Anda di halaman 1dari 8

Selamat Malam Buat Kita Semua

Semoga Kita Sehat Selalu dan Senantiasa dalam Lindungan-Nya,

Berikut Tanggapan dan Pendapat saya atas materi diskusi 1 berikut:


 
Pemerintah Indonesia pada saat ini telah melakukan pembangunan di
seluruh Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke, dengan harapan
sudah tidak ada lagi kesenjangan antar wilayah. Coba anda diskusikan
bagaimanakah kondisi kesenjangan  antar wilayah di Indonesia ? 

Jawab:
Kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan masalah klasik di Indonesia.
Pada masa Orde Baru, strategi kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia
diarahkan untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun
pemerintah kurang memperhatikan tercapainya pemerataan hasil
pembangunan di seluruh wilayah sehingga terdapat kecenderungan kebijakan
pembangunan yang dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
justru memperburuk kondisi kesenjangan ekonomi antar wilayah di Indonesia.
Oleh karena itu, masalah kesenjangan ekonomi antar wilayah telah menjadi
pembahasan utama dalam penetapan kebijakan pembangunan di Indonesia
sejak puluhan tahun lalu. Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi
kesenjangan ekonomi antar wilayah di Indonesia adalah kebijakan otonomi
daerah yang berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi .
Isu keadilan dalam pembangunan kewilayahan, selalu menjadi perbincangan
hangat, terutama terkait dengan masalah “kesenjangan wilayah” (regional
imbalances). Sampai saat ini isu kesenjangan wilayah terpusat kepada
kesenjangan antara desa dan kota, antara Kawasan Timur Indonesia dan
Kawasan Barat Indonesia, serta antara Jawa dan luar Jawa. Banyak pakar yang
percaya bahwa kesenjangan wilayah merupakan harga wajar yang harus
dibayar dalam proses pembangunan. Sederhana saja alasannya, yakni ada
keterkaitan antara wilayah satu dengan wilayah yang lain sebagai sebuah
sistem. Dengan kata lain ada proses interaksi dan interdependensi antar sub
sistem. Indikator yang digunakan untuk memperlihatkan bahwa sebuah
wilayah dianggap lebih maju dibandingkan dengan wilayah yang lainnya
cukup banyak. Hill (1993) misalnya menyebut indikator yang bersifat statis
seperti Indeks Pembangunan Manusia (human development index), Indeks
Kualitas Kehidupan secara Fisik (physical quality of life index), maupun laju
PDRB (Product Domestic Regional Bruto). Data seperti ini meskipun tidak
secara absolut dapat dipercaya begitu saja, namun dapat digunakan sebagai
gambaran awal betapa sebuah wilayah lebih maju dibanding wilayah yang
lain. Sebagai contoh Jakarta yang memiliki PDRB per kapita sebesar 1,76 juta
rupiah pada tahun 1991, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata PDRB perkapita
secara nasional yang hanya 0,55 juta rupiah pada tahun yang sama. Gambaran
sederhana ini hanya ingin menunjukkan bahwa Jakarta berkembang terlalu
pesat dibandingkan dengan wilayah propinsi di Indonesia yang lain, yang
antara lain ditandai dengan jumlah uang yang beredar di Jakarta mencapai
70% dari peredaran uang nasional. Fakta ini juga menunjukkan bahwa
pembangunan sebuah wilayah dipengaruhi oleh sebuah faktor penting, yakni
investasi pembangunan daerah, sedangkan kesenjangan wilayah terjadi jika
alokasi investasi antar daerah juga timpang.
Masalah ketidakmerataan dalam pembangunan wilayah adalah masalah
historis yang dihadapi oleh setiap negara mulai dari desa, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi, kepulauan bahkan global. Dunia belahan selatan
dianggap lebih tertinggal daripada belahan utara. Beberapa negara seperti
USA, China, dan Thailand menghadapi permasalahan yang berkebalikan
dengan Indonesia: pembangunan wilayah bagian barat lebih tertinggal
dibandingkan dengan bagian timur. Pulau Jawa bagian selatan secara
umumlebih tertinggal dibandingkan daerah utara, atau kawasan pantai timur
Sumatera yang lebih maju daripada kawasan pantai barat. Perhatian
pemerintah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah sudah ada. Sebagai
contoh masalah tersebut sudah menjadi bagian dari Kondisi Umum Rencana
Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Fakta empirik dan beberapa studi
menunjukkan ketimpangan antar wilayah di Indonesia semakin mengemuka
sejak pertengahan tahun 1995 sampai sekarang dibandingkan dengan periode
sebelumnya terutama sejak tahun 2005. Dirasakan pula, dengan wewenang
Pemerintah Daerah yang semakin besar sejak otonomi dan desentralisasi
fiskal, terjadi ketimpangan yang semakin signifikan antara rencana
pembangunan di tingkat pusat dengan implementasinya di tingkat daerah,
khususnya kabupaten dan kota. Ketimpangan pembangunan antar wilayah di
Indonesia ternyata menempati peringkat teratas dan terburuk bila
diambil perbandingan dengan beberapa negara baik maju maupun
berkembang. Lessmann (2011), seorang profesor muda dari Jerman bahkan
memberikan catatan bahwa Indonesia adalah outlier, karena memiliki
pendapatan wilayah yang melewati angka 1 untuk data periode 2004-2008.
Setelah dihitung kembali dengan menggunakan periode dan sumber data
yang sama (BPS), diperoleh pendapatan wilayah yang lebih rendah untuk
Indonesia yaitu 0,97; namun tetap tertinggi dibandingkan negara lain,
termasuk Thailand dan China yang dikenal buruk dalam pemerataan
pembangunan antar wilayahnya. Bila perhitungan ditarik ke belakang, yaitu
data 1980-2011, tetap diperoleh angka tertinggi pendapatan wilayah untuk
Indonesia yaitu sebesar 0,93. Pada tahun 2011, rasio PDRB per kapita rata-rata
provinsi di Jawa masih lebih dari 300 persen PDRB per kapita rata-rata provinsi
di Sulawesi, Nusa tenggara dan Maluku.
 
