0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
329 tayangan13 halaman
Wilayah pesisir Pulau Rupat di Provinsi Riau, Indonesia mengalami degradasi lingkungan yang parah akibat abrasi dan erosi yang diperparah oleh penambangan pasir laut besar-besaran, mengancam keberlangsungan pulau dan masyarakatnya. Infrastruktur dan fasilitas dasar masih sangat kurang memadai.
Wilayah pesisir Pulau Rupat di Provinsi Riau, Indonesia mengalami degradasi lingkungan yang parah akibat abrasi dan erosi yang diperparah oleh penambangan pasir laut besar-besaran, mengancam keberlangsungan pulau dan masyarakatnya. Infrastruktur dan fasilitas dasar masih sangat kurang memadai.
Wilayah pesisir Pulau Rupat di Provinsi Riau, Indonesia mengalami degradasi lingkungan yang parah akibat abrasi dan erosi yang diperparah oleh penambangan pasir laut besar-besaran, mengancam keberlangsungan pulau dan masyarakatnya. Infrastruktur dan fasilitas dasar masih sangat kurang memadai.
Oleh: SAFITRI DEWI SUFIAN - B Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai dengan Selat Malaka. Disamping itu sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 terdapat wilayah lautan sejauh 12 mil dari garis pantai. Di daratan terdapat 15 sungai, diantaranya ada 4 sungai besar yang mempunyai arti penting sebagai sarana perhubungan seperti Sungai Siak (300 Km) dengan kedalaman 8 -12 m, Sungai Rokan (400 Km) dengan kedalaman 6-8 m, Sungai Kampar (400 Km) dengan kedalaman lebih kurang 6 m dan Sungai Indragiri (500 Km) dengan kedalaman 6-8 m. Ke-4 sungai yang membelah dari pegunungan daratan tinggi Bukit Barisan Bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu dipengaruhi pasang surut laut. Kondisi Lingkungan Alam Wilayah Pesisir Pulau Rupat Wilayah pesisir dan pantai di Provinsi Riau, Indonesia telah mengalami tekanan yang cukup berat. Secara signifikan hal ini telah terjadi eskalasi degradasi yang cukup memprihatinkan. Kecendrungan degradasi ini ditandai dengan meningkatnya kerusakan habitat mangrove dan estuaria, dan perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh abrasi maupun erosi. Abrasi di sejumlah kawasan di Pulau Rupat, kondisinya sudah tergolong parah. Bahkan belum lama ini, salah satu rumah warga di Makeruh yang berada di bibir pantai rusak parah ditrerjang gelombang pasang yang terjadi pada musim utara dari arah Selat Melaka. Semakin hari bibir pantai runtuh ke laut, jika dibiarkan maka akan mengancam perkampungan nelayanan yang ada di sekitar sana. Rata-rata sekitar 7-10 meter daratan di wilayah tersebut amblas disapu gelombang air laut Selat Malaka. Kuatnya gelombang laut tidak hanya turut memperparah abrasi. Tetapi juga ikut merusak sejumlah fasilitas umum seperti pelabuhan. Dari 8 kilometer dartan yang mengalami abrasi, baru sepanjang 2 kilometer yang telah dipasang pemecah gelombang. Pihaknya juga telah menyampaikan persoalan ini ke Pemerintah Kabupaten maupun kepada anggota DPRD yang duduk di Provinsi Riau. Infrastruktur Wilayah Pesisir Pulau Rupat Di beberapa tempat terlihat kondisi yang lebih memprihatikan. Infrastruktur jalan cor beton penghubung antarkampung yang lebarnya hanya 1,5 meter penuh lubang. Bahkan masih banyak daerah yang tak memiliki akses jalan memadai. Kondisi jalan di Rupat Utara yang terbilang tak karuan. Jembatan saja dari kayu. Kalau hujan jalannya susah kami lewati, licin. Di sepanjang perjalanan, rumah-rumah penduduk berdiri sederhana. Paling banyak, rumah panggung dari kayu, khas Melayu. Jarak antar rumah