Anda di halaman 1dari 12

Makalah Geografi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas
rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya, saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
mengenai “PEWILAYAHAN” ini dengan baik dan tepat waktu.
Tak ada gading yang tak retak, dari lubuk hati yang terdalam, saya menyadari bahwa
makalah ini begitu jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,saya sangat menantikan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki makalah-makalah yang mungkin akan saya
buat dimasa mendatang.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah
membantu saya menyusun makalah ini. Juga terima kasih kepada anda yang telah bersedia
membaca makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Sekian dan terima kasih.

Banjarmasin, November 2011

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Mekanisme perencanaan pembangunan wilayah nasional berjalan melalui dua
pendekatan utama, yaitu pembangunan sektoral dan regional. Hasil dua pendekatan diharapkan
dapat menciptakan landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan bekembang atas
dasar kekuatan sendiri dan mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan pancasila.
Kenyataannya, upaya menciptakan keselarasan dan keserasian dua strategi tersebut merupakan
hak pelik, bahkan cenderung kontradiktif dan dikotomis.
Dalam perkembangannya pendekatan pertama (sektoral) nampak lebih menonjol dan
semakin mengua dibanding pendektan kedua (regional), hal ini dapat dilihat dari orientasi
pembangunan yang secara tegas meletakkan aspek pertumbuhan ekonomi ( econimoc growth)
sektoral sebagai cara untuk mencapai tujuan pembangunan. Disamping telah memberikan hasil
yang memuaskan seperti pertumbuhan ekonomi tinggi, pendapatan perkapita naik, namun
orientasi tersebut ternyata telah menimbulkan beberapa masalah, salah satu diantaranya adalah
tidak meratanya distribusi kegiatan dan hasil pembangunan, sehingga beberapa agenda
permasalahan pembangunan, seperti kemiskinan, kesenjangan sosial-ekonomi, ketimpangan
antar wilayah (kota-desa, pusat-daerah), sering digunakan sebagai contoh produk model
pembangunan (sektoral) yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut dapat dimengerti karena untuk mengajar pertumbuhan yang tinggi serta
efesiensi, pembangunan diutamakan pada kegiatan-kegitan yang palinh produktif, terutama
kegiatan ekspor produksi primer seperti pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. Sementara
itu untuk mengadakan barang-barang konsumsi dan mengurangi ketergantungan impor, yang
dikembangkan di kota-kota besar. Akibatnya tingkat pembangunan ekonomi yang tinggi hanya
terjadi pada wilayah-wilayah yang memiliki kekayaan sumber alam serta kota-kota besar. Dari
sinilah persoalan ketimpangan wilayah sebagai agenda utama pembangunan regional berawal
dan terus berkembang.
Ketidakmerataan pembangunan antar sektor dan antar wilayah munul serta nyata dalam
beberapa bentuk dualisme, yaitu antar sektor pertanian yang semakin menurun peran dalam
produktivitasnya, namun menampung tenaga kerja yang cukup banyak dan sektor industri yang
enderung intensive dengan daya serap tenaga kerja rendah namun kontribusinya semakin
meningkat. Demikian pula halnya dengan sektor jasa dan perdangan yang semakin jauh
meninggalkan sektor pertanian. Lebih lanjut ketidakmerataan aspek demografis dan sumberdaya
alam serta kebijakan pemerintah dalam memberikan andil yang cukup besar dalam ketimpangan
wilayah. Dikotomi Jawa(pusat) dan luar Jawa (pinggiran), Kawasan Timur Indonesia ( KTI) dan
Kawasan Barat Indonesia (KBI), antara perdesaan dan perkotaan adalah kasus nyata
pembangunan wilayah Indonesia. Fakta-fakta tersebut merupakat suatu contoh adanya masalah
pembangunan dilihat dalam dimensi ruang (wilayah).
Strategi pembangunan yang hanya mendasarkan pertumbuhan ekonomi tanpa
memperhatikan aspek distribusi (pemerataan), perluasan kesempatan kerja, penghapusan
kemiskinan serta aspek wilayah, walaupun pada tahp awalnya berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, namin akhirnya akan mengalami berbagai masalah tersebut.
Untuk mengatasi masalah tersebut tentunya diperlukan kebijaksanaan yang menangani
masalah ruang, dalam hal ini adalah kebijaksanaan pengembangan wilayah. Kebijaksanaan ini
berkenaan dengan lokasi dimana pembangunan tidak terjadi pada tiap bagian wilayah dengan
merata. Pemerataan perencanaan wilayah adalah untuk menghubungkan kegiatan yang terpisah-
pisah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional (Friedmann. 1966 : 5)

