Anda di halaman 1dari 8

KEBERIMBANGAN PEMBANGUNGAN WILAYAH

Keberimbangan pembangunan wilayah menurut Murty (2000),merupakan sebuah


pertumbuhan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan
kaptipalis dan kebutuhan mereka. Disparitas pembangunan daerah di Indonesia telah dalam
kondisi menyedihkan baik dalam keseimbangan antara daerah pedesaan dan perkotaan dan
antar regional dari barat, tengah, dan timur dari daerah Indonesia juga. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah dari proses perencanaan pembangunan baik dalam sektoral dan
pembangunan daerah. Kehati-hatian dalam perencanaan adalah tindakan preventif untuk
menghasilkan kebijakan keluaran yang tepat.

A.

Pengantar
Pembangunan dalam skala nasional maupun lokal dewasa ini lebih menekankan pada
pendekatan ekonomi makro. Akibatnya menimbulkan kecenderungan terjadinya kesenjangan
pembangunan antarwilayah yang cukup besar. Kondisi yang terjadi bahwa investasi dan sumberdaya
banyak terserap di wilayah perkotaan, sementara wilayah hiterland (feri-feri dan perdesaan) banyak
terkuras sumberdaya secara berlebihan. Fenomena ini banyak terjadi dan mengakibatkan ketimpangan
pembangunan antar wilayah di Indonesia. Salah satu akibat adanya ketimpangan pembangunan
antarwilayah, maka semakin berkurangnya wilayah potensial baik darat, perairan maupun pantai
karena kesalahan peruntukan dan pemanfaatan lahan. Hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah,
payau, kolam ikan, dan mangrove seluas
3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307 juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih buram
apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-sentra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja
dari keseluruhan luas wilayah nasional, 1 . Belum lagi dengan semakin derasnya arus urbanisasi dari
perdesaan ke kota maka hal ini semakin bertambahnya masalah kesenjangan. Kota semakin
bertambah sumberdaya yang trampil sementara desa semakin terkuras sumberdayanya. Dampak
ikutan lainnya bagi perkotaan adalah masalah lahan untuk perumahan, sehingga banyak
bertumbuhnya kawasan kumuh padat penduduk yang justru menambah masalah bagi kota.
Bertumpuknya sampah, drainase yang buruk, dan banjir mengancam dimana-mana. Frekuensi dan
intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80%
peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas
genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi. 2 Kesenjangan seperti ini akan berakibat fatal apabila
tidak segera diatasi dengan berbagai upaya dalam penataan wilayah secara berimbang.

B. Pendekatan Sektoral Dan Pendekatan Spasial


Penmbangunan daerah juga harus mengakomodasikan keadaan struktur ruang (spasial),
seperti pusat perkotaan, pusat perdesaan, daerah terisolir (lagging regions), pusat-pusat pertumbuhan
(growth pole) (ishanders,1995 dalam riyadi dan Braktakusumah,2003). Kebijakan pembangunan dan
pengembangan ekonomi daerah hendaknya lebih di propritaskan subsektor unggulan yg dimiliki oleh
masing masing kabupaten/kota, dengan tetap memperhatikan secara prposional subsektor lainya
sesuai dengan potensi dan peluang pengembanganya (kuncoro,2004).
Strategi pembangunan daerah yang berlangsung selama ini merupakan gabungan pendekatan
sektoral dan pendekatan spasial dalam rangka terwujudnya keberimbangan pembangunan wilayah
(Rustiadi,et al,2009). Pendekatan sektoral lebih difokuskan pada upaya peningkatan produktivitas
sektor ekonomi, sedangkan pendekatan spasial mempertimbangkan aspek keruangan atau lokasi
kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan sesuai dengan resourse endowment yg dimilikinya.
Sedangkan menurut adisasmita (2008), pengembangan wilayah berkaitan dengan proses
berlangsungnya pertumbuhan pembangunan dalam suatu wilayah ditinjau dari segi hubungan
struktural (keterkaitan antar sektor) maupun dari segi hubungan fungsional (interaksi antar subsistem
dalam suatu wilayah ).
Pembangunan wilayah dapat dilakukan melalui pendekatan sektoral lebih menekankan pada
pemilihan sektor-sektor ekonomi wilayah yang dapat berperan sebagai penggerak ekonomi wilayah.
Sedangkan pendekatan kewilayahan (spasial) memberikan penekanan pada aspek keruangan dalam
mengembangkan wilayah. Kedua pendekatan tersebut relevan untuk diterapkan dalam pembangunan
wilayah.
Pertumbuhan wilayah terjadi akibat adanya berbagai faktor yg salang berpengaruh :
1. Wilayah berkembang karena adanya interaksi antara pusat (core region)
2. Pinggiran (peripheri)