Ketimpangan Pembangunan di Wilayah Timur Indonesia 
Presiden Joko Widodo mengakui ada ketimpangan pembangunan yang
terjadi di kawasan timur Indonesia dibandingkan wilayah bagian barat.
Menurut Jokowi, ketimpangan pembangunan yang terjadi itu dapat dilihat
dari pemerataan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan,
pelabuhan dan bandar udara yang masih sangat minim di wilayah timur
Indonesia.Di kawasan Indonesia timur seperti di NTT, Maluku Utara, Papua,
Papua Barat, Maluku ketimpangan  infrastruktur jalan, jembatan, airport antara
barat, tengah dan timur memang ada kesenjangan yang harus
diselesaikan. Menurut Presiden Jokowi, untuk menyelesaikan berbagai
ketimpangan tersebut, dengan keterbatasan anggaran yang ada di APBN,
pemerintah terus berupaya untuk membangun infrastruktur daerah-daerah di
kawasan Indonesia timur agar dapat lebih maju lagi.

Perbedaan Tingkat Keberhasilan pembangunan antar wilayah di


Indonesia
Perbedaan tingkat keberhasilan pembangunan antarwilayah merupakan hal
alamiah. Hal itu terkait dengan variasi potensi yang dimiliki setiap wilayah,
baik sumber daya alam (SDA) maupun letak geografis. Di sisi lain, variasi
kemampuan daerah dalam mengelola potensi ini juga menjadi faktor
pembeda tingkat keberhasilan pembangunan di masing-masing wilayah.
Namun, di balik keberhasilan tersebut, masih terdapat permasalahan
kesenjangan antarwilayah yang dapat berpotensi menjadi persoalan di masa
depan karena dipicu munculnya persepsi ketidakadilan antar sesama
masyarakat. Potensi negatif ini yang harus segera diminimalkan agar
pembangunan Indonesia tepat sasaran. Untuk itu, pemerintah telah
melakukan identifikasi berbagai kemungkinan akibat kesenjangan
antarwilayah ini. Dengan potensi yang dimilikinya, Indonesia tercatat sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 17 ribu pulau yang
merentang 5.000 km dari timur ke barat. Fakta ini merupakan potensi
sekaligus tantangan bagi pembangunan. Karena itu, identifikasi dan pemetaan
permasalahan juga telah dilakukan pemerintah. Kondisi ini sering kali
diidentikkan dengan kesenjangan antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa,
antara perkotaan dan perdesaan. Bahkan, ada beberapa wilayah yang
diidentifikasikan sebagai wilayah yang memerlukan perhatian khusus karena
selama ini cenderung tertinggal, yaitu daerah-daerah pinggiran, perbatasan,
pesisir, dan pulau-pulau kecil. Dari hasil pemetaan ini, pemerintah melalui
Bappenas sedang menggodok berbagai solusi untuk mengatasi kesenjangan
antarwilayah tersebut. Berbagai forum diskusi dengan melibatkan seluruh
komponen masyarakat baik pejabat, pengamat, praktisi, akademisi,
mahasiswa, hingga masyarakat juga telah digelar. Tujuannya menjaring
masukan, ide, hingga solusi. Semuanya akan dirangkum dalam satu dokumen
perencanaan yang selama ini dikenal sebagai rencana kerja pemerintah (RKP).
Saat ini pemerintah juga sedang bersiap menjaring ide untuk penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dari
hasil berbagai pertemuan tersebut, pemerintah melihat masalah yang cukup
menyita perhatian, yakni masalah konektivitas dan aksesibilitas. Hal ini
berkaitan dengan keinginan masyarakat akan hubungan yang lebih baik
antara jejaring transportasi dan tempat orang tinggal dan bekerja, serta akan
memudahkan orang untuk mengakses pasar dan layanan, dan mengurangi
