sg
Oleh:
Firman Farid Muhsoni, S.Pi.
NIP. 19770626 200212 1 0001
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
2013
Pedoman Praktikum Pemodelan SIG
Firman_fmm@yahoo.com.sg
PENDAHULUAN
Input data SIG dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pelarikan, digitasi, dan
tabulasi. Pelarikan atau penyiaman (scanning) adalah pengubahan data grafis kontinu
menjadi data diskrit yang terdiri dari sel-sel penyusun gambar (piksel). Digitasi adalah
proses pengubahan data grafis analog menjadi data grafis digital dalam struktur vektor.
Tabulasi merupakan penyusunan data bukan berbentuk data grafis atau yang disebut
data atribut. informasi yang tersedia masih sangat terbatas sehingga untuk keperluan
pemrosesan yang lebih rumit, perlu dilakukan penambahan data atribut dengan
memodifikasi format data atribut yang telah terbentuk secara otomatis tersebut
(Danoedoro, 1996).
Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), dimungkinkan untuk
mengaitkan antara data yang memiliki informasi spasial dengan berbagai macam data
yang tidak mempunyai unsur spasial, misalnya antara peta penggunaan lahan dengan
luas lahan. Dengan menggunakan perangkat lunak SIG seperti ArcView penggabungan
kedua data ini disertai dengan unsur Id pada file data peta. Selanjutnya apabila data
spasial dan data atribut sudah tergabung dalam satu file digital, maka dapat digunakan
untuk analisis seperti tumpangsusun (overlay), pembobotan, scoring, dan buffer. Data
spasial yang sudah dikaitkan atau yang sudah ditambah atributnya dimungkinkan untuk
dianalisis. Kemampuan lain yang dikembangkan dalam analisis spasial adalah
penggabungan tabel atribut dari peta-peta hasil overlay.
Satu hal yang membedakan dan merupakan kekuatan utama SIG dibandingkan
dengan sistem informasi lainnya adalah kemampuannya dalam melakukan analisis
keruangan. Disamping mampu melakukan analisis keruangan SIG sering juga
dimanfaatkan untuk analisis visual (biasanya untuk studi social ekonomi), analisis
tematikal/topical, analisis temporal.
Analisis keruangan dalam SIG antara lain berupa : overlay, union, merge,
intersect, clip, buffer, dissolve, dll. Dalam pengembangannya di Indonesia, kemampuan
SIG
yang
membedakan
dengan
sistem
informasi
lainnya
ini
kurang
banyak
terimplementasikan. Salah satu penyebabnya antara lain kurang tersedianya data yang
siap diolah (peta) dan atau kurangnya sharing data, sehingga pengembangan SIG lebih
banyak ke entry data yang kurang lebih akan memakan dana/tenaga 60-70%.
Firman_fmm@yahoo.com.sg
Firman_fmm@yahoo.com.sg
ACARA 1
Kegiatan
Tema
Data Dasar
Lokasi
Proses
Tujuan
Deskripsi Singkat :
Dalam suatu aplikasi SIG salah satu metode yang paling banyak digunakan adalah
membandingkan antara dua peta tahun yang berbeda dengan tema yang sama. Sehingga
disini akan dapat diketahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi antara tahun
pertama dan tahun kedua. Hasil proses ini dapat digunakan untuk memonitor perubahan
luas penggunaan lahan dari waktu ke waktu. Unsur masing-masing peta biasanya
memiliki klasifikasi yang sama agar perubahan bisa dipantau secara setara.
Selain monitoring, aplikasi dengan proses ini dapat digunakan pula untuk tema
yang berbeda, dengan maksud untuk mengetahui keadaan suatu wilayah berdasarkan
informasi dua tema yang berbeda, seperti luas penggunaan lahan dalam satuan wilayah
administrasi, dan lain-lain
Langkah Kerja :
Membuka ArcGIS 9.2 klick
pada dekstop
1. Membuka ArcCatalog
Firman_fmm@yahoo.com.sg
2. Masing-masing data merupakan data penggunaan lahan tahun pertama (t1) dan tahun
kedua (t2) Sampang
3. Selanjutnya setelah data t1 dan t2 ditampilkan kemudian membuat model pilih
ArcToolbox
5. Membuat variabel input untuk t1 dan t2 untuk monitoring, analisisnya adalah overlay.
Kemudian membuka tools overlay pada ArcToolbox dan pilih union dibuat konektor
terhadap t1 dan t2
Firman_fmm@yahoo.com.sg
6. Masuk ke union doble klick dan masukkan input t1 dan t2, output feature class beri
nama t1t2.shp dan joint attributes pilih ALL
7. Lakukan crossing table antara dua fild dengan memasukkan pivot table pada
model, kemudian doble clik pada pivot table masukkan t1t2.shp sebagai input
table, landuse sebagai input field, landuse_t2 sebagai pivot field dan pilih area
ebagai value field. Tentukan posisi penyimpanan dan tekan Ok.
