Anda di halaman 1dari 9

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Kajian Ketersediaan dan Kebutuhan Ruang terbuka Hijau Publik


di Kota Pesisir (Kasus: Kota Surabaya dan Bengkulu)
Renitha Sari

(1)

, Iwan Kustiwan

(2)

(1)

Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB.
Kelompok Keilmuan Perencanaan Pembangunan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB.

(2)

Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penyediaan RTH publik di kota pesisir yang berbeda
ukuran dengan menganalisis ketersediaan dan kebutuhan RTH publik. Teknik analisis yang
digunakan adalah stastiktik deskriptif, yaitu menganalisis data lapangan terkait RTH publik dan
dipaparkan secara statistik. Hasil menunjukkan bahwa ketersediaan dan kebutuhan RTH publik
dipengaruhi oleh ukuran kota. Ini menjadi patokan peningkatan penyediaan RTH publik. Bagi Kota
Menengah cenderung tidak bermasalah, sebaliknya untuk Kota Metropolitan menemui kendala akibat
perkembangan kota dan keterbatasan lahan. Untuk itu perlu dilakukan kerjasama antar wilayah.
Disisi lain juga harus memperhatikan distribusi dan jangkauan pelayanan, jenis dan intensitas RTH,
serta peran seluruh sektor.
Kata-kunci: ruang terbuka hijau publik, kebutuhan, ketersediaan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik yang harus


disediakan oleh kota ditentukan pemerintah
sebesar 20% dari luas wilayah kota1. Namun,
pada dasarnya tiap kota berbeda-beda dan
berpengaruh terhadap RTH sehingga dapat saja
sebuah kota memiliki ketersediaan RTH publik
yang lebih kecil atau lebih besar dari kebutuhan.
Selain itu kebutuhan RTH publik itu sendiri
dapat lebih kecil atau lebih besar dari ketentuan
luasan. Pada kota-kota pesisir dengan tingkat
pembangunan tinggi, cenderung menemui
persoalan
terkait
RTH
publik
tersebut.
Karenanya perlu dilakukan kajian mengenai
penyediaan RTH publik bagi kota-kota pesisir.
Pengantar
Perkembangan dan perubahan faktor sosial,
ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan dan lain
sebagainya akan mengakibatkan perkembangan
dan perubahan lansekap perkotaan (Simonds,
1983). Tingginya pembangunan kota memberi
pengaruh terhadap lahan tak terbangun, dimana
menyebabkan luasannya semakin berkurang.
Tidak jarang RTH menjadi korban. Padahal RTH
memiliki peranan penting dalam sebuah kota
(Lokakarya RTH, 2005). Karena itu pemerintah

menetapkan ketentuan minimal RTH publik


sebesar 20% dari luas wilayah. Namun, pada
dasarnya setiap kota memiliki tipologi yang
berbeda-beda, sehingga ketersediaan dan
kebutuhan RTH pun berbeda-beda. Karenanya,
ketentuan minimal luasan RTH publik yang
ditentukan pemerintah dapat menjadi persoalan
tersendiri.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi
tingkat penyediaan RTH publik optimal yang
mungkin dapat dikembangkan pada kota-kota di
wilayah pesisir berdasarkan ukuran kota. Untuk
itu,
perlu
diidentifikasi
terlebih
dahulu
ketersediaan dan kebutuhan RTH publik.
Selanjutnya dapat dievaluasi ketersediaan dan
kebutuhan RTH publik untuk peningkatan
penyediaan RTH publik tersebut.
Penelitian yang dilakukan difokuskan pada kotakota di wilayah pesisir. Kota pesisir memiliki
karakteristik kota sebagai konsentrasi kegiatan
pembangunan karena posisinya yang strategis.
Hal ini akan memberi pengaruh yang signifikan
terhadap keberadaan RTH publik kota. Sebagai
kota yang berada di wilayah hilir Daerah Aliran
Sungai (DAS), kota pesisir tidak memiliki RTH
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 45

