IV
BIMTEK PEMUGARAN CAGAR BUDAYA
PERENCANAAN PEMUGARAN
BANGUNAN KETANDAN 17
Arundina Ardhanari Citraningtyas
Asyhadi Mufsi Sadzali
Bagas Kurniawan
Citra Iqliyah Darojah
Hafis Vian Yudha A
Hareza Eko Prihanto
Imam Marco
Moh Wahyu S
Ria Ristiningsih
Zar'ul Mafazi
Persha Aziza Hakima
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1
memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi,
rehabilitasi, dan restorasi.
Ketandan dikenal sebagai kawasan Pecinan di Kota Yogyakarta yang memiliki fungsi
ruang permukiman dan perdagangan, dengan keberadaan rumah-rumah toko. Oleh karena itu
kegiatan pemugaran perlu dilakukan terhadap bangunan Rumah Jalan Ketandan Kidul No 17
dengan mengacu kepada prinsip-prinsip ilmiah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Cagar Budaya No 11 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2022, serta peraturan
turunannya seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan Peraturan Gubernur. Khusus
di wilayah Provinsi DIY, sejak tahun 2015, Dinas Kebudayaan telah melakukan kegiatan
pemugaran dengan melibatkan tenaga ahli arkeologi, serta ilmu bantu lain seperti arsitektur,
teknik sipil, geografi, kimia dan biologi.
Pemugaran merupakan langkah yang dilakukan agar kegiatan pemugaran (rehabilitasi)
dapat berjalan dengan lebih baik. Ketandan secara spasial terletak di pusat kota atau dalam
konteks saat ini berada pada Kawasan Cagar Budaya Kraton Yogyakarta (SK Nomor
117/M/2018) dan Struktur Cagar Budaya Ruas Jalan Sepanjang Sumbu Filosofi (SK Nomor
108/KEP/2017). Ketandan dikenal sebagai kawasan Pecinan di Kota Yogyakarta yang
memiliki fungsi ruang permukiman dan perdagangan, dengan keberadaan rumah-rumah toko.
Ketandan dengan sejumlah Cagar Budaya dan Warisan Budaya yang ada di dalamnya,
memiliki tantangan dan ancaman perubahan yang tinggi sebagai dampak perencanaan
pembangunan yang bersifat sektoral. Pembangunan yang bersifat sektoral ini cenderung
mengabaikan keberadaan citra kawasan, bahkan tidak jarang menjadi penyebab hilangnya
berbagai landmark atau penanda kawasan. Apabila dibiarkan hal ini akan mempengaruhi
otentisitas Provinsi DIY, khususnya Kota Yogyakarta.
Aspek otentisitas (authenticity) semakin krusial ketika saat ini the Cosmological Axis
of Yogyakarta and Its Historic Landmarks sedang dalam proses nominasi sebagai UNESCO
World Heritage. Teorinya, lanskap perkotaan bersejarah HUL (Historic Urban Landscape)
tidak hanya dilihat sebagai akumulasi dari monumen-monumen yang memiliki nilai penting,
namun perlu dipertimbangkan atau dianggap sebagai organisme kehidupan dan ruang hidup
vital bagi penghuninya (UNESCO, 2005). Otentisitas adalah hubungan dinamis antara
manusia, lokasi, dan makna, hubungan inilah yang mempengaruhi proses penciptaan ruang.
Otentisitas bukanlah atribut yang tetap, namun lebih dianggap sebagai proses (Piazonni, 2018
dalam Budiman, 2022). Praktek pelestarian Cagar Budaya dan Warisan Budaya di dalam
konteks wilayah Asia, termasuk di Indonesia, dapat merujuk pada Nara Document and the
Convention on Intangible Heritage, bahwa diskursus dan praktek pelestarian dalam konteks
2
Asia, termasuk di Indonesia berbeda dengan prinsip-prinsip di Eropa. Prinsip integritas visual
lebih diutamakan dibandingkan dengan substansi fisik, yang membuat komponen atau elemen
(artefak) disebut otentik. Misalnya saja, bangunan yang mayoritas terbuat dari kayu dapat
melalui tahapan pelestarian justru dengan dilakukan penggantian komponen materialnya
(Piazonni, 2018 dalam Budiman, 2022).
Harapannya bangunan Rumah Jalan Ketandan Kidul No 17 yang berada di tengah
lanskap perkotaan bersejarah DIY, dapat memperkuat makna identitas otentik kawasan
aktivitas di Yogyakarta, yang menjalankan hubungan dinamis dan harmonis antar sesama
manusia, tempat, dan makna filosofi. Pemugaran bangunan Rumah Jalan Ketandan Kidul No
17 juga memperkuat penataan perkotaan bersejarah yang memiliki kekuatan integritas visual
lanskap kota bersejarah. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana melaksanakan pemugaran
dengan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip pemugaran tanpa melanggar peraturan
perundangan terkait serta dapat berkolaborasi dengan masyarakat serta lingkungan sekitarnya
sehingga semkain memperkuat nilai-nilai penting yang terkandung dalam bangunan Rumah
Jalan Ketandan Kidul No 17.
4
Gambar 1. Ruas Patjinan dan ruas Malioboro dengan bangunan-bangunannya. Foto: J. Anten.
Sumber: Bruggen, van M.P., Wassing, R.S., dkk., Djokja en Solo Beeld van de Vorstensteden
(Purmerend: Asia Maior, 1998, hlm. 133; Fauziah, 2018)
Gambar 2. Foto gapura "Petjinan" Ketandan pada sekitar tahun 1929. Verkeersagent regelt
bij de Chinese erepoort het verkeer in de Chinese wijk te Jogjakarta Foto: KITLV. C 1929.
