Anda di halaman 1dari 36

Firman_fmm@yahoo.com.

sg

PEDOMAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

PEMODELAN SISTEM INFORMASI


GEOGRAFIS

Oleh:
Firman Farid Muhsoni, S.Pi.
NIP. 19770626 200212 1 0001

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
2013
Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

PENDAHULUAN

Input data SIG dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pelarikan, digitasi, dan
tabulasi. Pelarikan atau penyiaman (scanning) adalah pengubahan data grafis kontinu
menjadi data diskrit yang terdiri dari sel-sel penyusun gambar (piksel). Digitasi adalah
proses pengubahan data grafis analog menjadi data grafis digital dalam struktur vektor.
Tabulasi merupakan penyusunan data bukan berbentuk data grafis atau yang disebut
data atribut. informasi yang tersedia masih sangat terbatas sehingga untuk keperluan
pemrosesan yang lebih rumit, perlu dilakukan penambahan data atribut dengan
memodifikasi format data atribut yang telah terbentuk secara otomatis tersebut
(Danoedoro, 1996).
Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), dimungkinkan untuk
mengaitkan antara data yang memiliki informasi spasial dengan berbagai macam data
yang tidak mempunyai unsur spasial, misalnya antara peta penggunaan lahan dengan
luas lahan. Dengan menggunakan perangkat lunak SIG seperti ArcView penggabungan
kedua data ini disertai dengan unsur Id pada file data peta. Selanjutnya apabila data
spasial dan data atribut sudah tergabung dalam satu file digital, maka dapat digunakan
untuk analisis seperti tumpangsusun (overlay), pembobotan, scoring, dan buffer. Data
spasial yang sudah dikaitkan atau yang sudah ditambah atributnya dimungkinkan untuk
dianalisis. Kemampuan lain yang dikembangkan dalam analisis spasial adalah
penggabungan tabel atribut dari peta-peta hasil overlay.
Satu hal yang membedakan dan merupakan kekuatan utama SIG dibandingkan
dengan sistem informasi lainnya adalah kemampuannya dalam melakukan analisis
keruangan. Disamping mampu melakukan analisis keruangan SIG sering juga
dimanfaatkan untuk analisis visual (biasanya untuk studi social ekonomi), analisis
tematikal/topical, analisis temporal.
Analisis keruangan dalam SIG antara lain berupa : overlay, union, merge,
intersect, clip, buffer, dissolve, dll. Dalam pengembangannya di Indonesia, kemampuan
SIG

yang

membedakan

dengan

sistem

informasi

lainnya

ini

kurang

banyak

terimplementasikan. Salah satu penyebabnya antara lain kurang tersedianya data yang
siap diolah (peta) dan atau kurangnya sharing data, sehingga pengembangan SIG lebih
banyak ke entry data yang kurang lebih akan memakan dana/tenaga 60-70%.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

Dilihat dari fungsinya, sistem informasi geografi mempunyai kemampuan sebagai


berikut:
1. Memasukkan (input) data dan mengubah format data yang ada dalam format
eksistingnya menjadi data digital dalam suatu format yang digunakan oleh sistem
informasi geografi .
2. Mengolah ( memanajemen ) data, yaitu dapat menyimpan data yang sudah
dimasukkan dan kemudian mengambil data tersebut pada saat yang diperlukan.
3. Memanipulasi dan menganalisis data yang ada sehingga dari sistem informasi
geografi ini dapat diperoleh suatu informasi tertentu hasilnya.
4. Mengeluarkan (output) data, sehingga dari sistem informasi geografi dapat diperoleh
informasi yang merupakan hasil olahan dalam sistem informasi geografi tersebut
(Winarno dan Suryono, 1994).
Fungsi manipulasi dan analisis data sering menjadi pusat perhatian bagi pemakai
sistem ini. Sedangkan hasil analisis adalah tahap di mana output akhir dari sistem
informasi geografi terbentuk. Hasil analisis data dapat berupa informasi baru disajikan
dalam bentuk tabel, peta, diagram atau kombinasinya.. Selain hasil analisis data juga
dapat disimpan pada pita atau disket yang mempunyai format standar sehingga dapat
diarsipkan atau untuk transmisi pada sistem yang lain.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

ACARA 1

Kegiatan

: Neraca sumber daya alam daerah

Tema

: Monitoring (pemantauan) perubahan penggunaan lahan

Data Dasar

: Peta Penggunaan Lahan Tahun Pertama dan Tahun Kedua

Lokasi

: Sebagian Lembar Kabupaten Sampang

Proses

: Overlay Matriks dua dimensional

Tujuan

: Mengetahui perubahan penggunaan lahan suatu wilayah berdasarkan


informasi peta digital tahun pertama dan tahun kedua

Deskripsi Singkat :
Dalam suatu aplikasi SIG salah satu metode yang paling banyak digunakan adalah
membandingkan antara dua peta tahun yang berbeda dengan tema yang sama. Sehingga
disini akan dapat diketahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi antara tahun
pertama dan tahun kedua. Hasil proses ini dapat digunakan untuk memonitor perubahan
luas penggunaan lahan dari waktu ke waktu. Unsur masing-masing peta biasanya
memiliki klasifikasi yang sama agar perubahan bisa dipantau secara setara.