Kajian Ketersediaan dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Pesisir

hutan lindung yang memiliki fungsi perlindungan


pada kawasan di bawahnya, namun kota pesisir
memiliki karakteristik RTH yang tidak dimiliki
oleh kota pegunungan dan dataran rendah,
yaitu sempadan pantai dan hutan mangrove.
Selain itu, sebagai kota hilir, pada kota-kota
pesisir akan dilewati percabangan sungai dan
anak-anak sungai yang berasal dari kota hulu,
sehingga berpengaruh terhadap sempadannya.
Karakteristik kota pesisir tersebut merupakan
faktor penting dalam penelitian ini.
Penelitian terkait penyediaan RTH publik pada
kota-kota berdasarkan ukuran belum pernah
dilakukan sebelumnya. Melalui penelitian ini,
manfaat yang diharapkan adalah dapat menjadi
bahan
pertimbangan
pemerintah
dalam
menentukan kebijakan terkait RTH publik
khususnya untuk kota pesisir. Selain itu
masyarakat dapat memperoleh informasi terkait
RTH publik, dan menjadi sumbangan ilmu
pengetahuan terkait penyediaan RTH publik
khususnya untuk kota pesisir.
Dalam melakukan penelitian ini teori-teori yang
digunakan merupakan teori-teori yang terkait
RTH. RTH sendiri adalah ruang-ruang dalam
kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam
bentuk membulat maupun dalam bentuk
memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya
lebih bersifat terbuka, yang pada dasarnya
tanpa bangunan (Instruksi Menteri Dalam
Negeri No. 14 Tahun 1988). RTH merupakan
bagian dari infrastruktur hijau berupa jaringan
interkoneksi dengan fungsi melestarikan nilai
dan ekosistem serta memberi manfaat bagi
manusia (Benedict dan McMahon, 2001).
Tipologi RTH kota dapat didasarkan pada
Permendagri No.01/2007 maupun Permen PU
No.05/2008. Komponen RTH tersebut terdiri
atas taman, jalur hijau, hutan kota,
permakaman, lapangan olahraga, RTH fungsi
tertentu, serta hutan lindung dan lahan
pertanian (dalam Permen PU tidak termasuk
dalam RTH). Dalam menghitung kebutuhan RTH
terdapat beberapa standar kebutuhan, yaitu
berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah,
jenis RTH, serta kebutuhan O 2 . RTH memiliki
banyak fungsi dan manfaat dalam peningkatan
kualitas lingkungan sehingga penyediaannya
46 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1

harus dilakukan secara optimal. Dalam


penyediaan RTH terdapat beberapa aspek
penting yang harus diperhitungkan, seperti
karakteristik kota, ukuran kota, jenis/skala
pelayanan RTH, serta potensi RTH tersebut.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian untuk
mengkaji penyediaan RTH publik pada kota
pesisir dengan membandingkan dua kota yang
berbeda ukuran, dimana wilayah studi penelitian
adalah Kota Surabaya (Metropolitan) dan Kota
Bengkulu (Menengah). Menurut klasifikasi
tujuan, penelitian ini merupakan jenis penelitian
eksplanasi, dimana ada beberapa variabel yang
dijelaskan dan dibandingkan serta diidentifikasi
hubungan korelasinya. Metode penelitian yang
digunakan
adalah
deskriptif-kuantitatif2,
menggambarkan dan mengungkapkan secara
jelas keadaan atau masalah terkait RTH publik
sebagaimana adanya. Data yang dibutuhkan
adalah data kuantitatif yang kemudian dianalisis
secara deskriptif. Metode ini digunakan untuk
memberi
gambaran,
permasalahan,
dan
penjelasan berkenaan dengan peningkatan
penyediaan RTH publik yang ada di kota-kota di
wilayah pesisir pantai yang dipengaruhi oleh
beberapa
faktor
berdasarkan
variabelvariabelnya.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah survey primer, sekunder, dan observasi
lapangan. Survey primer dilakukan melalui
wawancara dengan dinas terkait untuk hal-hal
yang belum jelas terkait data yang dikumpulkan.
Survey sekunder dilakukan dengan data dan
informasi terkait data jumlah penduduk, luas
wilayah, luasan RTH publik, peta-peta, serta
dokumen rencana tata ruang kota. Observasi
lapangan dilakukan untuk melihat secara
langsung kondisi RTH publik pada wilayah studi.
Metode Analisis Data
Metoda analisis data yang digunakan dalam
penelitian kuantitatif ini adalah statistik
deskriptif3.
Analisis
dilakukan
untuk
mendeskripsikan keadaan suatu gejala yang

