Anda di halaman 1dari 9

ARSITEKTUR MODERN DAN FUNGSIONAL

A. Sejarah Perkembangan Arsitektur Modern dan Fungsional

Pada awalnya, arsitektur modern muncul di Eropa sekitar tahun 1750an


dengan beberapa ciri khas, yaitu arsitektur bergaya Romantic Classicism atau
Neoklasik, adanya tata kota ideal dan rekayasa teknologi. Arsitektur modern ini
muncul di Eropa setelah dibangunnya Crystal Palace sebagai suatu reaksi akibat
ketidakpuasan akan gaya arsitektur klasik. Sedangkan di Amerika, gaya ini mulai
muncul sekitar tahun 1880an akibat adanya berbagai gagasan baru, salah satunya
adalah peran teknologi dalam perancangan bangunan, yaitu penggunaan bahan-bahan
baru (beton, besi, baja, kaca dan sebagainya. Arsitektur modern memiliki pandangan
bahwa arsitektur adalah olah pikir, olah rasa dan permainan ruang, bukan permainan
bentuk. Gerakan modern ini lebih mengutamakan kesederhaan bentuk dan menghapus
segala macam ornamen , serta mengutamakan pada konstruksi dan keindahan. Pada
arsitektur modern ini, alam dianggap mempunyai konstruksi sehingga menjadi indah.
Pada awal abad ke 20, Louis Sullivan mempopulerkan istilah “Form Follow
Function” dimana untuk menangkap suatu ukuran, ruang dan karakteristik dalam
bangunan harus terlebih dahulu ditujukan kepada fungsi dari bangunan itu sendiri
(Arsitektur Modern Fungsionalisme). Pada saat itu bangunan-bangunan modern sudah
mulai berubah bentuknya. Arsitektur Fungsionalisme ditandai dengan anti pada
pengulangan bentuk-bentuk lama dengan teknologi baru. Pada gaya arsitektur ini,
sebuah bangunan dirancang dan dibangun berdasarkan tujuan dan kegunaan bangunan
itu sendiri. Arsitektur Modern Fungsionalisme menerapkan pola dan konsep
keindahan yang timbul akibat adanya fungsi dari elemen-elemen bangunan.

B. Prinsip Arsitektur Modern Awal

1. Sistem Firmitas (sistem kekokohan)


Tiang dan lantai merupakan satu kesatuan atau saling mengikat, ada pondasi dan
penghubung lantai dasar sebagai pengikat konstruksi. Jadi pada arsitektur modern
ini, lebih menonjolkan pada bentuk-bentuk yang dianggap kokoh.

2. Adanya penggunaan bahan hasil pabrikasi untuk penutup atau kulit bangunan
Karena adanya revolusi industri yang banyak menyebabkan penggunaan bahan-
bahan pabrik menjadi tren pada saat itu. Bahan-bahan yang banyak digunakan
pada saat itu, yaitu bahan-bahan baru seperti besi, baja, beton dan kaca.

3. Terdapat sistem grid pada denah, tidak mempunyai pusat tertentu dan asimetris
Disini denah lebih kaya akan bentuk, biasanya berbentuk asimetris (mengandung
unsur seni dan gubahan massa) dan tidak mempunyai pusat-pusat tertentu.

4. Selalu ada bukaan-bukaan


Karena pada saat itu, perancang sudah mulai memikirkan bagaimana menciptakan
bangunan yang sehat (menggunakan banyak bukaan sebagai sirkulasi udara agar
udara lebih nyaman didalamnya).

5. Merespon kondisi alam


Alam mulai diperhatikan kembali sebagai unsur yang penting baik itu sebagai
penunjang kenyamanan maupun kesehatan lingkungan. Alam juga dapat berfungsi
sebagai ornamen tapi tidak menjadi bagian dari bangunan.