Selain monitoring, aplikasi dengan proses ini dapat digunakan pula untuk tema
yang berbeda, dengan maksud untuk mengetahui keadaan suatu wilayah berdasarkan
informasi dua tema yang berbeda, seperti luas penggunaan lahan dalam satuan wilayah
administrasi, dan lain-lain
Langkah Kerja :
Membuka ArcGIS 9.2 klick

pada dekstop

1. Membuka ArcCatalog

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

2. Masing-masing data merupakan data penggunaan lahan tahun pertama (t1) dan tahun
kedua (t2) Sampang
3. Selanjutnya setelah data t1 dan t2 ditampilkan kemudian membuat model pilih
ArcToolbox

lalu klick kanan dan buat new toolbox

4. Kemudian membuat model

5. Membuat variabel input untuk t1 dan t2 untuk monitoring, analisisnya adalah overlay.
Kemudian membuka tools overlay pada ArcToolbox dan pilih union dibuat konektor
terhadap t1 dan t2

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

6. Masuk ke union doble klick dan masukkan input t1 dan t2, output feature class beri
nama t1t2.shp dan joint attributes pilih ALL

7. Lakukan crossing table antara dua fild dengan memasukkan pivot table pada
model, kemudian doble clik pada pivot table masukkan t1t2.shp sebagai input
table, landuse sebagai input field, landuse_t2 sebagai pivot field dan pilih area
ebagai value field. Tentukan posisi penyimpanan dan tekan Ok.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

9. Hasil model dari proses di atas adalah sebagai berikut :

10. Lakukan penyimpanan dari model yang dibuat, lakukan validasi (validate entire
model), kemudian lakukan eksekusi (run). Hasil dari crossing antara dua field tadi
mendapatkan hasil t1t2_PivotTable.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

11. Preview table hasil model di atas adalah sebagai berikut (tablet1t2_PivotTable) :

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

Peta hasil overlay t1 dan t2 :

Pembahasan
Dari hasil crossing dengan pivot table mendapathan hasil bahwa terjadi perubahan
antara t1 dan t2, Perubahan tersebut sebagai berikut :
-

Hutan bakau pada tahun pertama berubah menjadi lading garam dan hutan bakau

KPH pada tahun pertama berubah menjadi Padang rumput, pemukiman dan sawah
tadah hujan dan sebagian tetapt KPH

Ladang berubah menjadi hutan, pemukiman, sawah tadah hujan, sungai dan sebagian
tetap ladang

Ladang garam berubah menjadi lading dan tetap ladang garam

Padang rumput berubah menjadi hutan, lading, padang rumput, pemukiman dan
sawah tadah hujan,

Pemukiman brubah menjadi hutan, lading, padang rumput, tetap pemukiman, sawah
tadah hujan dan sungai.

Sawah irigasi berubah menjadi lading, pemukiman sawah irigasi dan sawah tadah
hujan.

Sawah tadah hujan berubah menjadi lading, pemukiman, padang rumput, sawah
irigasi, dan tetap sawah tadah hujan, serta sungai.

Sungai berubah menjadi lading serata tetap sungai.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

10

Analisis keruangan dalam SIG antara lain berupa : overlay, union, merge, intersect,
clip, buffer, dissolve. Dalam pengembangannya di Indonesia, kemampuan SIG yang
membedakan dengan sistem informasi lainnya ini kurang banyak terimplementasikan.
Salah satu penyebabnya antara lain kurang tersedianya data yang siap diolah (peta) dan
atau kurangnya sharing data, sehingga pengembangan SIG lebih banyak ke entry data
yang kurang lebih akan memakan dana/tenaga 60-70%.
KESIMPULAN
Pada proses Pivot table untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan dari
tahun pertama ke tahun kedua.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

11

ACARA II

Kegiatan

: Kesesuaian Lahan Permukiman

Tema

: Pemodelan Kesesuaian Lahan Permukiman

Data Dasar

: Peta kemiringan lereng, peta bentuklahan, peta kerawanan


bencana alam

Lokasi

: Kabupaten Sleman

Proses

: Pendekatan Kuantitatif (binary)

Tujuan

: Mengetahui kesesuaian lahan lahan berdasarkan unsur-unsur yang


mempengaruhi kesesuaian lahan permukiman

Deskripsi Singkat

Penentuan kesesuaian lahan dapat dilakukan dengan mengoverlaykan unsurunsur penentu kesesuaian lahannya. Misalkan dalam penentuan kesesuaian lahan
permukiman, unsur yang menjadi pertimbangan apakah lahan tersebut sesuai atau tidak
adalalah berupa 3 unsur peta dasar yaitu: (1) lereng, (2) bentuk lahan, (3) kerawanan
bencana. Secara mutlak lahan yang dianggap sesuai bilamana memiliki kriteria :
(a)

kemiringan lereng lebih kecil dari 30%

(b)

bentuk lahan selain V1, V2 dan V3

(c)

tidak rawan bencana

kriteria tersebut bersifat mutlak bilamana tidak memenuhi salah satu persyaratan tersebut
maka lahan tersebut dianggap tidak sesuai.
Mengklik kanan pada kotak derived data yaitu hasil dari proses yang baru saja
dilakukan dan memilih wizard. Mengisikan skor pada data yaitu :
Lereng :
No

Kategori

Harkat

< 40 %

> 40 %

Bentuk Lahan :
No
1

Kategori

Harkat

Kecuali kerucut, lereng atas, dan lereng

tengah.
2

kerucut, lereng atas, dan lereng tengah.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

12

Kerawanan :
No

Kategori

Harkat

Tidak rawan

Rawan

Langkah Kerja :

1. Membuka ArcGIS 9.2 klick


2. Membuka ArcCatalog

pada dekstop
dan buka file peta bentuk lahan, peta lereng, dan peta

rawan bencana dengan mendrag dari arccatalog ke arcgis.

3. aktifkan arc tool box

, klik kanan pada arctoolbox tekan menu add tool box

kemudian klik kanan pada file ini tekan new dan rename (acara2).
4. Kemudian tiga file peta tersebut (bentuk lahan,lereng, dan rawan bencana) di drag dari
layer ke layer model. Hasilnya seperti tampilan berikut.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

13

5. Kemudian klik analysis tooloverlayuniondi drag ke model (acara 2) untuk


menghubungkan dengan Add Conection, Pada output isi dengan nama union dan
joinAttributes ALL. Seperti tampilan berikut.

