Anda di halaman 1dari 16

Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Perkembangan Karakteristik Arsitektural Masjid Agung


Bandung 1810 – 1955
Esti Istiqomah(1), Bambang Setia Budi(2)
(1)
Mahasiswa Program Magister, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.
(2)
Asisten Profesor, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.

Abstrak

Masjid Agung Bandung, sejak berdiri pada awal abad ke-19, telah mengalami perubahan berkali-
kali. Perkembangan karakteristik arsitektural masjid pada masa kolonial Belanda memperlihatkan
ciri-ciri yang serupa dengan masjid-masjid agung di Priangan lainnya dibandingkan dengan masa
setelah kemerdekaan. Walaupun demikian, terdapat pula perubahan-perubahan yang
membedakannya dari masjid-masjid di Priangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik arsitektural masjid, perkembangannya, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
masa tersebut. Studi karakteristik arsitektural dilakukan melalui foto/lukisan yang dibuat antara
tahun 1810 – 1955 yang selanjutnya dikelompokkan berdasarkan tahap perkembangan masjid.
Foto/lukisan tersebut kemudian disketsa ulang untuk menonjolkan variabel yang akan diteliti,
yaitu massa, ruang, atap, kolom, bukaan, tangga, dan pagar. Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa masjid bukan merupakan bangunan yang statis atau dikonservasi bentuk fisiknya oleh
para pengguna maupun pemegang keputusan, melainkan bangunan yang senantiasa berubah
sesuai perkembangan zaman. Perubahan-perubahan besar Masjid Agung Bandung antara tahun
1810 – 1955 terlihat pada tahun 1890, 1925, dan saat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika
tahun 1955.

Kata-kunci : arsitektural, Bandung, karakteristik, kolonial, masjid

Pendahuluan kemerdekaan RI. Pada masa kolonial, Masjid


Agung Bandung memiliki ciri-ciri yang serupa
Masjid Agung Bandung telah berdiri selama dengan masjid-masjid agung di Priangan,
kurang lebih dua abad hingga saat ini. Dalam seperti di Manonjaya dan Sumedang. Ciri-ciri
kurun waktu tersebut, masjid telah mengalami tersebut di antaranya adalah terdapatnya atap
banyak renovasi besar, sekitar tujuh hingga tumpang tiga dan kolom-kolom yang
delapan kali. Seiring dengan hal tersebut, mengelilingi selasar masjid. Sementara pada
karakteristik arsitektural masjid pun telah masa setelah kemerdekaan, renovasi-renovasi
mengalami perubahan berkali-kali. Fenomena yang dilakukan merubah karakteristik masjid
ini berbeda dengan yang terjadi pada jauh dari ciri-ciri masjid di Priangan tersebut,
bangunan religius lainnya, seperti gereja dan dimulai dari renovasi tahun 1955. Oleh sebab
candi, yang cenderung mempertahankan itu, karakteristik arsitektural Masjid Agung
bentuk fisiknya. Bandung antara tahun 1810 – 1955 akan dikaji
dalam peneilitian ini. Selain itu, peristiwa-
Dalam kurun waktu tersebut, perkembangan peristiwa yang terjadi di Hindia Belanda pun
karakteristik Masjid Agung Bandung pada akan dipaparkan dalam penelitian sebagai
masa kolonial Belanda terlihat berbeda gambaran konteks perkembangan masjid.
dibandingkan dengan masa setelah

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 34


Perkembangan Karakteristik Arsitektural Masjid Agung Bandung 1810 – 1955

Salah satu kajian Masjid Agung Bandung karakteristik arsitektural Masjid Agung
adalah skripsi Adriansyah Pribadi (2006) yang Bandung, sebagai salah satu masjid yang
berjudul “Kajian Transformasi Desain berada di Priangan, melalui elemen-elemen
Arsitektur Masjid Raya Bandung”. Skripsi bangunannya. Penelitian juga dimaksudkan
tersebut membahas tentang sejarah untuk memetakan perkembangan masjid
perkembangan Masjid Agung Bandung dari antara tahun 1810 – 1955. Hasil kajian
awal abad ke-20, tepatnya sekitar tahun 1920, diharapkan dapat memberikan kontribusi
hingga tahun 2001. Di dalamnya, dibahas terhadap pengetahuan mengenai keragaman
perubahan yang terjadi pada massa, atap, karakteristik masjid-masjid di Nusantara dan
denah, dan menara masjid dengan menandai karakter perkembangan bangunan masjid.
foto dan membuat model gambar tiruannya.
Skripsi tersebut pun memaparkan bentuk- Metode
bentuk yang mungkin memengaruhi wujud
fisik masjid, baik dari dalam, maupun luar Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Nusantara. Metode yang digunakan lebih spesifiknya
merupakan metode sejarah. Metode sejarah
Kajian lain yang berkaitan dengan Masjid terdiri dari tahap pencarian data, kritik data,
Agung Bandung adalah skripsi Ima Mariah interpretasi temuan, dan penulisan sejarah1.
(2011) yang berjudul “Masjid Agung Bandung; Metode sejarah sangat menekankan
Sejarah dan Kedudukannya sebagai Simbol pentingnya kritik data atau sumber, baik dari
Kota Lama”. Skripsi tersebut membahas sisi fisik, maupun dari isi data.
tentang sejarah dan keterkaitan Masjid Agung
Bandung dengan masyarakat sebagai simbol Metode Pengumpulan Data
kota. Metode yang dilakukan meliputi tahap
Jejak perkembangan Masjid Agung Bandung
heuristik atau pengumpulan sumber, kritik
antara tahun 1810 – 1955 sudah tidak dapat
sumber, interpretasi sumber, dan historiografi
diamati lagi di lapangan akibat banyaknya
atau penulisan hasil penelitian.
perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, studi
Dalam penelitian ini, karakteristik elemen- karakteristik arsitektural masjid dilakukan
elemen masjid akan dibahas lebih dalam, melalui dokumentasi yang dibuat antara tahun
dengan jangka waktu perkembangan yang 1810 – 1955. Dokumentasi yang digunakan
lebih pendek untuk mempersempit banyaknya berbentuk lukisan maupun foto (Tabel.1).
pengaruh perubahan masjid. Dilihat dari Data-data tersebut sebagian besar diperoleh
massa masjid secara umum dan dari elemen- dari KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-,
elemen bangunannya, Masjid Agung Bandung Land-, en Volkenkunde) yang merupakan
pada masa kolonial memiliki kemiripan ciri institusi Kerajaan Belanda untuk studi Asia
dengan masjid-masjid di Piangan lainnya. Tenggara dan Karibia. Terdapat pula foto yang
Masjid pun berkembang pada masa tersebut diperoleh dari Tropen Museum melaui
seiring dengan peristiwa-peristiwa sejarah. wikimedia, majalah “Masdjid dan Makam
Dari perkembangannya tersebut, masjid Doenia Islam”, serta Buku “Ramadhan di
memiliki karakter yang berbeda dari Priangan” karya Haryoto Kunto.
bangunan-bangunan religius lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat

35 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013


Esti Istiqomah

Tabel 1. Foto/Lukisan Masjid Agung Bandung yang Dibuat Tahun 1810 – 1955

Foto

Tahun 1852 1880 1880 – 19202 c. 1890


Fotografer
W. Spreat Woodbury & Page Tropen Museum A.E.F. Muntz
/Kolektor
Sumber Ramadhan di Priangan KITLV wikimedia KITLV

Foto

Tahun 1901 – 1902 c. 1910 c. 1915 1920


Fotografer
A.E.F. Muntz Th. Weissenborn Grote Markt / Den Haag B. Coops
/Kolektor
Sumber KITLV KITLV KITLV KITLV

Foto

Tahun c. 1920 1920 – 19323 c. 1925 c. 1925


Fotografer H. Marechal, H.L.M. G.F.J. Bley, Tropen
Foltynski tidak diketahui
/Kolektor Holffschlag Museum
Sumber KITLV wikimedia KITLV KITLV

Foto

Tahun tidak diketahui 1927 1929 1929


Fotografer v.P.J. Boudewijn, Dr. W.G.N. van der Dr. W.G.N. van der
tidak diketahui
/Kolektor Antiquariaat Minerva Sleen, Tropen Museum Sleen
Masdjid dan Makam
Sumber KITLV wikimedia napakmasigit
Doenia Islam (1927)

Foto

Tahun 1933 1948 1950 1955


Fotografer G.F.J. Bley, Tropen
tidak diketahui G. van de Laak tidak diketahui
/Kolektor Museum
Sumber tyawar.multiply KITLV wikimedia Ramadhan di Priangan

Metode Analisis Data tahap perubahan karakteristik masjid yang


dapat terbaca. Karakteristik arsitektural dari
Foto dan lukisan yang berhasil didapat masing-masing tahap kemudian disketsa ulang
selanjutnya dikelompokkan ke dalam tahap- dari foto/lukisan. Hal tersebut dilakukan untuk

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 36


Perkembangan Karakteristik Arsitektural Masjid Agung Bandung 1810 – 1955

memperjelas variabel-variabel yang akan dilatarbelakangi oleh perintah Gubernur


dianalisis, sehingga fokus terarah pada Jenderal Hindia Belanda, Daendels (1808 –
variabel-variabel tersebut. Sketsa ulang 1811), agar ibu kota Kabupaten Bandung
dilakukan dengan membuat garis-garis outline dipindahkan ke dekat Jalan Raya Pos (Groote
dari foto/lukisan, maupun dengan membuat Postweg) buatannya6. Setelah pemerintahan
rekaan garis yang tidak begitu terlihat. Daendels, Bandung dan wilayah Hindia
Belanda lainnya sempat berada di bawah
Untuk menentukan variabel penelitian, pemerintahan kolonial penyelang dari Inggris
dilakukan kajian literatur mengenai pimpinan Raffles (1811 – 1816), sebelum
karakteristik arsitektural dan masjid lama di akhirnya kembali ke tangan Belanda.
Nusantara. Kajian karakteristik arsitektural Pemetaan perkembangan masjid dan
mengacu pada tulisan Sagsoz, Tuluk, Ozgen peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
(2005), Buyukkilic, Hamamcioglu-Turan, dan perkembangan tersebut dapat dilihat dalam
Kul (2011), dan Meiss (1990)4. Sementara Diagram 1.
kajian masjid lama di Nusantara mengacu
pada tulisan Frishman (1994), Aboebakar Bandung ditetapkan sebagai ibu kota
(1955), dan Budi (2004)5. Keresidenan Priangan tahun 18647. Priangan
merupakan sebutan untuk bekas wilayah
Berdasarkan kajian-kajian tersebut dan Kerajaan Sunda Pajajaran yang berada di
ketersediaan data yang dapat dilihat dari foto, bawah kekuasaan Mataram Islam8. Wilayah
ditentukanlah variabel penelitian yang akan tersebut mencakup Kabupaten Sukabumi,
dilihat. Variabel yang akan dianalisis pada Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut,
setiap tahap perkembangan masjid adalah Tasikmalaya, dan Ciamis9. Masjid Agung
massa, ruang, kolom, atap, bukaan, tangga, Bandung pada masa kolonial memiliki ciri-ciri
dan pagar. Variabel-variabel tersebut fisik yang menyerupai masjid agung di ibu
dijabarkan berdasarkan jenis, bentuk, jumlah, kota – ibu kota kabupaten tersebut.
letak, kesimetrisan, orientasi, gaya, dan
materialnya. Walaupun demikian, penjabaran
masing-masing variabel terbatas pada apa
yang ditampilkan foto dan lukisan.
Foto/lukisan yang didapat seluruhnya hanya
menampilkan bagian eksterior masjid dan
sebagian besar memperlihatkan sisi depan
masjid. Masing-masing variabel tersebut
selanjutnya dikomparasikan berdasarkan
tahap-tahap perkembangan masjid. Peristiwa-
peristiwa yang terjadi di Bandung, Priangan,
maupun Hindia Belanda pada masing-masing
tahap perkembangan masjid pun dikaji untuk
menyediakan konteks perkembangan masjid.

Perkembangan Masjid Agung Bandung


dan Peristiwa-peristiwa yang Terjadi
pada Masa Tersebut

Bandung merupakan salah satu kota yang Gambar 1. Peta Negorij Bandong tahun 1825 yang
memiliki peran penting pada masa kolonial. memperlihatkan letak masjid agung (G) di tengah
Bandung didirikan tanggal 25 Mei 1810 kota (sumber: modifikasi dari Kunto, 2008).
sebagai ibu kota baru dari Kabupaten Bandung.
Pendirian ibu kota baru tersebut

37 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013


Esti Istiqomah
Masjid agung merupakan masjid yang terletak bilik, atap rumbia, dan dilengkapi dengan
di pusat kota, berdekatan dengan alun-alun10. kolam. Selanjutnya terjadi kebakaran pada

renovasi
masjid setelah
kebakaran

Masjid Agung
Bandung
berdiri

1808 1810 1826 1830 1852 1880 1890 1901 1910 1920 1925 1942 1950 1955

Gubernur Letnan Residen Residen Residen Residen Konferensi


Jenderal Gubernur Priangan Priangan Priangan Priangan Asia
Daendels Raffles Stein- Heijting Bors- Eijken Afrika di
metz13 tevain Bandung
Technische
Regerings- peleburan
Kota Bandung UU Hogeschool, Konferensi
reglement, Gemeente
berdiri Agraria Jaarbeurs Meja Bundar14
BOW didirikan Bandung
Bandung
Javasche Bank kantor
Bandung ibu reorganisasi Agresi Militer
pemerintah
kota Priangan Priangan Belanda I & II
Bandung
Perang jalur RI merdeka
pembentukan
Dipo- Cultuur- kereta
provinsi Pulau
nego- stelsel api Pri- dominasi
Jawa
ro12 angan Jepang
R.A. R.T.M.
R.A.A.
Wiranata- Wiranata-
R.A. Wiranatakusumah II11 Wiranata-
kusumah kusumah
kusumah V
IV VI

