Anda di halaman 1dari 21

IDENTIFIKASI FENOMENA URBAN SPAWL DAN

STRUKTUR INTERNAL KOTA BANDUNG

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok


Mata Kuliah Analisis Lokasi dan Pola Keruangan
Dosen: Firsta Rekayasa H, S.T., M.T.

DISUSUN OLEH :

Denny Muhammad Hajratul NIM. D1091151003


Budi Utomo NIM.D1091151004
Bella Widya Pertiwi NIM. D1091151007
Feby Savitri NIM. D1091151008
Santy Wahyuni NIM. D1091141017

PROGRAM SARJANA PERENCANAAN WILAYAH KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Salam dan salawat
kami panjatkan kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW,
keluarga, dan seluruh sahabat-Nya yang selalu menjadi suri teladan yang
baik.Makalah yang kami susun ini berjudul “Studi Kasus Identifikasi Fenomena
Urban Spawl dan Struktur Internal Kota Bandung”, yang bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah analisis lokasi dan pola keruangan. Selain itu,
makalah ini juga dapat menambah wawasan kami tentang fenomena urban sprawl
kususnya yang terjadi di Kota Bandung.
Banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Firsta Rekayasa
H,ST,MT selaku dosen mata kuliah analisis lokasi dan pola keruangan yang telah
memberikan tugasini sekaligus membimbing kami dalam membuatnya. Kami
menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki
makalah ini. Kami juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa pun
yang membacanya.

Pontianak, Mei 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................................................................................................1


DaftarIsi ...................................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................4
B. RumusanMasalah .........................................................................................5
C. Tujuan ..........................................................................................................5
D. Sasaran .........................................................................................................5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA


A. Kebijakan Perundang-undangan ..................................................................6
B. RTRW Kota Bandung .................................................................................7
C. Urban Sprawl ...............................................................................................8

BAB III. PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah ........................................................................11


B. Proses Fenomena Urban Sprawl Kota Bandung........................................12
C. Dampak Urban Sprawl di Kota Bandung..................................................15

BAB IV. PENUTUP


A. Kesimpulan ...............................................................................................18
B. Saran .......................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................20


JOB DESCRIPTION .............................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia semakin berkembang dan masyarakatnya selalu mengalami kemajuan
di setiap tahunya. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat berbanding lurus
dengan meningkatnya angka kelahiran di dunia ini. Tempat tinggal yang paling
mudah untuk diamati adalah kota, yang merupaka pusat kegiatan masyarakat
dunia. Semakin bertambahnya penduduk kota menyebabkan semakin
bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap jumlah lahan yang digunakan, baik
untuk fungsi perumahan, perkantoran, dan fasilitas sosial ekonomi lainnya.
Sedangkan, setiap kota telah memiliki ketentuan dalam menerapkan batas
administratifnya masing-masing, jika kebutuhan masyarakat kota akan guna lahan
semakin meningkat, maka untuk memenuhinya diperlukan suatu pengembangan
atau perluasan wilayah ke daerah-daerah disekitar kota tersebut. Fenomena ini
kini dikenal sebagai fenomena urban sprawl yang ditandai oleh adanya alih fungsi
lahan yang ada di sekitar kota (urban periphery) yang tidak terkontrol, mengingat
terbatasnya jumlah lahan yang ada dipusat kota tersebut. Pada awalnya,
keberadaan fenomena ini diduga akan memberi dampak yang baik bagi kota
tersebut maupun daerah perluasan wilayahnya. Namun pada kenyataannya,
ternyata lebih banyak dampak negatif yang diberikan oleh fenomena urban sprawl
ini pada perkembangan suatu wilayah. Karena menurut teori, perkembangan suatu
wilayah sangat dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya, terutama antara wilayah kota
dengan wilayah pinggirannya.
Untuk lebih mudah memahami fenomena urban sprawl maka penulis
mengangkat studi kasus di Kota Bandung. Kota Bandung merupakan kota
metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi ibu kota provinsi
tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota
terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya menurut jumlah
penduduk. Selain itu, Kota Bandung juga merupakan kota terbesar di wilayah
Pulau Jawa bagian selatan. Sedangkan wilayah Bandung Raya (Wilayah