Firman_fmm@yahoo.com.sg
10. Lakukan penyimpanan dari model yang dibuat, lakukan validasi (validate entire
model), kemudian lakukan eksekusi (run). Hasil dari crossing antara dua field tadi
mendapatkan hasil t1t2_PivotTable.
Firman_fmm@yahoo.com.sg
11. Preview table hasil model di atas adalah sebagai berikut (tablet1t2_PivotTable) :
Firman_fmm@yahoo.com.sg
Pembahasan
Dari hasil crossing dengan pivot table mendapathan hasil bahwa terjadi perubahan
antara t1 dan t2, Perubahan tersebut sebagai berikut :
-
Hutan bakau pada tahun pertama berubah menjadi lading garam dan hutan bakau
KPH pada tahun pertama berubah menjadi Padang rumput, pemukiman dan sawah
tadah hujan dan sebagian tetapt KPH
Ladang berubah menjadi hutan, pemukiman, sawah tadah hujan, sungai dan sebagian
tetap ladang
Padang rumput berubah menjadi hutan, lading, padang rumput, pemukiman dan
sawah tadah hujan,
Pemukiman brubah menjadi hutan, lading, padang rumput, tetap pemukiman, sawah
tadah hujan dan sungai.
Sawah irigasi berubah menjadi lading, pemukiman sawah irigasi dan sawah tadah
hujan.
Sawah tadah hujan berubah menjadi lading, pemukiman, padang rumput, sawah
irigasi, dan tetap sawah tadah hujan, serta sungai.
Firman_fmm@yahoo.com.sg
10
Analisis keruangan dalam SIG antara lain berupa : overlay, union, merge, intersect,
clip, buffer, dissolve. Dalam pengembangannya di Indonesia, kemampuan SIG yang
membedakan dengan sistem informasi lainnya ini kurang banyak terimplementasikan.
Salah satu penyebabnya antara lain kurang tersedianya data yang siap diolah (peta) dan
atau kurangnya sharing data, sehingga pengembangan SIG lebih banyak ke entry data
yang kurang lebih akan memakan dana/tenaga 60-70%.
KESIMPULAN
Pada proses Pivot table untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan dari
tahun pertama ke tahun kedua.
Firman_fmm@yahoo.com.sg
11
ACARA II
Kegiatan
Tema
Data Dasar
Lokasi
: Kabupaten Sleman
Proses
Tujuan
Deskripsi Singkat
Penentuan kesesuaian lahan dapat dilakukan dengan mengoverlaykan unsurunsur penentu kesesuaian lahannya. Misalkan dalam penentuan kesesuaian lahan
permukiman, unsur yang menjadi pertimbangan apakah lahan tersebut sesuai atau tidak
adalalah berupa 3 unsur peta dasar yaitu: (1) lereng, (2) bentuk lahan, (3) kerawanan
bencana. Secara mutlak lahan yang dianggap sesuai bilamana memiliki kriteria :
(a)
(b)
(c)
kriteria tersebut bersifat mutlak bilamana tidak memenuhi salah satu persyaratan tersebut
maka lahan tersebut dianggap tidak sesuai.
Mengklik kanan pada kotak derived data yaitu hasil dari proses yang baru saja
dilakukan dan memilih wizard. Mengisikan skor pada data yaitu :
Lereng :
No
Kategori
Harkat
< 40 %
> 40 %
Bentuk Lahan :
No
1
Kategori
Harkat
tengah.
2
Firman_fmm@yahoo.com.sg
12
Kerawanan :
No
Kategori
Harkat
Tidak rawan
Rawan
Langkah Kerja :
pada dekstop
dan buka file peta bentuk lahan, peta lereng, dan peta
kemudian klik kanan pada file ini tekan new dan rename (acara2).
4. Kemudian tiga file peta tersebut (bentuk lahan,lereng, dan rawan bencana) di drag dari
layer ke layer model. Hasilnya seperti tampilan berikut.