Diagram 1. Perubahan Masjid Agung Bandung dan Peristiwa-peristiwa yang Terjadi Tahun 1810 – 1955

Tata pusat Kota Bandung awal terdiri dari tahun 1825. Konstruksi masjid pun mulai
lapangan yang disebut alun-alun yang diganti menjadi kayu secara bertahap dari
ditanami pohon beringin. Alun-alun dikelilingi tahun 182618. Selanjutnya sekitar tahun 1830,
oleh masjid agung di sebelah Barat (Gambar dilaksanakan Sistem Tanam Paksa atau
1.), dan pendopo di sebelah Selatan15. Cultuur-stelsel yang dicetuskan oleh Gubernur
Tatanan tersebut berasal dari pola pusat Kota Jenderal Hindia Belanda, Van den Bosch19.
Cirebon yang diterapkan pada ibu kota
kabupaten-kabupaten di Priangan16. Pada tahun 1852, di bawah pemerintahan
Bupati R.A. Wiranatakusumah IV (1846 –
Masjid Agung Bandung didirikan pada masa 1874), material dinding masjid diganti menjadi
pemerintahan Bupati R.A. Wiranatakusumah II tembok dan atapnya pun diganti dengan
(1794 – 1829). Terdapat dua pendapat genting20 (Gambar 2.). Pada masa tersebut
mengenai waktu pendiriannya, pertama adalah pun regerings-reglement ditetapkan, tepatnya
tanggal 25 September 1810, bersamaan pada tahun 185421. Regerings-reglement berisi
dengan peresmian pendopo, dan kedua adalah pemindahan kekuasaan penanganan daerah
tahun 181217. Masjid pada masa itu berbentuk koloni dari raja kepada dewan negara dan
panggung sederhana dari kolom kayu, dinding gubernur jenderal. Untuk menindaklanjuti hal

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 38


Perkembangan Karakteristik Arsitektural Masjid Agung Bandung 1810 – 1955

tersebut, dibentuk 5 departemen negara di (Gambar 3.). Bentuk atap ini tidak terlihat
bawah gubernur jenderal yang salah satunya pada masjid-masjid agung di Priangan lainnya
adalah Burgerlijke Openbare Werken (BOW) sebagai atap utama.
atau Dinas Pekerjaan Umum pemerintah
kolonial Belanda22.

Terdapat pula peraturan pembangunan masjid


yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda.
Salah satunya tercantum dalam Bijblad op het
Staatsblad van Nederlandsch-Indie nomor
1980. Di dalamnya, pemerintah Belanda
menyatakan “dat alhoewel de Staat, als
zoodanig, zich niet heeft in te laten met den Gambar 3. Masjid Agung Bandung 1890 (sumber:
bouw of de herstelling van Mohamedaansche kitlv.pictura-dp.nl, 2012)
tempels, echter in sommige gevallen daartoe
Pada tahun 1901, terjadi peleburan wilayah
van Landswege tegemoetkoming kan worden
yang disebut Afdeeling Cicalengka ke Bandung
verleend”23. Dari pernyataan tersebut, dapat
dan Limbangan26, atau Garut saat ini.
diketahui pemerintah Belanda memilih untuk
Selanjutnya pada tahun 1903, peraturan
tidak memberikan bantuan dalam
mengenai perubahan administrasi wilayah
pembangunan masjid, kecuali dalam kasus-
jajahan ke arah desentralisasi dikeluarkan.
kasus tertentu.
Peraturan tersebut disusul dengan peraturan
dewan lokal pada tahun 190527. Bandung pun
dijadikan sebagai gementee atau kota otonom
pada tahun 190628.

Gambar 2. Masjid Agung Bandung 1852 (sumber:


Kunto, 1996)
Gambar 4. Masjid Agung Bandung 1910 (sumber:
kitlv.pictura-dp.nl, 2012)
Pada tahun 1870, pemerintah Belanda
menetapkan Undang-undang Agraria24 untuk Pada foto tahun 1910, terlihat bentuk atap
membuka kesempatan bagi usaha swasta masjid yang telah berubah kembali ke bentuk
yang diikuti oleh reorganisasi atau pengaturan tumpang (Gambar 4.). Pada masa tersebut
ulang administrasi wilayah Priangan. Antara mulai terlihat upaya-upaya peningkatan
tahun 1882 hingga 1893, jalur kereta api yang kualitas arsitektur di Hindia Belanda yang
melintasi Priangan, dari Sukabumi hingga sebelumnya dianggap tidak baik. Peningkatan
Ciamis, dibuat. Jalur yang melintasi Kota tersebut dilakukan dengan perekrutan tenaga-
Bandung sendiri dibuat tahun 188425. Pada tenaga profesional. Salah satu contoh hal
masa tersebut, tepatnya tahun 1890, terdapat tersebut adalah pengangkatan insinyur
foto yang memperlihatkan perubahan atap pertama di BOW pada tahun 190929. Terdapat
masjid dari bentuk tumpang ke perisai pula bangunan-bangunan yang dibuat oleh

39 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013


Esti Istiqomah
arsitek-arsitek di luar BOW. Salah satunya
adalah Javasche Bank yang dibangun tahun
1910 oleh Hulswit, Fermont & Cuypers di
Batavia30. Pada tahun 1920, Technische
Hogeschool Bandung rancangan Maclaine Pont,
yang menjadi Institut Teknologi Bandung saat
ini, pun dibuka31. Pada tahun yang sama,
gedung Jaarbeurs di Bandung dirancang oleh
Schoemaker.
Gambar 6. Masjid Agung Bandung 1950 (sumber:
commons.wikimedia.org, 2013)

Tanggal 9 Maret 1942, Belanda menyerah


tanpa syarat kepada Jepang34. Indonesia
selanjutnya merdeka dari Jepang pada tanggal
17 Agustus 1945. Walaupun demikian,
Belanda sempat kembali berusaha menguasai
Indonesia melalui Agresi Militer Belanda I
(1947) dan II (1948). Selanjutnya, pada foto
tahun 1950, terlihat penambahan di bagian
depan serambi dan massa samping kembar
Gambar 5. Masjid Agung Bandung 1925 – 1933 pada masjid (Gambar 6.).
(sumber: Masdjid dan Makam Doenia Islam, 1927)