(Tim Penyusun, 2017)
5
Pengertian terminologi “Petjinan” yang didapatkan dari sumber sejarah pada masa
Kolonial merujuk pada wilayah “Ketandan” yang saat ini dikenal. “Petjinan” yang
disempurnakan dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) sebagai “Pecinan”, kemudian
merujuk pada tempat tinggal atau permukiman orang-orang Cina. Sementara itu nama
“Ketandan” (ke-tanda-an) adalah tempat bermukim tanda, yaitu lurah pasar yang bertugas
menarik pajak di pasar (Jansz, 1906: 1033 dalam Raap, 2015:96 dalam Fauziah, 2018).
Selain di Ketandan dan Malioboro, permukiman orang-orang Cina di Yogyakarta sejak
masa Kolonial terpusat di Beskalan dan Pajeksan. Kemudian dalam Rijksblad van Sultanaat
Jogjakarta Nomor 4 Tahun 1917 tercatat bahwa wilayah permukiman warga Cina di
Yogyakarta terletak di daerah Ketandan, Ngabean, Malioboro, dan Kranggan. Pemerintah
Hindia-Belanda mengangkat Kapiten Cina di antara orang-orang Cina untuk memudahkan
pengawasan. Kapiten Cina yang pertama diangkat yaitu To In (1755-1764), Gan Kek Ko, Tan
Lek Ko, Gue Jin Sing, Tan Jin Sing, Go Wi Kong, dan Que Pin Sing. Kapiten Cina Tan Jin
Sing, karena dianggap berjasa maka diberi gelar KRT. Secadiningrat (1812-1813) dan diangkat
sebagai pejabat istana oleh Hamengkubuwana III (Sulistri, 2015).
Sebagaimana kawasan Pecinan di wilayah lain, Ketandan memiliki karakteristik atau
keunikan secara fisik berupa arsitektur rumah tinggal, berbagai ragam hias, dan tata ruang
bangunan. Secara umum, bangunan-bangunan di Ketandan mempunyai corak arsitektur
campuran, yaitu Cina, Indis, dan tradisional Jawa. Corak arsitektur Cina dapat dilihat dari
model bubungan yang termasuk dalam kategori Ngang Shan yang dipadukan dengan tipe atap
pelana (Jawa), ornamen (stilisasi bunga, binatang, dan geometris), serta tempat persembahan
kepada leluhur. Corak arsitektur Indis dapat dilihat dari bangunan dan langit-langit tinggi,
dinding tebal dengan pilar-pilar penyangga (Tim Penyusun, 2017). Meski demikian, rumah
toko (shophouse) di Ketandan dominan dengan corak arsitektur Cina. Bangunan di Ketandan
yang umumnya berfungsi baik sebagai ruang usaha maupun sebagai rumah tinggal setidaknya
terdiri atas empat tipe yaitu, rumah Pecinan satu lantai, rumah Pecinan dua lantai dengan
balkon, rumah Pecinan dua lantai tanpa balkon, dan rumah langgam Indische (PT. Tri Patra
Konsultan, 2021). Rumah Pecinan dua lantai dengan balkon mempunyai dinding yang
menghadap ke jalan, pintu utama diapit oleh dua jendela.
Ketandan dikelilingi jejalur jalan sebagai ruang sirkulasi untuk fasilitas fisik di dalam
dan di luar lingkungan. Jaringan jalan terdiri atas jalur Jalan Ketandan Kidul ─ Ketandan Lor
─ Ketandan Kulon ─ Ketandan Wetan. Jejalur jalan tersebut menjadi bagian sirkulasi yang
terkoneksi dengan jalan utama Margamulya ─ Malioboro serta jalan pendukung yaitu
Suyatmajan, Suryotomo, dan Mataram.
6
Gambar 3. Pecinan dalam Plattegrond van de Hoofdplaats Jogjakarta 1895-1903.
(Laporan Pemugaran 2020)
Selanjutnya, sejarah pada masa pasca kemerdekaan terkait dengan fungsi bangunan di
Ketandan sebagai shophouse atau rumah toko. Sebagian rumah toko yang memiliki nama-nama
Cina dan ditulis dalam aksara Cina sejak masa pemerintahan Orde Baru diganti dengan nama
lokal atau nama Indonesia. Hal ini seiring dengan dibatasinya aktivitas kebudayaan Cina untuk
tampil di publik. Fenomena tersebut di antaranya adalah nama Toko Liong dengan hiasan naga
dan aksara Cina di Jalan Lor Pasar Ketandan, kemudian diganti dengan nama lokal yaitu Toko
Naga. Ketika memasuki masa pemerintahan Reformasi tepatnya ketika pemerintahan Republik
Indonesia dipimpin oleh Abdurrachman Wahid kebijakan diterapkan untuk keterbukaan,
kelonggaran, dan kebebasan kebudayaan Tionghoa. Kebijakan yang bertahan hingga saat ini
berdampak pada pelestarian kebudayaan Tionghoa di Yogyakarta tidak hanya melalui upaya
revitalisasi kawasan Ketandan, namun juga festival yang secara rutin diadakan di sana (PT. Tri
Patra Konsultan, 2021).
Terdapat sejumlah Bangunan Cagar Budaya di dalam kawasan Ketandan yang tercatat
dalam SK Keputusan Gubernur DIY Nomor bertanggal 26-07-2021, di antaranya adalah
Rumah Jalan Ketandan Kidul Nomor 9, Rumah Jalan Ketandan Kidul Nomor 17, dan
Bangunan Rumah-Toko Jalan Lor Pasar Beringharjo Nomor 41. Salah satu Bangunan Cagar
Budaya yaitu Rumah Ketandan Lor No 58 (Kwan Nio Tio) menjadi sasaran dalam kegiatan
pemugaran “Penataan Fasad Ketandan 2022”. Bangunan tersebut memiliki sejarah sebagai
berikut. Terdapat inskripsi nama “Kwan Nio Tio” pada permukaan tembok pilar utara bagian
7
depan bangunan sebagai pemilik awal bangunan ini. Pada ambang atas kusen pintu utama
bangunan terdapat inskripsi dalam plakat logam bertuliskan “Ong Tjie Mo” sebagai pemilik
selanjutnya. Pemilik dan penghuni bangunan saat ini merupakan generasi ketiga dari Ong Tjie
Mo. Peta Yogyakarta tahun 1925 “Jogjakarta en Omstreken” memperlihatkan bangunan rumah
jalan Ketandan Lor Nomor 58 ini dalam blok bangunan yang telah berdiri pada deretan
bangunan rumah-toko sisi timur poros jalan utara-selatan di tengah kawasan Ketandan penggal
jalan bagian utara.
