PENDAHULUAN
1
Todaro (2006: 22) mendefinisikan pembangunan ekonomi adalah suatu
proses yang bersifat multidimensional, melibatkan perubahan-perubahan besar,
baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi
kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan
ekonomi. Perhatian utama negara yang sedang berkembang terfokus pada
dilemma antara pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan ekonomi tidak
semata-mata diukur berdasarkan peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB),
tetapi harus memperhatikan juga distribusi pendapatan masyarakat yang telah
tersebar, apakah merata atau tidak serta masyarakat mana yang telah menikmati
hasil-hasilnya
Hirschman (1958 dalam Muta’ali, 1999: 3) mengemukakan bahwa jika
suatu daerah mengalami perkembangan maka akan membawa pengaruh atau
imbas ke daerah lain. Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi seringkali tidak diimbangi pemerataan sehingga menimbulkan berbagai
dilema dalam pembangunan dan justru memperlebar kesenjangan antarwilayah
serta menimbulkan permasalahan ekonomi yang berlapis-lapis, seperti
kemiskinan, kesenjangan sosial-ekonomi, ketimpangan antarwilayah (kota-desa,
pusat-daerah). Dalam literatur ekonomi regional ditemukan adanya strategi
pembangunan yang tidak seimbang, yaitu strategi yang hanya menekankan pada
pengembangan salah satu sektor ekonomi atau wilayah yang dianggap potensial.
oleh karenanya pengembangan ekonomi wilayah haruslah dilakukan secara
komprehensif. sehingga dalam hal ini pengembangan ekonomi juga harus menjadi
dasar pertimbangan dalam perencanaaan tata ruang baik dalam tingkat umum
maupun yang lebih rinci.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator makro untuk
melihat kinerja perekonomian secara riil di suatu wilayah. Laju pertumbuhan
ekonomi dihitung berdasarkan perubahan Produk Domestik Regional Bruto atau
PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun yang bersangkutan terhadap tahun
sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai pertambahan
jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh kategori kegiatan ekonomi
yang ada di suatu wilayah selama kurun waktu setahun.
Dalam dinamika pembangunan nasional, PDRB suatu daerah tidak selalu
mengalami peningkatan karena sering terjadinya fluktuasi ekonomi.
Pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah bertujuan untuk meningkatkan
2
PDRB daerah yang bersangkutan. Kabupaten Bangli merupakan salah satu
kabupaten di Provinsi Bali dan merupakan satu-satunya kabupaten yang tidak
memiliki laut namun mempunyai danau terluas yaitu Danau Batur dengan luas
sekitar 1.067,50 Ha. Keadaan iklim dan perputaran atau pertemuan arus udara
yang disebabkan karena adanya pegunungan di daerah ini menyebabkan curah
hujan di Kabupaten Bangli relatif tinggi. Jenis tanah di Kabupaten Bangli adalah
tanah regosal, sehingga tanaman apa saja bisa tumbuh di daerah ini. Faktor
pendukung secara alami ini menopang Kabupaten Bangli memiliki lahan subur
yang sangat potensial di sektor pertanian dengan komoditas unggulan jenis
hortikultura dan komoditas bambu dari subsektor kehutanan (BPS, 2018). Potensi
tersebut juga terlihat dari Stuktur perekonomian Kabupaten Bangli yang
digambarkan oleh distribusi pendapatan daerah regional brutto (PDRB).
Struktur ekonomi Bangli didominasi oleh 6 kategori utama yaitu: Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan ; Jasa Lainnya; Penyedia Akomodasi Makan dan
Minum; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib;
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, Industri
Pengolahan serta Konstruksi. Pada tahun 2017, keenam kategori tersebut tercatat
memberikan kontribusi sebesar 79,22 persen terhadap ekonomi Bangli. Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan menyumbang sebesar 27,99 persen dari total nilai
tambah yang tercipta di Bangli. Tidak dapat dipungkiri bahwa industri pertanian
memegang andil yang cukup penting dalam corak perekonomian Bangli dimana
sebagian besar penduduknya menggantungkan mata pencahariannya sebagai
petani. Salah satu contoh komoditas unggulan produk industri pertanian di Bangli
diantaranya : jeruk, kopi, labu siam, dan bawang merah. Kontribusi terbesar kedua
diberikan oleh Penyedia Akomodasi Makan dan Minum sebesar 13,26 persen.
Capaian ini diduga akibat pengembangan desa wisata di Bangli yang mencapai
29 desa wisata yang secara resmi didirikan melalui Peraturan Bupati (Perbup)
Bangli Nomor 4 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Perbup Bangli Nomor
16 Tahun 2014 tentang Desa Wisata (BPS,2018).
PDRB Kabupaten Bangli disumbang oleh beberapa sektor ekonomi, yaitu:
sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri, sektor listrik, sektor
pengadaan air, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan,
sektor akomodasi, sektor informasi, sektor keuangan, dan sektor jasa-jasa.