C. Pembangunan Wilayah Yang Ideal


Dalam

perspektif

kajian

ilmu

pemerintahan,

pembangunan wilayah yang ideal adalah

pembangunan wilayah yang seimbang antarwilayah baik perkotaan maupun dengan perdesaan juga
antar wilayah Barat, Tengah dan Timur di Negara Indonesia. Konsep pembangunan daerah/wilayah ini
diuraikan dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang bertujuan sebagai upaya mengatasi ketimpangan dan
ketidakadilan pembangunan antarwilayah, termasuk juga didalamnya ketidakseimbangan kewenangan
dan keuangan antara pusat dan daerah.
Namun sejatinya tujuan ideal dari otonomi daerah yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun
2004 tersebut belum secara optimal berhasil. Kondisi sebaliknya terjadi bahwa dengan adanya
kewenangan lebih luas kepada Daerah Kabupaten/Kota justru dalam hal pembangunan wilayah atau
kawasan di daerah telah terjadi ketimpangan. Banyak peruntukkan lahan yang disalahgunakan, baik
lahan darat perairan maupun laut. Kepemilikan perseorangan atau kelompok justru semakin
menambah rusaknya lahan dan lingkungan di Daerah. Banyak hutan yang menjadi gundul akibat
pembalakan hutan secara tidak bertanggungawab, daerah tambang batubara dan pasir banyak yang
tidak direklamasi, sungai tercemar akibat limbah industri dan galian pasir, dan hutan mangrope di
pantai banyak yang abrasi karena banyak dibangunnya hotel/resot dan tempat wisata. Kondisi tersebut
merupakan sebagian kecil saja akibat dari tidak seimbangnya pelaksanaan pembangunan wilayah.
Timbulnya disparsitas antarwilayah antara lain disebabkan oleh beberapa faktor.Rustiadi 3
menjelaskan bahwa faktor utama penyebab dispasitas antarwilayah yaitu: 1) geografi; 2) sejarah; 3)
politik; 4) kebijakan pemerintah; 5) administrasi; 6) sosial budaya; dan 7) ekonomi. Dari aspek
kebjakan pemerintah sebagai contoh, dewasa ini lpembangunan ebih banyak menekankan pada
pertumbuhan dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan yang tidak memperhatikan tata ruang
wilayah dan peruntukkan lahan sehingga mengakibatkan kesenjangan wilayah yang cukup parah.
Dampak yang paling nampak adalah terjadinya pengurasan sumberdaya secara berlebihan.
Berdasarkan kondisi tersebut maka pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan pembangunan ke
depan harus memperhatikan berrbagai aspek termasuk keseimbangan pembangunan wilayah.
Secara ideal Murty4 menjelaskan bahwa pembangunan regionl (daerah/wilayah) yang
berimbang merupakan sebuah pertumbuhan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk
meningkatkan pengembangan kapabilitas dan kebutuhan mereka. Hal tersebut mengandung
pengertian

bahwa

tidak

setiap

wilayah

harus

mempunyai

perkembangan

tingkat

industrialisasi,ekonomi, Kewajiban pemerintah dan pemangku kepentingan dalam kerangka good