8
Gambar 6. Rumah Jalan Ketandan Kidul Nomor 17.
(Dokumentasi 2022)
9
BAB II
DASAR HUKUM DAN ETIKA PEMUGARAN CAGAR BUDAYA
a. Rekonstruksi adalah upaya mengembalikan Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar
Budaya sebatas kondisi yang diketahui dengan tetap mengutamakan prinsip keaslian
bahan, teknik pengerjaan, dan tata letak, termasuk dalam menggunakan bahan baru
sebagai pengganti bahan asli.
b. Konsolidasi adalah perbaikan Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang
bertujuan memperkuat konstruksi dan menghambat proses kerusakan lebih lanjut.
c. Rehabilitasi adalah upaya perbaikan dan pemulihan Bangunan Cagar Budaya dan
Struktur Cagar Budaya.
d. Restorasi adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan mengembalikan keaslian bentuk
Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Dalam ayat (2) dinyatakan bahwa pemugaran Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus memperhatikan:
11
a. Keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya dan/atau teknologi pengerjaannya.
b. Kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin.
c. Penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak
d. Kompetensi pelaksana di bidang pemugaran.
Ketentuan terkait Adaptasi diatur dalam Pasal 83 ayat (1) Prinsip Pemugaran Warisan
Budaya dan Cagar Budaya sebagian besar merupakan prinsip arkeologis terkait keaslian
bangunan dan struktur Warisan Budaya dan Cagar Budaya pada saat ditemukan ataupun
sebelum dipugar meliputi:
a. Keaslian bahan yang dimaksud adalah bahan bangunan pada saat awal pendiriannya atau
ketika pertama kali ditemukan sesuai data yang ada, mencakup jenis, kualitas dan asal
bahan untuk komponen bangunan. Keaslian bahan tidak hanya bahan/material utama
tetapi juga bahan penunjang seperti misalnya pada komponen kayu atau dinding.
b. Keaslian bentuk merupakan bentuk bangunan pada saat awal pendiriannya atau ketika
pertama kali ditemukan sesuai data yang ada, mencakup ukuran, konstruksi, dan
arsitekturnya.
c. Tata letak, yaitu mencakup kedudukan, arah hadap dan orientasi bangunan terhadap
lingkungan (tata ruang dan lanskap budaya), serta tata letak komponen bangunan.
d. Gaya, yaitu corak yang meliputi langgam, ragam hias, dan warna.
e. Teknologi Pengerjaan, yaitu mencakup teknik dan cara pembangunannya.
f. Intervensi minimum, yaitu teknik dan detail metode yang digunakan dalam untuk
pemugaran dalam bentuk perkuatan dan perbaikan harus sekecil mungkin bersinggungan
dengan material asli warisan budaya dan cagar budaya.
g. Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian pada masa mendatang
dengan tetap mempertimbangkan keamanan masyarakat dan keselamatan Warisan
Budaya dan Cagar Budaya.
h. Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial
dan lingkungan fisik harus didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pemugaran berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya digolongkan menjadi:
1. Golongan I adalah bangunan dan struktur yang dipugar dengan sangat ketat dan sangat
terbatas, golongan ini memiliki tingkat keaslian paling sedikit 80%.
12
Ketentuannya:
a. tidak boleh diubah dari aslinya;
b. apabila kondisi bangunan dan struktur rusak dapat dilakukan perbaikan sesuai aslinya
dengan menggunakan komponen yang sama atau memiliki karakter yang sama dengan
perubahan bahan paling banyak 20%.
2. Golongan II adalah bangunan dan struktur yang dipugar dengan ketat dan dimungkinkan
perubahan tata ruang terbatas, golongan ini memiliki tingkat keaslian paling sedikit 50%.
Ketentuannya:
a. dimungkinkan perubahan tata ruang dari aslinya;
b. apabila kondisi bangunan dan struktur rusak dapat dilakukan perbaikan atau
pembangunan kembali sesuai aslinya dengan menggunakan komponen yang sama atau
memiliki karakter yang sama; dan
c. perubahan tata ruang dan penggantian bahan paling banyak 40%; dan
3. Golongan III adalah bangunan dan struktur yang dipugar dengan cukup ketat dan
dimungkinkan perubahan elemen bangunan dan tata ruang golongan ini memiliki tingkat
keaslian paling banyak 50%.
Ketentuannya:
a. Dimungkinkan perubahan elemen bangunan dan tata ruang dari aslinya; dan
b. pabila kondisi bangunan dan struktur mengalami kerusakan dapat dilakukan perbaikan
atau pembangunan kembali dengan bentuk aslinya menggunakan elemen sejenis atau
memiliki karakter yang sama.
Berdasarkan penggolongan di atas, terkait detail arahan dan kriteria untuk Pemugaran
Warisan Budaya yang telah ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 62 Tahun 2013 adalah:
1. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya peringkat Golongan I
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 pada ayat (4) huruf a merupakan upaya Restorasi
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dilarang dibongkar dan/atau
diubah;
b. apabila kondisi fisik Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya rusak,
dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan
aslinya;
13
c. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya harus menggunakan
bahan yang sama /sejenis atau memiliki karakter yang sama dengan memperhatikan
detail ornamen bangunan yang ada; dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya
penyesuaian/perubahan fungsi sesuai ketentuan yang berlaku tanpa mengubah bentuk
bangunan atau konstruksi aslinya;
d. di dalam persil Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya yang bukan Situs
Cagar Budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang terpisah dengan
Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dengan pola arsitektur lestari asli.
2. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya peringkat Golongan II
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) huruf b merupakan upaya Rehabilitasi
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dilarang dibongkar;
b. Apabila kondisi fisik bangunan atau struktur rusak, roboh, terbakar atau tidak layak
berdiri dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula;
c. Pemugaran bangunan atau struktur Cagar Budaya harus dilakukan tanpa mengubah
tampak depan (fasad), atap, warna dengan mempertahankan ornamen bangunan yang
penting;
d. dimungkinkan adanya perubahan parsial dalam rangka perbaikan dan pemulihan
Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya;
e. di dalam persil Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya yang bukan Situs
Cagar Budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang terpisah dengan
Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dengan pola selaras sosok.
3. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya peringkat Golongan III
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 pada ayat (4) huruf c merupakan upaya
Rekonstruksi dan Adaptasi bangunan dengan ketentuan sebagai berikut.
a. sekurang-kurangnya mempertahankan tampak muka (fasad) arsitektur dan atau bentuk
atap bangunan sesuai kondisi yang diketahui;
b. detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan gaya arsitektur bangunan di
sekitarnya dalam keserasian lingkungan;
c. dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam tanpa mengubah bentuk dan
konstruksi bangunan guna menyesuaikan dengan kebutuhan masa kini;
d. di dalam persil Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya yang bukan Situs
Cagar Budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang terpisah dengan
Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dengan pola selaras parsial.
14
2.2. Etika Pelaksanaan Pemugaran
Selain aturan yang sudah tercantum dalam undang-undang, terdapat etika yang harus
diperhatikan dalam kegiatan pelestarian Cagar Budaya antara lain:
1. Etika terhadap pelaksanaan pengembangan Cagar Budaya:
a. Berpegang teguh pada kaidah ilmiah dalam melakukan penelitian Cagar Budaya
b. Melaksanakan penelitian Cagar Budaya dengan tuntas
c. Melaksanakan Adaptasi bangunan atau struktur Cagar Budaya dengan memperhatikan
prinsip-prinsip keselamatan dan keamanan, otentisitas, kelangkaan, dan sifat materi
pengganti
d. Melaksanakan Revitalisasi situs dan kawasan Cagar Budaya dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat sekitar serta menetapkan batas situs dan kawasan dengan sangat
hati-hati.
2. Etika terhadap pelaksanaan Pemanfaatan Cagar Budaya:
a. Melaksanakan Pemanfaatan Cagar Budaya dengan memperhatikan latar belakang
budaya, agama, dan sosial masyarakat
b. Memberikan pelayanan prima kepada stakeholders
c. Menyampaikan informasi dengan standar kedalaman analisis tertentu
d. Menyampaikan informasi dengan jujur dan bebas plagiarisme
e. Menyampaikan informasi yang telah melalui verifikasi ilmiah
f. Dapat menentukan strategi penyampaian informasi yang tidak menyebabkan kehebohan
masyarakat untuk mencari calon atau Cagar Budaya.
15
BAB III
PROSEDUR PEMUGARAN CAGAR BUDAYA
16
h. Hasil pennjauan lapangan dan dokumen pendukung lainnya akan dibahas oleh Dinas
Kebudayaan (Kundha Kabudayan) beserta Tim Pertimbangan dan Pelestarian Warisan
Budaya (TP2WB) Kota Yogyakarta, Output: telaah teknis.
i. Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY 7 Dewan Pertimbangan dan Pelestarian
Warisan Budaya (DP2WB) akan membahas lebih lanjut, Output: Rekomendasi dan
Arahan.
j. Hasil rekomendasi dan arahan akan disampaikan ke Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) untuk diproses sesuai dengan prosedur
yang ada.
k. Permohonan memperoleh rekomendasi/memperbaiki gambar teknis sesuai arahan yang
diterima.
17
b. Studi Teknis Pemugaran
Studi Teknis Pemugaran merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data teknis
sebagai bahan perencanaan Pemugaran.
Hal-hal yang perlu diidentifikasi dalam Studi Teknis Pemugaran antara lain:
1. Identifikasi dan analisis bidang studi, tenaga ahli, bahan, peralatan, serta sarana, dan
prasarana yang diperlukan untuk melakukan Studi Teknis Pemugaran.
2. Identifikasi kondisi terkini secara arsitektural dan struktur bangunan yang meliputi:
- Jenis kerusakan struktural dan material
- Proses terjadinya kerusakan dan penyebab kerusakan
- Tingkat keparahan kerusakan
3. Identifikasi kondisi terkini terkait arsitektural bangunan yang meliputi:
- Keutuhan dan kelengkapan bagian/elemen/komponen bangunan
- Proses terjadinya kerusakan dan penyebab kerusakan
(hilang/penambahan/pengurangan)
- Tingkat kerusakan (perubahan wujud dan material)
4. Identifikasi analisis kondisi terkini lingkungan Bangunan Cagar Budaya
- Jenis dan kerapatan vegetasi
- Sumber air, sungai, dan permukiman
- Intensitas sinar matahari dan pengaruhnya
- Jumlah curah hujan rata-rata
- Kelembapan udara rata-rata
- Kegiatan pembangunan di sekitar
- Kondisi kerusakan lingkungan fisik
5. Penghitungan volume kerusakan struktural, material, arsitektural, dan lingkungan
6. Penentuan jenis dan volume penanganan dalam pemugaran Bangunan Cagar Budaya
7. Identifikasi dan analisis kebutuhan tenaga ahli pemugaran yang terlibat pemugaran
8. Identifikasi dan analisis kebutuhan bahan, sarana, dan prasarana yang diperlukan dalam
kegiatan pemugaran
9. Perhitungan awal anggaran pemugaran
c. Perencanaan Teknis Pemugaran
Pembuatan rencana teknis detail (DED) yang terdiri dari:
- Gambar teknis
- Spesifikasi teknis
18
- Spesifikasi umum
- Volume pekerjaan
- Anggaran pekerjaan
d. Manajemen
- Struktur organisasi dalam kegiatan pemugaran
- Tenaga ahli yang terlibat
- Bahan (termasuk bahan pengganti) dan peralatan
- Sarana dan prasarana pemugaran
- Sistem jejaring dalam pekerjaan pemugaran
- Peraturan dan pedoman pekerjaan
- Jadwal pelaksanaan
- Sistem pelaporan
- Sistem monitoring
e. Perijinan
Perijinan terkait kegiatan Pemugaran mengikuti peraturan pada masing-masing
daerah.