Perekonomian Kabupaten Bangli rata-rata pertumbuhan ekonomi Bangli selama
3
periode 2013-2017 mencapai 5,90 persen. Meskipun selalu tumbuh, laju
pertumbuhan ekonomi Bangli relatif berada di bawah pertumbuhan Bali. Di tahun
2017 ekonomi Bangli tumbuh 5,35 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan Bali yang tercatat 5,59 persen. Pertumbuhan tahun 2017 juga
tercatat melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 6,24
persen. Sebagai catatan, pertumbuhan di tahun 2016 merupakan yang tertinggi
sejak tahun 2011. Perlu juga disampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Bangli
tidak pernah negatif. Ekonomi selalu tumbuh dengan laju yang tidak sama,
sehingga apabila laju pertumbuhan lebih rendah dibandingkan dengan periode
sebelumnya maka ekonomi dapat dikatakan melambat.
Apabila stuktur perekonomian suatu wilayah dapat digambarkan oleh
distribusi PDRB, maka untuk melihat gambaran kesejahteraan wilayah
digambarkan melalui PDRB per kapita. PDRB per kapita merupakan pembagian
nilai tambah total yang tercipta dengan jumlah penduduk di suatu wilayah,
sehingga dapat digunakan sebagai gambaran kesejahteraan suatu wilayah.
Semakin besar nilai PDRB per kapita menunjukkan semakin sejahtera wilayah
tersebut, dan sebaliknya nilai PDRB per kapita yang rendah menunjukkan semakin
rendahnya tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut. Berdasarkan gambar
dibawah, menunjukkan data PDRB perkapita di Kabupaten Badung menduduki
peringkat pertama dengan PDRB per kapita mencapai 73,25 juta rupiah per tahun.
Capaian ini jauh melampaui capaian Provinsi Bali yang tercatat sebesar 46,52 juta
dan juga Kapubaten Bangli yanga hanya sebesar 24,74 rupiah selama tahun 2016.
Nilai ini menjadi salah satu indikasi bahwa Kabupaten Badung masih mendominasi
kue perekonomian Provinsi Bali dengan perkembangan pesat di industri
pariwisatanya. Tidak mengherankan setiap tahunnya semakin banyak penduduk
baik dari kabupaten kota di Provinsi Bali bahkan dari luar Bali pun berebut untuk
mendapatkan pekerjaan di Badung (BPS,2018). Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa tingkat kesejahteraan di wilayah kabupaten bangli merupakan yang paling
rendah di Provinsi Bali.
Apabila melihat data perekonomian Kabupaten Bangli memperlihatkan
struktur ekonomi memiliki potensi pertanian yang cukup besar, namun dari
kesejahteraan wilayah merupakan yang terendah di Provinsi Bali. Berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bangli tahun 2013-2033, beberapa isu terkait kebijakan tata
4
ruang yang belum mengadopsi potensi wilayah kabupaten bangli seperti (1)
Dominansi peruntukan pertanian lahan basah pada kawasan perkotaan, hal ini
dapat menghambat investasi di kawasan perkotaan (2)Sistem pusat-pusat
pelayanan belum mendukung potensi sektor unggulan, dimana belum adanya
rencana pengembagan infrastruktur penunjang sektor unggulan (3) Beberapa
desa dengan potensi pertanian dan perkebunan tidak ditetapkan dalam kawasan
agropolitan atau kawasan strategis lainnya.
Dengan berbagai kekurangan dan kelebihan, maka Pemerintah Kabupaten
Bangli perlu menggunakan dan mengoptimalkan sumberdaya yang ada, agar
program pembangunan yang selama ini dicita-citakan dapat berjalan sesuai
dengan rencana pembangunan. Sebagaimana visi dari Kabupaten Bangli yakni
“Terwujudnya Masyarakat Bangli Yang Sejahtera, Mandiri,Terdidik Dan Siap
Mengabdi (Sewyakirti) Berdasarkan Tri Hita Karana” dapat diwujudkan.
5
b. Mengetahui kondisi kebijakan tata ruang Kabupaten Bangli terkait
pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Bangli
c. Mengetahui keterpaduan kebijakan tata ruang dengan perkembangan
ekonomi wilayah di Kabupaten Bangli
d. Menyusun strategi pengembangan yang sesuai dengan potensi wilayah
sebagai alternatif rekomendasi pengembangan wilayah di Kabupaten
Bangli
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
7
Silaban (2018) dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Pengeluaran
Publik Terhadap Transformasi Struktur Ekonomi Dan Pengembangan Wilayah
Kabupaten Humbang Hasundutan”. Dalam Penelitian tersebut dilakukan analisi
pengaruh pengeluaran publik yang terdiri dari pengeluaran publik di bidang
pendidikan, pengeluaran publik di bidang kesehatan, dan pengeluaran publik di
bidang infrastruktur terhadap transformasi struktur ekonomi dan pengembangan
wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan dalam kurun waktu tahun 2003-2017.
Harun (2006) dalam jurnal Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.
17/No.21 yang berjudul “Analisis LQshift LQshare Untuk Mengukur Dampak
Perluasan Kota Terhadap Kinerja Ekonomi Regional (Studi Kasus: Perluasan Kota
Manado Terhadap Perekonomian Wilayah Sulawesi Utara)”, menyimpulkan
bahwa laju pertumbuhan suatu sector yang juga mampu menggeser sector-sektor
lainnya secara relative lebih cepat dalam selang waktu tertentu, biasanya secara
“otomotis” disimpulkan bahwa sector tersebut mempunyai keunggulan komparatif
terhadap sector lainnya. Meskipun memang ada kesama dan sebangunan, namun
secara akademis penarikan kesimpulan tersebut perlu lebih diverifikasi, dan
analisis ini dapat membantu membuktikannya, meskipun memang ada variasi-
variasi penjelasannya. Analisa LQshift-LQShare ini menunjukkan bahwa “premise”
laju dan pergeseran yang tinggi dari suatu sector tidak selalu tepat untuk diambil
kesimpulan sebagai sector yang unggul, apalagi kalau dilanjutkan dengan kinerja
ekonomi wilayah yang lainnya seperti terhadap kesenjangan antar daerah,
perbedaan upah kerja, perpindahan penduduk atau lainnya.