Pada foto tahun 1925, terlihat penambahan


serambi dan menara kembar pada masjid
(Gambar 5.). Susunan yang terdiri dari massa
utama, serambi, dan menara kembar tersebut
terlihat pula pada masjid-masjid agung di
Priangan, seperti di Cianjur, Garut,
Tasikmalaya, dan Manonjaya. Sebelum itu
pada tahun 1924, gedung pemerintah di
Bandung rancangan Gerber selesai dibuat.
Pembangunan tersebut berhubungan dengan Gambar 7. Masjid Agung Bandung 1955 (sumber:
rencana pemindahan ibu kota Hindia Belanda Kunto, 1996)
dari Batavia ke Bandung yang gagal akibat
krisis ekonomi32. Selanjutnya pada tahun 1926, Setelah terlepas dari gangguan Belanda,
Pulau Jawa dibagi ke dalam 3 provinsi, yaitu Indonesia mengadakan Konferensi Asia Afrika
Jawa Barat, Tengah, dan Timur33. di Bandung pada tahun 1955. Pada tahun
tersebut, terdapat foto yang memperlihatkan
perubahan besar Masjid Agung Bandung,
terutama dengan keberadaan atap kubah
masjid (Gambar 7.). Bentuk masjid tersebut
telah berubah jauh dari karakteristik masjid-
masjid agung lama di Priangan umumnya.
Bentuk atap tersebut kemungkinan besar
terwujud atas prakarsa Presiden Soekarno35.

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 40


Perkembangan Karakteristik Arsitektural Masjid Agung Bandung 1810 – 1955

Analisis Perkembangan Karakteristik berdasarkan tahun pengambilan dokumen


Arsitektural Masjid Agung Bandung (Tabel 2.). Karakteristik massa dianalisis
melalui kesimetrisan serta komposisi massa
Dari foto dan lukisan yang berhasil utama dan massa tambahan. Karakteristik
dikumpulkan, karakter massa, ruang, atap, ruang dianalisis melalui komposisi ruang
kolom, bukaan, tangga, dan pagar yang utama dan ruang tambahan. Karakteristik atap
terlihat dianalisis. Perubahan karakter variabel- dianalisis melalui bentuk, jumlah, dan
variabel tersebut kemudian dipetakan kemiringan atap utama dan tambahan.

1852 1880 1890 1910 1925 1950 1955


Massa
Ruang
Atap
Kolom
Bukaan
Tangga
Pagar

Tabel 2. Perkembangan Karakteristik Arsitektural Masjid Agung Bandung 1852 – 1955

41 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013


Esti Istiqomah
Karakteristik kolom dianalisis melalui gaya, pembagian Pulau Jawa ke dalam 3 provinsi
jenis, bentuk, jumlah, posisi, dan elemen- pada tahun 1926. Masjid-masjid agung di
elemen tambahan yang ada pada kolom. Priangan lainnya, seperti di Garut dan
Karakteristik bukaan dianalisis melalui bentuk, Tasikmalaya, juga menampilkan menara
jenis, posisi, jumlah daun, dan elemen kembar dalam foto yang diambil sekitar tahun
tambahan yang terlihat. Karakteristik tangga 1925.
dianalisis melalui arah hadap, lebar, serta
elemen tambahan yang terdapat pada tangga. Dalam foto tahun 1950, masjid kembali
Karakteristik pagar dianalisis melalui bentuk mendapat tambahan yang menempel dengan
atau motif pagar. massa sebelumnya. Tambahan berupa massa
kembar yang terletak di masing-masing
Massa samping massa utama dan sedikit tonjolan
massa di bagian tengah depan serambi. Tahun
pengambilan foto adalah satu tahun setelah
pelaksanaan Konferensi Meja Bundar.

Pada foto tahun 1955, perkembangan massa


masjid tidak dapat dipetakan dengan jelas,
karena bagian-bagian massa yang ada
sebelumnya sudah tidak dapat diamati lagi
pada foto. Masjid dalam foto tahun 1955
menunjukkan perubahan jauh dari bentuk
masjid-masjid agung di Priangan lainnya.
Perubahan besar ini bersamaan dengan
diadakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung.

Ruang

Gambar 8. Masjid Agung Bandung 1927 (sumber:


kitlv.pictura-dp.nl, 2012) dan sketsa variabel massa
yang menunjukkan kesimetrisan serta konfigurasi
massa utama, serambi, dan menara kembar.

Massa Masjid Agung Bandung pada lukisan


tahun 1852 hanya terdiri dari massa utama.
Bentuknya terlihat simetris dari tampak depan.
Karakter massa tersebut masih terlihat pada
foto tahun 1880, 1890 hingga 1920.
Perubahan-perubahan hanya terjadi pada
tingkat elemen bangunan.

Pada foto tahun 1925, terlihat perubahan


besar pada konfigurasi massa. Walaupun
masih terlihat simetris dari depan, namun
masjid memiliki tambahan serambi di depan
Gambar 9. Masjid Agung Bandung 1920 (sumber:
massa utama dan menara kembar di kitlv.pictura-dp.nl, 2012) dan sketsa variabel ruang
sampingnya. Massa utama, serambi, dan yang menunjukkan ruang utama dikelilingi ruang
menara kembar tersebut dibuat menyatu, selasar.
tidak terpisah (Gambar 8.). Tahun
pengambilan foto berdekatan dengan

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 42


Perkembangan Karakteristik Arsitektural Masjid Agung Bandung 1810 – 1955

Konfigurasi ruang Masjid Agung Bandung pada tiang penyangga. Jarak antar tiang lebih jauh
lukisan tahun 1852 terdiri dari ruang utama pada bukaan bagian bawah. Bentuk atap
dan selasar di depan dan sampingnya. Sejalan tersebut pun terlihat pada foto tahun 1880
dengan perkembangan massa, konfigurasi dengan 2 kemiringan atap pada masing-
ruang tersebut pun terlihat hingga foto tahun masing tumpuk yang terlihat lebih jelas.
1920 (Gambar 9.). Selanjutnya pada foto Masing-masing tumpuk lebih curam di bagian
tahun 1925, masjid mendapat tambahan atas dan lebih landai di bagian bawah.
ruang serambi terbuka di depan massa utama. Penutup atap saat itu terbuat dari genting.
Pada masing-masing samping serambi,
terdapat pula menara yang mewadahi ruang Dalam foto tahun 1890, terlihat perubahan
terbuka. Kemudian pada foto tahun 1950, besar pada bentuk atap. Walaupun masih
ruang terbuka masjid bertambah dengan terdiri dari atap utama, namun atap masjid
terdapatnya massa kembar samping dan terlihat berbentuk perisai sebanyak 3 buah
tonjolan depan serambi. Pada foto tahun 1955, yang berjejer secara paralel. Sisi pendek
terjadi perubahan besar pada konfigurasi ketiga atap tersebut berada di atas entrance,
ruang dengan tidak terlihatnya selasar sedangkan sisi panjangnya menghadap bagian
maupun ruang terbuka lainnya pada masjid. samping masjid. Bentuk atap tersebut sangat
berbeda dari bentuk atap sebelumnya maupun
Atap dari atap masjid-masjid di Priangan umumnya.
Sebelum foto tersebut diambil, jalur kereta api
yang menghubungkan beberapa kota di
wilayah Priangan dibuat untuk pertama kalinya
(1882 – 1893).