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana Menyebaratakan pembangunan dan menghindarkan
pemusatan kegiatan ( kesenjangan).
2. Bagaimana menjamin keserasian dan koordinasi antar berbagai
kegiatan pembangunan.
3. Bagaimana arah dari kegiatan pembangunan ( prioritas wilayah ).

1.3. Tujuan
1. Menyebarkan pembangunan dan menghindari pemusatan
pembngunan yang berlebihan pada wilayah tertentu.
2. Keserasian dan koordinasi antar kegiatan pembangunan (sektoral
di daerah).
3. Arahan kegiatan pembangunan (prioritas wilayah).
BAB II
ISI

2.1. Pengertian Pewilayahan


Pewilayahan adalah usaha untuk membagi-bagi permukaan bumi atau bagian permukaan
bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula. Pembagiannya dapat mendasarkan pada criteria-
kriteria tertentu seperti administrative, politis, ekonomis, sosial, cultural, fisis, geografis, dan
sebagainya.
Pewilayahan di Indonesia berhubungan erat dengan pemerataan pembanguynan dan
mendasarkan pembagiannya pada sumberdaya-sumberdaya local, sehingga prioritas
pembangunan dapat dirancang dan dikeloila sebaik-baiknya.
Pewilayahan untuk perencanaan pengembangan wilayah di Indonesia bertujuan untuk :
1. menyebaratakan pembangunan sehingga dapat dihindarkan adanya pemusatan kegiatan
pembangunan yang berlebih-lebihan di daerah tertentu;
2. menjamin keserasian dan koordinasi antara berbagai kegiatan pembangunan yang ada di tiap-
tiap daerah;
3. memberikan pengarahan kegiatan pembangunan, bukan saja pada para aparatur pemerintah,
baik pusat maupun daerah, tetapi juga kepada masyarakat umum dan para pengusaha (Hariri
Hady, 1974).
Pewilayahan ditinjau dari berbagai negara mempunyai corak/ragam yang bermacam-
macam. Hal ini dikarenakan masing-masing negara memiliki present problems yang memang
sangat bervariasi.

