tahun 1626 oleh Pieter de


Carpentier merupakan penanda
dibangunnya sebuah Ibukota
dan dimulainya memulai
pertumbuhan di sekitar kawasan
dengan pembangunan gedung
perkantoran, komersial dan
pertahanan untuk mendukung
fungsi pusat pemerintahan di
Batavia.

Ada beberapa lembaga yang dapat


dipertimbangkan berperan dalam
penyelenggaraan pelestarian di
kawasan tersebut. Dalam konteks kota
pusaka, Kawasan Kotatua
memiliki signifikansi sebagai bagian
Kota yang didalamnya terdapat cagar
budaya yang memiliki nilai-nilai
penting bagi Kota. Pada kawasan ini
setidaknya terdapat dua macam cagar
budaya yang berasal dari dua era yang
berbeda yaitu era Batavia lama (abad
16-19) sebanyak 16 cagar budaya yaitu;

Gambar : Klenteng Jin De Yuan, Glodok

30 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

1. Café Batavia
Gambar : Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta
2. Gedung Kehakiman yang kini
menjadi Museum Keramik dan Fine
Art
3. Gereja Sion
4. Gedung Oud Batavia yang kini
menjadi Museum Sejarah Jakarta
5. Area Chinatown Jakarta di Glodok
dan Pinangsia
6. Mesjid Luar Batang
7. Jembatan Kota Intan
8. Gudang Oud Batavia yang kini
menjadi Museum Maritim dan
Menara Syahbandar
9. Pasar Ikan
10. Dermaga Oud Batavia atau
Dermaga Sunda kelapa
11. Kim Tek Le atau sekarang Vihara
Dharma Bhakti
12. Pasar Petak Sembilan
13. Rumah Gubernur Jenderal Baron
Van Imhoff yang kini menjadi Toko
Merah
14. Kuil Hui Tek Bio
15. Sungai Oud Batavia atau
dikenal sebagai Kali Besar
16. Museum Oud Batavia yang
sekarang menjadi Museum Wayang

Gambar : Toko Merah yang terletak di tepi barat Kali Besar, Kotatua Jakarta

KOTA PUSAKA 31
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Kemudian, terdapat juga cagar budaya dari era awal abad ke 20 sebanyak 5 cagar bu-
daya yaitu;

1. Gedung Javasche Bank yang kini menjadi Museum Bank Indonesia


2. Gedung Chartered Bank of India, Australia and China yang kini menjadi
3. Gedung Bank Mandiri
4. Bangunan bergaya arsitektur Nieuwe Zakelijkheid yang kini menjadi kantor Jakarta
Kota Post
5. Batavia Zuid Station yang kini menjadi Stasiun Kota Jakarta
6. Gedung Nederlandsche Handelsmaatschappij yang kini menjadi Museum Bank
Mandiri.

Selain itu, lay out jalan pada kawasan ini juga tidak mengalami perubahan sejak abad
ke 17. Keberadaan bangunan cagar budaya, adanya perencanaan kawasan dan akti-
vitas yang memiliki nilai sejarah ini menambah signifikansi Kawasan Kotatua Jakarta
dalam kerangka pelestarian kota pusaka.

Pengembangan
Instrumen Kota Pusaka
Perencanaan revitalisasi kawasan Kotatua Jakarta mulai direalisasikan dengan
pendekatan public-private partnership yang membuka keterlibatan sektor swasta
dan masyarakat. Implementasi perencanaan ini dimulai dengan dibentuknya Unit
Pengelola Kawasan (UPK) Kotatua Jakarta dibawah koordinasi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur No 294 Tahun 2014
Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Kawasan Kotatua. UPK
Kotatua berfungsi untuk menyusun rencana strategis dan rencana kerja anggaran serta
pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran UPK Kotatua.

Pada perkembangannya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan sektor


swasta dan masyarakat untuk mempercepat terlaksananya agenda revitalisasi Kotatua
Jakarta. Selain mengeluarkan peraturan tentang UPK Kotatua Jakarta, Gubernur
Provinsi DKI Jakarta juga mengeluarkan Keputusan Nomor 741/-1.853.15 pada tahun
2013 dalam rangka revitalisasi Kotatua. Keputusan ini dilanjutkan pada tahun 2014
oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta dengan menetapkan Keputusan 2407/-1785.3 yang
mendukung upaya JOTRC melakukan pemugaran bagunan bersejarah di Kotatua
sekurang-kurangnya

32 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

selama 2 tahun. Keputusan inilah yang dijadikan dasar untuk mengembangkan dan
menghidupkan kembali Kawasan Kotatua Jakarta melalui cara inovatif termasuk
dengan menghubungkan sektor swasta dengan pemerintah DKI Jakarta.

Stakeholder Kota Pusaka


Dalam pelaksanaannya, peran UPK Kotatua tidak lagi terbatas pada pemeliharaan
dan perawatan sarana dan prasarana kawasan Kotata. UPK Kotatua menghadapi
kendala terkait prosedur dan skema kerja pendanaan operasional melalui APBD
provinsi yang cukup panjang dan harus sesuai dengan program dinas terkait. Oleh
karena itu, Pemerintah DKI bermitra dengan PT Jakarta Old Town Revitalization Corp
(JOTRC) untuk menarik investasi, mengumpulkan sumberdaya dan melaksanakan
berbagai kegiatan untuk merevitalisasi Kotatua. JOTRC juga didukung oleh Kelompok
Pelestarian Budaya Kotatua (Jakarta Enowment for Art and Heritage) atau JEFORAH
yang terdiri atas tokoh masyarakat dan pengusaha yang ingin bekerjasama dan
memberikan sumberdaya yang dimiliki untuk mengembangkan kembali Kotatua
Jakarta.

Pemerintah DKI bermitra dengan PT Jakarta Old Town Revitalization


Corp (JOTRC) yang juga didukung oleh Kelompok Pelestarian Budaya
Kotatua (Jakarta Enowment for Art and Heritage) atau JEFORAH
yang terdiri atas tokoh masyarakat dan pengusaha yang ingin
mengembangkan kembali Kotatua Jakarta.

JOTRC bekerjasama dengan para pemilik gedung di Kotatua Jakarta untuk melakukan
revitalisasi, termasuk dengan BUMN yang memiliki aset di Kotatua seperti PT.POS
Indonesia. Selain itu, JOTRC juga menyusun rencana pemugaran dan melakukan
kegiatan konstruksi dan bekerjasama dengan biro-biro arsitek. Bangunan yang telah
selesai dipugar kemudian disewakan kepada swasta/masyarakat untuk menghidupkan
kembali aktivitas ekonomi di kawasan. Dalam kegiatannya, JOTRC menerapkan
sistem kuratorial kawasan untuk mendapatkan penyewa yang sesuai dengan konsep
pelestarian Kotatua. sistem kuratorial kawasan untuk mendapatkan penyewa yang
sesuai dengan konsep pelestarian Kotatua.

KOTA PUSAKA 33
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Hasil dan Dampak Gambar : Museum Fatahillah

Pengembangan Kota
Pusaka
Sejak perencanaan revitalisasi Kotatua
dilaksanakan, lima gedung telah selesai
diperbaiki oleh JOTRC. Kelima gedung
tersebut antara lain; Gedung Kantor Pos
yang kini sebagian difungsikan sebagai
galeri seni bernama Galeri Fatahillah,
Apotek Chung Hwa, Gedung OLVEH
yang sebagian difungsikan sebagai
kantor redaksi majalah Sarasvati dan
pusat kegiatan komunitas kreatif, dan
Rotterdam Lloyd yang kini difungsikan
menjadi kedai kopi. Hingga saat ini,
revitalisasi Kotatua dapat dikatakan
cukup berhasil mendorong aktivitas
ekonomi masyarakat dan menarik
perhatian wisatawan. Selain itu aktivitas
yang terjadi di Kotatua pun beragam,
dari yang bersifat komersil, edukatif
hingga aktivitas sosial dan
kegiatan-kegiatan kebudayaan.

Gambar : Museum Bank Indonesia

34 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Pelajaran dari Kota


Pusaka
Penjelajahan Kawasan Kotatua kini
bukan sekadar napak tilas sejarah karena
saat ini agenda revitalisasi Kotatua mulai
menampakkan hasil yang diinginkan.
Dalam konteks pengembangan kota
pusaka, dapat dipetik dua hal penting
dari pengalaman Kotatua Jakarta, yaitu;

1. Instrumen kota pusaka di bidang


kelembagaan dan tata kelola,
Penetapan kebijakan Pemerintah
melaui SK Gubernur yang didukung
oleh kelompok penggiat pelestarian
sebagai aktor utama pelestarian di
Kawasan Kotatua. Hal ini didukung
pula dengan pelaksanaan public
private partnership dengan
melibatkan pihak non pemerintah
yang mendukung pelaksanaan
pelestarian Kotatua Jakarta.

2. Instrumen kota pusaka di bidang


Ekonomi kota pusaka, model
pembiayaan bersama dengan
pendekatan kemitraan pemerintah
DKI dengan PT JOTRC yang juga
didukung oleh masyarakat melalui
JEFORAH berhasil mempercepat
agenda revitalisasi dan
membangkitkan aktivitas ekonomi
kawasan.

KOTA PUSAKA 35
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Jelajah Pusaka
Kota Bogor memiliki jalinan sejarah yang panjang, sejak zaman Kerajaan Pajajaran
di abad ke 13, era penjajahan di abad ke 16, hingga masa pasca kemerdekaan. Kota
yang mendapat julukan Kota Hujan ini merupakan Kota terbesar ketiga di Provinsi
Jawa Barat. Bogor memiliki kondisi alam dan potensi iklim maupun tanah yang
subur, sehingga Bogor direncanakan sebagai daerah pertanian dan peristirahatan
bagi Gubernur Jenderal. Tidak hanya itu, Bogor ditetapkan sebagai pusat penelitian
tanaman tropis dan pusat kegiatan perkebunan.

Istana Bogor yang kita kenal sekarang ini dibangun pada tahun 1745 atas kuasa
Gubernur Jenderal GW. Baron van Imhoff dan ditetapkan sebagai kedudukan resmi
Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Berdirinya bangunan tersebut seiring dengan
pembangunan Jalan Raya Daendels yang menghubungkan Batavia dengan Bogor,
kemudian diikuti oleh pembangunan permukiman warga sekitar. Bogor menjadi
ramai setelahnya, terutama jalur Bogor-Batavia yang seringkali digunakan oleh utusan
pemerintah.

Kota Bogor pada masa penjajahan ditetapkan sebagai Kota


pemerintahan dan pertanian yang selanjutnya dikenal sebagai Kota
pendidikan terutama untuk pertanian dan kedokteran hewan

Ketika Pemerintahan Belanda menyerahkan wilayah kekuasaan kepada Inggris sesuai


dengan Perjanjian Tuntang pada 18 September 1811. Istana Bogor menjadi tempat
peristirahatan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles dan pada tahun yang
sama dilakukan renovasi serta pembangunan taman yang menjadi cikal bakal Kebun
Raya Bogor. Setelah pembangunan jalur Bogor-Batavia dianggap berhasil, tahun 1872
merupakan masa pembangunan jalur kereta api dari Batavia-Bogor, yang semakin
membuka akses kota dan memperlancar arus transportasi. Di tahun yang sama,
pemerintah dan masyarakat mulai menetapkan perdagangan pasar, yang berpusat di
Kawasan Pecinan Suryakencana dan sekitar kawasan asrama militer.

Permukiman di Kota Bogor semakin berkembang sejak tahun 1900 bersamaan


dengan digantinya sistem pemerintahan tradisional menjadi sistem administrasi
modern menjadi Gemeente Buitenzorg yang pada tahun 1925 ditetapkan sebagai
Stadsgemeente. Di sisi lain, kebijakan pemerintah kolonial ternyata mempengaruhi
perkembangan Kota, terutama Kawasan Suryakencana sehingga terjadi
pengelompokan permukiman dan kawasan cenderung dihuni secara turun temurun
oleh etnis tertentu. Pemukiman Eropa berada di daerah utara, permukiman Cina

KOTA PUSAKA 37
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

berkembang di Jalan Suryakencana, menuju arah selatan. Sementara permukiman


keturunan Arab mendapat bagian di Kawasan Empang yang cenderung statis.