6. Searchadd fielddrag ke layar modelsambungkan dengan model sebelumnya.


Kemudian klik kanan di kotak add field openfield nametotal, dan pada Field Type
pilih LONG.
7. selanjutnya, search: calculate drag calculate field ke dalam model (acara 2)
sambungkan dengan model sebelumnya. Pada input pilih rawan union.shp, Field
name isi dengan nama total. Dan Expression isi dengan [HARKAT_LR] *
[HARKAT_RWN] * [HARKAT_BL]. Seperti tampilan berikut :

8. Selanjutnya untuk merubah hasil kesesuain lahan dari 0 menjadi tidak sesuai dan 1
menjadib sesuai, dengan cara pilih analisis select dan buat dua cabang. Seperti pada
gambar :

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

9.

14

Untuk select yang pertama pada Expression isi dengan total=0 dan untuk select
yang kedua isi total=1.

10. Selanjutnya buat field baru pada masing-masing cabang dan beri nama Ket1 untuk
yang pertama dan Ket2 untuk yang cabang kedua. Field type pada masing-masing
cabang TEXT.
11. Setelah field baru dibuat dilakukan calculate dengan menambah menu calculate
field. Untuk expression pada calculate pertama isi dengan tidak sesuai dan yang
kedua isi dengan sesuai
12. Setelah itu lakukan penggabungan kedua cabang dengan menambah perintah union
(pada menu ArcToolbox Analysis Tools Overlay union) dan pada output
Feature Class beri nama ket1ket2_Union.shp.
13. Selanjutnya untuk menggabungkan hasil kesesuaian lahan tersebut dilakukan
perintah dissolve. Tetapi sebelumnya kita harus menambahkan field baru dengan
add Field, dan pada Field name beri nama KESESUAIAN, serta pada Field Type pilih
TEXT.
14. Setelah field baru dibuat maka baru dilakukan proses dissolve. Bila tidak mengetahui
posisi dissolve, maka pilih search dissolve drag pada model. Pada pilihan
Dissolve_Field pilih Kesesuaian.
15. Model acara 2 seperti pada gambar dibawah ini :

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

15

16. Kemudian save model acara 2, kemudian lakukan validate Entire Model kemudian
lakukan run dengan tombol

untuk mengeksekusi

17. maka tampilan akhir sebagai berikut :

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

16

PEMBAHASAN
Kegiatan selanjutnya adalah pemodelan kesesuaian lahan dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif (binary). Peta dasar yang digunakan dalam proses ini adalah peta
digital kemiringan lereng, bentuk lahan, dan peta kerawanan bencana alam. Dalam
pendekatan binary ini kriteria-kriteria yang digunakan bersifat mutlak, sehingga bila tidak
memenuhi salah satu persyaratan kesesuaian lahan maka suatu lahan tersebut dikatakan
tidak sesuai. Dalam hal ini maka hanya berlaku nilai 1 dan 0 sebagai realisasi nilai sesuai
dan tidak sesuai.
Hasil yang diperoleh dari pendekatan kuantitatif (binary) ini adalah Peta Kesesuaian
Lahan Permukiman, yang hanya terdiri atas dua warna saja sebagai cerminan lahan yang
sesuai dan tidak. Disini peta hasil overlay tersebut kembali dilakukan layout dengan
menggunakan aturan-aturan kartografis yang telah digariskan.
Hasil dari peta kesesuaian lahan menunjukkan bahwa sebagian besar daerah
sleman tidak sesuai unt lahan pertanian dan anya sebagai kecil yang sesuaik
KESIMPULAN
-

Aplikasi SIG dapat digunakan untuk Pemodelan Kesesuaian Lahan Permukiman


dengan memanfaatkan Perintah yang ada.

Pengembangan selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian lahan


berdasarkan unsur-unsur yang mempengaruhi kesesuaian lahan permukiman

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

17

ACARA 3

Kegiatan

: Pengelolaan Jalan Raya

Tema

: Pemodelan Spasial Pengelolaan Jalan Raya

Data Dasar

: peta kemiringan lereng, tektur tanah, drainase, volume lalu lintas


harian rerata

Lokasi

: Sebagian Lembar Propinsi Jawa tengah

Proses

: Pendekatan Kuantitatif Berjenjang

Tujuan

: Mengetahui ruas jalan raya yang diprioritaskan untuk pengelolaan

Deskripsi Singkat :
Dalam pendekatan kuantitatif berjenjang tiap unit dalam satu tema memiliki nilai
atau harkat yang disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil dari modelnya.
Disini komponen tema peta pengaruh bersifat sama atau setara kontribusinya.
Aplikasi yang digunakan adalah pemodelan spasial pengelolaan jalan raya dimana
model ini menganggap bahwa kondisi fisik jalan banyak dipengaruhi oleh 4 komponen
yang setimbang yaitu lereng, tekstur tanah, drainase, dan volume lalulintas harian.
Sedangkan tiap komponen memiliki unsur (atau klas) yang memiliki kontribusi terhadap
hasil yang berjenjang 1 hingga 5.
Mengklik kanan pada kotak derived data yaitu hasil dari proses yang baru saja
dilakukan dan memilih wizard. Mengisikan skor pada data yaitu :
Lereng :
No Kemiringan (%)

Harkat

< 8,1

8,1 - 15,0

15,1 30,0

30,1 45,0

> 45,0

Tekstur tanah :
No

Tekstur

Harkat

Sangat kasar (pasir, pasir berlempung)

Kasar

Sedang

Halus

Sangat halus

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

18

Drainase :
No Pengatusan

Harkat

Sangat cepat

Cepat

Agak cepat

Lambat

Sangat lambat

Volume lalu lintas harian rerata :


No

LHR

Harkat

5.001

5.001 10.000

10.001 15.000

15.001 20000

> 20.000

Pada halaman klasifikasi, mengurangi jumlah baris hingga dua karena klasifikasi
yang dibuat hanya terdiri dari dua kategori. Pada halaman terakhir, mengisikan nama peta
hasil akhir.
Langkah Kerja :

1. Membuka ArcGIS 9.2 klick


2. Membuka ArcCatalog

pada dekstop
dan buka file jalan, drainase, lereng dan tekstur

dengan mendrag dari arccatalog ke arcgis.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

3. aktifkan arc tool box

19

, klik kanan pada arctoolbox tekan menu add tool box

kemudian klik kanan pada file ini tekan new dan rename (acara3).
4. Kemudian empat file peta tersebut (jalan, drainase, lereng dan tekstur) di drag dari
layer ke layer model (acara3). Hasilnya seperti tampilan berikut.

