Anda di halaman 1dari 5

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL HUKUM DAN ILMU SOSIAL KE - 2


“Merekontruksi Ilmu Hukum dan Ilmu Sosial dalam Membangun Karakter Bangsa”
http://eproceeding.undiksha.ac.id/index.php/SENAHIS/index
Tahun 2018 | Halaman 01-05

Antisipasi Dampak Negatif Urban Sprawl Pada Wilayah


Pinggiran Kota Denpasar

Putu Indra Christiawan1


1
Jurusan Pendidikan Geografi, FHIS, UNDIKSHA,Singaraja, Indonesia

*indra.christiawan@undiksha.ac.id

Abstract. Penelitian ini bertujuan untuk mendata dampak negatif urban sprawl pada wilayah
pinggiran kota di Kota Denpasar. Dampak yang memaksa pertumbuhan di wilayah pinggiran kota
bergerak ke arah yang negatif. Konsekuensi urban sprawl perlu dipahami dan dievaluasi untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan. Prosedur metodologis yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif melalui dokumen dan analisis konten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak
negatif terbesar yang dihadapi oleh wilayah pinggiran Kota Denpasar meliputi masalah
lingkungan, sosial, ekonomi dan mobilitas. Analisis mengenai dampak negatif dari urban sprawl
terhadap keempat dimensi tersebut menjadi dasar dalam menentukan model mitigasi urban sprawl
yang komprehensif di wilayah pinggiran kota.

Kata kunci: Urban Sprawl; Dampak Negatif; Wilayah Pinggiran Kota

1. Pendahuluan
Sebagai negara sedang berkembang, pembangunan wilayah Indonesia secara kontinu dan masif
bergerak menuju bersifat kekotaan. Fenomena perubahan ini dikenal dengan istilah urbanisasi. Urbanisasi
sebagai suatu proses dapat didefinisikan sebagai perubahan dari sifat bukan kekotaan (kedesaan) menjadi
kekotaan, atau perubahan dari tingkat kekotaan yang lebih rendah menjadi tingkat kekotaan yang lebih
tinggi (Yunus, 2006). Kota sebagai pusat aktivitas telah memberikan pengaruh yang luas, baik pengaruh
ke dalam maupun perembetan ke arah luar. Pembangunan ke arah dalam ditunjukkan dengan adanya
proses pemadatan bangunan pusat-pusat aktivitas, diantaranya central bussiness district, civic centre,
education centre dan beberapa kota memperlihatkan mayoritas pembangunannya ke arah budaya,
pariwisata maupun kesehatan dan olahraga. Sebagian besar kota yang memiliki arah perkembangan ke
dalam telah mempersiapkan perencanaan tata ruang kota secara detil dan komprehensif, sehingga
urbanisasi sentripetal tersebut akan memberikan berbagai kemudahan penduduk kota dalam menjalankan
berbagai aktivitas mereka. Hal ini dikarenakan pembangunan ke arah dalam atau di dalam area
administrasi kota telah melalui kajian yang mendalam, baik dari sisi kebutuhan penduduk kota, masalah
yang dihadapi penduduk kota maupun target masa depan kota itu sendiri.