Pada foto tahun 1910, atap masjid kembali


berubah total ke bentuk tumpang 3 tumpuk
menyerupai foto tahun 1880. Atap tersebut
pun memiliki 2 sudut kemiringan dengan
bukaan antar tumpuk. Walaupun demikian,
bukaan bagian bawah pada foto tahun 1910
terdiri dari 4 modul tiang, bukan 3 modul
seperti pada foto tahun 1880. Satu tahun
sebelum foto tersebut diambil, terjadi
pengangkatan insinyur BOW yang pertama
yang merupakan langkah peningkatan kualitas
arsitektur rancangan BOW.
Gambar 10. Masjid Agung Bandung 1950 (sumber:
commons.wikimedia.org, 2013) dan sketsa variabel Seiring dengan perkembangan massa, atap
atap yang menunjukkan atap utama berbentuk masjid pada foto tahun 1925 pun memiliki
tumpang 3 tumpuk, serta atap tambahan berbentuk tambahan. Masjid memiliki atap perisai untuk
perisai dengan pediment, atap tumpang 2 tumpuk, serambi dan atap tumpang untuk menara.
dan atap pelana.
Atap tumpang menara terdiri dari 2 tumpuk
dengan bukaan di antaranya. Masing-masing
Atap Masjid Agung Bandung yang terlihat
tumpuk memiliki 2 sudut kemiringan.
dalam lukisan tahun 1852 hanya terdiri dari
Selanjutnya pada foto tahun 1950 (Gambar
atap utama. Atap tersebut berbentuk tumpang
10.), masjid mendapat atap tambahan
3 tumpuk dengan bukaan di antaranya. Atap
berbentuk pelana untuk massa samping
terlihat melandai pada bagian bawah tumpuk
kembar. Masjid pun memiliki tambahan
tengah dan tumpuk teratas. Bukaan antar atap
pediment di bagian depan serambi. Pediment
secara horizontal terbagi menjadi 3 modul oleh

43 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013


Esti Istiqomah
merupakan tembok pada ujung atap dengan Dari tampak tersebut, terlihat pula kolom
bentuk dasar segitiga yang banyak digunakan ganda pada masing-masing sudut selasar.
di bangunan Yunani-Romawi. Selain itu, Selain itu, masjid pun memiliki pilaster atau
masjid pun dilengkapi dengan atap perisai kolom yang menempel dengan dinding yang
terpancung untuk tonjolan depan serambi. berpenampang kotak.

Pada foto tahun 1955, atap masjid Foto tahun 1890 memperlihatkan perubahan
memperlihatkan bentuk yang sangat berbeda karakter kolom yang cukup jauh (Gambar 11.).
dari sebelumnya. Pada foto tersebut, untuk Saat itu, kepala kolom selasar masjid memiliki
pertama kalinya atap kubah terlihat pada bentuk bersusun. Kolom pun memiliki arch
Masjid Agung Bandung. Bagian bawah atap atau lengkung di antaranya. Terdapat 2
kubah diteruskan dengan atap tajug. Masjid bentuk lengkung yang terlihat dalam foto,
pun dilengkapi dengan atap dak beton. Atap yaitu ogee arch dan round arch. Ogee arch
yang sangat berbeda dari bentuk sebelumnya merupakan lengkung dengan bagian puncak
tersebut diduga merupakan usul Presiden yang meruncing. Bentuk arch tersebut
Soekarno dalam rangka persiapan Konferensi menyerupai kubah bawang. Round arch
Asia Afrika (KAA) pada tahun yang sama. merupakan lengkung dengan bagian puncak
yang tumpul37. Round arch hanya terdapat
Kolom pada bagian tengah entrance masjid. Kolom
dengan lengkung tersebut tidak didapati pada
masjid-masjid lain di Priangan. Walaupun
demikian, kolom ganda masih terlihat pada
tampak depan masjid di bagian tengah
entrance dan sudut selasar. Selain itu, pilaster
pun masih dapat terlihat pada dinding masjid.
Tampak depan masjid di foto tersebut dibagi
ke dalam 9 modul oleh kolom selasar.

Selanjutnya pada foto tahun 1925, terdapat


bentuk kolom yang belum terlihat sebelumnya
di bagian depan serambi dan menara, yaitu
kolom berpenampang lingkaran dengan kepala
berbentuk kotak. Konfigurasi kolom ganda
masih terlihat pada bagian tengah entrance
dan menara. Tampak depan bangunan terbagi
ke dalam 7 modul oleh kolom-kolom tersebut.
Kolom pada foto tahun 1955 pun sangat
Gambar 11. Masjid Agung Bandung 1890 (sumber:
commons.wikimedia.org, 2012) dan sketsa variabel
berbeda, karena hanya berupa pilaster
kolom yang menunjukkan kolom kepala bersusun sederhana tanpa ornamen. Sebagaimana telah
dengan arch di atasnya, kolom ganda, dan pilaster. disebutkan pula, masing-masing foto tersebut
diambil pada masa penyelenggaraan KAA di
Pada foto tahun 1880, kolom selasar masjid Bandung (1955) dan pembentukan provinsi-
terlihat mendekati bentuk Tuscan. Kolom provinsi di Pulau Jawa (1926).
Tuscan menyerupai kolom Doric Yunani-
Romawi, namun dengan ornamen yang lebih Bukaan
sedikit36. Kolom tersebut terlihat pula pada
masjid-masjid agung di Priangan lainnya. Dari Mengenai bukaan masjid, terdapat tujuh buah
foto yang menampilkan tampak depan bukaan berbentuk kotak pada tampak depan
tersebut, kolom-kolom selasar terlihat masjid dalam lukisan tahun 1852. Dua bukaan
membagi bangunan ke dalam 7 buah modul. di masing-masing ujung tampak terdapat pada