4
Metropolitan Bandung) merupakan metropolitan terbesar ketiga di Indonesia
setelah Jabodetabek dan Gerbangkertosusila.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka akan timbul beberapa pertanyaan yang
menjadi rumusan masalah. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana fenomena urban sprawl Kota Bandung?
2. Bagaimana struktur Internal Kota Bandung akibat dari urban sprawl?
3. Apa saja dampak positif dan negatif dari urban sprawl di Kota Bandung?

C. Tujuan
Rumusan masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya menjadi acuan untuk
pembahasan sehingga tujuan dari pembuatan makalah ini dapat tercapai. Adapun
tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui fenomena urban sprawl Kota Bandung.
2. Mengetahui perubahan struktur internal Kota Bandung.
3. Untuk mengetahui dambak positif dan negatif yang ditimbulkan dari urban
sprawl di Kota Bandung.

D. Sasaran
1. Bagi pemerintah
Makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam
membuat kebijakan dan program pengembangan kota dengan memperhatikan
dampak positif dan berupaya mengurangi dampak negatifnya
2. Bagi masyarakat
Menambah wawasan kepada pembaca mengenai urban sprawl dan
fenomena yang terjadi di Kota Bandung sehingga pembaca dapat mengetahui
penyebab dan akibat dari perubahan yang terjadi pada struktural Kota
Bandung.
3. Bagi pelajar/mahasiswa

5
Makalah ini dapat dijadikan acuan dalam penentuan analisis lain yang erat
kaitannya dengan urban sprawl.

6
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kebijakan Perundang-Undangan
Tata Cara Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Perkotaan, disusun
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
 Undang Undang R.I No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
 Undang-Undang R.I No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
 Peraturan Pemerintah R.I No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
 Peraturan Pemerintah R.I No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban serta Bentuk dan Tatacara Peran Serta Masyarakat Dalam
Penataan Ruang.
 Peraturan Pemerintah R.I No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah.

B. RTRW Kota Bandung


Penataan ruang tidak hanya sebatas perencanaan tata ruang saja. Tetapi juga
sangat dibutuhkan pemanfaatan ruang dan pengendalian tata ruang, yang artinya
tidak hanya kepuasan sesaat saja tetapi memiliki hasil yang berkesinambungan
dimasa depan. Dengan kata lain bahwa rencana tata ruang tersebut dilakukan agar
relasi manusia dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang
untuk tercapainya kesejahteraan yang lebih jauh. Pengendalian yang berarti
pengawasan atas terlaksananya proses pembangunan wilayah sehingga
pelaksanaan pembangunan tetap dalam koridor penetapan tujuan Rencana Tata
Ruang Wilayh (RTRW). Maka dari itu pentingnya penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah sebagai bahan acuan untuk pembangunan Kota Bandung.
Dibawah ini adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung pada tahun
2011-2031.

7
Gambar 2.1 RTRW Kota Bandung 2011-2031
Sumber : Pemerintah Kota Bandung

C. Urban Sprawl
Menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata Urban
didefinisikan sebagai sebuah kota, sedangkan kata Sprawl diartikan sebagai pergi,
datang, atau tersebar secara irregular (acak). Urban sprawl dikenal sebagai
peristiwa maupun fenomena terjadinya pemekaran kota yang secara acak, tidak
terstruktur, tanpa diawali dengan sebuah rencana. Yaitu merupakan bentuk
pertambahan luas kota secara fisik, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk
dan semakin tingginya arus urbanisasi. Peristiwa pertumbuhan keluar area kota
inipun semakin meluas, hingga mencapai area perdesaan, yaitu area yang awalnya
memiliki jumlah populasi yang lebih rendah dibanding kota.
Urban sprawl adalah suatu proses perluasan kegiatan perkotaan ke wilayah
pinggiran yang melimpah, dengan kata lain terjadi proses pengembangan
kenampakan fisik suatu perkotaan ke arah luar. Lebih jauh lagi, definisi
dari urban sprawl adalah suatu proses perubahan fungsi dari wilayah yang
bernama perdesaan menjadi wilayah perkotaan. Perdesaan yang selama ini
dianggap sebagai penyokong kehidupan perkotaan, yang membantu kota dalam