Berdasarkan beberapa jurnal dan penelitian bidang pengembangan
ekonomi wilayah dan sektor unggulan yang telah dipaparkan diatas belum ada
penelitian yang membahas tentang kebijakan tata ruang wilayah dalam
pengembangan potensi sektor unggulan khususnya di Kabupaten Bangli. Dari
beberapa penelitian diatas dapat dipahami juga bahwa peran sektor unggulan
sangat penting bagi pengembangan ekonomi daerah dan prosesnya dapat diukur
dan dinilai sehingga dibutuhkan strategi pengembangan yang tepat sehingga
potensi daerah tersebut dapat dimaksimalkan.
8
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN
9
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
3.1 Konsep
3.1.1. Kebijakan
Fachruddi (2013) menyebutkan pengertian kebijakan merujuk pada tiga
hal, yakni sudut pandang (point of view), rangkaian tindakan (series of actions),
dan peraturan (regulations). Ketiga hal tersebut menjadi pedoman bagi para
pengambil keputusan untuk menjalankan sebuah kebijakan. Dari beberapa definisi
mengenai kebijakan publik, ada satu definisi yang cukup komprehensif untuk
menjelaskan apa itu kebijakan publik. Definisi tersebut berbunyi “respons dari
sebuah sistem politik terhadap demands/claims dan support yang mengalir dari
lingkungannya”.
Dalam definisi tersebut, respons bisa dilihat sebagai isi dan implementasi
serta analisis dampak kebijakan. Sistem politik tentu saja merujuk pada actor
politik (pemerintah, parlemen, masyarakat, pressure groups, dan aktor yang lain),
demands, dan claim bisa jadi merupakan tantangan dan permintaan dari aktor-
aktor tadi. Sementara support bisa merujuk pada dukungan, baik SDM maupun
10
infrastruktur yang ada. Respons yang terakhir, lingkungan merujuk pada satuan
wilayah tempat sebuah kebijakan diimplementasikan.
Berdasarkan konsep tersebut, tersusunlah sebuah sistem kebijakan publik
yang terdiri atas elemen-elemen, yakni orientasi, tindakan yang benarbenar
dilakukan, sifat positif maupun negatif untuk melakukan sesuatu dan pelaksanaan
melalui perundangan yang bersifat memaksa (otoritatif).
Sanim (2006 dalam Fachruddin, 2013) menyebutkan memformulasikan
bahwa pengertian yang tepat dari kebijakan adalah peraturan yang telah
dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna memengaruhi suatu keadaan
(memengaruhi pertumbuhan), baik besaran maupun arahnya yang melingkupi
kehidupan masyarakat umum. Secara ringkas, kebijakan (policy) adalah solusi
atas suatu masalah. Kebijakan sering kali tidak efektif akibat idak cermat dalam
merumuskan masalah. Dengan kata lain, kebijakan sebagai obat sering kali tidak
manjur bahkan mematikan, akibat diagnosis masalah atau penyakitnya keliru
(Dunn 2003). Sebagai contoh, kebijakan adalah kebijakan publik yang dibuat oleh
institusi pemerintah.
11
kebijakan publik adalah semua tindakan pemerintah disebut kebijakan publik dan
2) para ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan kebijakan. Para
ahli yang terkelompok dalam pandangan kategori kedua terbagi pula ke dalam dua
kubu pendapat, yakni mereka yang memandang kebijakan publik sebagai
keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu.
Sementara kubu lainnya menganggap kebijakan publik memiliki akibat-akibat yang
bisa diramalkan.
Winarno (2002 dalam Fachruddi, 2013) menyatakan bahwa dampak dan
suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan semua harus diperhitungkan,
yaitu (1) dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan
pada orang-orang yang terlibat. Dengan demikian, mereka atau individu-individu
yang diharapkan untuk dipengaruhi oleh kebijakan harus dibatasi. Ada juga
dampak yang diinginkan (intended consequences) dan ada dampak yang tidak
diinginkan (unintended consequences). (2) Kebijakan yang mungkin mempunyai
dampak pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau
tujuan kebijakan atau juga dinamakan dampak yang melimpah (externalities or
spillover effects). (3) Kebijakan yang mungkin mempunyai dampak pada
keadaankeadaan sekarang dan keadaan-keadaan di masa yang akan datang.
Dengan kata lain, kebijakan yang berdampak berdasarkan dimensi waktu, yakni
masa sekarang dan masa yang akan datang. (4) Kebijakan yang mempunyai
dampak dalam bentuk biaya langsung dan biaya tidak langsung. Artinya, ada biaya
yang langsung dikeluarkan oleh program tersebut dan ada biaya tidak langsung
dikeluarkan oleh pihak lain, apakah oleh pemerintah, swasta, atau masyarakat. (5)
Kebijakan yang mempunyai dampak terhadap biaya-biaya yang tidak bisa
dihitung, tetapi dapat dirasakan oleh semua pihak.