Renitha Sari

telah direkam melalui alat ukur kemudian diolah


sesuai dengan fungsinya. Fokus penelitian
adalah RTH publik di kawasan perkotaan. Hasil
pengolahan tersebut selanjutnya dipaparkan
dalam
bentuk
angka-angka
sehingga
memberikan suatu kesan lebih mudah ditangkap
maknanya. Penyajian data dilakukan dalam
bentuk
tabel,
grafik,
diagram
lingkar,
perhitungan
rata-rata,
penyebaran,
dan
persentase, yang digunakan untuk menghitung
ketersediaan dan kebutuhan RTH, serta
bagaimana perbandingan keduanya.
Diskusi

ketersediaan aktual, yaitu sebesar 18,9% dari


luas wilayah kota.
Analisis Kebutuhan RTH Publik
Analisis kebutuhan RTH publik dilakukan dengan
berdasarkan
pada
standar
kebutuhan
berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah,
jenis-jenis RTH publik dan kebutuhan O 2 .
Adapun kebutuhan luas RTH publik masingmasing kota adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan jumlah penduduk
Luas RTH =20m2 x Jmlh Penduduk Kota (Jiwa)4

Analisis Ketersediaan RTH publik


Berdasarkan
data
yang
didapat
dan
perhitungan, ketersediaan RTH publik di Kota
Surabaya dan Kota Bengkulu baik aktual dan
potensial dapat dilihat pada tabel 1:
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa luas RTH
publik yang ada di Kota Surabaya adalah
sebesar 11,29% dari luas wilayah, sedangkan
luas ketersediaan potensial secara keseluruhan
lebih besar yaitu 14,4% dari luas wilayahnya.
Untuk Kota Bengkulu, meski secara keseluruhan
total luas RTH publik yang ada lebih kecil dari
Kota Surabaya, namun persentase luas RTH
publik terhadap luas wilayahnya lebih besar,
yaitu 17,75%. Untuk luas ketersediaan potensial
Kota Bengkulu juga lebih besar dari

Tabel 2 Total Kebutuhan Luas RTH Publik


Berdasarkan Proyeksi Jumlah Penduduk
Tahun
2012
2017
2022
2027
2032

Kota Surabaya
L RTH
% thd L
(Ha)
Wil.
5.857,7
17,4
6.041,56
18,0
6.231,19
18,5
6.426,77
19,1
6.628,48
19,7

Kota Bengkulu
L RTH
% thd
(Ha)
LWil.
756,3
4,6
864,07
5,3
987,19
6,0
1.127,85
6,9
1.288,56
7,9

Sumber : Hasil analisis

2. Berdasarkan luas wilayah kota


L RTH = 20/100x L wilayah kota1

Tabel 3 Total Kebutuhan L. RTH Publik Berdasarkan Luas


Wilayah Kota
Variabel
K. Surabaya
K. Bengkulu
L Wilayah
33.634,7 ha
16.339,9 ha
6.726,9 ha
3.267,9 ha
L RTH Publik
% L RTH thd L Wil
20 %
Sumber : Hasil analisis

20%

Tabel 1 Luas Ketersediaan Aktual dan Potensial RTH Publik di Kota Surabaya dan Kota Bengkulu
Jenis RTH Publik
Kota Surabaya
Kota Bengkulu
Aktual
Potensial
Aktual
Potensial
Taman
14,66
673,6
0,84
86,9
Taman Pulau Jalan *
0,99
0,99
0,56
0,56
Jalur Hijau Jalan
66,15
430,43
10,85
159,58
Hutan Kota *
3,14
3,14
5,4
5,4
Hutan Lindung *
2490,50
2.490,50
1180
1180
Pemakaman Umum *
157,51
157,51
1040,68
1.040,68
Lapangan Olah Raga *
38,32
38,32
126
126
Sempadan Sungai
1,33
221,03
404,3
304
Sempadan Danau/Waduk
144,33
87,2
5,93
17,59
Sempadan Pantai
555,36
375
126
100
Sempadan SUTT /SUTET
0
169,58
0
69,52
Sempadan Rel Kereta
325,64
209,0
0
0
Total Luas RTH
3.797,95
4.856,3
2.900,56
3.090,3
% L RTH terhadap L wilayah
11,29 %
14,4 %
17,75 %
18,9 %
Ket : * Disesuaikan dengan ketersediaan RTH publik Aktual

Sumber : Data Sekunder dan Hasil Analisis

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 47

Kajian Ketersediaan dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Pesisir