8
pemenuhan kebutuhannya terutama dalam bidang pertanian, budidaya, kawasan
lindung dan non-industri, justru mengalami kenaikan tingkat fungsi guna lahan,
menjadi kawasan permukiman padat penduduk, bahkan kawasan industri. Urban
sprawl merupakan salah satu bentuk perkembangan kota yang dilihat dari segi
fisik seperti bertambahnya gedung secara vertikal maupun horisontal,
bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun saluran drainase kota.
Banyak alasan yang mendasari terjadinya fenomena urban sprawl ini. Mulai
dari perilaku masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim diarea pinggiran
kota, asumsi harga lahan yang lebih murah dan terjangkau serta kondisi udara
yang masih sehat, belum banyak tercemari seperti pusat kota. Selain itu alasan
yang juga menyebabkan masyarakat memilih tinggal diarea pinggiran kota adalah
karena belum terlalu padat penduduk yang ada disana, jika dibandingkan dengan
kawasan perkotaan, Ditambah karena memiliki akses yang dekat untuk menuju ke
pusat kota.
Seiring berjalannya waktu, dengan semakin meningkatnya pendapatan
mereka, penduduk yang semula menyewa rumah diarea perkotaan karena ingin
dekat dengan tempat dimana mereka bekerja, sebagian besar/ mayoritas memilih
untuk tinggal di luar kota (pinggiran kota) agar dapat memiliki rumah tinggal
sendiri. Walaupun pada sebagian penduduk yang berpenghasilan rendah dengan
terpaksa menempati rumah tinggal yang sempit dan kumuh, asalkan rumah
tersebut miliknya sendiri. Sehingga biaya sewa rumah tidak lagi menjadi beban
bagi anggaran rutin mereka.
Karena tidak terlalu dekatnya tempat tinggal mereka dengan lokasi dimana
mereka bekerja, masyarakat di pinggiran kota yang lebih cenderung menggunakan
moda kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil pribadi untuk menuju
lokasi kegiatan mereka yang lebih terkonsentrasi di pusat kota. Sedangkan
banyaknya angkutan umum bermotor seperti bus, oplet dan taxi dapat
mengindikasikan terjadinya fenomena urban sprawl ini. Dimana salah satu
alasannya adalah pembuktian bahwa belum memadainya tingkat pelayanan
fasilitas bagi masyarakat pinggiran kota, dalam hal ini adalah angkutan umum.
Kurangnya pelayanan transportasi (angkutan umum) bagi masyarakat di pinggiran
kota untuk menuju pusat kota jika dibandingkan dengan di pusat kota, sehingga

9
gejala ini menjadikan angkutan umum seolah-olah disediakan hanya bagi warga
yang tidak memiliki kendaraan pribadi (captive people).
Selain perilaku masyarakat mengenai kepemilikan tanah dan transportasi,
peran pemerintahpun ternyata juga turut mengambil andil dalam keberadaan
fenomena Urban sprawl ini. Keberadaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
diyakini masih belum dapat diimplementasikan dalam mencapai tata ruang yang
pro-lingkungan. Terlalu banyak kepentingan sosial ekonomi yang ingin
dilaksanakan oleh pemerintah setempat, sehingga pada kenyataannya
mempengaruhi pelaksanaan RTRW. Hal ini diyakini dapat menyebabkan fungsi
lingkungan terabaikan. Rencana awal yang disusun masih baik dalam teori
konsep, tetapi karena tidak dapat diimplementasikan maka keberadaannya tidak
mampu memformat kota agar dapat terkendali sesuai rencana. Sehingga
pemekaran wilayah pun menjadi tidak terstruktur, tidak sesuai dengan rencana
awal pembangunan wilayah tersebut.