Namun, pada masa pendudukan Jepang Kota ini tidak mengalami perkembangan
karena kebijakan Jepang berfokus pada kepentingan perang. Pada masa kemerdekaan
Bogor ditetapkan sebagai Kota Besar Bogor berdasarkan UU No 16/1950. Saat ini,
wilayah Kota Bogor yang semula memiliki luas 21,56 Km telah berkembang menjadi
118,50 Km dengan perkiraan 60% wilayah terbangun. Dalam perkembangan saat ini,
bangunan-bangunan lama di Kota Bogor banyak yang telah mengalami perubahan
bentuk dan fungsi, kecuali untuk bangunan militer, pemerintahan, dan fasilitas
pemerintah yang dipertahankan sebagai kantor. Oleh karena itu, Pemerintahan Kota
Bogor menyusun konsep pengembangan Kota berdasarkan pada prinsip pelestarian
Perencanaan Kota Bogor selaras dengan upaya Kota Bogor mewujudkan Kota yang
cerdas, hijau dengan berwawasan kepusakaan.

Pengembangan Instrumen Kota Pusaka


Kota Bogor telah menyusun rencana pelestarian Kota Bogor dengan pembagian
zona dan konsep ruang Kota secara makro, messo dan mikro. Pengembangan
Kota dilakukan dengan mempertahankan morfologi pusat Kota dengan bentukan
konsentrik menjari untuk mempertahankan tipologi kawasan bersejarah melalui
pembatasan intensitas di zona inti. Selain itu, dibangun juga linkage utara – pusat
Kota – selatan sebagai posos kota pusaka dan mengurangi beban lalu lintas di pusat
Kota melalui pengembangan jalur lingkar. Rencana ini meningkatkan kualitas kawasan
sentra pengembangan baru sebagai arahan lokasi investasi.

Gambar : Istana Bogor, Kota Bogor

38 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Wilayah Kota Bogor yang sebelumnya hanya seluas 21,5 Km telah


berkembang menjadi 118,5 Km dengan 60% wilayah terbangun.

Lokasi kawasan Suryakencana yang telah menjadi sentra perdagangan sejak masa
kolonial juga merupakan pemukiman penduduk. Oleh karena itu, pengembangan
kawasan ini juga sangat melibatkan peran serta masyarakat. Masyarakat bertindak
sebagai mitra pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan program
pelestarian. Masyarakat melalui Komunitas Sepakat dan Kampoeng Bogor seringkali
mengadakan dialog dan diskusi dengan pemerintah sebagai bagian dari upaya
penyempurnaan tata kelola Kawasan Suryakencana.

Stakeholder Kota Pusaka


Dalam pelaksanaan rencana kota pusaka di Kawasan Suryakencana BAPPEDA
melibatkan partisipasi dari masyarakat melalui komunitas yang berasal dari berbagai
latar belakang. Pemerintah melakukan focus group discussion (FGD), seminar,
dialog dan diskusi bersama Komunitas Sepakat dan Kampoeng Bogor untuk
mengembangkan konsep yang sesuai. Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas pun
beragam dari diskusi, jelajah Kota, pendokumentasian bangunan bersejarah, hingga
penyusunan peta tematik untuk jelajah kampung.

Gambar : Gerbang Pecinan Suryakencana

KOTA PUSAKA 39
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Workshop Historic Urban Landscape. Bogor, 27-30 Agustus 2018

Hasil dan Dampak Pengembangan Kota


Pusaka
Dampak dari rencana pengembangan kota pusaka baru dimulai pada aspek
penyusunan rencana dan penataan fisik. Kota Bogor telah melakukan beberapa
kegiatan diantaranya; Penyusunan RTBL Kawasana Taman kencana (2014) melalui
fasilitasi Kementerian PU, Penataan fisik Plaza Tugu Kujang sebagai Teras Kota
Bogor (2015-2016), penyusunan RTBL Kawasan Suryakencana – Empang, Kawasan
Pemukiman Eropa dan Kebun Raya Bogor, Kawasan Situ Gede dan Cifor Kota Bogor
melalui fasilitasi Kementerian PU, penyusunan DED dan penataan fisik Gerbang
Pecinan Suryakencana, penataan jalur pedestrian Kebun Raya Bogor dan penyusunan
rencana revitalisasi Plaza dan Pasar Bogor menjadi gedung parkir dan pusat ekonomi
kreatif. Selain itu, partisipasi masyarakat juga telah menghasilkan beberapa aktivitas
yang berkaitan dengan agenda kota pusaka.

40 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Workshop Historic Urban Landscape. Bogor, 27-30 Agustus 2018

Pelajaran dari
Kota Pusaka
Perjalanan mewujudkan agenda Kota Pusaka Bogor masih dalam perjalanan yang
panjang. Meskipun begitu, pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan Kota Pusaka
Bogor dalam konteks pengembangan instrumen kota pusaka adalah kelembagaan
dan tata kelola kota pusaka. RPJMD Kota Bogor Tahun 2015-2019 memuat misi untuk
menjadikan Bogor sebagai kota jasa yang berorientasi pada kepariwisataan dan
ekonomi kreatif. Visi ini ditujukan untuk menjadikan warisan budaya sebagai aset
Kota melalui peningkatan peran masyarakat dalam hal pengelolaan serta memelihara
warisan budaya sehingga dapat meningkatkan identitas dan citra Kota Bogor.
Kota Bogor juga mulai menyusun rencana kota pusaka berlandaskan masukan dan
paritispasi dari komunitas pelestari baik melalui cara-cara formal seperti FGD dan
diskusi, maupun dengan cara kekinian melalui media sosial dan website.

KOTA PUSAKA 41
42 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

jelajah pusaka
Kota Lama Semarang memiliki sejarah yang panjang dan berliku sejak abad ke 15
hingga sekarang, yang melibatkan kerajaan Mataram, VOC, Pemerintahan Belanda
hingga Pemerintah Daerah Kota Semarang. Seiring dengan penandatanganan
perjanjian Giyanti antara Kerajaan Mataram dengan VOC yang telah membantu
penumpasan perlawanan Trunojoyo, Mataram menyerahkan Semarang pada pihak
VOC pada 15 Januari 1678.

Setelah VOC memiliki kekuasaan penuh atas Semarang, sebuah Benteng bernama
Vijfhoek pun dibangun di Semarang untuk tempat tinggal warga Belanda dan pusat
pertahanan. Sejak saat itu, pemukiman berkembang di sekitar benteng, begitupun
juga gedung pemerintahan dan perkantoran, kawasan pemukiman ini kemudian
dikenal sebagai de Europeschebuurt.

Pada masa ini, penduduk Belanda dan Eropa tinggal di dalam wilayah pemukiman di
sekitar benteng dan di dalam benteng, sementara kaum pribumi berada di kawasan
luar. Perlawanan sering terjadi dan dianggap mengancam keselamatan warga
Belanda di de Europeesche Buurt sehingga benteng pun diperluas. Dampak lainnya
adalah penegasan fungsi Kota Semarang, dan diakuinya dua pemerintahan, yaitu
pemerintahan pribumi di wilayah Hinterland di luar benteng dan pemerintahan
Gubernur Belanda di dalam Kota Benteng. Sejak saat itu, fungsi Kota Smarang menjadi
Kota Administrasi Pemerintahan Gubernur Jenderal Jawa Utara, kota perniagaan dan
kota pertahanan militer.

Revitalisasi Kota lama Semarang sebagai Kota pusaka memiliki visi


“Menuju Kota Pusaka Dunia 2020” karena potensinya sebagai aset
bersejarah yang bernilai edukasi dan ekonomi, sehingga potensi “little
netherland” dapat menjadi keunggulan Kota Semarang.

Benteng Vijhoek yang kini menjadi Kawasan Kotalama Semarang dengan luas 31
hektare ini memiliki 116 bangunan kuno yang bertahan sejak dua abad lalu. Sebanyak
105 bangunan diantaranya telah ditetapkan sebagai bangunan konservasi. Kota lama
Semarang juga masih mempertahankan pola ruang khas kota benteng Belanda yang
masih otentik. Oleh karena itu, revitalisasi Kota lama Semarang sebagai kota pusaka
menjadi agenda penting bagi Kota Semarang dengan visi “Menuju Kota Pusaka Dunia
2020” karena potensinya sebagai aset bersejarah yang bernilai edukasi dan ekonomi,
sehingga potensi “little netherland” dapat menjadi keunggulan Kota Semarang.

KOTA PUSAKA 43
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Pengembangan Instrumen Kota Pusaka


Pada tahun 2003, melalui Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2003 tentang RTBL
Kawasan Kota Lama Semarang (KKLS) dibentuklah sebuah badan pengelola
khusus yang menangani Kawasan Kota Lama Semarang. Namun, Badan Pengelola
Kawasan Kota Lama Semarang (BPK2L) baru dapat direalisasikan pada tahun 2007
melalui Peraturan WaliKota Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan, Susunan
Organisasi dan Tata kerja BPK2L. Badan ini merupakan lembaga non struktural yang
keanggotaanya melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat dibawah koordinasi
dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

Setelah badan ini dibentuk, BPK2L mulai bertindah menyelesaikan berbagai masalah
yang terdapat di KKLS. Banyak aset bangunan di KKLS yang berada dalam keadaan
rusak karena sudah ditelantarkan oleh pemiliknya untuk waktu yang lama. Selain itu,
pemanfaatan liar sebagi hunian pada aset bangunan oleh masyarakat dan berbagai
persoalan sosial seperti perjudian dan prostitusi juga terjadi di KKLS. Berbagai
permasalahan inilah yang membuat KKLS menjadi kawasan kumuh dan terlupakan.

Stakeholder Kota Pusaka


Pada tahun 2016, Ketua BPK2L dijabat oleh Wakil Walikota Semarang, Hevearita G.
Rahayu, yang mulai mempercepat upaya pengembangan KKLS untuk mengkondisikan
agar KKLS menjadi kawasan yang nyaman dan kembali hidup dengan adanya
aktivitas ekonomi. Kepemimpinan BPK2L yang dijabat oleh wakil walikota dianggap
strategis karena sangat berpengaruh kepada pengembangan KKLS. Komitmen ini
dibuktikan dengan dibelinya salah satu bangunan cagar budaya yaitu oldertramp oleh
pemerintah Kota Semarang untuk dijadikan salah satu aset Disbudpar sebagai pusat
informasi KKLS dan pusat aktivitas BPK2L
.
BPK2L juga mengajak pemilik bangunan di KKLS baik pemilik privat maupun BUMN
untuk menggunakan kembali bangunannya, namun masih banyak juga bangunan
yang tidak diketahui status kepemilikannya. BPK2L bekerjasama dengan BUMN dan
swasta untuk menggunakan bantuan CSR untuk pemugaran dan restorasi bangunan
di KKLS. Selain itu, pemerintah Kota Semarang juga memperbaiki infrastruktur KKLS
sebagai penunjang utama kawasan untuk memperbaiki akses dan meningkatkan
kenyamanan sekaligus menarik perhatian calon investor.

44 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Taman Srigunting, Kota lama Semarang

Hasil dan Dampak Pengembangan Kota


Pusaka
Sejak agenda revitalisasi digalakkan, beberapa gedung sudah mengalami pemugaran,
seperti Gedung Mandiri di Jalan Gelatik, Gedung Kemenkumham yang akan dijadikan
sebagai galeri hasil karya para narapidana dan hotel, Gedung Susman akan dijadikan
sebagai kafe dengan sistem sewa, Kantor advokat d.h.Semarangsche Administratie
Maatschappij akan dijadikan sebagai Rumah Makan Pringsurat dengan sistem sewa.
Revitalisasi tersebut mendorong aktivitas ekonomi di KKLS dan memotivasi para
pegiat bisnis untuk menjadikan keindahan bangunan tua sebagai daya tarik. Beberapa
pengusaha telah memulai menghidupkan aktivitas ekonomi KKLS seperti di Hero
Coffee, sebuah kedai kopi milih Akhmad Santoso yang dibangun dengan menyewa
bangunan milik PT Rajawali Nusantara Indonesia pada tahun 2016. Kedai kopi ini
juga mengembangkan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan edukasi
bisnis, membuka kelas barista gratis untuk pemuda dan memfasilitasi gerobak untuk
pedagang kaki lima disekitarnya.