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 44


Perkembangan Karakteristik Arsitektural Masjid Agung Bandung 1810 – 1955

dinding yang menjorok ke dalam, tidak sejajar Pada foto tahun 1955, bukaan masjid terlihat
dengan dinding tempat entrance utama. bergaya Art Deco. Bukaan masjid dibagi-bagi
Bukaan yang terlihat pada foto tahun 1880 dalam modul memanjang. Bagian atas bukaan
pun berbentuk kotak dengan bukaan terbesar pun diberi lubang ventilasi yang pipih. Bagian
terdapat di tengah. atas ventilasi tersebut diberi tritisan dak beton
atau garis aksen horizontal. Bukaan dan kolom
Pada foto tahun 1890, lima bukaan yang dengan bentuk yang lebih sederhana pada
terdapat pada dinding ruang utama masjid masa penyelenggaraan KAA tersebut selaras
terlihat memiliki lubang tambahan terpisah di dengan atap kubah yang memperlihatkan
bagian atasnya. Bentuk lubang tersebut gaya arsitektur masjid yang lebih modern.
menyerupai setengah lingkaran dengan arch di
puncaknya. Bentuk arch bukaan tambahan Tangga
sama dengan arch pada kolom selasar, yaitu
ogee arch dan round arch. Ogee arch
digunakan pada puncak lubang tambahan
yang berada di atas jendela, sedangkan round
arch digunakan pada puncak lubang tambahan
di atas pintu. Bentuk lengkung pada bukaan-
bukaan tersebut tidak terdapat pada masjid
agung di Priangan lainnya. Pintu berjumlah 3
buah dengan perletakan di bagian tengah dan
masing-masing ujung samping, sedangkan
jendela terletak di antara pintu. Pintu yang
terletak di tengah lebih tinggi dari pintu
samping. Bukaan-bukaan tersebut memiliki
daun ganda. Bentuk bukaan pada foto
tersebut tetap terlihat hingga foto tahun 1920
(Gambar 12.).

Gambar 13. Masjid Agung Bandung 1880 (sumber:


kitlv.pictura-dp.nl, 2012) dan sketsa variabel tangga
yang menunjukkan arah hadap frontal, selebar 1
modul kolom, dan semakin melebar ke bawah.

Tangga masjid pada lukisan tahun 1852


terletak di tengah dan memiliki arah hadap
frontal atau dapat diakses langsung dari depan.
Tangga memiliki lebar 1 modul kolom dan
semakin melebar di bagian bawah. Bentuk
tersebut terlihat hingga foto tahun 1880
dengan tambahan pintu pagar pada puncak
tangga (Gambar 13.). Pada foto tahun 1901 –
1902, tangga masjid masih terlihat frontal di
bagian tengah, namun memiliki lebar 3 modul
kolom. Pada perubahan yang terlihat dalam
foto tahun 1925, masjid tidak lagi memiliki
Gambar 12. Masjid Agung Bandung 1920 (sumber: tangga frontal. Tangga masjid memiliki arah
kitlv.pictura-dp.nl, 2012) dan sketsa variabel bukaan hadap samping yang terdapat di depan
yang menunjukkan pintu dan jendela dengan jumlah serambi pada dua sisi secara simetris.
daun ganda dan arch terpisah di atasnya.

45 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013


Esti Istiqomah
Pagar foto tahun 1910, atap masjid kembali berubah
ke bentuk tumpang. Walaupun terdapat
Pagar masjid pada lukisan tahun 1852, terlihat beberapa peristiwa pada masa tersebut,
berupa tembok dengan motif lubang sisik ikan. namun kejadian yang berkaitan langsung
Pada foto tahun 1880, pagar samping masjid dengan perubahan-perubahan tersebut belum
tersusun dari deretan kolom-kolom tembok dapat dipastikan. Pada foto tahun 1925,
rendah. Pada foto tahun 1890, pagar masjid terlihat penambahan serambi dan menara
kembali terlihat memiliki motif lubang sisik kembar pada masjid. Tahun pengambilan foto
ikan. Motif tersebut tetap terlihat hingga foto tersebut waktunya berdekatan dengan
tahun 1955. Sisik ikan (Gambar 14.) penyelesaian kantor pemerintahan di Bandung
merupakan motif khas pagar di Priangan pada (1924) dan pembentukan provinsi di Pulau
saat itu19, seperti di Garut dan Manonjaya. Jawa (1926). Pada foto tahun 1955, terlihat
perubahan bentuk atap menjadi kubah
bawang dan perubahan massa yang membuat
jejak tahap-tahap perkembangan sebelumnya
tidak dapat teramati lagi. Perubahan masjid
pada tahun tersebut berkaitan dengan
diadakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung.

Dengan demikian, Masjid Agung Bandung dari


mulai didirikan (1810/1812) hingga tahun
1955, telah mengalami sekitar empat kali
renovasi besar. Perubahan-perubahan yang
terjadi mencakup perubahan elemen
bangunan, seperti kolom dan bukaan, hingga
perubahan massa masjid secara keseluruhan.
Dari empat perubahan besar tersebut,
renovasi tahun 1910 dan tahun 1925
merupakan renovasi yang menghasilkan ciri
seperti masjid agung di Priangan lainnya, yaitu
atap tumpang tiga serta penambahan serambi
dan menara kembar. Sementara renovasi
tahun 1890 dan 1955 membuat masjid
berubah jauh dari ciri-ciri masjid di Priangan,
yaitu atap utama berbentuk perisai dan kubah.

Dengan dinamika tersebut, masjid dapat


dikatakan sebagai living monument atau
Gambar 14. Masjid Agung Bandung 1929 (sumber:
sebuah karya arsitektur yang hidup karena
commons.wikimedia.org, 2012) dan sketsa variabel
pagar yang menunjukkan motif sisik ikan. senantiasa berubah sesuai kebutuhan dan
keinginan pihak-pihak yang berkepentingan.
Kesimpulan Isu konservasi terlihat tidak dianggap penting
oleh para pengguna masjid. Wujud fisik masjid
Dari foto dan lukisan yang berhasil didapatkan, tidak dijaga kelestariannya oleh para
perubahan besar pada karakteristik pengambil keputusan. Hal ini sangat berbeda
arsitektural Masjid Agung Bandung dapat dengan tempat-tempat ibadah lain, terutama
terlihat pada foto tahun 1890, 1910, 1925, gereja lama dan candi. Tempat-tempat ibadah
dan 1955. Foto tahun 1890 memperlihatkan tersebut sangat diupayakan agar wujud
perubahan atap utama masjid dari bentuk fisiknya tidak berubah, terutama candi.
tumpang menjadi perisai. Selanjutnya pada

