Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan
perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan
kelestariannya.
Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi dan
Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian.
PENDANAAN
(1) Pendanaan pelestarian Cagar Budaya menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah dan masyarakat.
(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
b. hasil pemanfaatan Cagar Budaya; dan/atau
c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran untuk Pelestarian Cagar Budaya dengan memperhatikan prinsip proporsional.
HAK GUNA LAHAN DAN BANGUNAN
1. Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No 9 Tahun 1965 menegaskan bahwa tanah-tanah
yang dikuasai oleh instansi dengan Hak Penguasaan (Hak Beheer), sejak tanggal 24 September 1960 dikonversi menjadi Hak Pakai dan Hak
Penggelolaan.
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1979. Pasal 6 Keputusan Presiden Republik Indonesi Nomor 32 Tahun 1979
menegaskan bahwa tanah kekayaan Negara yang dimiliki oleh Perusahaan Milik Negara, Perusahaan Milik Daerah Serta BadanBadan Milik
Negara diberi pembaharuan hak atas tanah tersebut tetap atas nama yang bersangkutan, tidak boleh disertipikatkan atas nama pihak lain,
sebelum mendapat izin terlebih dahulu dari Presiden melalui Menteri Keuangan.
3. Surat Menteri Keuangan Nomor :S -1069/MK.03/1990 Menteri Keuangan dengan surat Nomor :S.1069/MK.03/1990 tanggal 4 September
Tahun 1990 meminta kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk mengambil langkah-langkah terhadap tanah yang terkena
Keputusan Presiden Republik Indonesia No 32 Tahun 1979 antara lain:
a. Tetap memantapkan statusnya sebagai Milik Negara dengan memberikan hak kembali kepada BUMN, BUMD atau BadanBadan Negara
yang bersangkutan.
b. Tidak menerbitkan sertipikat kepada pihak lain sebelum mendapat izin terlebih dahulu dari Menteri Keuangan
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 06 TAHUN 2009 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN LUMAJANG
( 2 ) Konservasi rel mati pada ruas-ruas yang potensial seperti dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. Jalur Klakah – Lumajang – Pasirian;
b. Jalur Lumajang – Yosowilangun.
Studi Komparasi
1. Revitalisasi Bangunan Heritage Menjadi Galeri dan Restoran di Surabaya Dengan Konsep Oud voor Millenial
Stasiun Lumajang adalah stasiun kereta api nonaktif yang terletak di Tompokersan,
Lumajang, Lumajang. Stasiun berketinggian +51 m ini termasuk dalam Wilayah Aset IX Jember.
Dahulu stasiun ini merupakan stasiun yang terbesar dan terpenting di jalur kereta api
Klakah ke Pasirian dan ke Rambipuji lewat Balung. Stasiun ini dibuka bersamaan dengan
peresmian jalur kereta api Klakah – Lumajang – Pasirian pada tanggal 16 Mei 1896. Karena
kalah bersaing dengan mobil pribadi dan angkutan umum, semua jalur di wilayah Lumajang
sampai Balung–Rambipuji beserta stasiun dan seluruh layanan di jalur ini ditutup semenjak 1
Februari 1988.
Kompleks stasiun ini kini telah berubah menjadi berbagai tempat usaha dan juga rumah u
tinggal. Bangunan utama stasiun pun telah lama dijadikan sebagai lokasi pergudangan, warung-
warung makan, pasar pisang, dan lain-lain. Sementara itu, jalur-jalur rel, sistem wesel, dan
persinyalannya telah dibongkar semua. Pada masa lalu, Stasiun Lumajang merupakan stasiun
persilangan yang cukup sibuk; melayani hampir 300.000 penumpang pertahun dan
pengangkutan barang hingga lebih dari 23 ribu ton di antara tahun 1950-1953.
Dari arah Probolinggo, stasiun ini terhubung dengan jalur kereta api Klakah-Lumajang.
Kemudian dari sini jalur kereta api bercabang dua, yakni menjadi jalur kereta api Lumajang-
Pasirian dan jalur kereta api Lumajang-Balung. Jalur yang terakhir ini seterusnya terhubung ke
Stasiun Rambipuji. Pada saat ini ketiga jalur kereta api tersebut telah ditutup semua.
Menurut PERDA Kab. Lumajang Nomor 2 tahun 2014, banunan ini berpotensi menjadi
bangunan cagar Budaya tetapi kini tidak terawat. bangunan ini memiliki nilai historis yang tinggi
karena menjadi salah satu faktor tumbuhnya perekonomian dan tata kota kawasannya yaitu
pada masa awal perkembangan transportasi di kota Lumajang.