19
3.2.3 Pasca Pemugaran
Melakukan pendukungan pekerjaan Pasca Pemugaran Bangunan dan/atau Struktur
Cagar Budaya
a. Merapikan lingkungan BSCB:
• Melakukan pembongkaran sarana dan prasarana pemugaran dari lingkungan BSCB.
• Melakukan penataan area kerja pembangunan sarana dan prasarana pengamanan
BSCB pelaksanaannya.
b. Membuat laporan pekerjaan teknis pemugaran
• Melakukan pencatatan, pendokumentasian, pengarsipan seluruh proses pekerjaan
teknis pemugaran harian dan mingguan secara berkesinambungan.
• Mengompilasi catatan pekerjaan teknis pemugaran, berdasarkan jenis pekerjaan.
• Melakukan pembuatan laporan sesuai dengan sistematika yang telah ditetapkan.
c. Melakukan Pengawasan Kegiatan Pemugaran Bangunan dan/atau Struktur Cagar
Budaya
• Melakukan identifikasi permasalahan pelaksanaan pemugaran:
- Mengidentifikasi kompetensi tenaga kerja pemugaran yang terlibat berdasarkan
efektivitas pelaksanaan pekerjaan.
- Mengidentifikasi efektivitas penggunaan metode dan teknik pemugaran.
- Mengidentifikasi efisiensi penjadwalan dan sistem jariangan kerja.
- Mengidentifikasi efektifitas penggunaan peralatan, sarana dan prasarana
pemugaran
• Melakukan analisis permasalahan pelaksanaan pemugaran
- Menganalisis kesesuaian kompetensi tenaga kerja dengan kebutuhan pekerjaan
pemugaran berdasarkan kualitas hasul pemugaran
- Menganalisis keseuaian metode dan teknis pemugaran dengan hasil pemugaran.
- Menganalisis kesesuaian jadwal dan jejaring kerja dengan efisiensi pekerjaan.
- Menganalisis kesesuaian peralatan, sarana, dan prasarana dengan kualitas yang
baik.
• Melakukan perumusan permasalahan pelaksanaan pemugaran
- Merumuskan hasil analisis kesesuaian seluruh aspek dalam pelaksanaan
pemugaran sebagai acuan pelaksanaan pemugaran BSCB
20
- Merumuskan permasalahan sesuai hasil analisis terlaksananya kegiatan sesuai
maksud dan tujuan, prinsip, metode, dan prosedur, serta lingkup kegiatan
pemugaran.
- Merumuskan pemecahan permasalahan dalam pekerjaan pemugaran.
- Merekomendasikan pemecahan permasalahan dan perbaikan kepada pelaksana
pemugaran.
21
BAB IV
Pengumpulan data dilakukan sesuai dengan metode yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu,
observasi dan dokumentasi secara piktorial dan verbal. Data yang terkumpul di lapangan diolah
ke dalam matriks pemugaran dengan poin sebagai berikut.
4.1 Matriks Penilaian Kelayakan
4.2 Matriks Riwayat Sejarah Bangunan/Struktur
4.3 Matriks Pendokumentasian Kondisi Eksisting Per Bangunan/Struktur
4.4 Matriks Identifikasi Keaslian Komponen Bangunan/Struktur
4.5 Matriks Identifikasi Kerusakan dan Rencana Penanganan Kerusakan Komponen
Bangunan/ Struktur
4.6 Matriks Rekonstruksi Pemulihan Komponen Arsitektur Bangunan/Struktur
4.7 Matriks Perubahan dan Penambahan Komponen Bangunan/Struktur
Adapun detail masing-masing matriks dapat dilihat pada lampiran.
22
BAB V
RENCANA PEMUGARAN
23
b. Pendokumentasian
Pendokumentasian terdiri dari tiga jenis dokumentasi; pengukuran bangunan untuk
penggambaran denah terperinci, dokumentasi fotografi setiap komonen bangunan; atap, badan,
kaki, serta pendokumentasian peta lokasi bangunan.
c. Identifikasi
Pada proses pemugaran bangunan terdapat beberapa tahapan identifikasi yang akan
dilakukan, 1) identifikasi bentuk dan pola ruang, 2) identifikasi keaslian bahan dan bentuk
bangunan 3) identifikasi komponen penyusun bangunan bagian atap, badan, dan kaki termasuk
jenis bahan kayu, bata, semen dan genteng yang digunakan, 4) identifikasi kondisi kekuatan
dan kerusakan pada komponen bangunan secara terperinci diuraikan termasuk titik kerusakan
pada komponen berikut jenis kerusakannya. Poin identifikasi kerusakan komponen bangunan
baik struktur permukaan maupun struktur pondasi bawah tanah menjadi penting untuk
dijadikan titik tolak langkah yang akan diambil sebagai upaya pemugaran. 5) identfikasi
ancaman dari luar bangunan baik berupa lingkungan serta iklim mikro atau semi-mikro yang
dapat membawa kerusakan pada bangunan dimasa mendatang.