pun lumayan jauh, 100-200 meter yang dipisahkan kebun kosong, belukar atau hutan karet alam. Pemandangan itu mewakili kemiskinan masyarakat setempat yang jauh dari akses perekonomian. Bahkan fasilitas pendidikan jarang ditemui. Beberapa bangunan megah yang terlihat hanyalah kandang walet, yang dibangun permanen sampai empat tingkat. Di Pulau Rupat, umumnya perkampungan penduduk dari dulunya memang berkelompok. Seperti perkampungan Melayu, Jawa, Tionghoa, maupun suku asli pulau tersebut, Suku Akit. Pada umumnya, masyarakat Akit tinggal di pinggir pantai Rupat. Pemukiman mereka terbesar di Desa Titi Akar dan Desa Hutan Panjang. Berburu di hutan dan menangkap ikan di lautan, tradisi mereka yang hampir punah. Panjang total jalan utama adalah 143,43 km. Fisik jalan yang telah disemensepanjang 40 km. Jalanan dengan pengerasan tanah sepanjang 10 km.Sarana transportasi darat pada umumnya menggunakan kendaraan bermotor rodadua. Hanya ada satu atau dua buah buah mobil di pulau ini. Sarana pendaratan ikan dan pelabuhan berjumlah 2 buah, yaitu satu di Kecamatan Rupat Utara dan satu diKecamatan Rupat. Selain itu, sarana pelabuhan rakyat ditemui hampir di semua desapesisir Pulau Rupat. Sarana transportasi laut digunakan untuk angkutan penumpang maupun barang. Angkutan penumpang misalnya adalah dalam bentuk speed-fiber dengan kapasitasangkut sekitar 30 - 40 orang. Transportasi ini melayani jalur Tanjung Medang Titi Akar - Hutan Samak - Dumai. Transportasi kapal barang adalah menggunakan kapalmotor pompong, yang mengangkut bahan makanan pokok dan material bangunandari luar pulau Pada umumnya sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat di Pulau Rupatadalah air hujan dan air tanah. Infrastruktur penampungan air hujan biasanyadimiliki langsung oleh penduduk, sedangkan sarana yang disediakan olehpemerintah baru beberapa unit dan belum dapat memenuhi semua kebutuhanmasyarakat Pulau Rupat. Kualitas air tanah yang digunakan dikategorikan kurang memenuhi standar kesehatan sehingga perlu diusahakan sumur-sumur air artesis. Untuk pembuangan limbah rumah tangga, biasanya masyarakat membuat lubang resapan. Di samping itu, ada pula masyarakat yang membuat kakus serta septik tank. Namun demikianmasih ada pula sebagian masyarakat yang menggunakan sungai sebagai tempatpembuangan kotoran Pengembangan Wilayah Pesisir Pulau Rupat Pengembangan pulau Rupat sebagai tujuan wisata, bukan saja menjadi program pembangunan di Kabupaten Bengkalis, tetapi juga di Provinsi Riau. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan strategis pembangunan Bengkalis maupun Riau. Karena itu berbagai fasilitas pengembangannya sudah dibangun, baik oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis dan Provinsi Riau, seperti akses jalan, dermaga pelabuhan ferry penyeberangan. Penambangan pasir laut skala besar yang dilakukan oleh PT Tri Martheo dan PT Global Maritimindo di perairan pulau Rupat dinilai membahayakan lingkungan. Bahkan ancaman paling serius adalah Pulau Rupat terancam tenggelam apabila eksplorasi pasir laut dalam skala besar terus dilakukan. Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bengkalis H Arman AA kepada sejumlah wartawan, Selasa (10/3/2015) terkait dengan aktifitas penambangan pasir laut di perairan Rupat mengatakan kalau penyedotan pasir laut dengan menggunakan teknologi canggih seperti pipa belalai akan memicu terjadinya pengikisan daratan. Kondisi tersebut lebih berbahaya dari abrasi yang datang melalui gelombang laut.