KELUARGA
Sebagai anak sulung dari 12 bersaudara, tujuh diantaranya perempuan, dari pasangan Yulianus
Sumadi Mangunwijaya dan Serafin Kamdanijah. Ayah Romo Mangun adalah seorang guru Sekolah
Dasar (SD) sedangkan ibunya guru Taman Kanak - Kanak (TK). (Indratno, 2009)
PENDIDIKAN
Bilyarta bersekolah dasar di Holland Inlandsche School (HIS). Bilyarta berhasil menamatkan
sekolah dasarnya di Magelang pada tahun 1943. lalu pindah ke Semarang dan disana masuk
sekolah teknik. kemudian ia pindah lagi ke Yogyakarta. Saat di Yogyakarta ia bersekolah di dua
tempat. Pagi meneruskan sekolah tekniknya, di sekolah Teknik Mataram, sore bersekolah di
sekolah menengah Angkatan Muda Katolik Indonesia (AMKRI). (Indratno, 2009)
Pelajar - pelajar sekolah menengah pertama pada waktu itu dimobilisasi untuk menjadi
pejuang dan bermarkas di benteng Vredeburg, Yogyakarta. Romo Mangun sendiri masuk batalyon
X, dan sebagai anggota pasukan zeni di bawah pimpinan mayor Soeharto. Ia sempat ikut dalam
pertempuran Magelang dan Ambarawa. (Indratno, 2009)
Setelah perang usai Bilyarta menerima tawaran dari Uskup Malang yang saat itu sedang
mencari murid dari sekolah yang baru dibukanya, sekolah tersebut adalah sekolah Menengah Atas
PKID - AGUNG
Dempo Malang. Setamat dari sekolah menengah atas di Malang tahun 1951 ia melanjutkan ke
Seminari Menengah Tinggi Santo Paulus di Yogyakarta. Selesai belajar di seminari ia ditahbiskan
sebagi Pastor oleh Uskup Agung Semarang, Mrg. A. Soegijapranata, SJ tokoh yang sangat
dikaguminya pada tanggal 8 September 1959 dengan nam Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. Ia
memilih menjadi Pastor Pr (Praja). (Indratno, 2009)
CITA - CITA
Cita - cita Romo Mangun yang pernah beliau sendiri rumuskan, yaitu meninggal dalam tugas,
bila akan mati tidak perlu pakai sesi sakit - sakitan yang berlarut - larut, agar kematiannya tidak
merepotkan orang lain, tubuhnya bisa disumbangkan untuk dirobek - robek mahasiswa kedokteran
sebelum dimakamkan. (Murtianto, 2014)
KEMATIAN
Pada rabu siang, 10 Februari 1999, pukul 14.55, di seminar yang diselenggarakan oleh yayasan
Obor Indonesia dan beberapa penerbit lainnya, "Peran Buku dalam Membentuk masyarakat Baru
Indonesia" di Hotel Le Meridien. Seusai mempresentasikan makalahnya, saat berjalan menuju
meja makan siang beliau terkena serang jantung dan rebah - pasrah di bahu budayawan M.
Sobary, dan berpulang dengan tenang untuk selamanya. Sejak disemayamkan di RS Carolus,
Katedral Jakarta hingga di Yogyakarta, ribuan pelayat mulai dari pemulung hingga Presiden B.J.
Habibie, dan khalayak ramai dari berbagai suku, agama dan dan golongan datang memberi
penghormatan terakhir. (Murtianto, 2014)
PKID - AGUNG
struktur tata ruang tata gatra yang lebih layak dan manusiawi bagi mereka. keindahan hanyalah
kecerlangan kebenaran. Benar untuk saatnya, dan tempat yang tepat. (Mangunwijaya, 2013)
PKID - AGUNG
DAYA HIDUP
Suasana arsitekturnya pun sangatlah hidup, ada keceriaan, ada suka - cita, ada 'nyanyian'
visual, simfoni bahan banguna yang beragam, penuh daya hidup. susunan ruang - ruangnya pun
bukan susunan yang statis sekali jadi, namun lebih sebagai proses yang terbuka, berubah sesuai
dengan kebutuhan, sesuai dengan kehidupan yang diwadahinya. Arsitektur bukan perangkap yang
membelenggu, namun lebih sebagai sarana yang menopang kehidupan. (Prawoto, 2009)
SPIRITUAL
Pada pengamatan yang lebih seksama, kita kemudian akan merasakan suatu getar energi, suatu
vibrasi dengan emosi dan hati kita. Menyadarkan akan keindahan alam, akan kesementaraan,
namun juga tentang keteguhan hati tentang kesederhanaan yang matang. Detail - detail di wisma
kuwera misalnya, sangat hening bahkan jauh dari keinginan berhias, namun justru kemudian
terpancar bahasa alam yang universal, bahasa yang abadi yang tidak sekadar kenampakan visual,
namu spiritual. (Prawoto, 2009)
KEGELAPAN, PRAWAYANG
Durga umayi adalah teks yang tidak nikmat bagi mereka yang bergigi susu. apalagi Romo
Mangun menyuguhkan urap daun pepaya itu di muka, pahitnya sedap bagi yang mengetahuinya.