d. Analisis
Berangkat dari hasil identifikasi, tahapan lanjutan berupa analisis terhadap kegiatan
selanjutnya yang akan dilakukan. Termasuk langkah-langkah sistemik tekait persoalan yang
ditemukan dari tahapan identifikasi. Analisis juga dilakukan terhadap kebutuhan SDM ahli
yang sesuai serta kebutuhan barang, material pendukung, sarana prasarana, dan pembiayaan
lain yang diperlukan dalam pekerjaan. Analisis juga diperlukan untuk mengetahui penyebab
kerusakan dilakukan secara ilmiah melibatkan ilmu biologi, kimia, dan hidrologi. Hal ini
dilakukan agar penyebab kerusakan dapat diidentifikasi dengan tepat, sehingga dapat
memberikan rekomendasi penanganan yang tuntas dan sesuai kondisi.
Mengingat akses jalan yang tidak terlalu lebar (cenderung sempit) dan padat
pelaksana pemugaran menyediakan transportasi dan ruang yang sesuai sehingga
24
kegiatan bongkar muat material tidak mengalami kesulitan, serta tidak
menganggu arus lalu lintas di lingkungan setempat.
25
pemugaran pada
bagunan
3 Arsitek bangunan gedung 1 Identifikasi elemen
arsitektur dan
membuat rancangan
pekerjaan komponen
bangunan serta
melakukan
pertimbangan teknis
terkait material
komponen arsitektur
bangunan.
4 Ahli sipil bangunan gedung 1 Identifikasi daya
kekuatan struktur
pondasi dan
komponen
bangunan.
Evaluasi terhadap
DED, pengecekkan
perubahan biaya
dalam proses
konstruksi dan
membuat rencana
penanganan struktur
bangunan
5 Konservator bangunan Cagar 1 Identifikasi dan
Budaya penanganan
kerusakan material
kayu bangunan
6 Menajemen barang 1 Mengatur dan
merencanakan
sirkulasi material
bahan
26
7 Juru gambar 1 Melakukan
penggambaran,
Pembuatan gambar
kerja shopdrawing
pada saat pra
konstruksi dan
gambar as built
drawing paska
konstruksi.
8 Ahli juru dokumentasi 1 Melakukan
pendokumentasian
berupa foto, vidio,
dan pemetaan
27
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan observasi dan analisis yang dilakukan pada bangunan Rumah Ketandan
Kidul No 17 diketahui bahwa bangunan ini mempunyai karakteristik arsitektur
shophouses atau rumah toko. Bangunan ini memiliki elemen arsitektur Cina dan Eropa.
Karakteristik bangunan juga merupakan nilai penting pada kawasan Pecinan Ketandan
karena bangunan ini berada di sudut jalan, memiliki dua muka (selatan dan timur),
berpotensi sebagai landmark kawasan. Kondisi eksisting bangunan relatif baik dan
telah mengalami pemugaran secara major pada tahun 2020 dan 2021, serta penataan
interior pada tahun 2023. Meski demikian, hasil identifikasi kerusakan memperlihatkan
beberapa komponen dan struktur yang mengalami kerusakan dalam skala kecil hingga
sedang. Selain itu, hasil identifikasi juga memperlihatkan bangunan ini mengalami
tingkat keterancaman yang tinggi, mengingat lokasinya yang berada di tengah
permukiman padat dengan arus lalu lintas tinggi dan jaringan jalan yang sempit.
6.2. Rekomendasi
a. Pemugaran untuk bangunan Rumah Ketandan Kidul No 17 dilakukan dengan proses
Rehabilitasi, yaitu upaya perbaikan dan pemulihan Bangunan Cagar Budaya yang
kegiatannya dititikberatkan pada penanganan yang sifatnya parsial.
b. Proses Rehabilitasi sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan gaya bangunan
Chinese shophouses dengan elemen “air-well” tanpa memerlukan banyak jendela.
Selain itu proses pemugaran pada periode sebelumnya dengan penurunan bubungan
atap dari ketinggian asli untuk alasan pencahayaan dan ventilasi dan menambahkan
jendela-jendela justru bisa menghilangkan karakter shophouses.
c. Perlu dilakukan evaluasi dan monitoring secara berkala pasca pemugaran agar kondisi
bangunan hasil pemugaran dapat terpantau. Evaluasi pemugaran minimal dilakukan
paling lambat 2 (dua) tahun sekali, di luar tindakan pemeliharaan rutin.
d. Perlu dilakukan perencanaan pemanfaatan bangunan pasca pemugaran sesuai dengan
nilai penting, identitas, dan karakteristik bangunan, sehingga pemanfaatan yang
dilakukan dapat meningkatkan nilai bangunan itu sendiri.