Selain Hero Coffee, kedai kopi lain yang ikut meramaikan aktivitas ekonomi di KKLS
adalah Tekodeko yang lahir dari gagasan bisnis sekelompok anak muda. Ronny, Jessie
dan Kriski mengajukan konsep akulturasi budaya modern dengan kesan klasik Belanda
abad 18 di Tekodeko yang terletak dekat Taman Srigunting. Ide bisnis ini disambut baik
oleh investor yang kemudian membiayai bisnis dan melakukan revitalisasi bangunan
dengan konsultasi ahli pelestarian dan perizinan dari BPK2L.
Pemanfaatan lainnya juga dilakukan oleh Monod Diephuis & Co milik Agus S. Winarto
yang juga merupakan anggota BPK2L. Ia merevitalisasi Gedung Monod di KKLS

KOTA PUSAKA 45
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

untuk berbagai kegiatan komunitas seperti diskusi, pameran seni, aktivitas seni
budaya seperti gamelan, pelatihan batik dan kegiatan lainnya secara cuma-cuma.
Agus juga mengharapkan gedung ini dapat dijadikan tempat pelatihan keterampilan
masyarakat kawasan KKLS sehingga masyarakat dapat memeroleh penghasilan sendiri,
dengan begitu permasalahan sosial disekitar KKLS seperti perjudian, prostitusi dan
kekerasan dapat terselesaikan. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Semarang juga
ikut mendorong aktivitas ekonomi KKLS dengan Galeri UMKM yang memanfaatkan
bekas gedung milik PT.Telkom. Galeri ini dibuat untuk memancing minat masyarakat
berkunjung ke KKLS dengan memamerkan dan menjual produk kreatif khas Semarang
hasil karya para pengrajin lokal.

Pelajaran dari Kota Pusaka


Perjalanan revitalisasi Kota Lama menuju kota pusaka Dunia 2020 adalah perjalanan
yang terjal dan berliku. Bukan hanya melibatkan proses panjang revitalisasi kawasan
namun juga upaya pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan iklim ekonomi yang
lebih baik di Kawasan. Dalam konteks pengembangan instrumen kota pusaka kita
dapat mempelajari dua hal berikut.

Gambar : Cafe Tekodeko Semarang

46 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Salah satu sudut di Kawasan Kotalama Gambar : Gedung Marba, Kawasan Kotalama Semarang
Semarang

1. Kelembagaan dan tata kelola kota pusaka


Kota Semarang telah membentuk BPK2L berdasarkan Perda No 8 Tahun 2003.
Badan ini berfungsi sebagai lembaga non struktural pemerintah yang diatur
melalui Perwal No 12 Tahun 2007 untuk mengelola, mengembangkan dan
megoptimalkan potensi KKLS melalui pelaksanaan konservasi, revitalisasi,
pengawasan dan pengendalian KKLS. Keberadaan lembaga yang memiliki
anggota dari pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai pengelola KKLS
ini menjadi landasan dari terlaksananya revitalisasi KKLS. Lembaga ini juga
memungkinkan pengembagan model pembiayaan yang tidak bergantung
pada APBN.

2. Ekonomi kota pusaka


keanggotaan BPK2L yang juga berasal dari stakeholder publik dapat
memaksimalkan pengelolaan dana CSR untuk restorasi. Model pembiayaan
lain seperti sistem investor dan kemitraan juga berhasil diterapkan dalam
perjalanan pengembangan kota pusaka. Kedua pelajaran ini dapat juga
diterapkan di Kota lain melalui penyesuaian khusus sesuai konteks dan
kebutuhan pengembangan kota pusaka.

KOTA PUSAKA 47
48 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

jelajah pusaka
Yogyakarta selalu memiliki tempat istimewa di hati para pengunjung dan
penduduknya. Keistimewaannya dapat dirasakan melalui orisinalitas seni budaya,
kuliner dan bangunan, hingga tata kotanya. Berbeda dengan kota pusaka lainnya yang
mengangkat nilai sejarah era penjajahan Belanda, Yogyakarta menjadi pusaka karena
orisinalitasya.

Sejarah mencatat bahwa Yogyakarta dimulai sejak Perjanjian Giyanti pada tahun
1755 yang membagi Mataram menjadi dua wilayah yaitu Kesultanan Yogyakarta dan
Kasunanan Surakarta. Kota Yogyakarta membagun daerahnya dengan berlandaskan
filsafat Hamemayu Hayuning Bawono yang diperkenalkan oleh Ki Ronggo Warsito.
Falsafah ini memiliki arti bahwa setiap umat manusia harus melakukan hal yang benar
demi keselamatan dan kesejahteraan dunia beserta seluruh isinya.

“Kota Yogyakarta dibangun berlandaskan filsafat Hamemayu Hayuning


Bawono yang diperkenalkan oleh Ki Ronggo Warsito diatas sumbu
imajiner (Pantai Selatan – Keraton – Gunung Merapi) dan sumbu
filosofis (Panggung Krapyak – Keraton – Tugu Pal Putih).”

Dalam penataan Kota, falsafah ini diwujudkan dengan dibangunnya Yogyakarta diatas
sumbu imajiner dan sumbu filosofis. Sumbu imajiner Yogyakarta menghubungkan
antara Pantai Laut Selatan ke Kraton dan dari Kraton ke Gunung Merapi sebagai
manifestasi fisik konsep Tri Hitta Karana (Palemahan-Pawongan-Parahyangan).
Konsep ini kemudian diinterpretasikan ulang dengan konsepsi Islam-Jawa oleh
Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengku Buwono I). Sedangkan sumbu
filosofis menghubungkan antara Pangung Krapyak – Kraton – Tugu Pal Putih. Tugu
melambangkan konsep Lingga dan Panggung Krapyak melambangkan konsep Yoni,
keduanya dimaksudkan untuk melambangkan kesuburan. Konsep ini juga diubah
oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I menjadi filosofi Sangkan Paraning Dumadi yang
dimanifestasikan dengan jalan Malioboro yang menghubungkan ketiga tempat
tersebut.

Sebagai daerah istimewa yang juga menjadi kota pusaka, Yogyakarta menyimpan
ribuan cagar budaya baik ragawi maupun non ragawi. Cagar budaya ragawi telah
ditetapkan melalui Perda D.I Yogyakarta No 11/2005 tentang Pengelolaan Kawasan

KOTA PUSAKA 49
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Keraton Kasultanan, Kota Yogyakarta

Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya. Selain itu ditetapkan juga kawasan cagar
budaya melalui SK Gubernur DIY No 186/2011 yang menetapkan 6 Kawasan Cagar
Budaya di Kota Yogyakarta yaitu; Kawasan Kotabaru, Kawasan Pakualaman, Kawasan
Keraton, Kawasan Kotabaru, kawasan Kotagede dan Kawasan Malioboro ditambah
Kawasan Imogiri di Kabupaten Bantul. Sementara, cagar budaya non ragawi seperti
seni dan budaya juga mulai diinventarisasikan.

Pengembangan Instrumen Kota Pusaka


Komitmen pemerintah untuk menjaga keistimewaan Yogyakarta diwujudkan
melalui Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 yang menetapkan lima aspek
keistimewaan Yogyakarta yaitu (1) tata cara pengisian jabatan, (2) kedudukan tugas,
dan (3) wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, (4) Kelembagaan Pemerintahan
D.I Yogyakarta, (5) kebudayaan, pertanahan dan tata ruang. Sejak saat inilah, upaya
mengembalikan nilai filosofis kawasan cagar budaya ini direalisasikan melalu
pembentukan Dewan Pertimbangan Pelestarian Warisan Budaya (DP2WB). Institusi ini
beranggotakan ahli pelestarian yang diangkat oleh Gubernur Provinsi D.I Yogyakarta
yang bertugas untuk memberikan saran/advis kepada pemerintah terkait desain dan
mengatasi permasalah lapangan terkait pelestarian kawasan.

Pada tahun 2012, Pemerintah Kota Yogyakarta telah menyusun rencana aksi kota
pusaka Yogyakarta yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Yogyakarta 2010-2019. Rencana ini memiliki visi Mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai
kota pusaka unggulan dan nyaman huni dengan karakter pariwisata berbasis budaya,

50 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

pendidikan yang berkarakter dan inklusif, pusat pelayanan jasa yang berwawasan
lingkungan serta ekonomi kerakyatan. Untuk mewujudkan misi tersebut, dilakukan
upaya sebagai berikut:

1) Mewujudkan tata kelola kota pusaka yang baik,


2) Melestarikan tata ruang dan morfologi Kota Yogyakarta yang berkelanjutan,
3) Mewujudkan tata bangunan dan lingkungan kota pusaka unggulan yang
nyaman huni dan berstandar internasional,
4) Mewujudkan sarana dan prasarana publik yang mendukung kegiatan
pariwisata dan pusat pelayanan jasa yang berstandar internasional,
5) Mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat Kota Yogyakarta dalam kerangka kota pusaka unggulan.

Dalam perencanaan ini, Kawasan Malioboro yang merupakan sumbu filosofis Sangkan
Paraning Dumadi Kota Yogyakarta termasuk kawasan yang mendapat perhatian
khusus dalam hal pelaksanaan event-event pariwisata. Selain itu kawasan ini juga
diagendakan memiliki rencana rinci tata ruang kawasan cagar budaya, termasuk
dilakukannya revitalisasi dan pengembangan fisik kawasan. Agenda ini kemudian
diawali dengan pelaksanaan Sayembara Penataan Kawasan Malioboro, Desain Ruang
Jalan Penggal Pangarukan – Marga Mulya – Marga Utama pada tahun 2014 yang
diprakarsai oleh Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sayembara ini dimenangkan oleh Tim Jogja Limo
yang merupakan tim gabungan mahasiswa dan alumni jurusan MDKB UGM dengan
konsep Teras Budaya.

“… Kawasan Malioboro merupakan bagian dari sumbu filosofis Sangkan


Paraning Dumadi Kota Yogyakarta”

Konsep ini menawarkan win-win solution dari dualisme fungsi kawasan malioboro
sebagai aset pariwisata dan aset budaya. Konsep ini juga menjawab tantangan dengan
konsep pembangunan kekinian dan konservasi. Konsep teras budaya tidak hanya
menempatkan Malioboro sebagai milik Yogyakarta melainkan juga aset pariwisata
Indonesia bagi wisatawan internasional yang berarti terasnya Yogyakarta sekaligus
terasnya masyarakat Indonesia.

KOTA PUSAKA 51
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Dengan begitu, konsep ini akan Gambar : Ruas Jl. Malioboro, Kota Yogyakarta

menghasilkan sinergi antara ruang dan


manusianya.

Melalui konsep Teras Malioboro sinergi


Kota dan masyarakat dibangun dengan
desain yang mampu meciptakan sinergi
keduanya. Konsep ini juga diwujudkan
sejak tahun 2015 dengan membangun
kawasan parkir, menyusun grand design,
masterplan dan perencanaan teknis
revitalisasi kawasan serta membangun
street furniture. Pembangunan ini
dimulai dengan membuat prototype
untuk diuji coba kepada publik dan
menghasilkan banyak masukan
dan saran desain dari masyarakat,
dengan pendekatan ini, olah desain
dan penataan ruang kawasan
memberikan semangat partisipasi dan
memperlihatkan nilai partisipasi budaya
yang memberikan dampak positif.

Gambar : Benteng Vredeburg, Kota Yogyakarta

52 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Stakeholder
Kota Pusaka
Upaya pelestarian kota pusaka di
Yogyakarta memerlukan sinergi
dari berbagai stakeholder baik dari
pemerintah, masyarakat dan sektor
swasta. Dalam hal ini, pemerintah
telah membentuk DP2WB yang
dapat memberikan saran dan acuan
pengembangan kota pusaka. Selain
itu, dibentuk juga Badan Koordinasi
Pengelolaan Kota Pusaka (BKPKP)
yang mengkoordinasikan partisipasi
masyarakat melalui lembaga swadaya
masyarakat dan organisasi pelestarian
kawasan cagar budaya (OPKCB).
Pembentukan badan-badan tersebut
ditujukan untuk mewujudkan visi dan
misi Kota Yogyakarta sebagai kota
pusaka.
Hasil Pengembangan Kota Pusaka
Sejak rencana Teras Malioboro
diimplementasikan, pada tahun 2015
dibangun bangunan Parkir Abu Bakar
Ali untuk mengurangi permasalahan
parkir di Malioboro dan Alun-alun
utara. Pembangunan ini dilanjutkan
pada tahun 2016 dengan penataan
jalur pejalan kaki di Malioboro yang
dimulai dari sepanjang Hotel Inna
Garuda sampai Pasar Beringharjo untuk
Gambar : Taman Sari, Kota Yogyakarta
meningkatkan kualitas penataan ruang
publik yang inklusif.

KOTA PUSAKA 53
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Terakhir adalah penataan pelaku usaha di kawasan Malioboro melalui kesediaan


PKL untuk direlokasi ke rencana Sentra PKL yang dibangun di bekas Bioskop Indra
dan tentunya kesediaan para pemilik bangunan untuk mendukung proses penataan
Malioboro.

“…Konsep teras budaya tidak hanya menempatkan Malioboro sebagai


milik Yogyakarta melainkan juga aset pariwisata Indonesia bagi
wisatawan internasional yang berarti terasnya Yogyakarta sekaligus
terasnya masyarakat Indonesia.”

