Anda di halaman 1dari 2

NAMA: I GEDE CANDRA BUDIASA

NIM : 1519251043
KLS :C

MUSEUM TSUNAMI ACEH

Museum Tsunami Aceh semula akan dibuat berbentuk kapal besar dan dimaksudkan hanya
sebagai penyimpanan semua dokumentasi yang terkait dengan bencana alam 26 Desember
2004. Agar generasi penerus Aceh dan Indonesia mengetahui bahwa pernah terjadi peristiwa
maha dasyat di bumi rencong ini.

Namun kemudian rencana berubah, Pemerintah Aceh bersama BRR NAD-Nias mengadakan
sayembara untuk desain museum tsunami. Setelah menyisihkan 68 peserta lainnya, desain
yang berjudul "Rumoh Aceh'as Escape Hill" akhirnya dimenangkan oleh seorang dosen
arsitektur ITB, Bandung, M.Ridwan Kamil yang diumumkan pada 17 Agustus 2007.

Museum Tsunami Aceh yang terletak di depan Lapangan Blang Padang, Banda Aceh ini
memiliki tiga lantai, dengan luas setiap lantai sebesar 2.500 meter dan menghabiskan dana
hingga Rp60 miliar lebih. Goresan arsitektur Ridwan Kamil ini, sarat dengan nilai kearifan
lokal dan didesain dengan konsep metafora kapal, seperti hendak mewartakan Banda Aceh
adalah kota air alih-alih daratan.

Di dalam gedung terdapat kolam luas yang indah dengan jembatan diatasnya. Selain itu,
terdapat ruangan yang diumpamakan sebagai gua yang gelap serta ada aliran air mengalir
Konsep yang ditawarkan arsitek ini, dengan menggabungkan rumoh Aceh (rumoh bertipe
panggung) dikawinkan dengan konsep escape building hill atau bukit untuk menyelamatkan
diri, sea waves atau metafora amuk gelombang tsunami, tari tradisional saman, cahaya Allah,
serta taman terbuka berkonsep masyarakat urban.

Bangunan museum yang berlokasi di Jalan Iskandar Muda, Banda Aceh ini, bergaya rumah
panggung. Berbagai benda yang dipamerkan dalam museum ini meliputi stimulasi elektronik
serta foto korban dan kisah yang disampaikan para korban yang selamat bencana tsunami.
Pada bangunan ini menggunakan konsep Metafora Gabungan (Combined Metaphor) yaitu
metafora yang menggabungkan pemisalan baik secara konsep abstrak maupun bentuk
konkrit. Salah satu contoh dari metafora ini diterapkan dalam Museum Tsunami karya
Ridwan Kamil. Karya tersebut diawali dengan keinginan untuk menunjukkan nilai nilai
escape atau penyelamatan diri yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk bukit
penyelamatan dan bentukan kapal. Dan dilihat dari atas berbentuk seperi ombak tsunami.

Gambar Museum Tsunami Banda Aceh


(Sumber : https://bolehbaca.wordpress.com/, 2009)

Ketiga metafora tersebut memperlihatkan bahwa karya arsitektur selalu memunculkan


perbandingan baik dengan benda nyata maupun dengan yang abstrak. Saya kemudian
mengaitkan kembali metode metafora dengan metode Semiotika yang sudah saya sebutkan
sedikit di awal sub-bab ini. Pada Semiotika, sebagaimana telah saya simpulkan, metafora
mengambil peran sebagai salah satu tahapan ketika kita membandingkan objek nyata dengan
suatu simbol lain yang telah dikenal maknanya.

Bila diperhatikan dari atas, museum ini merefleksikan gelombang tsunami, tapi bila dilihat
dari samping (bawah) tampak seperti kapal penyelamat dengan geladak yang luas sebagai
escape building.Apabila dilihat, atap Museum Tsunami Aceh terlihat menyerupai gelombang
laut. Unik memang, dari luar saja kamu sudah dapat melihat esensi dari museum ini yang
berfungsi sebagai monumen peringatan Tsunami Aceh tahun 2004. Suasana tsunami pun
makin hadir saat pengunjung masuk ke Space of Fear, dimana pengunjung dapat merasakan
suasana tsunami di lorong sempit yang dihiasi oleh suara gemericik air.

Asal-muasalnya, Museum Tsunami Aceh mengambil ide dasar Rumoh Aceh. Nuansa Rumoh
Aceh pun tampak pada lantai pertama museum yang dibuat menyerupai rumah panggung,
dimana merupakan rumah tradisional orang Aceh. Ridwan Kamil memang menyelipkan
berbagai unsur Aceh, Islam, hingga bencana Tsunami Aceh 2004 ke dalam desain
bangunannya. Desain Museum Tsunami Aceh disebut 'Rumoh Aceh Escape Hill'. Hebatnya,
museum tersebut tidak hanya berfungsi sebagai monumen peringatan, tapi sebagai tempat
perlindungan dari bencana tsunami. Berkaca dari tragedi Tsunami Aceh 2004, Ridwan Kamil
membuat taman berbentuk bukit yang dapat dijadikan lokasi penyelamatan apabila bencana
tersebut terjadi lagi di masa mendatang. Atapnya yang landai dimaksudkan untuk
menampung penduduk.

Anda mungkin juga menyukai