5. variabel input jalan, drainase, lereng dan tekstur dianalisis overlay intersect.
Kemudian membuka tools overlay pada ArcToolbox dan pilih intersect dibuat
konektor terhadap input jalan, drainase, lereng dan tekstur . Kemudian masuk ke
intersect,

doble klick dan masukkan input jalan, drainase, lereng dan tekstur,

output feature class beri nama intersect.shp, dan joint attributes pilih ALL seperti
pada gambar dibawah:

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

20

6. Selanjutnya searchadd fielddrag ke layar model (acara3) sambungkan


dengan model sebelumnya. Kemudian klik kanan di kotak add field openfield
nameketerangan dan field type TEXT.
7. selanjutnya, search: calculatedrag calculate field ke dalam model (model3)
sambungkan dengan model sebelumnya. Pada Field name isi dengan
Keterangan, Code Block diisi dengan scriept seperti di bawah ini : Dim Total as
long
Dim Keterangan as string
Total=[HAR_TEKS] + [Harkat_Ler] + [HAR_DRAI] + [HAR_JAL]
if Total<10 then
Keterangan="tidak diprioritaskan"
Elseif Total>=10 and Total<=15 then
Keterangan= "diprioritaskan"
Elseif Total>15 then
Keterangan= "sangat diprioritaskan"
Endif
Seperti pada gambar di bawah ini :

8. Selanjutnya untuk menggabungkan hasil ruas jalan yang diprioritaskan dilakukan


perintah dissolve. Setelah field baru dibuat maka baru dilakukan proses dissolve.
Pada pilihan Dissolve_Field pilih Keterangan.
9. Model acara 2 seperti pada gambar dibawah ini :

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

21

10. Kemudian save model acara 3, kemudian lakukan validate Entire Model kemudian
lakukan run dengan tombol

untuk mengeksekusi skript yang telah dibuat

11. maka tampilan akhir sebagai berikut :

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

22

PEMBAHASAN
Model digambarkan dalam bentuk diagram atau flowchart. Model dapat dibuat
sederhana atau kompleks. Model sederhana terdiri atas input, proses, dan output.
Model terdiri atas input, proses atau fungsi, dan menghasilkan output theme.
Penambahan beberapa proses dapat membuat model menjadi lebih kompleks.
Acara

ketiga

adalah

pemodelan

spasial

pengelolaan

jalan

raya

dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif berjenjang. Proses yang diterapkan secara umum


adalah sama dengan acara sebelumnya. Yakni aplikasi penggunaan model builder untuk
membangun overlay data. Hanya input data yang digunakan untuk pemodelan spasial
jalan raya ini terdiri atas peta digital lereng, tekstur tanah, drainase, dan volume harian
lalu lintas. Keempat peta tersebut dilakukan overlay secara bertahap dimana hasil akhir
overlay dari keempat peta tersebut merupakan peta Frekuensi Perbaikan Jalan Raya,
yang berisi prioritas jalan yang memerlukan pengelolaan atau perbaikan lebih lanjut.
Dalam pendekatan kuantitatif berjenjang ini, prinsip pengharkatan yang diterapkan
didalamnya sangat berbeda dengan pendekatan kuantitatif binary, yakni bahwa semua
komponen peta yang digunakan tersebut memiliki harkat yang sama sesuai dengan
kriterianya.
Dalam pemodelan spasial pengelolaan jalan raya ini semua komponen yang meliputi
lereng, tekstur tanah, drainase dan volume lalu lintas harian tersebut diberikan harkat
yang sama yakni dari 1-5 untuk masing-masing kriteria, yang menunjukkan kondisi
masing-masing

komponan

sesuai

dengan

karakteristiknya.

Dengan

melakukan

pengharkatan pada tabulasi dari keempat tema peta tersebut kemudian menjumlahkan
semua hasil pengharkatan terserbut dan menghasilkan klasifikasi yang terdiri atas lima
kelas yang memiliki nilai dari yang terendah hingga tertinggi. Dengan penggunaan model
builder ini, proses overlay data yang terdiri atas empat tema peta tersebut terasa begitu
efektif. Dimana semua proses dilakukan dengan sangat rinci sehingga waktu yang
diperlukan pun menjaadi lebih lama. Disinilah keunggulan penggunaan model builder
untuk membangun struktur overlay secara lebih cepat dan efektif. Karena sebuah peta
yang dikerjakan terkadang tidak selalu terdiri atas tema peta dasar yang sedikit. Bila peta
dasar yang digunakan semakin banyak, maka efisiensi kerja sangat diperlukan agar
pengerjaan tersebut dapat dilakukan dengan efektif.
KESIMPULAN
Aplikasi SIG dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan jalan raya yang akan
diprioritaskan untuk pengelolaan.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

23

ACARA IV

Kegiatan

Penentuan Lahan Kritis

Tema

pemodelan spasial lahan kritis pada kawasan budidaya usaha


pertanian

Data dasar

Peta produktivitas, kemiringan lereng, erosi, prosentase batubatuan, dan manajemen lahan