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 46


Perkembangan Karakteristik Arsitektural Masjid Agung Bandung 1810 – 1955

Peraturan pembangunan masjid dari Classical Style, New York: Harry N. Abrams,
pemerintah Belanda yang tercantum dalam Incorporated.
Bijblad op het Staatsblad van Nederlandsch- Arismunandar, A. (2011). Profil Peninggalan
Indie nomor 1980 menyatakan Belanda tidak Sejarah dan Purbakala di Jawa Barat; Dalam
ikut campur dalam pembangunan masjid, Khasanah Sejarah dan Budaya, Bandung:
kecuali dalam kasus-kasus tertentu. Walaupun Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
demikian, terdapat karakteristik arsitektural Jawa Barat.
Masjid Agung Bandung yang memperlihatkan Atmodjo, J.S. (2011). Masjid Kuno Indonesia,
pengaruh Eropa, seperti terdapatnya pediment Jakarta: Direktorat Perlindungan dan
pada atap, kolom Tuscan, dan pagar sisik ikan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan
atau transenna. Elemen-elemen tersebut Purbakala.
banyak terdapat pada arsitektur Klasik, Budi, B.S. (2004). A Study on the History and
sehingga terdapat kemungkinan keterlibatan Development of the Javanese Mosque, Part
Belanda dalam pembangunan masjid. 1: A Review of Theories on the Origin of the
Javanese Mosque. Journal of Asian
Penelitian ini masih memiliki beberapa Architecture and Building Engineering , 3, 1,
keterbatasan. Salah satunya ialah acuan data 189-195.
yang berupa foto lama, sehingga informasi Budi, B.S. (2004). A Study on the History and
yang didapat terbatas pada apa yang Development of the Javanese Mosque, Part
ditampilkan oleh foto. Bahasan mengenai 2: The Historical Setting and Role of the
konteks peristiwa yang terjadi selama Javanese Mosque under the Sultanates.
perkembangan masjid pun belum terlalu Journal of Asian Architecture and Building
menunjukkan hubungan sebab akibat. Engineering , 4, 1, 1-8.
Penelitian selanjutnya dapat dibuat lebih Ching, F.D.K. (1995). A Visual Dictionary of
mendalami peristiwa-peristiwa yang Architecture, New York: Van Nostrand
melatarbelakangi perkembangan masjid Reinhold.
sehingga didapatkan hubungan antara wujud Dienaputra, R.D. (2004). Cianjur: Antara
fisik dan konteks yang lebih jelas. Priangan dan Buitenzorg, Bandung: Prolitera.
DKM Masjid Raya Bandung (----). Masjid Raya
Bandung dari Masa ke Masa, Bandung: DKM
Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat.
Ekadjati, E.S. (2005). Kebudayaan Sunda
Ucapan Terima Kasih (Suatu Pendekatan Sejarah), Jilid I, Jakarta:
Dunia Pustaka Jaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Falah, M. (2010). Sejarah Kota Tasikmalaya
Indah Widiastuti yang ikut membimbing 1820 – 1942, Uga Tatar Sunda dan Yayasan
pembuatan tulisan, Ibu Himasari Hanan selaku Masyarakat Sejarawan Indonesia, Cabang
Ketua Kelompok Keahlian Sejarah, Teori dan Jawa Barat.
Kritik Arsitektur, Elya Santa Bukit, dan Frishman, M. (1994). Islam and the Form of
Program Arsitektur ITB. the Mosque. In The Mosque; History,
Architectural Development & Regional
Daftar Pustaka Diversity, ed. M. Frishman and H. Khan.
London: Thames and Hudson, 17-41.
---- (1906). Bijblad op het Staatsblad van Hall, D.G.E. (1955). A History of South-East
Nederlansch-Indie, Deel III, Batavia: Asia, New York: St Martin’s Press Inc.
Landsdrukkerij. Handinoto (1996). Perkembangan Kota dan
Adam, R. (1991). Classical Architecture: A Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya
Comprehensive Handbook to the Tradition of (1870 – 1940), Yogyakarta: ANDI dan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada

47 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013


Esti Istiqomah
Masyarakat Universitas Kristen PETRA Tim Penulis Pemerintah Provinsi Daerah
Surabaya. Tingkat I, Jawa Barat (1993). Sejarah
Hardjasaputra, A.S. (2000). Bandung. Dalam Pemerintahan di Jawa Barat, Bandung:
Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat, ed. Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I, Jawa
D.S. Anshori. Bandung: Alqaprint, 111-131. Barat.
Kartika, N. (2007). Sejarah Majalengka; Voskuil, R.P.G.A. (1996). Bandung Citra
‘Sindangkasih – Maja – Majalengka’, Sebuah Kota, Purmerend: Asia Maior.
Sumedang: Uvula Press. Wildan, D. (2005). Sejarah Ciamis, Humaniora
Khayat, M.A.B. dan Khaznadar, B.M.A. (2010). Kerja Sama Pemerintah Kabupaten Ciamis
Formal Characteristics of Vernacular LPPM Universitas Galuh.
Architecture in Erbil City and Other Iraqi
Cities. The Iraqi Journal of Architecture, 19- Catatan Kaki
20-21, 213-233. 1
Lihat Falah, 2010, hal. 5-7.
Kunto, H. (2008). Wajah Bandoeng Tempo
Doeloe, Bandung: Granesia. 2
Walaupun tahun pengambilan foto tersebut dalam
Kunto, H. (1996). Ramadhan di Priangan wikimedia tertulis 1880 – 1920, namun terdapat
(Tempo Doeloe), Bandung: Granesia. foto-foto lain yang diambil tahun 1880 dan 1910
Lubis, N.H. (2011). Sejarah Perkembangan dengan karakter masjid yang berbeda dari yang
Islam di Jawa Barat, Yayasan Masyarakat ditunjukkan foto tahun 1880 – 1920 tersebut. Oleh
Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat. karena itu, kurun waktu pengambilan foto tersebut
Lubis, N.H. (1998). Kehidupan Kaum Menak seharusnya terjadi setelah tahun 1880 dan sebelum
tahun 1910.
Priangan 1800 – 1942, Bandung: Pusat
Informasi Kebudayaan Sunda. 3
Walaupun tahun pengambilan foto tertulis 1920 –
Mariah, I. (2011). Masjid Agung Bandung; 1932, namun terdapat foto lain pada tahun 1920
Sejarah dan Kedudukannya sebagai Simbol dengan karakter masjid yang berbeda. Oleh karena
Kota Lama, Bandung: Universitas Pendidikan itu, foto seharusnya diambil setelah tahun 1920.
Indonesia.
4
Meiss, P.V. (1990). Elements of Architecture; Menurut Sagsoz, Tuluk, dan Ozgen (2005) dalam
Khayat dan Khaznadar (2010), karakteristik
From Form to Place, London: E & FN Spon.
arsitektural dapat dilihat dari jumlah lantai,
Passchier, C. (2008).The Quest for the
kesimetrisan bangunan, aksen horizontal dan
Ultimate Architecture; Indonesia in the Late vertikal, teritisan, entrance, bay window, dan
Colonial Period. jendela, melalui letak, dimensi, bentuk, dan jenisnya.
Pribadi, A. (2006). Kajian Transformasi Desain Menurut Buyukkilic, Hamamcioglu-Turan, dan Kul
Arsitektur Masjid Raya Bandung, Bandung: (2011), karakteristik arsitektural dapat dilihat dari
Universitas Katolik Parahyangan. plafon, cornice, proyeksi atau tonjolan, pintu,
Ricklefs, H.C. (1991). Sejarah Indonesia jendela, tangga, pilaster, cerobong asap dan
perapian, pelat dan penutup lantai, serta beberapa
Modern, Yogyakarat: Gadjah Mada University
elemen built-in, melalui bentuk, material, dimensi,
Press.
dan peletakannya. Menurut Meiss (1990 : 8 – 9, 32),
Roosmalen, P.K.M.v. (2006). Blaricum sous les contoh elemen arsitektural antara lain adalah
tropiques: les principes de l’urbanisme dinding, pintu, jendela, tangga, dan atap. Hubungan
moderne neerlandais es Indonesie. yang dapat terjadi antar elemen-elemen tersebut
Sumalyo, Y. (1993). Arsitektur Kolonial berupa kesamaan, kedekatan, lingkupan, orientasi,
Belanda di Indonesia, Yogyakarat: Gadjah tekstur, kesejajaran, gradasi, hirarki, kontras,
Mada University Press. kompleksitas, kontradiksi, keteraturan, proporsi,
keseimbangan, dan kontinuitas.
Svensson, T. (1991). State Bureaucracy and
Capitalism in Rural West Java: Local Gentry 5
Menurut Frishman (1994 : 32 – 41), masjid
versus Peasant Entrepreneurs in Priangan in memiliki komponen bagian yang meliputi ruang yang
the 19th and 20th Century. In Nias Report diberi batas, dinding kiblat dan mihrab, mimbar,
no. 1, Copenhagen: Nordic Institute of Asian dikka, kursi, maqsura, kolam, minaret, dan gerbang.
Studies. Menurut Aboebakar (1955) dalam Atmodjo (1999 :

Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013 | 48


Perkembangan Karakteristik Arsitektural Masjid Agung Bandung 1810 – 1955

16
21), masjid kuno Indonesia umumnya terbuat dari Lihat Tim Penulis Pemerintah Provinsi Daerah
kayu, bambu, dan rumbia, memiliki denah persegi Tingkat I, Jawa Barat, 1993, hal. 156-157, 176-179.
dengan mihrab dan mimbar, atap bertingkat
17
ditopang 4 tiang, bukaan sempit, serta memiliki Lihat Lubis, 2011, hal. 250-251.
mustika, sementara elemen menara jarang didapati.
18
Menurut Budi (2004), karakteristik masjid Jawa Lihat DKM Masjid Raya Bandung.
meliputi denah persegi, atap piramid, dibatasi
19
dinding sekeliling, dekat komplek makam, dan Lihat Hall, 1955, hal. 468, 470-472.
memiliki struktur utama saka guru, sementara
20
serambi dan menara merupakan elemen tambahan. Lihat Hardjasaputra, 2000, hal. 125.

21
6
Lihat Voskuil (1996 : 29). Sementara menurut Lihat Hall, 1955, hal. 468, 470-472, 490-493.
Arismunandar (2011 : 179 – 180), pemindahan Ibu 22
Kota Bandung telah direncanakan oleh Bupati Lihat Hardjasaputra, 2002, 53 dalam Kartika, 2007,
Bandung, R.A. Wiranatakusumah II (1794 – 1829), 50-51.
sebelum datang perintah dari Daendels, dalam 23
rangka menghindari banjir. Lihat Bijblad op het Staatsblad van Nederlansch-
Indie, Deel III, 1906, hal. 118-119.
7
Lihat Tim Penulis Pemerintah Provinsi Daerah 24
Tingkat I, Jawa Barat, 1993, hal. 255-258, 265. Lihat Hall, 1955, hal. 490-493.

25
8
Lihat Haan : 1910, 1912 dalam Ekadjati, 2005 : 7. Lihat Tim Penulis Pemerintah Provinsi Daerah
Tingkat I, Jawa Barat, 1993, hal. 258-259, 272-273.
9
Lubis (1998 : 35) menyimpulkan wilayah Priangan 26
merupakan Jawa bagian Barat kecuali Banten, Lihat Lubis, 1998, hal. 33-34. Pada tahun 1870,
Cirebon, serta Batavia dan sekitarnya. Svensson Afdeeling merupakan wilayah administrasi di bawah
(1991) menggambarkan wilayah Priangan sekitar kabupaten, kemudian sekitar tahun 1922, afdeeling
tahun 1925 meliputi Sukabumi, Cianjur, Bandung, menjadi wilayah administrasi di atas kabupaten (Tim
Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Penulis Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I, Jawa
Barat, 1993, hal. 258-259, 272-273, 309-321).
10
Budi (2005 : 1-8) mengklasifikasikan masjid Jawa 27
pada zaman kesultanan Islam ke dalam 4 kategori Lihat Roosmalen, 2006, hal. 59-75.
berdasarkan peran dan setting-nya, yaitu masjid 28
Lihat Hardjasaputra, 2000, hal. 128.
agung, langgar kraton, komunitas, dan terisolir.
Masjid agung terletak di pusat kota dan merupakan 29
Lihat Handinoto, 1996, hal. 183.
simbol keagungan raja. Masjid langgar keraton
terdapat dalam komplek keraton dan digunakan oleh 30
Lihat Passchier, 2008, hal. 1-14.
keluarga dan pelayan raja, terutama wanita. Masjid
komunitas merupakan tempat ibadah komunitas 31
Lihat Kunto, 2008, hal. 179.
sekitar, yang dapat berada di kota, kampung,
maupun pesantren. Masjid terisolir terletak di 32
Lihat Voskuil, 1996, hal. 55, 57.
dataran tinggi dan berdekatan dengan makam.
33
11
Lihat Wildan, 2005, hal. 131.
Lihat Tim Penulis Pemerintah Provinsi Daerah
Tingkat I, Jawa Barat, 1993, lampiran 11. 34
Lihat Wildan, 2005, hal. 149.
12
Lihat Hall, 1955, hal. 464-468. 35
Lihat Kunto, 1996, hal. 12, 16.
13
Lihat Dienaputra, 2004, hal. 188-189. 36
Lihat Adam, 1948, hal. 78.
14
Lihat Ricklefs, 1991, hal. 338-350. 37
Lihat Ching, 1995, hal. 14.
15
Lihat Lubis, 1998, hal. 163. Hardjasaputra (2000 :
123-124) dan Arismunandar (2011 : 181) pun
menyebutkan masjid agung terletak di sebelah Barat
alun-alun Kota Bandung dan pendopo di Selatannya.

49 | Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

Anda mungkin juga menyukai