12
Dalam membahas rencana spasial dan rencana pembangunan daerah
secara sekaligus, maka akan tidak terlepas juga dari aspek keuangan. Saat ini,
tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana memanfaatkan rencana tata
ruang sebagai media manajemen pembangunan daerah. Dalam hal ini, rencana
tata ruang dihadapkan tidak hanya pada masalah bagaimana
mengimplementasikannya dalam konteks pembangunan, tetapi juga rencana
tersebut dapat digunakan sebagai suatu alat yang dapat memperkirakan besarnya
investasi yang diperlukan dan berapa pendapatan (revenue) yang dapat
dihasilkan. Oleh karena itu, pembangunan akan memerlukan peran berbagai aktor
tersebut agar ruang dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan rencana
tata ruang dalam rangka peningkatan pendapatan daerah dan tercapainya tujuan
pembangunan.
Suatu rencana tata ruang akan dimanfaatkan untuk diwujudkan apabila
dalam perencanaannya sesuai dan tidak bertentangan dengan kehendak seluruh
pemanfaatnya, serta karakteristik dan kondisi wilayah perencanaannya, sehingga
dapat digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang bagi para
pemanfaatnya. Dilengkapi dengan kesadaran pertimbangan pembiayaan dan
waktu, maka dengan kata lain suatu rencana tata ruang harus disusun dalam suatu
wawasan yang lengkap dan terpadu serta operasional, yang tentu saja tingkat
operasionalnya disesuaikan dengan tingkat hirarki dan fungsi dari rencana tata
ruang tersebut. Rencana tata ruang dapat menjadi dasar dalam:
Penyusunan Propeda
Penentuan lokasi pembangunan tiap sektor
Penyusunan anggaran daerah dan sektor
Pengaturan dan pengendalian pembangunan melalui mekanisme
perijinan dan penertiban penggunaan lahan.
13
didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana
komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara
fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi
seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen
biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk bentuk
kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar
manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu
batasan unit geografis tertentu.
Budiharsino (2005) menyebutkan wilayah didefinisikan sebagai suatu unti
geografis yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya bergantung
secara internal. wilayah dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu : (1) wilayah
homogen, (2) wilayah nodal, (3) wilayah perencanaan, (3) wilayah administrative.
1. Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari aspek/kriteria
mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat dan ciri-
ciri homogenitas itu misalnya dalam hal ekonomi (seperti wilayah
dengan struktur produksi dan konsumsi yang homogen, tingkat
pendapatan rendah/miskin, dan lain-lain), geografi (seperti wilayah
yang mempunyai topografi atau iklim yang sama), agama, suku dan
sebagainya. Wilayah homogen dibatasi berdasarkan keseragamannya
secara internal (internal uniformity).
2. Wilayah nodal (nodal region) adalah wilayah yang secara fungsional
mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan wilayah
belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari
arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi
dan transportasi. Sukirno (1976) menyatakan bahwa pengertian
wilayah nodal yang paling ideal untuk digunakan dalam analisis
mengenai ekonomi wilayah, mengartikan wilayah tersebut sebagai
ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan
ekonomi. Batas wilayah nodal ditentukan sejauh mana pengaruh dari
suatu pusat kegiatan ekonomi bila digantikan oleh pengaruh dari pusat
kegiatan ekonomi lainnya. Hoover (1977) mengatakan bahwa struktur
dari wilayah nodal dapat digambarkan sebagai suatu sel hidup atau
suatu atom, dimana terdapat inti dan plasma (periferi) yang saling
melengkapi. Pada struktur yang demikian, integrasi fungsional akan
14
lebih merupakan dasar hubungan ketergantungan atau dasar
kepentingan masyarakat di dalam wilayah itu, daripada merupakan
homogenitas semata-mata. Dalam hubungan saling ketergantungan itu
dengan perantaraan pembelian dan penjualan barang-barang dan
jasa-jasa secara lokal, aktifitas-aktifitas regional akan mempengaruhi
pembangunan yang satu dengan yang lainnya.
3. Wilayah administratif, adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan
berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik,
seperti: provinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan. Khusus
untuk wilayah administratif provinsi atau kabupaten/kota, dalam
peraturan perundangundangan di negara kita disebut sebagai daerah
Otonom. Dalam praktek, apabila membahas mengenai pembangunan
wilayah/daerah, maka pengertian wilayah administrasi merupakan
pengertian yang paling banyak digunakan. Penggunaan pengertian
wilayah administratif disebabkan dua faktor, yakni: (a) dalam
melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah
diperlukan tindakan-tindakan bagi berbagai badan pemerintah. Dengan
demikian, lebih praktis apabila pembangunan wilayah didasarkan pada
satuan wilayah administrasi yang telah ada, dan (b) wilayah yang
batasnya ditentukan berdasarkan atas satuan administrasi
pemerintahan lebih mudah dianalisis, karena sejak pengumpulan data
di berbagai bagian wilayah berdasarkan pada satuan wilayah
administrasi tersebut. Namun dalam kenyataannya, pembangunan
tersebut sering kali tidak hanya dalam satu satuan wilayah administrasi,
sebagai contoh adalah pengelolaan pesisir, pengelolaan daerah aliran
sungai, pengelolaan lingkungan dan sebagainya, yang batasnya bukan
berdasarkan administrasi namun berdasarkan batas ekologis yang
sering kali bersifat lintas wilayah administrasi (provinsi,
kabupaten/kota) sehingga penanganannya memerlukan kerjasama
dari satuan wilayah administrasi yang terkait.