Firman_fmm@yahoo.com.sg
13
8. Selanjutnya untuk merubah hasil kesesuain lahan dari 0 menjadi tidak sesuai dan 1
menjadib sesuai, dengan cara pilih analisis select dan buat dua cabang. Seperti pada
gambar :
Firman_fmm@yahoo.com.sg
9.
14
Untuk select yang pertama pada Expression isi dengan total=0 dan untuk select
yang kedua isi total=1.
10. Selanjutnya buat field baru pada masing-masing cabang dan beri nama Ket1 untuk
yang pertama dan Ket2 untuk yang cabang kedua. Field type pada masing-masing
cabang TEXT.
11. Setelah field baru dibuat dilakukan calculate dengan menambah menu calculate
field. Untuk expression pada calculate pertama isi dengan tidak sesuai dan yang
kedua isi dengan sesuai
12. Setelah itu lakukan penggabungan kedua cabang dengan menambah perintah union
(pada menu ArcToolbox Analysis Tools Overlay union) dan pada output
Feature Class beri nama ket1ket2_Union.shp.
13. Selanjutnya untuk menggabungkan hasil kesesuaian lahan tersebut dilakukan
perintah dissolve. Tetapi sebelumnya kita harus menambahkan field baru dengan
add Field, dan pada Field name beri nama KESESUAIAN, serta pada Field Type pilih
TEXT.
14. Setelah field baru dibuat maka baru dilakukan proses dissolve. Bila tidak mengetahui
posisi dissolve, maka pilih search dissolve drag pada model. Pada pilihan
Dissolve_Field pilih Kesesuaian.
15. Model acara 2 seperti pada gambar dibawah ini :
Firman_fmm@yahoo.com.sg
15
16. Kemudian save model acara 2, kemudian lakukan validate Entire Model kemudian
lakukan run dengan tombol
untuk mengeksekusi
Firman_fmm@yahoo.com.sg
16
PEMBAHASAN
Kegiatan selanjutnya adalah pemodelan kesesuaian lahan dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif (binary). Peta dasar yang digunakan dalam proses ini adalah peta
digital kemiringan lereng, bentuk lahan, dan peta kerawanan bencana alam. Dalam
pendekatan binary ini kriteria-kriteria yang digunakan bersifat mutlak, sehingga bila tidak
memenuhi salah satu persyaratan kesesuaian lahan maka suatu lahan tersebut dikatakan
tidak sesuai. Dalam hal ini maka hanya berlaku nilai 1 dan 0 sebagai realisasi nilai sesuai
dan tidak sesuai.
Hasil yang diperoleh dari pendekatan kuantitatif (binary) ini adalah Peta Kesesuaian
Lahan Permukiman, yang hanya terdiri atas dua warna saja sebagai cerminan lahan yang
sesuai dan tidak. Disini peta hasil overlay tersebut kembali dilakukan layout dengan
menggunakan aturan-aturan kartografis yang telah digariskan.
Hasil dari peta kesesuaian lahan menunjukkan bahwa sebagian besar daerah
sleman tidak sesuai unt lahan pertanian dan anya sebagai kecil yang sesuaik
KESIMPULAN
-
Firman_fmm@yahoo.com.sg
17
ACARA 3
Kegiatan
Tema
Data Dasar
Lokasi
Proses
Tujuan
Deskripsi Singkat :
Dalam pendekatan kuantitatif berjenjang tiap unit dalam satu tema memiliki nilai
atau harkat yang disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil dari modelnya.
Disini komponen tema peta pengaruh bersifat sama atau setara kontribusinya.
Aplikasi yang digunakan adalah pemodelan spasial pengelolaan jalan raya dimana
model ini menganggap bahwa kondisi fisik jalan banyak dipengaruhi oleh 4 komponen
yang setimbang yaitu lereng, tekstur tanah, drainase, dan volume lalulintas harian.
Sedangkan tiap komponen memiliki unsur (atau klas) yang memiliki kontribusi terhadap
hasil yang berjenjang 1 hingga 5.
Mengklik kanan pada kotak derived data yaitu hasil dari proses yang baru saja
dilakukan dan memilih wizard. Mengisikan skor pada data yaitu :
Lereng :
No Kemiringan (%)
Harkat
< 8,1
8,1 - 15,0
15,1 30,0
30,1 45,0
> 45,0
Tekstur tanah :
No
Tekstur
Harkat
Kasar
Sedang
Halus
Sangat halus
Firman_fmm@yahoo.com.sg
18
Drainase :
No Pengatusan
Harkat
Sangat cepat
Cepat
Agak cepat
Lambat
Sangat lambat
LHR
Harkat
5.001
5.001 10.000
10.001 15.000
15.001 20000
> 20.000
Pada halaman klasifikasi, mengurangi jumlah baris hingga dua karena klasifikasi
yang dibuat hanya terdiri dari dua kategori. Pada halaman terakhir, mengisikan nama peta
hasil akhir.