Lokasi

Kabupaten Sleman

Proses

Pendekatan Kuantitatif Berjenjang Tertimbang

Tujuan

Mengetahui daerah lahan kritis berdasarkan unsur-unsur


pembentuk lahan kritis

Deskripsi Singkat :
Dalam pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang tiap unit dalam satu tema
memiliki nilai atau harkat yang disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil
dari modelnya. Disini perbedaan dengan kuantitatif berjenjang adalah tiap tema memiliki
kontribusi yang berbeda sehingga harus dibuat bobot sesuai dengan tingkat pengaruhnya
terhadap hasil.
Aplikasi yang digunakan adalah pemodelan spasial lahan kritis dimana model ini
menganggap bahwa lahan kritis tersusun atas 4 kondisi fisik yaitu produktivitas, lereng,
erosi, prosentase batuan dan menejemen lahan, dimana tiap tema memiliki jenjang harkat
yang sama 1 - 5, tetapi tiap komponen tersebut memiliki bobot kontribusi yang berbeda
sesuai dengan dominasinya dalam pembentukan lahan kritis.
Table 1.

Produktivitas (faktor pembobot =30 )


No

Table 2.

Produktivitas

Harkat

Sangat tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat rendah

Kemiringan lereng (20)


No

Kemiringan (%)

Harkat

< 8,0

8,0 15,0

16.0 25,0

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

Table 3.

24

26.0 40,0

> 40,0

Erosi(15)
No

Table 4.

Table 5.

Erosi

Harkat

Ringan

Sedang

Berat

Sangat berat

Prosentase batu-batuan (5)


No

Prosentase batu-batuan

Harkat

Sedikit

Sedang

Banyak

Manajemen lahan (30)


No

Manajemen lahan

Harkat

Baik

Sedang

Buruk

Langkah Kerja :
1. Membuka ArcGIS 9.2 klick
2.

pada dekstop

Membuka ArcCatalog

dan buka file batu, lereng,

erosi, produksi dan manajemen dengan mendrag dari arccatalog ke arcgis.


3. Membuat New Toolbox, dengan cara klik kanan pada ArcToolbox New Toolbox.
Membuat model dengan cara klik kanan pada New Toolbox yang telah dibuat.
New Toolbox New Model (acara 4).

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

25

4. Membuat Model (acara 4) untuk mementukan kekritisan lahan, dengan cara pilih
kelima file input peta kemudian drag ke dalam Model acara 4.
5. Menambahkan perintah Union dengan mencari pada ArcToolbox Analysis Tools
Overlay Union kemudian tarik ke dalam Model. Kemudian kelima file input
peta yang akan dioverlay dihubungkan dengan ke kotak Union dengan button

6. Menambahkan perintah Add Field, klik kanan pada kotak Add Field sehingga
muncul kotak dialognya kemudian memberi nama dengan Keterangan pada Field
Name, dan Field Type isi dengan TEXT.
7. Menambah perintah Calculate Field, klik kanan pada kotak Calculate Field
sehingga muncul kotak dialognya, kemudian isi : Keterangan pada Field Name,
Expression isi dengan Keterangan. Dan pada Code Block isi dengan script
sebagai berikut :
Dim Total as Long
Dim Keterangan as String
Total=(5*[SKORBATU])

(15*[SKOROS])

+(20*

[SKORLER])

(30*[SKORMANA]) + (30*[SKORPROD])
if Total<200 then
Keterangan="sangat kritis"
Elseif Total>=200 and Total<=400 then
Keterangan="Kritis"
Elseif Total>400 then
Keterangan="tidak kritis"
Endif

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

26

8. Menambah perintah Dissolve klik kanan pada kotak Dissolve sehingga muncul
kotak dialognya, kemudian isi Output Feature Class : Union_Dissolve dan
Dissolve_Field : Keterangan kemudian Klik OK.
9. Melakukan validasi dan menjalankan model. Cara validasi pada Model pilih menu
Model Validate Entire Model dan cara menjalankan model pilih menu Model
Run Entire Model. Kemudian save model (acara 3). Gambar model seperti di
bawah ini :

10.Hasil Peta lahan kritis adalah sebagai berikut :

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

27

PEMBAHASAN

Pemodelan ini sama dengan pemodelan berjenjang, hanya saja dalam


pemodelan ini untuk masing-masing variabel kita harus menentukan faktor pembobot
variabel tersebut. Faktor pembobot tersebut ditentukan dengan memperhatikan peranan
atau pengaruh setiap variabel terhadap model yang dikembangkan. Jika variabel tersebut
mempunyai pengaruh yang sangat besar maka diberi bobot yang paling tinggi sedangkan
untuk variabel yang hanya berpengaruh kecil terhadap model yang dikembangkan maka
diberi bobot yang paling kecil
Pada pemodelan ini, kita harus memperhatikan tentang pengaruh masing-masing
variabel yang digunakan dan membandingkan dari masing-masing variabel tersebut
mana yang lebih berpengaruh dan mana yang tidak. Jika yang berpengaruh lebih besar,
maka diberi bobot yang paling besar pula sedangkan yang mempunyai pengaruh yang
kecil maka diberi bobot yang kecil pula. Pemodelan ini sangat cocok untuk pemodelan
dengan skala rinci karena memang hasil yang diperoleh sangat detil. Dalam penentuan
bobot ini diperlukan pengetahuan yang cukup terhadap tema yang sedang dikerjakan.
Jika kita kurang paham terhadap tema yang sedang dikerjakan maka akan berpengaruh
terhadap pembobotan yang dilakukan. Pembobotan yang salah akan berakibat tehadap
validitas peta hasil akhir.
Produktivitas lahan dan manajemen lahan menjadi variabel utama dalam
peruntukan tema ini sehingga kedua variabel ini diberi bobot yang tertinggi yaitu 30.
Produktivitas lahan mempunyai variasi harkat yang lebih besar yaitu 5 harkat.
KESIMPULAN
Faktor pembobot dari pendekatan berjenjang tertimbang dipengaruhi oleh
besarnya pengaruh unsur tersebut terhadap model yang dikembangkan.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