1. Wilayah perencanaan (planning region) adalah wilayah yang
batasannya didasarkan secara fungsional dalam kaitannya dengan
maksud perencanaan. Wilayah ini memperlihatkan koherensi atau
kesatuan keputusan-keputusan ekonomi (Boundeville dalam Glasson,
15
1978). Wilayah perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah yang cukup
besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting
dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, namun cukup
kecil untuk memungkinkan persoalan-persoalan perencanaannya
dapat dipandang sebagai suatu kesatuan.
16
Pendekatan sektoral adalah dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor
kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompok-kan kegiatan
ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Pendekatan
regional adalah melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan
didalam ruang wilayah. Jadi dalam hal ini kita melihat perbedaan fungsi ruang yang
satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling berinteraksi untuk
diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang bertumbuh, efisien dan nyaman.
Perbedaan fungsi itu karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi dan perbedaan
aktifitas utama di masing-masing ruang, dimana perbedaan itu harus diarahkan
untuk bersinergi agar saling mendukung menciptakan pertumbuhan yang serasi
dan seimbang.
Lebih lanjut, Tarigan (2005) mengemukanan bahwa perencanaan
pembangunan wilayah tidaklah sempurna apabila hanya menggunakan
pendekatan sektoral saja atau pendekatan regional saja. Perencanaan
pembangunan wilayah semestinya adalah memadukan kedua pendekatan
tersebut. Pendekatan sektoral saja tidak akan mampu melihat adanya
kemungkinan tumpang tindih dalam penggunaan lahan (kecuali melakukan
pendekatan komprensip seperti Linear Programming), juga tidak mampu melihat
perubahan struktur ruang yang mungkin terjadi sebagai akibat dilaksanakannya
rencana sektoral tersebut. Misalnya: tidak mampu melihat wilayah mana yang
akan banyak berkembang, wilayah mana yang kurang terbangun, perubahan dari
pergerakan arus orang dan barang sehingga mungkin diperlukan perubahan
kapasitas jaringan jalan, apakah total kegiatan sektoral itu bisa mengganggu
kelestarian lingkungan, apakah akan tercipta pusat wilayah baru dan lain-lain
sebagainya
Di sisi lain, pendekatan regional saja juga tidak cukup, karena analisisnya
akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detail untuk membahas sektor
per sektor apalagi komoditi per komoditi. Pendekatan regional saja tidak akan
mampu untuk menjelaskan misalnya komoditi apa yang akan dikembangkan,
berapa luas, apakah pasar masih dapat menyerap tambahan komoditi tersebut,
apakah input untuk pengembangannya masih cukup, bagaimana tingkah laku dari
para pesaing, dan lain-lain sebagainya. Atas dasar alasan tersebut diatas, maka
pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara pendekatan
sektoral dan pendekatan regional.
17
3.3 Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Setiap upaya
pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya mencapai
tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-
sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah
daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan
sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber-
sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian
daerah (Arsyad, 2004).
18
(BPS, 2005). Informasi PDRB kabupaten atau kota merupakan informasi yang
sangat penting untuk mengetahui perkembangan perekonomian yang terjadi.
Selain pertumbuhan ekonomi, informasi tersebut juga memberikan gambaran
mengenai peranan maupun potensi wilayah kabupaten atau kota tersebut,
termasuk diantaranya untuk mengukur tingkat kesenjangan pembangunan
ekonomi sektoral maupun antar kabupaten atau kota.
Salah satu indikator ekonomi makro yang biasanya digunakan untuk
mengukur laju pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dalam lingkup kabupaten
dan kota adalah PDRB menurut lapangan usaha. Untuk menjaga keseragaman
konsep, definisi dan cara atau metode yang dipergunakan dalam perhitungan di
seluruh Indonesia, Badan Pusat Statistik secara langsung maupun tidak langsung
telah memberikan bimbingan teknis dan pengarahan yang sangat diperlukan.
Karena secara teori PDRB tidak dapat dipisahkan dari Produk Domestik Bruto
(PDB) baik dari segi konsep, definsi, metodologi, cakupan dan sumber datanya.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga pada tahun tersebut, sedang PDRB atas dasar
harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar yaitu tahun 2000,
digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun secara
nyata karena dalam perhitungan ini tidak menyertakan inflasi. PDRB juga
merupakan indicator untuk mengatur sampai sejauh mana keberhasilan
pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dan dapat digunakan
sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan.