Proseding Senahis 2 | 1
Fenomena yang sangat berlawanan adalah urbanisasi yang merembet ke arah luar kota.
Urbanisasi jenis ini dikenal sebagai urbanisasi sentrifugal. Urbanisasi sentrifugal disebabkan oleh
kekuatan-kekuatan sentrifugal yang mempengaruhi gerakan penduduk dan fungsi-fungsi yang berasal dari
bagian dalam wilayah yang bersifat kekotaan menuju ke bagian luar yang memiliki sifat kedesaan. Dalam
Teori Kekuatan Dinamis milik Charles Colby (1933) menyebutkan bahwa kekuatan sentrifugal sangat
ditentukan oleh dua macam kekuatan, yaitu kekuatan penarik dan kekuatan pendorong. Kekuatan penarik
adalah kekuatan yang bersifat menarik penduduk atau fungsi menuju ke arah kekuatan tersebut berada
atau yang berada di tempat tujuan gerakan. Dalam urbanisasi sentrifugal, kekuatan penarik ini berada
pada wilayah yang memiliki sifat kedesaan. Sementara kekuatan pendorong adalah kekuatan yang bersifat
mendorong penduduk dan fungsi meninggalkan tempat asal penduduk atau fungsi tersebut semula berada
atau tempat asal gerakan. Berkebalikan dengan kekuatan penarik, kekuatan pendorong berasal dari
wilayah yang memiliki sifat kekotaan. Berbagai penelitian telah menunjukkan beberapa penyebab yang
menghasilkan kekuatan penarik dan kekuatan pendorong dalam urbanisasi sentrifugal. Penyebab yang
berkaitan dengan kekuatan penarik diantaranya (1) rendahnya kepadatan penduduk, (2) rendahnya
kepadatan permukiman, (3) rendahnya polusi udara, (4) rendahnya polusi air, (5) rendahnya polusi sosial,
(6) rendahnya tingkat kriminalitas, (7) sedikitnya peraturan-peraturan yang mengikat, (8) rendahnya
kepadatan lalu lintas, (9) rendahnya frekuensi kemacetan lalu lintas, (10) banyaknya lahan, (11)
rendahnya harga lahan, (12) rendahnya suhu udara, (13) lebih terjaminnya privacy, (14) lebih banyak
ruang terbuka untuk beraktivitas di luar rumah dan (15) lebih mewadahi kebutuhan untuk bersosialisasi
(Squires, 2002; Yunus, 2010; Habibi and Asadi, 2011; Banai and DePriest, 2014). Sedangkan penyebab
munculnya kekuatan pendorong adalah kebalikan dari penyebab-penyebab kemunculan dari kekuatan
penarik tersebut. Dengan kata lain, penduduk kota bergerak meninggalkan kota untuk bertempat tinggal
di wilayah yang bukan bersifat kekotaan.
Wilayah pinggiran kota merupakan tempat tujuan utama dari gerakan penduduk atau fungsi yang
telah meninggalkan wilayah perkotaan. Secara morfologis wilayah pinggiran kota adalah wilayah yang
berada di antara wilayah kekotaan dan wilayah kedesaan, sehingga kenampakan fisik morfologis wilayah
pinggiran kota merupakan percampuran bentuk pemanfaatan lahan kekotaan di satu sisi, dan bentuk
pemanfaatan lahan kedesaan. Secara administratif wilayah pinggiran kota ada yang masih berada di dalam
batas administrasi kota, dan sebagian ada yang berada di luar batas administrasi kota atau berada di
wilayah desa yang berbatasan dengan wilayah kota. Wilayah pinggiran kota dijadikan sebagai tempat
tujuan karena penduduk kota memandang dapat melangsungkan kehidupan bersama keluarga dengan
lebih sehat, tetapi tetap dapat menjalani aktivitas penghidupan di wilayah perkotaan tanpa harus
menempuh jarak yang terlalu jauh dari tempat kerja. Berbasis dari pandangan tersebut, maka banyak
penduduk kota yang bergerak menuju wilayah pinggiran kota, dan secara langsung mengakibatkan
pertambahan jumlah penduduk di wilayah tersebut. Wilayah pinggiran Kota Denpasar, Provinsi Bali
merupakan salah satu wilayah pinggiran kota yang mengalami fenomena urbanisasi sentrifugal.
Pertambahan jumlah penduduk di wilayah pinggiran di Kota Denpasar sejalan dengan kepadatan
penduduk dan perembetan kenampakan fisik morfologi kekotaan. Hal ini dikarenakan pertambahan
jumlah penduduk selalu diikuti oleh pertambahan tuntutan akan ruang tempat tinggal dan juga ruang
untuk mengakomodasi berbagai aktivitas-aktivitas yang baru. Maka dari itu, ruang terbuka yang
mayoritas bersifat agraris semakin berkurang akibat tuntutan penduduk yang datang dari wilayah
kekotaan tersebut (Dubey and Kumar, 2013). Penduduk Kota Denpasar bertambah dari 649.762 pada
tahun 2010 menjadi 897.300 pada tahun 2017. Pertambahan penduduk Kota Denpasar ini diikuti dengan
peningkatan kepadatan penduduk 5.085 jiwa/km2 pada tahun 2010 menjadi 7425 jiwa/km2. Pertambahan
jumlah penduduk dan peningkatan kepadatan penduduk tersebut secara langsung berdampak pada
perubahan tata guna lahan di wilayah pinggiran Kota Denpasar. Data BPS Kota Denpasar menunjukkan
adanya pengurangan lahan pertanian sawah, dan terutama pengurangan lahan pertanian bukan sawah yang
signifikan dari tahun 2010 sampai tahun 2017. Pada tahun 2010 luas lahan Kota Denpasar yang
digunakan sebagai lahan pertanian sawah adalah 2.693 ha, dan berkurang menjadi 2.444 ha pada tahun
2017. Sementara pengurangan lahan pertanian bukan sawah berkurang sangat signifikan, yaitu dari luas
10.075 ha menjadi 510 ha. Dengan kata lain sebagian lahan agraris di wilayah pinggiran Kota Denpasar
telah berubah bentuk menjadi lahan non-agraris. Keberadaan bentuk pemanfaatan lahan non-agraris yang

Proseding Senahis 2 | 2
semakin besar mengisyaratkan adanya perembetan lahan kekotaan ke arah luar atau dikenal dengan istilah
urban sprawl.
Urban sprawl merupakan simbol dari urbanisasi sentrifugal yang menunjukkan kekuatan
perkotaan yang semakin besar dan meluas, terutama ke arah wilayah pinggiran kota. Urban sprawl datang
secara tiba-tiba, dan dibawa langsung oleh penduduk yang bergerak ke wilayah pinggiran kota. Di sisi
lain, banyak penduduk dan fungsi di wilayah pinggiran kota yang belum siap menerima kedatangan urban
sprawl tersebut. Secara spesifik urban sprawl juga didefiniskan sebagai pembangunan wilayah yang tidak
terkoordinasi (Okeke, 2016). Akibat ekspansi yang cepat serta tanpa persiapan dan perencanaan yang
matang, maka urban sprawl dapat menjadi permasalahan pembangunan yang sangat serius di wilayah
pinggiran Kota Denpasar.
Adapun tujuan paper ini adalah untuk mendesain mitigasi urban sprawl untuk wilayah pinggiran
kota. Urban sprawl sebagai proses yang sedang terjadi, dan tidak mungkin untuk dihentikan di wilayah
pinggiran Kota Denpasar dipandang penting untuk dikendalikan, di satu sisi agar dapat mengurangi
kerentanan terhadap ancaman urban sprawl, dan di sisi lain dapat memetik peluang positif dari adanya
urban sprawl, baik dari sisi fisik, sosial budaya dan ekonomi..

2. Metode
Prosedur metodologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif melalui
dokumen dan analisis konten. Metode ini termasuk kuesioner terbuka, wawancara dan jadwal observasi
standar (Gray 2009). Data penelitian ini bersumber dari data primer yang diperoleh melalui wawancara.
Wawancara terstruktur (kuesioner) ditujukan kepada informan yang dipilih, terutama pejabat pemerintah
kunci dari kantor pusat dan kantor kecamatan. Mereka dipilih dengan menggunakan sampling secara
purposif. Sedangkan observasi dipandu oleh instrumen survei yang berfokus pada situasi pertumbuhan
kota di wilayah pinggiran kota.

3. Hasil dan Pembahasan


Konsekuensi dari urban sprawl memiliki dampak positif dan dampak negatif. Akan tetapi, dalam
penelitian ini membahas tentang dampak negatif dari perkembangan urban sprawl. Dampak ini lebih
disoroti karena perkembangan ini sering tidak terkendali atau tidak terkoordinasi. Adapun dampak negatif
urban sprawl di wilayah pinggiran Kota Denpasar seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Dampak Negatif Urban Sprawl di Wilayah Pinggiran Kota Denpasar


No Aspects Negative Impact
1 Environmental Issues The extinction of subak
Loss of valuable agriculture land
Pollution
2 Social Issues The entry of an unidentified person
Reduced community ties
The loss of rural heritage
3 Economic Issues Consumerism lifestyle
Materialistic
Loss of occupation, especially as a farmer
4 Mobility Issues Traffic congestion
Accident by an inappropriate rider
Lack of Parking

Masalah Lingkungan
Petani di Bali pada umumnya, dan di wilayah pinggiran Kota Denpasar pada khususnya sangat
bergantung pada subak. Subak adalah warisan budaya yang berkaitan dengan sistem irigasi pertanian di
Bali. Pembangunan dan pemadatan perumahan secara langsung menekan dan mengurangi luas lahan
pertanian, terutama pertanian sawah. Selain berkurang dari sisi kuantitas, dari sisi kualitas pun mengalami
penurunan. Air yang dialirkan melalui sistem irigasi ini telah tercemar oleh limbah rumah tangga dan
limbah industri. Dampak negatif sekunder dari isu lingkungan ini adalah penurunan produktivitas hasil

Proseding Senahis 2 | 3
pertanian. Pada kajian lain, para ahli biologi mengklaim bahwa perkembangan yang luas menyebabkan
degradasi habitat alami dari beberapa spesies (Boone and Krohn., 2000; Calme and Desrochers,, 2000).

Masalah Sosial
Masuknya pendatang ke dalam wilayah pinggiran Kota Denpasar sebagian besar hanya melapor kepada
birokrat, tanpa diikuti dengan melaporkan diri secara adat, sehingga penduduk asli tidak mengenal dan
mengetahui secara mendetil tentang identitas dan latar belakang pendatang. Di sisi lain, banyak juga
penduduk asli, terutama penduduk usia produktif yang melakukan migrasi atau mobilitas sirkuler ke luar
daerah. Migrasi dan mobilitas tersebut dilakukan dengan motif ekonomi maupun pendidikan. Akibat
pergerakan penduduk usia produktif tersebut, maka berbagai aktivitas yang bersifat sosio-budaya tidak
dapat dijalankan dengan baik. Dampak negatif sekunder dari isu sosial ini adalah degradasi nilai-nilai
warisan budaya leluhur. Pada kajian lain, sosiolog menyalahkan urban sprawl dalam menyebarkan
ketidaksetaraan di antara orang-orang yang "secara sosial tidak termasuk" penduduk di lingkungan kota
(Power, 2001).

Masalah Ekonomi
Penduduk pendatang yang tinggal di wilayah pinggiran Kota Denpasar tetap menampilkan pola hidup
yang bersifat kekotaan. Pola hidup pendatang ini secara tidak langsung menjadi referensi bagi penduduk
lokal yang berangsur-angsur berubah menjadi orang kota. Penduduk lokal cenderung menjadi masyarakat
konsumtif, dan mendahulukan pertimbangan materialistik dalam berbagai pengambilan keputusan.
Kehidupan penduduk pendatang yang glamor juga berusaha diikuti penduduk lokal yang mayoritas
memiliki pekerjaan sebagai petani. Menjual lahan pertanian adalah jalan pintas yang dilakukan keluarga
petani untuk mengikuti pola hidup kekotaan, atau sekedar memenuhi keinginan anak dan keluarga, yang
seringkali bahkan tidak dibutuhkan oleh mereka. Dampak negatif sekunder dari isu ekonomi ini adalah
hilangnya pekerjaan sebagai petani. Pada kajian lain, para ekonom menuding urban sprawl bertanggung
jawab atas hilangnya lahan pertanian yang berharga dan pengurangan nilai lahan untuk pertanian sebagai
tempat terjadinya perkembangan perkotaan (Nelson and Duncan, 1995).

Masalah Mobilitas
Kemacetan lalu lintas merupakan pemandangan sehari-hari yang dapat dengan mudah dijumpai di
wilayah pinggiran Kota Denpasar. Kemacetan lalu lintas terutama terjadi di pagi hari pada jam berangkat
kerja dan pada jam pulang kerja di sore hari. Kemacetan lalu lintas diakibatkan dari lebar jalan yang tidak
mampu menampung jumlah kendaraan. Jumlah kendaraan yang melintas di wilayah pinggiran kota tidak
hanya berasal dari para pendatang, tetapi juga dari penduduk asli yang berlomba-lomba membekali anak
mereka dengan kendaraan, khususnya sepeda motor. Sayangnya, anak mereka tidak dibekali dengan
pengetahuan tentang berlalu lintas yang cukup, dan kelengkapan berkendara yang memadai. Banyak
kecelakaan lalu lintas yang merenggut korban jiwa anak-anak di bawah umur di wilayah pinggiran kota.
Dampak negatif sekunder dari isu mobilitas ini adalah banyaknya komunitas motor anak-anak yang
membahayakan pengendara lalu lintas lainnya. Pada kajian lain, urban sprawl membuat perjalanan lebih
mahal, terutama bagi masyarakat yang kurang mampu dan harus menempuh jarak yang relatif jauh
menuju ke tempat bekerja (Horan and Jordan, 1995).