Langkah Kerja :
pada dekstop
dan buka file jalan, drainase, lereng dan tekstur
Firman_fmm@yahoo.com.sg
19
kemudian klik kanan pada file ini tekan new dan rename (acara3).
4. Kemudian empat file peta tersebut (jalan, drainase, lereng dan tekstur) di drag dari
layer ke layer model (acara3). Hasilnya seperti tampilan berikut.
5. variabel input jalan, drainase, lereng dan tekstur dianalisis overlay intersect.
Kemudian membuka tools overlay pada ArcToolbox dan pilih intersect dibuat
konektor terhadap input jalan, drainase, lereng dan tekstur . Kemudian masuk ke
intersect,
doble klick dan masukkan input jalan, drainase, lereng dan tekstur,
output feature class beri nama intersect.shp, dan joint attributes pilih ALL seperti
pada gambar dibawah:
Firman_fmm@yahoo.com.sg
20
Firman_fmm@yahoo.com.sg
21
10. Kemudian save model acara 3, kemudian lakukan validate Entire Model kemudian
lakukan run dengan tombol
Firman_fmm@yahoo.com.sg
22
PEMBAHASAN
Model digambarkan dalam bentuk diagram atau flowchart. Model dapat dibuat
sederhana atau kompleks. Model sederhana terdiri atas input, proses, dan output.
Model terdiri atas input, proses atau fungsi, dan menghasilkan output theme.
Penambahan beberapa proses dapat membuat model menjadi lebih kompleks.
Acara
ketiga
adalah
pemodelan
spasial
pengelolaan
jalan
raya
dengan
komponan
sesuai
dengan
karakteristiknya.
Dengan
melakukan
pengharkatan pada tabulasi dari keempat tema peta tersebut kemudian menjumlahkan
semua hasil pengharkatan terserbut dan menghasilkan klasifikasi yang terdiri atas lima
kelas yang memiliki nilai dari yang terendah hingga tertinggi. Dengan penggunaan model
builder ini, proses overlay data yang terdiri atas empat tema peta tersebut terasa begitu
efektif. Dimana semua proses dilakukan dengan sangat rinci sehingga waktu yang
diperlukan pun menjaadi lebih lama. Disinilah keunggulan penggunaan model builder
untuk membangun struktur overlay secara lebih cepat dan efektif. Karena sebuah peta
yang dikerjakan terkadang tidak selalu terdiri atas tema peta dasar yang sedikit. Bila peta
dasar yang digunakan semakin banyak, maka efisiensi kerja sangat diperlukan agar
pengerjaan tersebut dapat dilakukan dengan efektif.
KESIMPULAN
Aplikasi SIG dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan jalan raya yang akan
diprioritaskan untuk pengelolaan.
Firman_fmm@yahoo.com.sg
23
ACARA IV
Kegiatan
Tema
Data dasar
Peta produktivitas, kemiringan lereng, erosi, prosentase batubatuan, dan manajemen lahan
Lokasi
Kabupaten Sleman
Proses
Tujuan
Deskripsi Singkat :
Dalam pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang tiap unit dalam satu tema
memiliki nilai atau harkat yang disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil
dari modelnya. Disini perbedaan dengan kuantitatif berjenjang adalah tiap tema memiliki
kontribusi yang berbeda sehingga harus dibuat bobot sesuai dengan tingkat pengaruhnya
terhadap hasil.
Aplikasi yang digunakan adalah pemodelan spasial lahan kritis dimana model ini
menganggap bahwa lahan kritis tersusun atas 4 kondisi fisik yaitu produktivitas, lereng,
erosi, prosentase batuan dan menejemen lahan, dimana tiap tema memiliki jenjang harkat
yang sama 1 - 5, tetapi tiap komponen tersebut memiliki bobot kontribusi yang berbeda
sesuai dengan dominasinya dalam pembentukan lahan kritis.
Table 1.
Table 2.
Produktivitas
Harkat
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Kemiringan (%)
Harkat
< 8,0
8,0 15,0
16.0 25,0
Firman_fmm@yahoo.com.sg
Table 3.
24
26.0 40,0
> 40,0
Erosi(15)
No
Table 4.