28
29
Lampiran 1: Denah dan Foto
30
Ruang B: Ruang tengah
31
Ruang D: Lorong
32
Ruang E: Toilet
33
Ruang F: Sumuran
34
Ruang G: Gudang
35
Ruang H: Ruang terbuka di lantai 2
36
Ruang I: Ruang displai
37
Ruang J: Loteng
38
39
Ruang L: Ruang displai
40
Ruang M: Ruang displai
41
Ruang N: Ruang displai
42
Ruang O: Ruang displai
43
Ruang P: Balkon
44
Lampiran 2: Rancangan Anggaran Biaya (RAB)
REKAPITULASI
TAHUN : 2023
MATA PEMBAYARAN
I UMUM
Rp 5.000.000,00
Asuransi dan
C Rp 2.000.000,00
Perizinan
Personel
D Keselamatan Rp 4.000.000,00
Konstruksi
45
E Fasilitas Sarana dan Prasarana Kesehatan Rp 2.000.000,00
F Rambu-Rambu Rp 2.700.000,00
Rp 15.200.000,00
MATA PEMBAYARAN
III UTAMA
PEKERJAAN
A Rp 20.000.000,00
PEMBONGKARAN
PEKERJAAN PENUTUP
H Rp 7.500.000,00
LANTAI
PEKERJAAN
I Rp 10.000.000,00
KONSERVASI
PEKERJAAN
J Rp 30.000.000,00
PENGECATAN
46
PEKERJAAN
K Rp 35.000.000,00
DRAINASE
Rp 437.500.000,00
MATA PEMBAYARAN
IV LAIN-LAIN
PEKERJAAN
A PELINDUNG Rp 5.000.000,00
DINDING
PEKERJAAN
B Rp 15.000.000,00
INSTALASI LISTRIK
PENGATAPAN
C Rp 5.000.000,00
SEMENTARA
Rp 25.000.000,00
JUMLAH (A + B) Rp 482.700.000,00
JUMLAH Rp 535.797.000,00
TERBILANG
Lima Ratus Tiga Puluh Lima Juta Tujuh Ratus Sembilan Puluh Tujuh Ribu Rupiah
47
Referensi:
Undang-undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
Lim, Jon S.H. The ”Shophouse Rafflesia”: An Outline of Its Malaysian Pedigree and
Its Subsequent Diffusion in Asia. Journal of the Malaysian Branch of the Royal
Asiatic Society, 1993, Vol. 66, No. 1 (264) (1993), pp. 47-66.
48
LAMPIRAN III
MATRIKS PEMUGARAN
A. INFORMASI UMUM
1 Nama warisan Budaya dan Cagar Budaya Rumah Jalan Ketandan Kidul
Nomor 17 Yogyakarta
2 Jumlah seluruh bangunan/struktur dalam komplek 1 bangunan 2 atap
3 Jumlah bangunan/struktur dalam kompleks sasaran 1 bangunan 2 atap
perencanaan
4 Jenis bangunan/struktur dalam komplek sasaran rumah-toko (shophouse) dua
perencanaan lantai tipikal arsitektur China.
Bangunan ini terdiri dari dua
unit dan area ruang terbuka
(air-well/ courtyard) di antara
kedua bangunan, yang ada
dalam kaveling seluas 457,71
m2 dan masing-masing
bangunan memiliki dua lantai.
5 Nama bangunan/struktur Rumah Jalan Ketandan Kidul
Nomor 17
6 Nama Petugas Observasi Kelompok 4
7 Metode observasi Wawancara, pengambilan foto
8 Alat observasi Kamera, meteran
9 Tanggal observasi 11 April 2023
Sejarah pendirian Tahun pendirian Tidak diketahui dengan pasti, tapi Bangunan Rumah
bangunan/struktur Jalan Ketandan Kidul No.17 ini sudah tergambar
pada Peta Yogyakarta tahun 1925 “Jogjakarta en
Omstreken”
Tokoh pendirian Pada mulanya kawasan ini adalah tempat bermukim
para penarik pajak (yang ditugaskan oleh Sultan)
dan kerabatnya
Uraian sejarah Merupakan bangunan rumah-toko yang lazim
pendirian berdiri di Pecinan. Diberlakukannya wijkenstelsel
pada tahun 1841 menghasilkan segregasi
permukiman penduduk kota berdasarkan etnis
berupa Golongan Belanda/Eropa, golongan Timur
Asing (Cina, Arab, dan India), dan golongan
Pribumi. Melalui undang-undang ini penduduk
China bermukim hanya di wilayah khusus dan
terpisah dari kelompok etnis lain
Ket. Lainnya
Peristiwa dan tokoh Waktu peristiwa Abad ke-20 sampai ke-21 Masehi
sejarah penting yang berlangsung
terkait
Tokoh sejarah terkait Tidak diketahui
Uraian peristiwa Bangunan ini sempat menjadi toko emas “Kendil”
sejarah terkait selama dua generasi, kemudian menjadi toko
elektronik selama 14 tahun. Kemudian, terakhir
menjadi warung kelontong. Mengalami renovasi
dan perubahan akibat peristiwa gempa bumi
Yogyakarta 27 Mei 2006.
Ket. Lainnya
A. Informasi Umum
LUAS 457,71 m2
KET. LAINNYA
KET. LAINNYA
2. IDENTIFIKASI GOLONGAN
BANGUNAN/STRUKTUR
3. GAYA ARSITEKTUR Gaya arsitektur China
BANGUNAN/STRUKTUR
4. JENIS ATAP BANGUNAN
UKURAN KOMPONEN
FUNGSI
FUNGSI
FUNGSI
FUNGSI
FUNGSI Toilet
DESKRIPSI SINGKAT Ruang berdenah asimetris yang berbentuk segi
empat. Ruang terbagi menjadi tiga bagian
dengan dua bagian di sisi barat dan timur yang
difungsikan sebagai toilet dan bagian tengah
sebagai akses masuk.
KET. LAINNYA
NAMA RUANG G
UKURAN RUANG
FUNGSI
DESKRIPSI MASING-MASING BAGIAN/RUANG
BANGUNAN/STRUKTUR DESKRIPSI SINGKAT Ruang berdenah asimetris dengan satu akses
pintu di sisi utara.
KET. LAINNYA
FUNGSI
DESKRIPSI SINGKAT Ruang memiliki tiga akses pintu yang terdiri dari
satu pintu di sisi timur yang terhubung dengan
ruang E, satu pintu di sisi selatan yang terhubung
dengan ruang G, dan satu pintu di sisi barat yang
terhubung dengan ruang I. Terdapat dua jendela
yang terletak di sisi utara dan komponen
tambahan berupa sumur berbentuk setengah
lingkaran di sisi barat.