Pelajaran dari Kota Pusaka


Perjalanan kota pusaka Yogyakarta untuk melestarikan keistimewaannya sebagai kota
pusaka menghasilkan banyak pelajaran berharga. Dalam konteks pengembangan
instrumen kota pusaka, kita dapat mengambil beberapa pelajaran berikut;

1. Kelembagaan dan tata kelola kota pusaka,


Yogyakarta telah membentuk badan yang beranggotakan para ahli di bidang
pelestarian dan badan koordinasi pengelolaan kota pusaka di bawah Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta dan Provinsi
D.I Y untuk mendukung pelaksanaan agenda kota pusaka.

Gambar : Tugu Pal Putih, Kota Yogyakarta

54 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

2. Inventarisasi dan dokumentasi pusaka,


Pemerintah provinsi DIY juga telah melakukan pendataan cagar budaya ragawi
dan non ragawi di 6 kawasan cagar budaya dan dapat diakses pada situs
tasteofjogja.org dan jogjabudaya.com.

3. Perencanaan ruang kota pusaka,


Yogyakarta memiliki landasan historis dan filosofis yang diwujudkan dalam
dua sumbu kosmologis yaitu sumbu imajiner dan sumbu filosofis. Berdasarkan
kedua sumbu inilah disusun perencanaan pelestarian kawasan Kota Yogyakarta.
Setiap kawasan memiliki peran penting dalam konstelasi pelestarian Yogyakarta
sebagai kota pusaka.

4. Olah desain kota pusaka,


Konsep Teras Budaya Malioboro menerjemahkan sinergi antara ruang dan
manusia.Konsep ini terbagi menjadi empat komponen yaitu arahan desain
ruang jalan, pelingkup jalan, kawasan pendukung dan ruang bawah permukaan
tanah. Konsep ini juga membuka peluang pelibatan berbagai unsur masyarakat
mulai dari pelaku usaha, para ahli, hingga organisasi masyarakat. Keempat
pelajaran ini dapat dijadikan referensi bagi kota lain dalam upaya pelestarian
kota pusaka. 

Gambar : Panggung Krapyak, Kota Yogyakarta

KOTA PUSAKA 55
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

jelajah pusaka
Pesisir utara Jawa Timur memiliki jalinan sejarah yang panjang sejak abad ke-11
terutama Kota Probolinggo. Daerah yang terletak di kaki Gunung Bromo ini berhadap-
hadapan dengan Pulau Madura dan menghubungkan Surabaya dengan Bali. Lokasinya
yang berada di antara perlintasan dagang membuatnya tidak pernah absen dalam
setiap peristiwa sejarah. Mulai dari masa Kerajaan Singasari, Kerajaan Majapahit,
Kerajaan Supit Urang, Kerajaan Blambangan, Kerjaan Surapati, Kerajaan Mataram,
hingga era penjajahan Belanda.

Sebelum masa penjajahan Belanda, Probolinggo bernama Banger, nama ini merujuk
pada Kali Banger yang mengalir di daerah tersebut sedangkan nama Probolinggo
diberi pada masa VOC. Lapisan sejarah panjang Probolinggo ditandai dengan adanya
kombinasi dua struktur kota, yaitu struktur Kota Jawa, dalam wujud Alun-alun, Masjid
Jami’ dan Pendopo Bupati, dengan struktur Kota Kolonial/Stad, berupa penjara, asisten
residen dan pos dagang (Pelabuhan-Heerenstraat-Benteng). Pada masa kolonial,
Probolingo merupakan titik kumpul komoditas serta pelabuhan regional yang penting
untuk produk pertanian daerah pedalaman seperti gula, tembakau dan kopi. Sejak
jaman Daendels (1808-1811) Probolinggo mempunyai hubungan infrastruktur yang
baik dibandingkan dengan Kota-Kota lain di Jawa Timur melalui Grotepostweg atau
jalan raya pos yang menghubungkan Kota-Kota di pantai utara Jawa mulai dari Anyer
di Jawa Barat sampai Panarukan di Jawa Timur.

Lapisan sejarah panjang di Kota ini ditandai dengan adanya kombinasi


dua struktur Kota, yaitu struktur Kota Jawa, dalam wujud Alun-alun,
Masjid Jami’ dan Pendopo Bupati, dengan struktur Kota Kolonial/Stad,
berupa penjara, asisten residen dan pos dagang.

Pada tahun 1918, Probolinggo ditetapkan sebagai salah satu dari sembilan belas
Gemeente di Tanah Jawa. Penetapan tersebut memberikan status otonomi khusus
untuk Probolinggo terutama ditinjau letaknya yang strategis, dikelilingi oleh beberapa
pabrik gula, perkebunan tembakau dan lain–lain. Selain itu Kota Probolinggo
merupakan kota pelabuhan yang menampung dan mengekspor hasil produksi dari
perkebunan-perkebunan di wilayah tersebut dan sekitarnya.

KOTA PUSAKA 57
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Peran penting Probolinggo dalam hal distribusi dan perdagangan di masa penjajahan
ini membuat Kota ini menyimpan banyak peninggalan cagar budaya baik dalam
bentuk ragawi maupun non ragawi. Oleh karena itu, pemerintah Kota Probolinggo
berinisiatif untuk melakukan konservasi dan pengembangan potensi kawasan
bersejarah di Probolinggo. Upaya inventarisasi dan dokumentasi dilakukan oleh
Pemerintah Kota dengan dukungan riset dan pembangunan dua museum untuk
meningkatkan kesadaran konservasi melalui edukasi.

Kota Probolinggo memiliki 10 bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya
melalui Keputusan WaliKota Nomor 188.45/198/KEP/425/012/2013. Kesepuluh
bangunan tersebut, antara lain Markas Kodim 0820 Probolinggo, Stasiun Probolinggo,
Gereja Protestan Indonesia Barat, Markas Yon Zipur 10 Divisi 2 Kostrad Probolinggo,
Tandon Air Randupangger, Alun-alun, Rumah dr Moh. Saleh dan Makam dr Moh.
Saleh. Selain cagar budaya ragawi, Probolinggo juga memiliki banyak warisan
budaya non ragawi yang lahir dari interaksi perdagangan selama ratusan tahun dan
telah menghasilkan berbagai akulturasi. Oleh karena itu agenda konservasi dan
pengembangan potensi dalam kerangka program kota pusaka menjadi penting bagi
Kota Probolinggo.

“Kota Probolinggo memiliki 10 bangunan yang telah ditetapkan


sebagai cagar budaya melalui Keputusan WaliKota Nomor 188.45/198/
KEP/425/012/2013.”

Pengembangan Instrumen
Kota Pusaka

Komitmen pemerintah Kota Probolinggo diwujudkan melalui upaya inventarisasi


dan dokumentasi yang didukung oleh regulasi. Pemerintah Kota Probolinggo
telah menetapkan kawasan cagar budaya melalui Keputusan Walikota Probolinggo
pada tahun 2013 sebagai upaya untuk mengukuhkan status cagar budaya di Kota
ini. Kesadaran tentang kekayaan sejarahnya juga mendorong pemerintah untuk
melaksanakan kegiatan penataan aset pusaka yang berada di berbagai kawasan di
Kota Probolinggo.

58 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Namun, keterbatasan pengetahuan tentang konservasi dan penelusuran pusaka


budaya menjadi tantangan tersendiri bagi inisiatif Kota Probolinggo. Pada tahun 2015,
dengan dukungan Kementerian Kebudayaan Belanda melalui Cultural Heritage Agency
of the Netherlands atau RCE, ICOMOS Belanda bersama Pemerintah Kota Probolinggo
menyelenggarakan workshop yang diberi judul “Probolinggo as a historical harbor
city – challenges and potentials of the cultural heritage”. Workshop ini merupakan
bagian dari upaya melestarikan lansekap kota bersejarah atau historic urban landscape
dari Kota Probolinggo. Setelah workshop tersebut, Kota Probolinggo berpartisipasi
dalam program P3KP dan menggunakan hasil workshop sebagai dasar penyusunan
dokumen Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP). Dalam dokumen tersebut, Probolinggo
menyebutkan bahwa tujuan penataan dan pelestarian kota pusaka Kota Probolinggo
adalah “terwujudnya kota pusaka pelabuhan bersejarah, berbudaya pendalungan
yang religius, maju, mandiri dan sejahtera.” Tujuan ini menegaskan kembali signifikansi
Probolinggo sebagai kota pelabuhan bersejarah.

“…dengan dukungan Kementerian Kebudayaan Belanda melalui


Cultural Heritage Agency of the Netherlands (RCE), ICOMOS Belanda
bersama Pemerintah Kota Probolinggo menyelenggarakan workshop
“Probolinggo as a historical harbor city – challenges and potentials of
the cultural heritage”.

Stakeholder Kota Pusaka


Pemerintah Daerah Probolinggo menginisiasi berbagai seminar dan workshop yang
membantu pemerintah memahami dan menggali nilai pusaka sejarah yang terdapat di
Probolinggo. Workshop tersebut diikuti oleh anggota Tim Kota Pusaka Daerah (TKPD)
Kota Probolinggo dan mahasiswa prodi Perencanaan Wilayah dan kota Universitas
Brawijaya. Upaya ini patut diapresiasi sebagai awalan yang baik untuk membuka
kerjasama lebih luas dan melibatkan stakeholder lain untuk mensukseskan agenda
rencana aksi kota pusaka di Kota Probolinggo.

KOTA PUSAKA 59
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Kapal tua di pintu masuk Museum Probolinggo

Hasil dan Dampak Pengembangan


Kota Pusaka
Dalam rangka melestarikan nilai-nilai sejarah Kota, Pemerintah Kota Probolinggo
mendedikasikan bangunan pusaka sebagai museum. Museum Probolinggo dirintis
sejak tahun 2008 dan secara resmi dibuka pada tahun 2011 sebagai penjaga ingatan
akan sejarah dan tradisi Kota Probolinggo. Bangunan yang dimanfaatkan adalah
Gedung Panti Budaya. Memanfaatkan bangunan milik keluarga, Museum dr. Moh.
Saleh mengangkat cerita mengenai jasa-jasa dokter pertama di Kota Probolinggo.

60 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Pelajaran dari Kota Pusaka


Pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan program kota pusaka di Kota Probolinggo
adalah bagaimana pemerintah yang memiliki inisiatif pelestarian aset sejarah
mampu menggali pengetahuan tentang aset sejarah melalui kerjasama dengan ahli.
Dalam upaya menggali pengetahuan tersebut, peran workshop yang dilaksanakan
oleh pemerintah bersama lembaga pelestari dari Belanda telah berhasil membantu
pemerintah menyusun dokumen rencana aksi kota pusaka Kota Probolinggo. Selain
itu, upaya ini mampu mendorong Kota Probolinggo untuk dapat mengembangkan dua
instrumen kota pusaka yaitu;

1. Instrumen inventarisasi dan dokumentasi,


Inventarisasi dilakukan melalui penetapan kawasan cagar budaya dan
pendataan.

2. Instrumen informasi edukasi dan promosi


Edukasi dilakukan melalui pembangunan dua museum yang mengarsipkan
aset pusaka Kota Probolinggo. Upaya ini patut diapresiasi dan dapat dijadikan
inspirasi pendorong bagi Kota lain yang berpartisipasi pada program kota
pusaka.

Gambar : Stasiun Kota Probolinggo

KOTA PUSAKA 61
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

jelajah pusaka
Kepahlawanan adalah istilah yang melekat pada Kota Surabaya. Bukan hanya karena
peristiwa ultimatum 10 November 1945, tapi juga karena sejarah mencatat bahwa
Kota ini memang menginternalisasi simbol perjuangan yang dapat kita identifikasi
dari namanya. Kata Surabaya berasal dari suro atau ikan hiu dan boyo. Simbolisasi ini
memperlihatkan pertempuran antara suro dan boyo yang melahirkan nama Surabaya
yang diyakini merupakan alegori dari pertempuran antara Adipati Jayengrono dengan
Sawunggaling. Nama Surabaya sendiri dikukuhkan oleh Lembu Sora, penguasa Ujung
Galuh pada abad ke 14.

Pada era penjajahan Belanda, Surabaya diserahkan oleh Pakubuwono II kepada VOC
pada tahun 1746, sebagai akibat dari perjanjian antara Gubernur Jenderal Van Imhoff
dengan Pakubuwono II. Ketika Dirk Van Hogendorp menjabat sebagai penguasa atas
Jawa bagian timur, Ia menjadikan Surabaya sebagai basis pertahanan maritim di Jawa.
Herman Willem Dendels yang berkuasa sebagai Gubernur Jenderal pada 1808-1811
juga berpendapat Surabaya lebih aman untuk dijadikan sebagi pusat pemerintahan
dibandingkan Batavia atau Semarang yang letaknya lebih terbuka dan rentan terhadap
serangan musuh. Sejak saat itu, seiring dengan ramainya aktivitas ekonomi dan
dibangunnya infrastruktur Kota, Surabaya juga berkembang menjadi Kota dagang dan
industri dan dibanjiri banyak pendatang khususnya dari luar Hindia Belanda.