Lokasi dan Data Fisik 2013
• Berada di pusat kota Lumajang, berjarak 100 meter dari jalan poros utama kota. Kondisi Pintu di sisi utara Pojok tenggara, dengan jendela tua
sekitar bangunan kini telah menjadi pertokoan serta tepat menempel di badan timur
bangunan berupa kuliner dan perdagangan. Kepemilikan lahan bangunan saat ini masih
dimiliki oleh KAI. Saat ini bangunan disewa swasta sebagai tempat usaha bongkar muat
& ekspedisi,khususnya area peron. Sedangkan bagian kantor digunakan sebagai sarang
burung wallet.
• Bangunan mmiliki ciri khas bangunan kolonial dengan spasial yang didominasi oleh
ruang-ruang yang disusun linier sehingga memiliki kesan horizontal yang kuat yang
merupakan karaketristik denah bangunan kolonial.
• Kolom struktur yang digunakan pada bangunan ini juga masih menggunakan material
bata sehingga kolom memiliki dimensi yang besar. Dinding pemikul yang tebal masih
menjadi karakter bangunan colonial. Pojok tenggara Pasar pisang di sisi timur
Eksisting
2021
Kondisi sekitar bangunan eks. Stasiun
telah tertutupi oleh massa gudang dari
Perusahan ekspesisi. Sehingga fasad
dari stasiun baik kantor maupun peron
sulit dijangkau oleh penglhihatan mata
manusia
Perubahan Kawasan
Jalur Kereta Api
1
Stasiun Lumajang berdampingan
dengan Psuat Jajanan Rakyat(PJR)
2
Selatan stasiun adalah pasar
senggol. Jalur rel kereta api kini
telah tertutup aspal jalan dan
menjadi pusat pertokoan
kelontong.
3
Selatan pasar Senggol, yaitu jl.
Kyai. Muksin. Jalur kereta api
menjadi kawasan hunian
sederhana dengan tipikal hunian
permanen. Hunian
membenteang sepanjang jalur rel
kereta api.
4
Perlintasan kereta api jl.
Panjaitan. Selatan perlintasan ini
terdapat cabangjalur kereta api.
Jalur biru jalur Lumajang –
Yosowilangun. Jalur merah
Lumajag – Pasrian. Pada
perlintasan ini jalur kereta api
justru menjadi jalan masuk
menuju kompleks perumahan
menengah.
Karakter Spasial
Fungsi Ruang
Terjadi perubahan fungsi ruang tetapi tidak merubah karakter bangunan. Data fungsi
ruang pada saat beroperasi, massa bangunan terdiri dari:
• Ruang Tunggu
• Kantor PPKA
• Kantor kepala stasiun
• Kantor ekspedisi
• Ruang sinyal
• Kedai
• Ruang tunggu koridor
Saat ini massa bangunan utama digunakan sebagai sarang burung wallet.
Terdapat massa tambahan pada sisi barat ruang kedai kopi yang digunakan sebagai gudang
ekspedisi. Tindakan Pelestariannya adalah Rehabilitasi.
Hubungan Ruang
Hubungan ruang yang tidak lagi dapat diterapkan. Adanya penutupan ruang
menjadi tidak terdapat alur sirkulasi sehingga tidak terdapat hubungan ruang.
Satu ruang yang masih dapat terhubung adalah kedai yang sudah berdiri sejak
1962-an. hubungan kedai bukan ke dalam peron melainkan menuju ke sisi timur
massa bangunan kantor. Ruang ini telah tertutup pada sisi barat oleh
penambahan ruang gudang ekspedisi.
Alur Sirkulasi
Orientasi Ruang
Orientasi pada ruang-ruang bangunan ke arah barat, yaitu peron kererta api. Hal ini masih
Dapat dijumpai dari letak pintu dan jendela yang kini sudah mati. Pada orientasi ruang
kedai Kopi kini ke arah timur.
Karakter Visual Bangunan
Massa Bangunan
Bangunan mmiliki ciri khas bangunan kolonial dengan spasial yang didominasi
oleh ruang-ruang yang disusun linier, ruang yang tinggi, serta elemen struktur
yang terekspose seperti kolom bangunan.
Kondisi eksisting:
• Bagian timur sudah tidak Nampak fasad bangunan dikarenakan
pembangunan bangunan baru berupa pertokoan dan warung menempel
pada dinding.
• Pada sisi barat bangunan tertutup oleh parkir kendaraan berat serta terdapat
element perkerasan guna kepentingan bongkar muat. Sehingga ketinggian
bangunan kini rata. Tidak terdapat beda ketinggian antara peron kereta
dengan ruang tunggu.
Penggunaan Eks. Stasiun Kota Lumajang lebih baik tidak disewakan untuk perusahan swasta khususnya usaha
ekspedisi barang berat. Aktifitas bongkar muat berpotensi merusak elemen bangunan dan merubah karakter.
Saran dengan alih fungsi foodcourt, hal ini sesuai dengan kondisi lingkungan sebagai Pusat Jajanan Rakyaat (PJR) kota
Lumajang.