Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM Nilai praktikum

GKP 0303 ANALISIS DAN PEMODELAN SPASIAL


Laboratorium Sistem Informasi Geografis
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada

ACARA 3 : 3D ANALYSIST

KELOMPOK HARI: JUMAT PUKUL: 07.00-09.00 WIB


[MUSTAFA AL AZMI] [16/397546/GE/08425]

ASISTEN:
1. Kurniawan Budi Santoso
2. M. Adnan Shafry
3. Anisa Chandra Dewi
4. Lalu Deden Yuda Pratama
.

1. TUJUAN
a. Memahami analisis 3D dalam SIG
b. Memahami pembuatan DEM, DTM beserta turunannya
c. Memahami beberapa aplikasi analisis 3D dalam SIG

2. METODE
- Membuat DEM

Aplikasi ArcGIS dan data input (koordinat titik ketinggian (X, Y)


yang diwakili oleh ketinggian medan (Z) dan data kontur serta
sungai)

Mengatur sistem koordinat Eksport data titik ketinggian guna Melakukan metode topo to raster
menjadi mempermanenkan data shapefile pada data shapefile kontur dan
WGS_1984_UTM_49S sungai
Melakukan metode kriging untuk Mengatur data Mengatur data
Display shapefile DEM hasil dilakukan ekstrapolasi data DEM sungai, typenya kontur, elevation
kriging menjadi stream field menjadi
field height dan
typenya menjadi
Display shapefile DEM hasil topo to
contour
raster
- Membuat data turunan dari DEM

Data DEM

Aplikasi ArcGIS dan display Shapefile titik Dem_before


shapefile DEM hasil topo to raster pandang
Dem_after

Tools Slope Tools Hillshade Tools Aspect Tools Visibility


Tools Contour

Display shapefile Atur sim azimuth Display shapefile Display shapefile


analisis slope dan sun elevation analisis aspect analisis visibility Display shapefile
analisis contour
Display shapefile
analisis hillshade
Surface After
Display shapefile Tools Cut and
analisis cut and fill Fill
Surface before

- Efek 3 Dimensi

Aplikasi ArcScene dan display shapefile DEM hasil


topo to raster serta shapefile analisis hillshade

Mengganti target elevation


Menaikkan angka Display hillsahde
on surface menjadi data
factor to convert layer dalam bentuk 3D
DEM pada Base Height

Keterangan :

Langka kerja utama Langkah Kerja pembantu


Input Proses Output

3. HASIL PRAKTIKUM
1. Peta DEM metode kriging Perbukitan Baturagung di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (terlampir)
2. Peta DEM metode topo to raster Perbukitan Baturagung di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (terlampir)
3. Peta kemiringan lereng Perbukitan Baturagung di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (terlampir)
4. Peta hillshade Perbukitan Baturagung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(terlampir)
5. Peta arah hadap lereng Perbukitan Baturagung di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (terlampir)
6. Peta analisis pandangan (visibility) Perbukitan Baturagung di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (terlampir)
7. Peta kontur Perbukitan Baturagung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(terlampir)
8. Peta cut and fill Perbukitan Baturagung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(terlampir)
9. Printxcreen display hillshade 3D Perbukitan Baturagung di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (terlampir)