3. Berdasarkan jenis RTH publik


L RTH = Jumlah Penduduk x Standar Luas Kebutuhan
Masing-Masing RTH4
Adapun Standar Luas taman RT adalah 1m2/jiwa,
taman RW 0,5m2/jiwa, Taman kelurahan 0,3m2/jiwa,
taman
kecamatan
0,2m2/jiwa,
permakaman
1,2m2/jiwa, taman kota 0,3m2/jiwa, hutan kota
4m2/jiwa, dan RTH fungsi tertentu 12,5m2/jiwa1.
Tabel 4 Total Keb. Luas RTH Publik berdasarkan Jenis RTH
Jenis RTH Publik
Taman RT
Taman RW
T.Kelurahan
T.Kecamatan
Permakaman
Taman Kota
Hutan Kota
Fungsi tertentu
Total L RTH

Kota Surabaya
L RTH
% thd L
(Ha)
Wil
292,8
0,87
146,4
0,44
87,9
0,26
58,6
0,17
351,5
1,05
87,9
0,26
1171, 5
3,48
3661,1
10,88
5.857,7
17,4

Kota Bengkulu
L RTH
% thd L
(Ha)
Wil
37,8
0,23
18,9
0,12
11,3
0,07
7,6
0,05
45,4
0,28
11,3
0,07
151,3
0,93
472,7
2,89
756,3
4,6

Sumber : Permen PU No. 05/PRT/M/2008

4. Berdasarkan kebutuhan O 2
5

Ket :
-Lt = Luas Hutan Kota
-At = Jml kebutuhan O2 penduduk tahun t
-Bt = Jml kebutuhan O2 Kendaraan tahun t
-Ct = Jml kebutuhan O2 hewan ternak tahun t
-Dt= Jumlah kebutuhan O2 industri tahun t
-54= konstanta 1 m2 L lahan menghasilkan 54 gram
berat kering tanaman per hari
-0,9375 = konstanta 1 gram berat kering tanaman
adalah setara dengan produksi oksigen 0,9375 gram
- 2= Jumlah musim di Indonesia

Tabel 5 Total Kebutuhan Luas RTH Publik (Hutan


Kota) Berdasarkan Kebutuhuan O 2
K. Surabaya
K. Bengkulu
Variabel
L RTH Publik (Ha)
12.260,7
966,7
% L RTH thd L Wil
36,5 %
Sumber : Hasil analisis

6%

Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan untuk


Peningkatan Penyediaan RTH Publik
1. Ketersediaan Aktual dan Kebutuhan RTH
Publik
Ketersediaan RTH di Kota Surabaya saat ini
secara keseluruhan berada di bawah kebutuhan
RTH publik jika dilihat dari berbagai macam
aspek tersebut, sedangkan untuk Kota Bengkulu
ketersediaan RTH publik yang ada telah
memenuhi kebutuhan jika dilihat berdasarkan
jumlah penduduk serta berdasarkan jenis RTH
untuk RTH permakaman dan fungsi tertentu.
2. Ketersediaan Potensial dan Kebutuhan RTH
Publik
Seperti halnya RTH publik aktual, ketersediaan
RTH publik potensial di Kota Surabaya pada
dasarnya berada di bawah kebutuhan RTH
publik yang telah dihitung. Untuk Kota Bengkulu
ketersediaan RTH publik potensial berada di
atas kebutuhan jika dilihat berdasarkan jumlah
penduduk dan jenis RTH publik untuk
permakaman dan jenis tertentu.

Tabel 6 Perbandingan Luas RTH Publik Aktual dan Kebutuhan Untuk Kota Surabaya dan Kota Bengkulu
Tipe/Standar Kebutuhan
Jenis RTH
L Kebutuhan RTH Publik (Ha)
Luas RTH Aktual (Ha)
RTH Publik
Publik
K.Surabaya
K.Bengkulu
K.Surabaya
K.Bengkulu
Berdasarkan jmlpenduduk
Keseluruhan
5.857,7
756,3
3.797,95
2900,3
Berdasarkan luas wilayah
Keseluruhan
6.726,9
3.267,9
3.797,95
2900,3
Berdasarkan jenis RTH
Taman RT
292,8
37,8
(dengan memperhatikan
Taman RW
146,4
18,9
jumlah penduduk)
T. Kelurahan
87,9
11,3
15,65
1,39
T. Kecamatan
58,6
7,6
Taman Kota
87,9
11,3
157,51
1.040,68
Permakaman
351,5
45,4
Hutan Kota
1.171, 5
151,3
3,14
5,4
FungsiTertentu
3.661,1
472,7
1.026,66
536,2
Berdasarkan kebutuhan O2
Hutan Kota
18.391
1.450
3,14
5,4
Sumber : Hasil analisis
48 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1