Table 5.
Erosi
Harkat
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat
Prosentase batu-batuan
Harkat
Sedikit
Sedang
Banyak
Manajemen lahan
Harkat
Baik
Sedang
Buruk
Langkah Kerja :
1. Membuka ArcGIS 9.2 klick
2.
pada dekstop
Membuka ArcCatalog
Firman_fmm@yahoo.com.sg
25
4. Membuat Model (acara 4) untuk mementukan kekritisan lahan, dengan cara pilih
kelima file input peta kemudian drag ke dalam Model acara 4.
5. Menambahkan perintah Union dengan mencari pada ArcToolbox Analysis Tools
Overlay Union kemudian tarik ke dalam Model. Kemudian kelima file input
peta yang akan dioverlay dihubungkan dengan ke kotak Union dengan button
6. Menambahkan perintah Add Field, klik kanan pada kotak Add Field sehingga
muncul kotak dialognya kemudian memberi nama dengan Keterangan pada Field
Name, dan Field Type isi dengan TEXT.
7. Menambah perintah Calculate Field, klik kanan pada kotak Calculate Field
sehingga muncul kotak dialognya, kemudian isi : Keterangan pada Field Name,
Expression isi dengan Keterangan. Dan pada Code Block isi dengan script
sebagai berikut :
Dim Total as Long
Dim Keterangan as String
Total=(5*[SKORBATU])
(15*[SKOROS])
+(20*
[SKORLER])
(30*[SKORMANA]) + (30*[SKORPROD])
if Total<200 then
Keterangan="sangat kritis"
Elseif Total>=200 and Total<=400 then
Keterangan="Kritis"
Elseif Total>400 then
Keterangan="tidak kritis"
Endif
Firman_fmm@yahoo.com.sg
26
8. Menambah perintah Dissolve klik kanan pada kotak Dissolve sehingga muncul
kotak dialognya, kemudian isi Output Feature Class : Union_Dissolve dan
Dissolve_Field : Keterangan kemudian Klik OK.
9. Melakukan validasi dan menjalankan model. Cara validasi pada Model pilih menu
Model Validate Entire Model dan cara menjalankan model pilih menu Model
Run Entire Model. Kemudian save model (acara 3). Gambar model seperti di
bawah ini :
Firman_fmm@yahoo.com.sg
27
PEMBAHASAN
Firman_fmm@yahoo.com.sg
28
ACARA V
Tema
Data Dasar :
Lokasi
Kabupaten Bangkalan
Proses
Tujuan
Dasar Teori :
Perencanaan pembangunan wilayah secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
berdasarkan luas lingkupan wilayahnya, yaitu perencanaan makro, meso, dan mikro.
Perencanaan makro lebih banyak terkait dengan lingkup kajian yang luas (nasional,
regional), dengan ditopang oleh informasi spasial (peta/citra) berskala kecil. Perencanaan
meso lebih sering dikaitkan dengan pembangunan wilayah yang lebih sempit, misalnya
propinsi berukuran agak kecil sampai kabupaten. Perencanaan meso paralel dengan
penggunaan peta skala sedang, foto udara berskala sedang, serta citra satelit.
Perencanaan mikro biasanya dikaitkan dengan daerah administratif yang lebih sempit,
atau bagian dari suatu daerah administratif tertentu, misalnya desa atau kecamatan kecil.
Pada perencanaan makro, peran peta dan citra lain tidaklah sangat besar.
Pertimbangan politis dan ekonomis. Sentuhan wawasan spasial kadangkala dipandang
tidak terlalu relevan. Pada perencanaan mikro, analisis kewilayahan secara fisik mutlak
diperlukan, sehingga informasi mutakhir mengenai kondisi wilayah sangat relevan. Oleh
karena itu, peta fotografi, citra satelit, dan juga foto udara sangat bermanfaat. Pada
perencanaan mikro aspek kelembagaan pada lingkup sempit berperan penting, akan
tetapi kadang-kadang variabilitas spasial aspek fisik yang ada justru sangat kecil,
sehingga peran geografi pun kadang-kadang dapat diabaikan. Pada umumnya
perencanaan fisik secara makro untuk wilayah kota (urban) lebih membutuhkan informasi
spasial dibandingkan wilayah desa, untuk luas daerah yang sama. Dari sudut pandang
geografi, survei yang akurat untuk memperoleh data dasar pengembangan wilayah
mutlak diperlukan. Tanpa data spasial yang mutakhir dan akurat, perencanaan fisik tidak
akan dapat diimplementasikan dengan baik. Perencanaan fisik pada level meso
membutuhkan evaluasi lahan sebagai dasar pijakan survai dan perencanaan berikutnya.