28

ACARA V

Tema

Pemodelan Arahan Pemanfaatan Lahan

Data Dasar :

Peta kemiringan lereng, peta tanah, peta intensitas curah hujan

Lokasi

Kabupaten Bangkalan

Proses

Pendekatan Kuantitatif Berjenjang Tertimbang

Tujuan

Mengetahui arahan pemanfaatan lahan berdasarkan unsur-unsur arahan


pemanfaatan lahan

Dasar Teori :
Perencanaan pembangunan wilayah secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
berdasarkan luas lingkupan wilayahnya, yaitu perencanaan makro, meso, dan mikro.
Perencanaan makro lebih banyak terkait dengan lingkup kajian yang luas (nasional,
regional), dengan ditopang oleh informasi spasial (peta/citra) berskala kecil. Perencanaan
meso lebih sering dikaitkan dengan pembangunan wilayah yang lebih sempit, misalnya
propinsi berukuran agak kecil sampai kabupaten. Perencanaan meso paralel dengan
penggunaan peta skala sedang, foto udara berskala sedang, serta citra satelit.
Perencanaan mikro biasanya dikaitkan dengan daerah administratif yang lebih sempit,
atau bagian dari suatu daerah administratif tertentu, misalnya desa atau kecamatan kecil.
Pada perencanaan makro, peran peta dan citra lain tidaklah sangat besar.
Pertimbangan politis dan ekonomis. Sentuhan wawasan spasial kadangkala dipandang
tidak terlalu relevan. Pada perencanaan mikro, analisis kewilayahan secara fisik mutlak
diperlukan, sehingga informasi mutakhir mengenai kondisi wilayah sangat relevan. Oleh
karena itu, peta fotografi, citra satelit, dan juga foto udara sangat bermanfaat. Pada
perencanaan mikro aspek kelembagaan pada lingkup sempit berperan penting, akan
tetapi kadang-kadang variabilitas spasial aspek fisik yang ada justru sangat kecil,
sehingga peran geografi pun kadang-kadang dapat diabaikan. Pada umumnya
perencanaan fisik secara makro untuk wilayah kota (urban) lebih membutuhkan informasi
spasial dibandingkan wilayah desa, untuk luas daerah yang sama. Dari sudut pandang
geografi, survei yang akurat untuk memperoleh data dasar pengembangan wilayah
mutlak diperlukan. Tanpa data spasial yang mutakhir dan akurat, perencanaan fisik tidak
akan dapat diimplementasikan dengan baik. Perencanaan fisik pada level meso
membutuhkan evaluasi lahan sebagai dasar pijakan survai dan perencanaan berikutnya.
Evaluasi lahan merupakan ilmu terapan yang digunakan untuk menilai lahan dari
sisi kemampuan lahan untuk keperluan tertentu. Apabila yang dinilai adalah sifat-sifat dan
kondisi permanen lahan untuk dapat menopang serangkaian penggunaan tertentu yang
bersifat umum, maka kegiatan ini disebut evaluasi kemampuan lahan. Apabila yang dinilai

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

29

adalah sifat-sifat lahan untuk mendukung penggunaan lahan tertentu, maka kegiatan ini
disebut evaluasi kesesuaian lahan. Oleh karena itu, arahan pemanfaatan lahan,
perencanaan penggunaan lahan, serta tata ruang perlu memperhatikan kemampuan dan
kesesuaiannya, agar perlakuan atas lahan dapat memberikan manfaat optimal bagi
manusia secara berkelanjutan, dengan memberikan dampak negatif sekecil mungkin.
Pada umumnya, evaluasi kemampuan bahan digunakan untuk mengkaji wilayah
yang relatif luas, pada skala sedang sampai kecil; sedangkan evaluasi kesesuaian
lahanpun dapat diterapkan secara global, untuk satu benua misalnya (Dudal, 1978).
Prinsif yang lebih perlu dipegang adalah bahwa evaluasi kemampuan lahan akan
memberikan hasil awal yang perlu ditindaklanjuti dengan kesesuaian lahan.
Konsep kemampuan lahan sebenarnya mengacu pada potensi lahan dalam
mendukung berbagai penggunaan. Potensi lahan yang tinggi mengindikasikan tingkat
kesesuaian yang tinggi pula untuk berbagai jenis tanaman dan peruntukan. Semakin
rendah kemampuan lahannya, semakin sedikit pula jenis tanaman dan berbagai
peruntukan yang sesuai diterapkan disana. Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji
kemampuan lahan suatu wilayah melalui peta ataupun citra lain adalah pendekatan
fisiografis, di mana wilayah kajian dibagi zona-zona yang homogen ini kemudian
didedukasi karakteristik lahannya. Hasil dedukasi karekteristik lahan ini (misalnya
kemiringan lereng, tekstur tanah, drainase permukaan, kedalaman efektif tanah, dan
sebagainya) masih perlu diuji di lapangan, serta dilengkapi dengan data hasil observasi
lapangan. Penggunaan satuan-satuan bentukan lahan dengan mengacu pada prinsif
penamaan relieflekpresi topografi-batuan induk/ganesa-intensitas proses/situs biasanya
cukup efektif untuk dapat dijadikan satuan evaluasi lahan. Cara pemberian nama ini
misalnya perbukitan breaksi terkikis kuat, dataran aluvial pantai, dan sebagainya.
Tim Fakultas Geografi (1994) mencoba menggunakan cara lain, dimana ada
empat komponen sumberdaya utama yang dipertimbangkan, yaitu (a) relief/topografi dan
lereng, (b) kedalaman dan tekstur tanah, (c) batuan induk/litologi, dan (d) ketersediaan air
permukaan/kemungkinan untuk diairi dan ketersediaan air tanah disamping itu, faktor
pembatas berupa kerawanan bencana (banjir, tanah longsor, erosi) digunakan sebagai
faktor pembobot. Faktor spesifik lain seperti salinitas yang tinggi, PH yang sangat rendah
atau sangat tinggi, serta iklim yang dikeluarkan sebagai pertimbangan terpisah. Cara ini
memandang kemampuan lahan sebagai potensi lahan untuk penggunaan secara umum
baik pertanian maupun non pertanian dan dinamakan indeks potensi lahan (IPL).
Cara penentian IPL ini adalah melalui skoring setiap satuan pemetaan pada peta
tematik pendukung diberi skor atau harkat. Tumpang susun peta melalui prosedur
penjumlahan skor dan pengalihan dengan faktor pembatas akan menghasilkan skor akhir