KET. LAINNYA
NAMA RUANG L
UKURAN RUANG
FUNGSI
FUNGSI
DESKRIPSI SINGKAT Ruangan memiliki denah asimetris yang semakin
menyempit di sisi barat. Memiliki 1 pintu di sisi
utara dan 1 jendela di sisi utara.
KET. LAINNYA
FUNGSI
KET. LAINNYA
TEKNIK PENGERJAAN
UKURAN ORNAMEN
KET. LAINNYA
KET. LAINNYA
KET. LAINNYA
KET. LAINNYA
KET. LAINNYA
KET. LAINNYA
4.4 MATRIKS IDENTIFIKASI KEASLIAN KOMPONEN BANGUNAN
A. INFORMASI UMUM
1. NAMA WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA Rumah Jalan Ketandan Kidul No. 17, Yogyakarta
2. JUMLAH SELURUH BANGUNAN/STRUKTUR DALAM 1 (satu)
KOMPLEKS
3. JUMLAH BANGUNAN/STRUKTUR DALAM KOMPLEK 1 (satu)
SASARAN PERENCANAAN
4. JENIS BANGUNAN/STRUKTUR DALAM KOMPLEK Rumah arsitektur Cina (shophouse/ruko)
SASARAN PERENCANAAN
5. NAMA BANGUNAN/STRUKTUR Ketandan 17
6. NAMA PETUGAS OBSERVASI Imam Marco
7. METODE OBSERVASI Wawancara, Pengukuran, dan Penga,bilan Gambar
8. ALAT OBSERVASI Meteran, ATK, dan senter
9. TANGGAL OBSERVASI 11 April 2023
B. BAGIAN KAKI
Komponen Aspek Keaslian Ket. Foto
Nama Kode Bentuk Bahan Tata Letak Teknik Bobot
Asli Berubah Baru Asli Berubah Baru Asli Berubah Baru Asli Berubah Baru Keaslian
Lantai L1 11 5 11 5 12 4 16 50/64 Ruang A, D,
E, F, H, dan
K
mengalami
renovasi
Pondasi PT1 2 2 2 2 8/8
tiang
Rel besi RB1 2 2 2 2 8/8
Tegel TL 11 1 3 11 4 11 1 3 11 4 44/60 Ruang B, C,
lantai D, G, H, I, L,
M, N, O,
dan P masih
asli
sedangkan
ruang A, E,
F, dan K
mengalami
penggantian
tegel
Lubang LA 20 20 20 20 0/80
Akses
Sumur S1 1 1 1 1 4/4
C. BAGIAN BADAN
Komponen Aspek Keaslian Ket. Fot
Nama Bentuk Bahan Tata Letak Teknik o
Kod Asl Beruba Bar Asl Beruba Bar Asl Beruba Bar Asl Beruba Bar Bobot
e i h u i h u i h u i h u Keaslia
n
Dinding 16 9 7 9 7 9 7 43/64 DInding dari
ruang A, D, E, H,
J, K, dan M
mengalami
penambahan
bagian
Pintu Kayu PK 6 13 6 13 6 13 6 13 24/76
Grendel GP 3 1 51 3 52 3 52 3 52 6/12
Jendela J 3 12 3 12 3 12 3 12 12/60 Ventilasi
ditutupi kaca
untuk
mengakomodas
i penggunaan
AC
Ventilasi VU 1 3 1 1 3 1 1 3 1 1 3 1 4/20
Udara
Sekat SPR1 2 2 2 2 0/8
Pemisah
Ruangan
Railing Besi RB2 12 12 12 12 0/48
Tombol TL 17 17 17 17 0/68
Lampu
Saklar SL 19 19 19 19 19/76
Lampu
Stop SK 14 14 14 14 14/56
Kontak
Air AC 8 8 8 8 0/32
Conditione
r
Tower Air TA2 1 1 1 1 0/1
D. BAGIAN KEPALA
Komponen Aspek Keaslian Bobot Ket. Foto
Nama Kode Bentuk Bahan Tata Letak Teknik Keaslian
Asli Berubah Baru Asli Berubah Baru Asli Berubah Baru Asli Berubah Baru
Langit- LL 3 3 3 3 12/ Langit-
langit langit
bovan
dibedakan
dengan
langit-
langit
triplek
Atap ARB2 1 1 1 1 0/4
Rangka
Baja
Genteng GTL 2 2 2 2 6/8
Tanah
Liat
4.5. MATRIK IDENTIFIKASI KERUSAKAN DAN RENCANA PENANGANAN KERUSAKAN KOMPONEN BANGUNAN/STRUKTUR
A. Informasi Umum
INFORMASI UMUM
1 Nama Warisan Budaya Rumah Jalan Ketandan Kidul No. 17 Yogyakarta
dan Cagar Budaya
2 Jumlah Seluruh 2
Bangunan/ Struktur
dalam Komplek
3 Jumlah Bangunan/ 2
Struktur dalam Komplek
Sasaran Perencanaan
4 Jenis Bangunan/ 1. Tipe Rumah Toko
Struktur dalam Komplek 2.
Sasaran Perencanan
5 Nama Bangunan Rumah Toko Jalan Ketandan
Struktur
6 Nama Petugas Persha Azizan Hakima
Observasi
7 Metode Observasi Wawancara dengan juru pelihara (Sahril) dan pengamatan
langsung ke situsm pengambilan foto
8 Alat Observasi Kamera, meteran
9 Tanggal Observasi 11 April 2023
NAMA KODE BAHAN BENTUK LETAK NAMA KODE BAHAN BENTUK LETAK
Pintu geser besi persegi sebelah timur Pelepasan pintu Tembok bata Bata & Sebelah
Panjang ruang geser yang semen? timur
resepsionis? kemudian diganti
dengan
pembangunan
tembok bata
Rolling door alumunium Sebelah utara Pelepasan pintu Tembok bata Bata & Sebelah
ruang geser yang semen utara
resepsionis? kemudian diganti
dengan
pembangunan
tembok bata