2.2. Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Peranannya


Perkembangan wilayah berkenaan dengan dimensi spasial (ruang) dari kegiatan
pembangunan. Didasari pemikiran bahwa kegiatan ekonomi terdistribusi dalam ruang yang tidak
homogen, oleh karena lokasi memiliki potensi dan nilai relatif terhadap lokasi lainnya, maka
kegiatan yang bertujuan ekonomi maupun sosial akan tersebar sesuai dengan potensi dan relatif
lokasi yang mendukungnya (Luthfi, 1994).
Begitu pula kesejahteraan penduduk akan tergantung pada sumber daya dan
aksebilitasnya terhadap suatu lokasi, dimana eskonomi terikat (Richardson, 1981 : 270). Usaha-
usaha untuk mengaitkan kegiatan ekonomi sektor ekonomi sektor industri dengan sektor
pertanian, atau pengkaitan beberapa jenis industri akan sulit tercapai tanpa memperhatikan aspek
ruang, karena masing-masing terpisah oleh jarak geografis. Olek karena itu, arti pembangunan
juga perlu diberi perspektif baru sebagai upaya pengorganiasaian ruang (luthfie, 1994). Untuk
tujuan ini maka pendekatan pengembangan wilayah yang mmenyangkut aspek tata ruang
mendapatkan peranannya.
Pendekatan melaui pengembangan wilayah ii mempunyai beberapa keuntungan. Pertama,
akan didasari pengenalan pengenalan yang lebih baik atas penduduk dan budaya pada berbagai
wilayah, serta pengenalan atas potensu unit daerah. Sehingga untuk memudahkan pembangunan
daerah yang sesuai dengan potensi, kapasitas serta problem khusus daerah tersebut. Denagn
pengembangan wilayah ini dapat diharapkan kemungkinan lebih baik untuk memperbaiki
keseimbangan sosial ekonomi antar wilayah (Friedmann, 1979 : 38).
Alasan politis diterapkannya perencanaan pengembangan wilayah antara lain adalah
bahwa pembangunan nasional yang terlalu bersifat sektoral dan tidak mempertimbangkan faktor-
faktor lokasi, atau bagaiman penjalaran pertumbuhan tersebut dalam ruang ekonomi. Tindakan
mengabaikan dimensi tata ruang, ditambah dengan hanya menekankan pemikiran jangka pendek,
akan memberikan kontribusi terhadap semakin tajamnya kesenjangan antarwilayah (Miller, 1989
: 8)
Pengembangan wilayah merupakan perangkap yang melengkapi diarahkan untuk
mengembangkan daerah dan menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar desa dan kota,
antar sektor serta pembukaan dan percepatan dan pembangunan Kawasan Timur Indonesia,
daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerh perbatasan, dan daerh terbelakang lainnya,
yang disesuaikan tujuan dan prinsip dan penekatan dalam pengembangan wilayah juga tidak
terlepas dari tujuan dn prinsip pembangunan nasional.
Hal ini berarti setiap kegiatan pembangunan di daerah harus mempertimbangkan kondisi
dan situasi regional (aspek kewilayahan) disamping pertimbangan-pertimbangan yang bersifat
sektoral. Kebijaksanaan pembangunan regional di Indonesia paling tidak mempunyai empat
tujuan utama (Tojiman S, 1981) yaitu :
1. Meningkatkan keseimbangan dan keserasian antara pembangunan antar sektoral dan
pembangunan regional, dengan meletakkan berbagai pembangunan sektoral pada wilayah-
wilayah tertentu sesuai dengan potensi dan prioritasnya.
2. Meningkatkan keseimbangan dan keharmonisan aerta pemerataan pertumbuhan antar
wilayah.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam pembangunan.
4. Meningkatkan keserasian hubungan antar pusat-pusat wilayah dengan hinterlandnya dan
antar kota dan desa.
Pada dua dasawarsa terakhir, perencanaan regional Indonesia semakin menunjukan aura
recpectability (pancaran kehormatan), seiring semakin kompleksnya tantangan dan masalah
pembangunan dan adanya keyakinan bahwa pendekatan kewilayahan merupan jawaban yang
paling tepat untuk mengatasi ketimpanagn hasil-hasil pelaksanaan pembangunan, khususnya
ketimpangan antar wilayah. Denagn demikian pembangunan regional diharapkan dapat muncul
sebagai salah satu alternatif paradigma pembangunan yang berfungsi sebagai balance terhadap
penerapan pola kebijaksanaan pertumbuhan ekonomi yang dianut oleh para pemegang
kebijaksanaan ekonomi orde baru.

2.3. Klasifikasi Wilayah


Klasifikasi wilayah adalah usaha untuk mengadakan penggolongan wilayah secara
sistematis ke dalam bagian-bagian tertentu berdasarkan property tertentu. Penggolongan yang
dimaksud haruslah memperhatikan keseragaman sifat dan memperhatikan semua individu.
Semua individu yang ada dalam populasi mendapat tempat dalam golongannya masing-masing.
Usaha untuk mengubah atau mengeliminir (menghilangkan) data seperti yang terjadi dalam
proses generalisasi, tidak terdapat dalam klasifikasi.
Tujuan utama klasifikasi adalah tidak untuk menonjolkan sifat tertentu dari sejumlah
individu, melainkan mencari defferensiasi antar golongan. Cara-cara yang dapat dikerjakan
dalam klasifikasi dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Secara garis besar, klasifikasi dapat diperbedakan ke dalam dua golongan, yaitu
klasifikasi yang bertujuan untuk mengetahui deferensiasi jenis dan klasifikasi yang bertujuan
untuk mengetahui deferensiasi tingkat.