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

30

pada setiap satuan pemataan akhir. Rumus yang digunakan untuk menentukan IPL ini
ialah sebagai berikut:
IPL = (R+L+T+H)*B
di mana:
IPL

: indeks potensi lahan

: harkat faktor relief atau topografi

: harkat faktor litologi

: harkat faktor tanah

: harkat faktor hidrologi

: harkat kerawanan bencanan atau pembatas

IPL menyatakan potensi relief lahan untuk kegunaan umum. Semakin tinggi IPL
berarti semakin baik potensinya. Karakter lahan yang berupa iklim dan faktor seperti
salinitas, pasang surut, ph rendah, gambut, rawa, dan tanah mengembang-kerut
(sweii&shrik) tidak termasuk diharkatkan, tetapi dikemukakan sebagai catatan tersendiri.
Dengan demikian faktor ini perlu dipertimbangkan sebagai penapis (filter) tahap awal bagi
perencanaan pemanfaatan lahan dan pengembangan wilayah.
Arahan pemanfaatan lahan merupakan bentuk rekomendasi dari hasil yang
diperoleh dari evaluasi kemampuan lahan. Mengingat bahwa evaluasi kemampuan lahan
sendiri hanya memberikan hasil berupa klas kemampuan atau potensi untuk mendukung
serangkaian penggunaan/pemanfaatan secara umum, maka rekomendasi ini pun bersifat
umum. Rekomendasi arahan secara khusus akan dapat dilakukan apabila: (a) tersedia
data penggunaan lahan aktual secara lebih rinci, dan (b) dilakukan evaluasi kesesuaian
lahan.
Berdasarkan sistem klasifikasi kemampuan lahan, dikembangkan rekomendasi
pemanfaatan lahan dengan mengacu pada tiap klas kemampuan. Apapun metode
evaluasi kemampuan lahan yang digunakan, pada dasarnya arahan pemanfaatan lahan
tidak hanya didasari oleh kemamuan lahan yang ada, melainkan juga perlu
mempertimbangkan penggunaan lahan yang telah ada. Dengan kata lain, penggunaan
bantuan penginderaan jauh untuk evaluasi kemampuan lahan dan arahan pemanfaatan
lahan perlu mempertimbangkan masukan berupa hasil interprestasi berupa satuan-satuan
medan sebagai evaluasi lahan dan juga peta penggunana lahan aktual.
Untuk memudahkan dalam pengolahan data atribut, maka dibuat klasifikasi
untuk lereng, tanah dan hujan dan arahan penggunaan lahan, adapun klasifikasi yang
digunakan dapat dilihat pada tabel 1, tabel 2, tabel 3 dan tabel 4.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

31

Tabel 1. Klasifikasi Lereng


Kelas

Kemiringan (%)

Klasifikasi

Nilai Skor

<8%

Datar

20

II

8 - 15 %

Landai

40

III

15 - 25 %

Agak Curam

60

IV

25 - 40%

Curam

80

> 40 %

Sangat Curam

100

Tabel 2. Klasifikasi hujan


Kelas

Intensitas (mm/hari)

Klasifikasi

Nilai Skor

< 1750

Sangat Rendah

10

II

2000

Rendah

20

III

2250

Sedang

30

IV

> 2250

Tinggi

40

Tabel 3. Klasifikasi Tanah


Kelas
I

Jenis Tanah
Aluvial,Gleisol,Planosol, Hidromorf kelabu,

Klasifikasi

Nilai Skor

Tidak Peka

15

Kurang

30

Laterik
II

Latosol

Peka
III

Brown forest soil, non calcic brown, mediteran

Agak Peka

45

IV

Andosol, Laterit, Podsol, Grumusol, Podsolik

Peka

60

Regosol, Litosol, Organosol, Renzina

Sangat

75

Peka
Tabel 4. Klasifikasi Arahan Penggunaan Lahan
Kriteria

Arahan Fungsi Penggunaan


Lahan

Skor Total > 175

Kawasan Lindung

Skor Total 125 175

Kawasan Penyangga

Skor Total 0-124, dan lereng lebih besar

Kawasan

8%

Tahunan

Skor Total 0-124, dan lereng sama

Kawasan

dengan atau lebih kecil dari 8%

Semusim dan Permukiman

Budidaya

Tanaman

Budidaya

Tanaman

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

32

Langkah Kerja
1. Membuka ArcGIS 9.2 klick
2.

pada dekstop

Membuka ArcCatalog

dan buka file peta bentuk

lahan, peta lereng, dan peta rawan bencana dengan mendrag dari arccatalog
ke arcgis.