Evaluasi lahan merupakan ilmu terapan yang digunakan untuk menilai lahan dari
sisi kemampuan lahan untuk keperluan tertentu. Apabila yang dinilai adalah sifat-sifat dan
kondisi permanen lahan untuk dapat menopang serangkaian penggunaan tertentu yang
bersifat umum, maka kegiatan ini disebut evaluasi kemampuan lahan. Apabila yang dinilai
Firman_fmm@yahoo.com.sg
29
adalah sifat-sifat lahan untuk mendukung penggunaan lahan tertentu, maka kegiatan ini
disebut evaluasi kesesuaian lahan. Oleh karena itu, arahan pemanfaatan lahan,
perencanaan penggunaan lahan, serta tata ruang perlu memperhatikan kemampuan dan
kesesuaiannya, agar perlakuan atas lahan dapat memberikan manfaat optimal bagi
manusia secara berkelanjutan, dengan memberikan dampak negatif sekecil mungkin.
Pada umumnya, evaluasi kemampuan bahan digunakan untuk mengkaji wilayah
yang relatif luas, pada skala sedang sampai kecil; sedangkan evaluasi kesesuaian
lahanpun dapat diterapkan secara global, untuk satu benua misalnya (Dudal, 1978).
Prinsif yang lebih perlu dipegang adalah bahwa evaluasi kemampuan lahan akan
memberikan hasil awal yang perlu ditindaklanjuti dengan kesesuaian lahan.
Konsep kemampuan lahan sebenarnya mengacu pada potensi lahan dalam
mendukung berbagai penggunaan. Potensi lahan yang tinggi mengindikasikan tingkat
kesesuaian yang tinggi pula untuk berbagai jenis tanaman dan peruntukan. Semakin
rendah kemampuan lahannya, semakin sedikit pula jenis tanaman dan berbagai
peruntukan yang sesuai diterapkan disana. Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji
kemampuan lahan suatu wilayah melalui peta ataupun citra lain adalah pendekatan
fisiografis, di mana wilayah kajian dibagi zona-zona yang homogen ini kemudian
didedukasi karakteristik lahannya. Hasil dedukasi karekteristik lahan ini (misalnya
kemiringan lereng, tekstur tanah, drainase permukaan, kedalaman efektif tanah, dan
sebagainya) masih perlu diuji di lapangan, serta dilengkapi dengan data hasil observasi
lapangan. Penggunaan satuan-satuan bentukan lahan dengan mengacu pada prinsif
penamaan relieflekpresi topografi-batuan induk/ganesa-intensitas proses/situs biasanya
cukup efektif untuk dapat dijadikan satuan evaluasi lahan. Cara pemberian nama ini
misalnya perbukitan breaksi terkikis kuat, dataran aluvial pantai, dan sebagainya.
Tim Fakultas Geografi (1994) mencoba menggunakan cara lain, dimana ada
empat komponen sumberdaya utama yang dipertimbangkan, yaitu (a) relief/topografi dan
lereng, (b) kedalaman dan tekstur tanah, (c) batuan induk/litologi, dan (d) ketersediaan air
permukaan/kemungkinan untuk diairi dan ketersediaan air tanah disamping itu, faktor
pembatas berupa kerawanan bencana (banjir, tanah longsor, erosi) digunakan sebagai
faktor pembobot. Faktor spesifik lain seperti salinitas yang tinggi, PH yang sangat rendah
atau sangat tinggi, serta iklim yang dikeluarkan sebagai pertimbangan terpisah. Cara ini
memandang kemampuan lahan sebagai potensi lahan untuk penggunaan secara umum
baik pertanian maupun non pertanian dan dinamakan indeks potensi lahan (IPL).
Cara penentian IPL ini adalah melalui skoring setiap satuan pemetaan pada peta
tematik pendukung diberi skor atau harkat. Tumpang susun peta melalui prosedur
penjumlahan skor dan pengalihan dengan faktor pembatas akan menghasilkan skor akhir
Firman_fmm@yahoo.com.sg
30
pada setiap satuan pemataan akhir. Rumus yang digunakan untuk menentukan IPL ini
ialah sebagai berikut:
IPL = (R+L+T+H)*B
di mana:
IPL
IPL menyatakan potensi relief lahan untuk kegunaan umum. Semakin tinggi IPL
berarti semakin baik potensinya. Karakter lahan yang berupa iklim dan faktor seperti
salinitas, pasang surut, ph rendah, gambut, rawa, dan tanah mengembang-kerut
(sweii&shrik) tidak termasuk diharkatkan, tetapi dikemukakan sebagai catatan tersendiri.
