DISUSUN OLEH : NAMA : NABILA MEGA ARDARINA NIM : 20100005 SEMESTER: 1 TA. : 2020
SEKOLAH TINGGI ARSITEKTUR
YKPN YOGYAKARTA Jl. Gagak Rimang No.1, Klitren, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55222 A. MATERI POKOK Perhatian terhadap pembangunan wilayah semakin besar terutama setelah memasuki era otonomi daerah, yang diperkuat dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Munculnya kedua UU tersebut ada kaitannya dengan pembangunan wilayah yang bertujuan untuk memanfaatkan segala potensi wilayah dalam rangka pengembangan wilayah, yang tidak hanya sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga bertujuan agar terciptanya pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya yaitu melalui peningkatan laju pembangunan wilayah kurang berkembang agar lebih cepat dari sebelumnya. Dalam makalah ini ada beberapa permasalahan yang menghambat terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah pinggiran. Diantaranya yaitu : 1. Kondisi dimana masih minimnya pembangunan di wilayah pinggiran. Indonesia masih memiliki 122 kabupaten tertinggal yang sebagian besar tersebar di wilayah timur Indonesia. Hal ini, sebagai dampak dari pembangunan yang selama ini hanya menitikberatkan pada kawasan perkotaan, yang dianggap sebagai pusat pertumbuhan. 2. Besarnya penduduk yang tinggal di wilayah pinggiran masih bergantung pada sektor pertanian dengan tingkat pendidikan dan kesehatan serta akses infrastruktur yang masih rendah. Sehingga mengakibatkan produktivitas dan pendapatan yang rendah juga. 3. Sistem pembangunan yang belum merata dan bersifat sektoral terjadi pada wilayah yang penduduknya padat seperti di pulau Jawa perlu dilakukan pembangunan yang merata di segala sektor agar wilayah lain juga dapat berkembang. Maka dari itu diperlukannya strategi yang tepat dalam mewujudkan dan mempercepat pembangunan di wilayah pinggiran. Pentingnya intervensi pemerintah dalam mewujudkan pembangunan di wilayah pinggiran sangat diperlukan. Sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan dan pemerataan pembangunan di setiap wilayah. Upaya tersebut memperkuat integrasi bangsa melalui peningkatan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. B. PEMBAHASAN Membangun daerah pinggiran merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Konsep “membangun dari pinggiran” ramai dibicarakan publik pada tahun 2014 ketika Ir. Joko Widodo, saat itu calon presiden, mencanangkan serangkaian agendanya yang dikenal sebagai Nawa Cita (sembilan agenda). Agenda “membangun dari pinggiran” muncul pada urutan ketiga, selengkapnya berbunyi “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Konsep tersebut sangat menarik untuk ditinjau dari berbagai perspektif. Khusus dari perspektif Ilmu Ekonomi Regional, konsep tersebut menjadi istimewa karena tergolong amat langka dan amat jarang didiskusikan dalam forum-forum akademis. Dalam ranah publik yang lebih luas, apabila mencari kata kunci yang digunakan dalam penelusuran adalah membangun dari pinggiran, maka laman dan dokumen yang dimunculkan mesin pelacak dalam internet akan memunculkan banyak butir, boleh dikatakan semuanya terkait dengan Nawa Cita. Dengan demikian, konsep “membangun dari pinggiran” adalah khas Indonesia sebagai salah satu dasar pedoman penyelenggaraan negara dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia dalam rencana pembangunan nasional. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro dalam keterangan resminya, Senin (26/3/2018), kerangka pemikiran mengenai konsep pembangunan telah dibahas dalam kegiatan Indonesia Development Forum (IDF) 2018. "Hasil IDF diharapkan menjadi masukan untuk penyusunan RPJMN," ujar Bambang. Ada tujuh tema besar dalam IDF 2018 yang dapat memberikan masukan solusi dan inovasi pembangunan untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Salah satu diantaranya yaitu upaya dalam mengurangi kesenjangan daerah tertinggal dan perbatasan. Indonesia masih memiliki 122 kabupaten tertinggal yang sebagian besar tersebar di wilayah timur Indonesia. Dengan demikian dalam upaya mengentaskan daerah tertinggal tersebut dibutuhkan pendekatan yang baik dan inovatif yang disesuaikan dengan karakteristik budaya dan adat masyarakat lokal dalam rangka pemerataan pembangunan. Pembangunan tidak lagi terpusat di perkotaan (sentralisasi), melainkan harus dilakukan menyebar di seluruh pelosok Indonesia (desentralisasi). Pada hakikatnya, pembangunan daerah merupakan kewenangan dari pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, sedangkan pemerintah berfungsi sebagai motivator dan fasilitator dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal. Namun demikian, pembangunan daerah tertinggal tidak mungkin berhasil tanpa dukungan dan kerja keras para pemangku kepentingan (stakeholders). Wakil Ketua Komite III DPD, Fahira Idris mengatakan gerak cepat pemerintah membangun infrastruktur di pinggiran Indonesia patut diapresiasi. Namun komitmen Presiden Joko Widodo untuk membangun Indonesia dari wilayah pinggiran tampaknya harus lebih diperluas. Menurutnya, pembangunan hendaknya tidak hanya difokuskan untuk membangun infrastruktur fisik seperti pelabuhan, jalan, jembatan dan bandara, hingga pasar, tetapi juga diarahkan untuk membangun dan meningkatkan sarana dan prasarana di bidang pendidikan. "Daerah pinggiran (terpencil, terluar, dan tertinggal) juga sangat membutuhkan pembangunan sarana dan prasana pendidikan, mulai dari sekolah, perpustakaan, laboratorium, tempat tinggal untuk para guru, hingga infrastruktur