2.4. Prinsip Perwilayahan


1. Pewilayahan wilayah formal (homogen)
Berarti pengelompokan unit-unit lokal yang memiliki ciri-ciri serupa menurut kriteria
tertentu. Tipe dan jumlah kriteria yang digunakan cukup menentukan tingkat kesulitan
pewilayahan.

2. Pewilayahan wilayah fungsional


Berarti pengelompokan unit lokal yang memperlihatkan tingkat interdependensi yang
cukup besar. Tekanan perhatian pada aliran yang terkait dengan titik sentral (nodal) bukan pada
keseragaman wilayah. Beberapa cara yang dapat digunakan antara lain (1) analisa aliran (flow
analysis), baik kegiatan sosial, ekonomi maupun fisik; baik berupa barang maupun jasa, (2)
analisa gravitasi, yang menekankan pada aspek kekuatan daya tarik antar wilayah.
3. Pewilayahan daerah perencanaan (administratif)
Meski awal penentuannya berdasar pada dua hampiran di atas, namun pada tahap
selanjutnya lebih menekankan pada pertimbangan politis, khususnya untuk kepentingan
program-program pembangunan.Wilayah yang dibentuk seagai realisasi gabungan beberapa
topik, tentu saja berbeda dengan yang hanya mendasarkan pada satu topik saja. Topik-topik yang
dibicarakan di sini adalah termasuk dalam cakupan topik yang lebih besar. Sebagai contoh dapat
dikemukakan, suatu wilayah yang dihasilkan dari delimitasi atau curah hujan saja akan
menghasilkan wilayah dengan satu topik saja (single topic region), sedangkan delimitasi regional
yang mendasarkan pada gabungan dari beberapa topic seperti data curah hujan, masa hawa,
temperature, dan tekanan udara dalam jangka panjang akan menghasilkan wilayah-wilayah iklim
yang mempunyai karakteristik berbeda-beda. Wilayah dalam perwujudan seperti terakhir ini
disebut combined topic region. Contoh ini diharapkan dapat diekstrapolasi sendiri dalam
bidangnyua masing-masing.
Di samping mendasarkan pada topik-topikdalam delimitasi wilayah dapat pula
mendasarkan pada topik-topik yang tidak berhubungan dengan erat. Sebagai contoh dapat
dikemukakan di sini tentang eksistensi wilayah ekonomi (economi region); dasar-dasar
delimitasinya tidak semata-mata pada faktor-faktor ekonomi, tetapi faktor-faktor nonekonomi
pun perlu dipertimbangkan.
Keuntungan total region terletak pada pelaksanaannya, terutama ditinjau dari segi
administrative conrinience-nya. Namun pendekatan wilayah (region approach) yang
mendasarkan pada cara-cara klasik tersebut lebih banyak menimbulkan kesulitan daripada
kemudahannya. Hal ini semata-mata karena berhubungan dengan keluasaan masalah yang harus
dicakup. Untuk keperluan perencanaan, konsep-konsep seperti ini selalu dihindarkan mengingat
derajat homogenitas gejkala biasanya sangat kecil.

2.5. Konsep-Konsep Wilayah


1. Wilayah homogen, yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-
faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak
dominan bisa bersifat heterogen. Pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi oleh
potensi sumberdaya alam dan permasalahan spesifik yang seragam. Dengan demikian konsep
wilayah homogen sangat bermanfaat dalam penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai
dengan potensi/daya dukung utama yang ada dan pengembangan pola kebijakan yang tepat
sesuai dengan permasalahan masing masing wilayah;
2. Wilayah nodal, menekankan perbedaan dua komponen-komponen wilayah yang terpisah
berdasarkan fungsinya. konsep wilayah nodal diumpamakan sebagai suatu ”sel hidup” yang
mempunyai inti dan plasma. Inti adalah pusat-pusat pelayanan/pemukiman, sedangkan plasma
adalah daerah belakang ( hinterland );
3. Wilayah sebagai sistem, dilandasi atas pemikiran bahwa komponen-komponen di suatu
wilayah memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dan tidak terpisahkan;
4. Wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapatnya sifat-
sifat tertentu pada wilayah baik akibat sifat alamiah maupun non alamiah sehingga perlu
perencanaan secara integral;
5. Wilayah administratif-politis, berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa wilayah berada dalam
satu kesatuan politis yang umumnya dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau sistem
kelembagaan dengan otonomi tertentu. wilayah yang dipilih tergantung dari jenis analisis dan
tujuan perencanaannya. Sering pula wilayah administratif ini sebagai wilayah otonomi. Artinya
suatu wilayah yang mempunyai suatu otoritas melakukan keputusan dan kebijaksanaan sendiri-
sendiri dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya di dalamnya.