Renitha Sari

Ketersediaan RTH publik aktual saat ini dengan


kebutuhan RTH publik masing-masing kota
memiliki luas yang berbeda-beda pada tiap-tiap
wilayah kecamatan. Adapun perbandingan
antara keduanya untuk tiap kecamatan dapat
dilihat pada gambar 1 di bawah.
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa
distribusi RTH publik di Kota Surabaya sebagian
besar tidak memenuhi standar kebutuhan Luas
RTH berdasarkan jumlah penduduk. Untuk Kota
Bengkulu, meskipun secara keseluruhan telah
memenuhi, namun masih terdapat wilayah
kecamatan yang ketersediaan RTH publiknya

masih kurang. Hal yang sama juga terjadi ketika


dilakukan perbandingan antara ketersediaan
aktual
dengan
kebutuhan
RTH
publik
berdasarkan luas wilayah. Adapun perbandingan
tersebut dapat dilihat pada gambar 2.
Untuk melihat rasio perbandingan secara jelas
antara luas ketersediaan aktual, potensial, dan
kebutuhan dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 menunjukkan bahwa untuk Kota
Surabaya rasio ketersediaan RTH potensial lebih
besar atau sama dengan aktual. Sedangkan
untuk perbandingan ketersediaan aktual dengan
kebutuhan, tidak ada satupun ketersediaan

Tabel 7 Perbandingan Luas RTH Publik Potensial dan Kebutuhan Untuk Kota Surabaya dan Kota Bengkulu
Tipe/Standar Kebutuhan
Jenis RTH
L Kebutuhan RTH Publik (Ha)
Luas RTH Aktual (Ha)
RTH Publik
Publik
K.Surabaya
K.Bengkulu
K.Surabaya
K.Bengkulu
Berdasarkan jmlpenduduk
Keseluruhan
5.857,7
756,3
4.856,3
3.090,3
Berdasarkan luas wilayah
Keseluruhan
6.726,9
3.267,9
4.856,3
3.090,3
Berdasarkan jenis RTH
Taman RT
292,8
37,8
(dengan memperhatikan
Taman RW
146,4
18,9
jumlah penduduk)
T. Kelurahan
87,9
11,3
673,6
86,9
T. Kecamatan
58,6
7,6
Taman Kota
87,9
11,3
Permakaman
351,5
45,4
157,51 *
1.040,68 *
Hutan Kota
1.171, 5
151,3
3,14 *
5,4 *
FungsiTertentu
3.661,1
472,7
1061,8
491,1
Berdasarkan kebutuhan O2
Hutan Kota
18.391
1.450
3,14 *
5,4 *
Ket : * Disesuaikan dengan ketersediaan RTH publik Aktual

Sumber : Hasil analisis

Gambar 1 Diagram Perbandingan RTH Aktual dan Kebutuhan Berdasarkan Jumlah Pendududuk Kota Surabaya
dan Bengkulu
Sumber: Hasil Analisis
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 49

Kajian Ketersediaan dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Pesisir

Gambar 2 Diagram Perbandingan RTH Aktual dan Kebutuhan Berdasarkan Luas Wilayah Kota Surabaya dan
Bengkulu
Sumber : Hasil Analisis

Tabel 8 Rasio Ketersediaan RTH Aktual, Potensial dan Kebutuhan RTH Publik Kota Surabaya
Tipe/Standar Keb.
RTH Publik
Jml penduduk
Luas wilayah
Jenis RTH (dengan
memperhatikan
jumlah penduduk)
Kebutuhan O2

Ketersediaan
Aktual/Potensial
1<
1<
1<
=1
=1
1<
=1

Jenis RTH Publik


Keseluruhan
Keseluruhan
Taman
Pemakaman
Hutan Kota
Fungsi Tertentu
Hutan Kota

Ketersediaan
Aktual/Kebutuhan
1<
1<
1<
1<
1<
1<
1<

Ketersediaan
Potensial/Kebutuhan
1<
1<
=1
1<
1<
1<
1<

Tabel 9 Rasio Ketersediaan RTH Aktual, Potensial dan Kebutuhan RTH Publik Kota Bengkulu
Tipe/Standar Keb.
RTH Publik
Jml penduduk
Luas wilayah
Jenis RTH (dengan
memperhatikan
jumlah penduduk)
Kebutuhan O2
Ket:

Ketersediaan
Aktual/Potensial
1<
1<
1<
=1
=1
>1
=1

Jenis RTH Publik


Keseluruhan
Keseluruhan
Taman
Pemakaman
Hutan Kota
Fungsi Tertentu
Hutan Kota
1< Luasan lebih besar

Ketersediaan
Aktual/Kebutuhan
>1
1<
1<
>1
1<
>1
1<

>1 Luasan lebih kecil

Ketersediaan
Potensial/Kebutuhan
>1
1<
=1
>1
1<
>1
1<

=1 Luasan sama

Sumber: Hasil analisis

aktual yang luasannya lebih besar dari


kebutuhan.
Untuk
perbandingan
antara
ketersediaan potensial dan kebutuhan, sebagian
besar rasio ketersediaan potensial masih tetap
lebih kecil dari kebutuhan. Secara keseluruhan,
rasio ketersediaan RTH aktual lebih kecil dari
potensial, dimana potensial juga lebih kecil dari
kebutuhan.
Untuk Kota Bengkulu, ketersediaan RTH aktual
sebagian besar memiliki rasio yang lebih kecil
dari potensial, begitu juga dengan kebutuhan.
Namun ada beberapa yang rasionya lebih besar.
50 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1

Untuk rasio antara ketersediaan potensial


dengan kebutuhan, terdapat beberapa tipe RTH
potensial yang memiliki rasio lebih besar
dibandingkan dengan kebutuhan.
Mengacu pada ketentuan pemerintah mengenai
luas RTH publik yang harus disediakan oleh
kota, maka dilakukan interpretasi antara
ketersediaan aktual, potensial, dan kebutuhan
terhadap ketentuan luas RTH publik untuk Kota
Surabaya dan Kota Bengkulu. Luas RTH publik
yang ditentukan oleh pemerintah adalah sebesar
20% dari luas wilayah, sehingga interpretasi

Renitha Sari

antara ketersediaan RTH aktual, potensial, dan


kebutuhan juga dipersentasekan terhadap luas
wilayah. Hasil interpretasi dari masing-masing
kota tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa Persentase
kebutuhan RTH berdasarkan proyeksi penduduk
menunjukkan peningkatan terus-menerus antara
diagram yang pertama dan diagram kedua. Ini
menunjukkan bahwa semakin besar ukuran kota
maka akan semakin tinggi tingkat kebutuhan
luas RTH publik kota tersebut. Peningkatan
kebutuhan luas RTH pada kedua diagram
memperlihatkan perbedaan yang tajam. Hal ini
disebabkan adanya loncatan ukuran kota dari
menengah ke metropolitan. Pada dasarnya,
diantara kedua ukuran kota tersebut terdapat
ukuran kota besar yang merupakan perantara di
antara keduanya.
Pada diagram untuk Kota Bengkulu, persentase
luas ketersediaan aktual RTH publik kota jauh
berada di atas kebutuhan luas berdasarkan
jumlah penduduk. Hal ini berarti bahwa
penyediaan RTH publik untuk Kota Bengkulu
secara keseluruhan tidak bemasalah, meskipun
untuk saat ini ketersediaan aktualnya berada di

bawah ketersediaan potensial dan ketentuan


minimal RTH publik. Dengan selisih persentase
yang kecil, ketersediaan aktual RTH publik Kota
Bengkulu dapat lebih mudah dikembangkan
mencapai luas RTH publik kota potensial.
Ketersediaan RTH publik yang berada di atas
kebutuhan bukan berarti bahwa Kota Bengkulu
boleh saja mengurangi luasan RTH. Sebaliknya
luasan RTH saat ini harus tetap dipertahankan
dan ditingkatkan. Kota Menengah nantinya akan
berkembang menjadi kota yang lebih besar.
Keberadaan RTH publik yang ada saat ini
merupakan bentuk persiapan, dimana pada saat
kota berkembang, luasan RTH publik yang
dibutuhkan oleh kota masih akan terus
terpenuhi.
Pada diagram Kota Surabaya, terlihat bahwa
persentase ketersediaan aktual RTH publik
selain masih berada di bawah ketersediaan
potensial RTH publik, juga berada di bawah
kebutuhan luas RTH publik berdasarkan jumlah
penduduk dan ketentuan luas minimal RTH
publik. Permasalahan lainnya adalah bahwa

