Anda di halaman 1dari 4

1.

1 Latar Belakang

Pembangunan harus dianggap sebagai sebuah proses yang melibatkan banyak


dimensi, termasuk perubahan mendasar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi
nasional. Hal ini harus dilakukan selain dari upaya untuk mempercepat pertumbuhan
ekonomi, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menghilangkan kemiskinan (Todaro,
2000). Pembangunan wilayah bertujuan untuk menciptakan pemerataan yang mendukung
efisiensi dalam pertumbuhan ekonomi, serta keberlanjutan. Konsep pembangunan ini
berkembang seiring waktu dengan perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, termasuk
perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Pembangunan dapat diartikan sebagai rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh suatu negara atau wilayah untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakatnya. Oleh karena itu, pembangunan harus dipandang sebagai proses di mana
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut saling terkait dan mempengaruhi
satu sama lain. Dengan memperhatikan peristiwa yang terjadi secara seksama, kita dapat
mengidentifikasi urutan perubahan yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari
satu tahap pembangunan ke tahap berikutnya (Anwar, 2001).

Pembangunan wilayah menduduki tempat strategis dalam pembangunan Indonesia.


Orientasi kewilayahan membuka peluang keadilan hasil pembangunan yang lebih merata di
seluruh pelosok Indonesia. Tidak heran pemerintah mencantumkan secara lebih detil program
pengurangan kesenjangan wilayah dalam rencana kerja tahunan (Agusta, 2014). Kesenjangan
merujuk pada ketidakseimbangan atau ketidakteraturan. Dalam konteks pembangunan
wilayah, kesenjangan dapat diartikan sebagai ketidakmerataan perkembangan antara satu
wilayah dengan wilayah lainnya (Putra, 2023). Pendekatan dan kebijakan pembangunan yang
lebih memfokuskan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah berhasil
mengurangi tingkat kemiskinan, meningkatkan pendapatan per kapita, serta meningkatkan
rata-rata kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Namun, implementasi pembangunan
tersebut belum diimbangi dengan upaya menciptakan keadilan sosial, ekonomi, dan tata
ruang (Putra, 2023).

Disparitas Regional adalah kesenjangan pembangunan antar wilayah dalam suatu


perekonomian dan merupakan fenomena yang terjadi di seluruh dunia (Ambardi &
Prihawantoro (ed), 2002 dalam Rina, 2007). Kesenjangan pembangunan antar wilayah adalah
suatu kejadian lazim dalam aktivitas ekonomi suatu daerah. Ketidakseimbangan ini pada
dasarnya timbul karena variasi dalam kekayaan sumber daya alam dan perbedaan demografi
di setiap wilayah (Nasution, 2020). Isu kesenjangan antar wilayah tidak hanya merupakan isu
pembangunan dalam skala nasional akan tetapi juga terjadi dalam lingkup regional maupun
lokal, bahkan terjadi di Kabupaten Blitar. Secara geografis Kabupaten Blitar terbagi oleh
aliran sungai Brantas sepanjang 65 km, menjadi dua wilayah besar Blitar Bagian Utara dan
Blitar Bagian Selatan. Kedua wilayah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, dimana
Blitar Bagian Utara sangat subur oleh limpahan material vulkanik Gunung Kelud dan sumber
mata air yang berlimpah, sangat baik untuk usaha pertanian, peternakan, perkebunan dan
perikanan darat. Sementara itu Blitar Bagian Selatan merupakan daerah perbukitan dan
pegunungan dengan topografi curam dan berliku-liku, yang kaya akan material tambang, dan
potensial dimanfaatkan untuk sentra ternak unggas, pertanian lahan kering, serta wisata
pantai.

Berdasarkan arah kebijakan pembangunan daerah, bahwa Pemerintah Kabupaten


Blitar terus berupaya untuk melaksanakan pembangunan secara adil dan merata sebagaimana
tertuang dalam salah satu Misi RPJMD Kabupaten Blitar Tahun 2021-2026 yaitu percepatan
dan pemerataan pembangunan yang adil dan merata melalui pembangunan potensi ekonomi
daerah dengan mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Hal
ini juga sejalan dengan kebijakan spasial dalam RTRW Kabupaten Blitar Tahun 2011-2031
yang salah satu misinya adalah mewujudkan pertumbuhan wilayah yang selaras dengan daya
dukung di Kabupaten Blitar disertai pengurangan kesenjangan antar wilayah.

Akan tetapi, saat ini perkembangan wilayah Kabupaten Blitar mengindikasikan


terjadinya kesenjangan wilayah ditinjau dari nilai koefisien gini, diketahui bahwa Gini Ratio
di daerah perdesaan pada September 2021 tercatat sebesar 0,319, turun dibanding Gini Ratio
Maret 2021 yang sebesar 0,324 dan naik dibanding Gini Ratio September 2020 yang sebesar
0,318. Di sisi lain, jika dilihat dari aspek ketersediaan infrastruktur utamanya jalan, bahwa
pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Blitar Bagian Selatan dirasa masih kurang
optimal dan merata. Dalam beberapa kasus, infrastruktur jalan di wilayah tersebut hanya
dapat diakses dengan menggunakan kendaraan roda dua, sehingga menghambat aksesibilitas,
mobilitas penduduk dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Kondisi ini juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam mengakses pasar, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan sektor
lainnya.

Berbagai dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat tingginya kesenjangan antar
wilayah. Tingginya kesenjangan antarwilayah dapat mengancam kestabilan kondisi sosial-
ekonomi di antaranya potensi munculnya dampak negatif terutama terhadap kohesi sosial
politik (Bappenas, 2018). Meskipun pertumbuhan ekonomi berlangsung cukup tinggi, namun
akan muncul persepsi publik bahwa kesejahteraan belum dapat dinikmati oleh semua orang,
sehingga keadilan dan pemerataan belum terjadi (Nasution, 2020). Kesenjangan wilayah
berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat di berbagai wilayah. Karena itu, aspek
ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah juga mempengaruhi kebijakan pembangunan
wilayah yang dibuat oleh pemerintah daerah (Sjafrizal, 2008).

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, bahwa kesenjangan antar wilayah di Kabupaten


Blitar masih relatif cukup tinggi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pertimbangan
yang berarti terhadap pembangunan daerah tidak dapat dilakukan secara terpisah dari struktur
dan proses pembangunan yang lebih besar. Hubungan sebab akibat antara kebijakan tata
ruang dan pembangunan bersifat melingkar, kompleks, dan mendasar bagi pembangunan
daerah. Untuk mengembangkan strategi yang lebih efektif, kita harus menghindari jebakan
kenaifan spasial dengan tidak hanya memperhatikan struktur dan proses spasial, tetapi yang
lebih penting adalah dengan menyelidiki keterkaitannya dengan perubahan sosio-ekonomi
dan institusional serta sebab dan akibat yang lebih luas dari pembangunan yang tidak
merata.Dalam konteks pembangunan daerah kesenjangan tidak hanya terjadi pada aspek
perekonomian dan pendapatan namun juga dapat terjadi pada aspek tingkat perkembangan
wilayah meliputi aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek infrastruktur. Oleh karena itu,
diperlukan kajian untuk mengetahui tingkat kesenjangan dan strategi penanganannya
khususnya dalam bidang infrastruktur dan kewilayahan sehingga dirumuskan rekomendasi
kebijakan dan program yang tepat, efektif, dan efisien.

1.2 Identifikasi Masalah


1) Terdapat Kesenjangan Pembangunan antara wilayah Blitar Selatan dan Blitar Utara
(Aini, 2012)
2) Terdapat tujuh Kecamatan yang akan memisahkan diri atau minta otonomi akibat
lambatnya Pembangunan di wilayah Blitar Selatan. Kecamatan tersebut antara lain,
Wates, Binangun, Panggungrejo, Sutojayan, Wonotirto, Bakung dan Kademangan
(Winato, 2023)
3) Gini Ratio di daerah perdesaan pada September 2021 tercatat sebesar 0,319, turun
dibanding Gini Ratio Maret 2021 yang sebesar 0,324 dan naik dibanding Gini Ratio
September 2020 yang sebesar 0,318 (BPS, 2022)
1.3 Rumusan Masalah
1) Bagaimana tingkat kesenjangan wilayah yang terjadi pada Kabupaten Blitar?
2) Apa saja faktor yang berpengaruh dalam kesenjangan wilayah menurut persepsi
masyarakat di Kabupaten Blitar?
1.4 Tujuan
1) Mengidentifikasi tingkat kesenjangan wilayah yang terjadi di Kabupaten Blitar
2) Mengidentifikasi faktor yang berpengaruh dalam kesenjangan wilayah berdasarkan
presepsi Masyarakat di Kabupaten Blitar

Anda mungkin juga menyukai