Dengan demikian faktor ini perlu dipertimbangkan sebagai penapis (filter) tahap awal bagi
perencanaan pemanfaatan lahan dan pengembangan wilayah.
Arahan pemanfaatan lahan merupakan bentuk rekomendasi dari hasil yang
diperoleh dari evaluasi kemampuan lahan. Mengingat bahwa evaluasi kemampuan lahan
sendiri hanya memberikan hasil berupa klas kemampuan atau potensi untuk mendukung
serangkaian penggunaan/pemanfaatan secara umum, maka rekomendasi ini pun bersifat
umum. Rekomendasi arahan secara khusus akan dapat dilakukan apabila: (a) tersedia
data penggunaan lahan aktual secara lebih rinci, dan (b) dilakukan evaluasi kesesuaian
lahan.
Berdasarkan sistem klasifikasi kemampuan lahan, dikembangkan rekomendasi
pemanfaatan lahan dengan mengacu pada tiap klas kemampuan. Apapun metode
evaluasi kemampuan lahan yang digunakan, pada dasarnya arahan pemanfaatan lahan
tidak hanya didasari oleh kemamuan lahan yang ada, melainkan juga perlu
mempertimbangkan penggunaan lahan yang telah ada. Dengan kata lain, penggunaan
bantuan penginderaan jauh untuk evaluasi kemampuan lahan dan arahan pemanfaatan
lahan perlu mempertimbangkan masukan berupa hasil interprestasi berupa satuan-satuan
medan sebagai evaluasi lahan dan juga peta penggunana lahan aktual.
Untuk memudahkan dalam pengolahan data atribut, maka dibuat klasifikasi
untuk lereng, tanah dan hujan dan arahan penggunaan lahan, adapun klasifikasi yang
digunakan dapat dilihat pada tabel 1, tabel 2, tabel 3 dan tabel 4.
Firman_fmm@yahoo.com.sg
31
Kemiringan (%)
Klasifikasi
Nilai Skor
<8%
Datar
20
II
8 - 15 %
Landai
40
III
15 - 25 %
Agak Curam
60
IV
25 - 40%
Curam
80
> 40 %
Sangat Curam
100
Intensitas (mm/hari)
Klasifikasi
Nilai Skor
< 1750
Sangat Rendah
10
II
2000
Rendah
20
III
2250
Sedang
30
IV
> 2250
Tinggi
40
Jenis Tanah
Aluvial,Gleisol,Planosol, Hidromorf kelabu,
Klasifikasi
Nilai Skor
Tidak Peka
15
Kurang
30
Laterik
II
Latosol
Peka
III
Agak Peka
45
IV
Peka
60
Sangat
75
Peka
Tabel 4. Klasifikasi Arahan Penggunaan Lahan
Kriteria
Kawasan Lindung
Kawasan Penyangga
Kawasan
8%
Tahunan
Kawasan
Budidaya
Tanaman
Budidaya
Tanaman
Firman_fmm@yahoo.com.sg
32
Langkah Kerja
1. Membuka ArcGIS 9.2 klick
2.
pada dekstop
Membuka ArcCatalog
lahan, peta lereng, dan peta rawan bencana dengan mendrag dari arccatalog
ke arcgis.
kemudian klik kanan pada file ini tekan new dan rename (acara5).
4. Kemudian empat file peta tersebut (sungai, curah hujan, lereng, dan jenis
tanah) di drag dari layer ke layer model (acara5).
5. Kemudian klik analysis tooloverlayuniondi drag ke model (acara 5)
untuk menghubungkan dengan Add Conection dan hubungkan tiga jenis
peta (curah hujan, lereng dan jenis tanah), Pada output isi dengan nama union
dan join Attributes ALL.
6. Searchadd fielddrag ke layar modelsambungkan dengan union.
Kemudian klik kanan di kotak add field openfield nameSATATUS, dan
pada Field Type pilih TEXT.