3. aktifkan arc tool box

, klik kanan pada arctoolbox tekan menu add tool box

kemudian klik kanan pada file ini tekan new dan rename (acara5).
4. Kemudian empat file peta tersebut (sungai, curah hujan, lereng, dan jenis
tanah) di drag dari layer ke layer model (acara5).
5. Kemudian klik analysis tooloverlayuniondi drag ke model (acara 5)
untuk menghubungkan dengan Add Conection dan hubungkan tiga jenis
peta (curah hujan, lereng dan jenis tanah), Pada output isi dengan nama union
dan join Attributes ALL.
6. Searchadd fielddrag ke layar modelsambungkan dengan union.
Kemudian klik kanan di kotak add field openfield nameSATATUS, dan
pada Field Type pilih TEXT.
7. selanjutnya, search: calculate drag calculate field ke dalam model (acara 5)
sambungkan dengan add field. Pada input pilih union.shp, Field name isi
dengan nama STATUS. Dan isi Code Block dengan scriep sebagai berikut :
Dim Total as Long
Dim STATUS as String
Total=[HAR_HJN] + [HAR_LER] + [SKOR_TNH]
If Total>175 then
STATUS="Kawasan Lindung"

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

33

Elseif Total>=125 and Total<=175 then


STATUS="Kawasan Penyangga"
Elseif Total<125 and [HAR_LER]>20 then
STATUS="Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan"
Elseif Total<125 and [HAR_LER]<=20 then
STATUS="Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman"
Endif
.

Seperti tampilan berikut :

8. Untuk peta sungai akan dilakukan buffering dengan perintah Buffer. Pada Arc
Toolbox Seach buffer drag ke model acara5 pada buffer isi sebagai berikut:

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

34

9. Selanjutkan buat field (add field) sambungkan dengan buffer. Kemudian klik
kanan di kotak add field openfield nameBUFFER, dan pada Field Type
pilih TEXT.
10. Kemudian hubungkan dengan drag calculate field. Pada input pilih
sungai_Buffer1shp, Field name isi dengan nama BUFFER. Dan isi Expression
dengan Kawasan Lindung
11. Selanjutnya hubungkan antara hasil overlay curah hujan, jenis tanah dan
lereng dengan buffer sungai. Dengan perintah union. Isi output Feature Class
dengan union2.shp dan Join attributes dengan ALL.
12. Setelah itu tambahkan field baru dengan add field dan beri nama arahan
dengan Field Type TEXT.
13. Setelah field terbentuk hubungkan dengan alculate field dan pada Field name
isi denan arahan, Expression dengan arahan dan buat scriep pada Code Block
sebagai berikut :
Dim ARAHAN as String
If [BUFFER]="Kawasan Lindung" then
ARAHAN=[BUFFER]
Else
ARAHAN=[STATUS]
Endif

14. Proses selanjutnya mengabungkan hasil polygon arahan penggunaan lahan


dengan perintah dissolve, ambil dissolve dari ArcToolbox drag dan
kemudian hubungkan dengan hasil calculate. Pada output feature class beri
nama dengan Arahan_PL dan pada Dissolve_Field pilih arahan dan ok.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

35

15. Untuk select yang pertama pada Expression isi dengan total=0 dan untuk
select yang kedua isi total=1.
16. Selanjutnya buat field baru pada masing-masing cabang dan beri nama Ket1
untuk yang pertama dan Ket2 untuk yang cabang kedua. Field type pada
masing-masing cabang TEXT.
17. Model acara5 seperti pada gambar dibawah ini :

18. Kemudian save model acara5, kemudian lakukan validate Entire Model
kemudian lakukan run dengan tombol

untuk mengeksekusi

19. maka tampilan akhir sebagai berikut :

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Firman_fmm@yahoo.com.sg

36

PEMBAHASAN
pemodelan arahan penggunaan lahan dengan menggunakan pendekatan berjenjang
bertingkat. Peta dasar yang digunakan dalam proses ini adalah peta digital kemiringan
lereng, curah hujan dan tanah ditambah dengan peta sungai Dalam pendekatan ini
kriteria-kriteria yang digunakan bersifat mutlak.
Peta arahan penggunaan lahan didapatkan dari hasil overlay beberapa peta, yaitu :
peta jenis tanah, peta lereng dan peta intensitas curah hujan. Hasil overlay tersebut
dioverlaykan dengan aliran sungai yang menyebutkan dalam Kepres No 32 tahun 1990
dan UU No. 32 tahun 1992, yang menyebutkan bahwa sempadan sungai = 100 m,
sempadan anak sungai = 50 m, sempadan mata air = 200 m, sempadan danau = 100 m,
sempadan ketinggian =>2000 m, sempadan lereng = >45%, sempadan pantai = 100m,
sempadan pantai yg bermangrove = 130 x pasut lokal dan surut terrendah daerah-daerah
ini merupakan kawasan lindung.
Peta arahan penggunaan lahan hasil overlay dibandingkan dengan peta
penggunaan lahan yang ada mendapatkan adanya beberapa daerah yang dalam
penggunaan lahannya terjadi kesalahan. Antara lain : Daerah yang seharusnya
diperuntukkan untuk kawasan lindung dimanfaatkan untuk ladang, perkebunan teh
bahkan ada sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk real estate atau pemukiman,
Kawasan lain yang seharusnya diperuntukkan untuk kawasan penyangga dimanfaatkan
sebagai kebun campuran dan ada yang dimanfaatkan untuk real estate dan pemukiman.
Sedangkan kawasan yang seharusnya diperuntukkan untuk kawasan budidaya tanaman
tahunan dimanfaatkan untuk daerah persawahan dan pemukiman. Selain itu pemanfaatan
yang terjadi tidak memperhatikan daerah sempadan sungai dan mata air yang
seharusnya merupakan kawasan lindung. Terlihat bahwa mata air terdapat dikawasan
area sawah dan pemukiman serta daerah kebun campuran.
KESIMPULAN
Aplikasi SIG dapat digunakan untuk Pemodelan arahan penggunaan lahan
dengan memanfaatkan Perintah yang ada.

Pedoman Praktikum Pemodelan SIG

Anda mungkin juga menyukai