4. Kesimpulan
Simpulan dalam penelitian ini menunjukkan dampak negatif utama dari perkembangan urban sprawl pada
wilayah pinggiran kota ini adalah masalah lingkungan, masalah sosial, masalah ekonomi, dan masalah
mobilitas. Muara dari dampak negatif ini adalah penurunan kualitas lingkungan dan interaksi sosial,
meningkatkan gaya hidup konsumerisme, lalu lintas, dan kemacetan. Maka dari itu, berbasis pada dampak
negatif ini seluruh stakeholders harus berpartisipasi aktif dalam langkah-langkah perencanaan, langkah-
langkah pelaksanaan dan langkah-langkah pengawasan yang dapat digunakan sebagai upaya preventif
yang sesuai untuk masing-masing masalah. Selain itu, berdasarkan pada karakteristik wilayah pinggiran
kota, direkomendasikan untuk melakukan perancangan kebijakan dan menerapkan strategi yang tepat
untuk mengendalikan urban sprawl. Peran kebijakan perkotaan, sektor swasta, otoritas kota dan perencana
dalam penyusunan kebijakan ini adalah poin-poin penting yang telah diabaikan di sebagian besar studi,

Proseding Senahis 2 | 4
dan karena itu mereka perlu diteliti lebih lanjut. Dengan demikian, dampak negatif perkembangan urban
sprawl di wilayah pinggiran kota dapat diminimalisir, dan bahkan dapat mengubahnya menjadi dampak
positif.

Daftar Pustaka
[1] Banai, R., & DePriest, T. (2014). Urban Sprawl: Definitions, Data, Methods of Measurement, and
Environmental Consequences. Journal of Sustainability Education, 7(1), 1–15.
[2] Boone, R. B., & Krohn, W. B. (2000). Predicting Broad-Scale Occurrences of Vertebrates in
Patchy Landscapes. Urban Studies, 15(1), 63–74.
[3] Calme, S., & Desrochers, A. (2000). Biogeographic Aspects of the Distribution of Bird Species
Breeding in Québec’s Peatlands. Urban Studies, 27(3), 725–732.
[4] Central Bureau of Statistics. (2017). Denpasar in Figures 2017. Denpasar.
[5] Central Bureau of Statistics. (2010). Denpasar in Figures 2010. Denpasar.
[6] Colby, C. (1959). Centrifugal and Centripetal Forces in Urban Geography. In Mayer & Kohn
(Eds.), Reading in Geography. Chicago: University of Chicago Press.
[7] Downs, A. (1994). New Visions for Metropolitan America. Washington DC: The Brookings
Institution.
[8] Dubey, P., & Kumar, D. (2013). Urban Sprawl and its Impact on Urban Environment. Journal of
Mechanical and Civil Engineering, 9(5), 26–31.
[9] Gray, M., & Webb, S. A. (2011). Social Work Theories and Methods. Journal of Community
Practice, 19(3), 326–328.
[10] Habibi, S., & Asadi, N. (2011). Causes, Results and Methods of Controlling Urban Sprawl. In
International Conference on Green Buildings and Sustainable Cities (pp. 133–141). Elsevier Ltd.
[11] Hartati, G. A. R., Budhi, M. K. S., & Yuliarmi, N. N. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kesejahteraan Petani Di Kota Denpasar. E-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Universitas
Udayana, 6(4), 1513–1546.
[12] Horan, T. A., & Jordan, D. R. (1995). ITS, Land Use and Sustainable Communities. In
Transportation and Sustainable Communities. Claremont, C.A.: The Claremont Graduate
University.
[13] Nelson, A. C., & Duncan, J. B. (1995). Growth Management Principles and Practices. Chicago:
Planners Press.
[14] Nnaemeka-okeke, R. (2016). URBAN SPRAWL AND SUSTAINABLE CITY DEVELOPMENT
IN NIGERIA. Journal of Ecological Engineering, 17(2), 1–11.
https://doi.org/10.12911/22998993/62277
[15] Power, A. (2001). Social Exclusion and Urban Sprawl: Is the Rescue of Cities Possible? Urban
Studies, 35(8), 731–742.
[16] Snyder, K., & Bird, L. (1998). Paying the Costs of Sprawl: Using Fair-Share Costing to Control
Sprawl. Retrieved from http://www.sustainable.doe.gov/articles/sprawl.shtml
[17] Squires, G. D. (2002). Urban Sprawl and the Uneven Development of Metropolitan America. In
Urban Sprawl: Causes, Consequences, and Policy Responses (pp. 1–22). Washington, DC: Urban
Institute Press.
[18] Wesnawa, I. G. A., & Christiawan, P. I. (2014). Geografi Bencana. Jakarta: Graha Ilmu.
[19] Yunus, H. S. (2010). Megapolitan: konsep, Problematika dan Prospek. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Proseding Senahis 2 | 5

Anda mungkin juga menyukai