C. Prinsip Arsitektur Modern Fungsionalisme


1. Bentuk tertentu (fungsional)
Bentuk mengikuti fungsi, sehingga bentuk menjadi monoton karena tidak diolah.
2. Memandang bahwa seluruhnya merupakan kesatuan bentuk (Cubism).
3. Menekankan pada dimensi waktu dalam bangunan yang diwujudkan dengan
menyatunya ruang luar dan dalam oleh jendela-jendela lebar, jarak antar kolom
yang relatif lebar, saling berhubungan secara berkesinambungan.
4. Less is more
Semakin sederhana merupakan suatu nilai tambah terhadap arsitektur tersebut
(keindahan muncul karena fungsi dan elemen bangunan).
5. Ornamen is crime
Ornament adalah suatu kejahatan sehingga perlu ditolak. Penambahan ornamen
dianggap suatu hal yang tidak efisien karena dianggap tidak memiliki fungsi. Hal
ini disebabkan karena dibutuhkan kecepatan dalam membangun setelah
berakhirnya Perang Dunia II.
6. Nihilsm
Penekanan perancangan pada space, maka desain menjadi polos, simple dan
bidang-bidang kaca lebar.

D. Bangunan Modern Awal


Falling Water by Frank Lloyd Wright

 Lokasi:
Daerah pedesaan, sebelah barat daya Pennsylvania, 69 km dari Pittsburgh.
Diarea kota Stewart, negara Fayette, Pennyslvania, lokasinya berada didtaran
air terjun tinggi Laurel di Pegunungan Allegheny.
 Sejarah
Edgar J. Kaufmann merupakan seorang pengusaha sukses di Pittsburgh dan
pemilik Kaufmann’s Department Store yang kemudian menjadi orang yang
paling sering berhubungan dengan Frank Lloyd. Keluarga Kaufmann memiliki
properti di pinggiran Pittsburgh, yaitu sebuah rumah kabin didekat sebuah air
terjun yang biasa digunakan untuk liburan musim panas. Ketika rumah kabin
tersebut mulai rusak, Kaufmann menghubungi Frank Lloyd untuk
merekonstruksi rumah tersebut. Pada 18 Desember 1934, dilakukan
pengamatan lahan disekitar air terjun. Lahan tersebut disurvey oleh
perusahaan Fayette Engineering yang kemudian data tersebut diserahkan
kepada Frank Lloyd pada bulan Maret 1935. Frank Lloyd kemudian
merancangnya menjadi sebuah rumah diatas air terjun.
 Tahun pembangunan:
Rancangan akhir diselesaikan Frank Lloyd pada Maret 1936 dan pengerjaan
rumah dimulai pada bulan April. Rumah utama selesai dibangun pada tahun
1938 dan paviliun untuk tamu selesai pada tahun 1939.

 Material:
1. Beton
Sebagai struktur utama bangunan dan penopang struktur kantilever
bangunan.
2. Kaca
Penggunaan kaca panel berukuran massive dikarenakan adanya tuntutan
kesederhanaan. Penggunaan kaca dianggap sebagai salah satu alternative
penyekat yang mampu memberikan kesan terbuka dan menyatu dengan
alam.
3. Batu alam dan kayu
Penggunaan batu alam dan kayu mendominasi pada bangunan Falling
Water dikarenakan berasal dari sekitar lokasi dan dieksploitasi dengan
baik. Penggunaan batu alam dan kayu dapat terlihat pada interior
(perapian, perabotan dan lain sebagainya). Untuk penggunaan material
baru berupa keramik batu alam dapat ditemukan pada fasad eksterior
bangunan.

 Teori Falling Water merupakan Arsitektur Modern


1. Arsitektur yang idealis dengan bentuk geometri
Bentuk utama dari bangunan Falling Water adalah persegi dengan
penambahan atau kolaborasi dengan bentuk lain berupa persegi horizontal
dan vertikal.