Gambar 3. Perbandingan Persentase Luas Ketersediaan, Kebutuhan, dan Ketentuan Minimal RTH Publik
terhadap Luas Wilayah Kota Surabaya dan Bengkulu
Sumber: Hasil Analisis

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 51

Kajian Ketersediaan dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Pesisir

ketersediaan RTH potensial itu sendiri tidak


dapat memenuhi ketentuan luas minimal RTH
publik dan sekaligus kebutuhan luas RTH publik.
Dengan
kata
lain,
upaya
peningkatan
penyediaan RTH publik untuk Kota Surabaya
akan menemui kendala, karena potensi RTH
publik yang dapat dikembangkan di Kota
Surabaya terbentur masalah peningkatan
kuantitas jika melihat ketersediaan potensial
RTH publik kota tersebut. Untuk itu harus
dilakukan upaya lain dalam peningkatan RTH
publiknya melalui kerjasama antar daerah.
Kerjasama antar daerah dapat dilakukan oleh
Kota Surabay terhadap kota-kota di wilayah
hulu. Wilayah hulu harus dapat melestarikan
RTH yang ada, seperti RTH yang memiliki fungsi
lintas daerah yaitu di kawasan sempadan. Disisi
lain, kota Surabaya yang menerima jasa
lingkungan membayar jasa lingkungan yang
diterima. Dengan kata lain, penyelesaian terkait
RTH publik tidak hanya dilakukan oleh kota itu
sendiri, tetapi juga antar wilayah dalam konteks
ekoregion.
Kedua kota pesisir tersebut memiliki persentase
kebutuhan luas RTH publik berdasarkan prediksi
jumlah penduduk dua puluh tahun kedepan
yang lebih kecil dari ketentuan minimal luas RTH
publik. Hal ini berarti bahwa pemenuhan
kebutuhan luas RTH publik secara keseluruhan
sebenarnya tidak perlu mengikuti standar
minimal. Yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana potensi RTH publik kota yang dapat
dikembangkan, kebutuhan RTH publik serta
aspek-aspek
penting
terkait
peningkatan
penyediaan RTH publik.
Aspek-aspek penting yang harus diperhatikan
dalam penyediaan RTH publik pada kota-kota
tersebut antara lain adalah:
1. Distribusi dan Jangkauan pelayanan RTH
publik, dimana harus terdistribusi merata
pada wilayah kota sehingga setiap orang
tercukupi;
2. Jenis/tipe vegetasi pengisi RTH publik,
dimana peningkatan penyediaan dapat
dilakukan
dengan
menanam
atau
menambahkan dan atau mengganti jenis
52 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1

vegetasi menjadi dominan bertajuk pohon


serta vegetasi sesuai dengan iklim pesisir;
3. Intensitas vegetasi pengisi RTH publik,
dimana peningkatan intensitas vegetasi
merupakan salah satu upaya penyediaan
RTH publik yang terbentur masalah lahan;
4. Kondisi
RTH
publik
kota,
dimana
berhubungan dengan estetika dan penarik
minat masyarakat untuk datang, sehingga
harus dipelihara dengan baik; dan
5. Peran pemerintah terkait penyediaan RTH
publik kota, dimana rencana penyediaan
RTH publik yang dilakukan pemerintah harus
benar-benar terencana dengan baik. Upaya
lain yang dapat dilakukan adalah dengan
penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan,
pemantauan, serta pelaksanaan regulasi
yang tegas.
Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat digaris bawahi
mengenai penyediaan RTH publik di Kota
Surabaya dan Bengkulu adalah bahwa
ketersediaan RTH publik di Kota Surabaya lebih
kecil, padahal ukuran kota menunjukkan lebih
besar dari Kota Bengkulu. Sebaliknya kebutuhan
RTH Kota Surabaya lebih besar. Dalam konteks
penyediaan, secara keseluruhan Kota Surabaya
belum dapat memenuhi kebutuhan, sedangkan
Kota Bengkulu luas ketersediaan berada di atas
kebutuhan berdasarkan jumlah penduduk.
Selain itu, RTH publik di Kota Surabaya tidak
dapat dikembangkan secara optimal karena
adanya persoalan keterbatasan lahan. Persoalan
lain adalah mengenai distribusi RTH publik
kedua kota yang tidak merata.
Kebutuhan akan RTH publik bergantung pada
ukuran kota, dimana kebutuhan akan RTH
publik akan meningkat sejalan dengan
berkembangnya kota. Sebaliknya, ketersediaan
aktual RTH publik justru menunjukkan arah
sebaliknya, dimana semakin berkembangnya
kota, maka ketersediaan aktual yang ada
menunjukkan angka yang relatif lebih kecil.
Pada kota-kota di hilir DAS, ketersediaan RTH
potensial berada di bawah ketentuan minimal
luas RTH sebesar 20% dari luas wilayah,
sehingga tidak perlu mengikuti ketentuan