19
ekonomi yang menyediakan barang-barang dan jasa-jasa untuk kebutuhan
masyarakat dalam wilayah ekonomi di daerah yang bersangkutan saja. Ini berarti
kegiatan-kegiatan ekonomi bukan basis tidak menghasilkan produk untuk diekspor
keluar daerahnya. Oleh karena itu, luas lingkup produksi mereka itu dan daerah
pemasarannya masih bersifat lokal. Menurut teori ini, meningkatnya jumlah
kegiatan ekonomi basis di dalam suatu daerah akan meningkatkan jumlah
pendapatan daerah yang bersangkutan, lalu akan meningkatka permintaan
terhadap barang dan jasa di daerah itu dan akan mendorong kenaikan volume
kegiatan ekonomi bukan basis (effect multiplier). Sebaliknya apabila terjadi
penurunan jumlah kegiatan basis akan berakibat berkurangnya pendapatan yang
mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan, dan selanjutnya akan terjadi
penurunan permintaan terhadap barang-barang yang di produksi oleh kegiatan
bukan basis.
Bertambah banyaknya produksi sektor basis dalam suatu wilayah akan
menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah
permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa didalamnya, dan menimbulkan
peningkatan volume aktivitas pada sektor non-basis sebaliknya, berkurangnya
produksi sektor basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang masuk
ke wilayah tersebut dan turunnya permintaan terhadap produk dari sektor
nonbasis.
20
yang dianggap unggul tersebut baik terhadap persoalan sosial maupun
lingkungan. Sektor ekonomi unggulan dapat didefinisikan sebagai sektor ekonomi
yang mampu merangsang dan mempercepat pembangunan dan pertumbuhan
perekonomian daerah yang mempunyai daya saing serta pengembangannya tidak
mengakibatkan sektor lain menjadi ”mati” dan menimbulkan kerusakan lingkungan
yang parah. Sebagai contoh, pengembangan sektor perdagangan melalui
pembangunan mal yang lokasinya relatif dekat dengan pasar tradisional
diperkirakan akan mematikan potensi pasar tradisional tersebut. Contoh lainnya
yaitu peningkatan aktivitas eksplorasi penambangan dan penggalian harus
mempertimbangkan aspek lingkungan.
Sektor ekonomi unggulan penting untuk diidentifikasi oleh suatu daerah.
Faktor keterbatasan dana dan sumber daya menjadikan Pemerintah Daerah tidak
memungkinkan untuk bisa mengembangkan seluruh sektor yang dimiliki secara
bersamaan. Langkah yang bisa dijadikan pilihan adalah dengan melakukan
investasi pada satu atau, beberapa sektor usaha saja.
21
1. Mengidentifikasi sektor-sektor kegiatan mana yang mempunyai potensi
untuk dikembangkan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan
masing-masing sektor.
2. Mengidentifikasi sektor-sektor yang potensinya rendah untuk
dikembangkan dan mencari faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
potensi sektor tersebut untuk dikembangkan.
3. Mengidentifikasi sumber daya (faktor-faktor produksi) yang ada termasuk
sumber daya manusianya dan yang siap digunakan untuk mendukung
perkembangan setiap sektor yang bersangkutan.
4. Dengan menggunakan model pembobotan terhadap variabel-variabel
kekuatan dan kelemahan, maka akan ditemukan potensi ekonomi yang
menjadi unggulan dan patut dikembangkan.
5. Menentukan strategi yang akan ditempuh untuk pengembangan sektor-
sektor andalan yang akan dapat menarik sektor-sektor lain untuk tumbuh
sehingga perekonomian akan dapat berkembang dengan sendirinya (self
propelling) secara berkelanjutan (sustainable development).
Ada berbagai macam strategi pembangunan yang dapat dipelajari
(Adisasmita, 2005:205). Strategi pembangunan seimbang diartikan sebagai
pembangunan berbagai sektor secara bersamaan. Untuk itu diperlukan
keseimbangan antara berbagai sektor, yang ditekankan disini adalah
pembangunan serentak dari semua sektor yang berkaitan. Strategi pembangunan
tak seimbang adalah strategi yang menekankan pembangunan pada satu sektor
yang menjadi sektor pemimpin, diharapkan sektor pemimpin (leading sector) akan
merangsang pertumbuhan sektor lainnya. Strategi pembangunan yang beorientasi
ke dalam dan keluar. Strategi pembangunan beorientasi kedalam ditujukan untuk
lebih memaksimalkan potensi sektor-sektor dalam wilayah sehingga mampu
berproduksi sendiri tanpa mendatangkan dari wilayah luar, sebaliknya berorientasi
keluar dasarnya adalah bahwa perdagangan atau hubungan dengan wilayah lain
akan memberikan keuntungan karena merupakan motor penggerak pertumbuhan.
Strategi kebutuhan pokok, yaitu dengan pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya keseluruh wilayah sehingga kesejahteraan masyarakat dapat
menyeluruh. Keberhasilan dalam pertumbuhan ekonomi sendiri erat kaitannya
dengan strategi pembangunan ekonomi.
22
BAB IV
METODE PENELITIAN
23
No Rumusan Masalah Variabel Sub Variabel
Kebijakan Pola budidaya
Ruang kawasan strategis
3 keterpaduan kebijakan EFAS kekuatan
tata ruang dengan IFAS kelemahan
perkembangan ekonomi peluang
ancaman
4 strategi pengembangan strategi Comparative Advantage
Mobilization
Invesment/Divesment
Damage Control
24
data sekunder merupakan data time series. Keseluruhan data yang digunakan untuk
analisis dalam penelitian ini meliputi: (1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), (2)
kependudukan, (3) potensi wilayah, dan (4) hasil wawancara dengan Bappeda dan
dinas-dinas yang terkait di Kabupaten Bangli.
