Anda di halaman 1dari 7

Purwitaningsih 0

Critical Review Jurnal


Bangkok Transportation
System: What Went Wrong?

Santika
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH
DAN KOTA

Purwitaningsih

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN


PERENCANAAN

3613100008

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH


NOPEMBER
2015

Purwitaningsih 1

Santika Purwitaningsih
3613100008
Sistem Transportasi RP14-1310
2015

Critical Review
Jurnal

Bangkok Transportasion System: What Went


Wrong? Subtopik A Look into The 8th Transport Plan
Penjelasan Umum Mengenai Jurnal dan Topik yang Dibahas
Jurnal ini mengungkapkan tentang sejarah pengembangan
sistem transportasi dan permasalahannya di Bangkok, mulai dari
tahun 1900 yang mengubah transportasi berbasis sungai dan kanal
menjadi transportasi berbasis jalan hingga era The 8th Transport
Plan yang berlaku pada tahun 1997-2001. Tujuan utama dari
penelitian ini adalah untuk menarik kesimpulan yang mungkin
dapat dijadikan pelajaran untuk perencanaan transportasi di masa
yang akan datang. Penelitian ini menunjukkan bahwa menurut
kebijakan kebijakan yang telah lalu, mobil memberikan pengaruh
terhadap masyarakat Thailand dan secara bertahap mengubah
masyarakat Thailand dan gaya hidupnya. Analisis yang dilakukan
menunjukkan bahwa Bangkok selalu fokus dalam membenahi
kecepatan pergerakan mobil pribadi tanpa mempertimbangkan
transportasi

publik

dan

lingkungan.

Hasil

dari

penelitian

ini

menemukan bahwa masyarakat Thailand cenderung menerima


dengan

mudah

konsep

western

tanpa

mempertimbangkan

kesesuaiannya dengan budaya Thailand. Selain itu, dikarenakan


masalah koordinasi, hasil dari penelitian ini menyarankan agar

Purwitaningsih 2

standar perencanaan di Thailand dan proses pelaksanaannya bisa


melihat dari keseluruhan sistemnya.
Dalam

subtopik

Look

into

The

8th

Transport

Plan

diungkapkan tentang masalahmasalah sistem transportasi di


Thailand, khususnya kota Bangkok. Subtopik ini fokus pada keadaan
sistem transportasi kota Bangkok di tahun 2001.
Permasalahan yang Ada Terkait Jurnal
Secara umum, kondisi sistem transportasi di Bangkok pada
tahun 2001 lebih buruk daripada tahun dimulainya

The 8th

Transport Plan di tahun 1997. Tahun 2001, populasi dan tenaga


kerja terpusat di Bangkok Metropolitan Area yang mengakibatkan
munculnya

berbagai

permasalahan

transportasi.

Di

Bangkok

Metropolitan Region, terjadi 22 juta pergerakan tiap harinya (belum


termasuk mobilitas truk sebesar 4 juta pergerakan per hari), yang
57%-nya merupakan pergerakan sektor privat (kendaraan pribadi).
Tingginya mobilitas privat ini disebabkan oleh antara lain pelayanan
transportasi publik yang buruk, meningkatnya pendapatan personal
dan kepemilikan mobil, serta pandangan masyarakat Thailand
bahwa mobil merupakan simbol kekayaan. Selain itu, semenjak
terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, sektor swasta tidak mau
membiayai proyek transportasi publik skala besar dan menunda
implementasi transportasi massa.
The 8th Transport Plan mencoba untuk memperbaiki dan
meningkatkan kecepatan rata rata di dalam Bangkok Metropolitan
Area dan meningkatkan aksesibilitas di dalam pusat kota. Akan
tetapi hal ini menyebabkan tidak adanya peningkatan transportasi
publik secara efektif di luar BMA yang menjelaskan betapa
buruknya pelayanan transportasi publik di daerah suburban. Dalam

Purwitaningsih 3

penelitian

yang

dilakukan

Rujopakarn

(2000),

aksesibilitas

transportasi di pusat kota Bangkok 20 50 kali lebih tinggi daripada


di luar pusat kota Bangkok.
The 8th Transport Plan dinilai mengabaikan proyek transportasi
lokal di daerah luar pusat kota Bangkok. Antara The 8th Transport
Plan dengan Bangkok Land-Use tahun 1999 tidak ada sinkronisasi,
The 8th Transport Plan tidak mempromosikan adanya subcenters
seperti yang tertera pada Bangkok Land-Use 1999.
Penyebab Permasalahan
Pemusatan populasi dan pekerja di Bangkok Metropolitan
Area disebabkan oleh beberapa faktor, dan yang paling utama
adalah urbanisasi. Pada beberapa negara sedang berkembang,
sektor pertanian konvensional secara perlahan terlihat semakin
kurang menarik dan tidak lagi diminati, terutama oleh generasi
muda.