kekhasan Romo Mangun menempatkan "teks gelap" sebagai pembuka novelnya. Ini sedikitnya
terjadi pada Ikan - Ikan Hiu, Ido, Homa, Burung - Burng Manyar, dan Durga Umanyi. janganlah
gelap diartikan buruk. sebab persis demikian pulalah ia mengajak kita melihat Durga, sosok gelap
yang dengan mudah dianggap sebagai antagonis dan si Jahat. Romo Mangun mengajak kita untuk
melihat kompleksitas. (Utami, 2009)
PKID - AGUNG
Dalam Durga Umayi, kegelapan itu bisa ditembus oleh mata yang bisa melihat tradisi lisan
wayang. Maka, tidakkah kita bisa mengenang bahwa pertunjukan wayang (sesuatu yang pastilah
sangat berpengaruh pada Romo Mangun) sesungguhnya hanya dapat diadakan di gelap hari. Sebab
dalam gelab itulah bayang - bayang menjadi hidup. (Utami, 2009)
Romo Mangun terkadang dengan sengaja menyebut teks pembuka yang gelap itu sebagai
"prawayang". Prawayang ini mengambil resiko. Sebab ia menggunakan struktur lisan tradisional
untuk medium yang tulisan dan modern. Ia meghadirkan kebutuhan keintiman masa lampau untuk
medium masa kini yang massal dan berjarak. Ia bisa dianggap salah memilih medium, tapi itu
adalah sebuah strategi entah dipikirkan maupun secara intuitif. Suka atau tidak suka adalah soal
selera. Prawayang adalah kritik atas modernitas intrumentalis kita, yang menginginkan segala
yang cerah, bersih, mudah, dan manis. (Utami, 2009)
TUBUH PEREMPUAN
Romo Mangun Menulis dengan beberapa cara, yang sangat jelas ia pakai berdasarkan
kebutuhan. Ia tahu indah dan harunya rasa manis, sebagaimana ia tahu sedap dan pentingnya
dedaunan pahit. Tapi, ada yang tepat pada pelbagai jalan pena yang ia tempuh. Ialah sensualitas
dan pengalaman bertubuh. Tampaknya ia memang lebih nyaman membicarakan tubuh perempuan
dari pada tubu lelaki. (Utami, 2009)
PKID - AGUNG
Dalam karya Romo Mangun tak ada perempuan yang malu akan payudara mereka, yang baru
kuncup maupun yang telah subur menyusui anak. Semua tokoh perempuan senang pada tubuh
mereka yang mereka sadari merupakan wadah penerus kehidupan. (Utami, 2009)
Seks dalam karya Romo Mangun, tak pernah muncul dalam wajah iblisnya, sejalan dengan
ketiadaan tokoh - tokoh iblis sejati dalam karyanya. Seks dan sensualitas bukan hal yang hanya
bisa di eksploitasi secara tidak senonoh, tapi juga bukan hal yang harus direpresi dan dienyahkan
dari ruang publik karena berbahaya (seperti dalam peristiwa Undang - Undang Pornografi).
sebaliknya, kehadiran sensualitas yang sehat di ruang publik adalah sukacita bagi dunia. (Utami,
2009)
KEBANGSAAN, IDENTITAS
Nyaris seluruh karya Romo Mangun bercerita mengenai terbentuknya bangsa Indonesia. Ia
juga menawarkan sudut pandang sejarah yang berbeda dari buku - buku resmi pemerintah. Ia
bahkan berani menbuat dialog yang mengolok - olok meski tanpa kebencia mereka yang dianggap
pahlawan. Sikapnya mengenai penjajahan terumuskan dengan baik dalam judul Ikan - Ikan Hiu,
Ido, Homa. Ialah : ikan besar memakan yang lebih kecil, sementara yang lebih kecil memakan yang
lebih kecil lagi. (Utami, 2009)
KARYA SASTRA
Buku tentang arsitektur yang pernah di tulis selain Wastu Citra adalah Fisika Bangunan
(1980). selain buku arsitektur, ia juga banyak menulis buku novel serta filsafat dan kemanusian.