governance adalah bagaimana bisa tercapainya pertumbuhan secara optimal dari potensi sumberdaya
yang dimiliki oleh daerah/wilayah sesuai kapasitas dan kewenangannya.
Keberimbangan antarkawasan menjadi penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan
mampu mengurangi disparitas antarwilayah, dan pada akhirnya mampu memperkuat pembangunan
ekonomi wilayah secara menyeluruh. Murty5 menjelaskan bahwa Pemerintah memerlukan
pembangunan wilayah secara berimbang dengan tujuan yaitu: a) untuk mengembangkan
perekonomian secara simultan dan bertahap; b) untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat; c)
untuk mengoptimalkan pengembangan kapasitas dan mengkonservasi sumberdaya; d) untuk
meningkatkan lapangan kerja; e) untuk mengurangi beban sektor pertanian ; f) untuk mendorong
desentralisasi; g) untuk menghindari konflik lepas kendali dan instabilitas politik disintegratif; h)
untuk meningkatkan ketahanan nasional.Tujuan ideal dari pembangungan wilayah yang seimbang
diharapkan dapat tercapai secara bertahap dan akhirnya tercapai pada kondisi ideal dari pembangunan
wilayah tersebut. Dalam hal ini maka diperlukan komitmen dari pemerintah, swasta dan masyarakat
secara bersama-sama untk mewujudkan pembangunan wilayah yang seimbang.
Terkait dengan upaya mencapai keseimbangan pembangunan wilayah, sebagai contoh dalam hal
pembangunan kawasan pesisir maka strategi pendayagunaan penataan ruang wilayah perlu
disusun dengan memperhatikan faktor-faktor berikut 6
a.

Keterpaduan yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah dalam konteks pengembangan
kawasan pesisir sehingga tercipta konsistensi pengelolaan pembangunan sektor dan wilayah
terhadap rencana tata ruang kawasan pesisir.

b.

Pendekatan bottom-up atau mengedepankan peran masyarakat (participatory planning


process) dalam pelaksanaan pembangunan kawasan pesisir yang transparan dan accountable
agar lebih akomodatif terhadap berbagai masukan dan aspirasi seluruh stakeholders dalam
pelaksanaan pembangunan.

c.

Kerjasama antar wilayah (antar propinsi, kabupaten maupun kota-kota pantai, antara
kawasan perkotaan dengan perdesaan, serta antara kawasan hulu dan hilir) sehingga tercipta
sinergi pembangunan kawasan pesisir dengan memperhatikan inisiatif, potensi dan keunggulan
lokal, sekaligus reduksi potensi konflik lintas wilayah

d. Penegakan hukum yang konsisten dan konsekuen baik PP, Keppres, maupun Perda - untuk
menghindari kepentingan sepihak dan untuk terlaksananya role sharing yang seimbang antar
unsur-unsur stakeholders.

D. Kebijakan Keberimbangan Antar Wilayah Pembangunan


Masalah kebijakan ekonomi wilayah di indonesia yang sering mengemuka adalah
kesenjangan ekonomi antar wilayah terutama antar jawa dan luar jawa,oleh karenanya untuk
mengurangi ketimpangan tersebut maka di tahun 2016 ini pemerintah mencangkan untuk
mengembangkan 7 kawasan ekonomi khusus (KEK) yang berada diluar jawa, dan 12 kawasan
indstri dan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBBPB).
Adapun arah kebijakan pengembangan kawasan strategis tersebut adalah percepatan
pengembangan

pusat-pusat

pertumbuhan

ekonomi

wilayah,terutama

di

luar

jawa

(sumatra,maluku,kalimantan,sulawesi, dan papua) dengan memaksimalkan keuntungan


aglomerasi, menggali potensi dan infrastriktur.berikut strategi kebijakanya :
1. Pengembangan potensi ekonomi wilayah : mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan
baik yang telah ada maupun yang baru di luar pulau jawa sesuai dengan potensi tiap
2.

wilayah
Percepatan pembangunan konektivitas : (a) menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi untuk memaksimalkan pertumnuhan berdasarkan prinsip keterpaduan melalui
intermodal supply chained system; (b) memperluas pertumbuhan ekonomi dari pusat
pusat pertumbuhan ekonomi kewilayah belakangnya (hinterland); serta (c) menyebarka
manfaat pembangunan secara luas melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar

ke daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan


3. Peningkatan kemampuan SDM dan IPTEK : Peningkatan kemampuan SDM dan
IPTEK dilakukan melalui penyediaan SDM yang dimiliki kompetensi yang disesuaikan
dengan kebutuhan pengembangan industri di masing masing puasat-pusat pertumbuhan
dan kemampuan pengelolaan kawasan di wilayah belakanganya (hinterland)
4. Regulasi dan kebijakan : Dalam rangka mempermudah proses pembangunan,
pemerintah akan melakukan investasi dan usaha diregulasi peraturan yang menghambat
pengembangan investasi dan usaha di kawasan pertumbuhan ekonomi.
5. Peningkatan iklim investasi dan iklim usaha : Dalam rangka mempermudah dan
memperlancar proses kemudahan berusaha dan berinvestasi,salah satunya dilakukan
dengan peyenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di kawasan strategis dengan
mempercepat pelimpahan kewenangan dari kepalah daerah kepada kepala PTSO.