2.6. Pendekatan Perencanaan Wilayah

 PendekatanSektoral

Pendekatandidasarkanpadasektor-sektorkegiatan yang ada di wilayahtersebut.

 PendekatanKewilayahan

Melihatpemanfaatanruangsertainteraksiberbagaikegiatandalamruangwilayahpengelompokkansua
tuwilayahdapatdilakukanberdasarbatasadministrasimemandangwilayahterdiridaribagian-
bagianwilayah yang lebihkecil dg potensidandayatariknyamasing-masing.

2.7. Faktor-Faktor dalam Perencanaan Wilayah

 Potensi di setiapwilayahadalahberbeda

  Perbedaanpotensimenyebabkandiperlukannyaperencanaan yang berbeda-beda.


  Potensiwilayahharusdigunakansebesar-besarnyakesejahteraanrakyat

 Perkembanganteknologi yang sangatcepatmempengaruhiperubahankehidupanmanusia.


 Adanyakesalahanperencanaanmasalalushgtidakdapatdiubahataudiperbaikikembali.

misal: pembangungan di jalurhijauatausempadan.


diperlukanperencanaanberikutnya yang lebihterarah

 Kebutuhanlahansemakinmeningkat.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Perkembangan wilayah berkenaan dengan dimensi spasial (ruang) dari kegiatan
pembangunan. Didasari pemikiran bahwa kegiatan ekonomi terdistribusi dalam ruang yang tidak
homogen, oleh karena lokasi memiliki potensi dan nilai relatif terhadap lokasi lainnya, maka
kegiatan yang bertujuan ekonomi maupun sosial akan tersebar sesuai dengan potensi dan relatif
lokasi yang mendukungnya (Luthfi, 1994).
Begitu pula kesejahteraan penduduk akan tergantung pada sumber daya dan
aksebilitasnya terhadap suatu lokasi, dimana eskonomi terikat (Richardson, 1981 : 270). Usaha-
usaha untuk mengaitkan kegiatan ekonomi sektor ekonomi sektor industri dengan sektor
pertanian, atau pengkaitan beberapa jenis industri akan sulit tercapai tanpa memperhatikan aspek
ruang, karena masing-masing terpisah oleh jarak geografis. Olek karena itu, arti pembangunan
juga perlu diberi perspektif baru sebagai upaya pengorganiasaian ruang (luthfie, 1994). Untuk
tujuan ini maka pendekatan pengembangan wilayah yang mmenyangkut aspek tata ruang
mendapatkan peranannya.
Pendekatan melaui pengembangan wilayah ii mempunyai beberapa keuntungan. Pertama,
akan didasari pengenalan pengenalan yang lebih baik atas penduduk dan budaya pada berbagai
wilayah, serta pengenalan atas potensu unit daerah. Sehingga untuk memudahkan pembangunan
daerah yang sesuai dengan potensi, kapasitas serta problem khusus daerah tersebut. Denagn
pengembangan wilayah ini dapat diharapkan kemungkinan lebih baik untuk memperbaiki
keseimbangan sosial ekonomi antar wilayah (Friedmann, 1979 : 38).
Pengembangan wilayah merupakan perangkap yang melengkapi diarahkan untuk
mengembangkan daerah dan menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar desa dan kota,
antar sektor serta pembukaan dan percepatan dan pembangunan Kawasan Timur Indonesia,
daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerh perbatasan, dan daerh terbelakang lainnya,
yang disesuaikan tujuan dan prinsip dan penekatan dalam pengembangan wilayah juga tidak
terlepas dari tujuan dn prinsip pembangunan nasional.
Hal ini berarti setiap kegiatan pembangunan di daerah harus mempertimbangkan kondisi
dan situasi regional (aspek kewilayahan) disamping pertimbangan-pertimbangan yang bersifat
sektoral. Kebijaksanaan pembangunan regional di Indonesia paling tidak mempunyai empat
tujuan utama (Tojiman S, 1981) yaitu :