25
yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat
tinggal dibatas perekonomian masyarakat yang bersangkutan tidak
mengekspor barang-barang, luas lingkup mereka dan daerah pasar terutama
adalah bersifat lokal.
4. Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah
Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah
yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang
menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat mendorong
perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan
sendirinya dan berkesinambungan (Suparmoko, 2002:99). Strategi
pengembangan potensi ekonomi daerah adalah rencana dasar yang dibuat
untuk mengembangkan sektor potensial dengan ditunjang sektor potensi
ekonomi yang dimiliki suatu daerah secara optimal guna meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
26
4.6.1. Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan besarnya persentase kenaikan PDRB
ADHK pada suatu tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya. Dengan rumus
perhitungan sebagai berikut:
Untuk penghitungan regional:
Dimana:
G = growth atau pertumbuhan ekonomi
PDRB t = Produk Domestik Regional Bruto tahun t
PDRB t – 1 = Produk Domestik Regional Bruto tahun t - 1
27
3. Sektor potensial yang masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran
III), yaitu sektor potensial yang hanya memiliki keunggulan komparatif saja.
Klasifikasi ini dilambangkan dengan nilai SS (-) dan LQ> 1.
4. Sektor terbelakang (underdeveloped sector) (Kuadran IV) yaitu pada sektor ini
tidak memilki keunggulan komparatif, sehingga sektor ini disebut sektor
terbelakang. Klasifikasi ini dilambangkan dengan nilai SS (-) dan LQ < 1.
Keterangan:
ri = Rata-rata kontribusi sektor PDRB Kecamatan di wilayah Kabupaten
yi = Rata-rata laju pertumbuhan sektor PDRB kecamatan di wilayah Kabupaten
r = Rata-rata kontribusi sektor PDRB wilayah Kabupaten
y = Rata-rata laju pertumbuhan sektor PDRB wilayah Kabupaten
28
derajat self sufficiency pada suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu
daerah dibagi menjadi dua golongan:
1. Kegiatan sektor basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani
kebutuhan di wilayah sendiri maupun di daerah luar yang
bersangkutan.
2. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang melayani kebutuhan hanya
di daerah tersebut dan bahkan belum mencukupi wilayahnya, sehingga
dibutuhkan bantuan dari daerah atau sektor lainnya.
Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk perhitungan LQ adalah
data PDRB berdasarkan harga konstan. Metode LQ ini juga merupakan
perbandingan antara pendapatan relatif suatu sektor dalam suatu daerah dengan
total pendapatan relatif sektor tertentu pada tingkat daerah yang lebih luas. LQ
juga efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi impor yang potensial
atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Untuk mengidentifikasi sektor basis
dan non basis perekonomian adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Tiebout 1966, dalam Budiharsono).
Keterangan:
LQ = Besarnya kuosien lokasi suatu sektor ekonomi
Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat kecamatan/desa (wilayah bawah)
S = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat kecamatan/desa
Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah kabupaten (wilayah atas)
N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat kabupaten.
29
pada ekspor. Sebaliknya jika LQ < 1, maka sektor tersebut termasuk sektor non
basis, artinya sektor tersebut belum mampu untuk memenuhi kebutuhan di
wilayahnya sehingga diperlukan tambahan dari sektor atau daerah lainnya. Sektor
non basis juga bisa digolongkan ke dalam sektor yang berorientasi pada impor.
Tedapat dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ adalah:
1. Pola konsumsi rumah tangga di wilayah bawah identik (sama dengan)
pola kunsumsi rumah tangga di wilayah atasnya.
2. Baik wilayah atas maupun wilayah bawah mempunyai fungsi produksi
yang linier dengan produktivitas di setiap sektor yang sama besarnya.
30
lebih tinggi daya saingnya dibandingkan industri yang sama pada
perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran differensial disebut
juga pengaruh keunggulan kompetitif (Cij).
Rumus yang digunakan untuk analisis Shift Share adalah :
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Nasional (Nij)
Nij = Eij x rn ………………………………………………................. (3.4)
Pergeseran Proporsional (Proportional Shift) (Mij)
Mij = Eij (rin - rn) ………………………………………………......... (3.5)
Pengaruh Keunggulan Kompetitif (Cij)
Cij = Eij (rij - rin) ……………………………………………….......... (3.6)
Sehingga dampak nyata pertumbuhan ekonomi daerah atau nilai shift share
diformulasikan sebagai berikut :
Dij = Nij + Mij + Cij ........................................................................(3.7)
Dimana :
Nij = Pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional (national growth effect, dalam
hal ini daerah referensi nya adalah Provinsi Bali)
Eij = PDRB sektor i di Kabupaten
rn = Tingkat pertumbuhan PDRB Provinsi
Mij = Pergeseran proporsional
rij = Tingkat pertumbuhan sektor i di Kabupaten
rin = Tingkat pertumbuhan sektor i di Provinsi
Cij = Pengaruh keunggulan kompetitif (differential shift)
31
Differential Shift (Competitive Share) digunakan untuk membandingkan
aktivitas ekonomi Kabupaten atau Kota terhadap aktivitas ekonomi propinsi
nasional pada sektor yang sama. Differential Shift juga digunakan sebagai
indikator yang menunjukkan kinerja kompetitif ekonomi wilayah dengan wilayah-
wilayah lainnya. Jika Differential Shift bernilai positif berarti aktivitas ekonomi
Kabupaten/Kota pada sektor i adalah kompetitif, begitupun sebaliknya.