E. Penutup
Disparsitas pembangunan wilayah di Indonesia sudah berada pada kondisi yang

memprihatinkan baik keberimbangan antara pembangunan perdesaan dan perkotaan maupun antar
wilayah Barat, Tengah dan Timur Indonesia. Untuk itu maka diperlukan berbagai upaya agar
keseimbangan pembangunan antarwilayah dapat diwujudkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah mulai dari proses perencanaan pembangunan baik dalam sektoral maupun wilayah
pembangunan. Kehati-hatian dalam perencanaan merupakan tindakan prepentive untuk menghasilkan
output kebijakan yang tepat. Pada sisi yang lain pemerintah sebagai pengambil keputusan harus
mampu terhindar dari adanya intervensi pihak-pihak tertentu yang akan mempengaruhi kebijakan
hanya untuk kepentingan kelompok tertentu saja.Wibawa pemerintah akan turut menentukan
bagaimana tujuan ideal dari pembangunan antarwilayah ini dapat dicapai.

Daftar Pustaka
Alfirdaus, Laila Kholid dan Longgina Novadona Bayo. 2007. Penataan

Daerah sebagaiPenataan Institusi (Teritorrial Reform as Institutional Building and Reform).


Makalah, disampaikan pada Seminar Internasional ke-8 Dinamika Politik Lokal di
Indonesia: Penataan
Daerah (Territorial Reform) dan Dinamikanya, yangdiselenggarakan oleh Yayasan Percik,
Salatiga Jawa Tengah, pada tanggal 17 20 Juli.
Djohan, Djohermansyah. 2006. Mengkaji Kembali Konsep Pemekaran Daerah Otonom. Dalam
Blue Print Otonomi Daerah Indonesia. Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa bekerjasama dengan
Partnership for Governance Reform in Indonesia danEuropean Union (EU).
Fitrani, Fitria, Bert Hofman dan Kai Kaiser. 2005. Unity in Diversity? The
Creation of New Local Governments in a Decentralizing
Indonesia, Bulletin of IndonesianEconomic Studies 41 (1).
Hermanislamet, Bondan. 1993. Desentralisasi Perencanaan Pembangunan dan OtonomiDaerah
dalam Jurnal Forum Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 2 Desember. Yogyakarta: Puslit
Perencanaan Pembangunan Nasional UGM.
S Murty, 2000. Regional Disparties: Need and Measures for Balanced Development dalam Shukla, A
(Ed.) Regional Planning and Sustainable Development, New Delhi. Kanishka Publishers,
Distributors.
Buku I RPJMN Tahun 2015-2019
Pratikno. 2006. Politik Kebijakan Pemekaran Daerah. Dalam Dalam Blue Print Otonomi Daerah
Indonesia. Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa
Adisasmita, Rahardjo. 2008. Pengembangan Wilayah: Konsep dan Teori. Yogyakarta: Penerbit
Graha Ilmu.
Adisasmita, Rahardjo. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Amir, H. dan Nazara, S. 2005. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Kebijakan Strategi
Pembangunan Jawa Timur Tahun 1994 dan 2000: Analisis Input-Output. Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan Indonesia. Volume 5, Edisi Januari 2005.
Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan Kluster Industri

Indonesia. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.


Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi,
dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Lego, Brian, Gebremedhin, Tesfa G. Cushing, Brian (2000), A Multi-Sector Export Base Model of
Long-Run Regional Employment Growth, Agricultural and Resource Economics Review,
Volume 29, Number 2, October 2000, 192 197.
Longhi, S. and Nijkamp, P. 2007. Forecasting Regional Labor Market Developments under Spatial
Autocorrelation. International Regional Science Review. Vol. 30, No. 2, April 2007. 100-119
Maier, G.,
.
Rura, M.J., and Griffith, D.A. 2010. Spatial Statistics in SAS. In M.M. Fischer and A. Getis, eds.
Handbook of Applied Spatial Analysis: Software Tools, Methods and Applications. Heidelberg,
Springer: 43 52.
Setiono, Dedi NS. 2011. Ekonomi Pengembangan Wilayah: Teori dan Analisis. Jakarta: Lembaga
Penerbit FE UI.

Anda mungkin juga menyukai