a. Geometri horizontal
Secara horizontal pada tapak, bentukan geometri ditentukan
menggunakan grid-grid yang merupakan pengulangan bentuk-bentuk
geometri dasar yang menjadi acuan dalam pembuatan denah atau
tampak.
Pola grid yang menyesuaikan dengan kondisi existing tapak
menjadi acuan penentuan bentuk ruang pada denah. Perancangan
denah Falling water ini menggunakan sistem organisasi-organisasi
terklaster. Organisasi terklaster bergantung pada kedekatan fisik untuk
mendekatkan ruang-ruangnya satu sama lain. Setiap ruang membagi
porsi bentuk masing-masing sehingga identitas bentukan geometri per
ruangnya masih jelas. Polanya tidak berasal dari sebuah konsep
geometris yang kaku, maka sifat bentuknya adalah fleksibel dan siap
menerima pertumbuhan dan perubahan tanpa mempengaruhi
karakternya.

b. Geometri vertikal
- Sistem kantilever
- Sisi-sisi vertikal horizontal dibedakan tidak hanya dari ukuran
bentuknya, tetapi juga warna, material dan tekstur.
- Bidang-bidang tegak lurus, sejajar dan berpotongan benar-benar
terlihat jelas sehingga membuat bentuk ruang yang hidup.
- Adanya kombinasi bentuk-bentuk geometris dan organik dengan
tidak mengubah fitur alam.
- Perletakan bidang-bidang geometri disesuaikan dengan kondisi
alam, baik kontur, pencahayaan alami, vegetasi, batuan dan lain
sebagainya.
2. Arsitektur yang didominasi bukaan dan menggunakan sistem kekokohan.
Pemilihan struktur yang didominasi sistem kantilever (overhang) berbahan
utama beton bertulang yang dibangun dengan system struktur yang rumit
dan sangat detail. Lantai kantilever menggunakan balok-balok berbentuk T
terbalik yang diintergrasikan ke dalam lempengan beton monolitik yang
membentuk langit-langit ruang dibawahnya dan memberikan daya tahan
terhadap gaya tekan yang baik.
3. Merespon kondisi alam
Bentuk suatu bangunan sangat bersifat kontektualism dengan
merespon kondisi alam, korelasi alam, topografi dengan arsitektur
terwujud pada bentuk bangunan yang mengadopsi bentuk site itu sendiri.
Bentuk bangunan Falling Water ini sendiri terinspirasi dari perapian dan
bidang horizontal diatas bebatuan yang menjorok keluar seperti penopang
diatas air terjun. Hal ini dikaitkan dengan adanya faktor pendukung dari
alam, seperti batuan besar dan adanya air terjun.
Ruang terbentuk karena interaksinya dengan lingkungan alam.
Bagaimana lingkungan binaan merespon faktor-faktor alam atau
mengambil filosofi kesederhaan dan kesempurnaan dari alam. Ruangan
bangunan Falling Water ini memiliki hubungan dengan alam sekitar yang
ditandai dengan banyak ditemukan jendela kaca besar untuk melihat
keluar, namun orang yang berada di dalam bangunan akan tetap merasa
bahwa mereka berada didalam gua, terlindung dari alam liar perbukitan
diluar.

Falling water sendiri digambarkan dengan istilah “tour de force”


karena ketertarikan Frank Lloyd akan arsitektur Jepang yang
menggabungan elemen eksterior dan interior, serta penekanan yang kuat
pada keharmonisan antara manusia dan alam. Selain itu, saat memasuki
kawasan Falling Water, kesan sederhana juga dapat terasa saat mulai di
pintu masuk utama yang hanya ditandai dengan sebuah tiang batu, jalan
setapak dan berujung pada bangunan Falling Water yang berdiri
dibantaran sungai berbatu dengan sebuah air terjun kecil didepannya, serta
berdiri dihamparan hutan oak dan maple menjadi sebuah kesan harmoni
tersendiri antara bangunan dengan alam.

 Denah Falling Water

 Potongan Falling Water


 3D perspektif Falling Water

 Siteplan Falling Water


E. Bangunan Modern Fungsionalisme
4x4 House by Tadao Ando
 Lokasi:
 Sejarah
 Tahun pembangunan:
 Material
 Teori 4x4 House merupakan arsitektur modern fungsionalisme
 Denah
 Potongan
 Tampak

Anda mungkin juga menyukai