penunjang seperti telekomunikasi dan jaringan internet," ujarnya saat memperingati Hari Pendidikan Nasional, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (2/5). Fahira melanjutkan, meski telah ada otonomi daerah, pemerintah pusat harus 'mengintervensi' pembangunan sarana dan prasarana di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal yang ada di seluruh Indonesia. Intervensi dibutuhkan agar ada percepatan pembangunan berbagai sarana dan prasarana pendidikan di daerah-daerah yang memang baik secara geografis dan sumber daya alam dan manusia punya keterbatasan. Dia menyebut membangun infrastruktur fisik di daerah pinggiran penting, tetapi membangun manusianya jauh lebih penting dan caranya dengan menyempurnakan infrastruktur pendidikan di daerah tersebut, termasuk juga penyediaan tenaga pengajar yang berkualitas. Melalui sektor infrastruktur yang kokoh diharapkan dapat menjadi bekal untuk memperkuat konektivitas nasional dalam mencapai keseimbangan pembangunan. Sehingga salah satu tantangan di bidang tata ruang dan pertanahan, yakni kesenjangan antarwilayah yang didominasi Jawa-Bali dan Sumatera yang masih tinggi dapat diarahkan pada pemerataan pembangunan seluruh wilayah Nusantara. Begitu juga dengan arah kebijakan pembangunan pada upaya mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah, yang ditujukan untuk menjaga momentum pertumbuhan Jawa-Bali dan Sumatra beriringan dengan peningkatan kinerja pusat-pusat pertumbuhan di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Membangun dari daerah perbatasan bukan hanya ditujukan untuk mengatasi ketimpangan antarwilayah, tetapi juga untuk memperkuat ketahanan nasional dari ancaman luar wilayah Tanah Air sehingga peningkatan pertahanan dan keamanan di wilayah itu tentu menjadi fokus kegiatan pemerintahan. Ketimpangan pembangunan antara Jawa dengan luar Jawa, kota dengan desa harus segera diatasi. Harus ada pemerataan pembangunan di daerah-daerah atau desa-desa, guna menekan perpindahan penduduk desa ke kota sekaligus menekan segala macam konflik yang disebabkan oleh urbanisasi ini. Urbanisasi akan menyebabkan dua hal yaitu permasalahan di desa asal dan juga permasalahan di kota sebagai daerah tujuan. Ada banyak masalah sosial budaya akibat dari perpindahan penduduk ini yang terjadi di desa dan kota. Sehingga semakin besarnya arus urbanisasi dari desa-kota, maka akan menyebabkan timbulnya ketidakmerataan persebaran penduduk antar desa dan kota. Suatu pembangunan akan tepat mengenai sasaran, terlaksana dengan baik dan dimanfaatkan hasilnya, apabila pembangunan yang dilakukan tersebut benar- benar memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk memungkinkan hal itu terjadi, khususnya pembangunan perdesaan, mutlak diperlukan pemberdayaan masyarakat desa mulai dari keikutsertaan perencanaan sampai pada hasil akhir dari pembangunan tersebut. Semoga tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara pembangunan di perkotaan dengan pembangunan di perdesaan. Pemerintah harus memiliki komitmen yang kuat untuk membangun Indonesia dari segala bidang, secara menyeluruh, adil dan merata. Hal ini selaras dengan semangat Nawacita, bahwa pembangunan ditujukan untuk mewujudkan kedaulan politik, kemandirian ekonomi dan kepribadian di bidang kebudayaan. Pembangunan desa menjadi suatu prioritas pemerintah saat ini, sebagaimana tertuang dalam Nawacita ketiga. Selain itu, untuk menjembatani kesenjangan antar-wilayah. Hal tersebut dimaksudkan agar pembangunan dapat secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, khususnya di daerah tertinggal, terpencil dan terluar. C. KESIMPULAN Pembangunan nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan aspek pertahanan keamanan, serta merupakan kehendak seluruh bangsa untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata, untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tenteram, dan rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Peran aktif semua pihak dalam mewujudkan konsep “Membangun dari Pinggiran” tersebut sangat diperlukan, tidak hanya pihak penyelenggara yaitu pemerintah yang bertanggung jawab dalam proses mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa. Namun, seluruh komponen dalam suatu negara hendaknya minimal mengetahui dan paham mengenai tantangan yang dihadapi sebuah negara khususnya Negara Republik Indonesia. Keberhasilan dalam pemerataan pembangunan merupakan modal utama dalam upaya bangsa meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan perekonomian rakyat, untuk menjaga persatuan dan kesatuan serta mengurangi disparitas dan kesejangan sosial. Dimana infrastruktur adalah jalan untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia sehingga benar-benar ingin maju ke depan menjadi bangsa yang mandiri dan mampu mengelola negara Indonesia, tidak hanya kekayaannya untuk kesejahteraan, juga memperhatikan rakyat Indonesia agar menjadi warga negara yang sehat, sejahtera dan mampu berdiri di atas kaki sendiri. DAFTAR PUSTAKA https://www.wartaekonomi.co.id/read53972/membangun-masa- depan-bangsa-dari-pinggiran.html https://www.desapedia.id/membangun-indonesia-dari-pinggiran-desa/ https://republika.co.id/berita/o6jqfj354/daerah-pinggiran-indonesia- butuh-pembangunan-infrastruktur-pendidikan https://iinfitriyaniblog.wordpress.com/2016/05/07/konsep-nawacita- dalam-pembangunan-nasional-republik-indonesia-2015-2019/ https://ekonomi.bisnis.com/read/20180326/9/754173/menteri-ppn- bambang-brodjonegoro-pemerataan-pembangunan-kemandirian- daerah-jadi-program-utama