7. selanjutnya, search: calculate drag calculate field ke dalam model (acara 5)
sambungkan dengan add field. Pada input pilih union.shp, Field name isi
dengan nama STATUS. Dan isi Code Block dengan scriep sebagai berikut :
Dim Total as Long
Dim STATUS as String
Total=[HAR_HJN] + [HAR_LER] + [SKOR_TNH]
If Total>175 then
STATUS="Kawasan Lindung"
Firman_fmm@yahoo.com.sg
33
8. Untuk peta sungai akan dilakukan buffering dengan perintah Buffer. Pada Arc
Toolbox Seach buffer drag ke model acara5 pada buffer isi sebagai berikut:
Firman_fmm@yahoo.com.sg
34
9. Selanjutkan buat field (add field) sambungkan dengan buffer. Kemudian klik
kanan di kotak add field openfield nameBUFFER, dan pada Field Type
pilih TEXT.
10. Kemudian hubungkan dengan drag calculate field. Pada input pilih
sungai_Buffer1shp, Field name isi dengan nama BUFFER. Dan isi Expression
dengan Kawasan Lindung
11. Selanjutnya hubungkan antara hasil overlay curah hujan, jenis tanah dan
lereng dengan buffer sungai. Dengan perintah union. Isi output Feature Class
dengan union2.shp dan Join attributes dengan ALL.
12. Setelah itu tambahkan field baru dengan add field dan beri nama arahan
dengan Field Type TEXT.
13. Setelah field terbentuk hubungkan dengan alculate field dan pada Field name
isi denan arahan, Expression dengan arahan dan buat scriep pada Code Block
sebagai berikut :
Dim ARAHAN as String
If [BUFFER]="Kawasan Lindung" then
ARAHAN=[BUFFER]
Else
ARAHAN=[STATUS]
Endif
Firman_fmm@yahoo.com.sg
35
15. Untuk select yang pertama pada Expression isi dengan total=0 dan untuk
select yang kedua isi total=1.
16. Selanjutnya buat field baru pada masing-masing cabang dan beri nama Ket1
untuk yang pertama dan Ket2 untuk yang cabang kedua. Field type pada
masing-masing cabang TEXT.
17. Model acara5 seperti pada gambar dibawah ini :
18. Kemudian save model acara5, kemudian lakukan validate Entire Model
kemudian lakukan run dengan tombol
untuk mengeksekusi
Firman_fmm@yahoo.com.sg
36
PEMBAHASAN
pemodelan arahan penggunaan lahan dengan menggunakan pendekatan berjenjang
bertingkat. Peta dasar yang digunakan dalam proses ini adalah peta digital kemiringan
lereng, curah hujan dan tanah ditambah dengan peta sungai Dalam pendekatan ini
kriteria-kriteria yang digunakan bersifat mutlak.
Peta arahan penggunaan lahan didapatkan dari hasil overlay beberapa peta, yaitu :
peta jenis tanah, peta lereng dan peta intensitas curah hujan. Hasil overlay tersebut
dioverlaykan dengan aliran sungai yang menyebutkan dalam Kepres No 32 tahun 1990
dan UU No. 32 tahun 1992, yang menyebutkan bahwa sempadan sungai = 100 m,
sempadan anak sungai = 50 m, sempadan mata air = 200 m, sempadan danau = 100 m,
sempadan ketinggian =>2000 m, sempadan lereng = >45%, sempadan pantai = 100m,
sempadan pantai yg bermangrove = 130 x pasut lokal dan surut terrendah daerah-daerah
ini merupakan kawasan lindung.
Peta arahan penggunaan lahan hasil overlay dibandingkan dengan peta
penggunaan lahan yang ada mendapatkan adanya beberapa daerah yang dalam
penggunaan lahannya terjadi kesalahan. Antara lain : Daerah yang seharusnya
diperuntukkan untuk kawasan lindung dimanfaatkan untuk ladang, perkebunan teh
bahkan ada sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk real estate atau pemukiman,
Kawasan lain yang seharusnya diperuntukkan untuk kawasan penyangga dimanfaatkan
sebagai kebun campuran dan ada yang dimanfaatkan untuk real estate dan pemukiman.
Sedangkan kawasan yang seharusnya diperuntukkan untuk kawasan budidaya tanaman
tahunan dimanfaatkan untuk daerah persawahan dan pemukiman. Selain itu pemanfaatan
yang terjadi tidak memperhatikan daerah sempadan sungai dan mata air yang
seharusnya merupakan kawasan lindung. Terlihat bahwa mata air terdapat dikawasan
area sawah dan pemukiman serta daerah kebun campuran.
KESIMPULAN
Aplikasi SIG dapat digunakan untuk Pemodelan arahan penggunaan lahan
dengan memanfaatkan Perintah yang ada.