biaya transportasi barang. Jika bisa terealisasi, ini tentu akan meningkatkan
produktivitas dan daya saing di dalam wilayah dan secara nasional. Karena
besar dan luasnya Indonesia, upaya pemerintah memperbaiki jejaring
transportasi dan konektivitas ini tentu membutuhkan investasi yang besar dan
pendekatan yang terkoordinasi. Karena menyadari pentingnya upaya untuk
memperkecil kesenjangan antarwilayah, pemerintah tengah menyiapkan dan
menyusun berbagai kebijakan sebagai upaya konkret untuk mengatasi
berbagai permasalahan yang dapat berkontribusi memperlebar kesenjangan
antarwilayah. Salah satu upaya yang serius dilakukan pemerintah ialah
pembangunan pusat-pusat pertumbuhan regional khususnya di luar Jawa.
Langkah ini merupakan strategi penting untuk mengatasi disparitas regional.
Apalagi, pemerintah telah mengembangkan berbagai jenis pusat
pertumbuhan, antara lain kawasan ekonomi khusus (KEK), kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB), kawasan industri (KI), dan
kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN). Nah, program pertumbuhan
regional ini yang akan kembali dimaksimalkan pemerintah agar memberikan
hasil yang diharapkan, terutama dalam menciptakan pembangunan regional
yang lebih merata. Kebijakan strategi lain terkait dengan konektivitas ialah
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Jika bisa
terimplementasikan dengan baik, kebijakan ini akan memberikan efek domino
pada keberhasilan kebijakan lain, misalnya, memperbaiki dan meningkatkan
sistem logistik nasional dan praktik ekonomi digital serta meningkatkan
layanan dasar dan publik berbasis digital atau internet ke seluruh wilayah.
Pemerintah juga memberikan perhatian khusus pada upaya mempercepat
pembangunan daerah tertinggal dan desa. Dari 514 kabupaten/kota di
Indonesia, terdapat 122 kabupaten yang termasuk kategori daerah tertinggal.
Sebagian besar daerah tertinggal tersebut berada di wilayah timur Indonesia.
Semua program prioritas tersebut menjadi agenda utama pemerintah dalam
mengatasi masalah kesenjangan antarwilayah, termasuk mempercepat
pembangunan Papua dan Papua Barat. Keseluruhan permasalahan
kesenjangan antarwilayah yang telah dibahas menunjukkan permasalahan ini
bersifat kompleks, multidimensi, dan multisektoral sehingga tidak dapat
diatasi dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini mengimplikasikan upaya
untuk mengatasi permasalahan kesenjangan antarwilayah memerlukan
komitmen dan konsistensi yang bersifat jangka panjang dari seluruh
pemangku kepentingan, yaitu pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta,
dan masyarakat. Berbagai gagasan ataupun ide dari berbagai pemangku
kepentingan terus dijaring, salah satunya melalui Forum Pembangunan
Indonesia atau Indonesia Development Forum (IDF). Forum IDF ini merupakan
salah satu kegiatan untuk mendapatkan ide-ide dari seluruh pemangku
kepentingan, termasuk dari para pemikir yang kompeten baik tingkat nasional
maupun internasional. Kegiatan IDF ini bertujuan menajamkan strategi dan
kebijakan dalam mengatasi persoalan kesenjangan antarwilayah dan untuk
mengatasi kesenjangan antarwilayah di seluruh kepulauan Indonesia sangat
selaras dengan prioritas pembangunan nasional. Dengan komitmen dan
konsistensi yang tinggi, permasalahan kesenjangan antarwilayah akan dapat
diatasi secara bertahap sehingga kohesi sosial serta persatuan dan kesatuan
bangsa dapat terus diperkuat.
 