1. Meningkatkan keseimbangan dan keserasian antara pembangunan antar sektoral
dan pembangunan regional, dengan meletakkan berbagai pembangunan sektoral pada wilayah-
wilayah tertentu sesuai dengan potensi dan prioritasnya.
2. Meningkatkan keseimbangan dan keharmonisan aerta pemerataan pertumbuhan
antar wilayah.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam pembangunan.
4. Meningkatkan keserasian hubungan antar pusat-pusat wilayah dengan
hinterlandnya dan antar kota dan desa.
Berdasarkan kategorinya, wilayah dapat mempunyai realisasi yang bermacam-macam.
Penggolongan yang umum digunakan dalam regionalisasinya adalah : single topic region
(wilayah bertopik tunggal), combined topic region (wilayah bertopik region), multiple topic
region (wilayah bertopik banyak), total region (wilayah total), dan compage.
Single topic region adalah suatu wilayah yang eksistensinya didasarkan pada satu macam
topic saja. Bila ditinjau dari tipenya, wilayah ini dapat merupakan wilayah formal ataupun
wilayah fungsional.
Jenis wilayah kedua yang ditinjau dari kategorinya adalah combined topic region. Sekilas
eksistensi wilayah yang kedua ini sama dengan yang tersebut pertama, tetapai sebetulnya
terdapat perbedaan penting diantara keduanya.
Wilayah yang dibentuk seagai realisasi gabungan beberapa topik, tentu saja berbeda
dengan yang hanya mendasarkan pada satu topik saja. Topik-topik yang dibicarakan di sini
adalah termasuk dalam cakupan topik yang lebih besar. Sebagai contoh dapat dikemukakan,
suatu wilayah yang dihasilkan dari delimitasi atau curah hujan saja akan menghasilkan wilayah
dengan satu topik saja (single topic region), sedangkan delimitasi regional yang mendasarkan
pada gabungan dari beberapa topic seperti data curah hujan, masa hawa, temperature, dan
tekanan udara dalam jangka panjang akan menghasilkan wilayah-wilayah iklim yang mempunyai
karakteristik berbeda-beda. Wilayah dalam perwujudan seperti terakhir ini disebut combined
topic region. Contoh ini diharapkan dapat diekstrapolasi sendiri dalam bidangnyua masing-
masing.
Kategori yang ketiga, multiple topic region, adalah suatu wilayah yang eksistensinya
mendasarkan pada beberapa topik yang berbeda satu sama lain.
Secara bebas dapat dikatakan bahwa dalam combined topic region mendasarkan pada
unsur-unsur dari satu topik, sedangkan pada multiple topic region mendasarkan pada beberapa
topic yang berbeda-beda tetapi masih berhubungan satu sama lain. Hal ini biasanya diarahkan
pada tujuan-tujuan yang lebih luas sifatnya. Sebagai contoh untuk mengevaluasi sesuatu daeraah
untuk daerah pertanian, maka faktor-faktor yang berhubungan dengan pertanian digunakan
sebagai dasar untuk delimitasinya. Faktor-faktor itu antara lain me;liputi data tentang iklim,
keadaan tanah, hidrologi, geomorfologi dan lain-lain yang dianggap memegang peranan penting
dalam masalah pertanian. kombinasi dari berbagai topik tersebut akan menentukan timbulnya
multiple topic region.
Di samping mendasarkan pada topik-topikdalam delimitasi wilayah dapat pula
mendasarkan pada topik-topik yang tidak berhubungan dengan erat. Sebagai contoh dapat
dikemukakan di sini tentang eksistensi wilayah ekonomi (economi region); dasar-dasar
delimitasinya tidak semata-mata pada faktor-faktor ekonomi, tetapi faktor-faktor nonekonomi
pun perlu dipertimbangkan.

Anda mungkin juga menyukai