10
BAB III

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah


Secara astronomis, Kota Bandung terletak pada koordinat 107° BT and 6° 55’
LS. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah Provinsi Jawa Barat.
Dengan demikian, sebagai ibu kota provinsi, kota Bandung mempunyai nilai
strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya. Kota Bandung dikelilingi oleh
pegunungan, sehingga bentuk morfologi wilayahnya bagaikan sebuah "mangkok
raksasa".

Gambar 3.1 Peta Orientasi Kota Bandung


Sumber: indotravelers.com

Menurut Permendagri No.66 Tahun 2011, karakteristik Kota Bandung adalah


sebagai berikut.

11
Nama Resmi : Kota Bandung

Ibukota : Bandung

Provinsi : Jawa Barat

Batas Wilayah : Utara : Kabupaten Bandung


Selatan : Kabupaten Bandung
Bara : Kabupaten Bandung
Timur : Kabupaten Bandung
Luas Wilayah : 167,67 Km²

Jumlah :
2.877.185 Jiwa
Penduduk

Wilayah :
Kecamatan : 30, Kelurahan : 151, Desa : -
Administrasi

Kota Bandung terletak pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut rata-
rata (mean sea level), dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada
di bagian selatan. Ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 msl, sedangkan di
bagian selatan adalah ±675 msl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga
Bandung merupakan suatu cekungan (Bandung Basin).
Melalui Kota Bandung mengalir sungai utama seperti Sungai Cikapundung
dan Sungai Citarum serta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke
arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum, dengan kondisi yang demikian,
Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir.

B. Proses Fenomena Urban Sprawl Kota Bandung

Kota Bandung sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia yang


memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, bisa dibuktikan dalam 10 tahun
terakhir luasan perbatasan Kota Bandung semakin meluas. Secara spasial,
perkembangan kawasan perkotaan telah melebar dari Bandung Kota Cimahi ke
arah lembang di Bandung Utara, Padalarang ke arah barat, Tanjung Sari,
Rencaekak dan Cicalenka di arah timur serta Serang, Banjaran dan Malajaya di
daerah Selatan. Pertumbuhan tersebut juga di ikuti dengan perkembangan kota di

12
dalamnya dimana semakin banyak pembangunan perumahan maupun
pembangunan fasilitas-fasiltas lainnya untuk memenuhi kebutuhan masayarakat.

Gambar 3.2 Padalarang tahun 2006 dan 2015


Sumber: Pencitraan Google Earth 2016

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat perubahan tata guna lahan di


sebelah barat Kota Bandung, yaitu Padalarang sebagai efek dari urban sprawl
Kota Bandung. Daerah yang sebelumnya hijau pada tahun 2006 kini menjadi
daerah yang digunakan untuk mendirikan bangunan.
Selain Padalarang, daerah Lembang juga mengalami dampak urban sprawl
dilihat dari pertambahan jumlah bangunan. Selain itu, kepadatan juga terjadi
dalam kurun waktu 12 tahun yaitu dari tahun 2003 hingga 2015

Gambar 3.3 Lembang Tahun 2003 hingga 2015


Sumber: Pencitraan Google Earth 2016

Namun, yang terjadi di Kota Bandung merupakan perkembangan yang acak


(urban spawl) dimana banyak aktivitas pembangunan yang tidak sesuai dengan
penggunaan lahannya (land use) yang sebelumnya peruntukan fungsi lindung
menjadi budidaya. Akibatnya berdampak pada semakin menurunnya daya dukung
llingkungan yang diindikasi dengan kelangkaan air bersih pada asaat musim
kemarau serta banjir pada musim hujan sering terterjadi di Kota Bandung.