4. PEMBAHASAN
Salah satu analisis yang bisa dilakukan menggunakan sistem SIG diantaranya
adalah analisis 3 dimensi dengan sistem koordinat horisontal x, y dan koordinat elevasi z.
Dalam membuat peta 3D digunakan file data yang berisi elevasi diatas area tertentu,
biasanya pada inteval jaringan tetap. Jenis model yang paling umum dari analisis 3D
adalah DEM (Digital Elevation Model) (Guntara, 2015). Generalisasi DEM adalah dasar
dari pengamatan multi-dimensi, dasar untuk mengekspresikan dan menganalisis medan
(Shan, dkk, 2016). Doyle (1991) menjelaskan DEM meruapakan susunan nilai-nilai yang
mewakili distribusi spasial dari karakteristik medan sesungguhnya.
Data DEM berbeda dengan data DTM. DEM khususnya digunakan untuk
menggambarkan relief medan dengan gambaran model rupabumi 3D yang menyerupai
keadaan sebenarnya (Mogal, 1993). DEM diartikan hanya mewakili data ketinggian saja,
sedangkan DTM memiliki konsep tampilan terrain yang lebih luas. DTM digambarkan
sebagai representasi dimensi yang lebih lengkap dari DEM. DEM berstruktur data grid
sedangkan DTM berstruktur data garis (arc) dengan TIN (Triangular Irregular Network).
Pembuatan data DEM ini menggunakan titik-titik ketinggian yang didapatkan melalui
survei lapangan untuk kemudian di interpolasi dan dapat diturunkan dalam beberapa
model.
Pembuatan DEM menggunakan prinsip adanya titik ketinggian dan TIN, dapat
dibuat secara manual oleh aplikasi ArcGIS (Indarto, dkk, 2012). Pada ArcGIS terdapat
fasilitas topografi untuk membuat DEM bertipe raster agar mempermudah overlay
dengan pemodelan-pemodelan lain. Titik ketinggian yang sudah dimiliki dilakukan raster
interpolation krigging dalam mengkonversi topografi tersebut menjadi data raster. Proses
interpolasi dilakukan untuk menghasilkan DTM dari titik-titik yang mempunyai informasi
ketinggian (Setiyoko & Kumar, 2012). Akurasi DTM tegantung dari metode interpolasi
yang digunakan, karenanya perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui di setiap
perbedaan hasil interpolasi yang dilakukan.
Metode Krigging adalah estimasi stochastic dimana menggunakan kombinasi
linear untuk memperkirakan nilai dianatara sampel data (Ctetch Development
Corporation, 2004). Lebih mudah, Setianto dan Triandini (2013) menjelaskan kriging
menghasilka estimasi nilai z berdasarkan bobot rata-rata dari lokasi yang nilaiya sudah
diketahui pada suatu area tertentu. Metode kriging sesuai digunakan ketika hubungan
jarak atau arah dari data yang akan diproses sudah diketahui. Pemodelan kriging pada
pegunungan Baturagung tepat meninjau data titik ketinggian sudah diketahui
sebelumnya. Data topografi seperti kontur dan sungai dapat dijadikan bentuk raster
menggunakan perintah topo to raster. Topo to raster akan memanfaatkan empat tiitk
input data untuk menghasilkan interpolasi setiap sel output (ArcGIS help). Dibandingkan
metode kriging, display peta metode topo to raster membuat klasifikasi ketinggian yang
lebih tinggi. Metode topo to raster juga memanfaatkan struktur drainase yang terhubung
terhadap representasi tonjolan pada kontur masukan.
Sebagai data DEM, topo to raster dapat diturunkan menjadi beberapa bentuk
analisis hasil tampilan 3 dimensi. Diantara model medan digital tersebut adalah slope,
hillshade, aspect, visibility, kontur dan cut and fill. Kemiringan lereng (slope) untuk
menunjukkan berapa derajat atau persen kemiringan suatu permukaan tanah pada
daerah ketinggian tertentu. Secara default, kemiringan lereng muncul dengan tampilan
perbedaan gradasi warna (ArcGIS Help). Kelas kemiringan lereng dapat dibuat tergantung
keinginan pembuat peta, dengan satuan kemiringan yang digunakan adalah persen.
Aplikasi peta kemiringan lereng banyak digunakan pada analisis spasial, seperti
penentuan daerah rawan longsor, arahan pemanfaatan lahan, rencana tata ruang wilayah
dan lainnya.
Hilshade sering dipakai untuk kepentingan estetika bentuk peta 3 dimensi
dengan bayangan yang dihasilkan. Permukaan tiga dimensi ini merupakan representasi
pencahayaan yang dibuat sendiri oleh pengguna. Pengguna dapat dengan mudah
memvisualisasikan banyak fitur topografi dengan tingkat kedetailan tidak terperinci,
disebabkan warna abu-abu secara general tidak mendefinisikan orientasi permukaan
bumi yang unik (Kennely dan Kimerling, 2004). Model aspect untuk mengetahui arah
hadap lereng beserta derajat utara sesuai arah kompas. Fungsi aspect menurunkan arah
mata angin sesempit mungkin dari masing-masing arah busur ke arah busur tetangganya.
Nilai output berupa arah aspect semisal 0ᵒ-22,5ᵒ adalah arah utara, 22,5ᵒ-67,5ᵒ adalah
arah timur laut, dan seterusnya. Arah hadap disimbolkan dengan warna kontras agar
mudah dibedakan ditambah warna abu-abu pertanda wilayah tersebut datar tidak
menghadap ke arah manapun. Salah satu aplikasi aspect ini adalah sebagai pertimbangan
kriteria arah hadap landscape dalam membangun rumah.
Analisis visibility didapatkan dari titik pandang pembuat peta pada lokasi-lokasi
tertentu dalam rangka mendapatkan jarak pandang dari permukaan berelevasi tinggi
untuk menentukan visibilitas di area yang berbeda (ArcGIS Help).
5. KESIMPULAN
6. DAFTAR PUSTAKA
Guntara, Ilham. 2015. Konsep Dasar Analisis 3 Dimensi pada Sistem Informasi Geografi.
Diakses dari https://www.guntara.com/2015/01/konsep-dasar-analisis-3-dimensi-
pada.html pada tanggal 22 November 2018.
Shan, Lingang, etc. 2016. A New DEM Generalization Method Based on Watershed Tree
Structure. Jurnal Plose One 11 (8).
Indarto, Boedi Soesanto dan Debby Rio Prasetyo. 2012. Pembuatan Digital Elevation
Model (DEM) dengan Ketelitian Pixel (10 Meter x 10 Meter) Secara Maual di Sub-DAS
Rawatamtu. Jurnal AGROTEK, 6(1), 78-89.
Setiyoko, A., & Kumar, A. 2012. Comparison Analysis of interpolation Techniques for DEM
Generation Using Cartosat-1 Setero Data. International Journal of Remoter Sensing and
Earth Sciences, 9 (2), 78-87.
Kennely, Patrik J., dan A. Jon Kimerling. 2004. Hillshading of Terrain Using Layer Tints with
Aspect-Variant Luminosity. Cartography and Geographic Information Science. Vol. 31, No.
2, 67-77.

Anda mungkin juga menyukai