Kombinasi hasil analisis Proportional Shift dan Differential Shift tersebut
menghasilkan 4 indikator :
1. Bila nilai Proportional Shift dan Differential Shift positif (+) berarti sektor
ini mempunyai peranan penting dalam perekonomian internal terhadap
sistem perekonomian yang lebih luas (eksternal)
2. Bila nilai Proportional Shift positif (+) dan Differential Shift negatif (-)
berarti sektor ini hanya dapat meningkatkan peranannya dalam lingkup
internal saja.
3. Bila nilai Proportional Shift negatif (-) dan Differential Shift positif (+)
berarti sektor ini hanya dapat meningkatkan peranannya dalam wilayah
yang lebih luas, tetapi tidak dapat meningkatkan perekonomian internal
4. Bila nilai Proportional Shift dan Differential Shift negatif (-) berarti sektor
ini tidak mempunyai peranan dalam memajukan perekonomian internal
maupun eksternal.
32
Unsur-unsur SWOT meliputi S (strenght) yang berrti mengacu kepada
keunggulan kompetitif dan kompetensi lainnya, W (weakness) yaitu hambatan
yang membatasi pilihan-pilihan pada pengembangan strategi, O (opportunity)
yakni menyediakan kondisi yang menguntungkan atau peluang yang membatasi
penghalang dan T (threat) yang berhubungan dengan kondisi yang dapat
menghalangi atau ancaman dalam mencapai tujuan. Matriks ini dapat
menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi S-O,
strategi W-O, strategi W-T dan strategi S-T.
Terdapat delapan tahap dalam membentuk matriks SWOT, yaitu:
1. Membuat daftar kekuatan kunci internal wilayah.
2. Membuat daftar kelemahan kunci internal wilayah.
3. Membuat daftar peluang ekternal wilayah.
4. Membuat daftar ancaman ekternal wilayah.
5. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan peluang-peluang
ekternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-O.
6. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dengan peluang-
peluang eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi W-O.
7. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan ancaman-ancaman
eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-T.
8. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dengan ancaman-
ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi W-T.
33
Tabel 3. Matriks SWOT
Keempat isu strategis yang dihasilkan dari analisis sebelumnya yang timbul
sebagai hasil dan kotak antara faktor-faktor internal dan eksternal diberi nama:
a. Comparative Advantage
Apabila dalam kajian terlihat peluang-peluang tersedia ternyata memiliki
potensi internal yang kuat, maka sektor tersebut dianggap memiliki
keunggulan komparatif. Dua elemen potensial internal dan eksternal yang
tidak baik tidak boleh dilepaskan begitu saja, tetapi akan menjadi isu utama
pengembangan. Meskipun demikian, dalam proses pengkajiannya tidak boleh
dilupakan adanya berbagai kendala dan ancaman perubahan kondisi
lingkungan disekitarnya untuk digunakan sebagai usaha dalam
mempertahankan keunggulan komparatif tersebut. (Strategi S-O:
menggunakan kekuatan memanfaatkan peluang).
b. Mobilization
Kotak ini merupakan kotak kajian yang mempertemukan interaksi antara
ancaman atau tantangan dari luar yang diidentifikasikan untuk memperlunak
ancaman atau tantangan tersebut, dan sedapat mungkin merubahnya
menjadi sebuah peluang bagi pengembangan selanjutnya. (Strategi S-T:
menggunakan kekuatan untuk mengusir ancaman).
34
c. Invesment/Divesment
Kotak ini merupakan kajian yang menuntut adanya kepastian dari berbagai
peluang dan kekurangan yang ada. Peluang yang besar disini akan dihadapi
oleh kurangnya kemampuan potensial sektor untuk menangkapnya.
Pertimbangan harus dilakukan secara hati-hati untuk menilai untung dan rugi
dari usaha untuk menerima peluang tersebut, khususnya dikaitkan dengan
keterbatasan. (Strategi W-O : menggunakan peluang untuk menghindari
kelemahan).
d. Damage Control
Kotak ini merupakan tempat untuk menggali berbagai kelemahan yang akan
dihadapi oleh sektor-sektor didalam pengembangan. Hal ini dapat dilihat dari
pertemuan antara ancaman dan tantangan dari luar dengan kelemahan yang
terdapat didalam kawasan. Strategi yang harus ditempuh adalah mengambil
keputusan untuk mengendalikan kerugian yang akan dialami, dengan sedikit
demi sedikit membenahi sumberdaya internal yang ada. (Strategi W-T:
meminimalkan kelemahan dan mengusir ancaman).
35
DAFTAR PUSTAKA
36
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 5
1.3 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 6
37
4.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................... 24
4.4 Penentuan Sumber Data ...................................................................................... 24
4.5 Variabel Penelitian................................................................................................. 25
4.6 Analisis Data........................................................................................................... 26
4.6.1. Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi ......................................................... 27
4.6.2. Analisis Tipology Klassen Pendekatan Sektoral ...................................... 27
4.6.3 Analisis Location Quotient ........................................................................... 28
4.6.4 Analisis Shift-Share ........................................................................................ 30
4.6.5 Matriks SWOT................................................................................................. 32
38