Pola dan struktur perkembangan di Kota Bandung dapat di lihat dalam


perkembangan perumahan di Kota Bandung. Perkembangan perumahan di Kota

13
Bandung untuk saat ini cenderung di daerah pinggiran. Hal ini dapat dilihat
dengan jumlah pembangunan perumahan pada kawasan greenfield tergolong
banyak. Selain itu, perkembangan di kawasan transisi yaitu batasa antara kawasan
pusat dan kawasan pinggiran kebanyakan dari brownfield dibanding greenfield.
Kemudian, perkembangan perumahan cenderung kearah timur terutama kawasan
pinggiran seperti wilayah perumahan Gedebage dan Ujung Berang.

Pengaruh pemekaran kota terhadap perkembangan luas area perumahan di


wilayah Gedebage ditunjukkan oleh koefisien determinasi, yaitu sebesar 89,29%.
Hal ini menunjukkan bahwa 89,29% perkembangan luas area perumahan
diakibatkan oleh adanya pemekaran kota, sedang-kan sisanya ditentukan oleh
faktor lain. Peningkatan kecepatan perkembangan luas area perumahan di wilayah
Gedebage Kota Bandung yang lebih tinggi terjadi setelah pemekaran kota. Hal ini
dapat dilihat dari rata-rata pertambahan luas area perumahan setelah pemekaran
kota sebesar 212.003,7 m2 per tahun dan rata-rata pertambahan luas area
perumahan sebelum pemekaran kota sebesar 17.369 m2 per tahun.

Gambar 3.4 Perubahan Pola Gedebage tahun 2003 hingga 2016


Sumber: Pencitraan Google Earth 2016

Pola perkembangan lokasi perumahan di wilayah Gedebage menunjukkan


pola campuran bahkan mendekati urban sprawl (semrawut) dimana pola
perkembangan lokasi perumahan lebih cenderung mengikuti kalangan swasta.
Perkembangan perumahan di Gedebage tidak terkoordinir dengan baik. Lokasi
perumahan yang diterapkan hanyalah kantung-kantung perumahan yang terlepas
satu sama lain yang akana menyulitkan penataan kembali kawasan perumahan.

14
C. Dampak Urban Sprawl di Kota Bandung
Setiap peristiwa pasti memiliki dampak bagi lingkungan sekitarnya maupun
bagi objek itu sendiri. Sama halnya yang terjadi pada fenomena Urban sprawl ini.
Ada beberapa dampak mengenai fenomena ini. Dampak positifnya adalah:
1. Bertambahnya jumlah penduduk yang akan meningkatkan kepadatan
penduduk diwilayah tersebut.
2. Semakin berkembangnya wilayah disekitar kota yang terkena dampak, baik
perdesaan maupun perkotaan. Karena akibat semakin banyak penduduk yang
bermukim disana, semakin banyak aktivitas yang terjadi yang akan
meningkatkan perekonomian wilayah.
3. Bertambahnya infrastruktur diwilayah yang terkena dampak, sebagai supply
dari pemerintah setempat akan kebutuhan masyarakatnya.

Namun ternyata, selain memiliki dampak positif, fenomena urban sprawl ini
juga memiliki dampak yang negatif. Bahkan dengan jumlah yang lebih banyak,
diantaranya adalah :

1. Semakin berkurangnya lahan subur untuk pertanian dan lahan sebagai habitat
bagi makhluk hidup, selain manusia.

Para petani terkadang lebih memilih untuk menjual sawah mereka untuk
pengembangan perumahan oleh stakeholders dan meningkatkan persediaan
keuangan mereka untuk simpanan dihari tua. Sedangkan kawasan lindung, yang
seharusnya memiliki peran untuk melindungi kawasan, serta habitat yang ada
didalamnya, keberadaannya juga semakin menyempit karena mengalami
perubahan guna lahan, yang dimanfaatkan untuk pembangunan gedung dan
perumahan untuk kepentingan manusia.