Kehadiran pendatang bangsa Eropa, Tionghoa, Arab dan sebagainya di Surabaya


tidak menggusur peranan dan kehidupan masyarakat pribumi. Meski pada masa itu
pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan Wijkenstelsel yang berimplikasi
pada munculnya permukiman-permukiman eksklusif bagi setiap suku bangsa, namun
keberadaan kampung sebagai wilayah tempat tinggal pribumi tetap bertahan. Pada
abad ke-19 tersebut pemerintah Hindia Belanda hanya mengurusi warga Belanda dan
Eropa saja, tanggung jawab atas urusan dan masalah pribumi berada di tangan Bupati
Adipati. Sedangkan terkait etnis Tionghoa dan Arab dipercayakan kepada komunitas
masing-masing.
Penduduk pribumi tinggal di tanah yang tersisa atau di balik gedung-gedung milik
orang Eropa. Bertolak belakang dengan kondisi permukiman Eropa yang teratur,
kondisi permukiman pribumi cenderung kurang layak dan seringkali menimbulkan
permasalahan seperti sanitasi dan kesehatan. Eksistensi kampung terus berlanjut dan
berkembang menjadi permukiman yang heterogen, seiring dengan kemajuan kota
mengundang para pendatang dari luar Kota Surabaya untuk tinggal dan menetap.
Pada awal tahun 1900-an, seorang tokoh pembaharu Belanda bernama H.F. Tillema
yang memiliki kepedulian terhadap sanitasi di Surabaya mengaitkan hubungan

KOTA PUSAKA 63
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

antara kesehatan masyarakat dengan perencanaan Kota yang baik. Kondisi kampung-
kampung yang dianggapnya kumuh dan jorok kemudian memberikan dampak bagi
kesehatan masyarakat Kota secara umum. Tillema kemudian mengemukakan perlunya
pemerintah Belanda khususnya pemerintah Kota memperhatikan masalah-masalah
yang ada di kampung.

“ Kota Surabaya konsisten mempertahankan warisan sejarah dari


kampung-kampung lawas dengan membangun dan mengembangkan
yang ada, hal ini menyadarkan kita bahwa hal-hal yang tadinya
dianggap kuno dan “kampung”, ternyata justru membawa DNA karakter
budaya Kota yang sesungguhnya.”

Usulan Tillema diterima oleh Pemerintah Belanda dengan mengadakan Program


perbaikan Kampung atau Kampong Verbetering di Kota Surabaya di mulai tahun 1924
dengan anggaran sebesar 600.000 gulden dalam kurun waktu 6 tahun. Program ini
membawa perubahan wajah kampung antara lain penutupan got-got di kampung dan
digantikan dengan saluran bawah tanah, pembuatan jalan-jalan setapak di kampung.
Kampung-kampung yang tersentuh program ini diantaranya Kampung Sidodadi,
Kampung Srengganan, Kampung Kertopaten, Kampung Simokerto, Kampung
Simolawang, Kampung Tambak Gringsing dan Kampung Maspati yang saat ini
dikenal sebagai Kampung Lawas. Kampung-kampung lawas (tua) adalah permukiman
masyarakat asli Kota Surabaya yang sudah ada sejak awal Kota ini berdiri dan masih
terjaga sampai sekarang. Dalam Kampung Lawas masih ditemukannya nilai-nilai
kearifan lokal yang terjaga dengan baik di kantung-kantung permukiman, kampung
perkotaan. Kampung-kampung tersebut hadir secara harmonis berdampingan dengan
gedung-gedung tinggi dan suasana metropolis di sekelilingnya. Kota Surabaya pun
konsisten mempertahankan warisan sejarah dari kampung-kampung lawas ini dengan
membangun dan mengembangkan potensi dari kampung-kampung perKotaan
yang ada, hal ini menyadarkan kita bahwa hal-hal yang tadinya dianggap kuno dan
“kampung”, ternyata justru membawa DNA karakter budaya Kota yang sesungguhnya.

64 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Pengembangan Instrumen Kota Pusaka


Ide ini diimplementasikan dengan
melakukan olah desain bentuk kota
pusaka melalui pendekatan konservasi.
Ide ini telah digagas sejak dimulainya
Kampung Improvement Program pada
tahun 1969 oleh Prof. Johan Silas, guru
besar tata kota dari Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, yang
berpendapat bahwa menata kota bukan
merelokasi, tapi menata kampung,
keunikan sebuah kota tidak dikemas
dalam hal modern.

Gambar : jalan di Kampung Kota Surabaya

Olah desain kampung dengan pendekatan konservasi ini dapat dilihat dari beberapa
kampung lawas berikut;

Kampung Maspati, berada di tengah Kota Surabaya, 500 meter dari Monumen Tugu
Pahlawan. Kampung ini dikelilingi bangunan modern namun budaya, kearifan lokal
dan tradisi-tradisi kampung tetap terjaga. Bangunan-bangunan dan barang-barang
peninggalan Kerajaan Mataram pun masih terawat hingga saat ini.

Kampung Paneleh, kampung ini terdapat banyak peninggalan bersejarah diantaranya


Masjid Peneleh yang diyakini sebagai masjid pertama Sunan Ampel. Masjid tua
ini memiliki desain arsitektur yang unik, konon mengadopsi bentuk kapal Sunan
Ampel. Bangunan bersejarah lainnya yang berada di kampung ini adalah Rumah HOS
Cokroaminoto yang sudah dibeli oleh Pemerintah Kota Surabaya dan difungsikan
sebagai museum. Di gang lainnya terdapat rumah kelahiran Proklamator RI dan di
setiap gang di dalam kampung terdapat makam-makam prasejarah. Beberapa makam
tersebut juga memiliki nama-nama para ulama yang dulu pernah tinggal di Kampung
Peneleh.

KOTA PUSAKA 65
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Kampung Ketandan terletak di pusat perdagangan Kota Surabaya, salah satu sisinya
berada di Jl. Tunjungan dan sisi lainnya berada di Jl. Embong Malang. Walau tidak
terdapat bangunan bersejarah di kampung ini namun masih ditemui jejak-jejak
permukiman lama berupa bangunan masjid, pendopo dan rumah-rumah tua yang
masih dimanfaatkan dan terawat dengan baik.

Konsep Kampung sebagai Cagar Budaya yang diusung oleh Surabaya


telah mendapatkan hasil yang menggembirakan. Pada tahun 2018
Surabaya mendapat penghargaan Lee Kuan Yew World City Prize
kategori Special Mention.

Stakeholder Kota Pusaka


Perencanaan dan pelestarian kampung lawas di Surabaya menunjukkan kemitraan
kultural antara Pemerintah Kota dengan masyarakat yang tinggal di kampung lawas.
Upaya pelestarian dilakukan bersama dan tidak terpisahkan dari aktivitas masyarakat.
Keunikan ini menjadi nilai tersendiri bagi pengembangan program kota pusaka di
Surabaya.

Gambar : Salah satu gang yang dihias mural di Kampung lawas Kota Surabaya

66 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Kunjungan wisatawan ke Kampung Kota Surabaya

Hasil dan Dampak Pengembangan


Kota Pusaka
Konsep Kampung sebagai Cagar Budaya yang diusung oleh Surabaya telah
mendapatkan hasil yang menggembirakan. Pada, tahun 2018 Surabaya mendapat
penghargaan Lee Kuan Yew World City Prize kategori Special Mention. Penghargaan
ini diberikan karena Pemerintah Kota Surabaya dinilai memiliki apresiasi yang kuat
terhadap nilai-nilai kebudayaan serta mengambil langkah strategis pengembangan
kota yang mempertahankan dan merawat kantung-kantung permukiman kampung
perkotaannya dan tidak mengalihfungsikan ketika di saat yang bersamaan Kota
Surabaya juga sedang mengalami peningkatan perekonomian yang pesat.

Pelajaran dari Kota Pusaka


Surabaya memberikan pelajaran penting dalam pengembangan konsep dan program
kota pusaka. Konsep kampung lawas sebagai identitas kota yang diusung Surabaya
berhasil menunjukkan bahwa pemeliharaan dan pengembangan pusaka warisan
sejarah mampu berjalan selaras dengan pertumbuhan masyarakat yang dinamis.
Kombinasi nilai dan kesadaran inilah yang dapat diaplikasikan ulang dengan
pendekatan yang sesuai untuk pengembangan program kota pusaka di kota lainnya.

KOTA PUSAKA 67
66 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

jelajah pusaka
Pada mulanya adalah rempah, tumbuhan mistis dari ujung timur dunia yang mampu
menghangatkan tubuh dari dalam di tengah dinginnya alam sub-tropis Eropa.
Pencarian rempah inilah yang memulai penjelajahan Bangsa Eropa ke seluruh dunia
sekaligus mengawali kolonialisme. Setelah rempah ditemukan di kepulauan Maluku,
silih berganti pedagang eropa dan para conquistador berdatangan bahkan saling
berperang, hingga akhirnya Belanda lah yang berhasil menancapkan kekuasaannya di
kepulauan ini.

“Benteng Oranje merupakan saksi bisu persaingan dagang rempah dan


persaingan kekuatan militer era kolonial”.

Pada tahun 1607 laksamana VOC Cornelis Matelief de Jonge mendapat izin dari
Sultan Ternate untuk mendirikan sebuah benteng di permukiman Melayu yang
lokasinya berdiri di atas reruntuhan benteng Melayu, milik Kesultanan Ternate yang
didirikan oleh Portugis. Benteng ini kemudian diberi nama oleh penguasa Belanda
pertama di Maluku, Paulus Carden, sebagai Benteng Oranje yang dibangun di atas
lahan seluas 22.000 meter persegi dan luas bangunan 7.352 meter persegi. Selama
masa jabatan tiga Gubernur Jenderal Pertama yaitu Pieter Both (1610-1614), Gerard
Reynst (1614-1615) dan Dr. Laurens Reael (1615-1619), Benteng Oranje menjadi “ibu
kota” dan markas pemerintah Belanda di Nusantara. Selanjutnya baru pada tahun
1620, Gubernur Jenderal keempat Jan Pieterzoon Coen memindahkan pusat VOC
ke Batavia. Benteng Oranje merupakan saksi bisu persaingan dagang rempah dan
peraduan kekuatan militer antara Belanda dan Spanyol di timur Nusantara, juga ketika
penyerangan Inggris terhadap Pertahanan Belanda pada tahun 1801.

Pasca kemerdekaan, Benteng Oranje dimanfaatkan sebagai kantor militer, kepolisian


dan kotamadya. Seiring dengan berjalannya waktu, bangunan-bangunan dalam
benteng ada yang beralih fungsi menjadi asrama TNI dan kepolisian, sehingga
menyebabkan kepadatan penghuni yang tinggi. Di samping itu, kondisi bangunan
benteng mulai mengalami kerusakan dan penurunan kondisi fisik bangunan.

Guna memecahkan permasalahan tersebut, sejak tahun 1996 Pemerintah Kota Ternate
berupaya melakukan pembenahan dengan membuat perencanaan pemugaran
Benteng Oranje. Namun perencanaan tersebut belum dapat segera direalisasi akibat
permasalahan yang terlalu kompleks.

KOTA PUSAKA 69
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Pengembangan Instrumen Kota Pusaka


Komitmen Pemerintah Kota Ternate untuk melakukan konservasi dan pengembangan
kawasan Benteng Oranje ini dilakukan dengan inisiatif Walikota Ternate periode 2010-
2015, Burhan Abdurrahman untuk melakukan revitalisasi dengan penataan kawasan
benteng untuk menyelamatkan aset pusaka sejarah yang harus diselamatkan. Rencana
mulai direalisasikan pada tahun 2012 setelah pertemuan antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat. Dalam agenda Program Penataan dan Pelestarian Kota
Pusaka, Pemerintah Daerah didorong untuk dapat menyiapkan regulasi pelindungan
Benteng Oranje, merelokasi penghuni baik di dalam maupun di luar kawasan benteng
serta membentuk dan menetapkan Badan Pengelola Kawasan.

Gambar : Plaza Benteng Oranje

Pemerintah Kota Ternate kemudian menetapkan Peraturan Walikota No. 21 Tahun


2013 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kota Tua
Gamalama, sebagai aturan pengendalian tata bangunan dan lingkungan serta
pemanfaatan ruang di kawasan Benteng Oranje dan sekitarnya. RTBL ini kemudian
menjadi acuan Kementerian Pekerjaan Umum menyusun perencanaan teknis Penataan
dan Revitalisasi Kawasan Benteng Oranje, yang berisi rencana penataan kawasan dan
pemugaran bangunan cagar budaya. Perencanaan teknis ini berusaha menata kawasan
Benteng Oranje, sehingga dapat dimanfaatkan secara lebih optimal bagi kepentingan
sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan.

