2. Adanya penggunaan bahan hasil pabrikasi untuk penutup atau kulit bangunan
Karena adanya revolusi industri yang banyak menyebabkan penggunaan bahan-
bahan pabrik menjadi tren pada saat itu. Bahan-bahan yang banyak digunakan
pada saat itu, yaitu bahan-bahan baru seperti besi, baja, beton dan kaca.
3. Terdapat sistem grid pada denah, tidak mempunyai pusat tertentu dan asimetris
Disini denah lebih kaya akan bentuk, biasanya berbentuk asimetris (mengandung
unsur seni dan gubahan massa) dan tidak mempunyai pusat-pusat tertentu.
Lokasi:
Daerah pedesaan, sebelah barat daya Pennsylvania, 69 km dari Pittsburgh.
Diarea kota Stewart, negara Fayette, Pennyslvania, lokasinya berada didtaran
air terjun tinggi Laurel di Pegunungan Allegheny.
Sejarah
Edgar J. Kaufmann merupakan seorang pengusaha sukses di Pittsburgh dan
pemilik Kaufmann’s Department Store yang kemudian menjadi orang yang
paling sering berhubungan dengan Frank Lloyd. Keluarga Kaufmann memiliki
properti di pinggiran Pittsburgh, yaitu sebuah rumah kabin didekat sebuah air
terjun yang biasa digunakan untuk liburan musim panas. Ketika rumah kabin
tersebut mulai rusak, Kaufmann menghubungi Frank Lloyd untuk
merekonstruksi rumah tersebut. Pada 18 Desember 1934, dilakukan
pengamatan lahan disekitar air terjun. Lahan tersebut disurvey oleh
perusahaan Fayette Engineering yang kemudian data tersebut diserahkan
kepada Frank Lloyd pada bulan Maret 1935. Frank Lloyd kemudian
merancangnya menjadi sebuah rumah diatas air terjun.
Tahun pembangunan:
Rancangan akhir diselesaikan Frank Lloyd pada Maret 1936 dan pengerjaan
rumah dimulai pada bulan April. Rumah utama selesai dibangun pada tahun
1938 dan paviliun untuk tamu selesai pada tahun 1939.
Material:
1. Beton
Sebagai struktur utama bangunan dan penopang struktur kantilever
bangunan.
2. Kaca
Penggunaan kaca panel berukuran massive dikarenakan adanya tuntutan
kesederhanaan. Penggunaan kaca dianggap sebagai salah satu alternative
penyekat yang mampu memberikan kesan terbuka dan menyatu dengan
alam.
3. Batu alam dan kayu
Penggunaan batu alam dan kayu mendominasi pada bangunan Falling
Water dikarenakan berasal dari sekitar lokasi dan dieksploitasi dengan
baik. Penggunaan batu alam dan kayu dapat terlihat pada interior
(perapian, perabotan dan lain sebagainya). Untuk penggunaan material
baru berupa keramik batu alam dapat ditemukan pada fasad eksterior
bangunan.
a. Geometri horizontal
Secara horizontal pada tapak, bentukan geometri ditentukan
menggunakan grid-grid yang merupakan pengulangan bentuk-bentuk
geometri dasar yang menjadi acuan dalam pembuatan denah atau
tampak.
Pola grid yang menyesuaikan dengan kondisi existing tapak
menjadi acuan penentuan bentuk ruang pada denah. Perancangan
denah Falling water ini menggunakan sistem organisasi-organisasi
terklaster. Organisasi terklaster bergantung pada kedekatan fisik untuk
mendekatkan ruang-ruangnya satu sama lain. Setiap ruang membagi
porsi bentuk masing-masing sehingga identitas bentukan geometri per
ruangnya masih jelas. Polanya tidak berasal dari sebuah konsep
geometris yang kaku, maka sifat bentuknya adalah fleksibel dan siap
menerima pertumbuhan dan perubahan tanpa mempengaruhi
karakternya.
b. Geometri vertikal
- Sistem kantilever
- Sisi-sisi vertikal horizontal dibedakan tidak hanya dari ukuran
bentuknya, tetapi juga warna, material dan tekstur.
- Bidang-bidang tegak lurus, sejajar dan berpotongan benar-benar
terlihat jelas sehingga membuat bentuk ruang yang hidup.
- Adanya kombinasi bentuk-bentuk geometris dan organik dengan
tidak mengubah fitur alam.
- Perletakan bidang-bidang geometri disesuaikan dengan kondisi
alam, baik kontur, pencahayaan alami, vegetasi, batuan dan lain
sebagainya.
2. Arsitektur yang didominasi bukaan dan menggunakan sistem kekokohan.
Pemilihan struktur yang didominasi sistem kantilever (overhang) berbahan
utama beton bertulang yang dibangun dengan system struktur yang rumit
dan sangat detail. Lantai kantilever menggunakan balok-balok berbentuk T
terbalik yang diintergrasikan ke dalam lempengan beton monolitik yang
membentuk langit-langit ruang dibawahnya dan memberikan daya tahan
terhadap gaya tekan yang baik.
3. Merespon kondisi alam
Bentuk suatu bangunan sangat bersifat kontektualism dengan
merespon kondisi alam, korelasi alam, topografi dengan arsitektur
terwujud pada bentuk bangunan yang mengadopsi bentuk site itu sendiri.
Bentuk bangunan Falling Water ini sendiri terinspirasi dari perapian dan
bidang horizontal diatas bebatuan yang menjorok keluar seperti penopang
diatas air terjun. Hal ini dikaitkan dengan adanya faktor pendukung dari
alam, seperti batuan besar dan adanya air terjun.
Ruang terbentuk karena interaksinya dengan lingkungan alam.
Bagaimana lingkungan binaan merespon faktor-faktor alam atau
mengambil filosofi kesederhaan dan kesempurnaan dari alam. Ruangan
bangunan Falling Water ini memiliki hubungan dengan alam sekitar yang
ditandai dengan banyak ditemukan jendela kaca besar untuk melihat
keluar, namun orang yang berada di dalam bangunan akan tetap merasa
bahwa mereka berada didalam gua, terlindung dari alam liar perbukitan
diluar.