Berikut beberapa kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk
memangkas kemiskinan dan  kesenjangan  antar wilayah di Indonesia :

1. Diperlukan optimalisasi potensi sumberdaya lokal melalui


pengembangan ekonomi lokal untuk terus ditingkatkan, serta
meningkat keterkaitan ekonomi daerah-daerah tertinggal dengan
pusat-pusat pertumbuhan.
2. Diperlukan adanya terobosan-terobosan dalam pembangunan
perekonomian daerah, yaitu diantaranya melalui pengembangan pola
kerjasama para aktor regional antar daerah otonom yang bertetangga,
berdasarkan kebersamaan atau kepentingan tertentu untuk
menemukan titik win-win solution, yaitu melalui pengembangan
Regional Management.
3. Afirmative yang lebih konkrit untuk meningkatkan pelayanan publik di
bidang pendidikan, kesehatan, serta meningkatkan akses masyarakat
terhadap sarana dan prasarana perekonomian di daerah-daerah
tertinggal,terutama di daerah-daerah yang memiliki disparitas tinggi
dan memiliki perkembangan divergen. Bagi kabupaten/kota dengan
kenaikan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) rendah, kemampuan
fiskal tinggi nilai IPM rendah, intervensi kebijakan yang diperlukan
adalah upaya memperkuat kapasitas pemerintah daerah melalui
pembenahan tata pemerintahan. Daerah dengan IPM rendah
dankemampuan fiskal rendah diperlukan intervensi kebijakan
memperkuat kemampuan fiskal daerah melalui pengalokasian Dana
Alokasi Khusus, Dekon-TP, serta sumber pendanaan lain yang sah,
namun secara bersamaan perlu juga dilakukan pembenahan tata
pemerintahan.
4. Percepatan pembangunan kedepan perlu dilakukan dengan
pendekatan kewilayahan. Pendekatan pengembangan wilayah ini,
tentunya diselenggarakan dengan memerhatikan potensi, peluang
keunggulan sumber daya, baik darat maupun laut, serta daya dukung
lingkungan. Optimalisasi percepatan dilakukan dengan pendekatan
kewilayahan, diharapkan terbangun strategic regional development
yang mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi wilayah,termasuk
percepatan pembangunan di daerah tertinggal.Hal ini tentunya sangat
menuntut adanya kesungguhan pemerintah dan peran aktif dari
sektor-sektor terkait dalam mendukung percepatan
pembangunan,termasuk dunia usaha dan partisipasi masyarakat.
5. Pemerintah daerah perlu melakukan pergeseran dari alokasi anggaran
administrasi yang terlalu besar menuju penerapan kebijakan pemberian
layanan masyarakat dan berpihak pada masyarakat miskin. Jumlah
pengeluaran saat ini untuk kebutuhan administrasi pemerintahan
terlalu tinggi dan ini menunjukkan penggunaan sumber daya yang
tidak efisien. Ada ruang yang begitu besar untuk melakukan perbaikan
dalam pemanfaatan sumber-sumber daya publik. Penggunaan
anggaran sebesar 5 sampai 10 persen untuk kepentingan administrasi
seharusnya merupakan target pemerintah daerah.
6. Stimulus berupa kebijakan yang mampu menciptakan iklim
perekonomian yang kondusif sangatlah diharapkan. Sektor riil seperti
perdagangan dan perkembangan usaha kecil dan menengah yang
selama ini masih belum optimal, harus diberi dukungan kebijakan dari
pemerintah. Terkait dengan iklim investasi di suatu daerah, setidaknya
ada dua hal yang perlu diperhatikan. Yang pertama adalah kelompok
kebijakan pemerintah yang memengaruhi biaya seperti pajak, beban
regulasi dan pungli, korupsi, infrastruktur, biaya operasi, dan investasi
perusahaan, dan yang kedua, kelompok yang mempengaruhi risiko
yang terdiri dari stabilitas makro ekonomi, prediktibilitas kebijakan, hak
properti, kepastian kontrak, dan hak untuk mentransfer keuntungan.
7. Strategi pembangunan yang efektif perlu mempertimbangkan
keragaman wilayah. Daerah yang memiliki tingkat PDRB yang rendah
memperoleh manfaat relatif lebih tinggi dari alokasi dana DAU terlepas
dari kemiskinan dan pendapatan fiskal mereka. Di sisi lain, daerah yang
mempunyai PDRB yang tinggi dan pendapatan fiskal yang juga tinggi
menerima pendapatan bagi hasil yang relatif lebih tinggi dari
pemerintah pusat dan DAU pemerintah pusat yang relatif lebih rendah.
Analisis pengelompokan kabupaten/kota seperti ini menunjukkan
keragaman situasi yang akan diketahui sendiri oleh kabupaten/kota
terutama mengenai hal-hal seperti angka kemiskinan, kondisi ekonomi,
dan kapasitas fiskal mereka. Keragaman ini sudah seharusnya
diperhitungkan dalam penyusunan strategi pembangunan daerah.