70 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Benteng Oranje

Stakeholder Kota Pusaka


Pada tahun 2015, ditetapkan juga Peraturan Walikota No. 3/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pelestarian Cagar Budaya dan
Permuseuman pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ternate sebagai Pengelola
Kawasan. Penetapan ini kemudian diperkuat dengan ditetapkannya Surat Keputusan
No. 556/55/II/2015 tentang Penunjukan Benda Cagar Budaya/Situs dan Pengangkatan
Juru Pelihara yang Melaksanakan Pemeliharaan, Pengamanan dan Perlindungan Benda
Cagar Budaya /Situs oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ternate. Pada
prosesnya, aktivitas konservasi juga melibatkan kelompok pemerhati sejarah dan
akademisi dari kalangan masyarakat.

Hasil dan Dampak Pengembangan Kota


Pusaka
Sejak regulasi mengenai kawasan Kota Tua Gamalama ditetapkan dengan RTBL dan
ditindaklanjuti dengan pembentukan badan pengelola, Pemerintah Kota Ternate
mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat dengan ditetapkannya Benteng
Oranje sebagai salah satu Cagar Budaya Nasional pada 8 November 2018, melalui
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
322/M/2018 Tentang Bangunan Cagar Budaya Benteng Oranje. Perencanaan ini
dilanjutkan dengan merelokasi penghuni di dalam dan di luar benteng yang tidak
pada tempatnya dengan persuasif dengan penanganan lintas sektor selama 5 tahun.

KOTA PUSAKA 71
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

“ Pemerintah Kota Ternate mendapatkan dukungan dari pemerintah


pusat dengan ditetapkannya Benteng Oranje sebagai salah satu Cagar
Budaya Nasional pada 8 November 2018, melalui Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
322/M/2018 Tentang Bangunan Cagar Budaya Benteng Oranje.”

Pada Tahun 2014 penataan dan revitalisasi mulai dilakukan pembenahan kawasan
Benteng Oranje dengan penanganan lintas sektor, yang pendanaannya berasal dari
anggaran pemerintah daerah dan pusat, dalam hal ini oleh Kementerian Pekerjaan
Umum. Penanganan area dalam benteng oleh Direktorat Penataan Bangunan dan
Lingkungan, Ditjen Cipta Karya. Peningkatan Kualitas Kawasan Permukiman Kumuh di
sekitar kawasan Benteng Oranje oleh Direktorat Pengembangan Permukiman, Ditjen
Cipta Karya. Sedangkan Penataan area di depan Benteng Oranje oleh Ditjen Penataan
Ruang.

Pelajaran dari Kota Pusaka


Kota Ternate memberikan pelajaran penting bagi kota lain yang juga melaksanakan
program kota pusaka tentang inisiatif pemerintah kota yang dijalankan dengan
penuh komitmen dan mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat. Dalam hal
pengembangan instrumen kota pusaka, dapat ditarik beberapa pelajaran berharga
yaitu;

Gambar : Benteng Oranje, Kota Ternate

72 KOTA PUSAKA
pelajaran dari perjalanan kota pusaka di indonesia

Gambar : Benteng Oranje dengan latar belakang Gunung Gamalama

1. Instrumen kelembagaan dan tata kota.


Dalam satu tahun, pemerintah Kota Ternate berhasil menetapkan dua kebijakan yang
mendukung terlaksananya program kota pusaka dengan penetapan kawasan dan
penetapan badan pengelola kawasan, kedua kebijakan ini merupakan fondasi penting
bagi terlaksananya program kota pusaka di Ternate.

2. Instrumen inventarisasi dan dokumentasi.


Pemerintah Kota Ternate berhasil mendapatkan dukungan pemerintah pusat dengan
dikeluarkannya keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
tentang Bangunan Cagar Budaya Benteng Oranje.

3. Instrumen perencanaan ruang dan sarana prasarana.


Melalui RTBL Kawasan Kota Tua Gamalama, Pemerintah Kota Ternate berhasil
menyusun acuan teknis pemanfaatan serta pengendalian tata bangunan dan
lingkungan pada kawasan tersebut. Selain itu, perencanaan juga meliputi relokasi
penduduk yang menghuni kawasan benteng dengan pendekatan persuasif selama
lima tahun.

4. Instrumen olah desain bentuk.


Pemerintah Kota Ternate mengimplementasikan perencanaan teknis dengan
pembenahan kawasan melalui penangan lintas sektor dan pembiayaan dari pusat dan
daerah.

5. Komitmen pemerintah Kota Ternate


Baik dalam perencanaan maupun teknis pelaksanaan sebagai upaya melestarikan
sejarah perdagangan rempah nusantara di masa penjajahan.

KOTA PUSAKA 73
BAB
03
SIGNIFIKANSI
DAN INSTRUMEN
PENGELOLAAN
KOTA PUSAKA
signifikansidan
signifikansi daninstrument
instrumentpengelolaan
pengelolaan kota
kota pusaka
pusaka

Gambar : Benteng Oranje, Kota Ternate

Konsepsi Kota pijakan bagi pengembangan konsep


kota pusaka. Secara bertahap
Pusaka namun pasti P3KP mulai membentuk
Kota pusaka sebagai sebuah konsep pemahaman yang dapat diterima
perkotaan hingga saat ini masih terus dengan menggali nilai dan pelajaran
dikembangkan. Pengembangan persepsi dari praktek pengembangan kota
tentang konteks pusaka dan perkotaan pusaka di berbagai daerah.
pun masih terus menjadi perdebatan
untuk menemukan bentuk yang solid. Sebagai pendekatan, kota pusaka
Meskipun begitu, perdebatan demi diartikan sebagai bagian kota yang di
perdebatan tidak akan mewujud dalamnya terdapat kawasan strategis
tanpa praktek yang terus menerus dengan sudut kepentingan sosial
dikembangkan. Pemerintah sadar akan budaya, termasuk kawasan dan/
hal ini, meski belum sempurna dan terus atau bangunan yang memiliki nilai-
mengalami perkembangan, agenda nilai penting bagi kota. Pendekatan
pelestarian aset-aset budaya dan sejarah konseptual terhadap Kota Pusaka ini
diwujudkan dalam Program Penataan merupakan pendekatan yang terbuka
dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) yang dan mampu mengadaptasi dinamika
didukung oleh berbagai kebijakan yang perkotaan yang terus berkembang.
menjadi

76 KOTA PUSAKA
signifikansi dan
signifikansi instrument
dan instrumentpengelolaan
pengelolaankota
kota pusaka
pusaka

Gambar : Bupati Siak didampingi jajaran Pemkab dan TACB meninjau hasil pemugaran Tangsi Belanda Mempura

Konsep kota pusaka bertautan dengan agenda global seperti


Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) yang diinisiasi lewat
PBB, New Urban Agenda yang diinisiasi melalui konferensi Habitat
III, dan konsep World Heritage dari UNESCO.

Konsep kota pusaka juga bertautan


dengan agenda global yang diinisiasi
oleh berbagai lembaga dunia seperti
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDG’s) yang diinisiasi lewat PBB, New
Urban Agenda yang diinisiasi melalui
konferensi Habitat III, dan konsep
World Heritage dari UNESCO. Konsep
• Kesepakatan kepala negara dan
kota pusaka juga berkomitmen untuk
wakil negara dengan dukungan
menindaklanjuti Deklarasi Quito dengan
pemerintah daerah, parlemen,
poin-poin komitmen berikut;
masyarakat sipil, komunitas lokal,
sektor swasta, kelompok profesional/
praktisi, akademisi dan pemangku
kepentingan lainnya.

KOTA PUSAKA 77
signifikansi dan instrument pengelolaan kota pusaka

• Memperhatikan pertumbuhan • Memantapkan komitmen global


penduduk (terutama perkotaan) untuk pembangunan perkotaan
dunia, di mana masih terdapat berkelanjutan yang terpadu dan
kesenjangan, kemiskinan, penurunan terkoordinasi di tingkat global,
kualitas lingkungan; regional, nasional, sub national
dan lokal sebagai langkah penting
mewujudkan pembangunan
berkelanjutan dengan peran serta
aktor-aktor yang relevan.

• Perlunya memanfaatkan peluang


urbanisasi sebagai penggerak • Mengakui pentingnya keberagaman
pembangunan sosial- budaya sebagai bagian penting dari
ekonomi dan budaya; pembangunan berkelanjutan

Keterkaitan konsep kota pusaka dengan Namun juga untuk dijadikan acuan
agenda global tentang perkotaan dalam pengembangan dan praktek
sangatlah diperlukan, bukan hanya Program Penataan dan Pelestarian Kota
untuk menunjukkan partisipasi Pusaka yang dilaksanakan di berbagai
Indonesia dalam agenda global. daerah di Indonesia.

78 KOTA PUSAKA
signifikansi dan
signifikansi instrument
dan instrumentpengelolaan
pengelolaankota
kota pusaka
pusaka

Gambar : Lawang Sewu di Jalan Pemuda, Semarang

Keterkaitan ini menjadi penting ketika Pengelolaan Kota Pusaka telah


kota-kota baru mulai bermunculan menjadi tantangan yang memerlukan
dan kota-kota lama semakin meluas pendekatan multidimensi yang tidak
dengan aktivitas ekonomi dan populasi hanya menjawab mengenai pelestarian
yang semakin padat. Ketika kedua hal warisan sejarah dan budaya dalam
ini terjadi, kemunculan pembangunan bentuk bangunan, tapi juga ekosistem
baru dengan fungsi baru akan menjadi kota yang telah hidup bersama warisan
tantangan baru bagi pengelolaan tersebut.
kota-kota yang memiliki aset budaya,
pemukiman tradisional dan peninggalan Oleh karena itu, konsepsi kota pusaka
sejarah. terus menerus dikembangkan melalui
keterkaitannya dengan agenda global
Selain itu, rentetan bencana alam yang dan prakteknya di lapangan. Konsep
melanda berbagai kota di Indonesia juga ini beranjak dari persepsi awal bahwa
menjadi tantangan tersendiri dalam Kota Pusaka adalah bagian kota yang
agenda pelestarian dan pembangunan didalamnya terdapat Kawasan Cagar
berkelanjutan di perkotaan. Budaya dan/atau Bangunan Cagar
budaya yang memiliki nilai-nilai penting
bagi kota.

KOTA PUSAKA 79
signifikansi dan instrument pengelolaan kota pusaka

Kini, Kota Pusaka Indonesia sebagai kota/kabupaten yang memiliki


menambahkan hal penting kedalam pusaka dengan nilai keunggulan
konsepnya dengan memasukkan Indonesia/Nasional dan telah memiliki
unsur perencanaan, pengelolaan dan Rencana Pengelolaan Kota Pusaka
pemeliharaan. Konsepnya pun semakin sehingga mampu menjaga, memelihara
lengkap dengan mengartikan Kota dan mengembangkan Nilai Keunggulan
Pusaka Indonesia Indonesianya.

Kota Pusaka adalah bagian kota yang didalamnya terdapat


Kawasan Cagar Budaya dan/atau Bangunan Cagar budaya yang
memiliki nilai-nilai penting bagi kota

Gambar : Sudut jalan didepan Gedung Merdeka, Jl. Asia Afrika, Bandung

80 KOTA PUSAKA
signifikansi dan instrument pengelolaan kota pusaka

Signifikansi Kota seperti; Struktur kawasan/kota


(elements, urban structures), Tata letak
Pusaka (spatial plans), Tradisi (traditions),
Penilaian signifikansi kota pusaka Komunitas-jejaring sosial budaya
mengacu pada signifikansi budaya yang lingkungan (living communities –
berkaitan dengan keberadaan sejumlah socio environmental “whole”, working
nilai, seperti sejarah, estetika, sains, collaboratively).
sosial/spiritual yang dianggap penting
pada masa lalu, masa kini dan masa Selain itu, dalam konteks perencanaan
depan (Burra Charter, 2013). Persepsi Kota Pusaka, signifikansi tersebut
tentang signifikansi inipun terus perlu dinyatakan pada visi misi Kota
berkembang ke arah yang lebih holistik Pusaka. Pernyataan tersebut bukan
mengikuti dinamika perkotaan. Pada hanya formalitas namun harus mampu
abad XIX, persepsi tentang kota pusaka menjawab pertanyaan mengapa objek
berkaitan dengan nilai monumental terpilih signifikan. Signifikansinya pun
(identitas, pendidikan). Pada abad XX, harus dijelaskan dalam visi misi tersebut.
persepsi tentang kota pusaka dikaitkan Sehingga, program Kota Pusaka dapat
dengan elemen sosial dan dimensi diwujudkan dalam sebuah regulasi yang
morfologi – tipologi. Sekarang, pada solid dan mampu melibatkan partisipasi
abad XXI, persepsi dikaitkan dengan lintas sektor.
pemanfaatan ruang kota sebagai
ekspresi pusaka yang hidup. Semangat pelestarian warisan budaya
dan sejarah yang terdapat dalam sebuah
Dalam konteks perkotaan, signifikansi kawasan kota tidak hanya muncul di
budaya memiliki arti yang sama dengan Indonesia namun juga di seluruh dunia.
istilah cultural heritage significance Piagam Pelestarian Kota Pusaka pada
dan cultural heritage value. Signifikansi tahun 2013, merupakan pijakan penting
budaya terkandung pada tempat/object, dalam pengembangan dan pelaksanaan
mencakup fabric, rona (setting), fungsi, P3KP sebagai upaya menghimpun
nilai asosiatif, makna, dan catatan- semangat pelestarian yang mengadopsi
catatan mengenai objek terkait. Oleh karakter dan permasalahan dari
karena itu nilai keunggulan kawasan masing-masing kota. Dengan begitu,
dapat dikenali pada sejumlah atribut agenda pelestarian Kota Pusaka dapat
yang dimiliki oleh kota, menempatkan diri pada konteks yang
tepat.

KOTA PUSAKA 81
signifikansi dan instrument pengelolaan kota pusaka

Kategori dan
Instrumen Kota
Pusaka
Berdasarkan pemahaman mengenai konsep kota pusaka tersebut, jika dijabarkan
sebuah kota dapat diidentifikasi sebagai kota pusaka jika memenuhi empat kriteria
berikut:

01 Memiliki paling sedikit satu kawasan


cagar budaya dan atau sekurang-
kurangnya memiliki 2 situs Cagar Budaya

02 Memiliki keutuhan atribut/instrumen


yang mendukung nilai penting
(signifikansi) kota pusaka

82 KOTA PUSAKA
signifikansi dan instrument pengelolaan kota pusaka

03 Menerapkan kegiatan Penyelenggaraan


Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka
sebagai strategi pengembangan, yang
dibuktikan dengan Peraturan Daerah
Rencana Tata Ruang dan Wilayah,
Peraturan Daerah Cagar Budaya dan
Peraturan Daerah Bangunan Gedung

04 Memiliki kelembagaan yang mengelola


kota pusaka

KOTA PUSAKA 83
signifikansi dan instrument pengelolaan kota pusaka

Bagian yang sangat penting dalam pemenuhan kriteria kota pusaka terletak pada
kriteria kedua yaitu dengan memiliki keutuhan atribut yang mendukung nilai
signifikansi Kota Pusaka. Atribut Kota Pusaka sendiri merupakan instrumen dalam
pengelolaan Kota Pusaka yang dijabarkan dalam Piagam Pelestarian Kota Pusaka pada
tahun 2013. Kedelapan instruen tersebut merupakan unsur utama yang membentuk
kota pusaka secara detail dari identifikasi hingga perencanaan, yaitu;

Kelembagaan dan Tata Kelola Kota Pusaka


Kota pusaka memiliki kelembagaan dan tata kelola kota terdiri
dari unsur masyarakat, swasta dan pemerintah dengan berbagai
kelengkapannya. Kelembagaan didukung oleh upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia, serta perangkat hukum dan mekanisme
penerapannya.

Inventarisasi dan Dokumentasi Pusaka


Kota pusaka mengenali aset pusakanya melalui sistem inventarisasi yang
handal, holistik dan sistematik. Inventarisasi aset pusaka perlu diikuti
dengan analisis signifikansi, penetapan serta panduan pengamanan
dan pelestariannya. Hasilnya disusun dalam dokumentasi yang mudah
diakses bagi semua.

Informasi, Edukasi dan Promosi Kota Pusaka


Kota pusaka perlu memiliki sistem informasi pusaka baik secara digital
maupun diwujudkan dalam bentuk galeri pusaka yang dinamis dan
mudah dijangkau oleh masyarakat, memiliki pendidikan pusaka secara
formal dan non-formal dan mengembangkan promosi yang mendorong
orang untuk terus mempelajari, mencintai dan melestarikan pusaka.

Ekonomi Kota Pusaka


Kota pusaka mengembangkan pusaka sebagai sumber daya yang
dilestarikan secara dinamis, sehingga dapat dikembangkan dan
dimanfaatkan serta dipasarkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Strategi kerja sama antara pemerintah dan swasta serta masyarakat akan
memberikan sinergi pengelolaan dan pemanfaatan yang optimal.

Pengelolaan Resiko Bencana untuk Kota Pusaka


Kota pusaka mengenali ancaman bencana terhadap aset pusakanya
dengan mengembangkan dan mengintegrasikan kegiatan
penanggulangan bencana yang mencakup tahapan kesiapsiagaan,
tanggap darurat dan pemulihan dalam kebijakan penataan dan
pelestarian kota pusaka.

84 KOTA PUSAKA
signifikansi dan instrument pengelolaan kota pusaka

Pengembangan Kehidupan Budaya Masyarakat


Kota pusaka memahami basis penting pelestarian pusaka adalah
pemahaman, kecintaan, dan apresiasi pada nilai budaya, serta peran
aktif dalam kegiatan budaya. Kota pusaka mengembangkan kehidupan
budaya dan kreatif yang menghasilkan karya-karya baru yang menyerap
nilai-nilai serta kearifan pusaka.

Perencanaan Ruang
Kota Pusaka dan Sarana Prasarana Kota Pusaka perlu memiliki kebijakan
penataan ruang, seperti RTRW, RDTR, PZ, RTBL dan dukungan sarana-
prasarana yang mengamankan pusaka dari ancaman dan gangguan,
serta menyediakan ruang kehidupan yang mendukung penguatan
keunggulan nilai pusaka yang dimiliki.

Olah Desain Bentuk Kota Pusaka


Kota Pusaka perlu memiliki strategi kreatif dan inovatif melakukan
kesinambungan fisik elemen bentuk kota pusaka yang menerima
perubahan secara selektif tanpa merusak nilai-nilai pusakanya. Olah
desain berjalan sejajar dengan olah fungsi dan pengembangan
kehidupan budaya masyarakat untuk meningkatkan vitalitas kawasan
dan menjaga keserasiannya.

Kedelapan instrumen ini dapat diterjemahkan ke dalam agenda kebijakan di


daerah yang melaksanakan program kota pusaka. Karena, gagasan utamanya adalah
mengintegrasikan pelestarian kota pusaka dengan penataan ruang kota/kabupaten
dan penataan bangunan dan lingkungan di Indonesia. Sasaran yang hendak dicapai
oleh kedelapan atribut ini adalah perumusan kebijakan, pembentukan komitmen dan
sinergi dukungan lintas sektoral dalam mewujudkan kualitas ruang kota yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan.

Bagian yang sangat penting dalam pemenuhan kriteria kota


pusaka adalah keutuhan instrumen yang mendukung nilai
signifikansi kota pusaka.

KOTA PUSAKA 85
BAB
04
EPILOG
Kota Pusaka
Berkelanjutan
dengan Signifikansi
dan Dinamika
Indonesia

86 KOTA PUSAKA
KOTA PUSAKA 87
KOTA PUSAKA KITA, KOTA PUSAKA BERKELANJUTAN DENGAN
SIGNIFIKANSI DAN DINAMIKA INDONESIA

Kota Pusaka:
sebuah perjalanan konseptual
Kota pusaka bukan sekedar persoalan Dalam perjalanannya, berbagai
slogan ataupun definisi namun kota yang terlibat dalam P3KP
juga konsepsi dan penerapannya mengembangkan fokus dan capaian
di Indonesia. Konsep kota pusaka yang beragam dalam mewujudkan
sendiri merupakan perjalanan panjang agenda pelestarian dan pembangunan
perumusan konsep yang diadaptasi dari berkelanjutan.
konsep global tentang heritage city dan
disesuaikan dengan konteks Indonesia. Seperti, Kota Lama (Semarang) yang
berfokus pada kemandirian ekonomi
Konsep kota pusaka tidak lahir dalam berbasis pelestarian. Kawasan Benteng
waktu singkat, berbagai studi telah Oranje (Ternate) yang melestarikan
dilakukan untuk mengembangkan jejak sejarah rempah di nusantara.
konsep ini, begitupun juga dengan Kawasan Kota Lama (Sawahlunto)
istilah alternatif yang mencoba yang bertransformasi dari kota
merangkum konsep kota pusaka dalam tambang menjadi kota wisata dengan
konteks Indonesia. memanfaatkan peninggalan sejarah.

Oleh karena itu, perjalanan Program Selain itu, terdapat juga kota yang
Penataan dan Pelestarian Kota belum menjadi anggota Program
Pusaka (P3KP) telah diselenggarakan Penataan dan Pelestarian kota Pusaka
di berbagai kota di Indonesia tidak (P3KP) namun sudah berupaya
hanya dijadikan sebagai manifestasi mengimplementasikan namun sudah
capaian program tapi juga sebagai mempraktekkan agenda pelestarian
kumpulan pengetahuan yang mampu kota pusaka, seperti di Kawasan
membekali pengembangan konsep dan Kotatua (Jakarta), yang berfokus pada
penerapannya di masa depan. kerjasama pemerintah dan swasta untuk
pelestarian dan pengelolaan kawasan

88 KOTA PUSAKA
KOTA PUSAKA KITA, KOTA PUSAKA BERKELANJUTAN DENGAN
SIGNIFIKANSI DAN DINAMIKA INDONESIA

kota pusaka dan Kampung Lawas Konsep pelestarian kota ini pada
(Surabaya) yang melestarikan konsep awalnya merupakan gerakan untuk
kampung sebagai identitas kota. menyelamatkan dan melindungi
Capaian ini menunjukkan peningkatan monumen nasional yang memiliki nilai
kesadaran mengenai pentingnya estetik dan bersejarah.
pelestarian kawasan bersejarah dan
konsep Kota Pusaka yang semakin Langkah awal yang dilakukan oleh
meluas dan berkembang menjadi gerakan ini adalah melakukan
gagasan mengenai pembentukan inventarisasi aset-aset pusaka
identitas kota yang tidak hanya meliputi yang dimulai sekitar tahun 1875
objek-objek monumental, namun juga dan diselesaikan pada tahun 1908.
aset lain dari lansekap alam hingga Sementara, peraturan perundang-
budaya dan sejarah. undangan yang efektif di Belanda,
yaitu “Monumentenwet” baru hadir
pada tahun 1961, seiring diterima
dan diberlakukannya regulasi yang
mengatur mengenai rencana guna lahan
(Ashworth, 1991: 18).
Model Pelestarian
Kota Pusaka: Di Belanda, cagar budaya dibedakan
Belajar dari menjadi dua, yakni monumen yang
nilai pentingnya bersifat intrinsik
Belanda
serta bangunan ikonik atau tetenger
(beeldbepalend pand) yang nilai
Dalam pencarian model pelestarian kota pentingnya terletak pada kontribusinya
pusaka, Salah satu studi yang digunakan terhadap suatu lansekap kota atau
dalam pengembangan konsep ini adalah penggal jalan. Selanjutnya, muncul
pengembangan konsep pelestarian kota gagasan untuk mempertimbangkan
di Amsterdam, Belanda. konteks morfologis yang lebih luas dari
suatu bangunan melalui aturan

KOTA PUSAKA 89
KOTA PUSAKA KITA, KOTA PUSAKA BERKELANJUTAN DENGAN
SIGNIFIKANSI DAN DINAMIKA INDONESIA

perlindungan yang memberi penekanan


pada kawasan. Upaya seperti ini
juga dilakukan di Belanda dengan
menetapkan kawasan yang dilindungi
(beschermde stadgezicthen). Menurut
Ashwhorth (1991: 21), penekanan pada
kawasan pelestarian sangat terkait
dengan konsep baru yaitu “vernacular
heritage”, yaitu rumah dan tempat
kerja milik orang-orang kebanyakan.
Cagar budaya pada konsep ini tidak
hanya peninggalan yang bersifat elitis,
tetapi juga yang bersifat khalayak.
Di Belanda, isu perencanaan dan
pelestarian menjadi praktik yang
terintegrasi dan diatur dalam rencana
zonasi (bestemmingsplan) yang Gambar : Bangunan di sepanjang kanal di Kota Amsterdam

mengkombinasi kriteria morfologis dan


guna lahan.
Pada tahun 2000, Pemerintah Belanda
Dalam hal ini upaya pelestarian perlu menerbitkan kebijakan yang diberi
mampu menjadi pengendali dinamika nama Belvedere Policy Document
tersebut. Pelestarian perlu terintegrasi (2000-2009). Kebijakan ini dibuat
dengan perencanaan yang merupakan pemerintah untuk menstimulasi inisiatif
pengelola perubahan (Ashworth, 1991). yang bertujuan untuk meningkatkan
Berbagai elemen pembentuk fisik baik pengaruh sejarah dan budaya terhadap
dari lingkungan binaan maupun alam pembangunan ruang di Belanda di
(desain bentuk) perlu seimbang dengan bawah motto “conservation through
pemanfaatannya (fungsi) serta penataan development”.
ruangnya, seperti pendapat Ashworth
(1991: 20): Dalam kerangka tersebut, pelestarian
“…the consequent development of diyakini dapat dipercayakan kepada
conservation as a general philosophy of para individu, penghuni bangunan
planning rather than a special reaction atau perusahaan sebagai pemilik dan
to exceptional cases.” pengguna bangunan. Mereka dapat
dianggap sebagai orang atau komunitas
yang tahu dan peduli terhadap aset-aset
pusaka.