Karya novelnya antara lain Puntung - Puntung Roro Mendut (1978), Burung - Burung Manyar,
(1981), Ikan - Ikan Hiu, Ido, Homa (1983), Balada Becak (1985) ; Durga Umayi (1985), Roro
Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri (trilogi, 1983 - 1987), Burung - Burung Rantau (1992), Balada
Dara - Dara Mendut (1993), Pohon - Pohon Sesawi (1999). (Mangunwijaya, 2013)
PKID - AGUNG
Mangunwijaya memiliki filosofi dasar, kemanusiaan harus dibela dengan segala resiko.
humanisme bukanlah paham yang monolitik tetapi terbentuk dalam berbagai model kendati
semuanya mengedepankan paham dimensi esensial manusia universal. (Sulartro, 2009)
Praksis pendidikan, bidang yang bagi Romo Mangunwijaya merupakan bidang paling strategis
untuk penghargaan harkat kemanusiaan diperkaya sisi - sisi positif humanisme. Dari humanis
Renaisan yang mengagungkan rasionalitas dia pungut hak dasar bagi anak miskin yang bersifat
terminal, atau semacam pendidikan umum model humanisme modern, yakni praksis pendidikan
yang mempersiapkan setiap orang mampu mengambil tanggung jawab atas kehidupannya.
(Sulartro, 2009)
Romo Mangun menekankan metode pendidikan yang mampu menumbuhkan dalam diri anak
kesadaran tentang multidimensionalitas dan pluralitas. Metode yang dianjurkan adalah metode
pencarian bersama, antara guru dan murid. sesuatu yang kemudian sebagai referensi praksis
pendidikan yang dikembangkan SD mangunan dengan laboratorium Dinamika Edukasi Dasar. Anak
didik adalah subyek sekaligus obyek praksis pendidikan. (Sulartro, 2009)
KONSEP BANGUNAN
Konsep arsitektur dia bongkar tidak sekedar hasil rekayasa bangunan, melainkan dengan
konsep guna dan citra. dia tekankan fungsi sebuah bangunan. Konsep kegunaan menunjuk pada
manfaat, keuntungan dan pelayanan yang diperoleh dari bangunan, sehingga mempunyai daya yang
membuat manusia bisa meningkatkan harkat hidupnya. (Sulartro, 2009)
Kebiasaan dan keberanian menggunakan bahan - bahan lokal seperti yang selalu di praktikan
Romo Mangun termasuk juga dalam memanfaatkan teknologi lokal menggunakan tenaga sekitar,
dengan tidak meninggalkan sentuhan modern, dari sisi lain merupakan bentuk representasi lain
keberpihakan pada meningkatkan harkat manusia miskin. (Sulartro, 2009)
KEBERPIHAKAN
Obsesi kemanusiaannya tidak saja diwujudkan dalam konsep bangunan, gagasan dan praksis
pendidikan, tidak hanya lewat berbagai seminar dan kotbah di gereja, tidak hanya dalam novel novelnya, tetapi juga dalam segala kegiatan praksis politik advokasi. Advokasinya untuk rakyat
Kedungombo dan Pinggir Kali Code menegaskan keberpihakan, termasuk dukungannya pada ide
federalisme dan reformasi indonesia. (Sulartro, 2009)
Semua kegiatan dan perjuangan Romo Mangun perlu dibaca sebagai keberpihakan yang tulus
kepada manusia miskin, tersingkir dan tergusur. Seorang panelis berspekulasi, sekiranya tidak
berlatar belakang seorang rohaniawan, tidak mustahil ia menggunakan marxisme sebagai senjata
untuk membela kaum tertindas. (Sulartro, 2009)
1.6 PENUTUP
Sebagai seorang arsitek beliau memberikan pemahaman arsitektur tentang guna dan citra,
arsitektur selaku ekspresi dan realisasi diri manusia, dan memanfaatkan dan mengangkat
martabat alam. Sebagai sastrawan beliau mengajak kita sebagai manusia untuk lebih melihat
PKID - AGUNG
sesuatu itu dengan lebih kompleksitas dan memberikan pemahaman tentang pesoalan - persoalan
yang ada di indonesia. Sebagai seorang yang humanis beliau mempunyai pemikiran tentang
kemanusian harus dibela dengan segala resiko, beliau adalah pembela rakyat miskin yang
tertindas beliau juga mengajak generasi muda untuk tetap selalu kritis. Demikianlah, profil Y.B
Mangunwijaya sebagai arsitek, dan satrawan yang humanis.
PKID - AGUNG
DAFTAR PUSTAKA