2. Morfologi kota yang semakin tidak teratur

Akibat terjadinya pemekaran kota keluar area yang tidak diawali dengan
rencana mengakibatkan morfologi kota menjadi tidak teratur. Terjadi banyak
perubahan penggunaan lahan dikawasan yang terkena urban sprawl tersebut,
Kondisi existing tidak lagi sesuai dengan rencana awal guna lahan yang

15
tercantum pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Para stakeholders
umumnya akan berasumsi bahwa nilai guna ekonomis suatu lahan akan semakin
meningkat jika lahan tersebut dijadikan sebagai perumahan, bahkan area
komersil yang tentunya akan menguntungkan bagi mereka.

3. Meningkatnya biaya pajak

Lokasi kawasan permukiman yang semakin meluas dan menjauh, terpisah dari
pusat kota, menyebabkan biaya dari penyediaan dan pelayanan fasilitas dan
infrastruktur yang semakin mahal karena ongkos kirimnya yang lebih mahal.
Sehingga pemerintah lokalpun membutuhkan biaya yang ekstra untuk
memperluas jaringan pelayanan yang kemudian meningkatkan harga wajib pajak
bagi masyarakat setempat.

4. Meningkatnya tingkat polusi pada tanah, air dan udara serta meningkatnya
konsumsi energi oleh manusia

Semakin banyaknya penduduk yang tinggal disuatu wilayah maka semakin


banyak sumber daya yang dibutuhkan dari alam untuk pemenuhan kebutuhan
mereka. Semakin banyak juga pengeluaran/ sisa buangan dari proses
pengolahannya. Sesuai dengan fungsi alam yang sebenarnya, yaitu sebagai
penyedia sumber daya sekaligus sebagai tempat penampungan/ limbah yang
dihasilkan dari kegiatan manusia tersebut. Oleh karena itu selain menyebabkan
peningkatan polusi dari hasil sisa tersebut, ketersediaan dari energi dan sumber
daya alam juga akan semakin berkurang karena tingkat konsumsi dari manusia
yang semakin tingi pula.

5. Terjadinya kesenjangan sosial.

Karena adanya kawasan kumuh (slum). Daerah slum / slums adalah daerah
yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terfapat di kota atau perkotaan. Daerah
slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki penghasilan sangat
rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya. dan
permukiman liar (squatter settlement).

16
Kasusnya di Kota Bandung, banyak aktivitas pembangunan yang tidak sesuai
dengan penggunaan lahannya (land use) yang sebelumnya peruntukan fungsi
lindung menjadi budidaya. Akibatnya berdampak pada semakin menurunnya
daya dukung lingkungan yang diindikasi dengan kelangkaan air bersih pada saat
musim kemarau serta banjir pada musim hujan sering terjadi di Kota Bandung.

17
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kota Bandung memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi dalam 10 tahun


terakhir,perkembangan kawasan perkotaan telah melebar dari Bandung Kota
Cimahi ke arah lembang di Bandung Utara, Padalarang ke arah barat,Tanjung
Sari, Rencaekak dan Cicalenka di arah timur serta Serang, Banjaran dan Malajaya
di daerah Selatan. Perkembangan Kota Bandung untuk saat ini cenderung di
daerah pinggiran. Perkembangan di kawasan transisi yaitu batasan antara kawasan
pusat dan kawasan pinggiran kebanyakan dari brownfield dibanding greenfield.
Dampak positifnya adalah bertambahnya jumlah penduduk yang akan
meningkatkan kepadatan penduduk diwilayah tersebut, semakin berkembangnya
wilayah disekitar kota yang terkena dampak baik perdesaan maupun perkotaan,
karena akibat semakin banyak penduduk yang bermukim disana, semakin banyak
aktivitas yang terjadi yang akan meningkatkan perekonomian wilayah, dan
bertambahnya infrastruktur diwilayah yang terkena dampak, sebagai supply dari
pemerintah setempat akan kebutuhan masyarakatnya. Namun ternyata, selain
memiliki dampak positif, fenomena urban sprawl ini juga memiliki dampak yang
negatif yaitu semakin berkurangnya lahan subur untuk pertanian dan lahan
sebagai habitat bagi makhluk hidup selain manusia, morfologi kota yang semakin
tidak teratur, meningkatnya biaya pajak, meningkatnya tingkat polusi pada tanah,
air dan udara serta meningkatnya konsumsi energi oleh manusia, dan terjadinya
kesenjangan sosial.

B. Saran
Kota Bandung merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia dan
menjadi salah satu pusat setiap kegiatan utama seperti pendidikan, perekonomian,
pengenalan budaya, dan lain sebagainya. Kerapian serta penataan kota iti harus
dijaga sebaik mungkin. Berkaitan dengan fenomena urban sprawl, hal ini

18
memang tidak dapat lepas dari sebuah kota jika kota tersebut terus berkembang
setiap waktunya. Tuntutan kemajuan teknologi serta pertambahan jumlah
penduduk mempengaruhi pola internal kota, begitupun di Kota Bandung. Contoh
daerah Gedebage yang memiliki struktur kurang tertata karena efek pembangunan
perumahan yang tidak terkendali. Berkaitan dengan kasus ini, diharapkan dapat
dijadikan pelajaran bagi pemerintah daerah Kota Bandung dalam hal pemberian
izin pembangunan perumahan sehingga tidak terjadi permasalahan yang sama di
daerah lainnya. Karena, fenomena urban sprawl dapat terjadi di sisi kota manapun
dan dapat menimbulkan dampak-dampak negatif yang dikhawatirkan
menimbulkan permasalahan ekonomi, sosial, maupun hukum yang berlaku.
Penegakan hukum juga perlu dilakukan agar tidak terjadi penyelewengan fungsi
RTRW yang hanya menguntungkan kaum kapitalis di Kota Bandung saja.

19
DAFTAR PUSTAKA

“Urban Sprawl dan Lingkungan” dalam


(https://debbyrahmi.wordpress.com/2012/12/11/urban-sprawl-dan-lingkungan/ )
diakses pada 27 April 2016 pukul 20.36

“Kabupaten Kota Bandung” dalam (http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-


daerah/kabupaten/id/32/name/jawa-barat/detail/3273/kota-bandung) diakses pada
27 April 2016 pukul 20.56

“Menata Ruang Publik untuk Kota yang Lebih Baik” dalam


(http://pianicoutbound.blogspot.co.id/) diakses pada 27 April 2016 pukul 20.53

“Perkembangan Lokasi Perumahan Di Wilayah Gedebage Kota Bandung Akibat


Pemekaran Kota” dalam
(http://dimensi.petra.ac.id/index.php/ars/article/view/16187) diakases pada 27
April 2016 pukul 21.39

20
JOB DESCRIPTIONS

No Bagian Tugas Pelaksana


Cover
1 Kata Pengantar Bella Widya Pratiwi
BAB 1. Pendahuluan
2 BAB 2. Kajian Teori Denny Muhammad Hajratul
BAB 3. Pembahasan Feby Savitri
Gambaran Umum
3 Wilayah Santy Wahyuni
Pencarian Literarur dan
Analisis Urban Sprawl Denny Muhammad Hajratul
BAB 4. Penutup
4 Budi Utomo
Kesimpulan dan Saran
Daftar Isi Santy Wahyuni
5
Daftar Pustaka Feby Savitri
Bella Widya Pratiwi
6 Pemilihan Gambar dan Feby Savitri
Pencitraan Satelit Santy Wahyuni
7 Job Descriptions Feby Savitri

21

Anda mungkin juga menyukai