Renitha Sari

tersebut,
melainkan
berdasarkan
kepada
kebutuhan RTH publik masing-masing kota dan
potensi RTH publik yang dapat dikembangkan.
Pada kota-kota kecil dan menengah, penyediaan
RTH publik belum bermasalah. Sebaliknya untuk
Kota metropolitan dapat menemui kendala
akibat permasalahan keterbatasan lahan. Untuk
itu penyelesaian persoalan RTh tidak dapat
dilakukan secara internal saja tetapi dengan
melakukan kejasama dengan wilayah hilir. Kotakota hulu yang biasanya memiliki ketersediaan
RTH dalam luasan yang masih besar harus
dapat tetap mempertahankan keberadaan RTH,
misalnya sempadan sungai dan kawasan lindung
yang memberi perlindungan pada kawasan di
bawahnya, sedangkan kota-kota di hilir yang
menerima manfaat dapat mengganti jasa
pelayanan RTH yang diberikan. Peningkatan
penyediaan RTH publik juga dapat dilakuakn
dengan
merevisi
kebijakan
kota
dan
memperhatikan aspek kualitas, antara lain yaitu
distribusi RTH, jenis dan intensitas vegetasi,
kondisi
vegetasi,
dan
tentunya
peran
pemerintah yang dukung oleh masyarakat.
Pemerintah kota harus dapat menciptakan
potensi RTH publik kota dengan berbagai cara.
Dalam melakukan penelitian ini terdapat
beberapa keterbatasan dimana penelitian lebih
ditekankan pada aspek fisik. Selain itu penelitian
ini lebih pada melihat RTH masing-masing kota
secara keseluruhan sehingga masih bersifat
umum. Penelitian ini pada dasarnya melakukan
loncatan ukuran kota dari menegah ke
metropolitan sehingga interpolasi yang terlihat
kurang jelas. Berdasarkan kekurangan tersebut,
maka masih diperlukan studi-studi lanjutan
dimana pembahasan mengenai penyediaan RTH
publik dapat menambahkan aspek lain yang
sifatnya
non-fisik
(kualitas).
Selain
itu
pembahasan dapat dilakukan pada masingmasing kota sehingga dihasilkan kajian yang
lebih mendalam. Terakhir, penelitian dapat
dilakukan pada kota-kota besar yang merupakan
kota yang berada di antara kota menengah dan
metropolitan yang dapat menjadi kota transisi
diantara keduanya terkait RTH publik kota,
sehingga interpolasi yang muncul dapat terlihat
jelas.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir.
Iwan Kustiwan, MT selaku pembimbing atas
bimbingan dan arahan selama penelitian.
Daftar Pustaka
Benedict, Mark A. and Edward T. McMahon,
2001.
Green
Infrastructure:
Smart
Conservation for 21st Century. Washington,
D.C.
Joga, Nirwono, dan Iwan Ismaun. 2002. RTH
30%! Resolusi (Kota) Hijau. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief, 2010.
Tata Ruang Air. Penerbit Andi, Jakarta.
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun
1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
di Wilayah Perkotaan
Makalah Lokakarya RTH di Wilayah Perkotaan,
IPB, Bogor, 2005.
Nazir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian.
Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan
dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan.
Purnomohadi, Ning. 2006. Ruang Terbuka Hijau
Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota.
Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang
Kementerian Pekerjaan Umum
Simonds, John Ormsbee, 1983. Landscape

Architecture: A Manual Of Site Planning and


Design. New York City: McGraw Hill.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit
Alfabet.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Catatan Kaki
1

Undang Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun


2007
2
Nazir, 1983
3
Sugiyono, 2008
4
Permen PU No: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di
Kawasan Perkotaan
5
Metode Gerakis, 1974, yang di modifikasi oleh
Wisesa, 1988
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 53

Anda mungkin juga menyukai