Di

sisi

lain,

perkotaan

menawarkan

begitu

banyak

kesempatan, baik di sektor formal maupun informal. Tambahan lagi,


pertumbuhan

wilayah

di

daerah

pedalaman

lebih

lambat

dibandingkan dengan di daerah perkotaan. Hal ini menyebabkan


tersedia lebih banyak lapangan kerja serta upah dan gaji yang jauh
lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan dengan di daerah
pedalaman. Semua hal ini merupakan daya tarik yang sangat kuat
bagi para petani di daerah pedalaman untuk berurbanisasi ke
daerah perkotaan (Tamin).
Lapangan pekerjaan di pusat kota mempengaruhi pola ruang
yang ada di kota tersebut. Sebagai contoh, dengan terpusatnya
lapangan pekerjaan di pusat kota akan mengakibatkan naiknya nilai
lahan

di

pusat

kota,

sehingga

akan

mempengaruhi

pola

permukiman yang akan bergeser ke daerah pinggiran kota. Hal ini

Purwitaningsih 4

akan

menyebabkan

mobilitas

seseorang

meningkat

sehingga

kebutuhan pergerakannya pun meningkat melebihi kapasitas sistem


prasarana transportasi yang ada. Selain itu, kurangnya investasi
pada suatu sistem jaringan dalam waktu yang cukup lama dapat
mengakibatkan sistem prasarana transportasi tersebut menjadi
sangat rentan terhadap kemacetan yang terjadi apabila volume
arus lalu lintas meningkat lebih dari rata-rata.
Tidak

adanya

koordinasi

dan

integrasi

antar

dokumen

perencanaan, terutama antara rencana sistem transportasi dengan


tata guna lahan, menyebabkan munculnya masalah ketimpangan
kualitas pelayanan prasarana transportasi di daerah urban dan
suburban-nya.
Critical Review
Dalam jurnal ini banyak dimunculkan kata aksesibilitas,
seperti public transport accessibility, namun tidak diberi penjelasan,
aksesibilitas yang dimaksud di sini yang seperti apa, apakah
aksesibilitas yang hanya berorientasi pada jarak atau sudah
dikaitkan dengan waktu tempuh dan fasilitas yang ada. Hal ini
dikarenakan aksesibilitas yang hanya berorientasi pada jarak sudah
dianggap tidak sesuai dengan masa kini karena belum tentu jika
jaraknya jauh maka aksesibilitasnya rendah. Sebagai contoh,
pembangunan bandara selalu dilakukan di luar kota, atau tempat
yang jauh dari keramaian, namun agar aksesibilitasnya bagus,
maka dibangunlah jalan yang memungkinkan pergerakan dengan
kecepatan tinggi sehingga waktu tempuhnya juga pendek, maka hal
ini bisa diklasifikasikan aksesibilitas tinggi.
Data yang ditampilkan dalam jurnal tidak jelas. Harusnya
dalam

menampilkan

angka

pergerakan

dan

angka

tentang

Purwitaningsih 5

aksesibilitas transportasi publik antara di pusat kota Bangkok dan di


luar pusat kota ditampilkan sumbernya, atau sebaiknya juga
ditampilkan

data

lengkapnya,

misalnya

dalam

bentuk

tabel,

sehingga keaslian data tidak diragukan.


Judul jurnal adalah Bangkok Transportation System: What
Went Wrong?, jadi kalau dilihat dari judulnya, jurnal ini juga bisa
diartikan memiliki tujuan untuk menganalisa apa yang salah dengan
sistem transportasi di Bangkok. Jadi tidak hanya sejarahnya. Untuk
mengetahui apa yang salah mengenai sistem transportasi, tidak
bisa dilihat dari satu elemen saja, tapi harus dari keseluruhan
sistem yang ada. Kemudian, data tentang pergerakan rata-rata di
Bangkok Metropolitan Area, sebaiknya lebih diperinci lagi tentang
pola variasi hariannya juga karena belum tentu prasarana jaringan
transportasi memiliki beban yang sama sepanjang waktu.
Lesson Learned
Pada dasarnya, sistem prasarana transportasi mempunyai
dua peran utama, yaitu sebagai alat bantu untuk mengarahkan
pembangunan di daerah perkotaan dan sebagai prasarana bagi
pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul akibat adanya
kegiatan di daerah perkotaan tersebut.
Sebaiknya antar dokumen perencanaan itu terdapat integrasi
sehingga

tujuan

dokumen

perencanaan

itu

untuk

mengatasi

masalah bisa terwujud dan tidak malah menimbulkan permasalahan


baru.
Sistem transportasi berhubungan dengan tata guna lahan
dalam hal pemerataan prasarana transportasi di daerah urban dan
suburban-nya.

Purwitaningsih 6

Referensi
Rujopakarn, W. 2006. BANGKOK ACCESSIBILITY UNDER THE 8 th
TRANSPORT AND LAND USE PLANS. The Proceedings of the
Regional Symposium on Infrastructure Development in Civil
Engineering, Tokyo Institute of Technology, Tokyo, Japan.
Tamin, O.Z. Perencanaan dan Permodelan Transportasi Edisi Kedua.
Penerbit ITB, Bandung.
Yupho, Sauvanithi, 2014. Evaluating Indirect Impacts of
Transit Oriented Development (TOD). The Case of
Bangkok, Thailand. AESOP Conference.

Anda mungkin juga menyukai