 
2. Pemerintah Indonesia sudah sejak lama mengupayakan pengentasan
kemiskinan, di kota maupun di daerah perdesaan. Pada saat ini hanya
tinggal sebagian kecil masyarakat di perkotaan yang masih miskin,
sedangkan di perdesaan pada umumnya sudah tercukupi. Coba anda
diskusikan bagaimanakah pemerintah Indonesia melaksanakan program
pengentasan kemiskinan bagi masyarakat perkotaan ?

Jawab:

Masalah sosial yang dihadapi masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh kondisi


kemiskinan, seperti kekurangan makanan, pendidikan, kesehatan,
pengangguran, gizi buruk, dan lain-lain. Kemiskinan merupakan masalah
pembangunan yang kompleks dan multidimensi sehingga untuk
mengatasinya diperlukan suatu upaya kolektif dari pemerintah dan
masyarakat dalam menyusun dan menerapkan strategi yang komprehensif,
terpadu, terarah, dan berkelanjutan. Untuk wilayah perkotaan, upaya itu
diwujudkan oleh Pemerintah Indonesia dengan Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). P2KP hadir untuk melaksanakan amanat
Program Pembangunan Nasional yang menempatkan penanggulangan
kemiskinan sebagai prioritas mendesak untuk segera ditangani. P2KP
membawa paradigma baru bahwa untuk menanggulangi kemiskinan secara
berkelanjutan diperlukan suatu pendekatan yang berbasis pada prinsip-prinsip
pemberdayaan komunitas sehingga dalam proses pelaksanaan program perlu
dilakukan upaya-upaya tertentu yang harus dilakukan oleh komunitas itu
sendiri dengan sasaran utama adalah masyarakat miskin di tingkat kelurahan
di perkotaan. Usaha mendorong kemandirian dan kemitraan masyarakat
bersama Pemerintah Daerah dalam menanggulangi kemiskinan di perkotaan
Indonesia telah dilakukan melalui P2KP tahap pertama, kedua, dan ketiga,
yang kemudian dilanjutkan menjadi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan.

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan


program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan
kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku
pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok
peduli setempat, sehingga dapat terbangun gerakan kemandirian
penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan, yang
bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal. Permasalahan
kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya
di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin
adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang
memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah
standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu. Disadari
bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya
pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran
permukaan saja, yang mencakup multidimensi, baik dimensi politik, sosial,
ekonomi, aset dan lain-lain. PNPM-Mandiri Perkotaan atau Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) merupakan upaya pemerintah
untuk membangun kemandirian masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam
menanggulangi kemiskinan di perkotaan secara mandiri.

Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan adalah:

1. Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal


kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan berorientasi
pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar,
mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu
memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses
pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi
masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya;
2. Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan ke pelayanan
sosial, prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk
membangun kerjasama dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait,
dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait tersebut
terhadap lembaga masyarakat;
3. Mengedepankan peran Pemerintah Kota/Kabupaten agar mereka
makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui
pengokohan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya,
maupun kemitraan dengan masyarakat serta kelompok peduli
setempat. Kelompok sasaran PNPM Mandiri Perkotaan pada dasarnya
mencakup empat sasaran utama, yakni masyarakat, pemerintah daerah,
kelompok peduli setempat dan para pihak terkait (stakeholders).

 Sumber Referensi/Bacaan:

1. Buku Modul : Susongko, Kebijakan Pengembangan wilayah dan


perkotaan, Penerbit Universitas Terbuka
2. https://mediaindonesia.com/opini/158797/memangkas-kesenjangan-
antarwilayah-untuk-pembangunan-indonesia
3. https://www.researchgate.net/publication/265351302_Kesenjangan_dal
am_Pembangunan_Kewilayahan
4. https://regional.kompas.com/read/2019/10/29/14105121/jokowi-akui-
ada-ketimpangan-pembangunan-di-wilayah-timur-indonesia
5. https://id.wikipedia.org/wiki/PNPM_Mandiri_Perkotaan
6. https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/Program
%20Penanggulangan%20Kemiskinan%20Kabinet%20Indonesia
%20Bersatu%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai