Mata Kuliah :
Akustik, Pencahayaan dan Thermal
Disusun Oleh :
Khairil Anwar
NIM : 150501105
PRODI ARSITEKTUR
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2016-2017
A. Latar belakang Museum Tsunami Aceh
Selain sebagai monumen mengenang bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh pada tahun 2004,
museum ini juga menjadi tempat pendidikan dan sekalligus tempat perlindungan darurat andai terjadi
tsunami kembali.
Arsitek mengungkapkan, pilihan terhadap bangunan panggung terinspirasi dari rumah panggung
tradisional Aceh yang terbukti tahan terhadap bencana alam. Sedangkan konsep bukit diambil dari
konsep bukit penyelamatan (escape hill) sebagai antisipasi jika terjadi tsunami di masa yang akan
dating, Dalam mendesain museum, ia mencoba merespon beberapa aspek penting dalam perancangan
seperti: memori terhadap peristiwa bencana tsunami, fungsionalitas sebuah bangunan
museum/memorial, identitas kultural masyarakat Aceh, estetika baru yang bersifat modern dan
responsif terhadap konteks urban.
Bangunan megah Museum Tsunami tampak dari luar seperti kapal besar yang sedang berlabuh.
Sementara di bagian bawah terdapat kolam ikan. Museum ini merupakan satu-satunya di Indonesia
dan tidak mustahil akan menjadi museum tsunami dunia.
Beberapa konsep dasar yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami antara lain: rumah
adat Aceh, bukit penyelamatan (escape hill), gelombang laut (sea waves), tarian khas Aceh (Saman
dance), cahaya Tuhan (the light of God) dan taman untuk masyarakat (public park).
Desain Tsunami Memorial ini mengambil ide dasar dari rumah panggung Aceh sebagai contoh
kearifan arsitektur masa lalu dalam merespon tantangan dan bencana alam. Begitu pula dengan bentuk
bukit penyelelamatan pada bangunan merupakan antisipasi terhadap bahaya tsunami di masa datang.
Sedangkan mengenai bentuk denah bangunan yang menyerupai gelombang laut, itu merupakan
analogi dan sekaligus sebagai pengingat akan bahaya tsunami. Sementara konsep tarian khas Aceh
yang ada pada bangunan, menurut Emil sebagai lambang dari kekompakan dan kerjasama antar
manusia yang kemudian diterjemahkan menjadi kulit bangunan eksterior. Di dalam bangunan juga
terdapat ruang berbentuk sumur silinder yang menyorotkan cahaya ke atas sebagai simbol hubungan
manusia dengan Tuhannya. Tidak ketinggalan ia juga membangun sebuah taman terbuka bagi
masyarakat yang bisa diakses dan dipergunakan setiap saatsebagai respon terhadap konteks urban.
C. Kajian Aspek Arsitektural Museum Tsunami Aceh
1. Rumoh Aceh
Design Museum Tsunami ini mengambil ide dasar dari rumah panggung Aceh sebagai contoh
kearifan arsitektur masa lalu dalam merespon tantangan dan bencana alam. Design ini mengacu
pada keadaan Aceh pada masa silam yang juga pernah dilanda bencana. Konsep ini
merefleksikan keyakinan terhadap agama dan adaptasi terhadap alam
2. Escape Building
Design Museum Tsunami ini berbentuk bukit penyelamatan sebagai antisipasi terhadap bahaya
tsunami di masa yang akan datang.
3. Sea Waves
Denah bangunan merupakan analogi dari episenter sebuah gelombang laut sebagai pengingat
akan tsunami.
Tarian khas Aceh yang melambangkan kekompakan dan kerjasama masyarakat Aceh,
mencerminkan kehidupan sosial yang kental akan gotong-royong dan tolong-menolong,
direfleksikan melalui kulit bangunan pada eksterior Museum Tsunami Aceh.
Di dalam bangunan Museum Tsunami ini terdapat ruang berbentuk sumur silinder yang
menyorotkan cahaya ke atas sebagai simbol hubungan manusia dengan Tuhannya.
6. Public Park
Museum Tsunami ini juga merupakan taman terbuka publik yang dapat diakses dan difungsikan
setiap saat oleh masyarakat, sebagai respon terhadap konteks urban.
Pada zona spaces of memory direalisasikan dalam tsunami passage dan Memorial Hall. Area
penerima tamu (tsunami passage) di museum ini berupa koridor sempit berdinding tinggi
dengan air terjun yang bergemuruh untuk mengingatkan betapa menakutkannya suasana di
saat terjadinya tsunami. Sedangkan Memorial Hall merupakan area di bawah tanah yang
menjadi sarana interaktif untuk mengenang sejarah terjadinya tsunami. Pada Aceh Memorial
Hall ini juga dilengkapi dengan pencahayaan dari lubang-lubang sebuah reflecting pool yang
berada di atasnya. Sedangkan pada zona spaces of hope diwujudkan dalam bentuk Blessing
Chamber dan Atrium of Hope. Blessing Chamber merupakan ruang transisi sebelum
memasuki ruang-ruang kegiatan non memorial. Ruang ini berupa sumur yang tinggi dengan
ribuan nama-nama korban terpatri di dinding. Sumur ini diterangi oleh skylight berbentuk
lingkaran dengan kaligrafi Allah SWT sebagai makna hadirnya harapan bagi masyarakat
Aceh.
Untuk zona spaces of relief diterjemahkan dalam the hill of light dan escape roof. The hill of
light merupakan taman berupa bukit kecil sebagai sarana penyelamatan awal terhadap
tsunami. Taman publik ini dilengkapi dengan ratusan tiang obor yang juga dirancang untuk
meletakkan bunga dukacita sebagai tanda personal space. Jika seluruh obor dinyalakan maka
bukit ini akan dibanjiri oleh lautan cahaya. Sangat personal sekaligus komunal. Sedang escape
roof merupakan atap bangunan yang dirancang berupa rooftop yang bisa ditanami rumput
atau lansekap. Atap ini juga dirancang sebagai area evakuasi bilamana di kemudian hari
terjadi bencana banjir dan tsunami.
Setelah melewati ruang memorial hill, anda akan memasuki ruang “The Light of God”, yaitu
sebuah ruang berbentuk sumur silinder yang menyorotkan cahaya remang-remang. Pada
puncak ruangan terlihat kaligrafi arab berbentuk tulisan ALLAH. Pada dinding-dinding
ruangan ini dipenuhi tulisan nama-nama korban tsunami yang tewas dalam peristiwa besar
tersebut. Bangunan ini mengandung nilai-nilai Religius yang merupakan cerminan hubungan
manusia dengan sang pencipta / Allah. Pada Lantai dua museum, merupakan akses ke ruang-
ruang multimedia seperti ruang audio dan ruang 4 dimensi “tsunami exhibition room”, ruang
pre-tsunami, while stunami, dan post-tsunami, Kemudian lantai 3 Museum ini tersedia
beberapa fasilitas-fasilitas seperti ruang geologi, perpustakaan, musalla, dan souvenir. Pada
ruang geologi, anda dapat memperoleh informasi mengenai bencana yaitu tentang bagaimana
gempa dan tsunami terjadi, melalui penjelasan dari beberapa display dan alat simulasi yang
terdapat dalam ruangan tersebut, Tingkat akhir Gedung Museum Tsunami Aceh, berfungsi
sebagai tempat penyelamatan darurat / Escape building apabila terjadi tsunami lagi di masa
yang akan datang. Tingkat atap ini tidak dibuka untuk umum karena mengingat konsep
keselamatan dan keamanan pengunjung, dan hanya akan dibuka saat darurat atau saat
dibutuhkan saja.
e) konsep Material Museum Tsunami Aceh
Besi Adalah bahan bangunan yang sangat diperlukan sekali baik sebagai struktur utama
maupun sebagai pendukung tambahan dalam beton bertulang. Bahan besi dibuat dalam
bermacam- macam bentuk dan ukuran untuk elemen-elemen struktur bangunan. Hal-hal yang
kurang menguntungkan perubahan bentuk relatif (akibat panas ermis), tidak tahan panas api
dan korosif, perawatan memerlukan biaya yang besar.
D. Analisa Kenyamanan Thermal, Pencahayaan dan Akustik Pada Museum Tsunami Aceh
ruang berbentuk sumur silinder yang menyorotkan cahaya ke atas sebagai simbol
hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan juga didalamnya dibangun sebuah taman
terbuka bagi masyarakat yang bisa diakses dan dipergunakan setiap saat sebagai respon
terhadap konteks urban.
Penataan Pencahayaan :
Menggunakan lampu hemat energi
Mengatur jadwal penyalaan lampu, misalnya dengan mengaktifkan timer
Menambah alat penghemat energi lampu (penggunaan dimmer, daylight sensor,
zoning, present/movement detector, sensor ultrasonik)
Mematikan lampu saat ruang tidak digunakan (pasang peringatan di setiap saklar
dan pintu keluar)
Menghindari penggunaan satu saklar yang dihubungkan dengan beberapa titik
lampu. Kondisi ini membuat pemakaian tidak fleksibel karena menyalakan satu
lampu berarti beberapa lampu lain ikut menyala
Memakai lampu dengan jumlah yang sesuai.
Meminimalisasi penggunaan pencahayaan buatan
Untuk menciptakan kenyamanan termal di suatu tempat tertentu, terlebih dahulu kita
harus mengetahui kondisi-kondisi lingkungan di suatu tempat yang akan kita rancang
kondisi termalnya. Selain itu kita juga harus menetapkan standar kenyamanan termal
yang akan kita rancang, agar hasil perancangan kita terlalu dingin, atau sebaliknya
kepanasan.
Selain kondisi lingkungan, perlu juga diperhatikan bahan-bahan konstruksi yang akan
digunakan dan dikondisikan sesuai dengan fungsi ruangannya. Serta perlu
diperhitungkan pula beban termal yang harus ditanggung ruangan tersebut, baik secara
eksternal maupun internal. Bebean eksternal yaitu beban termal yang berasal dari luar
ruangan, misalnya cahaya matahari yang masuk ruangan, sedangkan beban internal ialah
beban termal yang harus ditanggung dan berasal dari dalam ruangan, misalnya peralatan
elektronik, jumlah orang yang menghuni ruangan, dll.
Penaggulangan kebisingan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
E. Kesimpulan
Ada tiga metode untuk pencahayaan suatu ruang : umum, lokal, dan cahaya aksen
Pencahayaan umum juga dapat digunakan untuk mengurangi kesan bayangan, menghaluskan
dan memperluas sudut-sudut ruang, serta menyediakan level pencahayaan yang memadai agar
dapat bergerak dengan aman dan untuk kepentingan pemeliharaan umum. Cahaya
menghidupkan ruang dan menonjolkan bentuk-bentuk dan tekstur-teksturnya.