90 KOTA PUSAKA
KOTA PUSAKA KITA, KOTA PUSAKA BERKELANJUTAN DENGAN
SIGNIFIKANSI DAN DINAMIKA INDONESIA

Upaya ini dilakukan dengan dua cara.


Yaitu:
1. Pelestarian cagar budaya hendaknya
secara seimbang diiiringi adanya
fungsi yang sesuai.
2. Identifikasi cagar budaya diperlukan
untuk dapat diintegrasikan dalam
proses penataan ruang dan
pembangunan kota.

Dalam “Besluit Ruimtelijke Ordening”


Belanda, disebutkan bahwa saat
penyusunan skema zonasi, indikasi
program atau arahan kebijakan
terkait, pemerintah diminta untuk
mempertimbangkan nilai-nilai pusaka.
Dengan demikian, perencanaan
akan mengarahkan pembangunan
kawasan-kawasan strategis atau
Meski demikian, apabila berkaitan kawasan prioritas terencana dengan
dengan kepentingan yang lebih luas, baik melalui proses analisis yang dapat
pemerintah Belanda akan terlibat dalam dipertanggungjawabkan dan sesuai
proses pelestarian. Sistem pelestarian dengan arahan tata ruang.
yang bekerja di Belanda berbasis pada
interaksi publik dan privat. Fokus Dalam visi tersebut, pemerintah Belanda
pemerintah adalah memelihara dan menempatkan aset pusaka dengan
menguatkan nilai budaya, sosial dan tingkat kepentingan nasional dalam
ekonomi pusaka (Ministry OCW, 2011: 6). konteks yang berbasis kewilayahan dan
pembangunan (region-oriented heritage
Dokumen “Character in Focus: Vision management and development).
for Heritage and Spatial Planning” Tata kelola pelestarian pusaka yang
menegaskan pentingnya mendekatkan berorientasi kewilayahan mensyaratkan
pelestarian pusaka dengan penataan dilakukannya peninjauan yang luas
ruang untuk memastikan pemeliharaan terhadap berbagai pusaka yang ada.
dalam konteks kota yang tumbuh dan
berkembang dengan cepat.

KOTA PUSAKA 91
KOTA PUSAKA KITA, KOTA PUSAKA BERKELANJUTAN DENGAN
SIGNIFIKANSI DAN DINAMIKA INDONESIA

Pelestarian URBAN FUNCTION


Kota Pusaka: URBAN FORM

Area
Uses Strategies
Heritage
Planning

Built
Environment

Gambar. Keterkaitan antar bagian/aspek dalam perencanaan kawasan pusaka


(Sumber: Diolah dari Ashworth (1991)

Kisah sukses Belanda tidak serta merta dapat diterjemahkan dan diadopsi di sini.
Negara-negara Eropa Barat, termasuk Belanda punya konteks regulasi yang berbeda
dengan Indonesia. Cerita di atas hanya menunjukkan bahwa di Belanda sekalipun,
pelestarian tidak terjadi begitu saja, tetapi hasil dari proses pencarian model
pelestarian yang berkelanjutan.

Gambar : Kota Amsterdam tampak dari atas

92 KOTA PUSAKA
KOTA PUSAKA
KOTA KITA,
PUSAKA KOTA
KITA, KOTAPUSAKA
PUSAKABERKELANJUTAN
BERKELANJUTAN DENGAN
DENGAN
SIGNIFIKANSI
SIGNIFIKANSIDAN
DANDINAMIKA
DINAMIKAINDONESIA
INDONESIA

Kota Pusaka Indonesia:


“Work In Progress”
Pelestarian bukan reuni dengan masa Tahun 1970-an, ketika UU mengenai
lalu, sehingga harus menghidupkan cagar budaya belum terbit, Pemerintah
segala pesona yang sudah berlalu. DKI Jakarta telah memberi perhatian
Kesamaan yang hakiki adalah adanya terhadap pelestarian pusaka perkotaan.
kesadaran bahwa pelestarian cagar Menurut Eryudhawan (2017), Ali Sadikin
budaya punya tujuan yang lain telah menyadari bahwa perlu dilakukan
selain memelihara objek-objek yang suatu tindakan untuk mengembangkan
monumental. Pelestarian meyakini kota tanpa kehilangan aset
bahwa kota sesungguhnya memiliki kesejarahannya. Eryudhawan menandai
keunggulan yang harus dipelihara. momen pembentukan Dinas Museum
Keunggulan tersebut dihasilkan dari dan Sejarah pada tahun 1968 sebagai
perpaduan berbagai elemen kota, baik kebijakan dan program pemerintah
yang bersifat alam dan budaya, serta kota pertama mengenai pelestarian
melalui tempaan sejarah yang berlapis- pusaka perkotaan. pondasi yang telah
lapis. diletakkan Jakarta di bidang pelestarian
aset pusaka ini telah memberi inspirasi
banyak kota lainnya.

KOTA PUSAKA 93
KOTA PUSAKA KITA, KOTA PUSAKA BERKELANJUTAN DENGAN
SIGNIFIKANSI DAN DINAMIKA INDONESIA

Belakangan, tidak hanya kota besar


saja yang memberi perhatian terhadap
pelestarian aset pusakanya. Sawahlunto,
sebuah kota di Sumatera Barat yang
berbasis tambang batubara berbenah
dengan melakukan penataan dan
pelestarian serta pemanfaatan terhadap
cagar budaya yang telah didata dan
ditetapkan. Upaya yang telah dilakukan,
antara lain: rehabilitasi Gedung Rumah
Ransum yang saat ini dimanfaatkan
sebagai museum (2004-2005), Stasiun
Kereta Api Sawahlunto yang saat ini
dimanfaatkan sebagai museum (2005).

Warisan Tambang Batubara Ombilin Gambar : Lawang Sewu, Kota Semarang


Sawahlunto mampu menunjukkan
contoh rangkaian kombinasi
teknologi dalam suatu lansekap kota
pertambangan yang dirancang untuk
efisiensi sejak tahap ekstraksi batubara,
pengolahan, dan transportasi. Hal
ini ditunjukkan dalam organisasi
perusahaan, pembagian pekerja,
sekolah pertambangan, dan
penataan kota pertambangan.Upaya
ini telah membuahkan hasil yang
menggembirakan dengan ditetapkannya
Warisan Tambang Batubara Ombilin
Sawahlunto sebagai World Heritage
Site dalam Pertemuan Komite Warisan
Dunia yang diselenggarakan di Baku,
Azerbaijan, pada tanggal 6 juli 2019.

Gambar : Benteng Oranje, Kota Ternate

94 KOTA PUSAKA
KOTA PUSAKA KITA, KOTA PUSAKA BERKELANJUTAN DENGAN
SIGNIFIKANSI DAN DINAMIKA INDONESIA

Seiring berjalannya waktu, kesadaran kultural dengan menerapkan penataan


terhadap sejarah kota dan pembentukan ruang kota berdasarkan filosofi Jawa
identitas mendorong perhatian pada “Hamemayu Hayuning Bawono” dalam
aset-aset milik masyarakat. Hal yang penataan Kawasan Malioboro yang
sama dialami oleh negara- negara di terletak pada sumbu filosofis Kota
Eropa Barat yang diistilahkan sebagai Yogyakarta melalui konsep teras budaya.
“vernacular heritage”. Contoh bisa kita Sementara, Kota Bogor menerapkan
lihat di Kota Surabaya yang memberi konsep lansekap kota bersejarah pada
perhatian pada kampung kota dan pelestarian kawasan Suryakencana
Kota Banjarmasin dalam upayanya yang sebelumnya merupakan kawasan
merevitalisasi sungai yang diyakini pemukiman bersejarah. Upaya
sebagai akar perkembangan kota. pelestarian ini melibatkan partisipasi
Kedua hal tersebut merupakan indikasi masyarakat untuk menyempurnakan
semakin berkembangnya kesadaran tata kelola kawasan. Selain itu, upaya
dan pengetahuan terhadap pelestarian serupa juga dilakukan oleh Kota Ternate
yang berbasis pendekatan lansekap melalui pelestarian kawasan Benteng
kota bersejarah (historic urban Van Oranje yang telah menjadi kawasan
landscape). Melalui pendekatan tersebut pemukiman.
pengelolaan
pusaka tidak dilakukan semata-mata Kemunculan istilah baru seperti
dengan fokus pada pelindungan aset- “cultural landscape” dan “historic urban
aset pusaka saja. Aset pusaka sebagai landscape”. Ini juga membutuhkan
unsur pembentuk kota dalam lapisan pemikiran sendiri untuk membuatnya
sejarah perkembangannya, menjadi lebih membumi dalam kondisi di
bagian serta berkontribusi dalam Indonesia. Oleh karena itu pelestarian
pembangunan perkotaan. tidak bisa hanya menggantungkan pada
kebijakan dan program di sektor cagar
Contoh-contoh lain seperti Yogyakarta, budaya, tetapi juga berkaitan dengan
Bogor dan Ternate menunjukkan peran sektor lainnya, seperti tata ruang dan
tata kelola kota sebagai prasyarat bagi infrastruktur atau
berlangsungnya pelestarian pusaka ke-PU-an.
perkotaan. Ketiga kota ini menggunakan
pendekatan kawasan, baik yang berupa
lansekap budaya maupun lansekap kota
bersejarah. Yogyakarta sebagai contoh,
menerapkan pendekatan lansekap

KOTA PUSAKA 95
KOTA PUSAKA KITA, KOTA PUSAKA BERKELANJUTAN DENGAN
SIGNIFIKANSI DAN DINAMIKA INDONESIA

Apa yang sudah dituliskan dalam


buku ini menunjukkan pada kita
bagaimana kota-kota sedang berjuang
untuk memelihara keunggulannya
dan menjadi semakin baik. Program-
program yang dibuat oleh Pemerintah,
seperti P3KP merupakan stimulan agar
kota-kota tersebut dapat merumuskan
jalannya serta membuat refleksi atas
proses yang sedang dijalani. Buku ini
juga diharapkan bukan hanya menjadi
inspirasi, namun juga menjadi sumber
pengetahuan melalui pembelajaran dari
pengalaman pembentukan identitas
pusaka pada kota-kota di Indonesia.

Momentum urbanisasi dan globalisasi


menuntut kota untuk memiliki
keunggulan. Ibarat keris, sebuah
kota telah telah ditempa oleh lapis-
lapis sejarah kejadian dan berbagai
elemen kota yang membuatnya
menjadi kota yang kita kenal saat ini.
Kota sesungguhnya memiliki pamor
dalam bentuk monumen bersejarah
dan budaya yang selain menambah
keindahan juga memberi arti terhadap
kota tersebut.
Gambar : Museum Sejarah Jakarta/Museum Fatahillah

96 KOTA PUSAKA
KOTA PUSAKA KITA, KOTA PUSAKA BERKELANJUTAN DENGAN
SIGNIFIKANSI DAN DINAMIKA INDONESIA

Pamor tersebut akan menjadi


keunggulan yang hidup bersama warga
kota yang memberi komitmen untuk
memeliharanya.

Mengutip kembali pendapat


Eryudhawan (2017) terhadap kegiatan
pelestarian di Jakarta,

“…were not a process to


create dead monuments but
to support living monuments
which bring joy, happiness
and prosperity in a vibrant and
liveable city.”

KOTA PUSAKA 97
MEMANTIK INSPIRASI
REKAM JEJAK
KOTA PUSAKA
INDONESIA
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai